Sunday, 18 December 2016

MAKALAH PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI MAKALAH PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI MAKALAH PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI


TUGAS KELOMPOK

PENGEMBANGAN KURIKULUM 
PAI 
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Studi PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI
Dengan Dosen Pengampu : Heni Listiana, M. Pd.I



Disusun Oleh:

Imam Hanafi


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
JURUSAN TARBIYAH


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan yang maha Esa, karena dengan rahmat dan karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas kelompok ini.
Adapun tugas yang sederhana ini membahas tentang pengembangan kurikulum, makalah ini kami susun untuk mengetahui pengembangan kurikulum yang telah dukemukakan oleh para ahli kurikulum, dan untuk melaksanakan tugas dari ibu pembimbing yaitu, ibu Heni Listiana, M. Pd.I
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih yang tulus kepada ibu Heni Listiana, M. Pd. I Yang tak pernah lelah membimbing dan mendidik kami dan juga yang selalu  mendukung kami dalam melaksanakan tugas ini, kepada beliau kami ucapkan ribuan  terimakasih .
Meskipun kami menyadari bahwa  makalah  ini masih kurang sempurna, baik dalam penulisan maupun pembahasan, maka penulis mengharapkan kritik dan saran demi lebih sempurnanya penulisan tugas selanjutnya. Semoga tugas makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis, pembaca dan pihak-pihak yang berkepentingan. Amien ya robbal alamien .



Pamekasan, 30 April 2016

Penulis




DAFTAR ISI
COVER ……………………………………………………………………………………
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………
BAB I HAKIKAT KURIKULUM
A.    Pengertian Kurikulum  ………………………………………………………….
B.     Kedudukan Kurikulum dalam Pendidikan  …………………………………….
C.     Fungsi dan Peranan Kurikulum …………………………………………………
D.    Komponen Kurikulum …………………………………………………………..

BAB II KONSEP PENGEMBANGAN KURIKULUM
A.    Urgensi pengembangan Kurikulum……………………………………………...
B.     Dasar Pengembangan Kurikulum………………………………………………..

BAB III LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
A.    Landasan Filosofis……………………………………………………………….
B.     Landasan Psikologis……………………………………………………………...
C.     Landasan Sosial Budaya…………………………………………………………
D.    Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi …………………………………….

BAB IV PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM
A.    Prinsip Relevansi………………………………………………………………….
B.     Prinsip Kontinuitas………………………………………………………………..
C.     Prinsip Praktis ……………..……………………………………………………...
D.    Prinsip Efektivitas…………………………………………………………………


BAB V SILABUS
A.    Pengertian Silabus……………………………………………………………………..
B.     Fungsi Silabus…………………………………………………………………………
C.     Prinsip-prinsip Pengembangan Silabus ……………………………………………….

BAB VI RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
A.    Pengertian RPP………………………………………………………………………..
B.     Fungsi RPP……………………………………………………………………………















