KATA
PENGANTAR
Puji
syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunianya.
Sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ HAM” dengan
mudah walaupun masih ada sedikit kesulitn dalam penyelesaian makalah.
Rasa
terimakasih kami haturkan kepada dosen pengampu mata kulih” pendidikan
kewararganegaraan” sehingga makalah ini dapat di selesaikan dengan baik.
Dimakalah ini, penulis berusaha semaksimal mungkin dan sangat berharap agar
pembaca mengerti, paham dan dapat menambah informasi tentang HAM. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu diharapkan
demi kesempurnaan makalah ini dan pada intinya untuk memperbaiki kekurangan
agar dapat membuat makalah lebih baik.
Pamekasan 05 November 2016
Penulis
BAB
1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Untuk
dapat menjalankan tugas dan fungsi manusia sebagai pemimpin, setiap manusia
harus mengerti terlebih dahulu hak-hak dasar yang melekat pada dirinya seperti
kebebasan, persamaan, perlindungan. Hak-hak tersebut bukan merupakan pemberian
seseorang, organisasi atau negara tapi adalah anugrah Allah SWT yang sudah
dibawanya sejak lahir kealam dunia. Hak-hak itulah yang di sebut dengan hak
asasi manusia. Tampa memahami hak-hak tersebut mustahil seseorang dapat
menjalankan tugas serta kewajibannya sebagai khalifah tuhan.
Dalam
sudut pandang islam hak asasi manusia sudah diatur berdasarkan atau pedoman
pada Al-qur’an dan Hadits. Karena Al-Qur’an dan Hadits merupakan pedoman fidup
bagi seluruh manusia yang ada dibumi ini pada umumnya dan bagi ummat islam pada
khususnya. Oleh karena itu ummat manusia pada umumnya dan ummat islam pada
khususnya apabila tidak ingin hak-haknya dirampas oleh orang lain, maka
hendaknya ia harus mengetahui hak-haknya dan selalu memperjuangkanya selama
tidak mengambil atau melampaui batas dan hak-hak orang lain.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana
ham menurut islam?
2. Bagaimana
sejarah ham?
3. Bagaimana
UU ham?
4. Bagaimana
penegakan dan perlindungan ham?
C.
Tujuan Penelitian
1. Dapat
mengetahui bagaimana ham menurut islam
2. Dapat
mengetahui sejarah ham
3. Dapat
mengetahui UU ham
4. Dapat
mangetahui penegakan dan perlindungan ham
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Ham
Menurut Islam
1.
Pengertian HAM Dalam Pandangan Agam
Islam
Hak
asasi manusia adalah hak dasar yang memiliki manusia sejak manusia itu
dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat
kita sebagai manusia yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat
hidup sebagai manusia. Hak asasi diperoleh manusia dari penciptanya, yaitu
tuhan yang maha esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan
2.
HAM Menurut Islam
Hal
asasi manusia dalam islam tertuang jelas untuk kepentingan manusia, lewat
syari’ah islam yang diturunkan melalui wahyu. Menurut syari’ah manusia adalah
makhluk bebas yang mempunyai tugas dan tanggung jawab, dan karenanya ia juga
mempunyai hak dan kebiasaan. Dasarnya adalah keadilan yang ditegakkan atas
dasar persamaan tanpa pandang bulu. Artinya tugas yang diemban tidak akan
terwujud tanpa adanya kebebasan, sementara kebebasan secara eksistensial tidak
terwujud tanpa adanya tanggung jawab itu sendiri. Sistem HAM islam mengandung prinsip-prinsip dasar
tentang persamaan, kebebasan dan penghormatan terhadap sesama manusia.
Persamaan artinya islam memandang semua manusia sama dan mempunya kedudukan
yang sama, satu-satunya keunggulan yang dinikmati seseorang manusia atas
manusia lainnya hanya ditentukan oleh tingkat ketakwaannya. Hal ini sesuai
dengan firman Allah dalam surat Al-Hujarat ayat 13, yang artinya : “ Hal
manusi, sesungguhnya kami ciptakan kamu dari laki-laki dan perempua, dan kami
jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling
mengenal.sesungguhnya yang paling mulia diantaranya kaum adalah yang paling
takwa.[1]
B. Sejarah
HAM
Pada pakar HAM berpendapat bahwalahirnya HAM dimulai
dengan lahirnya magna charta. Piagam antara lain merencanakan bahwa raja yang
semula memiliki kekuasaan absolut ( raja yang menciptakan, hukum, tetapi dia
sendiri tidak terikat dengan huku) menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai
dapat diminta pertanggung jawabannya dimuka dimuka hukum. Dari piagam inilah
kemudian lahir doktrin bahwa raja tidak kebal hukum serta bertanggung jawab
kepada hukum.
Untuk mewujudkan asas persamaan itu, maka lahirkan
teori “kontrak sosial” J.J. Rosseao. Setelah itu kemudia disusul oleh
Mounjesqueiu dan Tomas Jefferson di AS dengan gagasan tentang hak-hak dasar dan
kebebasan dan persamaan.
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan
kemunculan the american of declaratio of indenpendence di amerika serikat yang
lahir dari semangat paham rosseau dan maunesqueiu. Jadi sekalipun di negara
kedua tokoh HAM itu yakin inggris dan perancis belum lahir rincian HAM, namun
telah muncul Amerika. Sejak inilah mulai dipertegas bahwa manusia adalah
merdeka sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidaklah masuk akal bila sesudah
lahir ia harus dibelenggu.
Selanjutnya, pada tahun 1786 lahir the French
Declaration, dimana hak-hak asasi manusia ditetapkan oleh rinci lagi yang
kemudian menghasilkan dasar-dasar negara hukum atau the rule of law.
Sejalan dengan pemikiran maka PBB memprakarsai
berdirinya sebuah komisi HAM untuk pertama kali yang diberi nama Commission on
Human Right pada tahun 1946. Komisi inilah yang kemudian menetapkan secara
terperinci beberapa hak ekonomi dan sosial, di samping hak-hak politis yaitu:
1.
Hak Hidup, kebebasan dan keamanan
pribadi (pasal 3)
2.
Larangan pembudakan (pasal 4)
3.
Larangan penganiayaan (pasal 5)
4.
Larangan penangkapan, penahanan atau
pengasingan yang sewenang-wenang (pasal 9)
5.
Hak atas pemeriksaan pengadilan yang
jujur (pasal 10)
6.
Hak atas kebebasan bergerak (pasal 13)
7. Hak
atas harta dan benda (pasal 17)
8. Hak
atas kebebasan berpikir, menyuarakan hati nurani dan beragama (pasal 180)
9. Hak
atas mengemukakan pendapat dan mencurahkan pikiran (pasal 19)
10. Hak
atas kebebasan berkumpul dan berserikat (pasal 200)
11. Hak
untuk turut serta dalam pemerintah (pasal 21)
Deklarasi
sedunia ini juga menyebutkan beberapa hak sosial dan ekonomi yang penting:
1. Hak
atas pekerjaan pasal 23
2. Hak
atas taraf hidup yang layak, termasuk makanan, pakaian, perumahan dan kesehatan
pasal 25
3. Hak
atas pendidikan pasal 26
4. Hak
kebudayaan meliputi hak untuk turut serta dalam kehidupan kebudayaan
masyarakat, ambil bagian dalam kemajuan ilmu pengetahuandan hak atas
perlindungan kepentingan moral dan material yang timbul dari hasil karya kita
seseorang dalam bidang ilmu, ksusastraan, dan seni pasal 27, ( lihat lampiran
tentang deklarasi HAM universal ).[2]
C.
UU HAM
1.
Pasal
4
Hak untuk hidup, hak untuk tidak di siksa, hak
kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak di
perbudak, hak untuk di akui sebagai
pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak di tuntut atas
dasar hukum yaang berlaku surut adalah hak manusia yang tidak dapat dikurangi
dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.
2.
Pasal
10
a.
Setiap
orang berhak membentuk suatu perkawinan yang sah.
b.
Perkawinan
yang sah hanya dapat berlangsung atas kehendak bebascaolon suami dan calon
istri yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
3.
Hak
mengembangkan diri dalam pasal II yang berbunyi
“
setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuhd dan
berkembang secara layak “.
4.
Hak
memperoleh keadilan dalam pasal 17 bagian ke-4 yang berbunyi “ setiap orang
tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan
permohonan. Pengaduan, dan gugatan, dalam perkara pidana, perdata maupun administrasi
serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai
dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang
jujur dan adil untuk memperoleh yang adil dan benar.
5.
Hak
atas kebebasan pribadi dalam pasal 21 yang berbunyi “ setiap orang berhak atas
keutuhan pribadi, baikrohani maupun jasmani, dan karena itu tidak boleh menjadi
obyek penelitian tanpa persetujuan darinya.
6.
Hak
atas rasa aman terhadap dalam pasal 30yang berbunyi “ setiap orang berhak atas
rasa aman dan tentram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk
berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
7.
Hak
atas kesejahteraan terdapat pada pasal 40 yang berbunyi “setiap orang barhak
untuk bertempat tinggal serta berkehupan yang layak “
8.
Hak turut serta dalam pemerintahan tercantum
pada pasal 44 yang berbunyi “ setiap orang baik sendiri maupun bersama-sama
berhak mengajukan pendapat, permohonan, pengaduan, dan atau usulan kepada
pemerintah dalam rangka pelaksanaan pemerintahan dalam rangka pelaksanaan pemerintahanyang
bersih, efektif dan efisien, baik dengan lisan maupun dengan tulisan dengan
ketentuan peraturan perundang undangan.
9.
Hak
wanita tercantum dalam pasal pasal 45yang berbunyi “ hak wanita dalam UU ini
adalah hak asasi manusia “.
10.
Hak
anak terdapat dalam pasal 55 yang berbunyi “ setiap anak berhak untuk beribadah
menurut agamanya. Berpikir dan berekspresi sesuai dengan tingkat intelektualitas
dan biaya di bawah ini bimbingan orang tua dan atau wali.[3]
D. Penegkan Dan
Perlindungan HAM di Indonesia
1.
HAM
dalam UUD 1945
UUD 45 disusun oleh panitia kecil perancang
undang-undang dasar yang diketahui oleh Prof.Dr.Mr. Soepomo.UUD ini disusun
oleh badan penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan indonesia(BPUPKI) pada
akhirnya masa pendudukan jepang. Dalam suasana negara dalam keadaan perang, dan
lagi pula tenggang maasa kerjanya teramat sangat singkat (kurang lebih 10
hari),oleh karena itu dapat dimaklumi kalau UUD 1945 hanya memuat37 pasal yang
sifatnya masih sangat umum. Dan untuk mengatasi masalah tersebut hampir
sebagian besar pasal-pasalnya selalu diakhiri dengan kalimat “... ditetapkan
dengan Undang-Undang” atau “.... dan
diatur dengan Undang-Undang.
Pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia dalam UUD
45hanya mencantumkan beberapa pasal saja. Hal merumuskan “Universal Declaration
of Human Rights”. Untuk itu makan bahan yang dijadikan sebagai rujukan dan
panduan untuk merumuskan masalah HAM pada saat itu adalah “Declaration des Droit de L’Homme et du Citoyrn” dari perancisi dan
“ Declaration of Independence” dari
Amerika Serikat.
menghadapi persoalan seperti initimbul perbedaan
pandangan dan penilaian. Beberapa tokoh anggota badan penyelidik menilai bahwa
masalah HAM hakikatnya adalah produk
dari faham Individualisme dan Liberalisme, dan oleh karena itu mereka
berkeberatan kalau masalah HAM ini dimasukkan ke dalam UUD, karena
ketergantungan dengan asas kekeluargaan. Sementara yang lain berpendapat bahwa
masalah HAM adalah masalah kemanusian yang bersifat universal. Kelompok yang
menolak dicantumkannya pasal-pasal yang mengatur hak-hak asasi warganegara ini
ditokohi antara lain oleh Bung Karno dan Dr.Soepomo. dalam pidatonya yang
sedang menyoroti masalah HAM Bung Karno menyatakan “... jika kita betul- betul
hendak mendasarkan negara kita kepada faham kekeluargaan, faham tolong
menolong, faham gotong royong, dan keadilan sosial, enyahkanlah tiap-tiap
pikiran, tiap-tiap faham individualisme dan liberalisme dari padanya” (Muhammad
Yamin: 297). Demikian pula pendapat Dr.Soepomo ketika menjawab pertanyaan
Mr.Maria Ulfa Santoso, salah seorang anggota
BPUPKI di dalam sidang badan penyelidik pada tanggal 13juli 45 yang
mempertanyakan apakah tidak dianggap perlu hak-hak dasar dimasukkan ke dalam
UUD, dijawabnya bahwa ” ini tidakperlu karena negara Indonesia berdasarkan atas
Kedaulatan Rakyat” (Idem: 167). Sementara kelompok lain yang ditokohi antara
lain oleh Hatta dan Muhammad Yamin tetap memandang perlu dicantumkannya hak-hak
asasi manusia ke dalam UUD tanpa harus kehilangan identitasnya selaku negara
yang bersifat integralistik, negara yang menjujung tinggi asas kekeluargaan.
Sebab dikhawatirkan dengan tidak dicantumkannya jaminan hak-hak asasi manusia
memungkinkan negara akan menjurus ke arah negara kekuasaan (Machtsstaat). Hatta
mengatakan “Hendaklah kita memperhatikan syarat-syarat supaya negara yang kita
bikin jangan menjadi negara kekuasan. Kita menghendaki negara pengurus, kita
membangun masyarakat baru berdasarkan gotaong royong, usaha bersama; tujuan
kita ialah memperbaharui masayarakat. Di sebelah itu, janganlah kita memberikan
kekuasaan yang tidak terbatas kepada negara untuk menjadikan di atas negara baru
itu suatu negara kekuasaan. Oleh sebab itu ada baiknya dalam salah satu pasal,
misalnya pasal yang mengenai warganegara, disebutkan juga di sebelah hak yang
sudah diberikan kepadanya, misalnya tiap-tiap warganegara rakyat Indonesia,
jangan takut mengeluarkan suaranya. Yang perlu disebut disini hak untuk
berkumpul dan bersidang atau surat-menyurat dan lain-lain” (Idem: 299).
Pembahasan mengenai perlu atau tidaknya hak-hak
asasi warganegara dimasukkan ke dalam UUD 45 sebagaimana di atas pada akhirnya
tercapai dan dapat dirumuskan melalui semacam kompromi antara kedua belah pihak
seperti yang terformulasikan dalam tujuh buah pasal, yaitu pasal
27,28,29,30,31,33 dan pasal 34 pada UUD 45.
2.
HAM
dalam konstituasi RIS
Pada waktu bangsa indonesia memasuki babakan baru,
yaitu ketika negara indonesia berbentuk serikat, maka UUD di gunakannya adalah
UUD ysng baru, yang boleh terkenal dengan sebutan konstitusi RIS. Sewaktu para
perumus konstitusi tengah membahas masalah hak-hak asasi warganegara, mereka
menyadari sepenuhnya betapa perlunya menuangkan hak-hak asasi warganegara
secara lebih terperinci lagi, yang dapat mencakup seluruh aspek hak-hak dasar
yang semestinya dimiliki oleh setiap warganegarai.
Seajarah telah membuktikan bahwa ternyata masalah
hak-hak asasi manusiabukan muncul dari faham individualisme dan liberalisme
sebagaimana yang pernah dicurigai oleh sementara pihak pada awalnya
kemerdekaan. Hal ini dibuktikan dengan diterimanya “Deklarasi Hak-Hak Asasi se
Dunia” oleh mayoritas anggota perserikatan bangsa-bangsa. Hal ini menambah
kesadaran para perumusan konstitusi RIS bahwa masalah hak-hak asasi manusia
yang dituangkan ke dalam konstitusi harus jauh lebih sempurna dibandingkan
dengan apa yang termuat dalam UUD 45.
3.
HAM
Dalam UUD-S tahun 1950
UUD-Spada hakikatnya adalah merupakan penjelmaan
dari konstitusi RIS setelah terlebih dahulu direvisi agar cocok diterapkan
dalam bangunan negara yang berbentuk negara kesatuan. Oleh karena dapat
dimaklumi kalau pasal-pasal yang memuat hak-hak asasi manusia dalam UUD-S “50 hampir
serupa dengan pasal-pasal yang terdapat dalam konstitusi RIS. Bahkan masih
ditambah satu pasal lagi, hingga jumlahnya menjadi 28 pasal seperti yang memuat
dalam bagian V tentang “Hak-Hak dan kebebasan-kebebasan dasar manusia” mulai
dari pasal 7 hingga dengan pasal 34.
Dari pengalaman negara republik indonesia yang
pernah memberlakukan tiga macam UUD, yaitu UUD 1945, konstitusi (UUD) RIS dan
UUD-S “50 maka dalam hal dimuatnya masalah HAM dapat dinyatakan bahawa UUD-S
“50 adalah UUD yang jauh paling lengkap meuat hak-hak dan kebebasan-kebebasan
dasar manusia yang pernah dimiliki oleh negara, dan lebih sempurna dibandingkan
dengan dua UUD yang berlaku sebelumnya. Muhammad Yamin dalam menilai terhadap
ketiga konstitusi (UUD), khususnya dalam hal dimuatnya masalah HAM menyatakan “
konstitusi RIS dan UUD-S “50 adalah satu-satunya dari konstitusi yang telah
berhasil memasukkan hak-haak asasi seperti keputusan UNO itu ke dalam piagam
konstitusi “ (M.Yamin, Proklamasi dan
Konstitusi Republik Indonesi: 29).
4.
HAM
Sesudah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Sesudah negara indonesia kembali ke UUD
45 lewat Dekrit 5 Juli 59, MPRS alam sidangnya pada tahun 1968 menilai bahwa
pelaksanaan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia selama masa Demokrasi
terpimpin sama sekali terabaikan.berbagai langkah kebijaksanaan pemerintah yang
nyata-nyata telahmelanggar HAM selalu saja dinyatakan bahwa apa yang
dilakukannya tetap dalam koridor UUD 45, dalam setiap kebijakannya mereka
selalu berdalih “atas dasar pancasila dan
UUD 45”. Semua itu bisa terjadi karena memang “tidak lengkapnya hak-hak
asasi dicantumkan dalam undang-undang dasar yang ada” (Miriam
Budiardjo,op.cit:128). Rule of Law di
indonesia masa itu sudah tidak dikenal lagi, negara indonesia bukan lagi negara
hukum sebagaimana yang tertukis dalam UUD 45, akan tetapi telah berubah bentuk
menjadi negara kekuasaan. “Guided
Democracy, it`s true meaning as is also its true name is autocracy” (Djoko
Prakoso, Ibid.,), demikian ditegaskan oleh seorang peninjau dari The International Commission of Jurist
yang datang ke jakartapada tahun 1963.
Keprihatinan MPR-S terhadap pelaksanaan
HAM pada masa rezim Bung Karno seperti di atas akhirnya dimasukkan ke dalam
salah satu agenda sidang MPR-S. Dan untuk menindak lanjutinya majlis membentuk
suatu panitia yang diberi tugas menyusun “Rancangan
Piagam Hak-Hak Asasi Manusia dan Hak-Hak serta Kewajiban Warganegara”.
Setelah terumuskan dengan baik kemudian dibahas dalam sidang MPR-S ke V tahun
1968. Namun ironisnya setelah dibahas ternyata tidak dapat ditemukan kata
sepakat untuk diangkatnya rancangan tersebut menjadikat menjadi ketetapan
MPR-S. Dengan demikian mengenai masalah jaminan konstitusional tentang hak-hak
asasi manusia di negara repubik indonesia dibawah naungan UUD 45 tidak ada
perubahan sedikitpun, atau bahkan dapat dikatakan terjadi kemunduran kalau
harus dibandingkan dengan kedua konstitusi lainnya pernah dimiliki oleh bangsa
indonesia, yaitu konstitusi RIS dan UUD “50.
Pada periode kepemimpinan presiden
Suharto selama 32 tahun pelaksanaan dan perlindungan hak-hak asasi
manusia/warga negara dalam berbagai aspeknya sama sekali diabaikan. Dunia
politik dikekangnya demikian rupa. Hanya ada tiga oranisasi politik yang
diberikan hak hidup, yaitu Golkar, PPP, PDI, PDI, dan hak itupun tidak lepas
dari pengendalian sepenuhnya oleh pemerintaha, dimana secara operasional kekang
kendali ini dilakukan oleh menteri dalam negeri yang berperan sebagai pembina
politik dalam negeri. Dalam dunia perburuhan hanya ada satu oraganisasi buruh
yangdi beri hak hidup, yaitu SPSI yang keberadaannya tidak bisa dilepaskan dari
campur tangan pemerintah. Dalam pers dibuat berbagai aturan yang demikian
mencincang kebebasan pers, seperti adanyahak Breidel (memberangus) oleh
pemerintah, adanya UU tentang SIUPP dan sebagainya. Menelikung orang-orang yang
di anggap “berbahaya” bagi pemerintah dalam melakukan aktifitas ekonomi,
seperti dalam bentuk dilarangnya bank-bank untuk memberikan/ menyalurkan kredit
kepada mereka. Tragedi yang sangat memilukan dimana sekian banyak anak bangsa
menjadi korban semena-mena, sepeti khasus tragedi tanjung priok, talangsari
lampung, korban DOM di aceh, kasus nipah di madura, pelaksanaan pemilu yang
membuldoser secara kasar partai-partai yang bersebrangan dengan pemerintah dan
sebagainya nyata-nyata merupakan pelanggaran HAM yang sangat besar yang tidak
dapat dihapuskan begitu saja.
Gerakan reformasi indonesia yang
mencita-citakan terwujudnya demokratisasi dalam seluruh bidang kehidupan,
tegaknya supremasi hukum dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia pada
tahun 1998 telah berhasil meruntuhkan pemerintah presiden Suharto yang dikenal
sebagai pemerintahan yang sangat represif serta mengabaikan hak-hak asasi
manusia/warganegara.
Di bawah kepemimpinan presiden
B..Habibie demokratisasi dari penegakan hak-hak asasi manusia mulai digerakkan.
