BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dalam sebuah hubungan rumah tangga
tentunya tidak selamnya berjalan baik sesuai dengan apa yang telah kita
inginkan dari kejauhan hari, namun ternyata ada beberapa faktor lain yang
secara sengaja atau tidak di sengaja penghambat keharmonisan hubungan keluarga
tersebut. Salah satu akibat yang di timbulkan dengan adanya konflik tersebut ialah adanya
perceraian, dimana perceraian bukan lagi hal yang asing di Indonesia namun
perceraian
bisa dikatakan sebagai hal yang lumrah dan sudah memasyarakat.
Perceraian tidak saja terjadi pada
orang-orang kelas bawah tetapi terjadi pada orang-orang berkelas atas yang
mempunyai perekonomian lebih dari cukup, bukan hanya rakyat biasa tetapi
perceraian pun bisa terjadi pada seorang figur salah satunya artis, musisi,
bahkan terjadi pada ustad-ustad.
Perceraian bukan saja akan merugikan
beberapa pihak namun perceraian juga sudah jelas dilarang oleh agama (agama
islam). Namun pada kenyataannya walaupun dilarang tetapi tetap saja perceraian
di kalangan masyarakat terus semakin banyak bahkan dari tahun ketahun terus
meningkat. Kita
sebagai pelajar mestinya tahu bahwa ada beberapa hal yang harus diperhatikan bahwa akibat dari
perceraian itu sangat fatal sekali salah satunya terhadap sibuah hati yang
dimana pada saat orang tuanya terjadi perceraian si anak akan merasa terganggu
dan merasa kurangnya perhatian bahkan kasih sayang dari orang tua.
Secara psikis tentu perceraian akan
sangat mempengaruhi pada perkembangan anak, baik itu ketika masih anak-anak
atau ketika sianak sudah mulai remaja.dalam makalah ini akan mencoba membahas
bagaimana pengaruh perceraian orang tua terhadap perkembangan anak remaja, yang
dimana pada remaja akibat yang ditimbulkannya lebih banyak dibanding pada anak
anak karena mungkin anak remaja sudah mulai berfikir.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian dari perceraian?
2.
Apa
saja faktor-faktor penyebab perceraian?
3.
Bagaimana
dampak perceraian pada anak?
4.
Bagaimana
upaya mengatasi masalah pada anak akibat perceraian?
C. Tujuan
1.
Menjelaskan
pengertian perceraian.
2.
Menjelaskan
faktor-faktor penyebab perceraian.
3.
Menjelaskan
dampak perceraian pada anak.
4.
Menjelaskan
upaya mengatasi masalah pada anak akibat perceraian.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Perceraian
Perceraian
merupakan terputusnya keluarga karena salah satu atau kedua pasangan memutuskan
untuk saling meninggalkan sehingga mereka berhenti melakukan kewajibannya
sebagai suami ataupun
istri.
Bagi anak-anak yang belum mengerti
maksud dari “perceraian” mereka mungkin sering bertanya-tanya kenapa kedua
orangtua mereka tidak pernah bersama-sama lagi. Mereka hanya menuruti apa yang
diucapkan oleh orangtuanya. Bagi seorang remaja yang dalam keadaan emosinya
masih sangat labil, mereka menganggap hal tersebut adalah kehancuran dalam
hidupnya, hidup akan jauh berbeda paska perceraian, merasa segalanya menjadi
kacau, dan merasa kehilangan. Bagi anak yang telah dewasa, mereka akan lebih
mudah diajak berkomunikasi, lebih bisa memahami situasi dan kondisi, lebih bisa
menjaga dirinya sendiri, bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah,
dan bisa menasehati kedua orangtuanya sesuai apa yang ia rasakan.
Intinya pada berapapun usia dari
anak-anak yang mengalami perpecahan dalam keluarganya, disatu sisi “kehilangan”
adalah masalah pertama yang mereka jumpa. Di sisi lain mereka menunjukkan
kesulitan dalam menyesuaikan diri seperti kesedihan, kesepian, kesendirian,
keterpurukan, kerinduan, ketakutan, kekhawatiran,dan depressi. Itu semua adalah
hanya bagian dari rasa kekecewaan terhadap orangtuanya. Yang akan menjadi
trauma apabila mereka menyaksikan perkelahian orangtuanya yang begitu dasyat,
mereka hanya bisa menangis, mengurung diri di kamar, atau pergi melarikan diri
dari rumah untuk menenangkan diri mereka.
