Monday, 5 December 2016

Artikel Wiraswasta Menggapai Sarjana





Wiraswasta Menggapai Sarjana


Lika-liku kehidupan yang harus dihadapi dengan kekuatan hati, julukan yang pas buat hamidah (40) yang tinggal di desa tobungan. Kegiatan sehari-harinya ia pergi ke pasar kolpajung, setiap hari hamidah mengayuh sepeda dari rumah untuk sampai ke pasar kolpajung, ia bberangkat jam 04:30 setelahh sholat subuh, ia melakoni kegiatannya itu setiap hari dan jam pulangnya 10:00
Profesi yang hanya dipandang rendah oleh sebagian orang,namun tidak banyak orang mengira bahwa menjadi seorang penjual kelilingg yang setiap harinya pergi ke pasar adalah pekerjaan yang mulia. bagi hamidah, pekerjaannya itu ia lakukan dengan senang hati. Tanpa profesinya tersebut tetangganya mungkin harus pergi sendiri ke pasar, itulah profesi yang sampai saat in I masih dijalani oleh hamidah.
Ibu dari 2 orang anak ini sudah lama menjadi penjual keliling, pekerjaan kecil yang sehari-hari dijalani dengan penuh rasa tanggung jawab yang besar tidak membuat hamidah berkecil hati, malah semakin membuatnya semangat.
Perempuan kelahiran desa tobungan ini setiap harinya mendapatkan penghasilan kurang lebih Rp. 200.000, walau dengan hasil yang cukup kecil itu, hamidah tetap menerimanya dengan penuh rasa syukur, ia selalu mengangggap bahwa “apabila suatu pekerjaan dijalani dengan ikhlas, maka akan menjadi berkah”. Dengan hadirnya 2 orang anak perempuan dalam keluarganya, hamidah semakin merasa bertambah beban yang harus dipikulnya.
Anak pertamanya ini yang bernama Lailatus sa’adah sudah mulai menjalani kuliyah di universitas Madura (UNIRA) Yang Ada Di Kota Pamekasan, Sedangkan Anak Yang Keduanya Masih Duduk Di Madrasah aliyah (MA). Dengan kondisi ekonomi seperti ini, hamidah berusaha dengan baik mengatur pengeluaran yang diperlukan keluarganya, untuk makan-minum seharinya dan kebutuhan yang lainnya. Dan yang lebih dipentingkan yaitu untuk keperluan pendidikan anaknya yang masih kuliyah.
Selain karena panggilan, alas an lain mengapa hamidah memilih bekerja sebagai penjual keliling adalah karena tidak ada pekerjaan lain yang sesuai dengan keahlian dan latar belakang pendidikannya. dan Alhamdulillah, hamidah masih bias menyekolahkan anak pertamanya ini smapai keperguruan tinggi. Ia beranggapan mungkin nasib anak-anaknya kelak tidak sama dengan profesinya ini, sekali lagi hamidah tetap bersyukur, dikota pamekasan masih banyak orang yang tidak memiliki pekerjaan bahkan masih bergantung hidup dengan orang lain, ibu dari 2 orang anak ini tetap merekahkan senyum sembari menjalani pekerjaannya.
Semua pekerjaan pasti ada hambatannya, hal itu juga yang sering di alami hamidah, menjalani profesi sebagai penjual keliling tidak membuat hamidah bebas dari berbagai hambatan dan masalah, terkadang ada beberapa pembeli yang cerewet dan susah untuk merapikan dagangannya, padahal itu semua adalah untuk kenyamanan bersama, dengan senyum khasnya,  hamidah terus bersabar menghadapi segala hambatan yang ia yakini sebagai ujian dalam pekerjaan yang sedang dijalaninya.
Jika ada waktu luang, hamidah mengggunakannya dengan sebaik-baiknya untuk membaca al-qur’an. Ia tidak ingin ketinggalan dalam berburu amalan untuk bekal di akhirat kelak, dan hamidah juga tidak lupa untuk mendo’akan anak-anaknya agar mencapai kesuksesan di masa depannya, walau ia miskin harta di dunia, ia tidak ingin miskin di akhirat kelak, ia selalu ingin menjalani hari demi hari menjadi semakin lebih baik, di usianya yang sudah tidak muda lagi, hamidah sadar bahwa umur semakin habis di makan waktu, kapan lagi banyak-banyak melakukan ibadah, kalau bukan sekarang, karena kematian seseorang hanya allah yang menentukan.
Dari situlah hamidah dan anakny yang pertama ini semakin tumbuh rasa semangat yang tinggi untuk saling membiayai dan bersemangat dalam kuliyah demi menggapai masa depan, hari demi hari, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun, hamidah dan keluarganya menjalani hidup dengan senang, dan hamidah sungguh senang karena bias menyekolahkan anaknya sampai menjadi seorang sarjana.