TUGAS
KELOMPOK
PENGEMBANGAN
KURIKULUM
PAI
Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas Studi PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI
Dengan
Dosen Pengampu : Heni Listiana, M. Pd.I
Disusun Oleh:
Imam Hanafi
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
JURUSAN
TARBIYAH
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas
kehadirat Tuhan yang maha Esa, karena dengan rahmat dan karunia-Nya kami masih
diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas kelompok
ini.
Adapun
tugas yang sederhana ini membahas tentang pengembangan kurikulum, makalah ini
kami susun untuk mengetahui pengembangan kurikulum yang telah dukemukakan oleh
para ahli kurikulum, dan untuk melaksanakan tugas dari ibu pembimbing yaitu, ibu Heni Listiana, M.
Pd.I
Tidak
lupa kami ucapkan terima kasih yang tulus kepada ibu Heni Listiana, M. Pd. I Yang
tak pernah lelah membimbing dan mendidik kami dan juga
yang selalu mendukung kami dalam
melaksanakan tugas ini, kepada beliau kami ucapkan ribuan terimakasih .
Meskipun kami menyadari bahwa makalah
ini masih kurang sempurna, baik dalam penulisan maupun
pembahasan, maka penulis mengharapkan kritik dan saran demi lebih sempurnanya
penulisan tugas selanjutnya. Semoga tugas makalah
ini dapat bermanfaat bagi penulis,
pembaca dan pihak-pihak yang berkepentingan. Amien ya robbal alamien .
Pamekasan, 30 April 2016
Penulis
DAFTAR
ISI
COVER
……………………………………………………………………………………
KATA PENGANTAR
……………………………………………………………………
DAFTAR ISI
………………………………………………………………………………
BAB I HAKIKAT KURIKULUM
A. Pengertian Kurikulum ………………………………………………………….
B. Kedudukan Kurikulum dalam Pendidikan …………………………………….
C. Fungsi dan Peranan Kurikulum …………………………………………………
D. Komponen Kurikulum …………………………………………………………..
BAB II KONSEP PENGEMBANGAN KURIKULUM
A. Urgensi pengembangan Kurikulum……………………………………………...
B. Dasar Pengembangan Kurikulum………………………………………………..
BAB III LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
A. Landasan Filosofis……………………………………………………………….
B. Landasan Psikologis……………………………………………………………...
C. Landasan Sosial Budaya…………………………………………………………
D. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi …………………………………….
BAB IV PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM
A. Prinsip Relevansi………………………………………………………………….
B. Prinsip Kontinuitas………………………………………………………………..
C. Prinsip Praktis ……………..……………………………………………………...
D. Prinsip Efektivitas…………………………………………………………………
BAB V SILABUS
A. Pengertian Silabus……………………………………………………………………..
B. Fungsi Silabus…………………………………………………………………………
C. Prinsip-prinsip Pengembangan Silabus ……………………………………………….
BAB VI RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
A. Pengertian RPP………………………………………………………………………..
B. Fungsi RPP……………………………………………………………………………
BAB I
HAKIKAT KURIKULUM
- Pengertian Hakikat Kurikulum
Definisi kurikulum yang
berkembang dan dianut oleh ahli pendidikan sangatlah beragam dan tidak hanya
satu macam dalam pendidikan jasmani, beragam pakar mendefinisikan kurikulum.
Kurikulum sering dipandang oleh guru pendidikan
jasmani sebagai seluruh bidang studi yang ditawarkan kepada peserta didik atau diidentifikasi
sebagai bidang studi.
Menggambarkan kurikulum sebagai serangkaian pengalaman
yang dipandu dan berarti yang diarahkan untuk mencapai tujuan yang spesifik,
yaitu instrumen dasar dalam proses pendidikan. Kurikulum merupakan media di
mana konsep teori dan filosofis diterjemahkan menuju rencana atau desain yang
efektif yang akan mempengaruhi proses pengajaran.
Menurut beberapa ahli kurikulum tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa, kurikulum merupakan seperangkat pedoman yang digunakan
sebagai dasar untuk mencapai tujuan-tujuan dan perilaku yang diharapkan dalam
kehidupan persekolahan. Pengembangan segala materi dalam kurikulum dapat
dilakukan sepanjang tidak melenceng dari asas-asas kurikulum dan karakteristik
kurikulum yang baik.
Kurikulum merupakan seperangkat pedoman yang digunakan
sebagai dasar untuk mencapai tujuan-tujuan dan perilaku yang diharapkan dalam
kehidupan persekolahan.
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan
mengenaitujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedomanpenyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikantertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional
serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan
dan peserta didik. Oleh sebab itu
kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untukmemungkinkan penyesuaian program
pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah
Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan
dengan memperhatikan tahap perkembangan siswa yang disesuaikan dengan
lingkungan, kebutuhan pembangunan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta kesenian. Dengan demikian sebuah kurikulum menjadi sangat penting
keberadaannya dalam sebuah organisasi dan sebagainya. Karena akan menjadi sebuah
cermin pada setiap aktifitas yang dilakukan oleh aktifis aktifis organisasi
tersebut.[1]
- Kedudukan Kurikulum Dalam Pendidikan
Mempunyai kedudukan sentral dalam
melaksanakan proses pendidkan. Kurikulum
mengarahkan bentuk aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan
pendidikan. Kurikulum juga merupakan rencana pendidikan, memberikan pedoman dan pegangan mengenai
jenis, lingkup, urutan isi, dan proses pendidikan. Disamping kedua fungsi itu,
kurikulum juga merupakan bidang studi yang ditekuni oleh para ahli atau
specialis kurikulum, yang menjadi sumber atau memberikan teoritis, bagi
pengembangan kurikulum berbagai insitusi pendidikan. Kurikulum memberikan
pegangan bagi pelaksanaan pelajaran dikelas tetapi merupakan tugas dan tanggung
jawab guru untuk menjabarkanya. Kurikulum dimulai dari pendidikan dasar,
pendidikan menengah, pendidikan tinggi, dan kurikulum sekolah umum, kejuaraan
dan lainnya merupakan perwujudan atau penerapan teori-teori kurikulum.[2]
- Fungsi dan
Peranan Kurikulum
Kurikulum
sebagai alat dalam pendidikan memiliki berbagai macam fungsi dalam pendidikan
yang sangat berperan dalam kegunannya.
-
Fungsi Kurikulum adalah sebagai berikut
1.
Fungsi Penyesuaian (the adjustive or
adaptive function)
Kurikulum
berfungsi sebagai penyesuain adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan
perubahan yang terjadi dilingkungannya karena lingkungan bersifat dinamis
artinya dapat berubah-ubah.
2.
Fungsi Integrasi (the integrating function)
Kurikulum
berfungsi sebagai penyesuain mengandung makna bahwa kurikulum merupakan alat
pendidikan yang mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang patuh
yang dapat dibutuhkan dan berintegrasi di masyarakat
3.
Fungsi Diferensiasi (the diferentiating
function)
Kurikulum
berfungsi sebagai diferensiansi adalah sebagai alat yang memberikan pelayanan
dari berbagai perbedaan disetiap siswa yang harus dihargai dan dilayani.
4.
Fungsi Persiapan (the propaeduetic function)
Kurikulum
berfungsi sebagai persiapan yang mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan mampu mempersiapkan siswa kejenjang selanjutnya dan juga dapat
mempersiapkan diri dapat hidup dalam masyarakat, jika tidak melanjukan
pendidikan.
5.
Fungsi Pemilihan (the selective function)
Kurikulum
berfungsi sebagai pemilihan adalah memberikan kesempatan bagi siswa untuk
menentukan pilihan program belajar yang sesuai dengan minat dan bakatnya.
6.
Fungsi Diagnostik (the diagnostic function)
Kurikulum
sebagai diagnostik mengandung makna bahwa kurikulum adalah alat pendidikan
yang mampu mengarahkan dan memahami potensi siswa serta kelemahan dalam
dirinya. Jika telah memahami potensi dan mengetahui kelemahannya, maka
diharapkan siswa dapat mengembangkan potensi dan memperbaiki kelemahannya.[3]
- Peranan kurikulum
1.
Peran
Konservatif kurikulum adalah
melestarikan berbagai nilai budaya sebagai warisan masa lalu
2.
Peran kreatif
kurikulum harus mengandung hal-hal baru sehingga dapat membantu siswa untuk
dapat mengembangkan setiap potensi
3.
Peran kritis
dan evaluative kurikulum berperan untuk menyeleksi nilai dan budaya mana yang
perlu dipertahankan.[4]
D.
Komponen Kurikulum
Kurikulum
memiliki lima komponen utama, yaitu :
1.
Tujuan
2.
Materi
3.
Strategi, pembelajaran
4.
Organisasi kurikulum
5.
Evaluasi
Kelima
komponen tersebut memiliki keterkaitan yang erat dan tidak bisa dipisahkan. Untuk
lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan tentang masing-masing komponen
tersebut.
1. Tujuan
Mengingat
pentingnya pendidikan bagi manusia, hampir di setiap negara telah mewajibkan
para warganya untuk mengikuti kegiatan pendidikan, melalui berbagai ragam
teknis penyelenggaraannya, yang disesuaikan dengan falsafah negara, keadaan
sosial-politik kemampuan sumber daya dan keadaan lingkungannya masing-masing.
Kendati demikian, dalam hal menentukan tujuan pendidikan pada dasarnya memiliki
esensi yang sama. Seperti yang disampaikan oleh Hummel (Uyoh Sadulloh, 1994)
bahwa tujuan pendidikan secara universal akan menjangkau tiga jenis nilai utama
yaitu:
1.
Otonomi memberikan
individual dan kelompok yang kecepatan dan kemampuan sehingga mereka dapat
mengelola kehidupan pribadi mereka dan kolektif.
2.
Ekuitas memungkinkan semua
warga untuk berpartisipasi dalam budaya dan ekonomi hidup oleh mereka dan sama
pendidikan dasar.
3.
Setiap bangsa survial izin
untuk mengirimkan dan memperkaya budayanya warisan selama generasi, tetapi juga
panduan pendidikan menuju saling pengertian dan menuju apa yang telahterjadi
diseluruh dunia.
Dalam
perspektif pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional dapat dilihat secara
jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistrm Pendidikan
Nasional, bahwa : ” Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Tujuan pendidikan nasional yang merupakan pendidikan pada tataran
makroskopik, selanjutnya dijabarkan ke dalam tujuan institusional yaitu tujuan
pendidikan yang ingin dicapai dari setiap jenis maupun jenjang sekolah atau
satuan pendidikan tertentu.
Dalam
Permendiknas No. 22 Tahun 2007 dikemukakan bahwa tujuan pendidikan tingkat
satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum
pendidikan berikut.
1.
Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
2.
Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
3.
Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah
meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai
dengan kejuruannya.
Tujuan
pendidikan institusional tersebut kemudian dijabarkan lagi ke dalam tujuan
kurikuler; yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap mata
pelajaran yang dikembangkan di setiap sekolah atau satuan pendidikan.
Lebih jauh
lagi, dengan mengutip dari beberapa ahli, Nana Syaodih Sukmadinata (1997)
memberikan gambaran spesifikasi dari tujuan yang ingin dicapai pada tujuan
pembelajaran, yakni :
1.
Menggambarkan apa yang diharapkan dapat
dilakukan oleh peserta didik, dengan : (a) menggunakan kata-kata kerja yang
menunjukkan perilaku yang dapat diamati; (b) menunjukkan stimulus yang
membangkitkan perilaku peserta didik; dan (c) memberikan pengkhususan tentang
sumber-sumber yang dapat digunakan peserta didik dan orang-orang yang dapat
diajak bekerja sama.
2.
Menunjukkan perilaku yang diharapkan dilakukan
oleh peserta didik, dalam bentuk: (a) ketepatan atau ketelitian respons; (b)
kecepatan, panjangnya dan frekuensi respons.
3.
Menggambarkan kondisi-kondisi atau lingkungan
yang menunjang perilaku peserta didik berupa : (a) kondisi atau lingkungan
fisik; dan (b) kondisi atau lingkungan psikologis.
Upaya
pencapaian tujuan pembelajaran ini memiliki arti yang sangat penting..
Keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran pada tingkat operasional ini akan
menentukan terhadap keberhasilan tujuan pendidikan pada tingkat berikutnya.
2.
Materi Pembelajaran
Dalam
menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar tidak lepas dari filsafat dan
teori pendidikan dikembangkan. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa
pengembangan kurikulum yang didasari filsafat klasik (perenialisme,
essensialisme, eksistensialisme) penguasaan materi pembelajaran menjadi hal
yang utama. Dalam hal ini, materi pembelajaran disusun secara logis dan
sistematis, dalam bentuk:
1.
Teori; seperangkat konstruk atau konsep, definisi
atau preposisi yang saling berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik
tentang gejala dengan menspesifikasi hubungan – hubungan antara
variabel-variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
2.
Konsep; suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi
dari kekhususan-kekhususan, merupakan definisi singkat dari sekelompok fakta
atau gejala.
3.
Generalisasi; kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang
khusus, bersumber dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian.
4.
Prinsip; yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam
materi yang mengembangkan hubungan antara beberapa konsep.
5.
Prosedur; yaitu seri langkah-langkah yang berurutan
dalam materi pelajaran yang harus dilakukan peserta didik.
6.
Fakta; sejumlah informasi khusus dalam materi yang
dianggap penting, terdiri dari terminologi, orang dan tempat serta kejadian.
7.
Istilah, kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus
yang diperkenalkan dalam materi.
8.
Contoh/ilustrasi, yaitu hal
atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk memperjelas suatu uraian atau
pendapat.
9.
Definisi:yaitu penjelasan tentang makna atau pengertian
tentang suatu hal/kata dalam garis besarnya.
10.
Preposisi, yaitu cara
yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan
kurikulum.
Materi
pembelajaran yang didasarkan pada filsafat progresivisme lebih memperhatikan
tentang kebutuhan, minat, dan kehidupan peserta didik. Oleh karena itu, materi
pembelajaran harus diambil dari dunia peserta didik dan oleh peserta didik itu
sendiri. Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat konstruktivisme,
materi pembelajaran dikemas sedemikian rupa dalam bentuk tema-tema dan
topik-topik yang diangkat dari masalah-masalah sosial yang krusial, misalnya
tentang ekonomi, sosial bahkan tentang alam. Materi pembelajaran yang
berlandaskan pada teknologi pendidikan banyak diambil dari disiplin ilmu,
tetapi telah diramu sedemikian rupa dan diambil hal-hal yang esensialnya saja
untuk mendukung penguasaan suatu kompetensi. Materi pembelajaran atau
kompetensi yang lebih luas dirinci menjadi bagian-bagian atau sub-sub
kompetensi yang lebih kecil dan obyektif.
Dengan melihat
pemaparan di atas, tampak bahwa dilihat dari filsafat yang melandasi
pengembangam kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan materi
pembelajaran,. Namun dalam implementasinya sangat sulit untuk menentukan materi
pembelajaran yang beranjak hanya dari satu filsafat tertentu., maka dalam
prakteknya cenderung digunakan secara eklektik dan fleksibel..
Berkenaan
dengan penentuan materi pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,
pendidik memiliki wewenang penuh untuk menentukan materi pembelajaran, sesuai
dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang hendak dicapai dari setiap
kegiatan pembelajaran. Dalam prakteknya untuk menentukan materi pembelajaran
perlu memperhatikan hal-hal berikut :.
1.
Sahih (valid); dalam arti materi yang dituangkan dalam
pembelajaran benar-benar telah teruji kebenaran dan kesahihannya. Di samping
itu, juga materi yang diberikan merupakan materi yang aktual, tidak ketinggalan
zaman, dan memberikan kontribusi untuk pemahaman ke depan.
2.
Tingkat kepentingan; materi yang
dipilih benar-benar diperlukan peserta didik. Mengapa dan sejauh mana materi
tersebut penting untuk dipelajari.
3.
Kebermaknaan; materi yang dipilih dapat memberikan manfaat
akademis maupun non akademis. Manfaat akademis yaitu memberikan dasar-dasar
pengetahuan dan keterampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut pada jenjang
pendidikan lebih lanjut. Sedangkan manfaat non akademis dapat mengembangkan
kecakapan hidup dan sikap yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
4.
Layak dipelajari; materi memungkinkan
untuk dipelajari, baik dari aspek tingkat kesulitannya (tidak terlalu mudah dan
tidak terlalu sulit) maupun aspek kelayakannya terhadap pemanfaatan materi dan
kondisi setempat.
5.