BAB I
HAKIKAT KURIKULUM
  1. Pengertian Hakikat Kurikulum
Definisi kurikulum yang berkembang dan dianut oleh ahli pendidikan sangatlah beragam dan tidak hanya satu macam dalam pendidikan jasmani, beragam pakar mendefinisikan kurikulum.
Kurikulum sering dipandang oleh guru pendidikan jasmani sebagai seluruh bidang studi yang ditawarkan kepada peserta didik atau diidentifikasi sebagai bidang studi.
Menggambarkan kurikulum sebagai serangkaian pengalaman yang dipandu dan berarti yang diarahkan untuk mencapai tujuan yang spesifik, yaitu instrumen dasar dalam proses pendidikan. Kurikulum merupakan media di mana konsep teori dan filosofis diterjemahkan menuju rencana atau desain yang efektif yang akan mempengaruhi proses pengajaran.
Menurut beberapa ahli kurikulum tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa, kurikulum merupakan seperangkat pedoman yang digunakan sebagai dasar untuk mencapai tujuan-tujuan dan perilaku yang diharapkan dalam kehidupan persekolahan. Pengembangan segala materi dalam kurikulum dapat dilakukan sepanjang tidak melenceng dari asas-asas kurikulum dan karakteristik kurikulum yang baik.
Kurikulum merupakan seperangkat pedoman yang digunakan sebagai dasar untuk mencapai tujuan-tujuan dan perilaku yang diharapkan dalam kehidupan persekolahan.
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenaitujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedomanpenyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikantertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan  peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untukmemungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah
Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan dengan memperhatikan tahap perkembangan siswa yang disesuaikan dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian. Dengan demikian sebuah kurikulum menjadi sangat penting keberadaannya dalam sebuah organisasi dan sebagainya. Karena akan menjadi sebuah cermin pada setiap aktifitas yang dilakukan oleh aktifis aktifis organisasi tersebut.[1]
  1. Kedudukan Kurikulum Dalam Pendidikan 
Mempunyai kedudukan sentral dalam melaksanakan proses pendidkan. Kurikulum  mengarahkan bentuk aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan pendidikan. Kurikulum juga merupakan rencana pendidikan,  memberikan pedoman dan pegangan mengenai jenis, lingkup, urutan isi, dan proses pendidikan. Disamping kedua fungsi itu, kurikulum juga merupakan bidang studi yang ditekuni oleh para ahli atau specialis kurikulum, yang menjadi sumber atau memberikan teoritis, bagi pengembangan kurikulum berbagai insitusi pendidikan. Kurikulum memberikan pegangan bagi pelaksanaan pelajaran dikelas tetapi merupakan tugas dan tanggung jawab guru untuk menjabarkanya. Kurikulum dimulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi, dan kurikulum sekolah umum, kejuaraan dan lainnya merupakan perwujudan atau penerapan teori-teori kurikulum.[2]
  1. Fungsi dan Peranan Kurikulum
Kurikulum sebagai alat dalam pendidikan memiliki berbagai macam fungsi dalam pendidikan yang sangat berperan dalam kegunannya.
-          Fungsi Kurikulum adalah sebagai berikut
1.      Fungsi Penyesuaian (the adjustive or adaptive function)
Kurikulum berfungsi sebagai penyesuain adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi dilingkungannya karena lingkungan bersifat dinamis artinya dapat berubah-ubah.                             
2.      Fungsi Integrasi (the integrating function)
Kurikulum berfungsi sebagai penyesuain mengandung makna bahwa kurikulum merupakan alat pendidikan yang mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang patuh yang dapat dibutuhkan dan berintegrasi di masyarakat
3.      Fungsi Diferensiasi (the diferentiating function)                                                                                                                
Kurikulum berfungsi sebagai diferensiansi adalah sebagai alat yang memberikan pelayanan dari berbagai perbedaan disetiap siswa yang harus dihargai dan dilayani. 
4.      Fungsi Persiapan (the propaeduetic function)
Kurikulum berfungsi sebagai persiapan yang mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan mampu mempersiapkan siswa kejenjang selanjutnya dan juga dapat mempersiapkan diri dapat hidup dalam masyarakat, jika tidak melanjukan pendidikan.   
5.      Fungsi Pemilihan (the selective function)
Kurikulum berfungsi sebagai pemilihan adalah memberikan kesempatan bagi siswa untuk menentukan pilihan program belajar yang sesuai dengan minat dan bakatnya.                                                                  
6.      Fungsi Diagnostik (the diagnostic function)
Kurikulum sebagai diagnostik mengandung makna bahwa kurikulum adalah alat pendidikan yang mampu mengarahkan dan memahami potensi siswa serta kelemahan dalam dirinya. Jika telah memahami potensi dan mengetahui kelemahannya, maka diharapkan siswa dapat mengembangkan potensi dan memperbaiki kelemahannya.[3] 
-       Peranan kurikulum
1.    Peran Konservatif  kurikulum adalah melestarikan berbagai nilai budaya sebagai warisan masa lalu
2.    Peran kreatif kurikulum harus mengandung hal-hal baru sehingga dapat membantu siswa untuk dapat mengembangkan setiap potensi
3.    Peran kritis dan evaluative kurikulum berperan untuk menyeleksi nilai dan budaya mana yang perlu dipertahankan.[4]