Sedangkan dalam islam, perceraian
adalah melepaskan
ikatan perkawinan atau putusnya hubungan perkawinan antara suami dan istri
dalam waktu tertentu atau selamanya.[1]
B. Faktor-Faktor
Penyebab Perceraian
Terdapat banyak penyebab perceraian
yang telah tampak dari kasus-kasus yang sering terjadi di Indonesia,
diantaranya adalah :
1. Kurangnya berkomunikasi
Dalam rumah
tangga, komunikasi sangat penting dan sangat dibutuhkan antara suami-istri.
Sekecil apapun itu masalah harus memberitahu satu sama lain. Jika tidak, akan
memicu terjadinya perceraian. karena dengan berkomunikasi membuat rasa saling
percaya, saling mengerti, tidak ada kebohongan, dan tidak ada hal yang
disembunyikan. Namun sebaliknya jika dalam rumah tangga gagal berkomunikasi,
maka akan sering terjadi pertengkaran karena tidak saling percaya, tidak saling
mengerti, banyaknya rahasia yang disembunyikan satu sama lain. Hal ini akan
beruung pada perceraian jika kedua pihak kurang atau gagal berkomunikasi.
2. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
KDRT adalah
kekerasan yang dilakukan dalam rumah tangga baik oleh suami maupun oleh istri
yang berakibat timbulnya penderitaan fisik, seksual, psikis,dan ekonomi.
Hal tersebut menjadi salah satu penyebab utama perceraian.[2]
3. Perzinahan
Di samping itu,
masalah lain yang dapat mengakibatkan terjadinya perceraian adalah perzinahan,
yaitu hubungnan seksual diluar nikah yang dilakukan baik oleh suami maupun
istri. hal ini bisa terjadi dalam rumah tangga dikarenakan mungkin seperti yang
kita bahas sebelumnya yaitu kurangnya atau gagal berkomunikasi, ketidak
harmonisan, tidak adanya perhatian atau kepedulian suami terhadap istri atau
sebaliknya, saling sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, merasa tidak
tercukupinya kebahagiaan lahir dan batin, ketidaksetiaan, atau hanya untuk
bersenang-senang bersama orang lain.
4. Masalah ekonomi
Uang memang
tidak dapat membeli kebahagiaan. Namun bagaimana lagi, uang termasuk kebutuhan
pokok untuk memenuhi kebutuhan hidup. Oleh karena itu, faktor ekonomi masih
menjadi penyebab paling dominan terjadinya perceraian pasutri di masyarakat.
5. Krisis moral dan akhlak
Faktor-faktor
terjadinya perceraian di atas seperti halnya masalah ekonomi, perzinahan,
kurangnya atau gagal berkomunikasi, dan kekerasan dalam rumah tangga dapat
menimbulkan landasan berupa krisis moral dan akhlak yang dilalaikan oleh suami
mapun istri atas peran dan tanggung jawab.[3]
C. Dampak
Perceraian pada Anak
Dalam rumah
tangga yang tidak sehat, yang bermasalah dan penuh dengan pertengkaran-pertengkaran
bisa muncul beberapa kategori anak adalah:
a.
Anak-anak yang memberontak yang menjadi
masalah diluar. Anak yang jadi korban keluarga yang bercerai itu menjadi sangat
nakal sekali karena:
1.
Mempunyai kemarahan, kefrustrasian dan
mau melampiaskannya.
2.
Selain itu, anak korban perceraian jadi
gampang marah karena mereka terlalu sering melihat orang tua bertengkar.
3.
Dia harus hidup dalam ketegangan dan
dia tidak suka hidup dalam ketegangan.
4.
Dia harus kehilangan hidup yang
tenteram, yang hangat, dia jadi marah pada orang tuanya kok memberikan hidup
yang seperti ini kepada mereka.
5.
