Saturday, 26 November 2016

MAKALAH Hukum Acara Peradilan Agama "TATA RUANG SIDANG DAN PERSIAPAN PERSIDANGAN "


TATA RUANG SIDANG DAN PERSIAPAN PERSIDANGAN

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah ”Hukum Acara Peradilan Agama (PA)
Yang Dibina Oleh Bapak Ikhsan




Disusun Oleh :

HERMANSHAH

KELAS D



PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH
JURUSAN SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
2016
KATA PENGANTAR

السّلام عليكم ورحمة الله وبركته.
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya penyusun tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang "Tata Ruang Sidang dan Persiapan Persidangan)", yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber serta analisis pribadi. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Hukum Acara Peradilan Agama (PA) yang diampu oleh bapak Ikhsan yang telah membimbing penyusun agar dapat mengerti tentang bagaimana cara menyusun karya tulis ilmiah yang baik dan sesuai kaidah.
Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan, penyusun membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang membangun. Terima kasih.

هدانا الله واياكم الصراط المستقيم ثم السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Pamekasan, 25 November 2016


Penyusun





DAFTAR ISI

Halaman Sampul ................................................................................................ i
Kata Penganta ................................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................................ iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ........................................................................................ 1
B.     Rumusan Masalah ................................................................................... 1
C.     Tujuan Pembahasan ................................................................................. 1
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Persidangan............................................................................ 2
B.     Tata Ruang Sidang................................................................................... 3
C.     Persiapan Persidangan ............................................................................. 4
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan .............................................................................................. 7
B.     Saran ........................................................................................................ 7
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 8
BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang Masalah
            Persidangan adalah sebuah media atau tempat untuk merumuskan suatu permasalahan yang muncul dalam suatu komunitas yang didalamnya mutlak terdapat beberapa perbedaan faham dan kepentingan yang dimilikinya. Persidangan juga dibuat dalam rangka merumuskan hal-hal yang menjadi kebutuhan sebuah kelompok/organisasi dalam menjalankan tata kerja organisasi tersebut. Persidangan itu sendiri dibuat melalui mekanisme-mekanisme yang telah dibuat sebelumnya. Mekanisme yang ada didalam persidangan ini berfungsi untuk menjaga keteraturan setiap elemen yang ada didalam sidang tersebut agar persidangan dapat berjalan lancar secara harmonis dan kondusif.
            Dalam praktiknya, luas ruang sidang yang ada dilingkungan Pengadilan Agama tidak ada keseragaman. Luas ruang sidang ada biasanya tergantung pada kondisi Pengadilan itu sendiri, misalnya luas tanah atau kondisi bangunan yang sudah ada. Untuk meningkatkan wibawa pengadilan, maka diharapkan untuk kedepan ada aturan standarisasi ruang sidang. Untuk lebih jelasnya mengenai persidangan dan tata cara dalam ruang sidang akan penulis paparkan dalam pembahasan di bawah ini.

B.       Rumusan Masalah
1.         Apa Itu Persidangan?
2.         Bagaimana Tata Ruang Sidang di PA?
3.         Bagaimana Persiapan Persidangan di PA?

C.      Tujuan Masalah
1.         Untuk Mengetahui Apa Itu Persidangan.
2.         Untuk Mengetahui Tata Ruang Sidang di PA.
3.         Untuk mengetahui Persiapan Persidangan di PA.

BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengetian Persidangan
            Persidangan adalah sebuah media atau tempat untuk merumuskan suatu permasalahan yang muncul dalam suatu komunitas yang didalamnya mutlak terdapat beberapa perbedaan faham dan kepentingan yang dimilikinya. Persidangan juga dibuat dalam rangka merumuskan hal-hal yang menjadi kebutuhan sebuah kelompok/organisasi dalam menjalankan tata kerja organisasi tersebut. Persidangan itu sendiri dibuat melalui mekanisme-mekanisme yang telah dibuat sebelumnya. Mekanisme yang ada didalam persidangan ini berfungsi untuk menjaga keteraturan setiap elemen yang ada didalam sidang tersebut agar persidangan dapat berjalan lancar secara harmonis dan kondusif.
            Demi kelancaran sebuah persidangan, hendaknya didukung oleh beberapa perangkat-perangkat yang ada didalamnya, diantaranya adalah:
1.         Pimpinan siding adalah Pimpinan sidang adalah orang-orang yang telah ditunjuk sebelumnya oleh peserta sidang yang mempunyai tugas untuk mengarahkan sidang dan ,menetapkan hasil keputusan yang telah disepakati oleh seluruh peserta sidang. Pimpinan sidang biasanya terdiri dari 3 (tiga) orang, yakni pimpinan sidang ketua; pimpinan sidang sekretaris (notulen) yang bertugas untuk mencatat segala ketetapan yang telah disepakati dalam persidangan untuk kemudian diarsipkan; dan pimpinan sidang anggota yang mendampingi kedua pimpinan sidang ketua dan pimpinan sidang sekretaris.
2.         Materi sidang adalah materi/konsep permasalahan yang akan dibahas didalam persidangan. Materi ini merupakan rangkuman dari beberapa pokok-pokok permasalahan yang ada dalam tubuh organisasi tersebut.
3.         Peserta sidang adalah peserta yang mengikuti proses persidangan yang merupakan anggota dari organisasi tersebut. Peserta sidang ini nantinya merupakan penentu setiap kebijakan/keputusan dari permasalahan yang dibahas dalam persidangan. Perangkat pendukung lainnya adalah palu siding, alat tulis menulis dan pengeras suara. Adapun beberapa jenis ketukan palu sidang yang dilakukan oleh pimpinan sidang ketua yakni : ketukan palu 1 kali, dilakukan untuk menyepakati keputusan forum. ketukan palu 2 kali, dilakukan untuk menskorsing/pending siding. ketukan palu 3 kali, dilakukan untuk menetapkan hasil keputusan forum (konsideran) dari tiap agenda sidang.