D.    Komponen  Kurikulum
Kurikulum memiliki lima komponen utama, yaitu :
1.      Tujuan
2.      Materi
3.      Strategi, pembelajaran
4.      Organisasi kurikulum
5.      Evaluasi
Kelima komponen tersebut memiliki keterkaitan yang erat dan tidak bisa dipisahkan. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan tentang masing-masing komponen tersebut. 
1.      Tujuan
Mengingat pentingnya pendidikan bagi manusia, hampir di setiap negara telah mewajibkan para warganya untuk mengikuti kegiatan pendidikan, melalui berbagai ragam teknis penyelenggaraannya, yang disesuaikan dengan falsafah negara, keadaan sosial-politik kemampuan sumber daya dan keadaan lingkungannya masing-masing. Kendati demikian, dalam hal menentukan tujuan pendidikan pada dasarnya memiliki esensi yang sama. Seperti yang disampaikan oleh Hummel (Uyoh Sadulloh, 1994) bahwa tujuan pendidikan secara universal akan menjangkau tiga jenis nilai utama yaitu:
1.    Otonomi memberikan individual dan kelompok yang kecepatan dan kemampuan sehingga mereka dapat mengelola kehidupan pribadi mereka dan kolektif.
2.    Ekuitas memungkinkan semua warga untuk berpartisipasi dalam budaya dan ekonomi hidup oleh mereka dan sama pendidikan dasar.
3.    Setiap bangsa survial izin untuk mengirimkan dan memperkaya budayanya warisan selama generasi, tetapi juga panduan pendidikan menuju saling pengertian dan menuju apa yang telahterjadi diseluruh dunia.
Dalam perspektif pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional dapat dilihat secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistrm Pendidikan Nasional, bahwa : ” Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Tujuan pendidikan nasional yang merupakan pendidikan pada tataran makroskopik, selanjutnya dijabarkan ke dalam tujuan institusional yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap jenis maupun jenjang sekolah atau satuan pendidikan tertentu.
Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2007 dikemukakan bahwa tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut.
1.    Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
2.    Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
3.    Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
Tujuan pendidikan institusional tersebut kemudian dijabarkan lagi ke dalam tujuan kurikuler; yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap mata pelajaran yang dikembangkan di setiap sekolah atau satuan pendidikan.
Lebih jauh lagi, dengan mengutip dari beberapa ahli, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) memberikan gambaran spesifikasi dari tujuan yang ingin dicapai pada tujuan pembelajaran, yakni :
1.   Menggambarkan apa yang diharapkan dapat dilakukan oleh peserta didik, dengan : (a) menggunakan kata-kata kerja yang menunjukkan perilaku yang dapat diamati; (b) menunjukkan stimulus yang membangkitkan perilaku peserta didik; dan (c) memberikan pengkhususan tentang sumber-sumber yang dapat digunakan peserta didik dan orang-orang yang dapat diajak bekerja sama.
2.   Menunjukkan perilaku yang diharapkan dilakukan oleh peserta didik, dalam bentuk: (a) ketepatan atau ketelitian respons; (b) kecepatan, panjangnya dan frekuensi respons.
3.   Menggambarkan kondisi-kondisi atau lingkungan yang menunjang perilaku peserta didik berupa : (a) kondisi atau lingkungan fisik; dan (b) kondisi atau lingkungan psikologis.
Upaya pencapaian tujuan pembelajaran ini memiliki arti yang sangat penting.. Keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran pada tingkat operasional ini akan menentukan terhadap keberhasilan tujuan pendidikan pada tingkat berikutnya.
2.      Materi Pembelajaran
Dalam menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar tidak lepas dari filsafat dan teori pendidikan dikembangkan. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa pengembangan kurikulum yang didasari filsafat klasik (perenialisme, essensialisme, eksistensialisme) penguasaan materi pembelajaran menjadi hal yang utama. Dalam hal ini, materi pembelajaran disusun secara logis dan sistematis, dalam bentuk:
1.    Teori; seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang saling berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik tentang gejala dengan menspesifikasi hubungan – hubungan antara variabel-variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
