BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Seiring
pergantian zaman, paham-paham yang berkembang di dunia mengalami berbagai
perubahan. Hal ini di pengaruhi oleh pola pikir yang berkembang pada zaman
tertentu. Pendidikan memiliki peranan penting dalam pengembangan kemampuan
seseorang. Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk mendapatkan pengetahuan
yang nantinya menjadi bekal dalam kehidupan di tengah masyarakat.
Pendidikan juga
tidak bisa lepas dari ideologi yang berkembang ditengah masyarakat. Ideologi
ini turut mewarnai pendidikan sehingga pendidikan yang di lakukan di tengah
masyarakat memiliki karakteristik tertentu yang identik dengan ideologi
tertentu juga.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian ideologi pendidikan?
2.
Bagaimana
pradigma pendidikan konservatif?
C.
Tujuan
Masalah
1.
Mengetahui
pengertian ideologi pendidikan.
2.
Mengetahui
pradigma pendidikan konservatif.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Ideologi Pendidikan
Selama ini
mungkin kita sering di bingungkan dengan bermacam-macam istilah yang sebenarnya
hampir sama, atau minimal mendekati sama, dari segi maknanya. Seperti menyebut
istilah “ideologi pendidikan” dengan “filosofi pendidikan.” Padahal, menurut
William O’neil, dalam buku Educational Ideologies: Contemporary Expressions
of Educational philoshophies (1981), ada semacam kedekatan arti, bahkan
boleh di bilang kesamaan pengertian antara keduanya. Kedua istilah tersebut
merujuk pada satu aspek pembahasan, aspek
pembahasan, yaitu mengkaji pendidikan secara fundamental melalui tingkatan
abstraksi yang jauh lebih tinggi. Oleh karena itu, tingkatan tersebut kemudian
lebih berdekatan arti dengan pengertian filsafat (filsafat pendidikan).
Setiap usaha
mendefinisikan sesuatu sama artinya dengan mempersempit atau membatasi
pengertiannya. Sama halnya dengan usaha memberikan definisi pada istilah atau
pengertian “ideologi pendidikan” karena keduanya merupakan suatu frase yang
terbentuk dari dua istilah yang telah memiliki pengertian sendiri-sendiri.
Istilah ideologi sering di pahami secara bahasa sebagai ilmu, dalam pengertian
yang lebih umum, tentang gagasan yang telah tersistemasitisasi dengan baik
untuk menjadikannya sebagai suatu cita-cita. Bahkan, dalam sebuah organisasi,
peta ideologi gerakan sering di jadikan sebagai tujuan atau cita-cita, meskipun
konsepnya sangat abstrak. Sementara dalam penggunaan istilah sehari-hari,
ideologi memiliki kedekatan makna dengan dogma atau paham (isme) yang di
jadikan sebagai suatu pedoman.
Istilah ideologi,
sebenarnya, telah di populerkan oleh Karl Marx dan tokoh-tokoh kiri
revolusioner lainnya sewaktu memproklamirkan gagasan-gagasan mereka.
Pandangan-pandangan revolusioner ini kemudian di jadikan sebagai cita-cita
perjungan hidup bagi kaum proletar. Menurut penulis, istilah ideologi dalam
konteks ini persis seperti apa yang di katakan oleh William F. O’neil, bersifat
politis dan filosofis.
Istilah
pendidikan, secara sederhana dari aspek kebahasaannya, sering di samakan
pengertiannya dengan pengajaran, pembelajaran atau proses. Walaupun secara
subtantif beberapa istilah yang sering di sepadankan itu berlainan arti, namun
kebanyakan kalangan umum menganggapnya sama. Mungkin lebih tepatnya ini disebut
penyederhanaan.
Pendidikan dalam pengertiannya
yang lebih serius (terminologi), banyak memberikan ruang interpretasi yang debatable.
Banyak tokoh pendidikan yang memahaminya secara berbeda, karena merupakan
hasil perenungan subyektifitasnya. Misalkan saja seorang Prof. Proopert lordge
mengidentifikasikan pendidikan sama dengan proses kehidupan ini. “Live is
education and education is live ”, demikian katanya.
Akan lain halnya
dengan Paulo Freire (1921-1997) yang secara radikal memahami pendidikan sebagai
proses penyadaran (conscientizacao). Bagi Freire, pendidikan di artikan
sebagai proses penyadaran agar manusia memahami akan diri dan realitas sosial
yang di hadapinya.