Menarik minat; materi yang dipilih hendaknya menarik minat
dan dapat memotivasi peserta didik untuk mempelajari lebih lanjut, menumbuhkan
rasa ingin tahu sehingga memunculkan dorongan untuk mengembangkan sendiri
kemampuan mereka.
Terlepas dari
filsafat yang mendasari pengembangan materi, Nana Syaodih Sukamadinata (1997)
mengetengahkan tentang sekuens susunan materi pembelajaran, yaitu :
1.
Sekuens kronologis; susunan
materi pembelajaran yang mengandung urutan waktu.
2.
Sekuens kausal; susunan
materi pembelajaran yang mengandung hubungan sebab-akibat.
3.
Sekuens struktural; susunan materi
pembelajaran yang mengandung struktur materi.
4.
Sekuens logis dan psikologis; sekuensi
logis merupakan susunan materi pembelajaran dimulai dari bagian menuju pada
keseluruhan, dari yang sederhana menuju kepada yang kompleks. Sedangkan sekuens
psikologis sebaliknya dari keseluruhan menuju bagian-bagian, dan dari yang
kompleks menuju yang sederhana. Menurut sekuens logis materi pembelajaran
disusun dari nyata ke abstrak, dari benda ke teori, dari fungsi ke struktur,
dari masalah bagaimana ke masalah mengapa.
5.
Sekuens spiral ; susunan
materi pembelajaran yang dipusatkan pada topik atau bahan tertentu yang populer
dan sederhana, kemudian dikembangkan, diperdalam dan diperluas dengan bahan
yang lebih kompleks.
6.
Sekuens rangkaian ke belakang; dalam sekuens
ini mengajar dimulai dengan langkah akhir dan mundur kebelakang. Contoh
pemecahan masalah yang bersifat ilmiah, meliputi 5 langkah sebagai berikut :
(a) pembatasan masalah; (b) penyusunan hipotesis; (c) pengumpulan data; (d)
pengujian hipotesis; dan (e) interpretasi hasil tes.
7.
Dalam mengajarnya, guru memulai dengan langkah
(a) sampai (d), dan peserta didik diminta untuk membuat interprestasi hasilnya
(e). Pada kasempatan lain guru menyajikan data tentang masalah lain dari
langkah (a) sampai (c) dan peserta didik diminta untuk mengadakan pengetesan
hipotesis (d) dan seterusnya.
8.
Sekuens berdasarkan hierarki belajar; prosedur
pembelajaran dimulai menganalisis tujuan-tujuan yang ingin dicapai, kemudian
dicari suatu hierarki urutan materi pembelajaran untuk mencapai tujuan atau
kompetensi tersebut. Hierarki tersebut menggambarkan urutan perilaku apa yang
mula-mula harus dikuasai peserta didik, berturut-berturut sampai dengan
perilaku terakhir.
3.
Strategi Pembelajaran
Telah
disampaikan di atas bahwa dilihat dari filsafat dan teori pendidikan yang
melandasi pengembangan kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan tujuan dan
materi pembelajaran, hal ini tentunya memiliki konsekuensi pula terhadap
penentuan strategi pembelajaran yang hendak dikembangkan. Apabila yang menjadi
tujuan dalam pembelajaran adalah penguasaan informasi-intelektual,–sebagaimana
yang banyak dikembangkan oleh kalangan pendukung filsafat klasik dalam rangka pewarisan
budaya ataupun keabadian, maka strategi pembelajaran yang
dikembangkan akan lebih berpusat kepada guru. Guru merupakan tokoh sentral di
dalam proses pembelajaran dan dipandang sebagai pusat informasi dan
pengetahuan. Sedangkan peserta didik hanya dianggap sebagai obyek yang secara
pasif menerima sejumlah informasi dari guru. Metode dan teknik pembelajaran
yang digunakan pada umumnya bersifat penyajian (ekspositorik) secara massal,
seperti ceramah atau seminar. Selain itu, pembelajaran cenderung lebih bersifat
tekstual.
Strategi
pembelajaran yang berorientasi pada guru tersebut mendapat reaksi dari kalangan
progresivisme. Menurut kalangan progresivisme, yang seharusnya aktif dalam
suatu proses pembelajaran adalah peserta didik itu sendiri. Peserta didik
secara aktif menentukan materi dan tujuan belajarnya sesuai dengan minat dan
kebutuhannya, sekaligus menentukan bagaimana cara-cara yang paling sesuai untuk
memperoleh materi dan mencapai tujuan belajarnya. Pembelajaran yang berpusat
pada peserta didik mendapat dukungan dari kalangan rekonstruktivisme yang
menekankan pentingnya proses pembelajaran melalui dinamika kelompok.
Pembelajaran cenderung bersifat kontekstual, metode dan teknik
pembelajaran yang digunakan tidak lagi dalam bentuk penyajian dari guru tetapi
lebih bersifat individual, langsung, dan memanfaatkan proses dinamika kelompok
(kooperatif), seperti : pembelajaran moduler, obeservasi, simulasi atau role
playing, diskusi, dan sejenisnya. Dalam hal ini,
guru tidak banyak melakukan intervensi. Peran guru hanya sebagai fasilitator,
motivator dan guider. Sebagai fasilitator, guru berusaha menciptakan
dan menyediakan lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta didiknya. Sebagai
motivator, guru berupaya untuk mendorong dan menstimulasi peserta didiknya agar
dapat melakukan perbuatan belajar. Sedangkan sebagai guider, guru melakukan
pembimbingan dengan berusaha mengenal para peserta didiknya secara personal.
Selanjutnya,
dengan munculnya pembelajaran berbasis teknologi yang menekankan pentingnya
penguasaan kompetensi membawa implikasi tersendiri dalam penentuan strategi
pembelajaran. Meski masih bersifat penguasaan materi atau kompetensi seperti
dalam pendekatan klasik, tetapi dalam pembelajaran teknologis masih
dimungkinkan bagi peserta didik untuk belajar secara individual. Dalam
pembelajaran teknologis dimungkinkan peserta didik untuk belajar tanpa tatap
muka langsung dengan guru, seperti melalui internet atau media elektronik
lainnya. Peran guru dalam pembelajaran teknologis lebih cenderung sebagai director
of learning, yang berupaya mengarahkan dan mengatur peserta didik untuk
melakukan perbuatan-perbuatan belajar sesuai dengan apa yang telah didesain
sebelumnya.
Berdasarkan
uraian di atas, ternyata banyak kemungkinan untuk menentukan strategi
pembelajaran dan setiap strategi pembelajaran memiliki kelemahan dan
keunggulannya tersendiri.
Terkait dengan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, belakangan ini mulai muncul konsep
pembelajaran dengan isitilah PAKEM, yang merupakan akronim dari Pembelajaran
Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Oleh karena itu, dalam
prakteknya seorang guru seyogyanya dapat mengembangkan strategi pembelajaran
secara variatif, menggunakan berbagai strategi yang memungkinkan siswa untuk
dapat melaksanakan proses belajarnya secara aktif, kreatif dan menyenangkan,
dengan efektivitas yang tinggi.
4.
Organisasi Kurikulum
Beragamnya
pandangan yang mendasari pengembangan kurikulum memunculkan terjadinya
keragaman dalam mengorgansiasikan kurikulum. Setidaknya terdapat enam ragam
pengorganisasian kurikulum, yaitu:
1.
Mata pelajaran terpisah (isolated subject);
kurikulum terdiri dari sejumlah mata pelajaran yang terpisah-pisah, yang
diajarkan sendiri-sendiri tanpa ada hubungan dengan mata pelajaran lainnya.
Masing-masing diberikan pada waktu tertentu dan tidak mempertimbangkan minat,
kebutuhan, dan kemampuan peserta didik, semua materi diberikan sama
2.
Mata pelajaran berkorelasi; korelasi diadakan
sebagai upaya untuk mengurangi kelemahan-kelemahan sebagai akibat pemisahan
mata pelajaran. Prosedur yang ditempuh adalah menyampaikan pokok-pokok yang
saling berkorelasi guna memudahkan peserta didik memahami pelajaran tertentu.
3.
Bidang studi (broad field);
yaitu organisasi kurikulum yang berupa pengumpulan beberapa mata pelajaran yang
sejenis serta memiliki ciri-ciri yang sama dan dikorelasikan (difungsikan)
dalam satu bidang pengajaran. Salah satu mata pelajaran dapat dijadikan “core
subject”, dan mata pelajaran lainnya dikorelasikan dengan core tersebut.
4.
Program yang berpusat pada anak (child
centered), yaitu program kurikulum yang menitikberatkan pada
kegiatan-kegiatan peserta didik, bukan pada mata pelajaran.
5.
Inti Masalah (core program), yaitu suatu
program yang berupa unit-unit masalah, dimana masalah-masalah diambil dari
suatu mata pelajaran tertentu, dan mata pelajaran lainnya diberikan melalui
kegiatan-kegiatan belajar dalam upaya memecahkan masalahnya. Mata
pelajaran-mata pelajaran yang menjadi pisau analisisnya diberikan secara
terintegrasi.
6.
Ecletic Program, yaitu suatu program yang
mencari keseimbangan antara organisasi kurikulum yang terpusat pada mata
pelajaran dan peserta didik.
Berkenaan
dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, tampaknya lebih cenderung
menggunakan pengorganisasian yang bersifat eklektik, yang terbagi ke dalam lima
kelompok mata pelajaran, yaitu : (1) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak
mulia; (2) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; (3)
kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; (4) kelompok mata
pelajaran estetika; dan (5) kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan
kesehatan
Kelompok-kelompok
mata pelajaran tersebut selanjutnya dijabarkan lagi ke dalam sejumlah mata
pelajaran tertentu, yang disesuaikan dengan jenjang dan jenis sekolah. Di
samping itu, untuk memenuhi kebutuhan lokal disediakan mata pelajaran muatan
lokal serta untuk kepentingan penyaluran bakat dan minat peserta didik
disediakan kegiatan pengembangan diri.
5.
Evaluasi Kurikulum
Evaluasi
merupakan salah satu komponen kurikulum. Dalam pengertian terbatas, evaluasi
kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa tingkat ketercapaian tujuan-tujuan
pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang bersangkutan.
Sebagaimana dikemukakan oleh Wright bahwa : “curriculum evaluation may be
defined as the estimation of growth and progress of students toward objectives
or values of the curriculum”Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas,
evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara
keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi
tidak hanya terbatas pada efektivitas saja, namun juga relevansi, efisiensi,
kelaikan (feasibility) program. Sementara itu, Hilda Taba menjelaskan
hal-hal yang dievaluasi dalam kurikulum, yaitu meliputi ; “ objective, it’s
scope, the quality of personnel in charger of it, the capacity of students, the
relative importance of various subject, the degree to which objectives are
implemented, the equipment and materials and so on.” Pada bagian lain,
dikatakan bahwa luas atau tidaknya suatu program evaluasi kurikulum sebenarnya
ditentukan oleh tujuan diadakannya evaluasi kurikulum. Apakah evaluasi tersebut
ditujukan untuk mengevaluasi keseluruhan sistem kurikulum atau
komponen-komponen tertentu saja dalam sistem kurikulum tersebut. Salah satu
komponen kurikulum penting yang perlu dievaluasi adalah berkenaan dengan proses
dan hasil belajar siswa.
Agar hasil
evaluasi kurikulum tetap bermakna diperlukan persyaratan-persyaratan tertentu.
Dengan mengutip pemikian Doll, dikemukakan syarat-syarat evaluasi kurikulum
yaitu “acknowledge presence of value and valuing, orientation to goals,
comprehensiveness, continuity, diagnostics worth and validity and integration.”
Evaluasi kurikulum juga bervariasi, bergantung pada dimensi-dimensi yang
menjadi fokus evaluasi. Salah satu dimensi yang sering mendapat sorotan adalah
dimensi kuantitas dan kualitas. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi
diemensi kuantitaif berbeda dengan dimensi kualitatif. Instrumen yang digunakan
untuk mengevaluasi dimensi kuantitatif, seperti tes standar, tes prestasi
belajar, tes diagnostik dan lain-lain. Sedangkan, instrumen untuk mengevaluasi
dimensi kualitatif dapat digunakan, questionnare, inventori, interview, catatan
anekdot dan sebagainya Evaluasi kurikulum memegang peranan penting, baik untuk
penentuan kebijakan pendidikan pada umumnya maupun untuk pengambilan keputusan
dalam kurikulum itu sendiri. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh
para pemegang kebijakan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih
dan menetapkan kebijakan pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model
kurikulum yang digunakan. Hasil – hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan
oleh guru-guru, kepala sekolah dan para pelaksana pendidikan lainnya dalam
memahami dan membantu perkembangan peserta didik, memilih bahan pelajaran,
memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian serta fasilitas
pendidikan lainnya. (disarikan dari Nana Syaodih Sukmadinata, 1997)
Selanjutnya,
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan tiga pendekatan dalam evaluasi
kurikulum, yaitu : (1) pendekatan penelitian (analisis komparatif); (2)
pendekatan obyektif; dan (3) pendekatan campuran multivariasi. Di samping itu,
terdapat beberapa model evaluasi kurikulum, diantaranya adalah Model CIPP
(Context, Input, Process dan Product) yang bertitik tolak pada pandangan bahwa
keberhasilan progran pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti :
karakteristik peserta didik dan lingkungan, tujuan program dan peralatan yang
digunakan, prosedur dan mekanisme pelaksanaan program itu sendiri. Evaluasi
model ini bermaksud membandingkan kinerja (performance) dari berbagai dimensi
program dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada deskripsi
dan judgment mengenai kekuatan dan kelemahan program yang dievaluasi. Model ini
kembangkan oleh Stufflebeam (1972) menggolongkan program pendidikan atas empat
dimensi, yaitu : Context, Input, Process dan Product. Menurut model ini keempat
dimensi program tersebut perlu dievaluasi sebelum, selama dan sesudah program
pendidikan dikembangkan. Penjelasan singkat dari keempat dimensi tersebut
adalah, sebagai berikut :
1.
Context; yaitu situasi atau latar belakang yang
mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi pendidikan yang akan dikembangkan
dalam program yang bersangkutan, seperti : kebijakan departemen atau unit kerja
yang bersangkutan, sasaran yang ingin dicapai oleh unit kerja dalam kurun waktu
tertentu, masalah ketenagaan yang dihadapi dalam unit kerja yang bersangkutan,
dan sebagainya.
2.
Input; bahan, peralatan, fasilitas yang disiapkan
untuk keperluan pendidikan, seperti : dokumen kurikulum, dan materi
pembelajaran yang dikembangkan, staf pengajar, sarana dan pra sarana, media
pendidikan yang digunakan dan sebagainya.
3.
Process; pelaksanaan nyata dari program pendidikan
tersebut, meliputi : pelaksanaan proses belajar mengajar, pelaksanaan evaluasi
yang dilakukan oleh para pengajar, penglolaan program, dan lain-lain.
4.
Product; keseluruhan hasil yang dicapai oleh program
pendidikan, mencakup : jangka pendek dan jangka lebih panjang[5].
BAB II
KONSEP PENGEMBANGAN KURIKULUM
A.
Urgensi
Pengembangan Kurikulum
Pengembangan
Kurikulum dilakukan dengan sejumlah pertimbangan. Pertimbangan itu dilihat dari
beberapa assessmentin ternasional yang menyatakan bahwa kemampuan
peserta didik Indonesia masih dibawah peserta didik dari negara-negara di
kawasan Asia lainnya.
Seperti pada
Trendsin International Mathematics and Science Studies (TIMSS), sebuah
studiinternasional yang mengukur peningkatan pembelajaran matematika dan sains
disejumlah negara. Pada tahun 2011 untuk bidang Matematika di kelas 8
misalnya,TIMSS menyatakan, lebih dari 95 persen siswa Indonesia hanya mampu
sampai level menengah, sedangkan hampir 50 persen siswa Taiwan mampu
mencapailevel tinggi dan advance. Halyang hampir sama juga ditunjukkan lewat
hasil Programme for International Student Assesment (PISA), sebuah
pe-nilaian tingkat dunia yang diselenggarakan setiap tiga tahun untuk menguji
performa akademis siswa yang berusia 15 tahun. Hasil pada 2009 diketahui bahwa
hampir semua siswa Indonesia menguasai pelajaran matematika dan IPA hanya
sampai level 3 dari 6 level yang ada. Sementara negara lain seperti Singapura,China,
Jepang, dan Korea Selatan dapat mencapai level tertinggi, level 6. Apalagi
berdasarkan kerangka kompetensi abad 21, proses pembelajaran tidak cukup
hanyameningkatkan pengetahuan (melalui coresubject) semata, melainkan
siswa harus di-lengkapi dengan kemampuakreatif-kritis dan berkarakter kuat,
seperti mampu bertanggung jawab, memilikijiwa sosial, toleran, produktif, dan
adaptif.
