Friday 23 September 2016

Pengertian Hukum Ada,Kedudukan dan Peranan Hukum Adat,asar Hukum Sah Berlakunya Hukum Adat


 MAKALAH
Di Ajukan Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Adat  PBS yang di ampu oleh bapak AH.KUSAIRI,S.HI,M.HI




Oleh
Ikbalul Ibad (18201302020163)
Siti Halimatus Sa’diyah (18201402020207)
Siti Rahmawati (18201402020210)




JURUSAN EKONOMI DAN BISNIS
PRODI PERBANKAN SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
2016 – 2017
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi kesempatan kepada kami untuk menyelesaikan tugas makalah ini. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada nabi Muhammad SAW. Yang telah membawa kita dari dunia kegelapan menuju dunia dunia yang terang benderang ini.
Alhamdulillah, kami panjatkan karena telah menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul “ Kedudukan Dan Sumber Hukum Berlakunya Hukum Adat”
Kami sadar bahwasannya kekurangan dalam makalah kami, untuk itu kami mengharap kritik dan saran dari para pembaca makalah ini, demi kesempurnaan makalah kami.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb



Pamekasan, 09 september 2016

       penulis







DAFTAR ISI

Halaman Sampul - i
Kata Pengantar - ii
Daftar Isi - iii
BAB I : PENDAHULUAN -  1
A.    Latar Belakang - 1
B.     Rumusan Masalah - 2
C.     Tujuan Masalah - 2
D.    Manfaat  - 2
BAB II : PEMBAHASAN -3
A.         Pengertian Hukum Adat - 3
B.        Kedudukan dan Peranan Hukum Adat – 4
C.        Dasar Hukum Sah Berlakunya Hukum Adat - 5
D.        Sumber Hukum Adat -7
BAB III : PENUTUP - 9
A.        Kesimpulan -9
B.        Saran-9
Daftar Pustaka

                                                                                                                                           









BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pada  hakekatnya  perkembangan  hukum adat tidak dapat dipisahkan dari perkembangan masyarakat pendukungnya. Dalam pembangunan hukum nasional, peranan hukum adat sangat penting. Karena hukum nasional yang akan dibentuk, didasarkan pada hukum adat yang berlaku. Hukum aPPdat adalah hukum tidak tertulis dan bersifat dinamis yang senantiasa dapat menyesuaikan diri terhadap perkembangan  peradaban manusia itu sendiri. Bila hukum adat yag mengatur sesuatu bidang kehidupan dipandang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan warganya maka warganya sendiri  yang akan merubah hukum adat tersebut agar dapat memberi manfaat untuk mengatur kehidupan mereka.hal ini dapat dilihat dari keputusan yang dibuat oleh para pengetua adat. Hukum adat  mengalami perkembangan karena adanya interaksi sosial, budaya, ekonomi dan lain-lain. Persintuhan itu mengakibatkan perubahan yang dinamis terhadap hukum adat. Selain tidak terkodifikasi, hukum adat itu memiliki corak.
Hukum adat mengandung sifat yang sangat tradisionil. Bahwa peraturan hukum adat umumnya oleh rakyat dianggap berasal dari nenek moyang yang legendaris (hanya ditemui dari cerita orang tua).
Hukum adat dapat berubah. Perubahan dilakukan bukan dengan menghapuskan dan mengganti peraturan-peraturan itu dengan yang lain secara tiba-tiba, karena tindakan demikian itu akan bertentangan dengan sifat adat istiadat yang suci dan bahari. Akan tetapi perubahan terjadi  oleh pengaruh kejadian-kejadian pengaruh peri kedaan hidup yang silih berganti-ganti. Peraturan hukum adat harus dipakai dan dikenakan oleh pemangku adat (terutama oleh kepala-kepala) pada situasi tertentu dari  kehidupan sehari-hari dan peristiwa-peristiwa demikian ini,  sering dengan tidak  diketahui berakibat pergantian, berubahnya peraturan adat dan kerap kali orang sampai menyangka, bahwa peraturan-peraturan lama tetap berlaku bagi kedaaan-keadaan baru.
Kesanggupan hukum adat menyesuaikan diri. Justru karena pada hukum adat terdapat sifat hukum tidak tertulis dan tidak dikodifikasi, maka hukum adat (pada masyarakat yang melepaskan diri dari ikatan-ikatan tradisi dan dengan cepat berkembang modern) memperlihatkan  kesanggupan untuk menyesuaikan diri dan elastisiteit yang luas. Suatu hukum sebagai hukum adat, yang terlebih-lebih ditimbulkan keputusan  di kalangan perlengkapan  masyarakat belaka, sewaktu-waktu dapat menyesuaikan diri dengan keadaan-keadaan baru.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah kedudukan hukum adat?
2.      Apakah sumber hukum  berlakunya hukum adat?
C.     Tujuan Masalah
Untuk mengetahui bagaimana kedudukan hukum adat dan sumber berlakunya hukum adat.
D.     Manfaat
Kita dapat mengetahui kedudukan dan sumber berlakunya hukum adat.














BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Hukum Adat
Istilah hukum adat sebenarnya berasal dari bahasa Arab, “Huk’m” Dan “Adah” (jamaknya, Ahkam) yang artinya suruhan atau ketentuan. Di dalam Hukum Islam dikenal misalnya “Hukum Syari’ah” yang berisi adanya lima macam suruhan atau perintah yang disebut “al-ahkam al-khamsah” yaitu : fard (wajib), haram (larangan), mandub atau sunnah (anjuran), makruh (celaan) dan jaiz, mubah atau halal (kebolehan). Adah atau adat ini dalam basa Arab disebut dengan arti “kebiasaan” yaitu perilaku masyarakat yang selalu terjadi. Jadi “ hukum adat” itu adalah” hukum kebiasaan”.
Istilah hukum adat yang mengandung arti aturan kebiasaan ini sudah lama dikenal di Indonesia seperti di Aceh Darussalam pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636) istilah hukum adat ini telah dipergunakan, ini ditemukan dalam kitab hukum yang diberi nama “Makuta Alam” kemudian didalam kitab hukum “Safinatul Hukkam Fi Takhlisil Khassam” yang ditulis oleh Jalaluddin binSyeh Muhammad Kmamaluddin anak kadhi Baginda Khatib Negeri Trussan atas perintah Sultan Alaiddin Johan Syah (1781-1895). Di dalam mukadimah kitab hukum acara tersebut dikatakan bahwa dalam memeriksa perkara seorang hakim haruslah memperhatikan hukum syara, hukum adat, serta adat dan resam.[1]
Hukum adat adalah kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam satu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat di paksakan pelaksanaan dengan suatu sanksi.
Menurut Prof. Dr.Supomo S.H dalam karangan beliau, hukum adat sebagai hukum yang tidak tertulis di dalam peraturan –peraturan legislatif, meliputi peraturan-peraturan hidup yang meskipun tidak ditetapkanoleh yang berwajib, ditaati dan didukung oleh rakyat berdasarkan atas keyakinan bahwasanya peraturan-peraturan tersebut mempunyau kekuatan hukum.
Menurut Bushar Muhammad hukum adat adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia Indonesia dalam hubungan satu sama lain baik yang merupakan keseluruhan kelaziman, kebiasaan dan kesusilaan yang benar-benar hidup di masyarakat adat karena dianggap dan dipertahankan oleh anggota masyarakat itu, maupun yang merupakan keseluruhan peraturan-peraturan yang mengenai sanksi atas pelanggaran yang ditetapkan dalam keputusan para penguasa adat (mereka yang mempunyai kewibawaan dan berkuasa memberi keputusan dalam masyarakat adat itu yaitu dalam keputusan lurah, penghulu, wali tanah, kepala adat dan hakim.[2]
B.     Kedudukan dan  Peranan Hukum Adat
Hukum adat merupakan salah satu sumber yang penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi Pembangunan Hukum Nasional, yang menuju Kepada Unifikasi pembuatan peraturan perundangan dengan tidak mengabaikan timbul/tumbuhnya dan berkembangnya hukum kebiasaan dan pengadilan dalam pembinaan hukum.
Pengambilan bahan-bahan dari hukum adat dalam penyusunan Hukum Nasional pada dasarnya berarti yaitu:
1.      Penggunaan konsepsi-konsepsi dan azas-azas hukum dari hukum adat untuk dirumuskan dalam norma-norma hukum yang memenuhi kebutuhan masyarakat masa kini dan mendatang dalam rangka membangun masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar.
2.       Penggunaan lembaga-lembaga hukum adat yang dimodernisir dan disesuaikan dengan kebutuhan zaman tanpa menghilangkan ciri dan sifat-sifat kepribadian Indonesianya.
3.      Memasukkan konsep-konsep dan azas-azas hukum adat ke dalam lembaga-lembaga hukum dari hukum asing yang dipergunakan untuk memperkaya dan memperkembangkan Hukum Nasional, agar tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Di dalam pembinaan hukum harta kekayaan nasional, hukum adat merupakan salah satu unsur sedangkan di dalam pembinaan hukum kekeluargaan dan hukum kewarisan nasional merupakan intinya. Dengan terbentuknya hukum nasional yang mengandung unsur-unsur hukum adat, maka kedudukan dan peranan hukum adat itu telah terserap di dalam hukum nasional.
4.        Kedudukan hukum adat meurut pancasila masyarakat hukum adat dibentuk dan di integrasikan oleh sifat dan corak fundamental yang sangat menentukan yaitu cara hidup gotrong royong, dimana kepentingan bersama memgatasi kepenyingan-kepentingan perseorangan Implementasi cara hidup ini dapat terlihat, misalnya dalam kegiatan gugur gunung dijawa. Setiap orang atau individu anggota masyrakat dengan suka rela memberikan kemampuannya baik, uang dan barang-barang lainnya baik materi ataupun non materi. Kegiatan yang dilakukan adalah semua kegiatan yang dianggap akan membawa keuntungan untuk seluruh anggota masyarakat. Cara hidup ini berawal dari adanya asumsi masyarakat tentang suatu persatuan atau kerukunan. Dengan demikian, terbuktilah bahwa hukum adat sangat mementingkan kepentingan bersama dalam pola-pola kehidupannya, yang berarti pula mengutamakan prinsip kerukunan bersama, suatu prinsip yang dipelihara dan dikembangkan untuk tetap menjaga harmoni dari hubungn-hubungan hukum yng dilakukan oleh seluruh anggota masyarakat atau keluarga.