Pengertian ideologi
pendidikan kemudian di rumuskan sebagai suatu kontruksi pemikiran pendidikan
yang berbeda pada level abstraksi lebih tinggi. Atau bisa di pahami sebagai
rangkaian konsep pendidikan dari sudut filosofi tertentu yang kemudian menjadi
model pendidikan tertentu. Disinilah pengertian ideologi pendidikan setara
dengan kontruksi filsafat pendidikan. Ideologi pendidikan adalah suatu
kontruksi filosofis dari beragam aliran-aliran filsafat pendidikan.
Namun, sekali
lagi, penulis merasa wajib memberikan semacam catatan penting, bahwa pengertian
pendidikan mulai dari level kontruksi filosofisnya sampai pada wilayah yang
jauh lebih aplikatif (paradigma) adalah merupakan kesatuan pengertian utuh.
Jadi, masing-masing tidak berdiri sendiri dalam pengertiannya.
B.
Pendidikan
Konservatif
Sebelum kita
membahas tentang paradigma pendidikan konservatif, alangkah baiknya kita mengenal
dulu apa itu konservatis. Istilah konservatif berasal dari bahasa latin
yaitu conservāre yang artinya melestarikan, menjaga, memelihara,
mengamalkan. Konservatisme diartikan sebagai ideologi dan filsafat yang
menjunjung tinggi nilai-nilai tradisional. Konservatisme sosial menurut Wiliam
F.O’nail merupakan posisi yang mengembangkan ketaatan terhadap lembaga-lembaga
serta budaya yang teruji oleh waktu, diiringi bentuk rasa hormat yang mendalam
terhadap hukum dan tatanan sebagai landasan setiap jenis perubahan sosial yang
konstruktif.
Paradigma
pendidikan konservatif bermula dari suatu kontruksi filosofis yang lebih banyak
berkiblat pada aliran filsafat pendidikan Perenialisme dan Esensialisme.
Konsep-konsep dasar tentang berbagai
unsur pendidikan cenderung bersifat statis serta kurang mampu mengakomodir
pandangan-pandangan baru (eksklusif). Orientasi pendidikan konservatif, seperti
yang penulis katakan sebelumnya, adalah untuk mempertahankan nilai-nilai
normatif yang telah mapan (status quo). Pendidikan tidak jauh berbeda
dengan proses transfer nilai yang kemudian di jadikan sebagai pedoman hidup.
Nilai-nilai
perenialisme itulah yang kemudian sangat memengaruhikontruksi pendidikan
konserfatif karena berupa nilai-nilai perenial yang cenderung metafisik (transendental),
maka pendidikan konservatif lebih condong ke arah magis. Sementara penulis
memahami pendidikan konservatif bermuara pada aliran filosofi esensialisme,
sebenarnya tidak jauh berbeda dengan perenialisme.
Kedua aliran
filsafat pendidikan ini sebenarnya memiliki orientasi yang sama yakni lebih
meyakini nilai nilai keabadian sebagai tujuan akhir. Jika perenealisme langsung
memahami orientasi akhir dari pendidikan pengakuan terhadap nilai-nilai
transindental sedangkan esensialisme lebih meyakini nilai-nilai kemanusiaan
yang paling fundamental yaitu dimensi moralitas yang bersumber dari ajaran agama.
Dalam
strateginya, pendidikan konsevatif lebih mempertentangkan antara pihak
pendidikan dan peserta didik dalam pola hubungan srukturalisme. Paulo freire
sering mengasosiasikan pola pemahaman pendidikan konservatif sebagi model
pendidikan”gaya bank” (banking concept of education ). Akibatnya,
pendidikan tidak dinamis dan hanya memberikan kontribusi dogma-dogma magis yang
tidak mampu mengubah nasib hidup manusia. Proses pendidikan itu seakan-akan
seperti proses transfer ilmu pengetahuan dari guru ke muridnya.
Konservatifisme
pendidikan sebenarnya berkembang ketika filsafat skolastik berjaya. Aliran
filsafat skolastik telah mendominasi konstruksi pengetahuan di barat tepatnya
ketika filosof Thomas Aquinas (1225-1274) berjaya dengan seluruh pandangan
filosofisnya. Konservatifisme pendidikan itu sebenarnya tercermin dari suatu
model pembelajaran di barat yang menggunakan istilah school dan kemudian
menjadi populer sebagai abad skolastik. Dan jika mengkaji lebih jauh seputar
pandangan-pandangan filosofi Aquinas, sebenarnya dia banyak mengadopsi
pandangan-pandangan Al-Ghazali (1058-1111) yang lebih menekankan pada aspek
perenealisme (keabadian).