Dengan dikeluarkannya UU tentang HAM, yaitu UU nomor 39 tahun 1999 (lihat
lampiran) maka berbagai hak asasi manusia dibuka lebar-lebar, seperti hak
mengeluarkan pendapat, hak berkumpul dan berserikat dsb. Kesempatan emas ini
dimanfaatkan oleh masyarakat dengan sebaik-baiknya. Kalau semula partai politik
hanya tiga buah, pada masa periode Habibie muncul ratusan partai politik, yang
diantaranya ada 48 partai politik yang berhak ikut serta dalam pemilihan umum
pada tahun 1998. Organisasi buruh semula hanya ada satu, yaitu serikat pekerja
seluruh indonesia (SPSI), sekarang ini ada sekian banyak serikat pekerja. Hak
kekang (breidel) yang dimiliki pemerintah terhadap surat kabar yang dianggap
nakal kini telah dicabut, demikian juga SIUPP (surat izin usaha penerbitan
persuratkabaran) yang sangat ditakutkan oleh perusahan penerbitan sebab setiap
saat bisa dicabut oleh pemerintah sekarang ini telah ditiadakan. Demikian juga
pemerintah telah mensahkan berdirinya komisi nisional hak-hak asasi manusia
(komnas HAM) dengan tugas mengawasi terhadap berbagai pelanggaran HAM serta merekomendasinya
untuk tindakan lanjuti oleh pemerintah dalam bentuk penuntutan dan sebagainya.
Dan pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid telah diterbitkan UU tentang
pengadilan HAM nomor 26 tahun 2000.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari materi di atas dapat saya
simpulkan:
1. Hak asasi
manusia dalam islam tujuannya untuk kepentingan manusia dan manusia mempunya
hak kebebasan tanpa memandang laki-laki dan perempuan karena tugas yang diemban
tidak akan terwujud tanpa ada kebebasan dan kebebasan tidak terwujud tanpa
adanya tanggung jawab itu sendiri.
2. Diawali dengan
tidak adanya persamaan antara golongan
atas dan golongan bawah secara tidak langsung itu semua tidak adil maka untuk
mewujudkan asas persamaan itu dan lahirnya teori kontra sosial dengan gagasan
tentang hak-hak dasar kebebasan dan persamaan setelah itu perkembangan ham
selanjutnya dipertegas bahwa manusia merdeka sejak di dalam kandungan maka
tidak pantas sesudah lahir dia dibelenggu.
3. Manusia
ditakdirkan mempunyai hak didalam kandungan sampai dia lahir dan mempunyai hak
hidup untuk tidak disiksa karena mereka mempunyai hak kebebasan pribadi karena
dipasal 21 yang berbunyi setiap orang berhak atas keutuhan pribadi baik rohani
maupun jasmani bagi semua orang tidak membeda bedakan antara yang satu dengan
yang lain seperti hak wanita dan anak.
4. Ham merupakan
pengumpulan penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara atau pengumpul
politik dan etika yang erat, hubungannya dengan harkat dan martabat manusia
untuk menegakkan ham sudah semakin kuat baik dalam negeri maupun melalui
tekanan dunia internasional. Namun masih banyak tantangan yang dihadapi untuk
itu perlu adanya dukungan dari semua pihak agar penegakan ham bergerak kearah
positi.
B.
Saran
Setelah membaca
makalah ini sebaiknya kita sebagai mahasiswa harus saling menghargai hak-hak
orang lain sebelum hak kita dihargai oleh orang lain jadi dalam menjaga ham
kita harus mengimbangi dan menyelaraskan ham kita dengan orang lain.
[1]
Hj. waqiatul masrurah, Buku Ajar CIVIC
EDUCATION, (surabaya: Sasabila Putra Pratama, 2013), hlm. 83
[2]
Ibid
[4] MUATHAFA KAMAL PASHA, pendidikan kewarganegaraan (jogjakarta: CITRA KARSA MANDIRI,
2002),hlm. 135
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunianya.
Sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ HAM” dengan
mudah walaupun masih ada sedikit kesulitn dalam penyelesaian makalah.
Rasa
terimakasih kami haturkan kepada dosen pengampu mata kulih” pendidikan
kewararganegaraan” sehingga makalah ini dapat di selesaikan dengan baik.
Dimakalah ini, penulis berusaha semaksimal mungkin dan sangat berharap agar
pembaca mengerti, paham dan dapat menambah informasi tentang HAM. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu diharapkan
demi kesempurnaan makalah ini dan pada intinya untuk memperbaiki kekurangan
agar dapat membuat makalah lebih baik.
Pamekasan 05 November 2016
Penulis
BAB
1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Untuk
dapat menjalankan tugas dan fungsi manusia sebagai pemimpin, setiap manusia
harus mengerti terlebih dahulu hak-hak dasar yang melekat pada dirinya seperti
kebebasan, persamaan, perlindungan. Hak-hak tersebut bukan merupakan pemberian
seseorang, organisasi atau negara tapi adalah anugrah Allah SWT yang sudah
dibawanya sejak lahir kealam dunia. Hak-hak itulah yang di sebut dengan hak
asasi manusia. Tampa memahami hak-hak tersebut mustahil seseorang dapat
menjalankan tugas serta kewajibannya sebagai khalifah tuhan.
Dalam
sudut pandang islam hak asasi manusia sudah diatur berdasarkan atau pedoman
pada Al-qur’an dan Hadits. Karena Al-Qur’an dan Hadits merupakan pedoman fidup
bagi seluruh manusia yang ada dibumi ini pada umumnya dan bagi ummat islam pada
khususnya. Oleh karena itu ummat manusia pada umumnya dan ummat islam pada
khususnya apabila tidak ingin hak-haknya dirampas oleh orang lain, maka
hendaknya ia harus mengetahui hak-haknya dan selalu memperjuangkanya selama
tidak mengambil atau melampaui batas dan hak-hak orang lain.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana
ham menurut islam?
2. Bagaimana
sejarah ham?
3. Bagaimana
UU ham?
4. Bagaimana
penegakan dan perlindungan ham?
C.
Tujuan Penelitian
1. Dapat
mengetahui bagaimana ham menurut islam
2. Dapat
mengetahui sejarah ham
3. Dapat
mengetahui UU ham
4. Dapat
mangetahui penegakan dan perlindungan ham
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Ham
Menurut Islam
1.
Pengertian HAM Dalam Pandangan Agam
Islam
Hak
asasi manusia adalah hak dasar yang memiliki manusia sejak manusia itu
dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat
kita sebagai manusia yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat
hidup sebagai manusia. Hak asasi diperoleh manusia dari penciptanya, yaitu
tuhan yang maha esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan
2.
HAM Menurut Islam
Hal
asasi manusia dalam islam tertuang jelas untuk kepentingan manusia, lewat
syari’ah islam yang diturunkan melalui wahyu. Menurut syari’ah manusia adalah
makhluk bebas yang mempunyai tugas dan tanggung jawab, dan karenanya ia juga
mempunyai hak dan kebiasaan. Dasarnya adalah keadilan yang ditegakkan atas
dasar persamaan tanpa pandang bulu. Artinya tugas yang diemban tidak akan
terwujud tanpa adanya kebebasan, sementara kebebasan secara eksistensial tidak
terwujud tanpa adanya tanggung jawab itu sendiri. Sistem HAM islam mengandung prinsip-prinsip dasar
tentang persamaan, kebebasan dan penghormatan terhadap sesama manusia.
Persamaan artinya islam memandang semua manusia sama dan mempunya kedudukan
yang sama, satu-satunya keunggulan yang dinikmati seseorang manusia atas
manusia lainnya hanya ditentukan oleh tingkat ketakwaannya. Hal ini sesuai
dengan firman Allah dalam surat Al-Hujarat ayat 13, yang artinya : “ Hal
manusi, sesungguhnya kami ciptakan kamu dari laki-laki dan perempua, dan kami
jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling
mengenal.sesungguhnya yang paling mulia diantaranya kaum adalah yang paling
takwa.[1]
B. Sejarah
HAM
Pada pakar HAM berpendapat bahwalahirnya HAM dimulai
dengan lahirnya magna charta. Piagam antara lain merencanakan bahwa raja yang
semula memiliki kekuasaan absolut ( raja yang menciptakan, hukum, tetapi dia
sendiri tidak terikat dengan huku) menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai
dapat diminta pertanggung jawabannya dimuka dimuka hukum. Dari piagam inilah
kemudian lahir doktrin bahwa raja tidak kebal hukum serta bertanggung jawab
kepada hukum.
Untuk mewujudkan asas persamaan itu, maka lahirkan
teori “kontrak sosial” J.J. Rosseao. Setelah itu kemudia disusul oleh
Mounjesqueiu dan Tomas Jefferson di AS dengan gagasan tentang hak-hak dasar dan
kebebasan dan persamaan.
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan
kemunculan the american of declaratio of indenpendence di amerika serikat yang
lahir dari semangat paham rosseau dan maunesqueiu. Jadi sekalipun di negara
kedua tokoh HAM itu yakin inggris dan perancis belum lahir rincian HAM, namun
telah muncul Amerika. Sejak inilah mulai dipertegas bahwa manusia adalah
merdeka sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidaklah masuk akal bila sesudah
lahir ia harus dibelenggu.
Selanjutnya, pada tahun 1786 lahir the French
Declaration, dimana hak-hak asasi manusia ditetapkan oleh rinci lagi yang
kemudian menghasilkan dasar-dasar negara hukum atau the rule of law.
Sejalan dengan pemikiran maka PBB memprakarsai
berdirinya sebuah komisi HAM untuk pertama kali yang diberi nama Commission on
Human Right pada tahun 1946. Komisi inilah yang kemudian menetapkan secara
terperinci beberapa hak ekonomi dan sosial, di samping hak-hak politis yaitu:
1.
Hak Hidup, kebebasan dan keamanan
pribadi (pasal 3)
2.
Larangan pembudakan (pasal 4)
3.
Larangan penganiayaan (pasal 5)
4.
Larangan penangkapan, penahanan atau
pengasingan yang sewenang-wenang (pasal 9)
5.
Hak atas pemeriksaan pengadilan yang
jujur (pasal 10)
6.
Hak atas kebebasan bergerak (pasal 13)
7. Hak
atas harta dan benda (pasal 17)
8. Hak
atas kebebasan berpikir, menyuarakan hati nurani dan beragama (pasal 180)
9. Hak
atas mengemukakan pendapat dan mencurahkan pikiran (pasal 19)
10. Hak
atas kebebasan berkumpul dan berserikat (pasal 200)
11. Hak
untuk turut serta dalam pemerintah (pasal 21)
Deklarasi
sedunia ini juga menyebutkan beberapa hak sosial dan ekonomi yang penting:
1. Hak
atas pekerjaan pasal 23
2. Hak
atas taraf hidup yang layak, termasuk makanan, pakaian, perumahan dan kesehatan
pasal 25
3. Hak
atas pendidikan pasal 26
4. Hak
kebudayaan meliputi hak untuk turut serta dalam kehidupan kebudayaan
masyarakat, ambil bagian dalam kemajuan ilmu pengetahuandan hak atas
perlindungan kepentingan moral dan material yang timbul dari hasil karya kita
seseorang dalam bidang ilmu, ksusastraan, dan seni pasal 27, ( lihat lampiran
tentang deklarasi HAM universal ).[2]
C.
UU HAM
1.
Pasal
4
Hak untuk hidup, hak untuk tidak di siksa, hak
kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak di
perbudak, hak untuk di akui sebagai
pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak di tuntut atas
dasar hukum yaang berlaku surut adalah hak manusia yang tidak dapat dikurangi
dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.
2.
Pasal
10
a.
Setiap
orang berhak membentuk suatu perkawinan yang sah.
b.
Perkawinan
yang sah hanya dapat berlangsung atas kehendak bebascaolon suami dan calon
istri yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
3.
Hak
mengembangkan diri dalam pasal II yang berbunyi
“
setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuhd dan
berkembang secara layak “.
4.
Hak
memperoleh keadilan dalam pasal 17 bagian ke-4 yang berbunyi “ setiap orang
tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan
permohonan. Pengaduan, dan gugatan, dalam perkara pidana, perdata maupun administrasi
serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai
dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang
jujur dan adil untuk memperoleh yang adil dan benar.
5.
Hak
atas kebebasan pribadi dalam pasal 21 yang berbunyi “ setiap orang berhak atas
keutuhan pribadi, baikrohani maupun jasmani, dan karena itu tidak boleh menjadi
obyek penelitian tanpa persetujuan darinya.
6.
Hak
atas rasa aman terhadap dalam pasal 30yang berbunyi “ setiap orang berhak atas
rasa aman dan tentram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk
berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
7.
Hak
atas kesejahteraan terdapat pada pasal 40 yang berbunyi “setiap orang barhak
untuk bertempat tinggal serta berkehupan yang layak “
8.
Hak turut serta dalam pemerintahan tercantum
pada pasal 44 yang berbunyi “ setiap orang baik sendiri maupun bersama-sama
berhak mengajukan pendapat, permohonan, pengaduan, dan atau usulan kepada
pemerintah dalam rangka pelaksanaan pemerintahan dalam rangka pelaksanaan pemerintahanyang
bersih, efektif dan efisien, baik dengan lisan maupun dengan tulisan dengan
ketentuan peraturan perundang undangan.
9.
Hak
wanita tercantum dalam pasal pasal 45yang berbunyi “ hak wanita dalam UU ini
adalah hak asasi manusia “.
10.
Hak
anak terdapat dalam pasal 55 yang berbunyi “ setiap anak berhak untuk beribadah
menurut agamanya. Berpikir dan berekspresi sesuai dengan tingkat intelektualitas
dan biaya di bawah ini bimbingan orang tua dan atau wali.[3]
D. Penegkan Dan
Perlindungan HAM di Indonesia
1.
HAM
dalam UUD 1945
UUD 45 disusun oleh panitia kecil perancang
undang-undang dasar yang diketahui oleh Prof.Dr.Mr. Soepomo.UUD ini disusun
oleh badan penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan indonesia(BPUPKI) pada
akhirnya masa pendudukan jepang. Dalam suasana negara dalam keadaan perang, dan
lagi pula tenggang maasa kerjanya teramat sangat singkat (kurang lebih 10
hari),oleh karena itu dapat dimaklumi kalau UUD 1945 hanya memuat37 pasal yang
sifatnya masih sangat umum. Dan untuk mengatasi masalah tersebut hampir
sebagian besar pasal-pasalnya selalu diakhiri dengan kalimat “... ditetapkan
dengan Undang-Undang” atau “.... dan
diatur dengan Undang-Undang.
Pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia dalam UUD
45hanya mencantumkan beberapa pasal saja. Hal merumuskan “Universal Declaration
of Human Rights”. Untuk itu makan bahan yang dijadikan sebagai rujukan dan
panduan untuk merumuskan masalah HAM pada saat itu adalah “Declaration des Droit de L’Homme et du Citoyrn” dari perancisi dan
“ Declaration of Independence” dari
Amerika Serikat.
menghadapi persoalan seperti initimbul perbedaan
pandangan dan penilaian. Beberapa tokoh anggota badan penyelidik menilai bahwa
masalah HAM hakikatnya adalah produk
dari faham Individualisme dan Liberalisme, dan oleh karena itu mereka
berkeberatan kalau masalah HAM ini dimasukkan ke dalam UUD, karena
ketergantungan dengan asas kekeluargaan. Sementara yang lain berpendapat bahwa
masalah HAM adalah masalah kemanusian yang bersifat universal. Kelompok yang
menolak dicantumkannya pasal-pasal yang mengatur hak-hak asasi warganegara ini
ditokohi antara lain oleh Bung Karno dan Dr.Soepomo. dalam pidatonya yang
sedang menyoroti masalah HAM Bung Karno menyatakan “... jika kita betul- betul
hendak mendasarkan negara kita kepada faham kekeluargaan, faham tolong
menolong, faham gotong royong, dan keadilan sosial, enyahkanlah tiap-tiap
pikiran, tiap-tiap faham individualisme dan liberalisme dari padanya” (Muhammad
Yamin: 297). Demikian pula pendapat Dr.Soepomo ketika menjawab pertanyaan
Mr.Maria Ulfa Santoso, salah seorang anggota
BPUPKI di dalam sidang badan penyelidik pada tanggal 13juli 45 yang
mempertanyakan apakah tidak dianggap perlu hak-hak dasar dimasukkan ke dalam
UUD, dijawabnya bahwa ” ini tidakperlu karena negara Indonesia berdasarkan atas
Kedaulatan Rakyat” (Idem: 167). Sementara kelompok lain yang ditokohi antara
lain oleh Hatta dan Muhammad Yamin tetap memandang perlu dicantumkannya hak-hak
asasi manusia ke dalam UUD tanpa harus kehilangan identitasnya selaku negara
yang bersifat integralistik, negara yang menjujung tinggi asas kekeluargaan.
Sebab dikhawatirkan dengan tidak dicantumkannya jaminan hak-hak asasi manusia
memungkinkan negara akan menjurus ke arah negara kekuasaan (Machtsstaat). Hatta
mengatakan “Hendaklah kita memperhatikan syarat-syarat supaya negara yang kita
bikin jangan menjadi negara kekuasan. Kita menghendaki negara pengurus, kita
membangun masyarakat baru berdasarkan gotaong royong, usaha bersama; tujuan
kita ialah memperbaharui masayarakat. Di sebelah itu, janganlah kita memberikan
kekuasaan yang tidak terbatas kepada negara untuk menjadikan di atas negara baru
itu suatu negara kekuasaan. Oleh sebab itu ada baiknya dalam salah satu pasal,
misalnya pasal yang mengenai warganegara, disebutkan juga di sebelah hak yang
sudah diberikan kepadanya, misalnya tiap-tiap warganegara rakyat Indonesia,
jangan takut mengeluarkan suaranya. Yang perlu disebut disini hak untuk
berkumpul dan bersidang atau surat-menyurat dan lain-lain” (Idem: 299).
Pembahasan mengenai perlu atau tidaknya hak-hak
asasi warganegara dimasukkan ke dalam UUD 45 sebagaimana di atas pada akhirnya
tercapai dan dapat dirumuskan melalui semacam kompromi antara kedua belah pihak
seperti yang terformulasikan dalam tujuh buah pasal, yaitu pasal
27,28,29,30,31,33 dan pasal 34 pada UUD 45.
2.
HAM
dalam konstituasi RIS
Pada waktu bangsa indonesia memasuki babakan baru,
yaitu ketika negara indonesia berbentuk serikat, maka UUD di gunakannya adalah
UUD ysng baru, yang boleh terkenal dengan sebutan konstitusi RIS. Sewaktu para
perumus konstitusi tengah membahas masalah hak-hak asasi warganegara, mereka
menyadari sepenuhnya betapa perlunya menuangkan hak-hak asasi warganegara
secara lebih terperinci lagi, yang dapat mencakup seluruh aspek hak-hak dasar
yang semestinya dimiliki oleh setiap warganegarai.
Seajarah telah membuktikan bahwa ternyata masalah
hak-hak asasi manusiabukan muncul dari faham individualisme dan liberalisme
sebagaimana yang pernah dicurigai oleh sementara pihak pada awalnya
kemerdekaan. Hal ini dibuktikan dengan diterimanya “Deklarasi Hak-Hak Asasi se
Dunia” oleh mayoritas anggota perserikatan bangsa-bangsa. Hal ini menambah
kesadaran para perumusan konstitusi RIS bahwa masalah hak-hak asasi manusia
yang dituangkan ke dalam konstitusi harus jauh lebih sempurna dibandingkan
dengan apa yang termuat dalam UUD 45.
3.
HAM
Dalam UUD-S tahun 1950
UUD-Spada hakikatnya adalah merupakan penjelmaan
dari konstitusi RIS setelah terlebih dahulu direvisi agar cocok diterapkan
dalam bangunan negara yang berbentuk negara kesatuan. Oleh karena dapat
dimaklumi kalau pasal-pasal yang memuat hak-hak asasi manusia dalam UUD-S “50 hampir
serupa dengan pasal-pasal yang terdapat dalam konstitusi RIS. Bahkan masih
ditambah satu pasal lagi, hingga jumlahnya menjadi 28 pasal seperti yang memuat
dalam bagian V tentang “Hak-Hak dan kebebasan-kebebasan dasar manusia” mulai
dari pasal 7 hingga dengan pasal 34.
Dari pengalaman negara republik indonesia yang
pernah memberlakukan tiga macam UUD, yaitu UUD 1945, konstitusi (UUD) RIS dan
UUD-S “50 maka dalam hal dimuatnya masalah HAM dapat dinyatakan bahawa UUD-S
“50 adalah UUD yang jauh paling lengkap meuat hak-hak dan kebebasan-kebebasan
dasar manusia yang pernah dimiliki oleh negara, dan lebih sempurna dibandingkan
dengan dua UUD yang berlaku sebelumnya. Muhammad Yamin dalam menilai terhadap
ketiga konstitusi (UUD), khususnya dalam hal dimuatnya masalah HAM menyatakan “
konstitusi RIS dan UUD-S “50 adalah satu-satunya dari konstitusi yang telah
berhasil memasukkan hak-haak asasi seperti keputusan UNO itu ke dalam piagam
konstitusi “ (M.Yamin, Proklamasi dan
Konstitusi Republik Indonesi: 29).
4.
HAM
Sesudah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Sesudah negara indonesia kembali ke UUD
45 lewat Dekrit 5 Juli 59, MPRS alam sidangnya pada tahun 1968 menilai bahwa
pelaksanaan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia selama masa Demokrasi
terpimpin sama sekali terabaikan.berbagai langkah kebijaksanaan pemerintah yang
nyata-nyata telahmelanggar HAM selalu saja dinyatakan bahwa apa yang
dilakukannya tetap dalam koridor UUD 45, dalam setiap kebijakannya mereka
selalu berdalih “atas dasar pancasila dan
UUD 45”. Semua itu bisa terjadi karena memang “tidak lengkapnya hak-hak
asasi dicantumkan dalam undang-undang dasar yang ada” (Miriam
Budiardjo,op.cit:128). Rule of Law di
indonesia masa itu sudah tidak dikenal lagi, negara indonesia bukan lagi negara
hukum sebagaimana yang tertukis dalam UUD 45, akan tetapi telah berubah bentuk
menjadi negara kekuasaan. “Guided
Democracy, it`s true meaning as is also its true name is autocracy” (Djoko
Prakoso, Ibid.,), demikian ditegaskan oleh seorang peninjau dari The International Commission of Jurist
yang datang ke jakartapada tahun 1963.
Keprihatinan MPR-S terhadap pelaksanaan
HAM pada masa rezim Bung Karno seperti di atas akhirnya dimasukkan ke dalam
salah satu agenda sidang MPR-S. Dan untuk menindak lanjutinya majlis membentuk
suatu panitia yang diberi tugas menyusun “Rancangan
Piagam Hak-Hak Asasi Manusia dan Hak-Hak serta Kewajiban Warganegara”.
