Munurut Moore pendapat kaum idealisme tersebut tidak berdasarkan pada logika sehingga tidak terpahami oleh akal sehat (common sense). Dalam kaitan pendapat Moore inilah maka atomisme logis mendapan inspirasi bahwa analisis bahasa harus mendasarkan pada logika. Namun demikian hendaklah kita ingat bahwa memang dalam kenyataannya seluruh dasar-dasar logika atomisme logis tidak didasarkan atas pemikiran Moore karena sebagai mana diketahui bahwa Moore bukanlah ahli dibidang logika. Dalam setiap sistem analisisnya Moore tidak mengakhiri dengan justifikasi benar atau salah melainkan apakah sesuatu itu bermakna atau tidak bermakna.
PEMBAHASAN
A. Biografi George Edward Moor
George Edward Moore lahir pada tanggal04 november1873 dilondon, England dan meninggal pada tanggal 24 Oktober 1958 di Cambrige, London, ia adalah seorang filsuf terkemuka Inggris dari aliran realism baru (neorealisme) dan tokoh pelopor filsafat aanalitik yang mengembangkan teori realistic baru dalam epistemology era 19 sampai 20-an, ia merupakan saudara dari penulis dan pemahat Struge Thomas Moore, selain itu, ia juga merupakan seorang tokoh pertama yang melancarkan kritikan pedas terhadap neohegelianisme, sekaligus menjadi sebagai guru besar filsafat Cambridge, yang menjadi pemancar filsafat analitis sampai hari ini, mind selama 26 tahun, 1921-1947, meskipun ia secara nisbi sedikit menulis, namun ia mempunyai pengaruh yang sangat besar di Inggris dan Amerika.[1]
B. Karya karya Geoge Edward Moor
Karya Moor yang terkenal adalah ‘ Principia Ethica’ (1903) dan dalam bentuk yang popular adalah Ethics’ (1912). Ia tidak menolak etika normative dan lebih menekankan pada analisis konsep dan argumentasi-argumentasi yang dipakai dalam etika. Jadi Moor lebih menekankan pada analisis “metaetika”. Buku yang berjudul Principia Ethics’ sebagaian besar merupakan uraian-uraian yang menyangkut terminology dalam etika, misalnya tentang arti kata “baik”. Suatu pembahasan moor yang terkenal adalah tentang kritik dan uraiannya tentang “ kekeliruan tentang naturalistic” (naturalistic fallaci).
Munurut Moore pendapat kaum idealisme tersebut tidak berdasarkan pada logika sehingga tidak terpahami oleh akal sehat (common sense). Dalam kaitan pendapat Moore inilah maka atomisme logis mendapan inspirasi bahwa analisis bahasa harus mendasarkan pada logika. Namun demikian hendaklah kita ingat bahwa memang dalam kenyataannya seluruh dasar-dasar logika atomisme logis tidak didasarkan atas pemikiran Moore karena sebagai mana diketahui bahwa Moore bukanlah ahli dibidang logika. Dalam setiap sistem analisisnya Moore tidak mengakhiri dengan justifikasi benar atau salah melainkan apakah sesuatu itu bermakna atau tidak bermakna.
Menurut Moore bahwa kepercayaan akal sehat (common sense) tentang benda-benda itu diketahui dengan pasti adalah benar. Selain itu Moore hanya hanya mencari penjelasan tampa tampa meninggalkan akal sehat. Berdasarkan pada pandangan dan pemikirannya tentang filsafat maka Moore telah banyak memberikan sumabangan bagi lahirnya pemikiran baru di Inggris filsafat analitika bahasa terutama aliran atomisme logis, walaupun ia sendiri esbenarnya bukan seorang penganut setia aliran tersebut.[2]
C. Pemikiran-pemikiran George Edward Moore Atomisme Logis di Bidang Filsafat Analitik
Pemikiran George Edward Moore terhadap Filsafat analitik tokoh yang dikenal lebih istimewa diantara tokoh-tokoh lain karena pemikirannya yang mampu menumbuhkan benih analitik bahasa yang disemaikan para filsuf terdahulu ini, dianggap sebagai pencetus gagasan bagi kehadiran analisis bahasa pada abad kedua puluhan. Ia berkeyakinan bahwa banyak masalah kefilsafatan itu sesungguhnya merupakan masalah-masalah semu, yang sekiranya akan hilang manakala orang secara cermat mempertimbangkan apakah sebenarnya yang dimaksud oleh masalah tersebut.
Pandangan-pandangan kefilsafatannya dimulai dengan melakukan kritik terhadap metode dan ungkapan yang disodorkan kaum Neohegelialisme, sebab metodenya inilah ia mendapat julukan “seorang filsuf yang bersifat filosof-filosof lain atau bahasa inggrisnya filosopher’s philosopher”. Dalam karyanya The Reputation of Idealisme yang dimuat dalam majalah Mind pada tahun 1903, Moore menolak mentah-mentah metafisika Bradley dan menunjukkan bahwa titik kelemahan utama Filsafat idealism kaum Hegelian yang mendominasi corak pemikiran filsafat di Inggris sejak pertengahan abad kesembilan belas hingga abad kedua puluh terlihat jelas pada pernyataan-pernyataan (statements) filsafat mereka yang tidak memiliki dasar logika sehingga tidak terpahami oleh akal sehat (common sense).
