Saturday, 22 October 2016

1. Apa yang dimaksud dengan perdamaian? 2. Apa saja syarat dalam perdamaian? 3. Apa mamfaat perdamaian dalam gugatan perdata? 4. Bagaimana perdamaian dalam perkara perceraian?




­BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Penyelesaian perkara di Pengadilan Agama (PA) melalui perdamaian merupakan suatu harapan semua pihak.Berdasarkan Hukum Acara yang berlaku, perdamaian selalu diupayakan di tiap kali persidangan.Bahkan, pada sidang pertama, suami isteri harus hadir secara pribadi, tidak boleh diwakilkan. Hakim sebelum memeriksa perkara lebih lanjut wajib berusaha mendamaikannya, dengan memberi nasihat-nasihat.
Namun karena keadaan hubungan suami isteri yang berperkara di pengadilan sudah sangat parah hati mereka sudah pecah, maka upaya perdamaian selama ini tidak banyak membawa hasil. Dari perkara yang masuk ke PA secara nasional selama tahun 2007, sejumlah 217.084, hanya 11.327 perkara yang dicabut. Ini berarti hanya 5,2% yang berhasil damai atau didamaikan.
Untuk menangani perkara perdata yang masuk ke pengadilan, telah dikeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No.2 Tahun 2003, yang telah direvisi dan diganti oleh PERMA No 01 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. PERMA ini dimaksudkan untuk memberikan akses yang lebih besar kepada para pihak dalam rangka menemukan penyelesaian perkara secara damai yang memuaskan dan memenuhi rasa keadilan.
Peran BP4 sebagai badan penasihatan, pembinaan dan pelestarian perkawinan, sesuai visi dan misinya, diharapkan dapat berperan lebih besar lagi dalam melakukan upaya perdamaian terhadap perkara-perkara yang masuk PA, bedasarkan PERMA No 01/2008 yang baru saja ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung pada tanggal 31 Juli 2008.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan perdamaian?
2.      Apa saja syarat dalam perdamaian?
3.      Apa mamfaat perdamaian dalam gugatan perdata?
4.      Bagaimana perdamaian dalam perkara perceraian?



1.3  Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah diatas dapat dirumuskan beberapa tujuan pembahasan. Adapun tujuannya yakni sebagai berikut:
1. mengetahui yang dimaksud dengan perceraian.
2. mengetahui syarat dalam perkawinan.
3. mengetahui mamfaat dalam gugatan perdata.
4. mengetahui perdamaian dalam perkara perceraian.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Perdamaian
Dalam Islam perdamaian dikenal dengan al-islah yang berarti memperbaiki, mendamaikan dan menghilangkan sengketa atau kerusakan, berusaha menciptakan perdamaian, membawa keharmonisan, menganjurkan orang untuk berdamai antara satu dan lainya melakukan perbuatan baik berperilaku sebagai orang suci.[1]
Al-Qur'an menjelaskan Islah merupakan kewajiban umat Islam baik secara personal maupun sosial penekanan islah ini lebih terfokus pada hubungan antara sesama umat manusia dalam rangka pemenuhan kewajiban kepada Allah SWT.
Damai mempunyai arti tidak bermusuhan, keadaan tidak bermusuhan, berbaik kembali, tentram, aman, sedang mendamaikan, memperdamaikan yaitu menyelesaikan permusuhan (pertengkaran) supaya kedua belah pihak berbaikan kembali, merundingkan supaya mendapat persetujuan, dan mendamaikan sendiri mempunyai arti sendiri penghentian permusuhan.