Setelah terumuskan dengan baik kemudian dibahas dalam sidang MPR-S ke V tahun
1968. Namun ironisnya setelah dibahas ternyata tidak dapat ditemukan kata
sepakat untuk diangkatnya rancangan tersebut menjadikat menjadi ketetapan
MPR-S. Dengan demikian mengenai masalah jaminan konstitusional tentang hak-hak
asasi manusia di negara repubik indonesia dibawah naungan UUD 45 tidak ada
perubahan sedikitpun, atau bahkan dapat dikatakan terjadi kemunduran kalau
harus dibandingkan dengan kedua konstitusi lainnya pernah dimiliki oleh bangsa
indonesia, yaitu konstitusi RIS dan UUD “50.
Pada periode kepemimpinan presiden
Suharto selama 32 tahun pelaksanaan dan perlindungan hak-hak asasi
manusia/warga negara dalam berbagai aspeknya sama sekali diabaikan. Dunia
politik dikekangnya demikian rupa. Hanya ada tiga oranisasi politik yang
diberikan hak hidup, yaitu Golkar, PPP, PDI, PDI, dan hak itupun tidak lepas
dari pengendalian sepenuhnya oleh pemerintaha, dimana secara operasional kekang
kendali ini dilakukan oleh menteri dalam negeri yang berperan sebagai pembina
politik dalam negeri. Dalam dunia perburuhan hanya ada satu oraganisasi buruh
yangdi beri hak hidup, yaitu SPSI yang keberadaannya tidak bisa dilepaskan dari
campur tangan pemerintah. Dalam pers dibuat berbagai aturan yang demikian
mencincang kebebasan pers, seperti adanyahak Breidel (memberangus) oleh
pemerintah, adanya UU tentang SIUPP dan sebagainya. Menelikung orang-orang yang
di anggap “berbahaya” bagi pemerintah dalam melakukan aktifitas ekonomi,
seperti dalam bentuk dilarangnya bank-bank untuk memberikan/ menyalurkan kredit
kepada mereka. Tragedi yang sangat memilukan dimana sekian banyak anak bangsa
menjadi korban semena-mena, sepeti khasus tragedi tanjung priok, talangsari
lampung, korban DOM di aceh, kasus nipah di madura, pelaksanaan pemilu yang
membuldoser secara kasar partai-partai yang bersebrangan dengan pemerintah dan
sebagainya nyata-nyata merupakan pelanggaran HAM yang sangat besar yang tidak
dapat dihapuskan begitu saja.
Gerakan reformasi indonesia yang
mencita-citakan terwujudnya demokratisasi dalam seluruh bidang kehidupan,
tegaknya supremasi hukum dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia pada
tahun 1998 telah berhasil meruntuhkan pemerintah presiden Suharto yang dikenal
sebagai pemerintahan yang sangat represif serta mengabaikan hak-hak asasi
manusia/warganegara.
Di bawah kepemimpinan presiden
B..Habibie demokratisasi dari penegakan hak-hak asasi manusia mulai digerakkan.
Dengan dikeluarkannya UU tentang HAM, yaitu UU nomor 39 tahun 1999 (lihat
lampiran) maka berbagai hak asasi manusia dibuka lebar-lebar, seperti hak
mengeluarkan pendapat, hak berkumpul dan berserikat dsb. Kesempatan emas ini
dimanfaatkan oleh masyarakat dengan sebaik-baiknya. Kalau semula partai politik
hanya tiga buah, pada masa periode Habibie muncul ratusan partai politik, yang
diantaranya ada 48 partai politik yang berhak ikut serta dalam pemilihan umum
pada tahun 1998. Organisasi buruh semula hanya ada satu, yaitu serikat pekerja
seluruh indonesia (SPSI), sekarang ini ada sekian banyak serikat pekerja. Hak
kekang (breidel) yang dimiliki pemerintah terhadap surat kabar yang dianggap
nakal kini telah dicabut, demikian juga SIUPP (surat izin usaha penerbitan
persuratkabaran) yang sangat ditakutkan oleh perusahan penerbitan sebab setiap
saat bisa dicabut oleh pemerintah sekarang ini telah ditiadakan. Demikian juga
pemerintah telah mensahkan berdirinya komisi nisional hak-hak asasi manusia
(komnas HAM) dengan tugas mengawasi terhadap berbagai pelanggaran HAM serta merekomendasinya
untuk tindakan lanjuti oleh pemerintah dalam bentuk penuntutan dan sebagainya.
Dan pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid telah diterbitkan UU tentang
pengadilan HAM nomor 26 tahun 2000.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari materi di atas dapat saya
simpulkan:
1. Hak asasi
manusia dalam islam tujuannya untuk kepentingan manusia dan manusia mempunya
hak kebebasan tanpa memandang laki-laki dan perempuan karena tugas yang diemban
tidak akan terwujud tanpa ada kebebasan dan kebebasan tidak terwujud tanpa
adanya tanggung jawab itu sendiri.
2. Diawali dengan
tidak adanya persamaan antara golongan
atas dan golongan bawah secara tidak langsung itu semua tidak adil maka untuk
mewujudkan asas persamaan itu dan lahirnya teori kontra sosial dengan gagasan
tentang hak-hak dasar kebebasan dan persamaan setelah itu perkembangan ham
selanjutnya dipertegas bahwa manusia merdeka sejak di dalam kandungan maka
tidak pantas sesudah lahir dia dibelenggu.
3. Manusia
ditakdirkan mempunyai hak didalam kandungan sampai dia lahir dan mempunyai hak
hidup untuk tidak disiksa karena mereka mempunyai hak kebebasan pribadi karena
dipasal 21 yang berbunyi setiap orang berhak atas keutuhan pribadi baik rohani
maupun jasmani bagi semua orang tidak membeda bedakan antara yang satu dengan
yang lain seperti hak wanita dan anak.
4. Ham merupakan
pengumpulan penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara atau pengumpul
politik dan etika yang erat, hubungannya dengan harkat dan martabat manusia
untuk menegakkan ham sudah semakin kuat baik dalam negeri maupun melalui
tekanan dunia internasional. Namun masih banyak tantangan yang dihadapi untuk
itu perlu adanya dukungan dari semua pihak agar penegakan ham bergerak kearah
positi.
B.
Saran
Setelah membaca
makalah ini sebaiknya kita sebagai mahasiswa harus saling menghargai hak-hak
orang lain sebelum hak kita dihargai oleh orang lain jadi dalam menjaga ham
kita harus mengimbangi dan menyelaraskan ham kita dengan orang lain.
[1]
Hj. waqiatul masrurah, Buku Ajar CIVIC
EDUCATION, (surabaya: Sasabila Putra Pratama, 2013), hlm. 83
[2]
Ibid
[4] MUATHAFA KAMAL PASHA, pendidikan kewarganegaraan (jogjakarta: CITRA KARSA MANDIRI,
2002),hlm. 135
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunianya.
Sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ HAM” dengan
mudah walaupun masih ada sedikit kesulitn dalam penyelesaian makalah.
Rasa
terimakasih kami haturkan kepada dosen pengampu mata kulih” pendidikan
kewararganegaraan” sehingga makalah ini dapat di selesaikan dengan baik.
Dimakalah ini, penulis berusaha semaksimal mungkin dan sangat berharap agar
pembaca mengerti, paham dan dapat menambah informasi tentang HAM. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu diharapkan
demi kesempurnaan makalah ini dan pada intinya untuk memperbaiki kekurangan
agar dapat membuat makalah lebih baik.
Pamekasan 05 November 2016
Penulis
BAB
1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Untuk
dapat menjalankan tugas dan fungsi manusia sebagai pemimpin, setiap manusia
harus mengerti terlebih dahulu hak-hak dasar yang melekat pada dirinya seperti
kebebasan, persamaan, perlindungan. Hak-hak tersebut bukan merupakan pemberian
seseorang, organisasi atau negara tapi adalah anugrah Allah SWT yang sudah
dibawanya sejak lahir kealam dunia. Hak-hak itulah yang di sebut dengan hak
asasi manusia. Tampa memahami hak-hak tersebut mustahil seseorang dapat
menjalankan tugas serta kewajibannya sebagai khalifah tuhan.
Dalam
sudut pandang islam hak asasi manusia sudah diatur berdasarkan atau pedoman
pada Al-qur’an dan Hadits. Karena Al-Qur’an dan Hadits merupakan pedoman fidup
bagi seluruh manusia yang ada dibumi ini pada umumnya dan bagi ummat islam pada
khususnya. Oleh karena itu ummat manusia pada umumnya dan ummat islam pada
khususnya apabila tidak ingin hak-haknya dirampas oleh orang lain, maka
hendaknya ia harus mengetahui hak-haknya dan selalu memperjuangkanya selama
tidak mengambil atau melampaui batas dan hak-hak orang lain.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana
ham menurut islam?
2. Bagaimana
sejarah ham?
3. Bagaimana
UU ham?
4. Bagaimana
penegakan dan perlindungan ham?
C.
Tujuan Penelitian
1. Dapat
mengetahui bagaimana ham menurut islam
2. Dapat
mengetahui sejarah ham
3. Dapat
mengetahui UU ham
4. Dapat
mangetahui penegakan dan perlindungan ham
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Ham
Menurut Islam
1.
Pengertian HAM Dalam Pandangan Agam
Islam
Hak
asasi manusia adalah hak dasar yang memiliki manusia sejak manusia itu
dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat
kita sebagai manusia yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat
hidup sebagai manusia. Hak asasi diperoleh manusia dari penciptanya, yaitu
tuhan yang maha esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan
2.
HAM Menurut Islam
Hal
asasi manusia dalam islam tertuang jelas untuk kepentingan manusia, lewat
syari’ah islam yang diturunkan melalui wahyu. Menurut syari’ah manusia adalah
makhluk bebas yang mempunyai tugas dan tanggung jawab, dan karenanya ia juga
mempunyai hak dan kebiasaan. Dasarnya adalah keadilan yang ditegakkan atas
dasar persamaan tanpa pandang bulu. Artinya tugas yang diemban tidak akan
terwujud tanpa adanya kebebasan, sementara kebebasan secara eksistensial tidak
terwujud tanpa adanya tanggung jawab itu sendiri. Sistem HAM islam mengandung prinsip-prinsip dasar
tentang persamaan, kebebasan dan penghormatan terhadap sesama manusia.
Persamaan artinya islam memandang semua manusia sama dan mempunya kedudukan
yang sama, satu-satunya keunggulan yang dinikmati seseorang manusia atas
manusia lainnya hanya ditentukan oleh tingkat ketakwaannya. Hal ini sesuai
dengan firman Allah dalam surat Al-Hujarat ayat 13, yang artinya : “ Hal
manusi, sesungguhnya kami ciptakan kamu dari laki-laki dan perempua, dan kami
jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling
mengenal.sesungguhnya yang paling mulia diantaranya kaum adalah yang paling
takwa.[1]
B. Sejarah
HAM
Pada pakar HAM berpendapat bahwalahirnya HAM dimulai
dengan lahirnya magna charta. Piagam antara lain merencanakan bahwa raja yang
semula memiliki kekuasaan absolut ( raja yang menciptakan, hukum, tetapi dia
sendiri tidak terikat dengan huku) menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai
dapat diminta pertanggung jawabannya dimuka dimuka hukum. Dari piagam inilah
kemudian lahir doktrin bahwa raja tidak kebal hukum serta bertanggung jawab
kepada hukum.
Untuk mewujudkan asas persamaan itu, maka lahirkan
teori “kontrak sosial” J.J. Rosseao. Setelah itu kemudia disusul oleh
Mounjesqueiu dan Tomas Jefferson di AS dengan gagasan tentang hak-hak dasar dan
kebebasan dan persamaan.
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan
kemunculan the american of declaratio of indenpendence di amerika serikat yang
lahir dari semangat paham rosseau dan maunesqueiu. Jadi sekalipun di negara
kedua tokoh HAM itu yakin inggris dan perancis belum lahir rincian HAM, namun
telah muncul Amerika. Sejak inilah mulai dipertegas bahwa manusia adalah
merdeka sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidaklah masuk akal bila sesudah
lahir ia harus dibelenggu.
Selanjutnya, pada tahun 1786 lahir the French
Declaration, dimana hak-hak asasi manusia ditetapkan oleh rinci lagi yang
kemudian menghasilkan dasar-dasar negara hukum atau the rule of law.
Sejalan dengan pemikiran maka PBB memprakarsai
berdirinya sebuah komisi HAM untuk pertama kali yang diberi nama Commission on
Human Right pada tahun 1946. Komisi inilah yang kemudian menetapkan secara
terperinci beberapa hak ekonomi dan sosial, di samping hak-hak politis yaitu:
1.
Hak Hidup, kebebasan dan keamanan
pribadi (pasal 3)
2.
Larangan pembudakan (pasal 4)
3.
Larangan penganiayaan (pasal 5)
4.
Larangan penangkapan, penahanan atau
pengasingan yang sewenang-wenang (pasal 9)
5.
Hak atas pemeriksaan pengadilan yang
jujur (pasal 10)
6.
Hak atas kebebasan bergerak (pasal 13)
7. Hak
atas harta dan benda (pasal 17)
8. Hak
atas kebebasan berpikir, menyuarakan hati nurani dan beragama (pasal 180)
9. Hak
atas mengemukakan pendapat dan mencurahkan pikiran (pasal 19)
10. Hak
atas kebebasan berkumpul dan berserikat (pasal 200)
11. Hak
untuk turut serta dalam pemerintah (pasal 21)
Deklarasi
sedunia ini juga menyebutkan beberapa hak sosial dan ekonomi yang penting:
1. Hak
atas pekerjaan pasal 23
2. Hak
atas taraf hidup yang layak, termasuk makanan, pakaian, perumahan dan kesehatan
pasal 25
3. Hak
atas pendidikan pasal 26
4. Hak
kebudayaan meliputi hak untuk turut serta dalam kehidupan kebudayaan
masyarakat, ambil bagian dalam kemajuan ilmu pengetahuandan hak atas
perlindungan kepentingan moral dan material yang timbul dari hasil karya kita
seseorang dalam bidang ilmu, ksusastraan, dan seni pasal 27, ( lihat lampiran
tentang deklarasi HAM universal ).[2]
C.
UU HAM
1.
Pasal
4
Hak untuk hidup, hak untuk tidak di siksa, hak
kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak di
perbudak, hak untuk di akui sebagai
pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak di tuntut atas
dasar hukum yaang berlaku surut adalah hak manusia yang tidak dapat dikurangi
dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.
2.
Pasal
10
a.
Setiap
orang berhak membentuk suatu perkawinan yang sah.
b.
Perkawinan
yang sah hanya dapat berlangsung atas kehendak bebascaolon suami dan calon
istri yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
3.
Hak
mengembangkan diri dalam pasal II yang berbunyi
“
setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuhd dan
berkembang secara layak “.
4.
Hak
memperoleh keadilan dalam pasal 17 bagian ke-4 yang berbunyi “ setiap orang
tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan
permohonan. Pengaduan, dan gugatan, dalam perkara pidana, perdata maupun administrasi
serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai
dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang
jujur dan adil untuk memperoleh yang adil dan benar.
5.
Hak
atas kebebasan pribadi dalam pasal 21 yang berbunyi “ setiap orang berhak atas
keutuhan pribadi, baikrohani maupun jasmani, dan karena itu tidak boleh menjadi
obyek penelitian tanpa persetujuan darinya.
6.
Hak
atas rasa aman terhadap dalam pasal 30yang berbunyi “ setiap orang berhak atas
rasa aman dan tentram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk
berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
7.
Hak
atas kesejahteraan terdapat pada pasal 40 yang berbunyi “setiap orang barhak
untuk bertempat tinggal serta berkehupan yang layak “
8.
Hak turut serta dalam pemerintahan tercantum
pada pasal 44 yang berbunyi “ setiap orang baik sendiri maupun bersama-sama
berhak mengajukan pendapat, permohonan, pengaduan, dan atau usulan kepada
pemerintah dalam rangka pelaksanaan pemerintahan dalam rangka pelaksanaan pemerintahanyang
bersih, efektif dan efisien, baik dengan lisan maupun dengan tulisan dengan
ketentuan peraturan perundang undangan.
9.
Hak
wanita tercantum dalam pasal pasal 45yang berbunyi “ hak wanita dalam UU ini
adalah hak asasi manusia “.
10.
Hak
anak terdapat dalam pasal 55 yang berbunyi “ setiap anak berhak untuk beribadah
menurut agamanya. Berpikir dan berekspresi sesuai dengan tingkat intelektualitas
dan biaya di bawah ini bimbingan orang tua dan atau wali.[3]
D. Penegkan Dan
Perlindungan HAM di Indonesia
1.
HAM
dalam UUD 1945
UUD 45 disusun oleh panitia kecil perancang
undang-undang dasar yang diketahui oleh Prof.Dr.Mr. Soepomo.UUD ini disusun
oleh badan penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan indonesia(BPUPKI) pada
akhirnya masa pendudukan jepang. Dalam suasana negara dalam keadaan perang, dan
lagi pula tenggang maasa kerjanya teramat sangat singkat (kurang lebih 10
hari),oleh karena itu dapat dimaklumi kalau UUD 1945 hanya memuat37 pasal yang
sifatnya masih sangat umum. Dan untuk mengatasi masalah tersebut hampir
sebagian besar pasal-pasalnya selalu diakhiri dengan kalimat “... ditetapkan
dengan Undang-Undang” atau “.... dan
diatur dengan Undang-Undang.
Pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia dalam UUD
45hanya mencantumkan beberapa pasal saja. Hal merumuskan “Universal Declaration
of Human Rights”. Untuk itu makan bahan yang dijadikan sebagai rujukan dan
panduan untuk merumuskan masalah HAM pada saat itu adalah “Declaration des Droit de L’Homme et du Citoyrn” dari perancisi dan
“ Declaration of Independence” dari
Amerika Serikat.
menghadapi persoalan seperti initimbul perbedaan
pandangan dan penilaian. Beberapa tokoh anggota badan penyelidik menilai bahwa
masalah HAM hakikatnya adalah produk
dari faham Individualisme dan Liberalisme, dan oleh karena itu mereka
berkeberatan kalau masalah HAM ini dimasukkan ke dalam UUD, karena
ketergantungan dengan asas kekeluargaan. Sementara yang lain berpendapat bahwa
masalah HAM adalah masalah kemanusian yang bersifat universal. Kelompok yang
menolak dicantumkannya pasal-pasal yang mengatur hak-hak asasi warganegara ini
ditokohi antara lain oleh Bung Karno dan Dr.Soepomo. dalam pidatonya yang
sedang menyoroti masalah HAM Bung Karno menyatakan “... jika kita betul- betul
hendak mendasarkan negara kita kepada faham kekeluargaan, faham tolong
menolong, faham gotong royong, dan keadilan sosial, enyahkanlah tiap-tiap
pikiran, tiap-tiap faham individualisme dan liberalisme dari padanya” (Muhammad
Yamin: 297). Demikian pula pendapat Dr.Soepomo ketika menjawab pertanyaan
Mr.Maria Ulfa Santoso, salah seorang anggota
BPUPKI di dalam sidang badan penyelidik pada tanggal 13juli 45 yang
mempertanyakan apakah tidak dianggap perlu hak-hak dasar dimasukkan ke dalam
UUD, dijawabnya bahwa ” ini tidakperlu karena negara Indonesia berdasarkan atas
Kedaulatan Rakyat” (Idem: 167). Sementara kelompok lain yang ditokohi antara
lain oleh Hatta dan Muhammad Yamin tetap memandang perlu dicantumkannya hak-hak
asasi manusia ke dalam UUD tanpa harus kehilangan identitasnya selaku negara
yang bersifat integralistik, negara yang menjujung tinggi asas kekeluargaan.
Sebab dikhawatirkan dengan tidak dicantumkannya jaminan hak-hak asasi manusia
memungkinkan negara akan menjurus ke arah negara kekuasaan (Machtsstaat). Hatta
mengatakan “Hendaklah kita memperhatikan syarat-syarat supaya negara yang kita
bikin jangan menjadi negara kekuasan. Kita menghendaki negara pengurus, kita
membangun masyarakat baru berdasarkan gotaong royong, usaha bersama; tujuan
kita ialah memperbaharui masayarakat. Di sebelah itu, janganlah kita memberikan
kekuasaan yang tidak terbatas kepada negara untuk menjadikan di atas negara baru
itu suatu negara kekuasaan. Oleh sebab itu ada baiknya dalam salah satu pasal,
misalnya pasal yang mengenai warganegara, disebutkan juga di sebelah hak yang
sudah diberikan kepadanya, misalnya tiap-tiap warganegara rakyat Indonesia,
jangan takut mengeluarkan suaranya. Yang perlu disebut disini hak untuk
berkumpul dan bersidang atau surat-menyurat dan lain-lain” (Idem: 299).
Pembahasan mengenai perlu atau tidaknya hak-hak
asasi warganegara dimasukkan ke dalam UUD 45 sebagaimana di atas pada akhirnya
tercapai dan dapat dirumuskan melalui semacam kompromi antara kedua belah pihak
seperti yang terformulasikan dalam tujuh buah pasal, yaitu pasal
27,28,29,30,31,33 dan pasal 34 pada UUD 45.
2.
HAM
dalam konstituasi RIS
Pada waktu bangsa indonesia memasuki babakan baru,
yaitu ketika negara indonesia berbentuk serikat, maka UUD di gunakannya adalah
UUD ysng baru, yang boleh terkenal dengan sebutan konstitusi RIS. Sewaktu para
perumus konstitusi tengah membahas masalah hak-hak asasi warganegara, mereka
menyadari sepenuhnya betapa perlunya menuangkan hak-hak asasi warganegara
secara lebih terperinci lagi, yang dapat mencakup seluruh aspek hak-hak dasar
yang semestinya dimiliki oleh setiap warganegarai.
Seajarah telah membuktikan bahwa ternyata masalah
hak-hak asasi manusiabukan muncul dari faham individualisme dan liberalisme
sebagaimana yang pernah dicurigai oleh sementara pihak pada awalnya
kemerdekaan. Hal ini dibuktikan dengan diterimanya “Deklarasi Hak-Hak Asasi se
Dunia” oleh mayoritas anggota perserikatan bangsa-bangsa. Hal ini menambah
kesadaran para perumusan konstitusi RIS bahwa masalah hak-hak asasi manusia
yang dituangkan ke dalam konstitusi harus jauh lebih sempurna dibandingkan
dengan apa yang termuat dalam UUD 45.
3.
HAM
Dalam UUD-S tahun 1950
UUD-Spada hakikatnya adalah merupakan penjelmaan
dari konstitusi RIS setelah terlebih dahulu direvisi agar cocok diterapkan
dalam bangunan negara yang berbentuk negara kesatuan. Oleh karena dapat
dimaklumi kalau pasal-pasal yang memuat hak-hak asasi manusia dalam UUD-S “50 hampir
serupa dengan pasal-pasal yang terdapat dalam konstitusi RIS. Bahkan masih
ditambah satu pasal lagi, hingga jumlahnya menjadi 28 pasal seperti yang memuat
dalam bagian V tentang “Hak-Hak dan kebebasan-kebebasan dasar manusia” mulai
dari pasal 7 hingga dengan pasal 34.
