Friday, 2 December 2016

Artikel Akad Pola Titipan


Akad berpola titipan (Wadi�ah) ada dua ,yaitu Wadi�ah yad Amanah dan Wadi�ah yad Dhamanah. Pada awalnya, Wadi�ah muncul dalam bentuk yad al-amanah �tangan amanah�, yang kemudian dalam perkembangannya memunculkan yadh-dhamanah �tangan penanggung�. Akad Wadi�ah yad Dhamanah ini akhirnya banyak dipergunakan dalam aplikasi perbankan syariah dalam-dalam produk-produk pendanaan.
1.      Titipan Wadi�ah yad Amanah.
Secara umum Wadi�ah adalah titipan murni dari pihak penitip (muwaddi�) yang memunyai barang/aset kepada pihak penyimpan (mustawda�) yang diberi amanah/kepercayaan, baik individu maupun badan hukum, tempat barang yang dititikan harus dijaga dari kerusakan,kerugian,keamanan,dan keutuhannya,dan dikembalikan kapan saja penyimpan menghendaki.
Barang/aset yang dititipkan adalah sesuatu yang berharga yang dapat berupa uang, barang, dokumen, surat berharga, atau barang berharga lainnya. Dalam konteks ini, pada dasarnya pihak penyimanpanan (custodian) sebagai penerima kepercayaan (trustee) adalah yad al-amanah �tangan amanah� yang berarti bahwa ia tidak diharuskan bertanggung jawab jika sewaktu dalam penitipan terjadi kehilangan atau kerusakan pada barang/aset titipan ,selama hal ini bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan dalam memelihara barang/aset titipan. Biaya penitipan boleh dibebankan kepada pihak penitip sebagai kompensasi atas tanggung jawab pemeliharaan.
Dengan prinsip ini, pihak penyimpan tidak boleh menggunakan atau memanfaatkan barang/aset yang dititipkan , melainkan hanya menjaganya. Selain itu, barang/aset yang dititipkan tidak boleh dicampuradukkan dengan barang/aset lain, melainkan harus diisahkan untuk masing-masing barang/aset penitip. Karena menggunakan prinsip yad al-amanah, akad titipan seperti ini biasa disebut wadi�ah yad amanah.
2.      Titipan Wadi�ah yad Dhamanah.
Dari prinsip yad al-amanah �tangan amanah� kemudian berkembang prinsip yadh-dhamanah �tangan penanggung� yang berarti bahwa pihak penyimpanan bertanggung jawab atas segala kerusakan atau kehilangan yang terjadi pada barang/aset titipan.   
Hal ini berarti bahwa pihak penyimpanan atau custudian adalah trustee yang sekaligus guarantor �penjamin� keamanan barang/aset yang dititipkan. Ini juga berarti bahwa pihak penyimpan telah mendapatkan izin dari pihak penitip untuk mempergunakan barang/aset yang dititipkan tersebut untuk aktivitas perekonomian tertentu, dengan catatan bahwa pihak penyimpan akan mengembalikan barang/aset yang dititipkan secara utuh pada saat penyimpan menghendaki. Hal ini sesuai dengan anjuran dalam Islam agar aset selalu diusahakan untuk tujuan produktif (tidak idle atau didiamkan saja) 
Dengan prinsip ini, penyimpan boleh mencampur aset penitip dengan aset penyimpanan atau aset penitip yang lain, dan kemudian digunakan untuk tujuan produktif mencari keuntungan. Pihak penyimpan berhak atas keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan aset titipan dan bertanggung jawab penuh atas resiko kerugiaan yang mungkin timbul. Selain itu, penyimpanan diperbole;hkan juga , atas kehendak sendiri, memberikan bonus kepada pemilik aset tanpa akan perjanjian yang mengingakat sebelumnya. Dengan menggunakan prinsip yadh dhamanah, akad titipan seperti ini biasa disebut Wadi�ah yadh dhamanah.

Rukun akad titipan Wadi�ah (yad Amanah maupun yad Dhamanah) yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa hal berikut:
1.      Pelaku akad, yaitu penitip (mudi�/muwaddi�) dan penyimpanan/penerima titipan (muda�/mustawda�);
2.      Objek akad, yaitu barang yang dititipkan; dan
3.      Shighah, yaitu Ijab dan Qabul

Sementara itu,syarat Wadi�ah yang harus dipenuhi adalah syarat bonus sebagai berikut:
1.      Bonus merupakan kebijakan (hak prerogatif) penyimpanan; dan
2.      Bonus tidak disyaratkan sebelumnya.

Prinsip Wadi�ah yad Dhamanah inilah yang secara luas kemudian dialikasikan dalam dunia perbankan Islam dalam bentuk produk-produk pendanaannya,yaitu:
1.       Giro (current account) Wadi�ah
2.      Tabungan (saving account) Wadi�ah

Beberapa ketentuan Wadi�ah Yad Dhamanah ,antara lain:
1.      Penyimpanan memiliki hak untuk menginvestasikan aset yang dititipkan;
2.      Penitip memiliki hak untuk mengetahui bagaimana asetnya diinvestasikan;
3.      Penyimpan menjamin hanya nilai pokok jika modal berkurang karena merugi/terderesiasi;
4.      Setiap keuntungan yang diperoleh penyimpan dapat dibagikan sebagai hibah atau hadiah (bonus). Hal itu berarti bahwa penyimpan (bank) tidak memiliki kewajiban mengikat untuk membagikan keuntungan yang diperolehnya;dan
5.      Penitip tidak memiliki hak suara.

REFERENSI
Akad dan Produk Bank Syariah PT Raja Grafindo Persada, Jakartaedisi 1 cet 4 2007
PenulisAscaryahal; 42-45.