Pandangan
konservatifisme pendidikan sebenarnya bermuara pada suatu prinsip fundamental,
bahwa sejatinya realitas kosmis ini merupakan suatu tatanan statis dan baku
yang datang dari sang pencipta-Nya. Manusia dengan segenap makhluk ciptaan
tuhan yang lain di bumi tidak memiliki daya upaya untuk mengubah tatanan
semesta kosmis itu. Termasuk dalam konteks ini adalah masalah nasib dan
kebebesan hidup suratan takdir yang tidak bisa di ganggu gugat.[1]
Di satu sisi aliran
ini memandang bahwa konsep yang selama ini di gunakan masih tetap aktual dan
relevan sehingga tidak perlu peruban. Secara teologis aliran ini merujuk pada
teologi determinisme, bahwa masyarakat pada dasarnya tidak dapat mempengaruhi
perubahan sosial. Semuanya tuhanlah yang menentukan.
Didalam
memandang kondisi orang atau kelompok masyarakat yang miskin, bodoh, tertindas,
kesalahannya terletak pada diri mereka sendiri, mungkin karena malas, tidak mau
belajar, tidak punya etos kerja dan tidak punya perangkat-perangkat lainnya
untuk mengubah nasibnya yang demikian itu di sebabkan oleh kesalahannya
sendiri, tanpa melihat kemungkinan adanya kesalahan struktural. Itulah sebabnya
kaum konservatif dalam memperjuangkan nasib rakyat enggan melakukan konflik.[2]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pengertian
ideologi pendidikan kemudian di rumuskan sebagai suatu kontruksi pemikiran
pendidikan yang berbeda pada level abstraksi lebih tinggi. Atau bisa di pahami
sebagai rangkaian konsep pendidikan dari sudut filosofi tertentu yang kemudian
menjadi model pendidikan tertentu. Disinilah pengertian ideologi pendidikan
setara dengan kontruksi filsafat pendidikan. Ideologi pendidikan adalah suatu
kontruksi filosofis dari beragam aliran-aliran filsafat pendidikan.
Istilah konservatif berasal dari bahasa latin
yaitu conservāre yang artinya melestarikan, menjaga, memelihara,
mengamalkan. Konservatisme diartikan sebagai ideologi dan filsafat yang
menjunjung tinggi nilai-nilai tradisional. Konservatifisme sosial menurut
Wiliam F.O’nail merupakan posisi yang mengembangkan ketaatan terhadap
lembaga-lembaga serta budaya yang teruji oleh waktu, diiringi bentuk rasa
hormat yang mendalam terhadap hukum dan tatanan sebagai landasan setiap jenis
perubahan sosial yang konstruktif.
Sedangkan Paradigma pendidikan konservatif bermula dari suatu kontruksi
filosofis yang lebih banyak berkiblat pada aliran filsafat pendidikan Perenialisme
dan Esensialisme. Konsep-konsep dasar tentang berbagai unsur
pendidikan cenderung bersifat statis serta kurang mampu mengakomodir
pandangan-pandangan baru (eksklusif).
Orientasi
pendidikan konservatif, seperti yang penulis katakan sebelumnya, adalah untuk
mempertahankan nilai-nilai normatif yang telah mapan (status quo).
Pendidikan tidak jauh berbeda dengan proses transfer nilai yang kemudian di
jadikan sebagai pedoman hidup.
B.
Saran
Pembaca diharapkan memahami
dan bisa mengerti terhadap isi dari makalah ini yaitu tentang “Nasakh mansukh”,
baik dari segi pengertian dan hal lain
yang berkaitan dengan makalah ini meski tidak banyak yang dibahas. Materi
tersebut dapat kita manfaatkan dalam proses perkuliahan atau diterapkan dalam peberian
materi pengajaran baik dari dosen atau mahasiswa.
Kepada penulis lanjutan dapat melengkapi dari kekurangan makalah
yang belum disajikan atau belum dibahas dalam makalah ini. Sehingga wawasan
terkait dengan yang kami bahas & merupakan sumber kedua hukum islam lebih
disempurnakan kembali.
DAFTAR PUSTAKA
Mu’arif,
liberalisasi pendidikan, yogyakarta: Pinus Book Publisher, 2008
Achmadi, Idelogi Pendidikan Islam, yogyakarta: pustaka
pelajar, 2005