Dari pengalaman negara republik indonesia yang
pernah memberlakukan tiga macam UUD, yaitu UUD 1945, konstitusi (UUD) RIS dan
UUD-S “50 maka dalam hal dimuatnya masalah HAM dapat dinyatakan bahawa UUD-S
“50 adalah UUD yang jauh paling lengkap meuat hak-hak dan kebebasan-kebebasan
dasar manusia yang pernah dimiliki oleh negara, dan lebih sempurna dibandingkan
dengan dua UUD yang berlaku sebelumnya. Muhammad Yamin dalam menilai terhadap
ketiga konstitusi (UUD), khususnya dalam hal dimuatnya masalah HAM menyatakan “
konstitusi RIS dan UUD-S “50 adalah satu-satunya dari konstitusi yang telah
berhasil memasukkan hak-haak asasi seperti keputusan UNO itu ke dalam piagam
konstitusi “ (M.Yamin, Proklamasi dan
Konstitusi Republik Indonesi: 29).
4.
HAM
Sesudah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Sesudah negara indonesia kembali ke UUD
45 lewat Dekrit 5 Juli 59, MPRS alam sidangnya pada tahun 1968 menilai bahwa
pelaksanaan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia selama masa Demokrasi
terpimpin sama sekali terabaikan.berbagai langkah kebijaksanaan pemerintah yang
nyata-nyata telahmelanggar HAM selalu saja dinyatakan bahwa apa yang
dilakukannya tetap dalam koridor UUD 45, dalam setiap kebijakannya mereka
selalu berdalih “atas dasar pancasila dan
UUD 45”. Semua itu bisa terjadi karena memang “tidak lengkapnya hak-hak
asasi dicantumkan dalam undang-undang dasar yang ada” (Miriam
Budiardjo,op.cit:128). Rule of Law di
indonesia masa itu sudah tidak dikenal lagi, negara indonesia bukan lagi negara
hukum sebagaimana yang tertukis dalam UUD 45, akan tetapi telah berubah bentuk
menjadi negara kekuasaan. “Guided
Democracy, it`s true meaning as is also its true name is autocracy” (Djoko
Prakoso, Ibid.,), demikian ditegaskan oleh seorang peninjau dari The International Commission of Jurist
yang datang ke jakartapada tahun 1963.
Keprihatinan MPR-S terhadap pelaksanaan
HAM pada masa rezim Bung Karno seperti di atas akhirnya dimasukkan ke dalam
salah satu agenda sidang MPR-S. Dan untuk menindak lanjutinya majlis membentuk
suatu panitia yang diberi tugas menyusun “Rancangan
Piagam Hak-Hak Asasi Manusia dan Hak-Hak serta Kewajiban Warganegara”.
Setelah terumuskan dengan baik kemudian dibahas dalam sidang MPR-S ke V tahun
1968. Namun ironisnya setelah dibahas ternyata tidak dapat ditemukan kata
sepakat untuk diangkatnya rancangan tersebut menjadikat menjadi ketetapan
MPR-S. Dengan demikian mengenai masalah jaminan konstitusional tentang hak-hak
asasi manusia di negara repubik indonesia dibawah naungan UUD 45 tidak ada
perubahan sedikitpun, atau bahkan dapat dikatakan terjadi kemunduran kalau
harus dibandingkan dengan kedua konstitusi lainnya pernah dimiliki oleh bangsa
indonesia, yaitu konstitusi RIS dan UUD “50.
Pada periode kepemimpinan presiden
Suharto selama 32 tahun pelaksanaan dan perlindungan hak-hak asasi
manusia/warga negara dalam berbagai aspeknya sama sekali diabaikan. Dunia
politik dikekangnya demikian rupa. Hanya ada tiga oranisasi politik yang
diberikan hak hidup, yaitu Golkar, PPP, PDI, PDI, dan hak itupun tidak lepas
dari pengendalian sepenuhnya oleh pemerintaha, dimana secara operasional kekang
kendali ini dilakukan oleh menteri dalam negeri yang berperan sebagai pembina
politik dalam negeri. Dalam dunia perburuhan hanya ada satu oraganisasi buruh
yangdi beri hak hidup, yaitu SPSI yang keberadaannya tidak bisa dilepaskan dari
campur tangan pemerintah. Dalam pers dibuat berbagai aturan yang demikian
mencincang kebebasan pers, seperti adanyahak Breidel (memberangus) oleh
pemerintah, adanya UU tentang SIUPP dan sebagainya. Menelikung orang-orang yang
di anggap “berbahaya” bagi pemerintah dalam melakukan aktifitas ekonomi,
seperti dalam bentuk dilarangnya bank-bank untuk memberikan/ menyalurkan kredit
kepada mereka. Tragedi yang sangat memilukan dimana sekian banyak anak bangsa
menjadi korban semena-mena, sepeti khasus tragedi tanjung priok, talangsari
lampung, korban DOM di aceh, kasus nipah di madura, pelaksanaan pemilu yang
membuldoser secara kasar partai-partai yang bersebrangan dengan pemerintah dan
sebagainya nyata-nyata merupakan pelanggaran HAM yang sangat besar yang tidak
dapat dihapuskan begitu saja.
Gerakan reformasi indonesia yang
mencita-citakan terwujudnya demokratisasi dalam seluruh bidang kehidupan,
tegaknya supremasi hukum dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia pada
tahun 1998 telah berhasil meruntuhkan pemerintah presiden Suharto yang dikenal
sebagai pemerintahan yang sangat represif serta mengabaikan hak-hak asasi
manusia/warganegara.
Di bawah kepemimpinan presiden
B..Habibie demokratisasi dari penegakan hak-hak asasi manusia mulai digerakkan.
Dengan dikeluarkannya UU tentang HAM, yaitu UU nomor 39 tahun 1999 (lihat
lampiran) maka berbagai hak asasi manusia dibuka lebar-lebar, seperti hak
mengeluarkan pendapat, hak berkumpul dan berserikat dsb. Kesempatan emas ini
dimanfaatkan oleh masyarakat dengan sebaik-baiknya. Kalau semula partai politik
hanya tiga buah, pada masa periode Habibie muncul ratusan partai politik, yang
diantaranya ada 48 partai politik yang berhak ikut serta dalam pemilihan umum
pada tahun 1998. Organisasi buruh semula hanya ada satu, yaitu serikat pekerja
seluruh indonesia (SPSI), sekarang ini ada sekian banyak serikat pekerja. Hak
kekang (breidel) yang dimiliki pemerintah terhadap surat kabar yang dianggap
nakal kini telah dicabut, demikian juga SIUPP (surat izin usaha penerbitan
persuratkabaran) yang sangat ditakutkan oleh perusahan penerbitan sebab setiap
saat bisa dicabut oleh pemerintah sekarang ini telah ditiadakan. Demikian juga
pemerintah telah mensahkan berdirinya komisi nisional hak-hak asasi manusia
(komnas HAM) dengan tugas mengawasi terhadap berbagai pelanggaran HAM serta merekomendasinya
untuk tindakan lanjuti oleh pemerintah dalam bentuk penuntutan dan sebagainya.
Dan pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid telah diterbitkan UU tentang
pengadilan HAM nomor 26 tahun 2000.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari materi di atas dapat saya
simpulkan:
1. Hak asasi
manusia dalam islam tujuannya untuk kepentingan manusia dan manusia mempunya
hak kebebasan tanpa memandang laki-laki dan perempuan karena tugas yang diemban
tidak akan terwujud tanpa ada kebebasan dan kebebasan tidak terwujud tanpa
adanya tanggung jawab itu sendiri.
2. Diawali dengan
tidak adanya persamaan antara golongan
atas dan golongan bawah secara tidak langsung itu semua tidak adil maka untuk
mewujudkan asas persamaan itu dan lahirnya teori kontra sosial dengan gagasan
tentang hak-hak dasar kebebasan dan persamaan setelah itu perkembangan ham
selanjutnya dipertegas bahwa manusia merdeka sejak di dalam kandungan maka
tidak pantas sesudah lahir dia dibelenggu.
3. Manusia
ditakdirkan mempunyai hak didalam kandungan sampai dia lahir dan mempunyai hak
hidup untuk tidak disiksa karena mereka mempunyai hak kebebasan pribadi karena
dipasal 21 yang berbunyi setiap orang berhak atas keutuhan pribadi baik rohani
maupun jasmani bagi semua orang tidak membeda bedakan antara yang satu dengan
yang lain seperti hak wanita dan anak.
4. Ham merupakan
pengumpulan penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara atau pengumpul
politik dan etika yang erat, hubungannya dengan harkat dan martabat manusia
untuk menegakkan ham sudah semakin kuat baik dalam negeri maupun melalui
tekanan dunia internasional. Namun masih banyak tantangan yang dihadapi untuk
itu perlu adanya dukungan dari semua pihak agar penegakan ham bergerak kearah
positi.
B.
Saran
Setelah membaca
makalah ini sebaiknya kita sebagai mahasiswa harus saling menghargai hak-hak
orang lain sebelum hak kita dihargai oleh orang lain jadi dalam menjaga ham
kita harus mengimbangi dan menyelaraskan ham kita dengan orang lain.
[1]
Hj. waqiatul masrurah, Buku Ajar CIVIC
EDUCATION, (surabaya: Sasabila Putra Pratama, 2013), hlm. 83
[2]
Ibid
[4] MUATHAFA KAMAL PASHA, pendidikan kewarganegaraan (jogjakarta: CITRA KARSA MANDIRI,
2002),hlm. 135
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunianya.
Sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ HAM” dengan
mudah walaupun masih ada sedikit kesulitn dalam penyelesaian makalah.
Rasa
terimakasih kami haturkan kepada dosen pengampu mata kulih” pendidikan
kewararganegaraan” sehingga makalah ini dapat di selesaikan dengan baik.
Dimakalah ini, penulis berusaha semaksimal mungkin dan sangat berharap agar
pembaca mengerti, paham dan dapat menambah informasi tentang HAM. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu diharapkan
demi kesempurnaan makalah ini dan pada intinya untuk memperbaiki kekurangan
agar dapat membuat makalah lebih baik.
Pamekasan 05 November 2016
Penulis
BAB
1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Untuk
dapat menjalankan tugas dan fungsi manusia sebagai pemimpin, setiap manusia
harus mengerti terlebih dahulu hak-hak dasar yang melekat pada dirinya seperti
kebebasan, persamaan, perlindungan. Hak-hak tersebut bukan merupakan pemberian
seseorang, organisasi atau negara tapi adalah anugrah Allah SWT yang sudah
dibawanya sejak lahir kealam dunia. Hak-hak itulah yang di sebut dengan hak
asasi manusia. Tampa memahami hak-hak tersebut mustahil seseorang dapat
menjalankan tugas serta kewajibannya sebagai khalifah tuhan.
Dalam
sudut pandang islam hak asasi manusia sudah diatur berdasarkan atau pedoman
pada Al-qur’an dan Hadits. Karena Al-Qur’an dan Hadits merupakan pedoman fidup
bagi seluruh manusia yang ada dibumi ini pada umumnya dan bagi ummat islam pada
khususnya. Oleh karena itu ummat manusia pada umumnya dan ummat islam pada
khususnya apabila tidak ingin hak-haknya dirampas oleh orang lain, maka
hendaknya ia harus mengetahui hak-haknya dan selalu memperjuangkanya selama
tidak mengambil atau melampaui batas dan hak-hak orang lain.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana
ham menurut islam?
2. Bagaimana
sejarah ham?
3. Bagaimana
UU ham?
4. Bagaimana
penegakan dan perlindungan ham?
C.
Tujuan Penelitian
1. Dapat
mengetahui bagaimana ham menurut islam
2. Dapat
mengetahui sejarah ham
3. Dapat
mengetahui UU ham
4. Dapat
mangetahui penegakan dan perlindungan ham
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Ham
Menurut Islam
1.
Pengertian HAM Dalam Pandangan Agam
Islam
Hak
asasi manusia adalah hak dasar yang memiliki manusia sejak manusia itu
dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat
kita sebagai manusia yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat
hidup sebagai manusia. Hak asasi diperoleh manusia dari penciptanya, yaitu
tuhan yang maha esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan
2.
HAM Menurut Islam
Hal
asasi manusia dalam islam tertuang jelas untuk kepentingan manusia, lewat
syari’ah islam yang diturunkan melalui wahyu. Menurut syari’ah manusia adalah
makhluk bebas yang mempunyai tugas dan tanggung jawab, dan karenanya ia juga
mempunyai hak dan kebiasaan. Dasarnya adalah keadilan yang ditegakkan atas
dasar persamaan tanpa pandang bulu. Artinya tugas yang diemban tidak akan
terwujud tanpa adanya kebebasan, sementara kebebasan secara eksistensial tidak
terwujud tanpa adanya tanggung jawab itu sendiri. Sistem HAM islam mengandung prinsip-prinsip dasar
tentang persamaan, kebebasan dan penghormatan terhadap sesama manusia.
Persamaan artinya islam memandang semua manusia sama dan mempunya kedudukan
yang sama, satu-satunya keunggulan yang dinikmati seseorang manusia atas
manusia lainnya hanya ditentukan oleh tingkat ketakwaannya. Hal ini sesuai
dengan firman Allah dalam surat Al-Hujarat ayat 13, yang artinya : “ Hal
manusi, sesungguhnya kami ciptakan kamu dari laki-laki dan perempua, dan kami
jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling
mengenal.sesungguhnya yang paling mulia diantaranya kaum adalah yang paling
takwa.[1]
B. Sejarah
HAM
Pada pakar HAM berpendapat bahwalahirnya HAM dimulai
dengan lahirnya magna charta. Piagam antara lain merencanakan bahwa raja yang
semula memiliki kekuasaan absolut ( raja yang menciptakan, hukum, tetapi dia
sendiri tidak terikat dengan huku) menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai
dapat diminta pertanggung jawabannya dimuka dimuka hukum. Dari piagam inilah
kemudian lahir doktrin bahwa raja tidak kebal hukum serta bertanggung jawab
kepada hukum.
Untuk mewujudkan asas persamaan itu, maka lahirkan
teori “kontrak sosial” J.J. Rosseao. Setelah itu kemudia disusul oleh
Mounjesqueiu dan Tomas Jefferson di AS dengan gagasan tentang hak-hak dasar dan
kebebasan dan persamaan.
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan
kemunculan the american of declaratio of indenpendence di amerika serikat yang
lahir dari semangat paham rosseau dan maunesqueiu. Jadi sekalipun di negara
kedua tokoh HAM itu yakin inggris dan perancis belum lahir rincian HAM, namun
telah muncul Amerika. Sejak inilah mulai dipertegas bahwa manusia adalah
merdeka sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidaklah masuk akal bila sesudah
lahir ia harus dibelenggu.
Selanjutnya, pada tahun 1786 lahir the French
Declaration, dimana hak-hak asasi manusia ditetapkan oleh rinci lagi yang
kemudian menghasilkan dasar-dasar negara hukum atau the rule of law.
Sejalan dengan pemikiran maka PBB memprakarsai
berdirinya sebuah komisi HAM untuk pertama kali yang diberi nama Commission on
Human Right pada tahun 1946. Komisi inilah yang kemudian menetapkan secara
terperinci beberapa hak ekonomi dan sosial, di samping hak-hak politis yaitu:
1.
Hak Hidup, kebebasan dan keamanan
pribadi (pasal 3)
2.
Larangan pembudakan (pasal 4)
3.
Larangan penganiayaan (pasal 5)
4.
Larangan penangkapan, penahanan atau
pengasingan yang sewenang-wenang (pasal 9)
5.
Hak atas pemeriksaan pengadilan yang
jujur (pasal 10)
6.
Hak atas kebebasan bergerak (pasal 13)
7. Hak
atas harta dan benda (pasal 17)
8. Hak
atas kebebasan berpikir, menyuarakan hati nurani dan beragama (pasal 180)
9. Hak
atas mengemukakan pendapat dan mencurahkan pikiran (pasal 19)
10. Hak
atas kebebasan berkumpul dan berserikat (pasal 200)
11. Hak
untuk turut serta dalam pemerintah (pasal 21)
Deklarasi
sedunia ini juga menyebutkan beberapa hak sosial dan ekonomi yang penting:
1. Hak
atas pekerjaan pasal 23
2. Hak
atas taraf hidup yang layak, termasuk makanan, pakaian, perumahan dan kesehatan
pasal 25
3. Hak
atas pendidikan pasal 26
4. Hak
kebudayaan meliputi hak untuk turut serta dalam kehidupan kebudayaan
masyarakat, ambil bagian dalam kemajuan ilmu pengetahuandan hak atas
perlindungan kepentingan moral dan material yang timbul dari hasil karya kita
seseorang dalam bidang ilmu, ksusastraan, dan seni pasal 27, ( lihat lampiran
tentang deklarasi HAM universal ).[2]
C.
UU HAM
1.
Pasal
4
Hak untuk hidup, hak untuk tidak di siksa, hak
kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak di
perbudak, hak untuk di akui sebagai
pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak di tuntut atas
dasar hukum yaang berlaku surut adalah hak manusia yang tidak dapat dikurangi
dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.
2.
Pasal
10
a.
Setiap
orang berhak membentuk suatu perkawinan yang sah.
b.
Perkawinan
yang sah hanya dapat berlangsung atas kehendak bebascaolon suami dan calon
istri yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
3.
Hak
mengembangkan diri dalam pasal II yang berbunyi
“
setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuhd dan
berkembang secara layak “.
4.
Hak
memperoleh keadilan dalam pasal 17 bagian ke-4 yang berbunyi “ setiap orang
tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan
permohonan. Pengaduan, dan gugatan, dalam perkara pidana, perdata maupun administrasi
serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai
dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang
jujur dan adil untuk memperoleh yang adil dan benar.
5.
Hak
atas kebebasan pribadi dalam pasal 21 yang berbunyi “ setiap orang berhak atas
keutuhan pribadi, baikrohani maupun jasmani, dan karena itu tidak boleh menjadi
obyek penelitian tanpa persetujuan darinya.
6.
Hak
atas rasa aman terhadap dalam pasal 30yang berbunyi “ setiap orang berhak atas
rasa aman dan tentram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk
berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
7.
Hak
atas kesejahteraan terdapat pada pasal 40 yang berbunyi “setiap orang barhak
untuk bertempat tinggal serta berkehupan yang layak “
8.
Hak turut serta dalam pemerintahan tercantum
pada pasal 44 yang berbunyi “ setiap orang baik sendiri maupun bersama-sama
berhak mengajukan pendapat, permohonan, pengaduan, dan atau usulan kepada
pemerintah dalam rangka pelaksanaan pemerintahan dalam rangka pelaksanaan pemerintahanyang
bersih, efektif dan efisien, baik dengan lisan maupun dengan tulisan dengan
ketentuan peraturan perundang undangan.
9.
Hak
wanita tercantum dalam pasal pasal 45yang berbunyi “ hak wanita dalam UU ini
adalah hak asasi manusia “.
10.
Hak
anak terdapat dalam pasal 55 yang berbunyi “ setiap anak berhak untuk beribadah
menurut agamanya. Berpikir dan berekspresi sesuai dengan tingkat intelektualitas
dan biaya di bawah ini bimbingan orang tua dan atau wali.[3]
D. Penegkan Dan
Perlindungan HAM di Indonesia
1.
HAM
dalam UUD 1945
UUD 45 disusun oleh panitia kecil perancang
undang-undang dasar yang diketahui oleh Prof.Dr.Mr. Soepomo.UUD ini disusun
oleh badan penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan indonesia(BPUPKI) pada
akhirnya masa pendudukan jepang. Dalam suasana negara dalam keadaan perang, dan
lagi pula tenggang maasa kerjanya teramat sangat singkat (kurang lebih 10
hari),oleh karena itu dapat dimaklumi kalau UUD 1945 hanya memuat37 pasal yang
sifatnya masih sangat umum. Dan untuk mengatasi masalah tersebut hampir
sebagian besar pasal-pasalnya selalu diakhiri dengan kalimat “... ditetapkan
dengan Undang-Undang” atau “.... dan
diatur dengan Undang-Undang.
Pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia dalam UUD
45hanya mencantumkan beberapa pasal saja. Hal merumuskan “Universal Declaration
of Human Rights”. Untuk itu makan bahan yang dijadikan sebagai rujukan dan
panduan untuk merumuskan masalah HAM pada saat itu adalah “Declaration des Droit de L’Homme et du Citoyrn” dari perancisi dan
“ Declaration of Independence” dari
Amerika Serikat.
menghadapi persoalan seperti initimbul perbedaan
pandangan dan penilaian. Beberapa tokoh anggota badan penyelidik menilai bahwa
masalah HAM hakikatnya adalah produk
dari faham Individualisme dan Liberalisme, dan oleh karena itu mereka
berkeberatan kalau masalah HAM ini dimasukkan ke dalam UUD, karena
ketergantungan dengan asas kekeluargaan. Sementara yang lain berpendapat bahwa
masalah HAM adalah masalah kemanusian yang bersifat universal. Kelompok yang
menolak dicantumkannya pasal-pasal yang mengatur hak-hak asasi warganegara ini
ditokohi antara lain oleh Bung Karno dan Dr.Soepomo. dalam pidatonya yang
sedang menyoroti masalah HAM Bung Karno menyatakan “... jika kita betul- betul
hendak mendasarkan negara kita kepada faham kekeluargaan, faham tolong
menolong, faham gotong royong, dan keadilan sosial, enyahkanlah tiap-tiap
pikiran, tiap-tiap faham individualisme dan liberalisme dari padanya” (Muhammad
Yamin: 297). Demikian pula pendapat Dr.Soepomo ketika menjawab pertanyaan
Mr.Maria Ulfa Santoso, salah seorang anggota
BPUPKI di dalam sidang badan penyelidik pada tanggal 13juli 45 yang
mempertanyakan apakah tidak dianggap perlu hak-hak dasar dimasukkan ke dalam
UUD, dijawabnya bahwa ” ini tidakperlu karena negara Indonesia berdasarkan atas
Kedaulatan Rakyat” (Idem: 167). Sementara kelompok lain yang ditokohi antara
lain oleh Hatta dan Muhammad Yamin tetap memandang perlu dicantumkannya hak-hak
asasi manusia ke dalam UUD tanpa harus kehilangan identitasnya selaku negara
yang bersifat integralistik, negara yang menjujung tinggi asas kekeluargaan.
