Monday 3 October 2016

Ediologi pendidikan Konserfatif


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Seiring pergantian zaman, paham-paham yang berkembang di dunia mengalami berbagai perubahan. Hal ini di pengaruhi oleh pola pikir yang berkembang pada zaman tertentu. Pendidikan memiliki peranan penting dalam pengembangan kemampuan seseorang. Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk mendapatkan pengetahuan yang nantinya menjadi bekal dalam kehidupan di tengah masyarakat.
Pendidikan juga tidak bisa lepas dari ideologi yang berkembang ditengah masyarakat. Ideologi ini turut mewarnai pendidikan sehingga pendidikan yang di lakukan di tengah masyarakat memiliki karakteristik tertentu yang identik dengan ideologi tertentu juga.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian ideologi pendidikan?
2.      Bagaimana pradigma pendidikan konservatif?
C.    Tujuan Masalah
1.      Mengetahui pengertian ideologi pendidikan.
2.      Mengetahui pradigma pendidikan konservatif.










BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Ideologi Pendidikan
Selama ini mungkin kita sering di bingungkan dengan bermacam-macam istilah yang sebenarnya hampir sama, atau minimal mendekati sama, dari segi maknanya. Seperti menyebut istilah “ideologi pendidikan” dengan “filosofi pendidikan.” Padahal, menurut William O’neil, dalam buku Educational Ideologies: Contemporary Expressions of Educational philoshophies (1981), ada semacam kedekatan arti, bahkan boleh di bilang kesamaan pengertian antara keduanya. Kedua istilah tersebut merujuk pada satu aspek pembahasan,  aspek pembahasan, yaitu mengkaji pendidikan secara fundamental melalui tingkatan abstraksi yang jauh lebih tinggi. Oleh karena itu, tingkatan tersebut kemudian lebih berdekatan arti dengan pengertian filsafat (filsafat pendidikan).
            Setiap usaha mendefinisikan sesuatu sama artinya dengan mempersempit atau membatasi pengertiannya. Sama halnya dengan usaha memberikan definisi pada istilah atau pengertian “ideologi pendidikan” karena keduanya merupakan suatu frase yang terbentuk dari dua istilah yang telah memiliki pengertian sendiri-sendiri. Istilah ideologi sering di pahami secara bahasa sebagai ilmu, dalam pengertian yang lebih umum, tentang gagasan yang telah tersistemasitisasi dengan baik untuk menjadikannya sebagai suatu cita-cita. Bahkan, dalam sebuah organisasi, peta ideologi gerakan sering di jadikan sebagai tujuan atau cita-cita, meskipun konsepnya sangat abstrak. Sementara dalam penggunaan istilah sehari-hari, ideologi memiliki kedekatan makna dengan dogma atau paham (isme) yang di jadikan sebagai suatu pedoman.
            Istilah ideologi, sebenarnya, telah di populerkan oleh Karl Marx dan tokoh-tokoh kiri revolusioner lainnya sewaktu memproklamirkan gagasan-gagasan mereka. Pandangan-pandangan revolusioner ini kemudian di jadikan sebagai cita-cita perjungan hidup bagi kaum proletar. Menurut penulis, istilah ideologi dalam konteks ini persis seperti apa yang di katakan oleh William F. O’neil, bersifat politis dan filosofis.
            Istilah pendidikan, secara sederhana dari aspek kebahasaannya, sering di samakan pengertiannya dengan pengajaran, pembelajaran atau proses. Walaupun secara subtantif beberapa istilah yang sering di sepadankan itu berlainan arti, namun kebanyakan kalangan umum menganggapnya sama. Mungkin lebih tepatnya ini disebut penyederhanaan.
            Pendidikan dalam pengertiannya yang lebih serius (terminologi), banyak memberikan ruang interpretasi yang debatable. Banyak tokoh pendidikan yang memahaminya secara berbeda, karena merupakan hasil perenungan subyektifitasnya. Misalkan saja seorang Prof. Proopert lordge mengidentifikasikan pendidikan sama dengan proses kehidupan ini. “Live is education and education is live ”, demikian katanya.
            Akan lain halnya dengan Paulo Freire (1921-1997) yang secara radikal memahami pendidikan sebagai proses penyadaran (conscientizacao). Bagi Freire, pendidikan di artikan sebagai proses penyadaran agar manusia memahami akan diri dan realitas sosial yang di hadapinya.
            Pengertian ideologi pendidikan kemudian di rumuskan sebagai suatu kontruksi pemikiran pendidikan yang berbeda pada level abstraksi lebih tinggi. Atau bisa di pahami sebagai rangkaian konsep pendidikan dari sudut filosofi tertentu yang kemudian menjadi model pendidikan tertentu. Disinilah pengertian ideologi pendidikan setara dengan kontruksi filsafat pendidikan. Ideologi pendidikan adalah suatu kontruksi filosofis dari beragam aliran-aliran filsafat pendidikan.