B.       Tata Ruang Sidang
            Ruang Sidang Sehubungan dangan tata ruang persidangan di lingkungan Peradilan Agama, ada kajian ulama yang dijadikan bahan pemikiran untuk mewujudkan tata ruang sidang yang ideal Keadaan ruang sidang diutamakan harus luas, agar pihak-pihak yang hadir dalam persidangan tidak merasa sempit, disamping itu harus menonjol agar diketahui oleh orang-orang yang akan menyaksikan jalannya persidangan, dan juga harus terlingdung dari gangguan yang disebabkan oleh panas, dingin, kotoran dan sebagainya sesuai dengan keadaan musim yang sedang terjadi.
            Dan ruang sidang hendaknnya berupa bangunan tersendiri, bukan mesjid. Berdasarkan pendapat yang kuat, hukumnya makruh apabila mesjid digunakan untuk bersidang memutuskan perkara, hal ini untuk menjaga mesjid dari suara-suara keras dan sorak sorai yang biasanya terjadi diruang sidang. Walaupun para Hakim pada waktu hadir dimesjid untuk menjalankan solat bermusyawarah tentang suatu putusan hukum. Ruang sidang Pengadilan harus diatur sedemikian rupa agar mencerminkan kewibawaan Pengadilan. Ruang sidang utama harus lebih diperhatikan, karena rang sidang tersebut sebagai tempat pemeriksaan pekara-perkara yang menarik perhatian masyarakat serta digunakan sebagai tempat upacara resmi.[1]
            Dalam praktiknya, luas ruang sidang yang ada dilingkungan Pengadilan Agama tidak ada keseragaman. Luas ruang sidang ada biasana tergantung pada kondisi Pengadilan itu sendiri, misalnya luas tanah atau kondisi bangunan yang sudah ada. Untuk meningkatkan wibawa pengadilan, maka diharapkan untuk kedepan ada aturan standarisasi ruang sidang. Adapun perlengkapan yang harus ada dalam ruang sidang sebagai berikut:
1.         Meja sidang Meja sidang disebut juga meja hijau, karena meja tersebut ditutup dengan kain warna hijau. Meja sidang mempunyai bentuk dan ukuran tertentu.  
2.         Kursi untuk Ketua majelis, Hakim Anggota, dan Panitera Pengganti.
3.         Lambang Negara Garuda, terletak di dinding sebelah atas belakang meja sidang.
4.         Bendera Merah Putih disebelah kanan meja sidang.
5.         Kursi untuk tempat penggugat, tergugat dan saksi-saksi, terletak didepan meja sidang.
6.         Palu di atas meja sidang dihadapan kursi Ketua Majelis.
7.          Al-Qur’an.[2]