Menurut Moore dalam filsafatnya neohegelianisme banyak dijumpai ungkapan ungkapan metafisis, seperti:”,”jiwa itu adalah abadi”,”dunia merupakan kesatuan realitas, yaitu Roh Absolut”.menurut pendapatnya, ungkapan-ungkapan semacam ini merupakan jenis ungkapan yang tidak dapat dipahami oleh akal sehat, maka dari itu perlu dibuang karena tidak ada gunanya spekulasi meta fisis yang tidak dapat dimengerti itu tidak dibutuhkan. Selain itu, menurutnya common language atau bahasa sehari-hari merupakan sumber akal sehat yang sudah mencukupi, karena itu filsafat harus berpihak kepada akal sehat dan alatnya adalah analisis bahasa. Analisis Moore ini berada sebelum terjadinya perpisahan antara positivism dengan metafisika dan berhasil mematahkan dominasi kaum Hegelian Inggris serta merupakan pertumbuhan awal gerakan baru dalam arena filsafat sebelumnya.
Didalam karyanya Adefense of Common Sense (1924), Moore mengatakan bahwa dari sinilah terjadi sebagian besar pertentangan antara sebagian besar pertentangan antara sekian banyak filsof dengan akal sehat. Manakala seorang filsuf berbenturan dengan akal sehat maka maka ia mempertahankan diri dengan jalan melarikan diri kedalam dunia gelap.
Bagi Moore, tugas filsafat yang sebenarnya bukanlah menjelaskan atau menafsirkan tentang pengalaman kita, melainkan memberikan penjelasan terhadap suatu konsep yang siap untuk diketahui melalui kegiatan analisis bahasa berdasarkan akal sehat. Kegiatan analisis ini dapat diartikan kegiatan sebagai kegiatan menjelaskan suatu pikiran, suatu konsep yang diungkapkan, mengeksplisitkan semua yang tersimpul didalamnya, merumuskan dengan kata-kata lain, memecahkan suatu persoalan kedalam detail-detail kecil. Cara ini sudah ada pada metode rasionalisme Descartes.
Analisis itu juga bisa berarti bahwa kata-kata dan kalimat-kalimat biasa (analisandum) diganti oleh kata-kata dan kalimat-kalimat biasa (analisins) yang mempunyai arti yang sama tetapi mempunyai bentuk yang lebih jelas. Selanjutnya bagi Moore yang lebih penting adalah mengkalimatkan pertanyaan-pertanyaan dengan jelas dan tepat. Ini karena banyak persoalan pendapat yang belum bisa diturunkan dalam bentuk kalimat yang tepat dan sempurna, sehingga dapat menjawab persoalan-persoalan yang sebenarnya.
Dalam karyanya dalam sebuah etika, yaitu Principia Ethica (1903), Moore telah menetapkan analisis bahasa terhadap konsep-konsep etika, yang kemudian lebih dikenal dengan istilah “metaethics”, yaitu penyelidikan tentang arti yang terkandung dalam istilah atau ungkapan yang terdapat dalam bidang etika. Pandanagn Moore ini mengarah pada pencarian arti makna bahasa dalam filsafat sebagai salah satu persoalan yang paling mendasar dalam filsafat analitik. Dewasa ini, analisis konsep nimakan sebagai “Metalanguage” yaitu penjelasan terhadap konsep-konsep atau bahasa yang dipergunakan dalam filsafat”.
Pada tanun 1912 Moore menyempurnakan karyanya Prinsipia Etihica tersebut dengan menggunakan judul karya baru yaitu Ethics yang mengutarakan pandangan yang lebih singkat dan jelas dan dengan sistematika lain. Berikut ini adalah garis besar pemikiran Moore dalam Principia Ethica.
Dalam etika terdapat tiga pertanyaan dasar, yaitu: 1} apa yang harus kulakukan?, 2} apa yang bernilai?, 3} apa arti kata baik?”