Sebab dikhawatirkan dengan tidak dicantumkannya jaminan hak-hak asasi manusia
memungkinkan negara akan menjurus ke arah negara kekuasaan (Machtsstaat). Hatta
mengatakan “Hendaklah kita memperhatikan syarat-syarat supaya negara yang kita
bikin jangan menjadi negara kekuasan. Kita menghendaki negara pengurus, kita
membangun masyarakat baru berdasarkan gotaong royong, usaha bersama; tujuan
kita ialah memperbaharui masayarakat. Di sebelah itu, janganlah kita memberikan
kekuasaan yang tidak terbatas kepada negara untuk menjadikan di atas negara baru
itu suatu negara kekuasaan. Oleh sebab itu ada baiknya dalam salah satu pasal,
misalnya pasal yang mengenai warganegara, disebutkan juga di sebelah hak yang
sudah diberikan kepadanya, misalnya tiap-tiap warganegara rakyat Indonesia,
jangan takut mengeluarkan suaranya. Yang perlu disebut disini hak untuk
berkumpul dan bersidang atau surat-menyurat dan lain-lain” (Idem: 299).
Pembahasan mengenai perlu atau tidaknya hak-hak
asasi warganegara dimasukkan ke dalam UUD 45 sebagaimana di atas pada akhirnya
tercapai dan dapat dirumuskan melalui semacam kompromi antara kedua belah pihak
seperti yang terformulasikan dalam tujuh buah pasal, yaitu pasal
27,28,29,30,31,33 dan pasal 34 pada UUD 45.
2.
HAM
dalam konstituasi RIS
Pada waktu bangsa indonesia memasuki babakan baru,
yaitu ketika negara indonesia berbentuk serikat, maka UUD di gunakannya adalah
UUD ysng baru, yang boleh terkenal dengan sebutan konstitusi RIS. Sewaktu para
perumus konstitusi tengah membahas masalah hak-hak asasi warganegara, mereka
menyadari sepenuhnya betapa perlunya menuangkan hak-hak asasi warganegara
secara lebih terperinci lagi, yang dapat mencakup seluruh aspek hak-hak dasar
yang semestinya dimiliki oleh setiap warganegarai.
Seajarah telah membuktikan bahwa ternyata masalah
hak-hak asasi manusiabukan muncul dari faham individualisme dan liberalisme
sebagaimana yang pernah dicurigai oleh sementara pihak pada awalnya
kemerdekaan. Hal ini dibuktikan dengan diterimanya “Deklarasi Hak-Hak Asasi se
Dunia” oleh mayoritas anggota perserikatan bangsa-bangsa. Hal ini menambah
kesadaran para perumusan konstitusi RIS bahwa masalah hak-hak asasi manusia
yang dituangkan ke dalam konstitusi harus jauh lebih sempurna dibandingkan
dengan apa yang termuat dalam UUD 45.
3.
HAM
Dalam UUD-S tahun 1950
UUD-Spada hakikatnya adalah merupakan penjelmaan
dari konstitusi RIS setelah terlebih dahulu direvisi agar cocok diterapkan
dalam bangunan negara yang berbentuk negara kesatuan. Oleh karena dapat
dimaklumi kalau pasal-pasal yang memuat hak-hak asasi manusia dalam UUD-S “50 hampir
serupa dengan pasal-pasal yang terdapat dalam konstitusi RIS. Bahkan masih
ditambah satu pasal lagi, hingga jumlahnya menjadi 28 pasal seperti yang memuat
dalam bagian V tentang “Hak-Hak dan kebebasan-kebebasan dasar manusia” mulai
dari pasal 7 hingga dengan pasal 34.
Dari pengalaman negara republik indonesia yang
pernah memberlakukan tiga macam UUD, yaitu UUD 1945, konstitusi (UUD) RIS dan
UUD-S “50 maka dalam hal dimuatnya masalah HAM dapat dinyatakan bahawa UUD-S
“50 adalah UUD yang jauh paling lengkap meuat hak-hak dan kebebasan-kebebasan
dasar manusia yang pernah dimiliki oleh negara, dan lebih sempurna dibandingkan
dengan dua UUD yang berlaku sebelumnya. Muhammad Yamin dalam menilai terhadap
ketiga konstitusi (UUD), khususnya dalam hal dimuatnya masalah HAM menyatakan “
konstitusi RIS dan UUD-S “50 adalah satu-satunya dari konstitusi yang telah
berhasil memasukkan hak-haak asasi seperti keputusan UNO itu ke dalam piagam
konstitusi “ (M.Yamin, Proklamasi dan
Konstitusi Republik Indonesi: 29).
4.
HAM
Sesudah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Sesudah negara indonesia kembali ke UUD
45 lewat Dekrit 5 Juli 59, MPRS alam sidangnya pada tahun 1968 menilai bahwa
pelaksanaan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia selama masa Demokrasi
terpimpin sama sekali terabaikan.berbagai langkah kebijaksanaan pemerintah yang
nyata-nyata telahmelanggar HAM selalu saja dinyatakan bahwa apa yang
dilakukannya tetap dalam koridor UUD 45, dalam setiap kebijakannya mereka
selalu berdalih “atas dasar pancasila dan
UUD 45”. Semua itu bisa terjadi karena memang “tidak lengkapnya hak-hak
asasi dicantumkan dalam undang-undang dasar yang ada” (Miriam
Budiardjo,op.cit:128). Rule of Law di
indonesia masa itu sudah tidak dikenal lagi, negara indonesia bukan lagi negara
hukum sebagaimana yang tertukis dalam UUD 45, akan tetapi telah berubah bentuk
menjadi negara kekuasaan. “Guided
Democracy, it`s true meaning as is also its true name is autocracy” (Djoko
Prakoso, Ibid.,), demikian ditegaskan oleh seorang peninjau dari The International Commission of Jurist
yang datang ke jakartapada tahun 1963.
Keprihatinan MPR-S terhadap pelaksanaan
HAM pada masa rezim Bung Karno seperti di atas akhirnya dimasukkan ke dalam
salah satu agenda sidang MPR-S. Dan untuk menindak lanjutinya majlis membentuk
suatu panitia yang diberi tugas menyusun “Rancangan
Piagam Hak-Hak Asasi Manusia dan Hak-Hak serta Kewajiban Warganegara”.
Setelah terumuskan dengan baik kemudian dibahas dalam sidang MPR-S ke V tahun
1968. Namun ironisnya setelah dibahas ternyata tidak dapat ditemukan kata
sepakat untuk diangkatnya rancangan tersebut menjadikat menjadi ketetapan
MPR-S. Dengan demikian mengenai masalah jaminan konstitusional tentang hak-hak
asasi manusia di negara repubik indonesia dibawah naungan UUD 45 tidak ada
perubahan sedikitpun, atau bahkan dapat dikatakan terjadi kemunduran kalau
harus dibandingkan dengan kedua konstitusi lainnya pernah dimiliki oleh bangsa
indonesia, yaitu konstitusi RIS dan UUD “50.
Pada periode kepemimpinan presiden
Suharto selama 32 tahun pelaksanaan dan perlindungan hak-hak asasi
manusia/warga negara dalam berbagai aspeknya sama sekali diabaikan. Dunia
politik dikekangnya demikian rupa. Hanya ada tiga oranisasi politik yang
diberikan hak hidup, yaitu Golkar, PPP, PDI, PDI, dan hak itupun tidak lepas
dari pengendalian sepenuhnya oleh pemerintaha, dimana secara operasional kekang
kendali ini dilakukan oleh menteri dalam negeri yang berperan sebagai pembina
politik dalam negeri. Dalam dunia perburuhan hanya ada satu oraganisasi buruh
yangdi beri hak hidup, yaitu SPSI yang keberadaannya tidak bisa dilepaskan dari
campur tangan pemerintah. Dalam pers dibuat berbagai aturan yang demikian
mencincang kebebasan pers, seperti adanyahak Breidel (memberangus) oleh
pemerintah, adanya UU tentang SIUPP dan sebagainya. Menelikung orang-orang yang
di anggap “berbahaya” bagi pemerintah dalam melakukan aktifitas ekonomi,
seperti dalam bentuk dilarangnya bank-bank untuk memberikan/ menyalurkan kredit
kepada mereka. Tragedi yang sangat memilukan dimana sekian banyak anak bangsa
menjadi korban semena-mena, sepeti khasus tragedi tanjung priok, talangsari
lampung, korban DOM di aceh, kasus nipah di madura, pelaksanaan pemilu yang
membuldoser secara kasar partai-partai yang bersebrangan dengan pemerintah dan
sebagainya nyata-nyata merupakan pelanggaran HAM yang sangat besar yang tidak
dapat dihapuskan begitu saja.
Gerakan reformasi indonesia yang
mencita-citakan terwujudnya demokratisasi dalam seluruh bidang kehidupan,
tegaknya supremasi hukum dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia pada
tahun 1998 telah berhasil meruntuhkan pemerintah presiden Suharto yang dikenal
sebagai pemerintahan yang sangat represif serta mengabaikan hak-hak asasi
manusia/warganegara.
Di bawah kepemimpinan presiden
B..Habibie demokratisasi dari penegakan hak-hak asasi manusia mulai digerakkan.
Dengan dikeluarkannya UU tentang HAM, yaitu UU nomor 39 tahun 1999 (lihat
lampiran) maka berbagai hak asasi manusia dibuka lebar-lebar, seperti hak
mengeluarkan pendapat, hak berkumpul dan berserikat dsb. Kesempatan emas ini
dimanfaatkan oleh masyarakat dengan sebaik-baiknya. Kalau semula partai politik
hanya tiga buah, pada masa periode Habibie muncul ratusan partai politik, yang
diantaranya ada 48 partai politik yang berhak ikut serta dalam pemilihan umum
pada tahun 1998. Organisasi buruh semula hanya ada satu, yaitu serikat pekerja
seluruh indonesia (SPSI), sekarang ini ada sekian banyak serikat pekerja. Hak
kekang (breidel) yang dimiliki pemerintah terhadap surat kabar yang dianggap
nakal kini telah dicabut, demikian juga SIUPP (surat izin usaha penerbitan
persuratkabaran) yang sangat ditakutkan oleh perusahan penerbitan sebab setiap
saat bisa dicabut oleh pemerintah sekarang ini telah ditiadakan. Demikian juga
pemerintah telah mensahkan berdirinya komisi nisional hak-hak asasi manusia
(komnas HAM) dengan tugas mengawasi terhadap berbagai pelanggaran HAM serta merekomendasinya
untuk tindakan lanjuti oleh pemerintah dalam bentuk penuntutan dan sebagainya.
Dan pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid telah diterbitkan UU tentang
pengadilan HAM nomor 26 tahun 2000.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari materi di atas dapat saya
simpulkan:
1. Hak asasi
manusia dalam islam tujuannya untuk kepentingan manusia dan manusia mempunya
hak kebebasan tanpa memandang laki-laki dan perempuan karena tugas yang diemban
tidak akan terwujud tanpa ada kebebasan dan kebebasan tidak terwujud tanpa
adanya tanggung jawab itu sendiri.
2. Diawali dengan
tidak adanya persamaan antara golongan
atas dan golongan bawah secara tidak langsung itu semua tidak adil maka untuk
mewujudkan asas persamaan itu dan lahirnya teori kontra sosial dengan gagasan
tentang hak-hak dasar kebebasan dan persamaan setelah itu perkembangan ham
selanjutnya dipertegas bahwa manusia merdeka sejak di dalam kandungan maka
tidak pantas sesudah lahir dia dibelenggu.
3. Manusia
ditakdirkan mempunyai hak didalam kandungan sampai dia lahir dan mempunyai hak
hidup untuk tidak disiksa karena mereka mempunyai hak kebebasan pribadi karena
dipasal 21 yang berbunyi setiap orang berhak atas keutuhan pribadi baik rohani
maupun jasmani bagi semua orang tidak membeda bedakan antara yang satu dengan
yang lain seperti hak wanita dan anak.
4. Ham merupakan
pengumpulan penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara atau pengumpul
politik dan etika yang erat, hubungannya dengan harkat dan martabat manusia
untuk menegakkan ham sudah semakin kuat baik dalam negeri maupun melalui
tekanan dunia internasional. Namun masih banyak tantangan yang dihadapi untuk
itu perlu adanya dukungan dari semua pihak agar penegakan ham bergerak kearah
positi.
B.
Saran
Setelah membaca
makalah ini sebaiknya kita sebagai mahasiswa harus saling menghargai hak-hak
orang lain sebelum hak kita dihargai oleh orang lain jadi dalam menjaga ham
kita harus mengimbangi dan menyelaraskan ham kita dengan orang lain.
[1]
Hj. waqiatul masrurah, Buku Ajar CIVIC
EDUCATION, (surabaya: Sasabila Putra Pratama, 2013), hlm. 83
[2]
Ibid
[4] MUATHAFA KAMAL PASHA, pendidikan kewarganegaraan (jogjakarta: CITRA KARSA MANDIRI,
2002),hlm. 135
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunianya.
Sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ HAM” dengan
mudah walaupun masih ada sedikit kesulitn dalam penyelesaian makalah.
Rasa
terimakasih kami haturkan kepada dosen pengampu mata kulih” pendidikan
kewararganegaraan” sehingga makalah ini dapat di selesaikan dengan baik.
Dimakalah ini, penulis berusaha semaksimal mungkin dan sangat berharap agar
pembaca mengerti, paham dan dapat menambah informasi tentang HAM. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu diharapkan
demi kesempurnaan makalah ini dan pada intinya untuk memperbaiki kekurangan
agar dapat membuat makalah lebih baik.
Pamekasan 05 November 2016
Penulis
BAB
1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Untuk
dapat menjalankan tugas dan fungsi manusia sebagai pemimpin, setiap manusia
harus mengerti terlebih dahulu hak-hak dasar yang melekat pada dirinya seperti
kebebasan, persamaan, perlindungan. Hak-hak tersebut bukan merupakan pemberian
seseorang, organisasi atau negara tapi adalah anugrah Allah SWT yang sudah
dibawanya sejak lahir kealam dunia. Hak-hak itulah yang di sebut dengan hak
asasi manusia. Tampa memahami hak-hak tersebut mustahil seseorang dapat
menjalankan tugas serta kewajibannya sebagai khalifah tuhan.
Dalam
sudut pandang islam hak asasi manusia sudah diatur berdasarkan atau pedoman
pada Al-qur’an dan Hadits. Karena Al-Qur’an dan Hadits merupakan pedoman fidup
bagi seluruh manusia yang ada dibumi ini pada umumnya dan bagi ummat islam pada
khususnya. Oleh karena itu ummat manusia pada umumnya dan ummat islam pada
khususnya apabila tidak ingin hak-haknya dirampas oleh orang lain, maka
hendaknya ia harus mengetahui hak-haknya dan selalu memperjuangkanya selama
tidak mengambil atau melampaui batas dan hak-hak orang lain.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana
ham menurut islam?
2. Bagaimana
sejarah ham?
3. Bagaimana
UU ham?
4. Bagaimana
penegakan dan perlindungan ham?
C.
Tujuan Penelitian
1. Dapat
mengetahui bagaimana ham menurut islam
2. Dapat
mengetahui sejarah ham
3. Dapat
mengetahui UU ham
4. Dapat
mangetahui penegakan dan perlindungan ham
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Ham
Menurut Islam
1.
Pengertian HAM Dalam Pandangan Agam
Islam
Hak
asasi manusia adalah hak dasar yang memiliki manusia sejak manusia itu
dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat
kita sebagai manusia yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat
hidup sebagai manusia. Hak asasi diperoleh manusia dari penciptanya, yaitu
tuhan yang maha esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan
2.
HAM Menurut Islam
Hal
asasi manusia dalam islam tertuang jelas untuk kepentingan manusia, lewat
syari’ah islam yang diturunkan melalui wahyu. Menurut syari’ah manusia adalah
makhluk bebas yang mempunyai tugas dan tanggung jawab, dan karenanya ia juga
mempunyai hak dan kebiasaan. Dasarnya adalah keadilan yang ditegakkan atas
dasar persamaan tanpa pandang bulu. Artinya tugas yang diemban tidak akan
terwujud tanpa adanya kebebasan, sementara kebebasan secara eksistensial tidak
terwujud tanpa adanya tanggung jawab itu sendiri. Sistem HAM islam mengandung prinsip-prinsip dasar
tentang persamaan, kebebasan dan penghormatan terhadap sesama manusia.
Persamaan artinya islam memandang semua manusia sama dan mempunya kedudukan
yang sama, satu-satunya keunggulan yang dinikmati seseorang manusia atas
manusia lainnya hanya ditentukan oleh tingkat ketakwaannya. Hal ini sesuai
dengan firman Allah dalam surat Al-Hujarat ayat 13, yang artinya : “ Hal
manusi, sesungguhnya kami ciptakan kamu dari laki-laki dan perempua, dan kami
jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling
mengenal.sesungguhnya yang paling mulia diantaranya kaum adalah yang paling
takwa.[1]
B. Sejarah
HAM
Pada pakar HAM berpendapat bahwalahirnya HAM dimulai
dengan lahirnya magna charta. Piagam antara lain merencanakan bahwa raja yang
semula memiliki kekuasaan absolut ( raja yang menciptakan, hukum, tetapi dia
sendiri tidak terikat dengan huku) menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai
dapat diminta pertanggung jawabannya dimuka dimuka hukum. Dari piagam inilah
kemudian lahir doktrin bahwa raja tidak kebal hukum serta bertanggung jawab
kepada hukum.
Untuk mewujudkan asas persamaan itu, maka lahirkan
teori “kontrak sosial” J.J. Rosseao. Setelah itu kemudia disusul oleh
Mounjesqueiu dan Tomas Jefferson di AS dengan gagasan tentang hak-hak dasar dan
kebebasan dan persamaan.
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan
kemunculan the american of declaratio of indenpendence di amerika serikat yang
lahir dari semangat paham rosseau dan maunesqueiu. Jadi sekalipun di negara
kedua tokoh HAM itu yakin inggris dan perancis belum lahir rincian HAM, namun
telah muncul Amerika. Sejak inilah mulai dipertegas bahwa manusia adalah
merdeka sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidaklah masuk akal bila sesudah
lahir ia harus dibelenggu.
Selanjutnya, pada tahun 1786 lahir the French
Declaration, dimana hak-hak asasi manusia ditetapkan oleh rinci lagi yang
kemudian menghasilkan dasar-dasar negara hukum atau the rule of law.
Sejalan dengan pemikiran maka PBB memprakarsai
berdirinya sebuah komisi HAM untuk pertama kali yang diberi nama Commission on
Human Right pada tahun 1946. Komisi inilah yang kemudian menetapkan secara
terperinci beberapa hak ekonomi dan sosial, di samping hak-hak politis yaitu:
1.
Hak Hidup, kebebasan dan keamanan
pribadi (pasal 3)
2.
Larangan pembudakan (pasal 4)
3.
Larangan penganiayaan (pasal 5)
4.
Larangan penangkapan, penahanan atau
pengasingan yang sewenang-wenang (pasal 9)
5.
Hak atas pemeriksaan pengadilan yang
jujur (pasal 10)
6.
Hak atas kebebasan bergerak (pasal 13)
7. Hak
atas harta dan benda (pasal 17)
8. Hak
atas kebebasan berpikir, menyuarakan hati nurani dan beragama (pasal 180)
9. Hak
atas mengemukakan pendapat dan mencurahkan pikiran (pasal 19)
10. Hak
atas kebebasan berkumpul dan berserikat (pasal 200)
11. Hak
untuk turut serta dalam pemerintah (pasal 21)
Deklarasi
sedunia ini juga menyebutkan beberapa hak sosial dan ekonomi yang penting:
1. Hak
atas pekerjaan pasal 23
2. Hak
atas taraf hidup yang layak, termasuk makanan, pakaian, perumahan dan kesehatan
pasal 25
3. Hak
atas pendidikan pasal 26
4. Hak
kebudayaan meliputi hak untuk turut serta dalam kehidupan kebudayaan
masyarakat, ambil bagian dalam kemajuan ilmu pengetahuandan hak atas
perlindungan kepentingan moral dan material yang timbul dari hasil karya kita
seseorang dalam bidang ilmu, ksusastraan, dan seni pasal 27, ( lihat lampiran
tentang deklarasi HAM universal ).[2]
C.
UU HAM
1.
Pasal
4
Hak untuk hidup, hak untuk tidak di siksa, hak
kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak di
perbudak, hak untuk di akui sebagai
pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak di tuntut atas
dasar hukum yaang berlaku surut adalah hak manusia yang tidak dapat dikurangi
dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.
2.
Pasal
10
a.
Setiap
orang berhak membentuk suatu perkawinan yang sah.
b.
Perkawinan
yang sah hanya dapat berlangsung atas kehendak bebascaolon suami dan calon
istri yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
3.
Hak
mengembangkan diri dalam pasal II yang berbunyi
“
setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuhd dan
berkembang secara layak “.
4.
Hak
memperoleh keadilan dalam pasal 17 bagian ke-4 yang berbunyi “ setiap orang
tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan
permohonan. Pengaduan, dan gugatan, dalam perkara pidana, perdata maupun administrasi
serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai
dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang
jujur dan adil untuk memperoleh yang adil dan benar.
5.
Hak
atas kebebasan pribadi dalam pasal 21 yang berbunyi “ setiap orang berhak atas
keutuhan pribadi, baikrohani maupun jasmani, dan karena itu tidak boleh menjadi
obyek penelitian tanpa persetujuan darinya.
6.
Hak
atas rasa aman terhadap dalam pasal 30yang berbunyi “ setiap orang berhak atas
rasa aman dan tentram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk
berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
7.
Hak
atas kesejahteraan terdapat pada pasal 40 yang berbunyi “setiap orang barhak
untuk bertempat tinggal serta berkehupan yang layak “
8.
Hak turut serta dalam pemerintahan tercantum
pada pasal 44 yang berbunyi “ setiap orang baik sendiri maupun bersama-sama
berhak mengajukan pendapat, permohonan, pengaduan, dan atau usulan kepada
pemerintah dalam rangka pelaksanaan pemerintahan dalam rangka pelaksanaan pemerintahanyang
bersih, efektif dan efisien, baik dengan lisan maupun dengan tulisan dengan
ketentuan peraturan perundang undangan.
9.
Hak
wanita tercantum dalam pasal pasal 45yang berbunyi “ hak wanita dalam UU ini
adalah hak asasi manusia “.
10.