Waktu orang tua bercerai, anak
kebanyakan tinggal dengan mama, itu berarti ada yang terhilang dalam diri anak
yakni figur otoritas, figur ayah.
b. Anak-anak yang
bawaannya sedih, mengurung diri, dan menjadi depresi. Anak ini juga bisa
kehilangan identitas sosialnya.
Oleh karena itu
tidak jarang mereka berbohong dengan mengatakan bahwa orangtua mereka tidak
bercerai atau bahkan menghindari pertanyaan-pertanyaan tentang perceraian orang
tua mereka. Banyak sekali dampak negatif perceraian yang bisa muncul pada anak.
Marah pada diri sendiri, marah pada lingkungan, jadi pembangkang, tidak sabar,
impulsif,. Bisa jadi, anak akan merasa bersalah guilty feeling dan menganggap dirinyalah biang keladi atau penyebab
perceraian orangtuanya. Dampak lain adalah anak jadi apatis, menarik diri, atau
sebaliknya, mungkin kelihatan tidak terpengaruh oleh perceraian orangtuanya.
Orangtua harus harus hati-hati melihat, apakah ini memang reaksi yang wajar,
karena dia sudah secara matang bisa menerima hal itu, atau hanya pura-pura.
Anak juga bisa jadi tidak pe-de dan takut menjalin kedekatan (intimacy) dengan
lawan jenis. Kedepannya, setelah dewasa, anak cenderung tidak berani untuk
commit pada suatu hubungan. Pacaran-putus,
pacaran-putus. Self esteem anak juga
bisa turun. Jika self esteem-nya jadi sangat rendah dan rasa bersalahnya sangat
besar, anak bisa jadi akan dendam pada orangtuanya, terlibat drugs dan alkohol,
dan yang ekstrem, muncul pikiran untuk bunuh diri. Apalagi jika anak sudah
besar dan punya keinginan untuk menyelamatkan perkawinan orangtuanya, tapi
tidak berhasil. Ia akan merasa sangat menyesal, merasakan bahwa omongannya tak
digubris, merasa diabaikan, dan merasa bukan bagian penting dari kehidupan
orangtuanya. Perasaan marah dan kecewa pada orangtua merupakan sesuatu yang
wajar, Ini adalah proses dari apa yang sesungguhnya ada di hati anak.
Jadi, biarkan anak marah, daripada memendam kemarahan dan kemudian mengekspresikannya
ke tempat yang salah.
Bagi kebanyakan remaja, perceraian orangtua
membuat mereka kaget sekaligus terganggu. Masalah yang
ditimbulkan bagi fisik tidak terlalu tampak bahkan bisa dikatakan tidak ada
karena ini sifatnya psikis, namun ada juga berpengaruh pada fisik
setelah si remaja tersebut mengalami beberapa akibat dari tidak terkendalinya psikis atau keperibadiannya yang tidak terjaga dengan baik, salah satu contoh
si remaja karena seringkali meminum-minuman beralkohol maka lambat laun si
remaja akan mengalami penurunan system kekebalan tubuh yang akhirnya
menimbulkan sakit.[4]
Keadaan tersebut jelas akan mempengaruhi psikologi remaja
untuk keberlangsungan kehidupannya, ada beberapa kebutuhan utama remaja yang
penting untuk dipenuhi yaitu:
a.
Kebutuhan akan adanya kasih sayang
b. Kebutuhan akan
keikutsertaan dan diterima dalam kelompok
c. Kebutuhan untuk berdiri
sendiri
d. Kebutuhan untuk
berprestasi
e. Kebutuhan akan
pengakuan dari orang lain
f. Kebutuhan untuk
dihargai
Kehidupan mereka sendiri berkisar pada
berbagai masalah khas remaja yang sangat nyata, seperti bagaimana menyesuaikan
diri dengan teman sebaya, apa yang harus dilakukan dengan seks atau narkoba,
ataupun isu-isu kecil tetapi sangat penting, seperti jerawat, baju yang akan
dikenakan, atau guru yang tidak disenangi. Remaja sudah merasa cukup sulit
mengendalikan kehidupan mereka sendiri sehingga pasti tidak ingin diganggu
dengan kehidupan orangtua yang mengungkapkan perceraian. Mereka tidak memiliki
ruang atau waktu lagi terhadap gangguan perceraian orangtua dalam kehidupan
mereka.
