Thursday, 22 September 2016

MAKALAH WALIMATUL 'URSY (WALIMAH AL-'URSY)


MAKALAH WALIMATUL 'URSY (WALIMAH AL-'URSY)
Di Ajukan Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Perkawinan yang di ampu oleh bapak Maimun M.Ag
Oleh:

SYAIFUL HIDAYAT
NIM. 18201202010070

Description: Stain


















PROGRAM STUDI AL-AKHWAL AS-SYAKHSIYAH
JURUSAN SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
2016




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Islam adalah agama yang syumul (universal). Agama yang mencakup semua sisi kehidupan, tidal ada satu masalah pun  dalam kehidupan ini yang tidak dijelaskan, dan tidak ada satu pun masalah yang tidak disentuh nilai islam, walau masalah tersebut Nampak kecil dan sepele. Itulah Islam, agama yang member rahmat bagi sekuruh alam.
            Dalam masalah perkawinan, Islam telah berbicara banyak, dimulai bagaimana cara mencari kriteria bakal calon pendamping hidup hingga bagaimana memperlakukannya dikala resmi menjadi sang penyejuk hati. Islam memiliki tuntunannya, begitu pula Islam mengajarkan bagaimana mewujudkan sebuah pesta pernikahan yang meriah, namun tetap mendapat berkah dan tidak melanggar tuntunan Rasulullah SAW, demikian halnya dengan pernikahan yang sederhana namun tetap penuh pesona.
            Telah membudaya dikalangan masyarakat umum, baik masyarakat dari lapisan bawah maupun lapisan atas, ketika terlaksana pernikahan akan dilaksanakan pula sebuah perayaan dalam rangka mensyukuri terselenggaranya momen tersebut. Dalam merayakannya itupun sangat variatif. Ada yang dilaksanakan secara kecil-kecilan dengan hanya sebatas menjamu para undangan dengan makanan sekedarnya atau bahkan ada yang merayakannya secara besar-besaran, dengan memakan  waktu berhari-hari dan dengan beraneka ragam hiburan dan makanan yang disajikan hingga terkesan berlebihan.
B.     Rumusan Masalah
Dalam makalah ini rumusan masalah yang dapat kami paparkan adalah sbb:
1.      Apa pengertian walimah?
.2.      Apa lafazh, terjemahan, takhrij, dan syarah hadits tentang walimah?
.3.      Bagaimana hukum dan anjuran walimah dalam islam?
4.      Bagaimana kriteria walimah yang islami?
5.      Apa hikmah penyelenggaraan walimah?
C.    Tujuan Pembahasan
1.      Untuk mengetahui pengertian walimah.
2.     Untuk mengetahui lafazh, terjemahan, takhrij, dan syarah hadits tentang walimah.
3.      Untuk memahami hukum dan anjuran walimah dalam islam.
4.      Untuk mengetahui kriteria walimah yang islami.
5.      Untuk mengetahui hikmah penyelenggaraan walimah.
  
  