Hak
anak terdapat dalam pasal 55 yang berbunyi “ setiap anak berhak untuk beribadah
menurut agamanya. Berpikir dan berekspresi sesuai dengan tingkat intelektualitas
dan biaya di bawah ini bimbingan orang tua dan atau wali.[3]
D. Penegkan Dan
Perlindungan HAM di Indonesia
1.
HAM
dalam UUD 1945
UUD 45 disusun oleh panitia kecil perancang
undang-undang dasar yang diketahui oleh Prof.Dr.Mr. Soepomo.UUD ini disusun
oleh badan penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan indonesia(BPUPKI) pada
akhirnya masa pendudukan jepang. Dalam suasana negara dalam keadaan perang, dan
lagi pula tenggang maasa kerjanya teramat sangat singkat (kurang lebih 10
hari),oleh karena itu dapat dimaklumi kalau UUD 1945 hanya memuat37 pasal yang
sifatnya masih sangat umum. Dan untuk mengatasi masalah tersebut hampir
sebagian besar pasal-pasalnya selalu diakhiri dengan kalimat “... ditetapkan
dengan Undang-Undang” atau “.... dan
diatur dengan Undang-Undang.
Pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia dalam UUD
45hanya mencantumkan beberapa pasal saja. Hal merumuskan “Universal Declaration
of Human Rights”. Untuk itu makan bahan yang dijadikan sebagai rujukan dan
panduan untuk merumuskan masalah HAM pada saat itu adalah “Declaration des Droit de L’Homme et du Citoyrn” dari perancisi dan
“ Declaration of Independence” dari
Amerika Serikat.
menghadapi persoalan seperti initimbul perbedaan
pandangan dan penilaian. Beberapa tokoh anggota badan penyelidik menilai bahwa
masalah HAM hakikatnya adalah produk
dari faham Individualisme dan Liberalisme, dan oleh karena itu mereka
berkeberatan kalau masalah HAM ini dimasukkan ke dalam UUD, karena
ketergantungan dengan asas kekeluargaan. Sementara yang lain berpendapat bahwa
masalah HAM adalah masalah kemanusian yang bersifat universal. Kelompok yang
menolak dicantumkannya pasal-pasal yang mengatur hak-hak asasi warganegara ini
ditokohi antara lain oleh Bung Karno dan Dr.Soepomo. dalam pidatonya yang
sedang menyoroti masalah HAM Bung Karno menyatakan “... jika kita betul- betul
hendak mendasarkan negara kita kepada faham kekeluargaan, faham tolong
menolong, faham gotong royong, dan keadilan sosial, enyahkanlah tiap-tiap
pikiran, tiap-tiap faham individualisme dan liberalisme dari padanya” (Muhammad
Yamin: 297). Demikian pula pendapat Dr.Soepomo ketika menjawab pertanyaan
Mr.Maria Ulfa Santoso, salah seorang anggota
BPUPKI di dalam sidang badan penyelidik pada tanggal 13juli 45 yang
mempertanyakan apakah tidak dianggap perlu hak-hak dasar dimasukkan ke dalam
UUD, dijawabnya bahwa ” ini tidakperlu karena negara Indonesia berdasarkan atas
Kedaulatan Rakyat” (Idem: 167). Sementara kelompok lain yang ditokohi antara
lain oleh Hatta dan Muhammad Yamin tetap memandang perlu dicantumkannya hak-hak
asasi manusia ke dalam UUD tanpa harus kehilangan identitasnya selaku negara
yang bersifat integralistik, negara yang menjujung tinggi asas kekeluargaan.
Sebab dikhawatirkan dengan tidak dicantumkannya jaminan hak-hak asasi manusia
memungkinkan negara akan menjurus ke arah negara kekuasaan (Machtsstaat). Hatta
mengatakan “Hendaklah kita memperhatikan syarat-syarat supaya negara yang kita
bikin jangan menjadi negara kekuasan. Kita menghendaki negara pengurus, kita
membangun masyarakat baru berdasarkan gotaong royong, usaha bersama; tujuan
kita ialah memperbaharui masayarakat. Di sebelah itu, janganlah kita memberikan
kekuasaan yang tidak terbatas kepada negara untuk menjadikan di atas negara baru
itu suatu negara kekuasaan. Oleh sebab itu ada baiknya dalam salah satu pasal,
misalnya pasal yang mengenai warganegara, disebutkan juga di sebelah hak yang
sudah diberikan kepadanya, misalnya tiap-tiap warganegara rakyat Indonesia,
jangan takut mengeluarkan suaranya. Yang perlu disebut disini hak untuk
berkumpul dan bersidang atau surat-menyurat dan lain-lain” (Idem: 299).
Pembahasan mengenai perlu atau tidaknya hak-hak
asasi warganegara dimasukkan ke dalam UUD 45 sebagaimana di atas pada akhirnya
tercapai dan dapat dirumuskan melalui semacam kompromi antara kedua belah pihak
seperti yang terformulasikan dalam tujuh buah pasal, yaitu pasal
27,28,29,30,31,33 dan pasal 34 pada UUD 45.
2.
HAM
dalam konstituasi RIS
Pada waktu bangsa indonesia memasuki babakan baru,
yaitu ketika negara indonesia berbentuk serikat, maka UUD di gunakannya adalah
UUD ysng baru, yang boleh terkenal dengan sebutan konstitusi RIS. Sewaktu para
perumus konstitusi tengah membahas masalah hak-hak asasi warganegara, mereka
menyadari sepenuhnya betapa perlunya menuangkan hak-hak asasi warganegara
secara lebih terperinci lagi, yang dapat mencakup seluruh aspek hak-hak dasar
yang semestinya dimiliki oleh setiap warganegarai.
Seajarah telah membuktikan bahwa ternyata masalah
hak-hak asasi manusiabukan muncul dari faham individualisme dan liberalisme
sebagaimana yang pernah dicurigai oleh sementara pihak pada awalnya
kemerdekaan. Hal ini dibuktikan dengan diterimanya “Deklarasi Hak-Hak Asasi se
Dunia” oleh mayoritas anggota perserikatan bangsa-bangsa. Hal ini menambah
kesadaran para perumusan konstitusi RIS bahwa masalah hak-hak asasi manusia
yang dituangkan ke dalam konstitusi harus jauh lebih sempurna dibandingkan
dengan apa yang termuat dalam UUD 45.
3.
HAM
Dalam UUD-S tahun 1950
UUD-Spada hakikatnya adalah merupakan penjelmaan
dari konstitusi RIS setelah terlebih dahulu direvisi agar cocok diterapkan
dalam bangunan negara yang berbentuk negara kesatuan. Oleh karena dapat
dimaklumi kalau pasal-pasal yang memuat hak-hak asasi manusia dalam UUD-S “50 hampir
serupa dengan pasal-pasal yang terdapat dalam konstitusi RIS. Bahkan masih
ditambah satu pasal lagi, hingga jumlahnya menjadi 28 pasal seperti yang memuat
dalam bagian V tentang “Hak-Hak dan kebebasan-kebebasan dasar manusia” mulai
dari pasal 7 hingga dengan pasal 34.
Dari pengalaman negara republik indonesia yang
pernah memberlakukan tiga macam UUD, yaitu UUD 1945, konstitusi (UUD) RIS dan
UUD-S “50 maka dalam hal dimuatnya masalah HAM dapat dinyatakan bahawa UUD-S
“50 adalah UUD yang jauh paling lengkap meuat hak-hak dan kebebasan-kebebasan
dasar manusia yang pernah dimiliki oleh negara, dan lebih sempurna dibandingkan
dengan dua UUD yang berlaku sebelumnya. Muhammad Yamin dalam menilai terhadap
ketiga konstitusi (UUD), khususnya dalam hal dimuatnya masalah HAM menyatakan “
konstitusi RIS dan UUD-S “50 adalah satu-satunya dari konstitusi yang telah
berhasil memasukkan hak-haak asasi seperti keputusan UNO itu ke dalam piagam
konstitusi “ (M.Yamin, Proklamasi dan
Konstitusi Republik Indonesi: 29).
4.
HAM
Sesudah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Sesudah negara indonesia kembali ke UUD
45 lewat Dekrit 5 Juli 59, MPRS alam sidangnya pada tahun 1968 menilai bahwa
pelaksanaan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia selama masa Demokrasi
terpimpin sama sekali terabaikan.berbagai langkah kebijaksanaan pemerintah yang
nyata-nyata telahmelanggar HAM selalu saja dinyatakan bahwa apa yang
dilakukannya tetap dalam koridor UUD 45, dalam setiap kebijakannya mereka
selalu berdalih “atas dasar pancasila dan
UUD 45”. Semua itu bisa terjadi karena memang “tidak lengkapnya hak-hak
asasi dicantumkan dalam undang-undang dasar yang ada” (Miriam
Budiardjo,op.cit:128). Rule of Law di
indonesia masa itu sudah tidak dikenal lagi, negara indonesia bukan lagi negara
hukum sebagaimana yang tertukis dalam UUD 45, akan tetapi telah berubah bentuk
menjadi negara kekuasaan. “Guided
Democracy, it`s true meaning as is also its true name is autocracy” (Djoko
Prakoso, Ibid.,), demikian ditegaskan oleh seorang peninjau dari The International Commission of Jurist
yang datang ke jakartapada tahun 1963.
Keprihatinan MPR-S terhadap pelaksanaan
HAM pada masa rezim Bung Karno seperti di atas akhirnya dimasukkan ke dalam
salah satu agenda sidang MPR-S. Dan untuk menindak lanjutinya majlis membentuk
suatu panitia yang diberi tugas menyusun “Rancangan
Piagam Hak-Hak Asasi Manusia dan Hak-Hak serta Kewajiban Warganegara”.
Setelah terumuskan dengan baik kemudian dibahas dalam sidang MPR-S ke V tahun
1968. Namun ironisnya setelah dibahas ternyata tidak dapat ditemukan kata
sepakat untuk diangkatnya rancangan tersebut menjadikat menjadi ketetapan
MPR-S. Dengan demikian mengenai masalah jaminan konstitusional tentang hak-hak
asasi manusia di negara repubik indonesia dibawah naungan UUD 45 tidak ada
perubahan sedikitpun, atau bahkan dapat dikatakan terjadi kemunduran kalau
harus dibandingkan dengan kedua konstitusi lainnya pernah dimiliki oleh bangsa
indonesia, yaitu konstitusi RIS dan UUD “50.
Pada periode kepemimpinan presiden
Suharto selama 32 tahun pelaksanaan dan perlindungan hak-hak asasi
manusia/warga negara dalam berbagai aspeknya sama sekali diabaikan. Dunia
politik dikekangnya demikian rupa. Hanya ada tiga oranisasi politik yang
diberikan hak hidup, yaitu Golkar, PPP, PDI, PDI, dan hak itupun tidak lepas
dari pengendalian sepenuhnya oleh pemerintaha, dimana secara operasional kekang
kendali ini dilakukan oleh menteri dalam negeri yang berperan sebagai pembina
politik dalam negeri. Dalam dunia perburuhan hanya ada satu oraganisasi buruh
yangdi beri hak hidup, yaitu SPSI yang keberadaannya tidak bisa dilepaskan dari
campur tangan pemerintah. Dalam pers dibuat berbagai aturan yang demikian
mencincang kebebasan pers, seperti adanyahak Breidel (memberangus) oleh
pemerintah, adanya UU tentang SIUPP dan sebagainya. Menelikung orang-orang yang
di anggap “berbahaya” bagi pemerintah dalam melakukan aktifitas ekonomi,
seperti dalam bentuk dilarangnya bank-bank untuk memberikan/ menyalurkan kredit
kepada mereka. Tragedi yang sangat memilukan dimana sekian banyak anak bangsa
menjadi korban semena-mena, sepeti khasus tragedi tanjung priok, talangsari
lampung, korban DOM di aceh, kasus nipah di madura, pelaksanaan pemilu yang
membuldoser secara kasar partai-partai yang bersebrangan dengan pemerintah dan
sebagainya nyata-nyata merupakan pelanggaran HAM yang sangat besar yang tidak
dapat dihapuskan begitu saja.
Gerakan reformasi indonesia yang
mencita-citakan terwujudnya demokratisasi dalam seluruh bidang kehidupan,
tegaknya supremasi hukum dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia pada
tahun 1998 telah berhasil meruntuhkan pemerintah presiden Suharto yang dikenal
sebagai pemerintahan yang sangat represif serta mengabaikan hak-hak asasi
manusia/warganegara.
Di bawah kepemimpinan presiden
B..Habibie demokratisasi dari penegakan hak-hak asasi manusia mulai digerakkan.
Dengan dikeluarkannya UU tentang HAM, yaitu UU nomor 39 tahun 1999 (lihat
lampiran) maka berbagai hak asasi manusia dibuka lebar-lebar, seperti hak
mengeluarkan pendapat, hak berkumpul dan berserikat dsb. Kesempatan emas ini
dimanfaatkan oleh masyarakat dengan sebaik-baiknya. Kalau semula partai politik
hanya tiga buah, pada masa periode Habibie muncul ratusan partai politik, yang
diantaranya ada 48 partai politik yang berhak ikut serta dalam pemilihan umum
pada tahun 1998. Organisasi buruh semula hanya ada satu, yaitu serikat pekerja
seluruh indonesia (SPSI), sekarang ini ada sekian banyak serikat pekerja. Hak
kekang (breidel) yang dimiliki pemerintah terhadap surat kabar yang dianggap
nakal kini telah dicabut, demikian juga SIUPP (surat izin usaha penerbitan
persuratkabaran) yang sangat ditakutkan oleh perusahan penerbitan sebab setiap
saat bisa dicabut oleh pemerintah sekarang ini telah ditiadakan. Demikian juga
pemerintah telah mensahkan berdirinya komisi nisional hak-hak asasi manusia
(komnas HAM) dengan tugas mengawasi terhadap berbagai pelanggaran HAM serta merekomendasinya
untuk tindakan lanjuti oleh pemerintah dalam bentuk penuntutan dan sebagainya.
Dan pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid telah diterbitkan UU tentang
pengadilan HAM nomor 26 tahun 2000.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari materi di atas dapat saya
simpulkan:
1. Hak asasi
manusia dalam islam tujuannya untuk kepentingan manusia dan manusia mempunya
hak kebebasan tanpa memandang laki-laki dan perempuan karena tugas yang diemban
tidak akan terwujud tanpa ada kebebasan dan kebebasan tidak terwujud tanpa
adanya tanggung jawab itu sendiri.
2. Diawali dengan
tidak adanya persamaan antara golongan
atas dan golongan bawah secara tidak langsung itu semua tidak adil maka untuk
mewujudkan asas persamaan itu dan lahirnya teori kontra sosial dengan gagasan
tentang hak-hak dasar kebebasan dan persamaan setelah itu perkembangan ham
selanjutnya dipertegas bahwa manusia merdeka sejak di dalam kandungan maka
tidak pantas sesudah lahir dia dibelenggu.
3. Manusia
ditakdirkan mempunyai hak didalam kandungan sampai dia lahir dan mempunyai hak
hidup untuk tidak disiksa karena mereka mempunyai hak kebebasan pribadi karena
dipasal 21 yang berbunyi setiap orang berhak atas keutuhan pribadi baik rohani
maupun jasmani bagi semua orang tidak membeda bedakan antara yang satu dengan
yang lain seperti hak wanita dan anak.
4. Ham merupakan
pengumpulan penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara atau pengumpul
politik dan etika yang erat, hubungannya dengan harkat dan martabat manusia
untuk menegakkan ham sudah semakin kuat baik dalam negeri maupun melalui
tekanan dunia internasional. Namun masih banyak tantangan yang dihadapi untuk
itu perlu adanya dukungan dari semua pihak agar penegakan ham bergerak kearah
positi.
B.
Saran
Setelah membaca
makalah ini sebaiknya kita sebagai mahasiswa harus saling menghargai hak-hak
orang lain sebelum hak kita dihargai oleh orang lain jadi dalam menjaga ham
kita harus mengimbangi dan menyelaraskan ham kita dengan orang lain.
[1]
Hj. waqiatul masrurah, Buku Ajar CIVIC
EDUCATION, (surabaya: Sasabila Putra Pratama, 2013), hlm. 83
[2]
Ibid
[4] MUATHAFA KAMAL PASHA, pendidikan kewarganegaraan (jogjakarta: CITRA KARSA MANDIRI,
2002),hlm. 135
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunianya.
Sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ HAM” dengan
mudah walaupun masih ada sedikit kesulitn dalam penyelesaian makalah.
Rasa
terimakasih kami haturkan kepada dosen pengampu mata kulih” pendidikan
kewararganegaraan” sehingga makalah ini dapat di selesaikan dengan baik.
Dimakalah ini, penulis berusaha semaksimal mungkin dan sangat berharap agar
pembaca mengerti, paham dan dapat menambah informasi tentang HAM. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu diharapkan
demi kesempurnaan makalah ini dan pada intinya untuk memperbaiki kekurangan
agar dapat membuat makalah lebih baik.
Pamekasan 05 November 2016
Penulis
BAB
1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Untuk
dapat menjalankan tugas dan fungsi manusia sebagai pemimpin, setiap manusia
harus mengerti terlebih dahulu hak-hak dasar yang melekat pada dirinya seperti
kebebasan, persamaan, perlindungan. Hak-hak tersebut bukan merupakan pemberian
seseorang, organisasi atau negara tapi adalah anugrah Allah SWT yang sudah
dibawanya sejak lahir kealam dunia. Hak-hak itulah yang di sebut dengan hak
asasi manusia. Tampa memahami hak-hak tersebut mustahil seseorang dapat
menjalankan tugas serta kewajibannya sebagai khalifah tuhan.
Dalam
sudut pandang islam hak asasi manusia sudah diatur berdasarkan atau pedoman
pada Al-qur’an dan Hadits. Karena Al-Qur’an dan Hadits merupakan pedoman fidup
bagi seluruh manusia yang ada dibumi ini pada umumnya dan bagi ummat islam pada
khususnya. Oleh karena itu ummat manusia pada umumnya dan ummat islam pada
khususnya apabila tidak ingin hak-haknya dirampas oleh orang lain, maka
hendaknya ia harus mengetahui hak-haknya dan selalu memperjuangkanya selama
tidak mengambil atau melampaui batas dan hak-hak orang lain.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana
ham menurut islam?
2. Bagaimana
sejarah ham?
3. Bagaimana
UU ham?
4. Bagaimana
penegakan dan perlindungan ham?
C.
Tujuan Penelitian
1. Dapat
mengetahui bagaimana ham menurut islam
2. Dapat
mengetahui sejarah ham
3. Dapat
mengetahui UU ham
4. Dapat
mangetahui penegakan dan perlindungan ham
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Ham
Menurut Islam
1.
Pengertian HAM Dalam Pandangan Agam
Islam
Hak
asasi manusia adalah hak dasar yang memiliki manusia sejak manusia itu
dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat
kita sebagai manusia yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat
hidup sebagai manusia. Hak asasi diperoleh manusia dari penciptanya, yaitu
tuhan yang maha esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan
2.
HAM Menurut Islam
Hal
asasi manusia dalam islam tertuang jelas untuk kepentingan manusia, lewat
syari’ah islam yang diturunkan melalui wahyu. Menurut syari’ah manusia adalah
makhluk bebas yang mempunyai tugas dan tanggung jawab, dan karenanya ia juga
mempunyai hak dan kebiasaan. Dasarnya adalah keadilan yang ditegakkan atas
dasar persamaan tanpa pandang bulu. Artinya tugas yang diemban tidak akan
terwujud tanpa adanya kebebasan, sementara kebebasan secara eksistensial tidak
terwujud tanpa adanya tanggung jawab itu sendiri. Sistem HAM islam mengandung prinsip-prinsip dasar
tentang persamaan, kebebasan dan penghormatan terhadap sesama manusia.
Persamaan artinya islam memandang semua manusia sama dan mempunya kedudukan
yang sama, satu-satunya keunggulan yang dinikmati seseorang manusia atas
manusia lainnya hanya ditentukan oleh tingkat ketakwaannya. Hal ini sesuai
dengan firman Allah dalam surat Al-Hujarat ayat 13, yang artinya : “ Hal
manusi, sesungguhnya kami ciptakan kamu dari laki-laki dan perempua, dan kami
jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling
mengenal.sesungguhnya yang paling mulia diantaranya kaum adalah yang paling
takwa.[1]
B. Sejarah
HAM
Pada pakar HAM berpendapat bahwalahirnya HAM dimulai
dengan lahirnya magna charta. Piagam antara lain merencanakan bahwa raja yang
semula memiliki kekuasaan absolut ( raja yang menciptakan, hukum, tetapi dia
sendiri tidak terikat dengan huku) menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai
dapat diminta pertanggung jawabannya dimuka dimuka hukum. Dari piagam inilah
kemudian lahir doktrin bahwa raja tidak kebal hukum serta bertanggung jawab
kepada hukum.
Untuk mewujudkan asas persamaan itu, maka lahirkan
teori “kontrak sosial” J.J. Rosseao. Setelah itu kemudia disusul oleh
Mounjesqueiu dan Tomas Jefferson di AS dengan gagasan tentang hak-hak dasar dan
kebebasan dan persamaan.
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan
kemunculan the american of declaratio of indenpendence di amerika serikat yang
lahir dari semangat paham rosseau dan maunesqueiu. Jadi sekalipun di negara
kedua tokoh HAM itu yakin inggris dan perancis belum lahir rincian HAM, namun
telah muncul Amerika. Sejak inilah mulai dipertegas bahwa manusia adalah
merdeka sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidaklah masuk akal bila sesudah
lahir ia harus dibelenggu.
Selanjutnya, pada tahun 1786 lahir the French
Declaration, dimana hak-hak asasi manusia ditetapkan oleh rinci lagi yang
kemudian menghasilkan dasar-dasar negara hukum atau the rule of law.
Sejalan dengan pemikiran maka PBB memprakarsai
berdirinya sebuah komisi HAM untuk pertama kali yang diberi nama Commission on
Human Right pada tahun 1946. Komisi inilah yang kemudian menetapkan secara
terperinci beberapa hak ekonomi dan sosial, di samping hak-hak politis yaitu:
1.
Hak Hidup, kebebasan dan keamanan
pribadi (pasal 3)
2.
Larangan pembudakan (pasal 4)
3.
Larangan penganiayaan (pasal 5)
4.
Larangan penangkapan, penahanan atau
pengasingan yang sewenang-wenang (pasal 9)
5.
Hak atas pemeriksaan pengadilan yang
jujur (pasal 10)
6.