C.      Persiapan Persidangan
1.         Susunan Persidangan
          Pada asasnya pengadilan bersidang sekurang-kurangnya tiga orang hakim, kecuali apabila undang-undang menentukan lain. Di antara Hakim tersebut, seorang bertindak sebagai Ketua dan lainnya sebagai Hakim Anggota. Dalam hal tertentu pemeriksaan dapat dikasanakan dengan hakim tunggal setelah terlebih dahulu mendapat izin dari Mahkamah Agung. Menurut Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 22 tahun 1969, susunan persidang perkara perdata maupun pidana adalah Panitera sidang paling kiri, berurut kekanan adalah Ketua Majelis, Hakim Anggota yang lebih senior dan Hakim Anggota yang lebih junior. Ukuran senioritas yang dijadikan pedoman adalah senioritas dalam jabatan hakim. [3]
          Menurut undang nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana susunan persidangan adalah Ketua Majelis ditengah, Hakim anggota berada disebekah kiri dan kanannya, sedangkan Panitera berada diantara Ketua Majelis dan Hakim Anggota (sebelah kiri ketua) agak mundur kebelakang dengan menggunakan meja sendiri. Dalam praktik, susunan persidangan menurut Hukum Acara Pidana tersebut dugunakan untuk persidang perkara perdata dilingkungan Peradilan Umum maupun lingkungan Peradilan Agama. Namun, penerapan susunan persidangan tersebut dilingkungan peradilan Agama masih belum sepenuhnya, karena tempat duduk Panitera/Panitera pengganti masih sejajar dengan Majelis Hakim yaitu menghadap meja sidang, sehingga terkesan bahwa Majelis Hakim yang bersidang berjumlah 4 (empat) orang.[4]
          Oleh karena itu keberadaan aturan yang mengatur tentang susunan persidangan perkara perdata dalam hukum acara perdata sangat diperlukan. Tugas Hakim Anggota selain yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undang juga diberi tugas berkaitan dengan persidang, yaitu Hakim Anggota yang senior mencatat segala hal dan peristiwa untuk kepentingan menyusun putusan, sedangkan Hakim Anggota yang junior mencatat segala hal dan peristiwa untuk penyusunan berita acara persidangan. Tugas-tugas tersebut dilakukan bersama Panitera Pengganti. Pakaian Majelis Hakim Pengadilan Agama memakai toga dan berkopiah hitam bagi hakim pria, hakim wanita memakai toga dan berjilbab, sedangkan Panitera Pengganti yang ikut sidang memakai jas warna hitam, untuk Panitera Pengganti wanita memakai jas warna hitam dan berjilbab.
2.         Protokoler Persidangan
          Protokoler persidangan sebelum sidang dilangsungkan dilaksanakan oleh seorang petugas khusus yang ditunjukkan untuk melakukan tugas-tugas tersebut. Sedangkan protokoler persidangan pada sidang berlangsung dilaksanakan oleh Majelis Hakim. Dalam hukum acara perdata tidak ditemukan ketentuan yang mengatur tentang protokoler persidangan. Protokoler persidangan orang dewasa yang terbuka untuk umum diatur dalam hukum acara pidana. [5]

          Dalam praktik di Peradilam Agama, protokoler persidangan dapat dijelaskan sebagai berikut:
a)        Sidang Pengadilan Agama dimulai pukul 09.00 waktu setempat, kecuali sebelumnya ditentukan atau karena keadaan luar biasa.
b)        Majelis Hakim dan Panitera Pengganti siap memasuki ruang sidang.
c)        Petugas Protokoler memberitahu kepada hadirin bahwa sidang segera dimulai, Majelis Hakim memasuki ruang sidang.
d)       Majelis Hakim memasuki ruang sidang dan duduk di posisi yang telah ditentukan, demikian pula Panitera Pengganti.
e)        Tugas Protokoler selanjutnya menjadi tugan Majelis Hakim.
f)         Ketua Majelis Hakim menbuka sidang dengan kalimat, “pada hari ini, tanggal, Pengadilam Agama, yang memeriksa perkara perdata, dinyatakan di buka dan terbuka untuk umum, dengan menbaca Bismillahirrahmanirrahim” diikuti ketukan palu tiga kali.
g)        Sidang ditutup, diikuti ketukan palu tiga kali.[6]










BAB IV
PENUTUP
A.      Kesimpulan
            Persidangan merupakan salah satu upaya dalam penyelesaikan suatu permasalahan atau konflik yang muncul dalam setiap induvidualisme atau bahkan perkelompok(organisasi). Proses persidangan berlangsung dalam suatu ruang sebagaimana yang telah dijelaskan dalam penlulisan ini.serta dilengkapi dengan penjelasan yang diambil langsung dari kitab qulyuby wa ‘umaira, sebagaimana ruang yang dapat memberikan rasa aman bagi para hakim atau anggota lainnya,sehingga dapat mencerminkan kewibawaan pengadilan.

B.       Saran
            Demikianlah makalah dari kami, dan yang tertuang dalam makalah ini, menurut penulis bukanlah hal yang sempurna kebenarannya, akan tetapi ini adalah bagian dari proses pembelajaran menuju kebenaran. Oleh karena itu penulis masih sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari teman-teman. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amien.













DAFTAR PUSTAKA

Rasyid,  Roihan. Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada,            2012.
Soeroso, Tata Cara dan Proses Persidangan
, Jakarta: Sinar Grafika, 2006






[1] Roihan Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), hlm 42-43
[2] Ibid, hlm, 46-47
[3] Soeroso, Tata Cara dan Proses Persidangan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm, 85
[4] Ibid, hlm 87
[5] Ibid, hlm 88
[6] Roihan Rasyid, hlm 51