Disamping itu
didukung pula dengan kemampuan memanfaatkan informasi dan berkomunikasi.
Olehkarena itu, proses pembelajaran perlu diciptakan sedemikian rupa sehingga
mendukung kreativitas siswa. Sebuah penelitian pada 2011 oleh Harvard
Bus-sinessReview menyimpulkan, kemampuan yang berbasis pada kreativitas
seseorang-diperoleh melalui pen-didikan. Tetapi tingkat intelegensia seseorang
dipengaruhi dari pendidikan dan dari genetika.
Artinya, memang
perlu ada ruang didunia pendidikan untuk membangun kreativitas siswa. Berkaca
dari penelitian itu, maka diperlukan proses pembelajaran yang mengedepankan
pengalaman personal melalui proses mengamati, menanya, menalar, dan mencoba (observation
based learning) untuk meningkatkan kreativitas peserta didik. Di samping
itu, dibiasakan pula bagipeserta didik untuk bekerja dalam jejaring melalui collaborative
learning. Padaproses penilaian, guru
dapat membuat peserta didik berani berperilaku kreatif melalui beragam cara.
Misalnya dengan memberikan tugas yang tidak hanya memiliki satu jawaban
tertentu yang benar, menolerir jawaban yang nyeleneh, menekankan pada
proses bukan hanya hasil, memberikan peserta didik untuk mencoba, untuk
menentukan sendiriyang kurang jelas atau lengkap informasinya, dan untuk
memiliki interpretasisen diri terkait dengan pengetahuan atau kejadian yang
diamati, serta memberikan keseimbangan antara yang terstruktur dan yang spontan
atau ekspresif. Dengan memperhatikan sejumlah pertimbangan tersebut, Kemdikbud
meng-hadirkan kurikulum yang dapat menghasilkan insan Indonesia yang produktif,
kreatif, inovatif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi.Dengan
demikian, Kurikulum 2013 dapat menjawab permasalahan yang melekat pada
kurikulum sebelumnya.
Melalui
pendekatan Kurikulum 2013 inilah diharapkan siswa memiliki kompetensi sikap,
keterampilan, dan pengetahuan yang jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif,
inovatif, dan lebih produktif. Sedikitnya ada lima entitas, yaitu peserta
didik, pendidik, dan tenaga kependidikan, manajemen satuan pendidikan, Negara
dan bangsa, serta masyarakat umum, yang diharapkan mengalami perubahan.
Sementara pendidik dan tenaga kependidikan diharapkan dapat lebih bergairah
dalam mengajar serta lebih mudah memenuhi ketentuan 24 jam mengajar per
minggu.Selainitu, pada tingkat satuan pendidikan, sekolah dapat lebih
mengedepankan layanan pembelajaran, termasuk bimbingan dan penyuluhan, serta
menjadi antisipasi atas marak-nya variasi kegiatan pembelajaran.
Bagi negara dan
bangsa diharapkan meningkatkan reputasi internasional dalam bidang pendidikan,
meningkatkan dayasaing, serta berkembangnya peradaban bangsa. Sementara bagi
masyarakat umum, perubahan yang diharapkan adalah memperoleh lulusan sekolah
yang kompeten, kebutuhan sekolah dapat dipenuhi oleh sekolah, dan dapat
meningkatkan kesejah teraannya[6]
B.
Dasar-dasar
pengembangan kurikulum
Ada beberapa dasar ( azas ) dalam pengembangan kurikulum, yaitu :
1.
Azas Filosofis
Filsafat yang
mendasari kehidupan berbangsa dan bernegara atau yang umum di anut oleh suatu
bangsa negara, seperti sekuler, agamis, aties, dll akan menentukan bentuk
tujuan umum pendidikan, yang tentunya akan menjadi arah bagi pelaksanaan
pendidikan suatu negara itu, dan dalam pengembangan kurikulum itu harus
diperhatikan hal ini, kalau tidak maka pendidikan dan out putnya tidak akan
diterima secara umum di negara itu.
2.
Azas Sosiologis
Kehidupan
sosial kemasyarakatan yang berbeda-beda juga harus menjadi azas utama dalam
pengembangan kurikulum, agar out put dan lembaga itu bisa hidup dan diterima di
lingkungan masyarakat itu. Masyarakat industri, agraris, modern atau
tradisional, masyarakat daerah pegunungan atau di daerah lembah, dsb punya
kebutuhan dan kehidupan yang berbeda-beda yang harus diakomulasikan ke dalam
muatan kurikulum agar proses dan hasil pendidikan dapat bermanfaat dan diterima
oleh masyarakat ( sesuai dengan kebutuhan mereka ). Karena memegang azas inilah
maka kurikulum hendaknya setiap saat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan hidup masyarakat.
3.
Azas
Organisatoris
Azas
organisatoris perlu mendapat perhatian, sebab akan menentukan bagaimana
penyusunan dan penyajian muatan kurikulum itu sendiri, baik mengenai
urut-urutannya atau pun keluasan cakupannya.
4.
Azas Psikologis
Agar bisa dilaksanakan dengan baik dan dapat
berhasil secara maksimal, maka pen-gembangan kurikulum harus berdasarkan kepada
psikologi, seperti memegang prinsip per-kembangan anak dan taraf
pengembangannya, psikologi belajar seperti teori teori gestalt, asosiasi, dll.
Azas
psikologi yang dijadikan acuan dasar penyusunan sebuah kurikulum ini, akan
mempengaruhi sampai kepada bagaimana seharusnya melaksanakan dan mengevaluasi
pe-laksanaan sebuah kurikulum.[7]
BAB III
LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
A.
Landasan Filosofis
Filsafat
berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu dari kata philos dan sophia.
Philosartinya cinta yang mendalam, dan sophia adalah kearifan
atau kebijaksanaan. Dengan demikian, filsafat secara harfiah dapat diartikan
sebagai cinta yang mendalam akan kearifan.
Sebagai
suatu landasan fundamental, filsafat memegang peranan penting dalam proses
pengembangan kurikulum. Ada empat fungsi filsafat dalam proses pengembangan
kurikulum.
a.
Filsafat dapat menentukan arah
dan tujuan pendidikan.
b.
Filsafat dapat menentukan isi
atau materi pelajaran yang harus diberikan sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai.
c.
Filsafat dapat menentukan
strategi atau cara pencapaian tujuan. Filsafat sebagai sistem nilai dapat
dijadikan pedoman dalam merancang kegiatan pembelajaran.
d.
Melalui filsafat dapat
ditentukan bagaimana menentukan tolok ukur keberhasilan proses pendidikan.
Ada
berbagai aliran filsafat, antara lain:
1)
Aliran Perennialisme
Aliran
ini bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual anak melalui pengetahuan yang
abadi, universal, dan absolut. Aliran ini diciptakan para pemikir unggul
sepanjang masa, yang dihimpun dalam The Great Books. Kebenaran dalam
buku itu bertahan teguh terhadap segala perubahan zaman.
Kurikulum
yang diinginkan oleh aliran ini terdiri atas mata pelajaran yang terpisah
sebagai disiplin ilmu dengan menolak penggabungan seperti IPA atau IPS. Hanya
mata pelajaran yang sungguh mereka anggap dapat mengembangkan kemampuan
intelektual seperti IPA yang diajarkan, yang lain tidak diajarkan.
Aliran
Idealisme
Aliran
ini berpendapat bahwa kebenaran itu berasal dari dunia supra-natural dari
Tuhan. Tujuan hidup ialah memenuhi kehendak Tuhan.
Aliran
ini umumnya diterapkan di sekolah yang berorientasi religius. Namun pendidikan
intelektual juga sangat diutamakan dengan menentukan standar mutu yang tinggi.
2)
Aliran Realisme
Aliran
ini mencari kebenaran di dunia ini sendiri. Melalui pengamatan dan penelitian
ilmiah dapat ditemukan hukum alam. Mutu kehidupan senantiasa dapat ditingkatkan
melalui kemajuan dalam iptek. Tujuan hidup adalah memperbaiki kehidupan melalui
penelitian ilmiah.
Kurikulum
ini tidak memperhatikan minat anak, namundiharapkan agar menaruh minat terhadap
pelajaran akademis. Ia harus sungguh-sungguh mempelajari buku-buku berbagai
disiplin ilmu. Penguasaan ilmu yang banyak berkat studi yang intensif adalah
persiapan yang sebaik-baiknya bagi lanjutan studi dan kehidupan dalam
masyarakat.
3)
Aliran Pragmatisme
Aliran ini juga disebut aliran
instrumentalisme yang berpendapat bahwa kebenaran adalah buatan manusia
berdasarkan pengalamannya. Tidak ada kebenaran mutlak, kebenaran adalah
tentatif dan dapat berubah. Tujuan hidup ialah mengabdi kepada masyarakat
dengan peningkatan kesejahteraan manusia.
4)
Aliran Eksistensialisme
Aliran ini mengutamakan
individu sebagai faktor dalam menentukan apa yang baik dan benar. Norma-norma
hidup berbeda secara individual dan ditentukan masing-masing secara bebas,
namun dengan pertimbangan jangan menyinggung perasaan orang lain. Tujuan hidup
adalah menyempurnakan diri, merealisasikan diri.[8]
B.
Landasan Psikologis
Kurikulum
merupakan pedoman bagi guru dalam mengantar anak didik sesuai dengan harapan
dan tujuan pendidikan. Secara psikologis, anak didik memiliki keunikan dan
perbedaan-perbedaan baik perbedaan minat, bakat, maupun potensi yang
dimilikinya sesuai dengan tahapan perkembangannya. Dengan alasan itulah,
kurikulum harus memerhatikan kondisi psikologi perkembangan dan psikologi belajar
anak.
Pemahaman
tentang anak bagi seorang pengembang kurikulum sangatlah penting. Kesalahan
persepsi tentang anak, dapat menyebabkan kesalahan arah dan kesalahan praktik
pendidikan.
a.
Psikologi Perkembangan
Anak
Pentingnya
perkembangan anak disebabkan beberapa alasan. Pertama, setiap anak didik
memiliki tahapan atau masa perkembangan tertentu. Pada setiap tahapan itu anak
memiliki karakteristik dan tugas-tugas perkembangan tertentu. Seandainya
tugas-tugas perkembangan itu tidak terpenuhi, maka akan mengalami hambatan pada
tahapan berikutnya. Kedua, anak didik yang sedang pada masa perkembangan
merupakan periode yang sangat menentukan untuk keberhasilan dan kesuksesan
hidup mereka. Pada masa itu anak berada pada periode perkembangan yang sangat
cepat dalam berbagai aspek perkembangan. Ketiga, pemahaman akan
perkembangan anak, akan memudahkan dalam melaksanakan tugas-tugas pendidikan,
baik yang menyangkut proses pemberian bantuan memecahkan berbagai masalah yang
dihadapi, maupun dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tidak diharapkan.[9]
Implikasi
dari pemahaman tentang peserta didik terhadap pengembangan kurikulum, antara
lain:
1)
Setiap peserta didik hendaknya
diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat, dan
kebutuhannya.
2)
Menyediakan pelajaran yang
bersifat universal juga yang bersifat pilihan sesuai minat anak.
3)
Lembaga pendidikan hendaknya
menyediakan bahan ajar baik yang bersifat kejuruan maupun akademik.
4)
Kurikulum memuat tujuan yang
mengandung aspek pengetahuan, nilai/sikap, dan keterampilan yang menggambarkan
pribadi yang utuh lahir dan batin.
b.
Psikologi Belajar
Psikologi
belajar merupakan suatu studi tentang bagaimana individu belajar. Pemahaman
tentang teori-teori belajar berdasarkan pendekatan psikologis adalah upaya
mengenali kondisi objektif terhadap individu anak yang sedang mengalami proses
belajar dalam rangka pertumbuhan dan perkembangannya.
Pemahaman
yang luas dan komprehensif tentang berbagai teori belajar akan memberikan
kontribusi yang sangat berharga bagi para pengembang kurikulum baik di tingkat
makro maupun tingkat mikro untuk merumuskan model kurikulum yang diharapkan.
Ada
tiga jenis teori belajar yang berkembang dewasa ini dan memiliki pengaruh
terhadap pengembangan kurikulum di Indonesia, yakni:
1)
Teori Psikologi Kognitif,
teori ini memandang manusia sebagai pelajar yang aktif yang memprakarsai pengalaman,
mencari dan mengolah informasi untuk memecahkan masalah, mengorganisasi apa-apa
yang telah mereka ketahui untuk mencapai suatu pemahaman baru.
2)
Teori Psikologi Behavioristik,
mencakup tiga teori yaitu S-R Bond (asosiasi), Conditioning
(kondisi diberikn pada stimulus), dan Reinforcement (kondisi diberikan
pada respons).
3)
Teori Psikologi Humanistik,
lebih menekankan pada partisipasi aktif siswa dalam belajar.
C.
Landasan Sosiologis
Landasan Sosiologis adalah asumsi-asumsi yang
berasal dari sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum.
Untuk menjadikan peserta didik agar menjadi warga masyarakat yang diharapkan
maka pendidikan memiliki peranan penting, karena itu kurikulum harus mampu
memfasilitasi peserta didik agar mereka mampu bekerja sama, berinteraksi,
beradaptasi dengan kehidupan di masyarakat dan mampu meningkatkan harkat dan
martabatnya sebagai makhluk yang berbudaya.
Jadi, Pendidikan adalah proses sosialisasi
melalui interaksi insani menuju manusia yang berbudaya. Dalam konteks inilah
peserta didik dihadapkan dengan budaya manusia, dibina dan dikembangkan sesuai
dengan nilai budayanya, serta dipupuk kemampuan dirinya menjadi manusia.
Faktor
kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam pengembangan kurikulum dengan
pertimbangan:
1)
Individu lahir tidak
berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan,
keterampilan, dan sebagainya. Semua itu dapat diperoleh individu melalui
interaksi dengan lingkungan budaya, keluarga, masyarakat sekitar, dan lembaga pendidikan.
Oleh karena itu, lembaga pendidikan mempunyai tugas khusus untuk memberikan
pengalaman kepada para peserta didik dengan kurikulum.
2)
Kurikulum pada dasarnya harus
mengakomodasikan aspek-aspek sosial dan budaya. Aspek sosiologis adalah yang
berkenaan dengan kondisi sosial masyarakat yang sangat beragam, seperti
masyarakat industri, pertanian, nelayan, dan sebagainya. Pendidikan di sekolah
pada dasarnya bertujuan mendidik anggota masyarakat agar dapat hidup
berintegrasi, berinteraksi, dan beradaptasi dengan anggota masyarakat lainnya
serta meningkatkan kualitas hidupnya sebagai makhluk berbudaya. Hal ini membawa
implikasi bahwa kurikulum sebagai salah satu alat untuk mencapai tujuan
pendidikan harus bermuatan kebudayaan yang bersifat universal.[10]
D.
Landasan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi
Ilmu
pengetahuan adalah seperangkat pengetahuan yang disusun secara sistematis yang
dihasilkan melalui riset atau penelitian. Sedangkan teknologi adalah aplikasi
dari ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah-masalah praktis dalam kehidupan.
Ilmu dan teknologi tidak bisa dipisahkan. Sejak abad pertengahan ilmu
pengetahuan telah berkembang dengan pesat. Perkembangan ilmu pengetahuan pada
masa kini banyak didasari oleh penemuan dan hasil pemikiran para filsuf purba seperti
Plato, Socrates, Aristoteles, John Dewey, Archimedes, dan lain-lain.
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung berimplikasi terhadap
pengembangan kurikulum yang di dalamnya mencakup pengembangan isi/materi
pendidikan, penggunaan strategi dan media pembelajaran, serta penggunaan sistem
evaluasi. Secara tidak langsung menuntut dunia pendidikan untuk dapat membekali
peserta didik agar memiliki kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi sebagai
pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi juga dimanfaatkan untuk memecahkan masalah
pendidikan.[11]
BAB IV
PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM
A.
Prinsip
Relevansi
Ada dua macam
relevansi yang harus dimiliki kurikulum, yaitu relevansi internal dan relevansi
eksternal.
Relevansi
Internal yaitu adanya kesesuaian atau
konsistensi antara komponen-komponen kurikulum, yaitu antara tujuan, isi,
proses penyampaian, dan penilaian. Dan yang dimaksud dengan relevansi eksternal
yaitu tujuan, isi, dan proses belajar yang tercakup dalam kurikulum hendaknya
relavan dengan tuntutan, kebutuhan, dan perkembangan masyarakat.[12]
B.