Hak atas kebebasan bergerak (pasal 13)
7. Hak
atas harta dan benda (pasal 17)
8. Hak
atas kebebasan berpikir, menyuarakan hati nurani dan beragama (pasal 180)
9. Hak
atas mengemukakan pendapat dan mencurahkan pikiran (pasal 19)
10. Hak
atas kebebasan berkumpul dan berserikat (pasal 200)
11. Hak
untuk turut serta dalam pemerintah (pasal 21)
Deklarasi
sedunia ini juga menyebutkan beberapa hak sosial dan ekonomi yang penting:
1. Hak
atas pekerjaan pasal 23
2. Hak
atas taraf hidup yang layak, termasuk makanan, pakaian, perumahan dan kesehatan
pasal 25
3. Hak
atas pendidikan pasal 26
4. Hak
kebudayaan meliputi hak untuk turut serta dalam kehidupan kebudayaan
masyarakat, ambil bagian dalam kemajuan ilmu pengetahuandan hak atas
perlindungan kepentingan moral dan material yang timbul dari hasil karya kita
seseorang dalam bidang ilmu, ksusastraan, dan seni pasal 27, ( lihat lampiran
tentang deklarasi HAM universal ).[2]
C.
UU HAM
1.
Pasal
4
Hak untuk hidup, hak untuk tidak di siksa, hak
kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak di
perbudak, hak untuk di akui sebagai
pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak di tuntut atas
dasar hukum yaang berlaku surut adalah hak manusia yang tidak dapat dikurangi
dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.
2.
Pasal
10
a.
Setiap
orang berhak membentuk suatu perkawinan yang sah.
b.
Perkawinan
yang sah hanya dapat berlangsung atas kehendak bebascaolon suami dan calon
istri yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
3.
Hak
mengembangkan diri dalam pasal II yang berbunyi
“
setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuhd dan
berkembang secara layak “.
4.
Hak
memperoleh keadilan dalam pasal 17 bagian ke-4 yang berbunyi “ setiap orang
tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan
permohonan. Pengaduan, dan gugatan, dalam perkara pidana, perdata maupun administrasi
serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai
dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang
jujur dan adil untuk memperoleh yang adil dan benar.
5.
Hak
atas kebebasan pribadi dalam pasal 21 yang berbunyi “ setiap orang berhak atas
keutuhan pribadi, baikrohani maupun jasmani, dan karena itu tidak boleh menjadi
obyek penelitian tanpa persetujuan darinya.
6.
Hak
atas rasa aman terhadap dalam pasal 30yang berbunyi “ setiap orang berhak atas
rasa aman dan tentram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk
berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
7.
Hak
atas kesejahteraan terdapat pada pasal 40 yang berbunyi “setiap orang barhak
untuk bertempat tinggal serta berkehupan yang layak “
8.
Hak turut serta dalam pemerintahan tercantum
pada pasal 44 yang berbunyi “ setiap orang baik sendiri maupun bersama-sama
berhak mengajukan pendapat, permohonan, pengaduan, dan atau usulan kepada
pemerintah dalam rangka pelaksanaan pemerintahan dalam rangka pelaksanaan pemerintahanyang
bersih, efektif dan efisien, baik dengan lisan maupun dengan tulisan dengan
ketentuan peraturan perundang undangan.
9.
Hak
wanita tercantum dalam pasal pasal 45yang berbunyi “ hak wanita dalam UU ini
adalah hak asasi manusia “.
10.
Hak
anak terdapat dalam pasal 55 yang berbunyi “ setiap anak berhak untuk beribadah
menurut agamanya. Berpikir dan berekspresi sesuai dengan tingkat intelektualitas
dan biaya di bawah ini bimbingan orang tua dan atau wali.[3]
D. Penegkan Dan
Perlindungan HAM di Indonesia
1.
HAM
dalam UUD 1945
UUD 45 disusun oleh panitia kecil perancang
undang-undang dasar yang diketahui oleh Prof.Dr.Mr. Soepomo.UUD ini disusun
oleh badan penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan indonesia(BPUPKI) pada
akhirnya masa pendudukan jepang. Dalam suasana negara dalam keadaan perang, dan
lagi pula tenggang maasa kerjanya teramat sangat singkat (kurang lebih 10
hari),oleh karena itu dapat dimaklumi kalau UUD 1945 hanya memuat37 pasal yang
sifatnya masih sangat umum. Dan untuk mengatasi masalah tersebut hampir
sebagian besar pasal-pasalnya selalu diakhiri dengan kalimat “... ditetapkan
dengan Undang-Undang” atau “.... dan
diatur dengan Undang-Undang.
Pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia dalam UUD
45hanya mencantumkan beberapa pasal saja. Hal merumuskan “Universal Declaration
of Human Rights”. Untuk itu makan bahan yang dijadikan sebagai rujukan dan
panduan untuk merumuskan masalah HAM pada saat itu adalah “Declaration des Droit de L’Homme et du Citoyrn” dari perancisi dan
“ Declaration of Independence” dari
Amerika Serikat.
menghadapi persoalan seperti initimbul perbedaan
pandangan dan penilaian. Beberapa tokoh anggota badan penyelidik menilai bahwa
masalah HAM hakikatnya adalah produk
dari faham Individualisme dan Liberalisme, dan oleh karena itu mereka
berkeberatan kalau masalah HAM ini dimasukkan ke dalam UUD, karena
ketergantungan dengan asas kekeluargaan. Sementara yang lain berpendapat bahwa
masalah HAM adalah masalah kemanusian yang bersifat universal. Kelompok yang
menolak dicantumkannya pasal-pasal yang mengatur hak-hak asasi warganegara ini
ditokohi antara lain oleh Bung Karno dan Dr.Soepomo. dalam pidatonya yang
sedang menyoroti masalah HAM Bung Karno menyatakan “... jika kita betul- betul
hendak mendasarkan negara kita kepada faham kekeluargaan, faham tolong
menolong, faham gotong royong, dan keadilan sosial, enyahkanlah tiap-tiap
pikiran, tiap-tiap faham individualisme dan liberalisme dari padanya” (Muhammad
Yamin: 297). Demikian pula pendapat Dr.Soepomo ketika menjawab pertanyaan
Mr.Maria Ulfa Santoso, salah seorang anggota
BPUPKI di dalam sidang badan penyelidik pada tanggal 13juli 45 yang
mempertanyakan apakah tidak dianggap perlu hak-hak dasar dimasukkan ke dalam
UUD, dijawabnya bahwa ” ini tidakperlu karena negara Indonesia berdasarkan atas
Kedaulatan Rakyat” (Idem: 167). Sementara kelompok lain yang ditokohi antara
lain oleh Hatta dan Muhammad Yamin tetap memandang perlu dicantumkannya hak-hak
asasi manusia ke dalam UUD tanpa harus kehilangan identitasnya selaku negara
yang bersifat integralistik, negara yang menjujung tinggi asas kekeluargaan.
Sebab dikhawatirkan dengan tidak dicantumkannya jaminan hak-hak asasi manusia
memungkinkan negara akan menjurus ke arah negara kekuasaan (Machtsstaat). Hatta
mengatakan “Hendaklah kita memperhatikan syarat-syarat supaya negara yang kita
bikin jangan menjadi negara kekuasan. Kita menghendaki negara pengurus, kita
membangun masyarakat baru berdasarkan gotaong royong, usaha bersama; tujuan
kita ialah memperbaharui masayarakat. Di sebelah itu, janganlah kita memberikan
kekuasaan yang tidak terbatas kepada negara untuk menjadikan di atas negara baru
itu suatu negara kekuasaan. Oleh sebab itu ada baiknya dalam salah satu pasal,
misalnya pasal yang mengenai warganegara, disebutkan juga di sebelah hak yang
sudah diberikan kepadanya, misalnya tiap-tiap warganegara rakyat Indonesia,
jangan takut mengeluarkan suaranya. Yang perlu disebut disini hak untuk
berkumpul dan bersidang atau surat-menyurat dan lain-lain” (Idem: 299).
Pembahasan mengenai perlu atau tidaknya hak-hak
asasi warganegara dimasukkan ke dalam UUD 45 sebagaimana di atas pada akhirnya
tercapai dan dapat dirumuskan melalui semacam kompromi antara kedua belah pihak
seperti yang terformulasikan dalam tujuh buah pasal, yaitu pasal
27,28,29,30,31,33 dan pasal 34 pada UUD 45.
2.
HAM
dalam konstituasi RIS
Pada waktu bangsa indonesia memasuki babakan baru,
yaitu ketika negara indonesia berbentuk serikat, maka UUD di gunakannya adalah
UUD ysng baru, yang boleh terkenal dengan sebutan konstitusi RIS. Sewaktu para
perumus konstitusi tengah membahas masalah hak-hak asasi warganegara, mereka
menyadari sepenuhnya betapa perlunya menuangkan hak-hak asasi warganegara
secara lebih terperinci lagi, yang dapat mencakup seluruh aspek hak-hak dasar
yang semestinya dimiliki oleh setiap warganegarai.
Seajarah telah membuktikan bahwa ternyata masalah
hak-hak asasi manusiabukan muncul dari faham individualisme dan liberalisme
sebagaimana yang pernah dicurigai oleh sementara pihak pada awalnya
kemerdekaan. Hal ini dibuktikan dengan diterimanya “Deklarasi Hak-Hak Asasi se
Dunia” oleh mayoritas anggota perserikatan bangsa-bangsa. Hal ini menambah
kesadaran para perumusan konstitusi RIS bahwa masalah hak-hak asasi manusia
yang dituangkan ke dalam konstitusi harus jauh lebih sempurna dibandingkan
dengan apa yang termuat dalam UUD 45.
3.
HAM
Dalam UUD-S tahun 1950
UUD-Spada hakikatnya adalah merupakan penjelmaan
dari konstitusi RIS setelah terlebih dahulu direvisi agar cocok diterapkan
dalam bangunan negara yang berbentuk negara kesatuan. Oleh karena dapat
dimaklumi kalau pasal-pasal yang memuat hak-hak asasi manusia dalam UUD-S “50 hampir
serupa dengan pasal-pasal yang terdapat dalam konstitusi RIS. Bahkan masih
ditambah satu pasal lagi, hingga jumlahnya menjadi 28 pasal seperti yang memuat
dalam bagian V tentang “Hak-Hak dan kebebasan-kebebasan dasar manusia” mulai
dari pasal 7 hingga dengan pasal 34.
Dari pengalaman negara republik indonesia yang
pernah memberlakukan tiga macam UUD, yaitu UUD 1945, konstitusi (UUD) RIS dan
UUD-S “50 maka dalam hal dimuatnya masalah HAM dapat dinyatakan bahawa UUD-S
“50 adalah UUD yang jauh paling lengkap meuat hak-hak dan kebebasan-kebebasan
dasar manusia yang pernah dimiliki oleh negara, dan lebih sempurna dibandingkan
dengan dua UUD yang berlaku sebelumnya. Muhammad Yamin dalam menilai terhadap
ketiga konstitusi (UUD), khususnya dalam hal dimuatnya masalah HAM menyatakan “
konstitusi RIS dan UUD-S “50 adalah satu-satunya dari konstitusi yang telah
berhasil memasukkan hak-haak asasi seperti keputusan UNO itu ke dalam piagam
konstitusi “ (M.Yamin, Proklamasi dan
Konstitusi Republik Indonesi: 29).
4.
HAM
Sesudah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Sesudah negara indonesia kembali ke UUD
45 lewat Dekrit 5 Juli 59, MPRS alam sidangnya pada tahun 1968 menilai bahwa
pelaksanaan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia selama masa Demokrasi
terpimpin sama sekali terabaikan.berbagai langkah kebijaksanaan pemerintah yang
nyata-nyata telahmelanggar HAM selalu saja dinyatakan bahwa apa yang
dilakukannya tetap dalam koridor UUD 45, dalam setiap kebijakannya mereka
selalu berdalih “atas dasar pancasila dan
UUD 45”. Semua itu bisa terjadi karena memang “tidak lengkapnya hak-hak
asasi dicantumkan dalam undang-undang dasar yang ada” (Miriam
Budiardjo,op.cit:128). Rule of Law di
indonesia masa itu sudah tidak dikenal lagi, negara indonesia bukan lagi negara
hukum sebagaimana yang tertukis dalam UUD 45, akan tetapi telah berubah bentuk
menjadi negara kekuasaan. “Guided
Democracy, it`s true meaning as is also its true name is autocracy” (Djoko
Prakoso, Ibid.,), demikian ditegaskan oleh seorang peninjau dari The International Commission of Jurist
yang datang ke jakartapada tahun 1963.
Keprihatinan MPR-S terhadap pelaksanaan
HAM pada masa rezim Bung Karno seperti di atas akhirnya dimasukkan ke dalam
salah satu agenda sidang MPR-S. Dan untuk menindak lanjutinya majlis membentuk
suatu panitia yang diberi tugas menyusun “Rancangan
Piagam Hak-Hak Asasi Manusia dan Hak-Hak serta Kewajiban Warganegara”.
Setelah terumuskan dengan baik kemudian dibahas dalam sidang MPR-S ke V tahun
1968. Namun ironisnya setelah dibahas ternyata tidak dapat ditemukan kata
sepakat untuk diangkatnya rancangan tersebut menjadikat menjadi ketetapan
MPR-S. Dengan demikian mengenai masalah jaminan konstitusional tentang hak-hak
asasi manusia di negara repubik indonesia dibawah naungan UUD 45 tidak ada
perubahan sedikitpun, atau bahkan dapat dikatakan terjadi kemunduran kalau
harus dibandingkan dengan kedua konstitusi lainnya pernah dimiliki oleh bangsa
indonesia, yaitu konstitusi RIS dan UUD “50.
Pada periode kepemimpinan presiden
Suharto selama 32 tahun pelaksanaan dan perlindungan hak-hak asasi
manusia/warga negara dalam berbagai aspeknya sama sekali diabaikan. Dunia
politik dikekangnya demikian rupa. Hanya ada tiga oranisasi politik yang
diberikan hak hidup, yaitu Golkar, PPP, PDI, PDI, dan hak itupun tidak lepas
dari pengendalian sepenuhnya oleh pemerintaha, dimana secara operasional kekang
kendali ini dilakukan oleh menteri dalam negeri yang berperan sebagai pembina
politik dalam negeri. Dalam dunia perburuhan hanya ada satu oraganisasi buruh
yangdi beri hak hidup, yaitu SPSI yang keberadaannya tidak bisa dilepaskan dari
campur tangan pemerintah. Dalam pers dibuat berbagai aturan yang demikian
mencincang kebebasan pers, seperti adanyahak Breidel (memberangus) oleh
pemerintah, adanya UU tentang SIUPP dan sebagainya. Menelikung orang-orang yang
di anggap “berbahaya” bagi pemerintah dalam melakukan aktifitas ekonomi,
seperti dalam bentuk dilarangnya bank-bank untuk memberikan/ menyalurkan kredit
kepada mereka. Tragedi yang sangat memilukan dimana sekian banyak anak bangsa
menjadi korban semena-mena, sepeti khasus tragedi tanjung priok, talangsari
lampung, korban DOM di aceh, kasus nipah di madura, pelaksanaan pemilu yang
membuldoser secara kasar partai-partai yang bersebrangan dengan pemerintah dan
sebagainya nyata-nyata merupakan pelanggaran HAM yang sangat besar yang tidak
dapat dihapuskan begitu saja.
Gerakan reformasi indonesia yang
mencita-citakan terwujudnya demokratisasi dalam seluruh bidang kehidupan,
tegaknya supremasi hukum dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia pada
tahun 1998 telah berhasil meruntuhkan pemerintah presiden Suharto yang dikenal
sebagai pemerintahan yang sangat represif serta mengabaikan hak-hak asasi
manusia/warganegara.
Di bawah kepemimpinan presiden
B..Habibie demokratisasi dari penegakan hak-hak asasi manusia mulai digerakkan.
Dengan dikeluarkannya UU tentang HAM, yaitu UU nomor 39 tahun 1999 (lihat
lampiran) maka berbagai hak asasi manusia dibuka lebar-lebar, seperti hak
mengeluarkan pendapat, hak berkumpul dan berserikat dsb. Kesempatan emas ini
dimanfaatkan oleh masyarakat dengan sebaik-baiknya. Kalau semula partai politik
hanya tiga buah, pada masa periode Habibie muncul ratusan partai politik, yang
diantaranya ada 48 partai politik yang berhak ikut serta dalam pemilihan umum
pada tahun 1998. Organisasi buruh semula hanya ada satu, yaitu serikat pekerja
seluruh indonesia (SPSI), sekarang ini ada sekian banyak serikat pekerja. Hak
kekang (breidel) yang dimiliki pemerintah terhadap surat kabar yang dianggap
nakal kini telah dicabut, demikian juga SIUPP (surat izin usaha penerbitan
persuratkabaran) yang sangat ditakutkan oleh perusahan penerbitan sebab setiap
saat bisa dicabut oleh pemerintah sekarang ini telah ditiadakan. Demikian juga
pemerintah telah mensahkan berdirinya komisi nisional hak-hak asasi manusia
(komnas HAM) dengan tugas mengawasi terhadap berbagai pelanggaran HAM serta merekomendasinya
untuk tindakan lanjuti oleh pemerintah dalam bentuk penuntutan dan sebagainya.
Dan pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid telah diterbitkan UU tentang
pengadilan HAM nomor 26 tahun 2000.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari materi di atas dapat saya
simpulkan:
1. Hak asasi
manusia dalam islam tujuannya untuk kepentingan manusia dan manusia mempunya
hak kebebasan tanpa memandang laki-laki dan perempuan karena tugas yang diemban
tidak akan terwujud tanpa ada kebebasan dan kebebasan tidak terwujud tanpa
adanya tanggung jawab itu sendiri.
2. Diawali dengan
tidak adanya persamaan antara golongan
atas dan golongan bawah secara tidak langsung itu semua tidak adil maka untuk
mewujudkan asas persamaan itu dan lahirnya teori kontra sosial dengan gagasan
tentang hak-hak dasar kebebasan dan persamaan setelah itu perkembangan ham
selanjutnya dipertegas bahwa manusia merdeka sejak di dalam kandungan maka
tidak pantas sesudah lahir dia dibelenggu.
3. Manusia
ditakdirkan mempunyai hak didalam kandungan sampai dia lahir dan mempunyai hak
hidup untuk tidak disiksa karena mereka mempunyai hak kebebasan pribadi karena
dipasal 21 yang berbunyi setiap orang berhak atas keutuhan pribadi baik rohani
maupun jasmani bagi semua orang tidak membeda bedakan antara yang satu dengan
yang lain seperti hak wanita dan anak.
4. Ham merupakan
pengumpulan penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara atau pengumpul
politik dan etika yang erat, hubungannya dengan harkat dan martabat manusia
untuk menegakkan ham sudah semakin kuat baik dalam negeri maupun melalui
tekanan dunia internasional. Namun masih banyak tantangan yang dihadapi untuk
itu perlu adanya dukungan dari semua pihak agar penegakan ham bergerak kearah
positi.
B.
Saran
Setelah membaca
makalah ini sebaiknya kita sebagai mahasiswa harus saling menghargai hak-hak
orang lain sebelum hak kita dihargai oleh orang lain jadi dalam menjaga ham
kita harus mengimbangi dan menyelaraskan ham kita dengan orang lain.
[1]
Hj. waqiatul masrurah, Buku Ajar CIVIC
EDUCATION, (surabaya: Sasabila Putra Pratama, 2013), hlm. 83
[2]
Ibid
[4] MUATHAFA KAMAL PASHA, pendidikan kewarganegaraan (jogjakarta: CITRA KARSA MANDIRI,
2002),hlm. 135
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunianya.
Sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ HAM” dengan
mudah walaupun masih ada sedikit kesulitn dalam penyelesaian makalah.
Rasa
terimakasih kami haturkan kepada dosen pengampu mata kulih” pendidikan
kewararganegaraan” sehingga makalah ini dapat di selesaikan dengan baik.
Dimakalah ini, penulis berusaha semaksimal mungkin dan sangat berharap agar
pembaca mengerti, paham dan dapat menambah informasi tentang HAM. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu diharapkan
demi kesempurnaan makalah ini dan pada intinya untuk memperbaiki kekurangan
agar dapat membuat makalah lebih baik.
Pamekasan 05 November 2016
Penulis
BAB
1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Untuk
dapat menjalankan tugas dan fungsi manusia sebagai pemimpin, setiap manusia
harus mengerti terlebih dahulu hak-hak dasar yang melekat pada dirinya seperti
kebebasan, persamaan, perlindungan. Hak-hak tersebut bukan merupakan pemberian
seseorang, organisasi atau negara tapi adalah anugrah Allah SWT yang sudah
dibawanya sejak lahir kealam dunia. Hak-hak itulah yang di sebut dengan hak
asasi manusia. Tampa memahami hak-hak tersebut mustahil seseorang dapat
menjalankan tugas serta kewajibannya sebagai khalifah tuhan.
Dalam
sudut pandang islam hak asasi manusia sudah diatur berdasarkan atau pedoman
pada Al-qur’an dan Hadits. Karena Al-Qur’an dan Hadits merupakan pedoman fidup
bagi seluruh manusia yang ada dibumi ini pada umumnya dan bagi ummat islam pada
khususnya. Oleh karena itu ummat manusia pada umumnya dan ummat islam pada
khususnya apabila tidak ingin hak-haknya dirampas oleh orang lain, maka
hendaknya ia harus mengetahui hak-haknya dan selalu memperjuangkanya selama
tidak mengambil atau melampaui batas dan hak-hak orang lain.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana
ham menurut islam?
2. Bagaimana
sejarah ham?
3. Bagaimana
UU ham?
4. Bagaimana
penegakan dan perlindungan ham?
C.
Tujuan Penelitian
1. Dapat
mengetahui bagaimana ham menurut islam
2. Dapat
mengetahui sejarah ham
3. Dapat
mengetahui UU ham
4. Dapat
mangetahui penegakan dan perlindungan ham
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Ham
Menurut Islam
1.
Pengertian HAM Dalam Pandangan Agam
Islam
Hak
asasi manusia adalah hak dasar yang memiliki manusia sejak manusia itu
dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat
kita sebagai manusia yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat
hidup sebagai manusia. Hak asasi diperoleh manusia dari penciptanya, yaitu
tuhan yang maha esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan
2.
HAM Menurut Islam
Hal
asasi manusia dalam islam tertuang jelas untuk kepentingan manusia, lewat
syari’ah islam yang diturunkan melalui wahyu. Menurut syari’ah manusia adalah
makhluk bebas yang mempunyai tugas dan tanggung jawab, dan karenanya ia juga
mempunyai hak dan kebiasaan. Dasarnya adalah keadilan yang ditegakkan atas
dasar persamaan tanpa pandang bulu. Artinya tugas yang diemban tidak akan
terwujud tanpa adanya kebebasan, sementara kebebasan secara eksistensial tidak
terwujud tanpa adanya tanggung jawab itu sendiri. Sistem HAM islam mengandung prinsip-prinsip dasar
tentang persamaan, kebebasan dan penghormatan terhadap sesama manusia.