Ruang lingkup perdamaian sangat luas baik pribadi ataupun sosial. Di antara islah yang diperintahkan allah SWT adalah dalam hal masalah rumah tangga. Untuk mengatasi kemelut dan sengketa dalam rumah tangga (syiqoq dan nusyus) dalam Surat An-nisa' ayat 35
Surat tersebut, menegaskan bahwa setiap terjadi persengketaan diperintahkan untuk mengutus pihak ketiga (hakam) dari pihak suami atau istri untuk mendamaikan mereka. Dalam hal ini, ulama' fiqih sepakat untuk menyatakan bahwa kalau hakam (juru damai dari pihak suami atau istri) berbeda pendapat maka putusan mereka tidak dapat dijalankan dan kalau hakam sama-sama memutuskan untuk mendamaikan suami dan istri kembali, maka putusanya harus dijalankan tanpa minta kuasa mereka.[2]
Ayat ini juga menjelaskan tentang pengangkatan hakim, jika kamu tahu ada pertengkaran antara suami istri, sedangkan kamu tidak mengetahui siapa yang bersalah dan mereka terus mempersengketakan ayat ini menunjukkan kebolehan mengangkat hakim.[4]
Di kalangan umat Islam dulu juga dikenal dengan adanya tahkim. Didalam Ensiklopedi Hukum Islam tahkim adalah berlindungnya dua pihak yang bersengketa kepada orang yang mereka sepakati dan setujui serta rela menerima keputusanya untuk menyelesaikan persengketaan mereka berlindungnya dua pihak yang bersengketa kepada orang yang mereka tunjuk (sebagai penengah) untuk memutuskan atau menyelesaikan erselisihan yang terjadi di antara mereka yang sedang bersengketa.
Pasal 1851 KUH perdata dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan perdamaian adalah “suatu persetujuan dimana kedua belah pihak dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau mencegah timbulnya suatu perkara.”[3]
Suatu perdamaian harus ada timbal balik dalam pengorbanan pada diri pihak-pihak yang berperkara maka tiada perdamaian apabila salah satu pihak dalam suatu perkara mengalah seluruhnya dengan cara mengakui tuntutan pihak lawan seluruhnya, demikian pula tidak ada suatu perdamaian apabila dua pihak setuju untuk menyerahkan penyelesaian perkara kepada arbitrase (pemisah) setuju tunduk pada suatu nasehat yang akan diberikan oleh orang ketiga (binded advies).
Undang-undang No.3 tahun 2006 sudah dijelaskan dengan adanya asas wajib mendamaikan. Ini sebagai pedoman untuk para hakim di Pengadilan Agama untuk mengusahakan jalan damai dalam setiap perkara yang masuk di pengadilan.
Dari pengertian perdamaian di atas, dapat kita pahami bahwa yang dimaksud dengan upaya damai yaitu usaha yang dilakukan oleh seseorang atau suatu badan hukum untuk mengadakan pemecahan persoalan dengan cara menghindari persoalan yang lebih fatal. Di mana dalam hal ini tidak boleh memaksakan kehendak dari pihak-pihak yang bertikai sifat mendamaikan hanya memberi nasehat dan anjuran untuk membatalkan gugatan tersebut dan menyelesaikanya dengan jalan damai.
Pelaksanaan upaya perdamaian ini tidaklah mudah, sebab orang yang sedang bersengketa hatinya masih tertutup dan diselimuti rasa tidak suka dan kebencian yang sangat dalam. misalkan saja dalam kasus perceraian, yang mana mereka sedang dilanda krisis rumah tangga yang sedang bermasalah. Dalam hal ini Allah telah memerintahkan agar setiap keluarga yang menghadapi krisis rumah tangganya untuk melihat jauh ke depan dan memikirkan segala akibatnya putusnya perkawinan.
Anjuran damai dari hakim sudah dilakukan sejak sidang pertama sebelum pembacaan surat gugatan, hal ini seperti kurang rasional, sebab bagaimana hakim tahu dan bisa menganjurkan damai, jika hakim sendiri belum tahu duduk perkaranya. Begitu pula, sebelum penggugat membacakan gugatan apakah tidak mungkin penggugat mengubah gugatannya.
Anjuran damai sebenarnya dapat dilakukan kapan saja sebelum perkara belum diputus, tetapi anjuran damai pada permulaan siding pertama adalah mutlak dan wajib dilakukan dan dicantumkan dalam berita acara persidangan karena ada keharusan yang menyatakan demikian, walaupun mungkin secara logika, kecil sekali kemungkinanya. Dalam usaha mewujudkan perdamaian melibatkan beberapa pihak antara lain:
1. Pihak yang berselisih.
2. Pendamai atau hakam yan diangkat dari pihak hakim atau hakamain.
Dari kedua keluarga ahli fiqih dalam hal ini menetapkan bahwa hakim itu hendaknya orang yang mempunyai sifat hakim, yaitu dapat dijadikan saksi dan benar-benar mempunyai keahlian untuk bertindak sebagai hakam. Dalam hukum Islam usaha mendamaikan sengketa merupakan usaha yang harus terus dilakukan agar jalinan keluarga bertahan untuk selama-lamanya.