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Walimah
            Walimah (١ﻠﻭﻠﻴﻤﺔ) artinya al-jam’u yaitu kumpul, sebab suami dan istri berkumpul. Walimah (١ﻠﻭﻠﻴﻤﺔ) berasal dari bahasa arab١ﻠﻭﻠﻴﻡ artinya makanan pengantin. Maksudnya adalah makanan yang disediakan khusus dalam acara pesta perkawinan.Bisa juga diartikan sebagai makanan untuk tamu undangan atau lainnya.[1]
            Walimah adalah istilah yang terdapat dalam literatur arab yang secara arti kata berarti jamuan yang khusus untuk perkawinan dan tidak digunakan untuk penghelatan di luar perkawinan.[2] Sedangkan definisi yang terkenal di kalangan ulama, walimatul ‘ursy diartikan dengan perhelatan dalam rangka mensyukuri nikmat Allah atas telah terlaksananya akad perkawinan dengan menghidangkan makanan.
B.     Lafaz dan Arti Hadits I
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ: قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْوَلِيمَةِ فَلْيَأْتِهَا» روه مسلم                                                        Artinya: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya, ia berkata, “Aku bacakan kepada Malik”, dari Nafi’, dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda: “Apabila salah seorang di antara kalian diundang kepada suatu walimah, maka hendaklah ia menghadirinya”. (HR. Muslim)[3]
C.    Takhrij Hadits I
            Jika dilihat dari lafaz  الْوَلِيمَةِ [4]maka menurut kitab Al-Mu’jam Al-Mufahras, hadits tersebut diriwayatkan oleh:
1.      Bukhari, Kitab Nikah, bab ke-71.
2.      Muslim, Kitab Nikah, bab ke-96.
3.      Abu Daud, Kitab Ath’imah, bab ke-1.
4.      Ibnu Majah, Kitab Thaharah, bab ke-25.
5.      Ad-Darimi, Kitab Nikah, bab ke-23.
6.      Imam Malik, kitab Nikah, bab ke-49.
7.      Ahmad bin Hambal, Juz II, hal. 20, 22, dan 27.
D.    Syarah Hadits I
            Imam Muhyiddin An-Nawawi di dalam kitab Syarah Shahih Muslim menjelaskan, bahwa hadits ini memerintahkan untuk hadir apabila seseorang diundang kesuatu acara walimah.Akan tetapi, disini terdapat beberapa perbedaan pendapat, mengenai amar atau perintah dalam hadits tersebut, apakah bersifat wajib atau sunat? Perbedaan pendapat itu adalah: untuk undangan walimatul ‘ursy hukumnya 1. fardu ‘ain bagi setiap orang yang diundang, dan kefarduan tersebut bisa hilang dengan sebab uzhur. 2. Fardu kifayah. 3. Sunat. Sedangkan undangan acara selain walimatul ‘ursy terdapat juga perbedaan pendapat, pendapat yang pertama mengatakan bahwa hukumnya sama dengan walimatul ‘ursy, dan pendapat yang kedua mengatakan bahwa hukumnya sunat.[5]
            Adapun macam-macam uzhur yang menyebabkan gugurnya kewajiban menghadiri undangan walimah adalah:
1.      Makanan yang disediakan mengandung syubhat.
2.      Undangan tersebut khusus bagi orang kaya saja.
3.      Ada yang akan terzholimi dengan sebab kehadirannya.
4.      Majlis walimah itu tidak layak dihadiri.
5.      Apabila kedatangannya itu semata-mata karena menginginkan sesuatu dari si pengundang atau karena takut kepadanya.
6.      Apabila di dalam acara tersebut terdapat perkara-perkara mungkar seperti jamuan  khamar atau alat-alat lahwi, dan lain sebagainya. [6]