Beralih pada Pancasila, kosep persatuan atau kerukunan dikenal dlam pancasila pada sila ketiga yaitu Persatuan Indonesia. Sila persatuan Indonesia mengandung muatan konstruktif dari para pendireri Negara terhadap nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyrakat yaitu hukum kebiasaan dan hukum adat secara praktis (dalam praktik). Hal ini didasarkan pada adanya pluralitas praktek hukum dat pada masing-masing daerah dan masyarakat Indonesia serta pembagian ketentuan-ketentuan hukum adat dalam beberapa bidang yang diaturnya seperti hukum keluarga hukum perkawinan serta hukum waris.
Pada dasarnya didalam Pancasila yang sebagai dasar pandangan hidup berbangsa dan bernegara di dalamnya terkandung nilai-nilai hukum adat. Asas yang mendomonasi antar Pancasila dan hukum adat adalah gotong royong yang sangat kental ada di dalamnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa secara tidak langsung Negara sangat mengakui pentingnya hukum adat yang mendominasi hukum-hukum yang ada dalam Indonesia.
C.     Dasar Hukum Sah Berlakunya Hukum Adat
Dalam Batang Tubuh UUD 1945, tidak satupun pasal yang mengatur tentang hukum adat. Oleh karena itu, aturan untuk berlakunya kembali hukum adat ada pada Aturan Peralihan UUD 1945 Pasal II, yang berbunyi :
“Segala badan Negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”.
Aturan Peralihan Pasal II ini menjadi dasar hukum sah berlakunya hukum adat. Dalam UUDS 1950 Pasal 104 disebutkan bahwa segala keputusan pengadilan harus berisi alasan-alasannya dan dalam perkara hukuman menyebut aturan-aturan Undang-Undang dan aturan adat yang dijadikan dasar hukuman itu. Tetapi UUDS 1950 ini pelaksanaannya belum ada, maka kembali ke aturan Peralihan UUd 1945.
Dalam Pasal 131 ayat 2 sub b. I.S. menyebutkan bahwa bagi golongan hukum Indonesia asli dan timur asing berlaku hukum adat mereka, tetapi bila kepentingan sosial mereka membutuhkannya, maka pembuat Undang-Undang dapat menentukan bagi mereka :
1.      Hukum Eropa
2.      Hukum Eropa yang telah diubah
3.      Hukum bagi beberapa golongan bersama dan
4.      Hukum baru yaitu hukum yang merupakan sintese antara adat dan hukum mereka yaitu hukum Eropa.
Pasal 131 ini ditujukan pada Undang-Undangnya, bukan pada hakim yang menyelesaikan sengketa Eropa dan Bumi Putera. Pasal 131 ayat (6) menyebutkan bahwa bila terjadi perselisihan sebelum terjadi kodifikasi maka yang berlaku adalah hukum adat mereka, dengan syarat bila berhubungan dengan Eropa maka yang berlaku adalah hukum Eropa. Dalam UU No. 19 tahun 1964 pasal 23 ayat (1) menyebutkan bahwa segala putusan pengadilan selain harus memuat dasar-dasar dan alasan-alasan putusan itu jug aharus memuat pula pasal-pasal tertentu dari peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili. UU No. 19 tahun 1964 ini direfisi jadi UU No. 14 tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman karena dalam UU No. 19 tersebut tersirat adanya campur tangan presiden yang terlalu besar dalam kekuasaan yudikatif. Dalam Bagian Penjelasan Umum UU No. 14 tahun 1970 disebutkan bahwa yang dimansud dengan hukum yang tidak tertulis itu adalah hukum adat.
Dalam UU No. 14 tahun 1970 Pasal 27 (1) ditegaskan bahwa hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup di masyarakat.
Dari uraian di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa yang menjadi dasar berlakunya hukum adat di Indonesia adalah :
1.      Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menjadi dasar berlakunya kembali UUD 1945.
2.      Aturan Peralihan Pasal II UUD 1945
3.      Pasal 24 UUD 1945 tentang kekuasaan kehakiman
4.      Pasal 7 (1) UU No. 14/ 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman.
D.    Sumber Hukum Adat
Dalam membicarakan sumber hukum (Adat) dianggap penting terlebih dahulu dibedakan atas dua pengertian sumber hukum yaitu Welbron dan Kenbron.
Welbron adalah sumber hukum (adat) dalam arti yang sebenarnya. Sumber Hukum Adat dalam arti Welbron tersebut, tidak lain dari keyakinan tentang keadilan yang hidup dalam masyarakat tertentu. Dengan perkataan lain Welbron itu adalah konsep tentang keadilan sesuatu masyarakat, seperti Pancasila bagi masyarakat Indonesia.
Sedangkan Kenbron adalah sumber hukum (adat) dalam arti dimana hukum (adat) dapat diketahui atau ditemukan. Dengan lain perkataan sumber dimana asas-asas hukum (adat) menempatkan dirinya di dalam masyarakat sehingga dengan mudah dapat diketahui.
Kenbron itu merupakan penjabaran dari Welbron. Atas dasar pandangan sumber hukum seperti itu, maka para sarjana yang menganggap hukum itu sebagai kaidah berpendapat sumber hukum dalam arti Kenbron itu adalah:
1.  Adat kebiasaan.
2.  Yurisprudensi.
3. Norma-norma Hukum Islam yang telah meresap ke dalam Adat istiadat masyarakat indonesia asli.
4.      Kitab-kitab Hukum Adat.
5.      Buku-buku Standar tentang Hukum Adat.
6.      Pendapat Ahli Hukum Adat.
Dengan demikian hukum adat dapat ditemukan baik dalam adat kebiasaan maupun dalam tulisan-tulisan yang khusus memuat/membicarakan hukum adat. Tulisan itu mungkin fakta hukum atau mungkin pula merupakan pandangan dari para ahli hukum adat.






























BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Hukum adat merupakan hukum yang telah ada dan telah hidup lama dan mendarah daging didalam masyarakat adat. Hukum adat merupakan sekumpulan kebiasaan masyarakat adat yang telah dipatuhi secara turun-temurun dan mempunyai sanksi tersendiri berupa sanksi moral bagi masyarakat adat yang hidup dan tinggal di wilayah tertentu. Kebanyakan pengaturan hukum adat tersebut tidak dikondifikasikan.
Kedudukan Hukum adat menurut Pancasila Masyarakat hukum adat dibentuk dan di integrasikan oleh sifat dan corak fundamental yang sangat menentukan yaitu cara hidup gotrong royong, dimana kepentingan bersama memgatasi kepenyingan-kepentingan perseorangan Implementasi cara hidup ini dapat terlihat, misalnya dalam kegiatan gugur gunung dijawa.
Pasal II ini menjadi dasar hukum sah berlakunya hukum adat. Dalam UUDS 1950 Pasal 104 disebutkan bahwa segala keputusan pengadilan harus berisi alasan-alasannya dan dalam perkara hukuman menyebut aturan-aturan Undang-Undang dan aturan adat yang dijadikan dasar hukuman itu. Tetapi UUDS 1950 ini pelaksanaannya belum ada, maka kembali ke aturan Peralihan UUd 1945.

B.     Saran
Demikin makalah yang dapat kami paparkan, dalam makalah ini tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya. Dimana, terbatasnya pengetahuan dan kekurangan referensi yang berhubungan dengan judul makalah
            Kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun kepada kami demi kesempurnanya makalah ini.



.

DAFTAR PUSTAKA
·         Prof. Iman Sudiyat,S.H., Hukum Adat Sketsa Asas, Univarsitas Gadjah Mada,1999.
·         Prof. Dr .C. Dewi wulandari, SH.,MH.,SE.,MM, Hukum Adat Indonesia Suatu Pengantar, PT Refika Aditama,2010.
·         Soemadiningrat Otje Salman, Rekonseptualisasi Hukum Adat Kontemporer , Bandung: P.T Alumni, 2002






[1] H. Hilman Hadikusuma, 1992. Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Mandar Maju, Bandung, hlm. 9.
[2] Bushar Muhammad, Op cit., hlm. 21.