2.2  Syarat-syarat Perdamaian
Sebagaimana telah dikemukakan di atas perdamaian adalah persetujuan dari kedua belah pihak yang berperkara untuk mengakhiri suatu sengketa, persetujuan perdamaian haruslah dibuat secara tertulis. Sehubungan dengan hal ini, maka perdamaian yang dilaksanakan di muka persidangan haruslah timbal balik dalam pengorbanan dari pihak-pihak yang berperkara. Bukan perdamaian apabila salah satu pihak mengalah begitu saja dan mengakui semua tuntutan pihak lawan seluruhnya. Demikian juga tidak ada perdamaian apabila dua pihak menyerahkan penyelesaian perkara kepada arbitrase.[4]
Syarat formal dari suatu putusan perdamaian sebagaimana tersebut dalam Pasal 1851 KUH perdata, pasa 130 HIR,dan Pasal 154 R.Bg dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Adanya persetujuan kedua belah pihak
Dalam usaha melaksanakan perdamaian yang dilakukan oleh majelis hakim dalam persidangan, kedua belah pihak harus bersepekat dan menyetujui dengan suka rela untuk mengakhiri perselisihan yang sedang berlangsung. Persetujuan itu harus betul-betul murni dating dari kedua belah pihak. Persetujuan yang memenuhi syarat formil adalah sebagai berikut:
a.      Adanya kata sepakat secara sukarela (toestemming).
b.      Kedua belah pihak cakap membuat persetujuan (bekwanneid).
c.      Obyek persetujuan mengenai pokok yang tertentu (bapaalde onderwerp).
d.      Berdasarkan alasan yang diperbolehkan (georrlosofde oorzaak).
2. Mengakhiri sengketa
Apabila perdamaian telah dapat dilaksanakan maka dibuat putusan perdamaian yang lazim disebut dengan akta perdamaian. Putusan perdamaian yang dibuat dalam majelis hakim harus betul-betul mengakhiri sengketa yang sedang terjadi diantara pihak-pihak yang berperkara secara tuntas. Putusan perdamaian hendaknya meliputi keseluruhan sengketa yang diperkarakan, hal ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya perkara lagi dengan masalah yang sama.
3. Perdamaian atas sengketa yang telah ada
Syarat untuk dijadikan dasar putusan perdamaian itu hendaknya persengketaan para pihak sudah terjadi, baik yang sudah terwujud maupun yang sudah nyata terwujud tetapi baru akan diajukan ke pengadilan sehingga perdamaian yang dibuat oleh para pihak mencegah terjadinya perkara di siding pengadilan.
4. Bentuk perdamian harus tertulis
Persetujuan perdamaian itu sah apabila dibuat secara tertulis, syarat ini bersifat imperative (memaksa), jadi tidak ada persetujuan perdamaian apabila dilaksanakan dengan cara lisan dihadapan pejabat yang berwenang. Jadi akta perdamaian harus dibuat secara tertulis sesuai dengan format yang telah ditetapkan oleh ketentuan yang berlaku.
Setelah upaya damai telah ditempuh dan mencapai kesepakatan maka pihak Pengadilan Agama akan segera membuatkan (actavan vergelijk) akta perdamaian mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan putusan hakim dan dapat dieksekusi. Apabila ada pihak yang tidak mau mentaati isi perdamaian, maka pihak yang dirugikan dapat memohon eksekusi kepada Pengadilan Agama. Eksekusi dilaksanakan seperti menjalankan putusan hakim biasa.
Akta perdamaian hanya bisa dibuat dalam sengketa mengenahi kebendaan saja yang memungkinkan untuk dieksekusi. Dan juga akta perdamaian tersebut tidak dapat dimintakan banding, kasasi ataupun peninjauan kembali. Demikian pula akat perdamaian tidak dapat diajukan gugatan baru lagi.