            Namun, sekali lagi, penulis merasa wajib memberikan semacam catatan penting, bahwa pengertian pendidikan mulai dari level kontruksi filosofisnya sampai pada wilayah yang jauh lebih aplikatif (paradigma) adalah merupakan kesatuan pengertian utuh. Jadi, masing-masing tidak berdiri sendiri dalam pengertiannya.
B.     Pendidikan Konservatif
Sebelum kita membahas tentang paradigma pendidikan konservatif, alangkah baiknya kita mengenal dulu apa itu konservatis. Istilah konservatif berasal dari bahasa latin yaitu conservāre yang artinya melestarikan, menjaga, memelihara, mengamalkan. Konservatisme diartikan sebagai ideologi dan filsafat yang menjunjung tinggi nilai-nilai tradisional. Konservatisme sosial menurut Wiliam F.O’nail merupakan posisi yang mengembangkan ketaatan terhadap lembaga-lembaga serta budaya yang teruji oleh waktu, diiringi bentuk rasa hormat yang mendalam terhadap hukum dan tatanan sebagai landasan setiap jenis perubahan sosial yang konstruktif.
Paradigma pendidikan konservatif bermula dari suatu kontruksi filosofis yang lebih banyak berkiblat pada aliran filsafat pendidikan Perenialisme dan Esensialisme.  Konsep-konsep dasar tentang berbagai unsur pendidikan cenderung bersifat statis serta kurang mampu mengakomodir pandangan-pandangan baru (eksklusif). Orientasi pendidikan konservatif, seperti yang penulis katakan sebelumnya, adalah untuk mempertahankan nilai-nilai normatif yang telah mapan (status quo). Pendidikan tidak jauh berbeda dengan proses transfer nilai yang kemudian di jadikan sebagai pedoman hidup.
Nilai-nilai perenialisme itulah yang kemudian sangat memengaruhikontruksi pendidikan konserfatif karena berupa nilai-nilai perenial yang cenderung metafisik (transendental), maka pendidikan konservatif lebih condong ke arah magis. Sementara penulis memahami pendidikan konservatif bermuara pada aliran filosofi esensialisme, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan perenialisme.
Kedua aliran filsafat pendidikan ini sebenarnya memiliki orientasi yang sama yakni lebih meyakini nilai nilai keabadian sebagai tujuan akhir. Jika perenealisme langsung memahami orientasi akhir dari pendidikan pengakuan terhadap nilai-nilai transindental sedangkan esensialisme lebih meyakini nilai-nilai kemanusiaan yang paling fundamental yaitu dimensi moralitas yang bersumber dari ajaran agama.
Dalam strateginya, pendidikan konsevatif lebih mempertentangkan antara pihak pendidikan dan peserta didik dalam pola hubungan srukturalisme. Paulo freire sering mengasosiasikan pola pemahaman pendidikan konservatif sebagi model pendidikan”gaya bank” (banking concept of education ). Akibatnya, pendidikan tidak dinamis dan hanya memberikan kontribusi dogma-dogma magis yang tidak mampu mengubah nasib hidup manusia. Proses pendidikan itu seakan-akan seperti proses transfer ilmu pengetahuan dari guru ke muridnya.
Konservatifisme pendidikan sebenarnya berkembang ketika filsafat skolastik berjaya. Aliran filsafat skolastik telah mendominasi konstruksi pengetahuan di barat tepatnya ketika filosof Thomas Aquinas (1225-1274) berjaya dengan seluruh pandangan filosofisnya. Konservatifisme pendidikan itu sebenarnya tercermin dari suatu model pembelajaran di barat yang menggunakan istilah school dan kemudian menjadi populer sebagai abad skolastik. Dan jika mengkaji lebih jauh seputar pandangan-pandangan filosofi Aquinas, sebenarnya dia banyak mengadopsi pandangan-pandangan Al-Ghazali (1058-1111) yang lebih menekankan pada aspek perenealisme (keabadian).
Pandangan konservatifisme pendidikan sebenarnya bermuara pada suatu prinsip fundamental, bahwa sejatinya realitas kosmis ini merupakan suatu tatanan statis dan baku yang datang dari sang pencipta-Nya. Manusia dengan segenap makhluk   ciptaan tuhan yang lain di bumi tidak memiliki daya upaya untuk mengubah tatanan semesta kosmis itu. Termasuk dalam konteks ini adalah masalah nasib dan kebebesan hidup suratan takdir yang tidak bisa di ganggu gugat.[1]
Di satu sisi aliran ini memandang bahwa konsep yang selama ini di gunakan masih tetap aktual dan relevan sehingga tidak perlu peruban. Secara teologis aliran ini merujuk pada teologi determinisme, bahwa masyarakat pada dasarnya tidak dapat mempengaruhi perubahan sosial. Semuanya tuhanlah yang menentukan.
Didalam memandang kondisi orang atau kelompok masyarakat yang miskin, bodoh, tertindas, kesalahannya terletak pada diri mereka sendiri, mungkin karena malas, tidak mau belajar, tidak punya etos kerja dan tidak punya perangkat-perangkat lainnya untuk mengubah nasibnya yang demikian itu di sebabkan oleh kesalahannya sendiri, tanpa melihat kemungkinan adanya kesalahan struktural. Itulah sebabnya kaum konservatif dalam memperjuangkan nasib rakyat enggan melakukan konflik.[2]


