Prinsip Kontinuitas
Prinsip
kontinuitas dimaksudkan bahwa perlu ada kesinambungan, khususnya kesinambungan bahan/materi
kurikulum pada jenis dan jenjang program pendidikan. Bahan atau materi kurikulum perlu
dikembangkan secara berkesinambungan mulai dari jenjang SD, SLTP, SMU/SMK
sampai ke PT.
Materi
kurikulum harus memiliki hubungan hierarkis fungsional. Untuk itu dalam
pengembangan materi kurikulum harus diperhatikan minimal dua aspek
kesinambungan, yaitu (1) materi kurikulum yang diperlukan pada sekolah (tingkat)
yang ada diatasnya harus sudah
diberikan pada sekolah (tingkat) yang ada dibawahnya dan (2) materi yang sudah
diajarkan/diberikan pada sekolah (tingkat) yang ada dibawahnya tidak perlu lagi
diberikan pada sekolah (tingkat) yang ada diatasnya. Dengan demikian dapat
dihindari adanya pengulangan materi kurikulum, yang dapat mengakibatkan kebosanan
pada siswa dan atau ketidaksiapan siswa untuk memperoleh materi di mana mereka
sebelumnya tidak memperoleh materi dasar yang memadai.[13]
C.
Prinsip Praktis
Praktis praktis
mudah dilaksanakan, menggunakan alat-alat sederhana dan biayanya juga murah.
Prinsip ini juga disebut prinsip efesiensi. Betapapun bagus dan idealnya suatu
kurikulum kalau menuntut keahlian-keahlian dan peralatan yang sangat khusus dan
mahal pula biayanya, maka kurikulum tersebut tidak praktis dan sukar
dilaksanakan. Kurikulum dan pendidikan selalu dilaksanakan dalam
keterbatsan-keterbatasan, baik keterbatasan waktu, biaya, alat, maupun
personalia. Kurikulum bukan hanya harus ideal tetapi juga praktis.[14]
D.
Prinsip
Efektivitas
Prinsip
efektivitas mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan
tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.[15]
Terdapat dua
sisi efektivitas dalam suatu pengembangan kurikulum. Pertama,
efektivitas berhubungan dengan kegiatan guru dalam melaksanakan tugas
mengimplementasikan kurikulum di dalam kelas. Kedua, efektivitas
kegiatan siswa dalam melaksanakan kegiatan belajar. Evektivitas kegiatan guru berhubungan dengan
keberhasilan mengimplementasikan program sesuai dengan perencanaan yang telah
disusun. Sebagai contoh, apabila guru menetapkan
dalam satu caturwulan atau satu semester harus menyelesaikan 12 program
pembelajaran sesuai dengan pedoman kurikulum, ternyata dalam jangka waktu
tersebut hanya dapat menyelesaikan 4 atau 5 program saja, berarti dapat
dikatakan bahwa pelaksanaan program itu tidak efektif.
Efektivitas
kegiatan siswa berhubungan dengan sejauh mana siswa dapat mencapai tujuan yang
telah ditentukan sesuai dengan jangka waktu tertentu. Sebagai contoh apabila
ditetapkan dalam satu caturwulan siswa harus dapat mencapai sejumlah tujuan
pembelajaran, ternyata hanya sebagian saja dapat dicapai siswa, maka dapat
dikatakan bahwa, proses pembelajaran siswa tidak efektif.[16]
BAB V
SILABUS
A.
Pengertian
Silabus
Istilah
silabus didefinisikan sebagai “Garis besar, ringkasan, ikhtisar, atau
pokok-pokok isi atau materi pelajaran” (Salim, 1987: 98). Silabus dapat juga
diartikan sebagai rancangan progam pembelajaran satu atau kelompok mata
pelajaran yang berisi tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus
dicapai oleh siswa, pokok materi yang harus dipelajari siswa serta bagaimana
cara mempelajarinya dan bagaimana cara untuk mengetahui pencapaian kompetensi
dasar yang telah di tentukan. Jadi, silabus adalah rencana pembelajaran pada
suatu dan atau kelompok mata pelajaran / tema tertentu yang mencakup SK, KD,
materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi,
penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.
Dengan demikian, silabus bermanfaat sebagai pedoman dalam
pengembangan pembelajaran lebih lanjut, seperti pembuatan rencana pembelajaran,
pengelolaan kegiatan pembelajaran, dan pengembangan sistem penilaian.
Sebagai rancangan program
pembelajaran silabus memuat berbagai macam hal yang berkaitan dengan
pengembangan kurikulum, yakni menjawab persoalan tentang :
1. Tujuan apa yang harus dicapai oleh
siswa melalui proses pembelajaran? Pertanyaan ini berkaitan dengan rumusan
standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah diterapkan.
2. Materi apa yang harus dipelajari
siswa sehubungan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus
dicapai? Pertanyaan ini berkaitan dengan penentuan pokok-pokok materi yang
berhubungan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar.
3. Bagaimana cara yang dapat dilakukan
agar standar kompetensi dan kompetensi dasar itu dapat tercapai? Pertanyaan ini
berkaitan dengan penentuan strategi dan metode pembelajaran,penetapan media
pembelajaran yang bermuara pada pengalaman belajar yang harus dilakukan setiap
siswa.
4. Bagaimana menentukan keberhasilan
siswa dalam pencapaian kompetensi? Pertanyaan ini berkaitan dengan perumusan
indicator hasil belajar dan penetapan system evaluasi pembelajaran.
Atas dasar 4 hal tersebut, maka silabus dirancang sesuai
dengan standar isi, dan sesuai dengan kondisi setiap sekolah. Dengan demikian,
setiap sekolah akan memiliki silabus yang berbeda.
Oleh sebab itu, silabus dikembangkan
berdasarkan kebutuhan dan karakteristik sekolah[17].
B.
Fungsi
Pengembangan Silabus
Ada fungsi pengembngan
silabus secara umum adalah :
1. Sebagai
pedoman dalam pengembangan pembelajaran, seperti:
a. Pembuatan
pengelolahan pembelajaranbaik secara klasikal, kelompok kecil maupun pembelajaran secara individual.
b. menyusun
materi ajar.
c. pengembangan
sistem penilaian dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi, yaitu
sistem penilaian yang selalu mengacu pada standart kompetensi, Kopetensi dasar,
dan indikator pembelajaran yang terdapat dalam silabus.
2. Dalam
hal ini silabus merupakan sumber pokok dalam penyusunan pembelajaran, baik
rencana pembelajaran untuk satu standar kompetensi maupun satu kompetensi
dasar.
3. Hasil
pengembangan silabus dalam bentuk perangkat pembelajaran berfungsi sebagai alat
untuk aktualisasi kurikulum secara oprasiaonal pada tingkat satuan pendidikan,
sehingga memudahkan guru dalam melakukan tugas pembelajaran.
Dengan adanya rancangan pembelajaran guru akan lebih
mudah terarah dalam penyajian materi ajar atau pengalaman belajar, sehingga
dapat menumbuhkan minat dan motivasi belajar peserta didik.
C.
Prinsip-Prinsip
Pengembangan Silabus
Untuk
memperoleh silabus yang baik, maka dalam penyusunannya perlu memperhatikan
prinsip-prinsip berikut :
1. Ilmiah
: Keseluruhan materi dan kegiatan yang
menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara
keilmuan. Di samping itu, strategi pembelajaran yang dirancang dalam silabus
perlu memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran dan teori belajar.
2. Relevan : Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian
materi dalam silabus harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan fisik,
intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik. Prinsip ini
mendasari pengembangan silabus, baik dalam pemilihan materi pembelajaran,
strategi dan pendekatan dalam kegiatan pembelajaran, penetapan waktu, strategi
penilaian maupun dalam mempertimbangkan kebutuhan media dan alat pembelajaran.
Kesesuaian antara isi dan pendekatan pembelajaran yang tercermin dalam materi
pembelajaran dan kegiatan pembelajaran pada silabus dengan tingkat perkembangan
peserta didik akan mempengaruhi kebermaknaan pembelajaran.
3. Sistematis : Komponen-komponen silabus saling berhubungan
secara fungsional dalam mencapai kompetensi. SK dan KD merupakan acuan utama
dalam pengembangan silabus. Dari kedua komponen ini, ditentukan indikator
pencapaian, dipilih materi pembelajaran yang diperlukan, strategi pembelajaran
yang sesuai, kebutuhan waktu dan media, serta teknik dan instrumen penilaian
yang tepat untuk mengetahui pencapaian kompetensi tersebut.
4. Konsisten : Adanya hubungan yang
konsisten antara KD, indikator, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran,
sumber belajar, serta teknik dan instrumen penilaian. Dengan prinsip konsisten
ini, pemilihan materi pembelajaran, penetapan strategi dan pendekatan dalam
kegiatan pembelajaran, penggunaan sumberdan media pembelajaran, serta diarahkan
pada pencapaian KD dalam rangka pencapaian SK.
5. Memadai : Cakupan indikator, materi, kegiatan, dan sumber pembelajaran
serta sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian KD. Dengan prinsip ini,
maka tuntutan kompetensi harus dapat terpenuhi dengan pengembangan materi
pembelajaran dan kegiatan pembelajaran yang dikembangkan. Contoh: jika SK dan
KD menuntut kemampuan menganalisis sutau obyek belajar, maka indikator
pencapaian kompetensi, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan teknik
serta instrumen penilaian harus secara memamdai mendukung kemampuan untuk
menganalisis.
6. Aktual dan Kontekstual : Cakupan indikator, materi pembelajaran, pengalaman belajar,
sumber belajar, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu,
teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.
Benyak fenomena dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan materi dan
dapat mendukung kemudahan dalam menguasai kompetensi perlu dimanfaatkan dalam pengembangan
pembelajaran. Disamping itu, penggunaan media dan sumber belajar berbasis
teknologi informasi, seperti komputer dan internet perlu dioptimalkan, tidak
hanya untuk pencapaian kompetensi, melainkan juga untuk menanamkan kebiasaan
mencari informasi yang lebih luas kepada peserta didik.
7. Fleksibel : Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman
peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi disekolah dan
kebutuhan masyarakat. Fleksibelitas silabus ini memungkinkan pengembangan dan
penyesuaian silabus dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat.
8. Menyeluruh : Komponen silabus
mencakup keseluruhan ranah kompetensi, baik kognitif, afektif, maupun
psikomotor. Prinsip ini hendaknya dipertimbangkan, baik dalam mengembangkan
materi dan kegiatan pembelajaran, maupun penilaiannya. Kegiatan pembelajaran
dalam silabus perlu dirancang sedemikian rupa sehingga peserta didik memiliki
keleluasan untuk mengembangkan kemampuannya, bukan hanya kemampuan kognitif
saja, melainkan juga dapat mempertajam kemampuan afektif dan psikomotornya
serta dapat secara optimal melatih kecakapan hidup (life skill)[18].
BAB VI
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
A.
Pengertian
Rencana Proses Pembelajaran (RPP)
Rencana pelaksaan pembelajaran (RPP)
adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran
untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi yang
dijabarkan dalam silabus.[19]
RPP pada hakikatnya merupakan perencanaan jangka pendek untuk memperkirakan
atau memproyeksikan apa yang akan dilakukan dalam pembelajan. Dengan demikian
RPP merupakan upaya untuk memperkirakan tindakan yang akan dilakukan dalam
kegiatan pembelajaran.
RPP perlu dikembangkan untuk
mengkordinasikan komponen pembelajaran, yakni kompetensi dasar, materi standar,
indikator hasil belajar, dan penilaian. RPP berisi garis besar apa yang akan
dikerjakan oleh guru dan peserta didik selama proses pembelajaran, baik untuk
satu kali pertemuan maupun meliputi beberapa kali pertemuan. Guru yang belum
berpengalaman pada umumnya memerlukan perencanaan yang lebih rinci di
bandingkan dengan guru yang sudah berpengalaman.
Tujuan rencana pembelajaran adalah
untuk (1) mempermudah, memperlancar, dan meningkatkan hasil proses belajar
mengajar; (2) dengan menyusun rencana pembelajaran secara profesional,
sistematis dan berdaya guna, maka guru akan mampu melihat, mengamati,
menganalisis, dan memprediksi program pembelajaran sebagai kerangka kerja yang
logis dan terencana.[20]
B.
Fungsi Rencana
Proses Pembelajaran (RPP)
Ada lima fungsi rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP) dalam
pelaksanaannya yaitu:
1. Memperkirakan tindakan yang akan dilakukan guru dalam tindakan
pembelajaran.
2. Pedoman guru dalam melaksanakan pembelajaran.
4. Fungsi perencanaan
Fungsi pelaksanaan RPP adalah rencana
pelaksanaan pembelajaran hendaknya dapat mendorong guru lebih siap melakukan
kegiatan pembelajaran dengan perencanaan yang matang. Oleh karena itu, setiap
akan melakukan pembelajaran guru wajib memiliki persiapan baik persiapan
tertulis maupun yidak tertulis. Tidak pantas apabila guru yang mengajar tanpa
persiapan, dan hal tersebut hanya akan merusak mental dan moral peserta didik,
serta akan menurunkan wibawa guru secara keseluruhan.
Komponen komponen yang harus dipahami guru
dalam pengembangan KTSP antara lain
komponen dasar, materi standar, hasil belajar, indikator hasil belajar,
penilaian, dan prosedur pembelajaran.[22]
5. Fungsi pelaksanaan
Tujuan pelaksanaan bertujuan mengefektifikan
proses pembelajaran sesuai dengan apa yang direnccanakan untuk menyukseskan
KTSP, RPP harus disusun secara sistemik dan sisitematis, utuh dan menyeluruh
dalam situasi pembelajaran yan aktual. Dengan demikian rencana pembelajaran
berfungsi untuk mengefektifikan proses pembelajaran sesuai dengan apa yang
direncanakan.
Dalam hal ini, materi standar yang
dikembangkan dan dijadikan bahan kajian oleh peserta didik harus disesuaikan
dengan kebutuhan dan kemampuannya, mengandung nilai fungsional, sekolah dan
daerah. Oleh karena itu kegiatan pembelajaran harus terorganisasi melalui
rangkaian kegiatan tertentu, dengan strategi yang tepat dan memumpuni. [23]
[1] Ahmad Rithaudin Gani
Kristianto Wibowo, Opini Mahasiswa Prodi
Pjkr Fik Uny Terhadap Kurikulum 2009 artikel lengkap diunduh
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132319841/ARTIKEL%20DG%20GANI.pdf.
Pjkr Fik Uny.Universitas Negeri
Yogyakarta, 05 Maret 2016. 16,30 WIB
[2]
Hamdani hamid, pengembangan kurikulum pendidikan,(Bandung: pustaka setia, 2012). Hlm 45-46
[3] E. Mulyasa.2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep;
Karakteristik dan Implementasi. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
[5] Nana Syaodih Sukmadinata. 1997. Pengembangan Kurikum;
Teori dan Praktek. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya
[6]
Abduhzen, Mohammad.Urgensi Kurikulum 2013.
(Kompas 21 Februari 2013). Hlm 103-112
[7] Abdullah, Ishak, , Filsafat Ilmu Pendidikan, (Bandung, PT.
Remaja Rosdakarya . 2004). Hlm 64-73
[8]S.
Nasution, Asas-asas Kurikulum (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), hlm. 23-26.
[9]
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2011), hlm. 48.
[10]Ibid.
Hal.40
[11]Ibid.
26-43.
[12] Ibid, Nana
Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, hlm.150.
[13] Ibid, hlm. 12-13.
[14] Nana Syaodih
Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum,
hlm.151.
[15] Hamdani Hamid,
Pengembangan Kurikulum Pendidikan, hlm. 70.
[16] Wina Sanjaya, Kurikulum
dan Pembelajaran, hlm. 41-42.
[17]
Masjhudi Selfi dan sarwo, Studi Tentang
Pengembangan Program Pembelajaran dan Pelaksanaan Pembelajaran Biologi
Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di SMA Se-Kota Bayuwangi,(
Malang:Universitas Negri Malang,2012),hlm,37-44
[18] Tim Pekerti, Paduan Pengembangan Kurikulum,(Surakarta:Lembaga
Pendidikan Universitas Sebelas Maret,2007),hlm, 78-84
[19] Kasful Anwar, Perencanaan
Sistem Pembelajaran KTSP, (Bandung: Alfabets, 2011, hal. 178
[20]
Nik Haryati, Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Alfabets, 2011), hal. 167
[21] Ibid. hal.