2.3  Manfaat Perdamaian dalam Gugatan Perdata
Suatu perdamaian banyak sekali manfaat yang didapat dari hasil  perdamaian tersebut. Dalam kasus-kasus perdata di pengadilan contohnya jika sengketa yang terjadi dalam masyarakat efeknya pasti terjadi ketegangan terhadap hubungan antara puhak-pihak yang bersengketa. Hal ini berarti hubungan antara yang bersengketa ini telah bergeser dari posisi semula berlandaskan kekeluargaan, persaudaraan, dan persahabatan menjadi hubungan yang berdasarkan rasa permusuhan dan kebencian. Kalau sengketa tersebut tidak segera di selesaikan maka akan terjadi kehancuran hubungan antara yang bersengketa. Penyelesaian melalui pengadilan sebenarnya bukan cara yang paling tepat, memang pengadilan dapat menyelesaiakan perkara dengan adanya putusan dari pengadilan, namun berakhirnya sengketa di pengadilan hanyalah secara lahiriyah.[5]
Hal ini merupakan konsekuensi dari putusan pengadilan yang hanya berdasarkan fakta obyektif, tidak menyangkut fakta subyektif, sehingga putusan pengadilan selalu menyatakan ada pihak yang kalah dan ada pihak yang menang. Pihak yang kalah akan merasakan kekecewaan dan tidak begitu saja mengakui kekalahanya. Ketidakmauan pihak yang kalah menerima begitu saja dapat dilihat pada sikapnya yang apriori menerima putusan hakim, dan juga didasari rasa emosi demi menjaga nama baik dan harga dirinya. Sehingga ada upaya hukum yang banding dan kasasi. Dengan adanya upaya hukum tersebut, maka akan memakan waktu yang cukup lama dan juga biaya yang tidak sedikit. Semua ini bertolak belakang dengan upaya perdamaian.
Upaya perdamaian diliput dengan suasana kekeluargaan diantara para pihak yang bersengketa. Dalam suatu perdamaian tidak ditonjolkan faktor-faktor siapa yang salah dan siapa yang benar, namun lebih menonjolkan rangkaian duduk perkara yang sebenarnya, sehingga perumusan perdamaian tidak menghasilkan pihak yang kalah maupun pihak yang menang dan yang lebih penting antara para pihak ada niat " mau sama mau".
Manfaat sistem perdamaian menyelesaikan sengketa yang dilakukan dengan perdamaian akan menghasilkan kepuasan lahiriyah dan batiniah serta sengketa selesai sama sekali, penyelesaianya cepat dan ongkosnya ringan, selain dari pada itu permusuhan antara kedua belah pihak yang berperkara menjadi berkurang. Hal ini jauh lebih baik dari pada apabila perkara sampai diputus dengan suatu putusan biasa, misalnya tergugat dikalahkan dan pelaksanaan putusan harus dilaksanakan secara paksa.
Apabila perkara yang sudah diajukan di pengadilan, dan majlis hakim dapat mendamaikan para pihak, maka hakim harus membuat putusan perdamaian. Sehubungan dengan hal itu ada beberapa manfaat yang dapat diambil dari wujud perdamaian yang dibuat dalam bentuk putusan perdamaian yaitu:
1. Mempunyai kekuatan hukum tetap
Pasal 1851 KUHperdata dikemukakan bahwa semua putusan perdamaian yang dibuat dalam sidang Majlis Hakim mempunyai kekuatan hukum tetap seperti putusan pengadilan lainya dalam tingkat penghabisan.
2. Tertutup upaya banding dan kasasi
Sebagaimana telah dikemukakan diatas bahwa putusan perdamaian itu adalah sama nilai           nya dengan putusan pengadilan lainya yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Hal ini berarti terhadap putusan perdamaian ini tertutup upaya banding dan kasasi. Artinya sejak di tetapkanya putusan tersebut maka sudah melekat bahwa putusan perdamaian itu adalah pasti dan tidak ada penafsiran lagi langsung dapat dilaksanakan kapan saja.
3. Memiliki kekuatan eksekutorial
Putusan perdamaian yang dibuat dalam persidangan Majelis Hakim mempunyai kekuatan hukum mengikat, mempunyai hukum eksekusi, dan mempunyai nilai pembuktian.