Selain itu, remaja secara psikologis sudah
berbeda dari sebelumnya. Meskipun masih bergantung pada orangtua, saat ini
mereka memiliki suara batin kuat yang memberitahu mereka untuk menjadi mandiri
dan mulai membuat kehidupan mereka sendiri. Tetap bergantung tidak sesuai lagi
untuk rasa aman dan kesejahteraan diri mereka.[5]
D. Upaya
Mengatasi Masalah pada Anak Korban Perceraian
Perceraian tentu disebabkan oleh orang tua itu sendiri
sebaiknya orang tua bisa mengkomunikasikan pada anak dan juga memberikan sebuah
penjelasan kenapa mereka bisa bercerai, berikut ada beberap poin yang bisa
dikomunikasikan orang tua kepada anak :
a. Komunikasikan bahwa perceraian
adalah berat bagi setiap anggota keluarga termasuk orang tua.
Perceraian terjadi di banyak keluarga sehinnga beri motivasi anak agar
tidak malu menghadapi pergaulan di lingkungan sosialnya.
b. Orang tua bercerai sama sekali bukan
karena alasan anak. Karena anak merasa sangat terpukul sekali apabila merasa
karena merekalah orang tua bercerai. Katakan kepada mereka fakta tentang
penyebab perceraian dengan kata-kata yang tidak vulgar dan menjelekan salah
satu orang tua
c. Yakinkan bahwa mereka masih memiliki
orang tua yang masih menyayangi. Walaupun diantara mereka tidak lagi tinggal
serumah dengannya.
d. Katakan maaf kepada mereka apabila
anda mudah marah, sangat kritis dan cepat naik darah. Katakan bahwa anda
juga mencoba mengatasi peristiwa perceraian dengan mengontrol diri lebih baik.
e. Berusaha mengenali teman-teman dekat
tempat mereka biasa mengadu dan bercerita. Karena umumnya remaja lebih
percaya perkataan temannya ketimbang orangtua yang dianggap bermasalah.
Namun
perlu diingat sebaik apapun upaya untuk menangani perceraian dan berbagai hal
yang sudah dilakukaan, pengaruh terhadap perceraian akan selalu membekas
pada diri seorang anak dan akan mempengaruhi keperibadian menjelang dewasa. Bahkan
ketika pertengkaran hebat dan permasalahan orang tua sudah selesai dengan baik.[6]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Perceraian merupakan terputusnya
keluarga karena salah satu atau kedua pasangan memutuskan untuk saling
meninggalkan sehingga mereka berhenti melakukan kewajibannya sebagai suami ataupun istri.
Terdapat banyak
penyebab perceraian yang telah tampak dari kasus-kasus yang sering terjadi di
Indonesia, diantaranya adalah : Kurangnya
berkomunikasi, Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), perzinahan, dan lain-lain.
Dalam rumah
tangga yang tidak sehat, yang bermasalah dan penuh dengan pertengkaran-pertengkaran
bisa muncul beberapa kategori: anak menjadi sangat nakal, suka merenung, sedih,
senang menyendiri, dan lain-lain.
Upaya mengatasi
masalah pada anak korban perceraian, Perceraian tentu disebabkan oleh orang tua itu sendiri
sebaiknya orang tua bisa mengkomunikasikan pada anak dan juga memberikan sebuah
penjelasan kenapa mereka bisa bercerai, yakinkan anak bahwa sekalipun orang
tua bercerai, kasih sayang orang tua tidak akan berubah.
B.
Saran
Dengan adanya makalah ini, diharapkan pada mahasiswa
agar lebih mudah memahami secara mendalam tentang hal-hal yang berkaitan dengan
materi yang dikaji di dalam Psikologi
Keluarga.
Hal itu akan mempermudah mahasiswa dalam melaksanakan kewajibannya.
DAFTAR PUSTAKA
Save, Dagun M, Psikologi
Keluarga, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1990.
Sri, Lestari, Psikologi
Keluarga, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012.