180
[22] [22]
Nik Haryati, Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Alfabets, 2011), hal. 168
[23] Buna’i, Perencanaan Pembelajaran PAI , (Surabaya: Pena Salsabila,
2013), hal. 74-75
TUGAS
KELOMPOK
PENGEMBANGAN
KURIKULUM PAI
Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas Studi PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI
Dengan
Dosen Pengampu : Heni Listiana, M. Pd.I
Di
Susun oleh:
AMRIYANI
FAHRUDDIN
AGUS
PURWANTO
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PAMEKASAN
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
APRIL
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas
kehadirat Tuhan yang maha Esa, karena dengan rahmat dan karunia-Nya kami masih
diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas kelompok
ini.
Adapun
tugas yang sederhana ini membahas tentang pengembangan kurikulum, makalah ini
kami susun untuk mengetahui pengembangan kurikulum yang telah dukemukakan oleh
para ahli kurikulum, dan untuk melaksanakan tugas dari ibu pembimbing yaitu, ibu Heni Listiana, M.
Pd.I
Tidak
lupa kami ucapkan terima kasih yang tulus kepada ibu Heni Listiana, M. Pd. I Yang
tak pernah lelah membimbing dan mendidik kami dan juga
yang selalu mendukung kami dalam
melaksanakan tugas ini, kepada beliau kami ucapkan ribuan terimakasih .
Meskipun kami menyadari bahwa makalah
ini masih kurang sempurna, baik dalam penulisan maupun
pembahasan, maka penulis mengharapkan kritik dan saran demi lebih sempurnanya
penulisan tugas selanjutnya. Semoga tugas makalah
ini dapat bermanfaat bagi penulis,
pembaca dan pihak-pihak yang berkepentingan. Amien ya robbal alamien .
Pamekasan, 30 April 2016
Penulis
DAFTAR
ISI
COVER
……………………………………………………………………………………
KATA PENGANTAR
……………………………………………………………………
DAFTAR ISI
………………………………………………………………………………
BAB I HAKIKAT KURIKULUM
A. Pengertian Kurikulum ………………………………………………………….
B. Kedudukan Kurikulum dalam Pendidikan …………………………………….
C. Fungsi dan Peranan Kurikulum …………………………………………………
D. Komponen Kurikulum …………………………………………………………..
BAB II KONSEP PENGEMBANGAN KURIKULUM
A. Urgensi pengembangan Kurikulum……………………………………………...
B. Dasar Pengembangan Kurikulum………………………………………………..
BAB III LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
A. Landasan Filosofis……………………………………………………………….
B. Landasan Psikologis……………………………………………………………...
C. Landasan Sosial Budaya…………………………………………………………
D. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi …………………………………….
BAB IV PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM
A. Prinsip Relevansi………………………………………………………………….
B. Prinsip Kontinuitas………………………………………………………………..
C. Prinsip Praktis ……………..……………………………………………………...
D. Prinsip Efektivitas…………………………………………………………………
BAB V SILABUS
A. Pengertian Silabus……………………………………………………………………..
B. Fungsi Silabus…………………………………………………………………………
C. Prinsip-prinsip Pengembangan Silabus ……………………………………………….
BAB VI RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
A. Pengertian RPP………………………………………………………………………..
B. Fungsi RPP……………………………………………………………………………
BAB I
HAKIKAT KURIKULUM
- Pengertian Hakikat Kurikulum
Definisi kurikulum yang
berkembang dan dianut oleh ahli pendidikan sangatlah beragam dan tidak hanya
satu macam dalam pendidikan jasmani, beragam pakar mendefinisikan kurikulum.
Kurikulum sering dipandang oleh guru pendidikan
jasmani sebagai seluruh bidang studi yang ditawarkan kepada peserta didik atau diidentifikasi
sebagai bidang studi.
Menggambarkan kurikulum sebagai serangkaian pengalaman
yang dipandu dan berarti yang diarahkan untuk mencapai tujuan yang spesifik,
yaitu instrumen dasar dalam proses pendidikan. Kurikulum merupakan media di
mana konsep teori dan filosofis diterjemahkan menuju rencana atau desain yang
efektif yang akan mempengaruhi proses pengajaran.
Menurut beberapa ahli kurikulum tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa, kurikulum merupakan seperangkat pedoman yang digunakan
sebagai dasar untuk mencapai tujuan-tujuan dan perilaku yang diharapkan dalam
kehidupan persekolahan. Pengembangan segala materi dalam kurikulum dapat
dilakukan sepanjang tidak melenceng dari asas-asas kurikulum dan karakteristik
kurikulum yang baik.
Kurikulum merupakan seperangkat pedoman yang digunakan
sebagai dasar untuk mencapai tujuan-tujuan dan perilaku yang diharapkan dalam
kehidupan persekolahan.
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan
mengenaitujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedomanpenyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikantertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional
serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan
dan peserta didik. Oleh sebab itu
kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untukmemungkinkan penyesuaian program
pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah
Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan
dengan memperhatikan tahap perkembangan siswa yang disesuaikan dengan
lingkungan, kebutuhan pembangunan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta kesenian. Dengan demikian sebuah kurikulum menjadi sangat penting
keberadaannya dalam sebuah organisasi dan sebagainya. Karena akan menjadi sebuah
cermin pada setiap aktifitas yang dilakukan oleh aktifis aktifis organisasi
tersebut.[1]
- Kedudukan Kurikulum Dalam Pendidikan
Mempunyai kedudukan sentral dalam
melaksanakan proses pendidkan. Kurikulum
mengarahkan bentuk aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan
pendidikan. Kurikulum juga merupakan rencana pendidikan, memberikan pedoman dan pegangan mengenai
jenis, lingkup, urutan isi, dan proses pendidikan. Disamping kedua fungsi itu,
kurikulum juga merupakan bidang studi yang ditekuni oleh para ahli atau
specialis kurikulum, yang menjadi sumber atau memberikan teoritis, bagi
pengembangan kurikulum berbagai insitusi pendidikan. Kurikulum memberikan
pegangan bagi pelaksanaan pelajaran dikelas tetapi merupakan tugas dan tanggung
jawab guru untuk menjabarkanya. Kurikulum dimulai dari pendidikan dasar,
pendidikan menengah, pendidikan tinggi, dan kurikulum sekolah umum, kejuaraan
dan lainnya merupakan perwujudan atau penerapan teori-teori kurikulum.[2]
- Fungsi dan
Peranan Kurikulum
Kurikulum
sebagai alat dalam pendidikan memiliki berbagai macam fungsi dalam pendidikan
yang sangat berperan dalam kegunannya.
-
Fungsi Kurikulum adalah sebagai berikut
1.
Fungsi Penyesuaian (the adjustive or
adaptive function)
Kurikulum
berfungsi sebagai penyesuain adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan
perubahan yang terjadi dilingkungannya karena lingkungan bersifat dinamis
artinya dapat berubah-ubah.
2.
Fungsi Integrasi (the integrating function)
Kurikulum
berfungsi sebagai penyesuain mengandung makna bahwa kurikulum merupakan alat
pendidikan yang mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang patuh
yang dapat dibutuhkan dan berintegrasi di masyarakat
3.
Fungsi Diferensiasi (the diferentiating
function)
Kurikulum
berfungsi sebagai diferensiansi adalah sebagai alat yang memberikan pelayanan
dari berbagai perbedaan disetiap siswa yang harus dihargai dan dilayani.
4.
Fungsi Persiapan (the propaeduetic function)
Kurikulum
berfungsi sebagai persiapan yang mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan mampu mempersiapkan siswa kejenjang selanjutnya dan juga dapat
mempersiapkan diri dapat hidup dalam masyarakat, jika tidak melanjukan
pendidikan.
5.
Fungsi Pemilihan (the selective function)
Kurikulum
berfungsi sebagai pemilihan adalah memberikan kesempatan bagi siswa untuk
menentukan pilihan program belajar yang sesuai dengan minat dan bakatnya.
6.
Fungsi Diagnostik (the diagnostic function)
Kurikulum
sebagai diagnostik mengandung makna bahwa kurikulum adalah alat pendidikan
yang mampu mengarahkan dan memahami potensi siswa serta kelemahan dalam
dirinya. Jika telah memahami potensi dan mengetahui kelemahannya, maka
diharapkan siswa dapat mengembangkan potensi dan memperbaiki kelemahannya.[3]
- Peranan kurikulum
1.
Peran
Konservatif kurikulum adalah
melestarikan berbagai nilai budaya sebagai warisan masa lalu
2.
Peran kreatif
kurikulum harus mengandung hal-hal baru sehingga dapat membantu siswa untuk
dapat mengembangkan setiap potensi
3.
Peran kritis
dan evaluative kurikulum berperan untuk menyeleksi nilai dan budaya mana yang
perlu dipertahankan.[4]
D.
Komponen Kurikulum
Kurikulum
memiliki lima komponen utama, yaitu :
1.
Tujuan
2.
Materi
3.
Strategi, pembelajaran
4.
Organisasi kurikulum
5.
Evaluasi
Kelima
komponen tersebut memiliki keterkaitan yang erat dan tidak bisa dipisahkan. Untuk
lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan tentang masing-masing komponen
tersebut.
1. Tujuan
Mengingat
pentingnya pendidikan bagi manusia, hampir di setiap negara telah mewajibkan
para warganya untuk mengikuti kegiatan pendidikan, melalui berbagai ragam
teknis penyelenggaraannya, yang disesuaikan dengan falsafah negara, keadaan
sosial-politik kemampuan sumber daya dan keadaan lingkungannya masing-masing.
Kendati demikian, dalam hal menentukan tujuan pendidikan pada dasarnya memiliki
esensi yang sama. Seperti yang disampaikan oleh Hummel (Uyoh Sadulloh, 1994)
bahwa tujuan pendidikan secara universal akan menjangkau tiga jenis nilai utama
yaitu:
1.
Otonomi memberikan
individual dan kelompok yang kecepatan dan kemampuan sehingga mereka dapat
mengelola kehidupan pribadi mereka dan kolektif.
2.
Ekuitas memungkinkan semua
warga untuk berpartisipasi dalam budaya dan ekonomi hidup oleh mereka dan sama
pendidikan dasar.
3.
Setiap bangsa survial izin
untuk mengirimkan dan memperkaya budayanya warisan selama generasi, tetapi juga
panduan pendidikan menuju saling pengertian dan menuju apa yang telahterjadi
diseluruh dunia.
Dalam
perspektif pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional dapat dilihat secara
jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistrm Pendidikan
Nasional, bahwa : ” Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Tujuan pendidikan nasional yang merupakan pendidikan pada tataran
makroskopik, selanjutnya dijabarkan ke dalam tujuan institusional yaitu tujuan
pendidikan yang ingin dicapai dari setiap jenis maupun jenjang sekolah atau
satuan pendidikan tertentu.
Dalam
Permendiknas No. 22 Tahun 2007 dikemukakan bahwa tujuan pendidikan tingkat
satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum
pendidikan berikut.
1.
Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
2.
Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
3.
Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah
meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai
dengan kejuruannya.
Tujuan
pendidikan institusional tersebut kemudian dijabarkan lagi ke dalam tujuan
kurikuler; yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap mata
pelajaran yang dikembangkan di setiap sekolah atau satuan pendidikan.
Lebih jauh
lagi, dengan mengutip dari beberapa ahli, Nana Syaodih Sukmadinata (1997)
memberikan gambaran spesifikasi dari tujuan yang ingin dicapai pada tujuan
pembelajaran, yakni :
1.
Menggambarkan apa yang diharapkan dapat
dilakukan oleh peserta didik, dengan : (a) menggunakan kata-kata kerja yang
menunjukkan perilaku yang dapat diamati; (b) menunjukkan stimulus yang
membangkitkan perilaku peserta didik; dan (c) memberikan pengkhususan tentang
sumber-sumber yang dapat digunakan peserta didik dan orang-orang yang dapat
diajak bekerja sama.
2.
Menunjukkan perilaku yang diharapkan dilakukan
oleh peserta didik, dalam bentuk: (a) ketepatan atau ketelitian respons; (b)
kecepatan, panjangnya dan frekuensi respons.
3.
Menggambarkan kondisi-kondisi atau lingkungan
yang menunjang perilaku peserta didik berupa : (a) kondisi atau lingkungan
fisik; dan (b) kondisi atau lingkungan psikologis.
Upaya
pencapaian tujuan pembelajaran ini memiliki arti yang sangat penting..
Keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran pada tingkat operasional ini akan
menentukan terhadap keberhasilan tujuan pendidikan pada tingkat berikutnya.
2.
Materi Pembelajaran
Dalam
menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar tidak lepas dari filsafat dan
teori pendidikan dikembangkan. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa
pengembangan kurikulum yang didasari filsafat klasik (perenialisme,
essensialisme, eksistensialisme) penguasaan materi pembelajaran menjadi hal
yang utama. Dalam hal ini, materi pembelajaran disusun secara logis dan
sistematis, dalam bentuk:
1.
Teori; seperangkat konstruk atau konsep, definisi
atau preposisi yang saling berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik
tentang gejala dengan menspesifikasi hubungan – hubungan antara
variabel-variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
2.
Konsep; suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi
dari kekhususan-kekhususan, merupakan definisi singkat dari sekelompok fakta
atau gejala.
3.
Generalisasi; kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang
khusus, bersumber dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian.
4.
Prinsip; yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam
materi yang mengembangkan hubungan antara beberapa konsep.
5.
Prosedur; yaitu seri langkah-langkah yang berurutan
dalam materi pelajaran yang harus dilakukan peserta didik.
6.
Fakta; sejumlah informasi khusus dalam materi yang
dianggap penting, terdiri dari terminologi, orang dan tempat serta kejadian.
7.
Istilah, kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus
yang diperkenalkan dalam materi.
8.
Contoh/ilustrasi, yaitu hal
atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk memperjelas suatu uraian atau
pendapat.
9.
Definisi:yaitu penjelasan tentang makna atau pengertian
tentang suatu hal/kata dalam garis besarnya.
10.
Preposisi, yaitu cara
yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan
kurikulum.
Materi
pembelajaran yang didasarkan pada filsafat progresivisme lebih memperhatikan
tentang kebutuhan, minat, dan kehidupan peserta didik. Oleh karena itu, materi
pembelajaran harus diambil dari dunia peserta didik dan oleh peserta didik itu
sendiri. Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat konstruktivisme,
materi pembelajaran dikemas sedemikian rupa dalam bentuk tema-tema dan
topik-topik yang diangkat dari masalah-masalah sosial yang krusial, misalnya
tentang ekonomi, sosial bahkan tentang alam. Materi pembelajaran yang
berlandaskan pada teknologi pendidikan banyak diambil dari disiplin ilmu,
tetapi telah diramu sedemikian rupa dan diambil hal-hal yang esensialnya saja
untuk mendukung penguasaan suatu kompetensi. Materi pembelajaran atau
kompetensi yang lebih luas dirinci menjadi bagian-bagian atau sub-sub
kompetensi yang lebih kecil dan obyektif.
Dengan melihat
pemaparan di atas, tampak bahwa dilihat dari filsafat yang melandasi
pengembangam kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan materi
pembelajaran,. Namun dalam implementasinya sangat sulit untuk menentukan materi
pembelajaran yang beranjak hanya dari satu filsafat tertentu., maka dalam
prakteknya cenderung digunakan secara eklektik dan fleksibel..
Berkenaan
dengan penentuan materi pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,
pendidik memiliki wewenang penuh untuk menentukan materi pembelajaran, sesuai
dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang hendak dicapai dari setiap
kegiatan pembelajaran. Dalam prakteknya untuk menentukan materi pembelajaran
perlu memperhatikan hal-hal berikut :.
1.
Sahih (valid); dalam arti materi yang dituangkan dalam
pembelajaran benar-benar telah teruji kebenaran dan kesahihannya. Di samping
itu, juga materi yang diberikan merupakan materi yang aktual, tidak ketinggalan
zaman, dan memberikan kontribusi untuk pemahaman ke depan.
2.
Tingkat kepentingan; materi yang
dipilih benar-benar diperlukan peserta didik. Mengapa dan sejauh mana materi
tersebut penting untuk dipelajari.
3.
Kebermaknaan; materi yang dipilih dapat memberikan manfaat
akademis maupun non akademis. Manfaat akademis yaitu memberikan dasar-dasar
pengetahuan dan keterampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut pada jenjang
pendidikan lebih lanjut. Sedangkan manfaat non akademis dapat mengembangkan
kecakapan hidup dan sikap yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
4.
Layak dipelajari; materi memungkinkan
untuk dipelajari, baik dari aspek tingkat kesulitannya (tidak terlalu mudah dan
tidak terlalu sulit) maupun aspek kelayakannya terhadap pemanfaatan materi dan
kondisi setempat.
5.