2.4  Perdamaian dalam Perkara Perceraian
Perdamaian dalam perkara perceraian Jika para pihak hadir dalam persidangan, hakim wajib mendamaikan. Usaha mendamaikan tidak terbatas pada hari pertama saja. Dapat dilakukan setiap kali sidang (Psl 130HIR/154 R.Bg). Apabila upaya mendamaikan berhasil, maka perkara dicabut dengan persetujuan kedua belah pihak. Sebelum hakim menjatuhkan putusan menghukum para pihak mentaati isi perdamaian, hakim harus membacakan isi perdamaian dihadapan para pihak. Hakim kemudian membuat penetapan yang menyatakan “perkara telah dicabut karna perdamaian dan para pihak masih dalam ikatan perkawinan yg sah berdasarkan akta nikah yg dikeluarkan KUA Kecamatan setempat.” akta/penetapan perdamaian mempunyai kekuatan. Terhadap penetapan ini tidak dpt dimintakan upaya hukum banding, kasasi dan PK. Akta/penetapan perdamaian berkekuatan hukum tetap dan jika tidak dilaksanakan eksekusi dapat dimintakan ke ketua PA setempat. [6]
Dengan tercapainya perdamaian, maka tadak dapat diajukan perceraian lagi deng alasan yang sama atau alasan lain yg telah diketahui pada saat perdamaian ini terjadi. Perceraian hanya dpt diajukan lagi berdasarkan alasan baru yg terjadi setelah perdamaian. Jika perdamaian tidak berhasil, hal tersebut dicatat dlm Berita acara persidangan Persidangan. Selanjutnya pembacaan gugatan dalam bahasa anyg dimengerti para pihak (Psl131 HIR/155 RBg). Khusus gugatan perceraian hakim wajib mendamaikan para pihak yg sedapat mungkin dihadiri suami istri tersebut. Khusus perkara perceraian diperiksa dalam sidang tertutup untuk umum.


BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Dalam Islam perdamaian dikenal dengan al-islah yang berarti memperbaiki, mendamaikan dan menghilangkan sengketa. Damai mempunyai arti tidak bermusuhan, keadaan tidak bermusuhan, perdamaian dalam istilah adalah suatu persetujuan dimana kedua belah pihak dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau mencegah timbulnya suatu perkara.
Syarat-syarat Perdamaian, adapun syarat sebagai berikut: 1. Adanya persetujuan kedua belah pihak. 2. Mengakhiri sengketa.  3. Perdamaian atas sengketa yang telah ada. 4. Bentuk perdamian harus tertulis.
Manfaat Perdamaian dalam Gugatan Perdata, Suatu perdamaian banyak sekali manfaat yang didapat dari hasil  perdamaian tersebut. 1. Perdamaian kembali dari yang bersengketa. 2. Putusan pengadilan selalu menyatakan ada pihak yang kalah dan ada pihak yang menang. 3. Manfaat sistem perdamaian menyelesaikan sengketa yang dilakukan dengan perdamaian akan menghasilkan kepuasan lahiriyah dan batiniah serta sengketa selesai sama sekali, penyelesaianya cepat dan ongkosnya ringan.
Perdamaian dalam perkara perceraian Jika para pihak hadir dalam persidangan, hakim wajib mendamaikan. Usaha mendamaikan tidak terbatas pada hari pertama saja. Dapat dilakukan setiap kali sidang (Psl 130HIR/154 R.Bg). Apabila upaya mendamaikan berhasil, maka perkara dicabut dengan persetujuan kedua belah pihak.


DAFTAR PUSTAKA
Tim Penyusun, Ensiklopedi Hukum Islam,  Jakarta: PT. Intermansa, 1997
Aziz Dahlan, et.el., Ensiklopedi Hukum Islam,  Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1996
R. Subekti, R. Citro Sudibyo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: PT. Pradnya
Paramitra, 2005
http://jeritansangpenyair.blogspot.co.id/2010/04/upaya-penyelesaian-perkara-melalui.html
http://tiarasyaharani19.blogspot.co.id/2015/11/hukum-acara-peradilan-agama-tentang.html
http://elfatsani.blogspot.co.id/2009/04/upaya-perdamaian.html


[1] Tim Penyusun, Ensiklopedi Hukum Islam,  Jakarta: PT. Intermansa, 1997, hlm. 740
[2] Aziz Dahlan, et.el., Ensiklopedi Hukum Islam,  Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1996, hlm 741
[3] R. Subekti, R. Citro Sudibyo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: PT. Pradnya Paramitra, 2005, hlm. 468
[4] http://tiarasyaharani19.blogspot.co.id/2015/11/hukum-acara-peradilan-agama-tentang.html
[5] http://jeritansangpenyair.blogspot.co.id/2010/04/upaya-penyelesaian-perkara-melalui.html
[6] http://elfatsani.blogspot.co.id/2009/04/upaya-perdamaian.html