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pengertian ideologi pendidikan kemudian di rumuskan sebagai suatu kontruksi pemikiran pendidikan yang berbeda pada level abstraksi lebih tinggi. Atau bisa di pahami sebagai rangkaian konsep pendidikan dari sudut filosofi tertentu yang kemudian menjadi model pendidikan tertentu. Disinilah pengertian ideologi pendidikan setara dengan kontruksi filsafat pendidikan. Ideologi pendidikan adalah suatu kontruksi filosofis dari beragam aliran-aliran filsafat pendidikan.
Istilah konservatif berasal dari bahasa latin yaitu conservāre yang artinya melestarikan, menjaga, memelihara, mengamalkan. Konservatisme diartikan sebagai ideologi dan filsafat yang menjunjung tinggi nilai-nilai tradisional. Konservatifisme sosial menurut Wiliam F.O’nail merupakan posisi yang mengembangkan ketaatan terhadap lembaga-lembaga serta budaya yang teruji oleh waktu, diiringi bentuk rasa hormat yang mendalam terhadap hukum dan tatanan sebagai landasan setiap jenis perubahan sosial yang konstruktif.
Sedangkan Paradigma pendidikan konservatif bermula dari suatu kontruksi filosofis yang lebih banyak berkiblat pada aliran filsafat pendidikan Perenialisme dan Esensialisme.  Konsep-konsep dasar tentang berbagai unsur pendidikan cenderung bersifat statis serta kurang mampu mengakomodir pandangan-pandangan baru (eksklusif).
Orientasi pendidikan konservatif, seperti yang penulis katakan sebelumnya, adalah untuk mempertahankan nilai-nilai normatif yang telah mapan (status quo). Pendidikan tidak jauh berbeda dengan proses transfer nilai yang kemudian di jadikan sebagai pedoman hidup.







B.     Saran
 Pembaca diharapkan memahami dan bisa mengerti terhadap isi dari makalah ini yaitu tentang “Nasakh mansukh”, baik dari segi pengertian  dan hal lain yang berkaitan dengan makalah ini meski tidak banyak yang dibahas. Materi tersebut dapat kita manfaatkan dalam proses perkuliahan atau diterapkan dalam peberian materi pengajaran baik dari dosen atau mahasiswa.
Kepada penulis lanjutan dapat melengkapi dari kekurangan makalah yang belum disajikan atau belum dibahas dalam makalah ini. Sehingga wawasan terkait dengan yang kami bahas & merupakan sumber kedua hukum islam lebih disempurnakan kembali.


           





















DAFTAR PUSTAKA
Mu’arif, liberalisasi pendidikan, yogyakarta: Pinus Book Publisher, 2008

                 Achmadi,  Idelogi Pendidikan Islam, yogyakarta: pustaka pelajar, 2005




[1] Mu’arif. liberalisasi pendidikan. (yogyakarta, Pinus Book Publisher, 2008). Hlm. 62-71
[2] Achmadi . Idelogi Pendidikan Islam. (yogyakarta, pustaka pelajar, 2005). Hlm. 5