Menarik minat; materi yang dipilih hendaknya menarik minat
dan dapat memotivasi peserta didik untuk mempelajari lebih lanjut, menumbuhkan
rasa ingin tahu sehingga memunculkan dorongan untuk mengembangkan sendiri
kemampuan mereka.
Terlepas dari
filsafat yang mendasari pengembangan materi, Nana Syaodih Sukamadinata (1997)
mengetengahkan tentang sekuens susunan materi pembelajaran, yaitu :
1.
Sekuens kronologis; susunan
materi pembelajaran yang mengandung urutan waktu.
2.
Sekuens kausal; susunan
materi pembelajaran yang mengandung hubungan sebab-akibat.
3.
Sekuens struktural; susunan materi
pembelajaran yang mengandung struktur materi.
4.
Sekuens logis dan psikologis; sekuensi
logis merupakan susunan materi pembelajaran dimulai dari bagian menuju pada
keseluruhan, dari yang sederhana menuju kepada yang kompleks. Sedangkan sekuens
psikologis sebaliknya dari keseluruhan menuju bagian-bagian, dan dari yang
kompleks menuju yang sederhana. Menurut sekuens logis materi pembelajaran
disusun dari nyata ke abstrak, dari benda ke teori, dari fungsi ke struktur,
dari masalah bagaimana ke masalah mengapa.
5.
Sekuens spiral ; susunan
materi pembelajaran yang dipusatkan pada topik atau bahan tertentu yang populer
dan sederhana, kemudian dikembangkan, diperdalam dan diperluas dengan bahan
yang lebih kompleks.
6.
Sekuens rangkaian ke belakang; dalam sekuens
ini mengajar dimulai dengan langkah akhir dan mundur kebelakang. Contoh
pemecahan masalah yang bersifat ilmiah, meliputi 5 langkah sebagai berikut :
(a) pembatasan masalah; (b) penyusunan hipotesis; (c) pengumpulan data; (d)
pengujian hipotesis; dan (e) interpretasi hasil tes.
7.
Dalam mengajarnya, guru memulai dengan langkah
(a) sampai (d), dan peserta didik diminta untuk membuat interprestasi hasilnya
(e). Pada kasempatan lain guru menyajikan data tentang masalah lain dari
langkah (a) sampai (c) dan peserta didik diminta untuk mengadakan pengetesan
hipotesis (d) dan seterusnya.
8.
Sekuens berdasarkan hierarki belajar; prosedur
pembelajaran dimulai menganalisis tujuan-tujuan yang ingin dicapai, kemudian
dicari suatu hierarki urutan materi pembelajaran untuk mencapai tujuan atau
kompetensi tersebut. Hierarki tersebut menggambarkan urutan perilaku apa yang
mula-mula harus dikuasai peserta didik, berturut-berturut sampai dengan
perilaku terakhir.
3.
Strategi Pembelajaran
Telah
disampaikan di atas bahwa dilihat dari filsafat dan teori pendidikan yang
melandasi pengembangan kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan tujuan dan
materi pembelajaran, hal ini tentunya memiliki konsekuensi pula terhadap
penentuan strategi pembelajaran yang hendak dikembangkan. Apabila yang menjadi
tujuan dalam pembelajaran adalah penguasaan informasi-intelektual,–sebagaimana
yang banyak dikembangkan oleh kalangan pendukung filsafat klasik dalam rangka pewarisan
budaya ataupun keabadian, maka strategi pembelajaran yang
dikembangkan akan lebih berpusat kepada guru. Guru merupakan tokoh sentral di
dalam proses pembelajaran dan dipandang sebagai pusat informasi dan
pengetahuan. Sedangkan peserta didik hanya dianggap sebagai obyek yang secara
pasif menerima sejumlah informasi dari guru. Metode dan teknik pembelajaran
yang digunakan pada umumnya bersifat penyajian (ekspositorik) secara massal,
seperti ceramah atau seminar. Selain itu, pembelajaran cenderung lebih bersifat
tekstual.
Strategi
pembelajaran yang berorientasi pada guru tersebut mendapat reaksi dari kalangan
progresivisme. Menurut kalangan progresivisme, yang seharusnya aktif dalam
suatu proses pembelajaran adalah peserta didik itu sendiri. Peserta didik
secara aktif menentukan materi dan tujuan belajarnya sesuai dengan minat dan
kebutuhannya, sekaligus menentukan bagaimana cara-cara yang paling sesuai untuk
memperoleh materi dan mencapai tujuan belajarnya. Pembelajaran yang berpusat
pada peserta didik mendapat dukungan dari kalangan rekonstruktivisme yang
menekankan pentingnya proses pembelajaran melalui dinamika kelompok.
Pembelajaran cenderung bersifat kontekstual, metode dan teknik
pembelajaran yang digunakan tidak lagi dalam bentuk penyajian dari guru tetapi
lebih bersifat individual, langsung, dan memanfaatkan proses dinamika kelompok
(kooperatif), seperti : pembelajaran moduler, obeservasi, simulasi atau role
playing, diskusi, dan sejenisnya. Dalam hal ini,
guru tidak banyak melakukan intervensi. Peran guru hanya sebagai fasilitator,
motivator dan guider. Sebagai fasilitator, guru berusaha menciptakan
dan menyediakan lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta didiknya. Sebagai
motivator, guru berupaya untuk mendorong dan menstimulasi peserta didiknya agar
dapat melakukan perbuatan belajar. Sedangkan sebagai guider, guru melakukan
pembimbingan dengan berusaha mengenal para peserta didiknya secara personal.
Selanjutnya,
dengan munculnya pembelajaran berbasis teknologi yang menekankan pentingnya
penguasaan kompetensi membawa implikasi tersendiri dalam penentuan strategi
pembelajaran. Meski masih bersifat penguasaan materi atau kompetensi seperti
dalam pendekatan klasik, tetapi dalam pembelajaran teknologis masih
dimungkinkan bagi peserta didik untuk belajar secara individual. Dalam
pembelajaran teknologis dimungkinkan peserta didik untuk belajar tanpa tatap
muka langsung dengan guru, seperti melalui internet atau media elektronik
lainnya. Peran guru dalam pembelajaran teknologis lebih cenderung sebagai director
of learning, yang berupaya mengarahkan dan mengatur peserta didik untuk
melakukan perbuatan-perbuatan belajar sesuai dengan apa yang telah didesain
sebelumnya.
Berdasarkan
uraian di atas, ternyata banyak kemungkinan untuk menentukan strategi
pembelajaran dan setiap strategi pembelajaran memiliki kelemahan dan
keunggulannya tersendiri.
Terkait dengan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, belakangan ini mulai muncul konsep
pembelajaran dengan isitilah PAKEM, yang merupakan akronim dari Pembelajaran
Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Oleh karena itu, dalam
prakteknya seorang guru seyogyanya dapat mengembangkan strategi pembelajaran
secara variatif, menggunakan berbagai strategi yang memungkinkan siswa untuk
dapat melaksanakan proses belajarnya secara aktif, kreatif dan menyenangkan,
dengan efektivitas yang tinggi.
4.
Organisasi Kurikulum
Beragamnya
pandangan yang mendasari pengembangan kurikulum memunculkan terjadinya
keragaman dalam mengorgansiasikan kurikulum. Setidaknya terdapat enam ragam
pengorganisasian kurikulum, yaitu:
1.
Mata pelajaran terpisah (isolated subject);
kurikulum terdiri dari sejumlah mata pelajaran yang terpisah-pisah, yang
diajarkan sendiri-sendiri tanpa ada hubungan dengan mata pelajaran lainnya.
Masing-masing diberikan pada waktu tertentu dan tidak mempertimbangkan minat,
kebutuhan, dan kemampuan peserta didik, semua materi diberikan sama
2.
Mata pelajaran berkorelasi; korelasi diadakan
sebagai upaya untuk mengurangi kelemahan-kelemahan sebagai akibat pemisahan
mata pelajaran. Prosedur yang ditempuh adalah menyampaikan pokok-pokok yang
saling berkorelasi guna memudahkan peserta didik memahami pelajaran tertentu.
3.
Bidang studi (broad field);
yaitu organisasi kurikulum yang berupa pengumpulan beberapa mata pelajaran yang
sejenis serta memiliki ciri-ciri yang sama dan dikorelasikan (difungsikan)
dalam satu bidang pengajaran. Salah satu mata pelajaran dapat dijadikan “core
subject”, dan mata pelajaran lainnya dikorelasikan dengan core tersebut.
4.
Program yang berpusat pada anak (child
centered), yaitu program kurikulum yang menitikberatkan pada
kegiatan-kegiatan peserta didik, bukan pada mata pelajaran.
5.
Inti Masalah (core program), yaitu suatu
program yang berupa unit-unit masalah, dimana masalah-masalah diambil dari
suatu mata pelajaran tertentu, dan mata pelajaran lainnya diberikan melalui
kegiatan-kegiatan belajar dalam upaya memecahkan masalahnya. Mata
pelajaran-mata pelajaran yang menjadi pisau analisisnya diberikan secara
terintegrasi.
6.
Ecletic Program, yaitu suatu program yang
mencari keseimbangan antara organisasi kurikulum yang terpusat pada mata
pelajaran dan peserta didik.
Berkenaan
dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, tampaknya lebih cenderung
menggunakan pengorganisasian yang bersifat eklektik, yang terbagi ke dalam lima
kelompok mata pelajaran, yaitu : (1) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak
mulia; (2) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; (3)
kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; (4) kelompok mata
pelajaran estetika; dan (5) kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan
kesehatan
Kelompok-kelompok
mata pelajaran tersebut selanjutnya dijabarkan lagi ke dalam sejumlah mata
pelajaran tertentu, yang disesuaikan dengan jenjang dan jenis sekolah. Di
samping itu, untuk memenuhi kebutuhan lokal disediakan mata pelajaran muatan
lokal serta untuk kepentingan penyaluran bakat dan minat peserta didik
disediakan kegiatan pengembangan diri.
5.
Evaluasi Kurikulum
Evaluasi
merupakan salah satu komponen kurikulum. Dalam pengertian terbatas, evaluasi
kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa tingkat ketercapaian tujuan-tujuan
pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang bersangkutan.
Sebagaimana dikemukakan oleh Wright bahwa : “curriculum evaluation may be
defined as the estimation of growth and progress of students toward objectives
or values of the curriculum”Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas,
evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara
keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi
tidak hanya terbatas pada efektivitas saja, namun juga relevansi, efisiensi,
kelaikan (feasibility) program. Sementara itu, Hilda Taba menjelaskan
hal-hal yang dievaluasi dalam kurikulum, yaitu meliputi ; “ objective, it’s
scope, the quality of personnel in charger of it, the capacity of students, the
relative importance of various subject, the degree to which objectives are
implemented, the equipment and materials and so on.” Pada bagian lain,
dikatakan bahwa luas atau tidaknya suatu program evaluasi kurikulum sebenarnya
ditentukan oleh tujuan diadakannya evaluasi kurikulum. Apakah evaluasi tersebut
ditujukan untuk mengevaluasi keseluruhan sistem kurikulum atau
komponen-komponen tertentu saja dalam sistem kurikulum tersebut. Salah satu
komponen kurikulum penting yang perlu dievaluasi adalah berkenaan dengan proses
dan hasil belajar siswa.
Agar hasil
evaluasi kurikulum tetap bermakna diperlukan persyaratan-persyaratan tertentu.
Dengan mengutip pemikian Doll, dikemukakan syarat-syarat evaluasi kurikulum
yaitu “acknowledge presence of value and valuing, orientation to goals,
comprehensiveness, continuity, diagnostics worth and validity and integration.”
Evaluasi kurikulum juga bervariasi, bergantung pada dimensi-dimensi yang
menjadi fokus evaluasi. Salah satu dimensi yang sering mendapat sorotan adalah
dimensi kuantitas dan kualitas. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi
diemensi kuantitaif berbeda dengan dimensi kualitatif. Instrumen yang digunakan
untuk mengevaluasi dimensi kuantitatif, seperti tes standar, tes prestasi
belajar, tes diagnostik dan lain-lain. Sedangkan, instrumen untuk mengevaluasi
dimensi kualitatif dapat digunakan, questionnare, inventori, interview, catatan
anekdot dan sebagainya Evaluasi kurikulum memegang peranan penting, baik untuk
penentuan kebijakan pendidikan pada umumnya maupun untuk pengambilan keputusan
dalam kurikulum itu sendiri. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh
para pemegang kebijakan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih
dan menetapkan kebijakan pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model
kurikulum yang digunakan. Hasil – hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan
oleh guru-guru, kepala sekolah dan para pelaksana pendidikan lainnya dalam
memahami dan membantu perkembangan peserta didik, memilih bahan pelajaran,
memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian serta fasilitas
pendidikan lainnya. (disarikan dari Nana Syaodih Sukmadinata, 1997)
Selanjutnya,
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan tiga pendekatan dalam evaluasi
kurikulum, yaitu : (1) pendekatan penelitian (analisis komparatif); (2)
pendekatan obyektif; dan (3) pendekatan campuran multivariasi. Di samping itu,
terdapat beberapa model evaluasi kurikulum, diantaranya adalah Model CIPP
(Context, Input, Process dan Product) yang bertitik tolak pada pandangan bahwa
keberhasilan progran pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti :
karakteristik peserta didik dan lingkungan, tujuan program dan peralatan yang
digunakan, prosedur dan mekanisme pelaksanaan program itu sendiri. Evaluasi
model ini bermaksud membandingkan kinerja (performance) dari berbagai dimensi
program dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada deskripsi
dan judgment mengenai kekuatan dan kelemahan program yang dievaluasi. Model ini
kembangkan oleh Stufflebeam (1972) menggolongkan program pendidikan atas empat
dimensi, yaitu : Context, Input, Process dan Product. Menurut model ini keempat
dimensi program tersebut perlu dievaluasi sebelum, selama dan sesudah program
pendidikan dikembangkan. Penjelasan singkat dari keempat dimensi tersebut
adalah, sebagai berikut :
1.
Context; yaitu situasi atau latar belakang yang
mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi pendidikan yang akan dikembangkan
dalam program yang bersangkutan, seperti : kebijakan departemen atau unit kerja
yang bersangkutan, sasaran yang ingin dicapai oleh unit kerja dalam kurun waktu
tertentu, masalah ketenagaan yang dihadapi dalam unit kerja yang bersangkutan,
dan sebagainya.
2.
Input; bahan, peralatan, fasilitas yang disiapkan
untuk keperluan pendidikan, seperti : dokumen kurikulum, dan materi
pembelajaran yang dikembangkan, staf pengajar, sarana dan pra sarana, media
pendidikan yang digunakan dan sebagainya.
3.
Process; pelaksanaan nyata dari program pendidikan
tersebut, meliputi : pelaksanaan proses belajar mengajar, pelaksanaan evaluasi
yang dilakukan oleh para pengajar, penglolaan program, dan lain-lain.
4.
Product; keseluruhan hasil yang dicapai oleh program
pendidikan, mencakup : jangka pendek dan jangka lebih panjang[5].
BAB II
KONSEP PENGEMBANGAN KURIKULUM
A.
Urgensi
Pengembangan Kurikulum
Pengembangan
Kurikulum dilakukan dengan sejumlah pertimbangan. Pertimbangan itu dilihat dari
beberapa assessmentin ternasional yang menyatakan bahwa kemampuan
peserta didik Indonesia masih dibawah peserta didik dari negara-negara di
kawasan Asia lainnya.
Seperti pada
Trendsin International Mathematics and Science Studies (TIMSS), sebuah
studiinternasional yang mengukur peningkatan pembelajaran matematika dan sains
disejumlah negara. Pada tahun 2011 untuk bidang Matematika di kelas 8
misalnya,TIMSS menyatakan, lebih dari 95 persen siswa Indonesia hanya mampu
sampai level menengah, sedangkan hampir 50 persen siswa Taiwan mampu
mencapailevel tinggi dan advance. Halyang hampir sama juga ditunjukkan lewat
hasil Programme for International Student Assesment (PISA), sebuah
pe-nilaian tingkat dunia yang diselenggarakan setiap tiga tahun untuk menguji
performa akademis siswa yang berusia 15 tahun. Hasil pada 2009 diketahui bahwa
hampir semua siswa Indonesia menguasai pelajaran matematika dan IPA hanya
sampai level 3 dari 6 level yang ada. Sementara negara lain seperti Singapura,China,
Jepang, dan Korea Selatan dapat mencapai level tertinggi, level 6. Apalagi
berdasarkan kerangka kompetensi abad 21, proses pembelajaran tidak cukup
hanyameningkatkan pengetahuan (melalui coresubject) semata, melainkan
siswa harus di-lengkapi dengan kemampuakreatif-kritis dan berkarakter kuat,
seperti mampu bertanggung jawab, memilikijiwa sosial, toleran, produktif, dan
adaptif.