Persamaan artinya islam memandang semua manusia sama dan mempunya kedudukan
yang sama, satu-satunya keunggulan yang dinikmati seseorang manusia atas
manusia lainnya hanya ditentukan oleh tingkat ketakwaannya. Hal ini sesuai
dengan firman Allah dalam surat Al-Hujarat ayat 13, yang artinya : “ Hal
manusi, sesungguhnya kami ciptakan kamu dari laki-laki dan perempua, dan kami
jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling
mengenal.sesungguhnya yang paling mulia diantaranya kaum adalah yang paling
takwa.[1]
B. Sejarah
HAM
Pada pakar HAM berpendapat bahwalahirnya HAM dimulai
dengan lahirnya magna charta. Piagam antara lain merencanakan bahwa raja yang
semula memiliki kekuasaan absolut ( raja yang menciptakan, hukum, tetapi dia
sendiri tidak terikat dengan huku) menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai
dapat diminta pertanggung jawabannya dimuka dimuka hukum. Dari piagam inilah
kemudian lahir doktrin bahwa raja tidak kebal hukum serta bertanggung jawab
kepada hukum.
Untuk mewujudkan asas persamaan itu, maka lahirkan
teori “kontrak sosial” J.J. Rosseao. Setelah itu kemudia disusul oleh
Mounjesqueiu dan Tomas Jefferson di AS dengan gagasan tentang hak-hak dasar dan
kebebasan dan persamaan.
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan
kemunculan the american of declaratio of indenpendence di amerika serikat yang
lahir dari semangat paham rosseau dan maunesqueiu. Jadi sekalipun di negara
kedua tokoh HAM itu yakin inggris dan perancis belum lahir rincian HAM, namun
telah muncul Amerika. Sejak inilah mulai dipertegas bahwa manusia adalah
merdeka sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidaklah masuk akal bila sesudah
lahir ia harus dibelenggu.
Selanjutnya, pada tahun 1786 lahir the French
Declaration, dimana hak-hak asasi manusia ditetapkan oleh rinci lagi yang
kemudian menghasilkan dasar-dasar negara hukum atau the rule of law.
Sejalan dengan pemikiran maka PBB memprakarsai
berdirinya sebuah komisi HAM untuk pertama kali yang diberi nama Commission on
Human Right pada tahun 1946. Komisi inilah yang kemudian menetapkan secara
terperinci beberapa hak ekonomi dan sosial, di samping hak-hak politis yaitu:
1.
Hak Hidup, kebebasan dan keamanan
pribadi (pasal 3)
2.
Larangan pembudakan (pasal 4)
3.
Larangan penganiayaan (pasal 5)
4.
Larangan penangkapan, penahanan atau
pengasingan yang sewenang-wenang (pasal 9)
5.
Hak atas pemeriksaan pengadilan yang
jujur (pasal 10)
6.
Hak atas kebebasan bergerak (pasal 13)
7. Hak
atas harta dan benda (pasal 17)
8. Hak
atas kebebasan berpikir, menyuarakan hati nurani dan beragama (pasal 180)
9. Hak
atas mengemukakan pendapat dan mencurahkan pikiran (pasal 19)
10. Hak
atas kebebasan berkumpul dan berserikat (pasal 200)
11. Hak
untuk turut serta dalam pemerintah (pasal 21)
Deklarasi
sedunia ini juga menyebutkan beberapa hak sosial dan ekonomi yang penting:
1. Hak
atas pekerjaan pasal 23
2. Hak
atas taraf hidup yang layak, termasuk makanan, pakaian, perumahan dan kesehatan
pasal 25
3. Hak
atas pendidikan pasal 26
4. Hak
kebudayaan meliputi hak untuk turut serta dalam kehidupan kebudayaan
masyarakat, ambil bagian dalam kemajuan ilmu pengetahuandan hak atas
perlindungan kepentingan moral dan material yang timbul dari hasil karya kita
seseorang dalam bidang ilmu, ksusastraan, dan seni pasal 27, ( lihat lampiran
tentang deklarasi HAM universal ).[2]
C.
UU HAM
1.
Pasal
4
Hak untuk hidup, hak untuk tidak di siksa, hak
kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak di
perbudak, hak untuk di akui sebagai
pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak di tuntut atas
dasar hukum yaang berlaku surut adalah hak manusia yang tidak dapat dikurangi
dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.
2.
Pasal
10
a.
Setiap
orang berhak membentuk suatu perkawinan yang sah.
b.
Perkawinan
yang sah hanya dapat berlangsung atas kehendak bebascaolon suami dan calon
istri yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
3.
Hak
mengembangkan diri dalam pasal II yang berbunyi
“
setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuhd dan
berkembang secara layak “.
4.
Hak
memperoleh keadilan dalam pasal 17 bagian ke-4 yang berbunyi “ setiap orang
tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan
permohonan. Pengaduan, dan gugatan, dalam perkara pidana, perdata maupun administrasi
serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai
dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang
jujur dan adil untuk memperoleh yang adil dan benar.
5.
Hak
atas kebebasan pribadi dalam pasal 21 yang berbunyi “ setiap orang berhak atas
keutuhan pribadi, baikrohani maupun jasmani, dan karena itu tidak boleh menjadi
obyek penelitian tanpa persetujuan darinya.
6.
Hak
atas rasa aman terhadap dalam pasal 30yang berbunyi “ setiap orang berhak atas
rasa aman dan tentram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk
berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
7.
Hak
atas kesejahteraan terdapat pada pasal 40 yang berbunyi “setiap orang barhak
untuk bertempat tinggal serta berkehupan yang layak “
8.
Hak turut serta dalam pemerintahan tercantum
pada pasal 44 yang berbunyi “ setiap orang baik sendiri maupun bersama-sama
berhak mengajukan pendapat, permohonan, pengaduan, dan atau usulan kepada
pemerintah dalam rangka pelaksanaan pemerintahan dalam rangka pelaksanaan pemerintahanyang
bersih, efektif dan efisien, baik dengan lisan maupun dengan tulisan dengan
ketentuan peraturan perundang undangan.
9.
Hak
wanita tercantum dalam pasal pasal 45yang berbunyi “ hak wanita dalam UU ini
adalah hak asasi manusia “.
10.
Hak
anak terdapat dalam pasal 55 yang berbunyi “ setiap anak berhak untuk beribadah
menurut agamanya. Berpikir dan berekspresi sesuai dengan tingkat intelektualitas
dan biaya di bawah ini bimbingan orang tua dan atau wali.[3]
D. Penegkan Dan
Perlindungan HAM di Indonesia
1.
HAM
dalam UUD 1945
UUD 45 disusun oleh panitia kecil perancang
undang-undang dasar yang diketahui oleh Prof.Dr.Mr. Soepomo.UUD ini disusun
oleh badan penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan indonesia(BPUPKI) pada
akhirnya masa pendudukan jepang. Dalam suasana negara dalam keadaan perang, dan
lagi pula tenggang maasa kerjanya teramat sangat singkat (kurang lebih 10
hari),oleh karena itu dapat dimaklumi kalau UUD 1945 hanya memuat37 pasal yang
sifatnya masih sangat umum. Dan untuk mengatasi masalah tersebut hampir
sebagian besar pasal-pasalnya selalu diakhiri dengan kalimat “... ditetapkan
dengan Undang-Undang” atau “.... dan
diatur dengan Undang-Undang.
Pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia dalam UUD
45hanya mencantumkan beberapa pasal saja. Hal merumuskan “Universal Declaration
of Human Rights”. Untuk itu makan bahan yang dijadikan sebagai rujukan dan
panduan untuk merumuskan masalah HAM pada saat itu adalah “Declaration des Droit de L’Homme et du Citoyrn” dari perancisi dan
“ Declaration of Independence” dari
Amerika Serikat.
menghadapi persoalan seperti initimbul perbedaan
pandangan dan penilaian. Beberapa tokoh anggota badan penyelidik menilai bahwa
masalah HAM hakikatnya adalah produk
dari faham Individualisme dan Liberalisme, dan oleh karena itu mereka
berkeberatan kalau masalah HAM ini dimasukkan ke dalam UUD, karena
ketergantungan dengan asas kekeluargaan. Sementara yang lain berpendapat bahwa
masalah HAM adalah masalah kemanusian yang bersifat universal. Kelompok yang
menolak dicantumkannya pasal-pasal yang mengatur hak-hak asasi warganegara ini
ditokohi antara lain oleh Bung Karno dan Dr.Soepomo. dalam pidatonya yang
sedang menyoroti masalah HAM Bung Karno menyatakan “... jika kita betul- betul
hendak mendasarkan negara kita kepada faham kekeluargaan, faham tolong
menolong, faham gotong royong, dan keadilan sosial, enyahkanlah tiap-tiap
pikiran, tiap-tiap faham individualisme dan liberalisme dari padanya” (Muhammad
Yamin: 297). Demikian pula pendapat Dr.Soepomo ketika menjawab pertanyaan
Mr.Maria Ulfa Santoso, salah seorang anggota
BPUPKI di dalam sidang badan penyelidik pada tanggal 13juli 45 yang
mempertanyakan apakah tidak dianggap perlu hak-hak dasar dimasukkan ke dalam
UUD, dijawabnya bahwa ” ini tidakperlu karena negara Indonesia berdasarkan atas
Kedaulatan Rakyat” (Idem: 167). Sementara kelompok lain yang ditokohi antara
lain oleh Hatta dan Muhammad Yamin tetap memandang perlu dicantumkannya hak-hak
asasi manusia ke dalam UUD tanpa harus kehilangan identitasnya selaku negara
yang bersifat integralistik, negara yang menjujung tinggi asas kekeluargaan.
Sebab dikhawatirkan dengan tidak dicantumkannya jaminan hak-hak asasi manusia
memungkinkan negara akan menjurus ke arah negara kekuasaan (Machtsstaat). Hatta
mengatakan “Hendaklah kita memperhatikan syarat-syarat supaya negara yang kita
bikin jangan menjadi negara kekuasan. Kita menghendaki negara pengurus, kita
membangun masyarakat baru berdasarkan gotaong royong, usaha bersama; tujuan
kita ialah memperbaharui masayarakat. Di sebelah itu, janganlah kita memberikan
kekuasaan yang tidak terbatas kepada negara untuk menjadikan di atas negara baru
itu suatu negara kekuasaan. Oleh sebab itu ada baiknya dalam salah satu pasal,
misalnya pasal yang mengenai warganegara, disebutkan juga di sebelah hak yang
sudah diberikan kepadanya, misalnya tiap-tiap warganegara rakyat Indonesia,
jangan takut mengeluarkan suaranya. Yang perlu disebut disini hak untuk
berkumpul dan bersidang atau surat-menyurat dan lain-lain” (Idem: 299).
Pembahasan mengenai perlu atau tidaknya hak-hak
asasi warganegara dimasukkan ke dalam UUD 45 sebagaimana di atas pada akhirnya
tercapai dan dapat dirumuskan melalui semacam kompromi antara kedua belah pihak
seperti yang terformulasikan dalam tujuh buah pasal, yaitu pasal
27,28,29,30,31,33 dan pasal 34 pada UUD 45.
2.
HAM
dalam konstituasi RIS
Pada waktu bangsa indonesia memasuki babakan baru,
yaitu ketika negara indonesia berbentuk serikat, maka UUD di gunakannya adalah
UUD ysng baru, yang boleh terkenal dengan sebutan konstitusi RIS. Sewaktu para
perumus konstitusi tengah membahas masalah hak-hak asasi warganegara, mereka
menyadari sepenuhnya betapa perlunya menuangkan hak-hak asasi warganegara
secara lebih terperinci lagi, yang dapat mencakup seluruh aspek hak-hak dasar
yang semestinya dimiliki oleh setiap warganegarai.
Seajarah telah membuktikan bahwa ternyata masalah
hak-hak asasi manusiabukan muncul dari faham individualisme dan liberalisme
sebagaimana yang pernah dicurigai oleh sementara pihak pada awalnya
kemerdekaan. Hal ini dibuktikan dengan diterimanya “Deklarasi Hak-Hak Asasi se
Dunia” oleh mayoritas anggota perserikatan bangsa-bangsa. Hal ini menambah
kesadaran para perumusan konstitusi RIS bahwa masalah hak-hak asasi manusia
yang dituangkan ke dalam konstitusi harus jauh lebih sempurna dibandingkan
dengan apa yang termuat dalam UUD 45.
3.
HAM
Dalam UUD-S tahun 1950
UUD-Spada hakikatnya adalah merupakan penjelmaan
dari konstitusi RIS setelah terlebih dahulu direvisi agar cocok diterapkan
dalam bangunan negara yang berbentuk negara kesatuan. Oleh karena dapat
dimaklumi kalau pasal-pasal yang memuat hak-hak asasi manusia dalam UUD-S “50 hampir
serupa dengan pasal-pasal yang terdapat dalam konstitusi RIS. Bahkan masih
ditambah satu pasal lagi, hingga jumlahnya menjadi 28 pasal seperti yang memuat
dalam bagian V tentang “Hak-Hak dan kebebasan-kebebasan dasar manusia” mulai
dari pasal 7 hingga dengan pasal 34.
Dari pengalaman negara republik indonesia yang
pernah memberlakukan tiga macam UUD, yaitu UUD 1945, konstitusi (UUD) RIS dan
UUD-S “50 maka dalam hal dimuatnya masalah HAM dapat dinyatakan bahawa UUD-S
“50 adalah UUD yang jauh paling lengkap meuat hak-hak dan kebebasan-kebebasan
dasar manusia yang pernah dimiliki oleh negara, dan lebih sempurna dibandingkan
dengan dua UUD yang berlaku sebelumnya. Muhammad Yamin dalam menilai terhadap
ketiga konstitusi (UUD), khususnya dalam hal dimuatnya masalah HAM menyatakan “
konstitusi RIS dan UUD-S “50 adalah satu-satunya dari konstitusi yang telah
berhasil memasukkan hak-haak asasi seperti keputusan UNO itu ke dalam piagam
konstitusi “ (M.Yamin, Proklamasi dan
Konstitusi Republik Indonesi: 29).
4.
HAM
Sesudah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Sesudah negara indonesia kembali ke UUD
45 lewat Dekrit 5 Juli 59, MPRS alam sidangnya pada tahun 1968 menilai bahwa
pelaksanaan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia selama masa Demokrasi
terpimpin sama sekali terabaikan.berbagai langkah kebijaksanaan pemerintah yang
nyata-nyata telahmelanggar HAM selalu saja dinyatakan bahwa apa yang
dilakukannya tetap dalam koridor UUD 45, dalam setiap kebijakannya mereka
selalu berdalih “atas dasar pancasila dan
UUD 45”. Semua itu bisa terjadi karena memang “tidak lengkapnya hak-hak
asasi dicantumkan dalam undang-undang dasar yang ada” (Miriam
Budiardjo,op.cit:128). Rule of Law di
indonesia masa itu sudah tidak dikenal lagi, negara indonesia bukan lagi negara
hukum sebagaimana yang tertukis dalam UUD 45, akan tetapi telah berubah bentuk
menjadi negara kekuasaan. “Guided
Democracy, it`s true meaning as is also its true name is autocracy” (Djoko
Prakoso, Ibid.,), demikian ditegaskan oleh seorang peninjau dari The International Commission of Jurist
yang datang ke jakartapada tahun 1963.
Keprihatinan MPR-S terhadap pelaksanaan
HAM pada masa rezim Bung Karno seperti di atas akhirnya dimasukkan ke dalam
salah satu agenda sidang MPR-S. Dan untuk menindak lanjutinya majlis membentuk
suatu panitia yang diberi tugas menyusun “Rancangan
Piagam Hak-Hak Asasi Manusia dan Hak-Hak serta Kewajiban Warganegara”.
Setelah terumuskan dengan baik kemudian dibahas dalam sidang MPR-S ke V tahun
1968. Namun ironisnya setelah dibahas ternyata tidak dapat ditemukan kata
sepakat untuk diangkatnya rancangan tersebut menjadikat menjadi ketetapan
MPR-S. Dengan demikian mengenai masalah jaminan konstitusional tentang hak-hak
asasi manusia di negara repubik indonesia dibawah naungan UUD 45 tidak ada
perubahan sedikitpun, atau bahkan dapat dikatakan terjadi kemunduran kalau
harus dibandingkan dengan kedua konstitusi lainnya pernah dimiliki oleh bangsa
indonesia, yaitu konstitusi RIS dan UUD “50.
Pada periode kepemimpinan presiden
Suharto selama 32 tahun pelaksanaan dan perlindungan hak-hak asasi
manusia/warga negara dalam berbagai aspeknya sama sekali diabaikan. Dunia
politik dikekangnya demikian rupa. Hanya ada tiga oranisasi politik yang
diberikan hak hidup, yaitu Golkar, PPP, PDI, PDI, dan hak itupun tidak lepas
dari pengendalian sepenuhnya oleh pemerintaha, dimana secara operasional kekang
kendali ini dilakukan oleh menteri dalam negeri yang berperan sebagai pembina
politik dalam negeri. Dalam dunia perburuhan hanya ada satu oraganisasi buruh
yangdi beri hak hidup, yaitu SPSI yang keberadaannya tidak bisa dilepaskan dari
campur tangan pemerintah. Dalam pers dibuat berbagai aturan yang demikian
mencincang kebebasan pers, seperti adanyahak Breidel (memberangus) oleh
pemerintah, adanya UU tentang SIUPP dan sebagainya. Menelikung orang-orang yang
di anggap “berbahaya” bagi pemerintah dalam melakukan aktifitas ekonomi,
seperti dalam bentuk dilarangnya bank-bank untuk memberikan/ menyalurkan kredit
kepada mereka. Tragedi yang sangat memilukan dimana sekian banyak anak bangsa
menjadi korban semena-mena, sepeti khasus tragedi tanjung priok, talangsari
lampung, korban DOM di aceh, kasus nipah di madura, pelaksanaan pemilu yang
membuldoser secara kasar partai-partai yang bersebrangan dengan pemerintah dan
sebagainya nyata-nyata merupakan pelanggaran HAM yang sangat besar yang tidak
dapat dihapuskan begitu saja.
Gerakan reformasi indonesia yang
mencita-citakan terwujudnya demokratisasi dalam seluruh bidang kehidupan,
tegaknya supremasi hukum dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia pada
tahun 1998 telah berhasil meruntuhkan pemerintah presiden Suharto yang dikenal
sebagai pemerintahan yang sangat represif serta mengabaikan hak-hak asasi
manusia/warganegara.
Di bawah kepemimpinan presiden
B..Habibie demokratisasi dari penegakan hak-hak asasi manusia mulai digerakkan.
Dengan dikeluarkannya UU tentang HAM, yaitu UU nomor 39 tahun 1999 (lihat
lampiran) maka berbagai hak asasi manusia dibuka lebar-lebar, seperti hak
mengeluarkan pendapat, hak berkumpul dan berserikat dsb. Kesempatan emas ini
dimanfaatkan oleh masyarakat dengan sebaik-baiknya. Kalau semula partai politik
hanya tiga buah, pada masa periode Habibie muncul ratusan partai politik, yang
diantaranya ada 48 partai politik yang berhak ikut serta dalam pemilihan umum
pada tahun 1998. Organisasi buruh semula hanya ada satu, yaitu serikat pekerja
seluruh indonesia (SPSI), sekarang ini ada sekian banyak serikat pekerja. Hak
kekang (breidel) yang dimiliki pemerintah terhadap surat kabar yang dianggap
nakal kini telah dicabut, demikian juga SIUPP (surat izin usaha penerbitan
persuratkabaran) yang sangat ditakutkan oleh perusahan penerbitan sebab setiap
saat bisa dicabut oleh pemerintah sekarang ini telah ditiadakan. Demikian juga
pemerintah telah mensahkan berdirinya komisi nisional hak-hak asasi manusia
(komnas HAM) dengan tugas mengawasi terhadap berbagai pelanggaran HAM serta merekomendasinya
untuk tindakan lanjuti oleh pemerintah dalam bentuk penuntutan dan sebagainya.
Dan pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid telah diterbitkan UU tentang
pengadilan HAM nomor 26 tahun 2000.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari materi di atas dapat saya
simpulkan:
1. Hak asasi
manusia dalam islam tujuannya untuk kepentingan manusia dan manusia mempunya
hak kebebasan tanpa memandang laki-laki dan perempuan karena tugas yang diemban
tidak akan terwujud tanpa ada kebebasan dan kebebasan tidak terwujud tanpa
adanya tanggung jawab itu sendiri.
2. Diawali dengan
tidak adanya persamaan antara golongan
atas dan golongan bawah secara tidak langsung itu semua tidak adil maka untuk
mewujudkan asas persamaan itu dan lahirnya teori kontra sosial dengan gagasan
tentang hak-hak dasar kebebasan dan persamaan setelah itu perkembangan ham
selanjutnya dipertegas bahwa manusia merdeka sejak di dalam kandungan maka
tidak pantas sesudah lahir dia dibelenggu.
3. Manusia
ditakdirkan mempunyai hak didalam kandungan sampai dia lahir dan mempunyai hak
hidup untuk tidak disiksa karena mereka mempunyai hak kebebasan pribadi karena
dipasal 21 yang berbunyi setiap orang berhak atas keutuhan pribadi baik rohani
maupun jasmani bagi semua orang tidak membeda bedakan antara yang satu dengan
yang lain seperti hak wanita dan anak.
4. Ham merupakan
pengumpulan penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara atau pengumpul
politik dan etika yang erat, hubungannya dengan harkat dan martabat manusia
untuk menegakkan ham sudah semakin kuat baik dalam negeri maupun melalui
tekanan dunia internasional. Namun masih banyak tantangan yang dihadapi untuk
itu perlu adanya dukungan dari semua pihak agar penegakan ham bergerak kearah
positi.
B.
Saran
Setelah membaca
makalah ini sebaiknya kita sebagai mahasiswa harus saling menghargai hak-hak
orang lain sebelum hak kita dihargai oleh orang lain jadi dalam menjaga ham
kita harus mengimbangi dan menyelaraskan ham kita dengan orang lain.
[1]
Hj. waqiatul masrurah, Buku Ajar CIVIC
EDUCATION, (surabaya: Sasabila Putra Pratama, 2013), hlm. 83
[2]
Ibid
[4] MUATHAFA KAMAL PASHA, pendidikan kewarganegaraan (jogjakarta: CITRA KARSA MANDIRI,
2002),hlm. 135