Dari ketiga pertanyaan diatas, terdapat hubungan logis. Dari sudut kebutuhan kehidupan praktis, pertanyaan nomor satulah yang relevan, karena pertanyaan tersebut masuk pada wilayah baha etika normative yang mencari prinsip-prinsip dasar kelakuan yang benar. Kelakuan yang benar adalah kelakuan yang paling tepat melaksanakan yang baik. Maka secara logis pertanyaan pertama mengandaikan jawaban atas . pertanyaan yang kedua “apa yang bernilai” , maka harus tau terlebih dahulu, apa yang dimaksud nilai itu?. Karena dalam bahasa etika: untuk mengetahui apa yang baik (the good), kita harus mengetahui terlebih dahulu arti kata “baik” (good) dengan demikian jelaslah bagi moore bahwa pertanyaan etika paling mendassar adalah pertanyaan tentang arti kata “baik”
Oleh karena itu, principia ethica buka dengan pertanyaan tentang arti kata “baik”. Dalam kaitan dengan pertanyaan itu lalu dibahas berbagai anggapan yang keliru. Kemudian moore menguraikan pandangannya tentang perbuatan yang benar secara moral. Perbuatan yang benar adalah perbuatan yang menghasilkan sebanyak mungkin realitas yang baik. Dalam bab terakhir principia ethica, moore menguraikan anggapannya tentang realitas mana yang baik, atau bernilai pada dirinya sendiri. Jadi, moore mulai dengan pertanyaan yang ketiga, lalu membahas pertanyaan yang pertama, akhirnya yang kedua.dalam naturalism etis, moore mengatakan keheranannya kepada para fisuf sebelumnya yang selama lebih dari 2 ribu tahun tidak memberikan banyak perhatian terhadap apa arti kata “baik”. Padahal para filsuf moral pada umumnya beretika seakan-akan mereka sudah mengetahui dengan jelas apa yang dimaksud “baik” itu, tanpa memeriksa dan mempertanggung jawabkan arti yang mereka andaikan itu. Sehingga, dengan sendirinya etika-etika yang mereka bangun atas pengertian yang salah, maka arahannyapun salah.
Menurut moore, kebanyakan para filosof moral jatuh kedalam perangkap yang sama, meskipun mereka mengartikannya berbeda-beda. Adapun perangkap yang sama itu adalah mereka menyamakan kata “baik” dengan salah satu sifat atau cirri lain. Menurut moore ini adalah merupakan satu alasan yang disebutnya dengan naturalism.
Berikut ini adalah beberapa pengertian para filosof sebelumnya tentang arti kata “baik”.
1. Kaum hedonis mengartikan kata “baik” dengan apa yang menyenagkan atau dalam rumusan utilatarisme “the greatest happiness of the greatest number.
2. Aristoteles mengartikan kata “baik” dengan apa yang searah dengan evolusi.
3. Spencer mengartikan kata “baik” dengan apa yang searah dengan evolusi.
4. Hume dan kaum emotivis mengartikan kata “baik” dengan apa yang diinginkan, dan lain-lain.
Menurut moore pengertian-pengertian diatas bermasalah, bahkna salah kaprah. Hal tersebut dikarenakan anggapan-anggapan mereka yang menyamakan “baik” dengan salah satu cirri fisik atau metafisik. Apa yang diinginkan orang adalah kenyataan objektif (fisik), baik itu dinilai baik atau buruk, benar atau salah, sopan atau kurang ajar. Kehendak Allah dan kodrat itu adalah sesuatu yang objektif. Begitu pula dengan rasa nikmat denseterusnya.yang sama pada realitas ini adalah bahwa mereka tidak memuat suatu penilaian, harapan atau keharusan, melainkan sebuah kenyataan yang dapat dan atau tidak ada. Kenyataan-kenyataan ini bersifat bukan normayif, melainkan deskriptif. Misalkan pernyataan “membantu ibu itu menyenangkan”, atau “mengembangkan kepribadian orang”, atau “diinginkan” dan lainnya. Jadi penilaian moral difahami sebagai pernyataan tentang sebuah realitas, baik natural atau supernatural atau metafisik.
PENUTUP
A. Kesimpulan
George Edward Moore adalah seorang filsuf terkemuka Inggris dari aliran realisme baru dan tokoh pelopor filsafat analitik yang mengembangkan teori realistik baru epistemologi di era 19-20-an. Ia juga merupakan seorang tokoh pertama yang melancarkan kritikan pedas terhadap pemikirannya terhadap filsafat bahasa dimulai dengan melakukan kritik terhadap metode dan ungkapan yang disodorkan kaum “Neohegelialisme”. Pemikirannya terhadap filsafat bahasa dimulai dengan melakukan kritik terhadap metode dan ungkapan yang disodorkan kaum “Neohegelialisme”. Ia menolak mentah-mentah metefisika Bradley dan menunjukkan bahwa titik kelemahan utam kaum hegeliaan terlihat jelas pada pernyataan (“statements)” filsafat mereka yang tidak memiliki dasar logika, sehingga tidak terpahami oleh akal sehat”. Padahal bahasa sehari-hari itu merupakan sumber akal sehat. Karena itu filsafat harus berpihak kepada akal sehat dan alatnya adalah analisis bahasa. Moore menganggap bahwa kekeliruan naturalistic berada pada identifikaasi arti kata “baik” dengan salah satu kenyataan atau realitas. Menurutnya kata “baik” tidak dapat dianalisa lebih lanjut. Kata “baik” merupakan sifat yang “primer (simpele)” yang tidak lagi terdiri dari bagian-bagian atau unsure-unsur dan oleh karena itu juga tidak dapat dianalisa.
.
B. Saran
Demikian apa yang dapat disajikan oleh penulis, semoga dapat memberikan mamfaat bagi siapapun yang membacanya. Tentu makalah yang singkat ini, masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan demi penyempurnaan makalah ini dan yang selanjutnya
DAFTAR PUSTAKA
http://evywahyuningsih1.blogspot.co.id/2014/12/analitik-bahasa-George–edward-moore.html?m=1
Kaelan, filsafat bahasa. Yogyakarta