Disamping itu
didukung pula dengan kemampuan memanfaatkan informasi dan berkomunikasi.
Olehkarena itu, proses pembelajaran perlu diciptakan sedemikian rupa sehingga
mendukung kreativitas siswa. Sebuah penelitian pada 2011 oleh Harvard
Bus-sinessReview menyimpulkan, kemampuan yang berbasis pada kreativitas
seseorang-diperoleh melalui pen-didikan. Tetapi tingkat intelegensia seseorang
dipengaruhi dari pendidikan dan dari genetika.
Artinya, memang
perlu ada ruang didunia pendidikan untuk membangun kreativitas siswa. Berkaca
dari penelitian itu, maka diperlukan proses pembelajaran yang mengedepankan
pengalaman personal melalui proses mengamati, menanya, menalar, dan mencoba (observation
based learning) untuk meningkatkan kreativitas peserta didik. Di samping
itu, dibiasakan pula bagipeserta didik untuk bekerja dalam jejaring melalui collaborative
learning. Padaproses penilaian, guru
dapat membuat peserta didik berani berperilaku kreatif melalui beragam cara.
Misalnya dengan memberikan tugas yang tidak hanya memiliki satu jawaban
tertentu yang benar, menolerir jawaban yang nyeleneh, menekankan pada
proses bukan hanya hasil, memberikan peserta didik untuk mencoba, untuk
menentukan sendiriyang kurang jelas atau lengkap informasinya, dan untuk
memiliki interpretasisen diri terkait dengan pengetahuan atau kejadian yang
diamati, serta memberikan keseimbangan antara yang terstruktur dan yang spontan
atau ekspresif. Dengan memperhatikan sejumlah pertimbangan tersebut, Kemdikbud
meng-hadirkan kurikulum yang dapat menghasilkan insan Indonesia yang produktif,
kreatif, inovatif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi.Dengan
demikian, Kurikulum 2013 dapat menjawab permasalahan yang melekat pada
kurikulum sebelumnya.
Melalui
pendekatan Kurikulum 2013 inilah diharapkan siswa memiliki kompetensi sikap,
keterampilan, dan pengetahuan yang jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif,
inovatif, dan lebih produktif. Sedikitnya ada lima entitas, yaitu peserta
didik, pendidik, dan tenaga kependidikan, manajemen satuan pendidikan, Negara
dan bangsa, serta masyarakat umum, yang diharapkan mengalami perubahan.
Sementara pendidik dan tenaga kependidikan diharapkan dapat lebih bergairah
dalam mengajar serta lebih mudah memenuhi ketentuan 24 jam mengajar per
minggu.Selainitu, pada tingkat satuan pendidikan, sekolah dapat lebih
mengedepankan layanan pembelajaran, termasuk bimbingan dan penyuluhan, serta
menjadi antisipasi atas marak-nya variasi kegiatan pembelajaran.
Bagi negara dan
bangsa diharapkan meningkatkan reputasi internasional dalam bidang pendidikan,
meningkatkan dayasaing, serta berkembangnya peradaban bangsa. Sementara bagi
masyarakat umum, perubahan yang diharapkan adalah memperoleh lulusan sekolah
yang kompeten, kebutuhan sekolah dapat dipenuhi oleh sekolah, dan dapat
meningkatkan kesejah teraannya[6]
B.
Dasar-dasar
pengembangan kurikulum
Ada beberapa dasar ( azas ) dalam pengembangan kurikulum, yaitu :
1.
Azas Filosofis
Filsafat yang
mendasari kehidupan berbangsa dan bernegara atau yang umum di anut oleh suatu
bangsa negara, seperti sekuler, agamis, aties, dll akan menentukan bentuk
tujuan umum pendidikan, yang tentunya akan menjadi arah bagi pelaksanaan
pendidikan suatu negara itu, dan dalam pengembangan kurikulum itu harus
diperhatikan hal ini, kalau tidak maka pendidikan dan out putnya tidak akan
diterima secara umum di negara itu.
2.
Azas Sosiologis
Kehidupan
sosial kemasyarakatan yang berbeda-beda juga harus menjadi azas utama dalam
pengembangan kurikulum, agar out put dan lembaga itu bisa hidup dan diterima di
lingkungan masyarakat itu. Masyarakat industri, agraris, modern atau
tradisional, masyarakat daerah pegunungan atau di daerah lembah, dsb punya
kebutuhan dan kehidupan yang berbeda-beda yang harus diakomulasikan ke dalam
muatan kurikulum agar proses dan hasil pendidikan dapat bermanfaat dan diterima
oleh masyarakat ( sesuai dengan kebutuhan mereka ). Karena memegang azas inilah
maka kurikulum hendaknya setiap saat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan hidup masyarakat.
3.
Azas
Organisatoris
Azas
organisatoris perlu mendapat perhatian, sebab akan menentukan bagaimana
penyusunan dan penyajian muatan kurikulum itu sendiri, baik mengenai
urut-urutannya atau pun keluasan cakupannya.
4.
Azas Psikologis
Agar bisa dilaksanakan dengan baik dan dapat
berhasil secara maksimal, maka pen-gembangan kurikulum harus berdasarkan kepada
psikologi, seperti memegang prinsip per-kembangan anak dan taraf
pengembangannya, psikologi belajar seperti teori teori gestalt, asosiasi, dll.
Azas
psikologi yang dijadikan acuan dasar penyusunan sebuah kurikulum ini, akan
mempengaruhi sampai kepada bagaimana seharusnya melaksanakan dan mengevaluasi
pe-laksanaan sebuah kurikulum.[7]
BAB III
LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
A.
Landasan Filosofis
Filsafat
berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu dari kata philos dan sophia.
Philosartinya cinta yang mendalam, dan sophia adalah kearifan
atau kebijaksanaan. Dengan demikian, filsafat secara harfiah dapat diartikan
sebagai cinta yang mendalam akan kearifan.
Sebagai
suatu landasan fundamental, filsafat memegang peranan penting dalam proses
pengembangan kurikulum. Ada empat fungsi filsafat dalam proses pengembangan
kurikulum.
a.
Filsafat dapat menentukan arah
dan tujuan pendidikan.
b.
Filsafat dapat menentukan isi
atau materi pelajaran yang harus diberikan sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai.
c.
Filsafat dapat menentukan
strategi atau cara pencapaian tujuan. Filsafat sebagai sistem nilai dapat
dijadikan pedoman dalam merancang kegiatan pembelajaran.
d.
Melalui filsafat dapat
ditentukan bagaimana menentukan tolok ukur keberhasilan proses pendidikan.
Ada
berbagai aliran filsafat, antara lain:
1)
Aliran Perennialisme
Aliran
ini bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual anak melalui pengetahuan yang
abadi, universal, dan absolut. Aliran ini diciptakan para pemikir unggul
sepanjang masa, yang dihimpun dalam The Great Books. Kebenaran dalam
buku itu bertahan teguh terhadap segala perubahan zaman.
Kurikulum
yang diinginkan oleh aliran ini terdiri atas mata pelajaran yang terpisah
sebagai disiplin ilmu dengan menolak penggabungan seperti IPA atau IPS. Hanya
mata pelajaran yang sungguh mereka anggap dapat mengembangkan kemampuan
intelektual seperti IPA yang diajarkan, yang lain tidak diajarkan.
Aliran
Idealisme
Aliran
ini berpendapat bahwa kebenaran itu berasal dari dunia supra-natural dari
Tuhan. Tujuan hidup ialah memenuhi kehendak Tuhan.
Aliran
ini umumnya diterapkan di sekolah yang berorientasi religius. Namun pendidikan
intelektual juga sangat diutamakan dengan menentukan standar mutu yang tinggi.
2)
Aliran Realisme
Aliran
ini mencari kebenaran di dunia ini sendiri. Melalui pengamatan dan penelitian
ilmiah dapat ditemukan hukum alam. Mutu kehidupan senantiasa dapat ditingkatkan
melalui kemajuan dalam iptek. Tujuan hidup adalah memperbaiki kehidupan melalui
penelitian ilmiah.
Kurikulum
ini tidak memperhatikan minat anak, namundiharapkan agar menaruh minat terhadap
pelajaran akademis. Ia harus sungguh-sungguh mempelajari buku-buku berbagai
disiplin ilmu. Penguasaan ilmu yang banyak berkat studi yang intensif adalah
persiapan yang sebaik-baiknya bagi lanjutan studi dan kehidupan dalam
masyarakat.
3)
Aliran Pragmatisme
Aliran ini juga disebut aliran
instrumentalisme yang berpendapat bahwa kebenaran adalah buatan manusia
berdasarkan pengalamannya. Tidak ada kebenaran mutlak, kebenaran adalah
tentatif dan dapat berubah. Tujuan hidup ialah mengabdi kepada masyarakat
dengan peningkatan kesejahteraan manusia.
4)
Aliran Eksistensialisme
Aliran ini mengutamakan
individu sebagai faktor dalam menentukan apa yang baik dan benar. Norma-norma
hidup berbeda secara individual dan ditentukan masing-masing secara bebas,
namun dengan pertimbangan jangan menyinggung perasaan orang lain. Tujuan hidup
adalah menyempurnakan diri, merealisasikan diri.[8]
B.
Landasan Psikologis
Kurikulum
merupakan pedoman bagi guru dalam mengantar anak didik sesuai dengan harapan
dan tujuan pendidikan. Secara psikologis, anak didik memiliki keunikan dan
perbedaan-perbedaan baik perbedaan minat, bakat, maupun potensi yang
dimilikinya sesuai dengan tahapan perkembangannya. Dengan alasan itulah,
kurikulum harus memerhatikan kondisi psikologi perkembangan dan psikologi belajar
anak.
Pemahaman
tentang anak bagi seorang pengembang kurikulum sangatlah penting. Kesalahan
persepsi tentang anak, dapat menyebabkan kesalahan arah dan kesalahan praktik
pendidikan.
a.
Psikologi Perkembangan
Anak
Pentingnya
perkembangan anak disebabkan beberapa alasan. Pertama, setiap anak didik
memiliki tahapan atau masa perkembangan tertentu. Pada setiap tahapan itu anak
memiliki karakteristik dan tugas-tugas perkembangan tertentu. Seandainya
tugas-tugas perkembangan itu tidak terpenuhi, maka akan mengalami hambatan pada
tahapan berikutnya. Kedua, anak didik yang sedang pada masa perkembangan
merupakan periode yang sangat menentukan untuk keberhasilan dan kesuksesan
hidup mereka. Pada masa itu anak berada pada periode perkembangan yang sangat
cepat dalam berbagai aspek perkembangan. Ketiga, pemahaman akan
perkembangan anak, akan memudahkan dalam melaksanakan tugas-tugas pendidikan,
baik yang menyangkut proses pemberian bantuan memecahkan berbagai masalah yang
dihadapi, maupun dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tidak diharapkan.[9]
Implikasi
dari pemahaman tentang peserta didik terhadap pengembangan kurikulum, antara
lain:
1)
Setiap peserta didik hendaknya
diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat, dan
kebutuhannya.
2)
Menyediakan pelajaran yang
bersifat universal juga yang bersifat pilihan sesuai minat anak.
3)
Lembaga pendidikan hendaknya
menyediakan bahan ajar baik yang bersifat kejuruan maupun akademik.
4)
Kurikulum memuat tujuan yang
mengandung aspek pengetahuan, nilai/sikap, dan keterampilan yang menggambarkan
pribadi yang utuh lahir dan batin.
b.
Psikologi Belajar
Psikologi
belajar merupakan suatu studi tentang bagaimana individu belajar. Pemahaman
tentang teori-teori belajar berdasarkan pendekatan psikologis adalah upaya
mengenali kondisi objektif terhadap individu anak yang sedang mengalami proses
belajar dalam rangka pertumbuhan dan perkembangannya.
Pemahaman
yang luas dan komprehensif tentang berbagai teori belajar akan memberikan
kontribusi yang sangat berharga bagi para pengembang kurikulum baik di tingkat
makro maupun tingkat mikro untuk merumuskan model kurikulum yang diharapkan.
Ada
tiga jenis teori belajar yang berkembang dewasa ini dan memiliki pengaruh
terhadap pengembangan kurikulum di Indonesia, yakni:
1)
Teori Psikologi Kognitif,
teori ini memandang manusia sebagai pelajar yang aktif yang memprakarsai pengalaman,
mencari dan mengolah informasi untuk memecahkan masalah, mengorganisasi apa-apa
yang telah mereka ketahui untuk mencapai suatu pemahaman baru.
2)
Teori Psikologi Behavioristik,
mencakup tiga teori yaitu S-R Bond (asosiasi), Conditioning
(kondisi diberikn pada stimulus), dan Reinforcement (kondisi diberikan
pada respons).
3)
Teori Psikologi Humanistik,
lebih menekankan pada partisipasi aktif siswa dalam belajar.
C.
Landasan Sosiologis
Landasan Sosiologis adalah asumsi-asumsi yang
berasal dari sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum.
Untuk menjadikan peserta didik agar menjadi warga masyarakat yang diharapkan
maka pendidikan memiliki peranan penting, karena itu kurikulum harus mampu
memfasilitasi peserta didik agar mereka mampu bekerja sama, berinteraksi,
beradaptasi dengan kehidupan di masyarakat dan mampu meningkatkan harkat dan
martabatnya sebagai makhluk yang berbudaya.
Jadi, Pendidikan adalah proses sosialisasi
melalui interaksi insani menuju manusia yang berbudaya. Dalam konteks inilah
peserta didik dihadapkan dengan budaya manusia, dibina dan dikembangkan sesuai
dengan nilai budayanya, serta dipupuk kemampuan dirinya menjadi manusia.
Faktor
kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam pengembangan kurikulum dengan
pertimbangan:
1)
Individu lahir tidak
berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan,
keterampilan, dan sebagainya. Semua itu dapat diperoleh individu melalui
interaksi dengan lingkungan budaya, keluarga, masyarakat sekitar, dan lembaga pendidikan.
Oleh karena itu, lembaga pendidikan mempunyai tugas khusus untuk memberikan
pengalaman kepada para peserta didik dengan kurikulum.
2)
Kurikulum pada dasarnya harus
mengakomodasikan aspek-aspek sosial dan budaya. Aspek sosiologis adalah yang
berkenaan dengan kondisi sosial masyarakat yang sangat beragam, seperti
masyarakat industri, pertanian, nelayan, dan sebagainya. Pendidikan di sekolah
pada dasarnya bertujuan mendidik anggota masyarakat agar dapat hidup
berintegrasi, berinteraksi, dan beradaptasi dengan anggota masyarakat lainnya
serta meningkatkan kualitas hidupnya sebagai makhluk berbudaya. Hal ini membawa
implikasi bahwa kurikulum sebagai salah satu alat untuk mencapai tujuan
pendidikan harus bermuatan kebudayaan yang bersifat universal.[10]
D.
Landasan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi
Ilmu
pengetahuan adalah seperangkat pengetahuan yang disusun secara sistematis yang
dihasilkan melalui riset atau penelitian. Sedangkan teknologi adalah aplikasi
dari ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah-masalah praktis dalam kehidupan.
Ilmu dan teknologi tidak bisa dipisahkan. Sejak abad pertengahan ilmu
pengetahuan telah berkembang dengan pesat. Perkembangan ilmu pengetahuan pada
masa kini banyak didasari oleh penemuan dan hasil pemikiran para filsuf purba seperti
Plato, Socrates, Aristoteles, John Dewey, Archimedes, dan lain-lain.
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung berimplikasi terhadap
pengembangan kurikulum yang di dalamnya mencakup pengembangan isi/materi
pendidikan, penggunaan strategi dan media pembelajaran, serta penggunaan sistem
evaluasi. Secara tidak langsung menuntut dunia pendidikan untuk dapat membekali
peserta didik agar memiliki kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi sebagai
pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi juga dimanfaatkan untuk memecahkan masalah
pendidikan.[11]
BAB IV
PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM
A.
Prinsip
Relevansi
Ada dua macam
relevansi yang harus dimiliki kurikulum, yaitu relevansi internal dan relevansi
eksternal.
Relevansi
Internal yaitu adanya kesesuaian atau
konsistensi antara komponen-komponen kurikulum, yaitu antara tujuan, isi,
proses penyampaian, dan penilaian. Dan yang dimaksud dengan relevansi eksternal
yaitu tujuan, isi, dan proses belajar yang tercakup dalam kurikulum hendaknya
relavan dengan tuntutan, kebutuhan, dan perkembangan masyarakat.[12]
B.