E.     Lafaz dan Arti Hadits II
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ، أَخْبَرَنَا مَالِكٌ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنِ الأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ: «شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الوَلِيمَةِ، يُدْعَى لَهَا الأَغْنِيَاءُ وَيُتْرَكُ الفُقَرَاءُ، وَمَنْ تَرَكَ الدَّعْوَةَ فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَرَسُولَهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ» روه البخرى
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf, Malik memberitakan kepada kami, dari Ibnu Syihab, dari A’raj, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “seburuk buruk makanan adalah makanan walimah(pesta) dimana yang diundang hanyalah orang orang kaya sedangkan orang orang fakir tidak diundang, siapa yang tidak memenuhi undangan walimahan, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasulnya”. (H.R. Bukhari)[7]
F.     Takhrij Hadits II
Jika dilihat dari lafaz  الْوَلِيمَةِ [8]maka menurut kitab Al-Mu’jam Al-Mufahras, hadits tersebut diriwayatkan oleh:
1.      Bukhari, Kitab Nikah, bab ke-72.
2.      Muslim, Kitab Nikah, bab ke-107, 109, dan 110.
3.      Abu Daud, Kitab Ath’imah, bab ke-1.
4.      Ibnu Majah, Kitab Thaharah, bab ke-25.
5.      Ad-Darimi, Kitab Nikah, bab ke-28.
6.      Imam Malik, kitab Nikah, bab ke-50.
7.      Ahmad bin Hambal, Juz II, hal. 241, 267, dan 405.
G.     Syarah Hadits II
            Ibnu hajar Al-Asqalani dalam Fathul Barri Fi Syarhi Shahih Al-Bukhari menerangkan, bahwa hidangan dalam acara walimah akan menjadi makanan atau hidangan terburuk atau paling tercela ketika acara walimah tersebut hanya terkhusus kepada orang-orang kaya saja. Karena itu Ibnu mas’ud berkata, “Apabila suatu walimah hanya dikhususkan kepada orang kaya saja sementara orang miskin tidak diundang, maka kita diperintahkan untuk tidak menghadirinya”. Tetapi, jika undangan tersebut disebarkan secara umum, baik kepada orang kaya maupun fakir, maka hidangan walimah tidak akan menjadi makanan tercela.[9]
            Jadi, kalimat فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَرَسُولَهُmenunjukkan kewajiban untuk menghadiri setiap undangan.Orang yang tidak menghadirinya dianggap telah memaksiati Allah dan Rasul, karena meninggalkan suatu kewajiban yang diperintahkan oleh Rasul, sementara meninggalkan atau tidak melaksanakan yang diperintah oleh rasul adalah maksiat.[10]
2.Makna Mufradat Hadits I dan II
            Dari dua hadits di atas, ada beberapa mufrad atau kosa kata yang menurut penulis perlu untuk diberikan makna atau terjemahannya secara harfiyah atau lughowiyah; دُعِيَ= diundang/diajak[11]الْوَلِيمَةِ= pesta/kenduri[12]يَأْتِىberasal dari kata أتى= datang[13]شَرّ= tidak baik/jahat[14]الطَّعَامِ = makanan[15]الأَغْنِيَاءُjamak dari الغني = yang kaya[16]الفُقَرَاءُjamak dari الفقير = fakir.[17]
3. Hukum dan Anjuran Walimah Dalam Islam
            Walimah merupakan amalan yang sunnah. Hal ini sesuai dengan hadits riwayat dari Anas bin Malik, bahwa Nabi SAW pernah berkata kepada Abdurrahman bin ‘Auf:
أولم ولو بشاة (متفق عليه)
Artinya: Adakan walimah, meski hanya dengan satu kambing.[18]
Dalam hadis lain dijelaskan:
عن انس قال: ما اولم رسول الله صلي الله عليه وسلم علي شيء من نسائه ما او لم علي زينب اولم بشاة (رواه بخاري  ومسلم )                                                                 Artinya: Dari Anas, ia berkata "Rasulullah SAW belum pernah mengadakan walimah untuk istri-istrinya, seperti Beliau mengadakan walimah untuk Zainab, Beliau mengadakan walimah untuknya dengan seekor kambing" (HR Bukhari dan Muslim).[19]
Jumhur ulama berpendapat, bahwa walimah merupakan suatu hal yang sunnah dan bukan wajib.[20]
Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang walimatul ‘ursy. Beliau menjawab, “ Segala puji bagi Allah. Kalau walimatul ‘ursy hukumnya adalah sunah, dan diperintahkan menurut kesepakatan ulama.Bahkan sebagian mereka ada yang mewajibkan, karena menyangkut tentang pemberitahuan nikah dan perayaannya, serta membedakan antara pernikahan dan perzinahan.Oleh karena itu, menurut pendapat ulama, menghadiri hajat pernikahan adalah wajib hukumnya jika orang yang bersangkutan ada kesempatan dan tidak ada halangan.[21]
            Sedangkan hukum menghadiri undangan, Jumhur ulama penganut Imam Asy-Syafi’i dan Imam Hambali secara jelas menyatakan bahwa mengahadiri undangan ke walimatul ‘ursy adalah fardu ‘ain. Adapun sebagian dari penganut keduanya ini berpendapat bahwa menghadiri undangan tersebut adalah sunnah. Sedangkan dalil hadis yang sudah disebutkan di atas menunjukkan adanya hukum wajib menghadiri undangan.Apalagi setelah adanya pernyataan secara jelas bahwa orang yang tidak mau menghadiri undangan telah berbuat maksiat kepada Allah SWTdan Rasul-Nya SAW.[22]
4.  Walimah Yang Islami
            Suatu amalan akan menjadi sangat berkah ketika dilakukan karena mengharap ridha Allah SWT, termasuk dalam penyelenggaraan acara walimah. Selain itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan walimah, yaitu:
1.      Sesuai dengan hadits di atas, bahwa undangan tidak boleh dikhususkan terhadap orang-orang kaya saja, sedangkan orang-orang miskin tidak diundang.
2.      Orang yang mengundang untuk walimah jangan sampai melupakan kerabat dan rekan-rekannya. Jika yang diundang hanya sebagian diantara mereka, tentu akan menyakiti hati sebagian yang lain yang tidak diundang. Dan yang pasti, orang-orang yang shaleh ahrus diundang, apakah mereka fakir ataupun kaya.[23]
3.      Disunnahkan menyelenggarakan walimah dengan menyembelih seekor domba atau lebih jika memang ada kesanggupan.
4.      Penyelenggaraan walimah ini harus dimaksudkan untuk mengikuti sunnah dan menyenangkan saudara-saudara.
5.      Dalam walimah harus dihindarkan hal-hal yang sudah biasa menyebar pada zaman sekarang, yang diwarnai dengan berbagai kemungkaran dan dosa serta yang jelas diharamka syari’at, seperti meminum jenis-jenis minuman yang memabukkan atau apapun yang diharamkan, dan laki-laki yang bercampur dengan wanita. Artinya tidak berbaur antara tamu pria dan tamu wanita [24]
6.      Menghindari hiburan yang merusak. Contohnya, suguhan acara tarian oleh wanita-wanita yang berbusana tidak sesuai dengan syariat islam, bahkan cenderung mempertontonkan aurat.
7.      Dalam rumah tempat  walimah itu tidak terdapat perlengkapan yang haram.
Karena, ketika di tempat terselenggaranya walimah tersebut terdapat perlengkapan yang diharamkan oleh agama, maka acara tersebut sudah tidak sesuai dengan batasan walimah yang dianjurkan oleh agama. Salah-satu contoh dari peralatan tersebut telah dijelaskan dalam hadits Rosul yang artinya: “Dari Hudzaifah Al-Yaman R.A. Ia berkata: Rosululoh S.A.W. bersabda: “ janganlah kamu minum dangan bejana emas dan perak dan janganlah kamu makan dengan piring emas dan  perak, karena Ia untuk mereka (orang kafir) di dunia dan untuk Kamu nanti di akhirat.(muttafaq alaih).”[25]
2. Adab-Adab Dalam Memenuhi Undangan
            Ada beberapa adab yang harus diperhatikan dalam memenuhi undangan.[26] Yaitu:
1.      Tidak sekedar untuk memuaskan nafsu perut, tetapi harus diniati untuk mengikuti perintah syari’at, menghormati saudaranya, menyenangkan hatinya, mengunjunginya dan menjag dirinya dari timbulnya buruk sangka jika dia tidak memenuhi undangan itu,
2.      Mendo’akan tuan rumah jika sudah selesai makan dan mendoakan kedua mempelai dalam undangan walimatul ‘ursy.
3.      Tidak memenuhi undangan jika di sana ada kedurhakaan. Dan lain sebagainya, termasuk ada baiknya membantu dengan harta bagi kerabat yang kaya dalam penyelenggaraan walimah.
5.  Hikmah Walimah
            Ada beberapa hikmah dalam pelaksanaan walimah, diantaranya:
1.      Merupakan rasa syukur kepada Allah SWT.
2.      Tanda penyerahan anak gadis kepada suami dari kedua orang tuanya.
3.      Sebagai tanda resmi akad nikah.
4.      Sebagai tanda memulai hidup baru bagi suami-istri.
5.      Sebagai realisasi arti sosiologi dari akad nikah.
6.      Sebagai pengumuman bagi masyarakat, bahwa antara mempelai telah resmi menjadi suami istri, sehingga mastarakat tidak curiga terhadap perilaku yang dilakukan oleh kedua mempelai.












BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan:
1.      Walimatul ‘ursy diartikan dengan perhelatan dalam rangka mensyukuri nikmat Allah atas telah terlaksananya akad perkawinan dengan menghidangkan makanan.
2.      Kebanyakan ulama berpendapat, bahwa penyelenggaraan walimah hukumnya adalah sunnah bukan wajib, sementara menghadirinya adalah wajib ketika tidak ada udzur yang menyebabkan gugurnya kewajiban itu.
3.      Sangat banyak adab-adab yang harus dijaga bagi setiap orang yang mengadakan walimah supaya walimah tersebut terkesan islami dan tidak menyimpang dari tuntunan Rasululah SAW.
4.      Hikmah penyelenggaraan walimah juga bermacam-macam, salah-satunya adalah sebagai pengumuman bagi masyarakat, bahwa antara mempelai telah resmi menjadi suami istri, sehingga mastarakat tidak curiga terhadap perilaku yang dilakukan oleh kedua mempelai.
B.     Saran
            Dengan selesainya makalah ini, penulis menyadari tentunya masih banyak  kekurangan dalam penulisannya, maka dari itu kami mengharapkan kritikan dan saran yang sifatnya membangun dari teman-teman, tak terkecuali dari bapak  dosen pembimbing yang membawakan mata kuliah ini untuk perbaikan tugas-tugas selanjutnya.




DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Slamet, Fiqih Munakahat. (Bandung : Cv Pustaka Setia, 1999)
Al-Asqalani, Ibnu Hajar, Fathul Barri Fi Syarhi Shahih Al-Bukhari, (Darul Mishri, 2001 M/1421 H), Juz.IX.
-------------, Terjemah Kitab Bulughul Maram, (Surabaya :Mutiara Ilmu).
Al-Bukhari, Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ismail, Shahih Bukhari, (Kairo: Darul Haisyim, 2003), Juz. III.
Al-Iraqy, Butsainan As-Sayyid, Rahasia Pernikahan Yang Bahagia, (Jakarta Selatan: Pustaka Azzam, 1998).
An-Nawawi, Imam Muhyiddin, Syarah Shahih Muslim,( Beirut-Libanon: Darul Ma’rifah, 2007), Juz. IX.
Muslim, Imam, Shohih Muslim, (Beirut-Libanon: Darul Ma’rifah, 2007 M/1428H), Juz. IX.
Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia Antara Fiqh Munakahat Dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Prenada Media, 2006)
Taimiyah, Ibnu, Majmu’ Fatawa Tentang Nikah, (Jakarta Selatan: Pustaka Azzam, 2002).
Tihami dan Sohari, Fikih Munakahat, (Serang:Rajawali Pers, 2008).
‘Uwaidah, Syaikh Kamil Muhammad, Fiqih Wanita, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2008).
Wensink, A.J. /Muhammad Fuad Abdul Baqiy, Mu’jam Al-Mufahras Li Alfazl Hadits An-Nabawiyah,(Laiden: Brill, 1936), Jilid. 7.
Yunus, Mahmud, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990)







[1]Slamet Abidin, Fiqih Munakahat.(Bandung : Cv Pustaka Setia, 1999) hlm. 149.
[2]Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia Antara Fiqh Munakahat Dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Prenada Media, 2006), hlm. 155.
[3]Imam Muslim, Shohih Muslim, (Beirut-Libanon: Darul Ma’rifah, 2007 M/1428H), Juz. IX, hlm. 234.
[4]A.J. Wensink/Muhammad Fuad Abdul Baqiy, Al-Mu’jam Al-Mufahras Li Alfazhil Hadits An-Nabawiyah,(Laiden: Brill, 1936), Jilid. 7, hlm. 321.
[5]Imam Muhyiddin An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim,( Beirut-Libanon: Darul Ma’rifah, 2007), Juz. IX, Cet. Ke-14, hlm. 234-235.
[6]Ibid. hlm. 235.
[7]Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari, (Kairo: Darul Haisyim, 2003), Juz. III, hlm. 144.
[8]A.J. Wensink/Muhammad Fuad Abdul Baqiy, Op.Cit..
[9]Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Barri Fi Syarhi Shahih Al-Bukhari, (Darul Mishri, 2001 M/1421 H), Juz.IX, hlm. 202-203.
[10]Ibid.
[11]Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990),hlm. 127.
[12]Ibid. hlm. 506.
[13]Ibid. hlm. 33.
[14]Ibid. hlm. 193.
[15]Ibid. hlm. 236.
[16]Ibid. hlm. 303.
[17]Ibid. hlm. 321.
[18]Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Fiqih Wanita, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2008), hlm. 516.
[19]Tihami dan Sohari, Fikih Munakahat, (Serang:Rajawali Pers, 2008), hlm.132.
[20]Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Op.Cit..
[21]Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa Tentang Nikah, (Jakarta Selatan: Pustaka Azzam, 2002), hlm. 183.
[22]Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Op.Cit.,hlm. 518
[23]Butsainan As-Sayyid Al-Iraqy, Rahasia Pernikahan Yang Bahagia, (Jakarta Selatan: Pustaka Azzam, 1998) Cet. Ke-2, hlm. 79.
[24]Ibid.,hlm. 80-81.
[25]Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani, Terjemah Kitab Bulughul Maram, (Surabaya :Mutiara Ilmu), hlm.16.
[26]Butsainan As-Sayyid Al-Iraqy, Op.Cit.,hlm.82-83.