Prinsip Kontinuitas
Prinsip
kontinuitas dimaksudkan bahwa perlu ada kesinambungan, khususnya kesinambungan bahan/materi
kurikulum pada jenis dan jenjang program pendidikan. Bahan atau materi kurikulum perlu
dikembangkan secara berkesinambungan mulai dari jenjang SD, SLTP, SMU/SMK
sampai ke PT.
Materi
kurikulum harus memiliki hubungan hierarkis fungsional. Untuk itu dalam
pengembangan materi kurikulum harus diperhatikan minimal dua aspek
kesinambungan, yaitu (1) materi kurikulum yang diperlukan pada sekolah (tingkat)
yang ada diatasnya harus sudah
diberikan pada sekolah (tingkat) yang ada dibawahnya dan (2) materi yang sudah
diajarkan/diberikan pada sekolah (tingkat) yang ada dibawahnya tidak perlu lagi
diberikan pada sekolah (tingkat) yang ada diatasnya. Dengan demikian dapat
dihindari adanya pengulangan materi kurikulum, yang dapat mengakibatkan kebosanan
pada siswa dan atau ketidaksiapan siswa untuk memperoleh materi di mana mereka
sebelumnya tidak memperoleh materi dasar yang memadai.[13]
C.
Prinsip Praktis
Praktis praktis
mudah dilaksanakan, menggunakan alat-alat sederhana dan biayanya juga murah.
Prinsip ini juga disebut prinsip efesiensi. Betapapun bagus dan idealnya suatu
kurikulum kalau menuntut keahlian-keahlian dan peralatan yang sangat khusus dan
mahal pula biayanya, maka kurikulum tersebut tidak praktis dan sukar
dilaksanakan. Kurikulum dan pendidikan selalu dilaksanakan dalam
keterbatsan-keterbatasan, baik keterbatasan waktu, biaya, alat, maupun
personalia. Kurikulum bukan hanya harus ideal tetapi juga praktis.[14]
D.
Prinsip
Efektivitas
Prinsip
efektivitas mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan
tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.[15]
Terdapat dua
sisi efektivitas dalam suatu pengembangan kurikulum. Pertama,
efektivitas berhubungan dengan kegiatan guru dalam melaksanakan tugas
mengimplementasikan kurikulum di dalam kelas. Kedua, efektivitas
kegiatan siswa dalam melaksanakan kegiatan belajar. Evektivitas kegiatan guru berhubungan dengan
keberhasilan mengimplementasikan program sesuai dengan perencanaan yang telah
disusun. Sebagai contoh, apabila guru menetapkan
dalam satu caturwulan atau satu semester harus menyelesaikan 12 program
pembelajaran sesuai dengan pedoman kurikulum, ternyata dalam jangka waktu
tersebut hanya dapat menyelesaikan 4 atau 5 program saja, berarti dapat
dikatakan bahwa pelaksanaan program itu tidak efektif.
Efektivitas
kegiatan siswa berhubungan dengan sejauh mana siswa dapat mencapai tujuan yang
telah ditentukan sesuai dengan jangka waktu tertentu. Sebagai contoh apabila
ditetapkan dalam satu caturwulan siswa harus dapat mencapai sejumlah tujuan
pembelajaran, ternyata hanya sebagian saja dapat dicapai siswa, maka dapat
dikatakan bahwa, proses pembelajaran siswa tidak efektif.[16]
BAB V
SILABUS
A.
Pengertian
Silabus
Istilah
silabus didefinisikan sebagai “Garis besar, ringkasan, ikhtisar, atau
pokok-pokok isi atau materi pelajaran” (Salim, 1987: 98). Silabus dapat juga
diartikan sebagai rancangan progam pembelajaran satu atau kelompok mata
pelajaran yang berisi tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus
dicapai oleh siswa, pokok materi yang harus dipelajari siswa serta bagaimana
cara mempelajarinya dan bagaimana cara untuk mengetahui pencapaian kompetensi
dasar yang telah di tentukan. Jadi, silabus adalah rencana pembelajaran pada
suatu dan atau kelompok mata pelajaran / tema tertentu yang mencakup SK, KD,
materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi,
penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.
Dengan demikian, silabus bermanfaat sebagai pedoman dalam
pengembangan pembelajaran lebih lanjut, seperti pembuatan rencana pembelajaran,
pengelolaan kegiatan pembelajaran, dan pengembangan sistem penilaian.
Sebagai rancangan program
pembelajaran silabus memuat berbagai macam hal yang berkaitan dengan
pengembangan kurikulum, yakni menjawab persoalan tentang :
1. Tujuan apa yang harus dicapai oleh
siswa melalui proses pembelajaran? Pertanyaan ini berkaitan dengan rumusan
standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah diterapkan.
2. Materi apa yang harus dipelajari
siswa sehubungan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus
dicapai? Pertanyaan ini berkaitan dengan penentuan pokok-pokok materi yang
berhubungan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar.
3. Bagaimana cara yang dapat dilakukan
agar standar kompetensi dan kompetensi dasar itu dapat tercapai? Pertanyaan ini
berkaitan dengan penentuan strategi dan metode pembelajaran,penetapan media
pembelajaran yang bermuara pada pengalaman belajar yang harus dilakukan setiap
siswa.
4. Bagaimana menentukan keberhasilan
siswa dalam pencapaian kompetensi? Pertanyaan ini berkaitan dengan perumusan
indicator hasil belajar dan penetapan system evaluasi pembelajaran.
Atas dasar 4 hal tersebut, maka silabus dirancang sesuai
dengan standar isi, dan sesuai dengan kondisi setiap sekolah. Dengan demikian,
setiap sekolah akan memiliki silabus yang berbeda.
Oleh sebab itu, silabus dikembangkan
berdasarkan kebutuhan dan karakteristik sekolah[17].
B.
Fungsi
Pengembangan Silabus
Ada fungsi pengembngan
silabus secara umum adalah :
1. Sebagai
pedoman dalam pengembangan pembelajaran, seperti:
a. Pembuatan
pengelolahan pembelajaranbaik secara klasikal, kelompok kecil maupun pembelajaran secara individual.
b. menyusun
materi ajar.
c. pengembangan
sistem penilaian dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi, yaitu
sistem penilaian yang selalu mengacu pada standart kompetensi, Kopetensi dasar,
dan indikator pembelajaran yang terdapat dalam silabus.
2. Dalam
hal ini silabus merupakan sumber pokok dalam penyusunan pembelajaran, baik
rencana pembelajaran untuk satu standar kompetensi maupun satu kompetensi
dasar.
3. Hasil
pengembangan silabus dalam bentuk perangkat pembelajaran berfungsi sebagai alat
untuk aktualisasi kurikulum secara oprasiaonal pada tingkat satuan pendidikan,
sehingga memudahkan guru dalam melakukan tugas pembelajaran.
Dengan adanya rancangan pembelajaran guru akan lebih
mudah terarah dalam penyajian materi ajar atau pengalaman belajar, sehingga
dapat menumbuhkan minat dan motivasi belajar peserta didik.
C.
Prinsip-Prinsip
Pengembangan Silabus
Untuk
memperoleh silabus yang baik, maka dalam penyusunannya perlu memperhatikan
prinsip-prinsip berikut :
1. Ilmiah
: Keseluruhan materi dan kegiatan yang
menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara
keilmuan. Di samping itu, strategi pembelajaran yang dirancang dalam silabus
perlu memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran dan teori belajar.
2. Relevan : Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian
materi dalam silabus harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan fisik,
intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik. Prinsip ini
mendasari pengembangan silabus, baik dalam pemilihan materi pembelajaran,
strategi dan pendekatan dalam kegiatan pembelajaran, penetapan waktu, strategi
penilaian maupun dalam mempertimbangkan kebutuhan media dan alat pembelajaran.
Kesesuaian antara isi dan pendekatan pembelajaran yang tercermin dalam materi
pembelajaran dan kegiatan pembelajaran pada silabus dengan tingkat perkembangan
peserta didik akan mempengaruhi kebermaknaan pembelajaran.
3. Sistematis : Komponen-komponen silabus saling berhubungan
secara fungsional dalam mencapai kompetensi. SK dan KD merupakan acuan utama
dalam pengembangan silabus. Dari kedua komponen ini, ditentukan indikator
pencapaian, dipilih materi pembelajaran yang diperlukan, strategi pembelajaran
yang sesuai, kebutuhan waktu dan media, serta teknik dan instrumen penilaian
yang tepat untuk mengetahui pencapaian kompetensi tersebut.
4. Konsisten : Adanya hubungan yang
konsisten antara KD, indikator, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran,
sumber belajar, serta teknik dan instrumen penilaian. Dengan prinsip konsisten
ini, pemilihan materi pembelajaran, penetapan strategi dan pendekatan dalam
kegiatan pembelajaran, penggunaan sumberdan media pembelajaran, serta diarahkan
pada pencapaian KD dalam rangka pencapaian SK.
5. Memadai : Cakupan indikator, materi, kegiatan, dan sumber pembelajaran
serta sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian KD. Dengan prinsip ini,
maka tuntutan kompetensi harus dapat terpenuhi dengan pengembangan materi
pembelajaran dan kegiatan pembelajaran yang dikembangkan. Contoh: jika SK dan
KD menuntut kemampuan menganalisis sutau obyek belajar, maka indikator
pencapaian kompetensi, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan teknik
serta instrumen penilaian harus secara memamdai mendukung kemampuan untuk
menganalisis.
6. Aktual dan Kontekstual : Cakupan indikator, materi pembelajaran, pengalaman belajar,
sumber belajar, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu,
teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.
Benyak fenomena dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan materi dan
dapat mendukung kemudahan dalam menguasai kompetensi perlu dimanfaatkan dalam pengembangan
pembelajaran. Disamping itu, penggunaan media dan sumber belajar berbasis
teknologi informasi, seperti komputer dan internet perlu dioptimalkan, tidak
hanya untuk pencapaian kompetensi, melainkan juga untuk menanamkan kebiasaan
mencari informasi yang lebih luas kepada peserta didik.
7. Fleksibel : Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman
peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi disekolah dan
kebutuhan masyarakat. Fleksibelitas silabus ini memungkinkan pengembangan dan
penyesuaian silabus dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat.
8. Menyeluruh : Komponen silabus
mencakup keseluruhan ranah kompetensi, baik kognitif, afektif, maupun
psikomotor. Prinsip ini hendaknya dipertimbangkan, baik dalam mengembangkan
materi dan kegiatan pembelajaran, maupun penilaiannya. Kegiatan pembelajaran
dalam silabus perlu dirancang sedemikian rupa sehingga peserta didik memiliki
keleluasan untuk mengembangkan kemampuannya, bukan hanya kemampuan kognitif
saja, melainkan juga dapat mempertajam kemampuan afektif dan psikomotornya
serta dapat secara optimal melatih kecakapan hidup (life skill)[18].
BAB VI
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
A.
Pengertian
Rencana Proses Pembelajaran (RPP)
Rencana pelaksaan pembelajaran (RPP)
adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran
untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi yang
dijabarkan dalam silabus.[19]
RPP pada hakikatnya merupakan perencanaan jangka pendek untuk memperkirakan
atau memproyeksikan apa yang akan dilakukan dalam pembelajan. Dengan demikian
RPP merupakan upaya untuk memperkirakan tindakan yang akan dilakukan dalam
kegiatan pembelajaran.
RPP perlu dikembangkan untuk
mengkordinasikan komponen pembelajaran, yakni kompetensi dasar, materi standar,
indikator hasil belajar, dan penilaian. RPP berisi garis besar apa yang akan
dikerjakan oleh guru dan peserta didik selama proses pembelajaran, baik untuk
satu kali pertemuan maupun meliputi beberapa kali pertemuan. Guru yang belum
berpengalaman pada umumnya memerlukan perencanaan yang lebih rinci di
bandingkan dengan guru yang sudah berpengalaman.
Tujuan rencana pembelajaran adalah
untuk (1) mempermudah, memperlancar, dan meningkatkan hasil proses belajar
mengajar; (2) dengan menyusun rencana pembelajaran secara profesional,
sistematis dan berdaya guna, maka guru akan mampu melihat, mengamati,
menganalisis, dan memprediksi program pembelajaran sebagai kerangka kerja yang
logis dan terencana.[20]
B.
Fungsi Rencana
Proses Pembelajaran (RPP)
Ada lima fungsi rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP) dalam
pelaksanaannya yaitu:
1. Memperkirakan tindakan yang akan dilakukan guru dalam tindakan
pembelajaran.
2. Pedoman guru dalam melaksanakan pembelajaran.
4. Fungsi perencanaan
Fungsi pelaksanaan RPP adalah rencana
pelaksanaan pembelajaran hendaknya dapat mendorong guru lebih siap melakukan
kegiatan pembelajaran dengan perencanaan yang matang. Oleh karena itu, setiap
akan melakukan pembelajaran guru wajib memiliki persiapan baik persiapan
tertulis maupun yidak tertulis. Tidak pantas apabila guru yang mengajar tanpa
persiapan, dan hal tersebut hanya akan merusak mental dan moral peserta didik,
serta akan menurunkan wibawa guru secara keseluruhan.
Komponen komponen yang harus dipahami guru
dalam pengembangan KTSP antara lain
komponen dasar, materi standar, hasil belajar, indikator hasil belajar,
penilaian, dan prosedur pembelajaran.[22]
5. Fungsi pelaksanaan
Tujuan pelaksanaan bertujuan mengefektifikan
proses pembelajaran sesuai dengan apa yang direnccanakan untuk menyukseskan
KTSP, RPP harus disusun secara sistemik dan sisitematis, utuh dan menyeluruh
dalam situasi pembelajaran yan aktual. Dengan demikian rencana pembelajaran
berfungsi untuk mengefektifikan proses pembelajaran sesuai dengan apa yang
direncanakan.
Dalam hal ini, materi standar yang
dikembangkan dan dijadikan bahan kajian oleh peserta didik harus disesuaikan
dengan kebutuhan dan kemampuannya, mengandung nilai fungsional, sekolah dan
daerah. Oleh karena itu kegiatan pembelajaran harus terorganisasi melalui
rangkaian kegiatan tertentu, dengan strategi yang tepat dan memumpuni. [23]
[1] Ahmad Rithaudin Gani
Kristianto Wibowo, Opini Mahasiswa Prodi
Pjkr Fik Uny Terhadap Kurikulum 2009 artikel lengkap diunduh
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132319841/ARTIKEL%20DG%20GANI.pdf.
Pjkr Fik Uny.Universitas Negeri
Yogyakarta, 05 Maret 2016. 16,30 WIB
[2]
Hamdani hamid, pengembangan kurikulum pendidikan,(Bandung: pustaka setia, 2012). Hlm 45-46
[3] E. Mulyasa.2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep;
Karakteristik dan Implementasi. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
[5] Nana Syaodih Sukmadinata. 1997. Pengembangan Kurikum;
Teori dan Praktek. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya
[6]
Abduhzen, Mohammad.Urgensi Kurikulum 2013.
(Kompas 21 Februari 2013). Hlm 103-112
[7] Abdullah, Ishak, , Filsafat Ilmu Pendidikan, (Bandung, PT.
Remaja Rosdakarya . 2004). Hlm 64-73
[8]S.
Nasution, Asas-asas Kurikulum (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), hlm. 23-26.
[9]
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2011), hlm. 48.
[10]Ibid.
Hal.40
[11]Ibid.
26-43.
[12] Ibid, Nana
Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, hlm.150.
[13] Ibid, hlm. 12-13.
[14] Nana Syaodih
Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum,
hlm.151.
[15] Hamdani Hamid,
Pengembangan Kurikulum Pendidikan, hlm. 70.
[16] Wina Sanjaya, Kurikulum
dan Pembelajaran, hlm. 41-42.
[17]
Masjhudi Selfi dan sarwo, Studi Tentang
Pengembangan Program Pembelajaran dan Pelaksanaan Pembelajaran Biologi
Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di SMA Se-Kota Bayuwangi,(
Malang:Universitas Negri Malang,2012),hlm,37-44
[18] Tim Pekerti, Paduan Pengembangan Kurikulum,(Surakarta:Lembaga
Pendidikan Universitas Sebelas Maret,2007),hlm, 78-84
[19] Kasful Anwar, Perencanaan
Sistem Pembelajaran KTSP, (Bandung: Alfabets, 2011, hal. 178
[20]
Nik Haryati, Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Alfabets, 2011), hal. 167
[21] Ibid. hal.
180
[22] [22]
Nik Haryati, Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Alfabets, 2011), hal. 168
[23] Buna’i, Perencanaan Pembelajaran PAI , (Surabaya: Pena Salsabila,
2013), hal. 74-75