2.    Konsep; suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi dari kekhususan-kekhususan, merupakan definisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala.
3.    Generalisasi; kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus, bersumber dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian.
4.    Prinsip; yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang mengembangkan hubungan antara beberapa konsep.
5.    Prosedur; yaitu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi pelajaran yang harus dilakukan peserta didik.
6.    Fakta; sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap penting, terdiri dari terminologi, orang dan tempat serta kejadian.
7.    Istilah, kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang diperkenalkan dalam materi.
8.    Contoh/ilustrasi, yaitu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk memperjelas suatu uraian atau pendapat.
9.    Definisi:yaitu penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu hal/kata dalam garis besarnya.
10.                         Preposisi, yaitu cara yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan kurikulum.
Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat progresivisme lebih memperhatikan tentang kebutuhan, minat, dan kehidupan peserta didik. Oleh karena itu, materi pembelajaran harus diambil dari dunia peserta didik dan oleh peserta didik itu sendiri. Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat konstruktivisme, materi pembelajaran dikemas sedemikian rupa dalam bentuk tema-tema dan topik-topik yang diangkat dari masalah-masalah sosial yang krusial, misalnya tentang ekonomi, sosial bahkan tentang alam. Materi pembelajaran yang berlandaskan pada teknologi pendidikan banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian rupa dan diambil hal-hal yang esensialnya saja untuk mendukung penguasaan suatu kompetensi. Materi pembelajaran atau kompetensi yang lebih luas dirinci menjadi bagian-bagian atau sub-sub kompetensi yang lebih kecil dan obyektif.
Dengan melihat pemaparan di atas, tampak bahwa dilihat dari filsafat yang melandasi pengembangam kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan materi pembelajaran,. Namun dalam implementasinya sangat sulit untuk menentukan materi pembelajaran yang beranjak hanya dari satu filsafat tertentu., maka dalam prakteknya cenderung digunakan secara eklektik dan fleksibel..
Berkenaan dengan penentuan materi pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, pendidik memiliki wewenang penuh untuk menentukan materi pembelajaran, sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang hendak dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran. Dalam prakteknya untuk menentukan materi pembelajaran perlu memperhatikan hal-hal berikut :.
1.    Sahih (valid); dalam arti materi yang dituangkan dalam pembelajaran benar-benar telah teruji kebenaran dan kesahihannya. Di samping itu, juga materi yang diberikan merupakan materi yang aktual, tidak ketinggalan zaman, dan memberikan kontribusi untuk pemahaman ke depan.
2.    Tingkat kepentingan; materi yang dipilih benar-benar diperlukan peserta didik. Mengapa dan sejauh mana materi tersebut penting untuk dipelajari.
3.    Kebermaknaan; materi yang dipilih dapat memberikan manfaat akademis maupun non akademis. Manfaat akademis yaitu memberikan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut pada jenjang pendidikan lebih lanjut. Sedangkan manfaat non akademis dapat mengembangkan kecakapan hidup dan sikap yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
4.    Layak dipelajari; materi memungkinkan untuk dipelajari, baik dari aspek tingkat kesulitannya (tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit) maupun aspek kelayakannya terhadap pemanfaatan materi dan kondisi setempat.
5.    Menarik minat; materi yang dipilih hendaknya menarik minat dan dapat memotivasi peserta didik untuk mempelajari lebih lanjut, menumbuhkan rasa ingin tahu sehingga memunculkan dorongan untuk mengembangkan sendiri kemampuan mereka.
Terlepas dari filsafat yang mendasari pengembangan materi, Nana Syaodih Sukamadinata (1997) mengetengahkan tentang sekuens susunan materi pembelajaran, yaitu :
1.    Sekuens kronologis; susunan materi pembelajaran yang mengandung urutan waktu.
2.    Sekuens kausal; susunan materi pembelajaran yang mengandung hubungan sebab-akibat.
3.    Sekuens struktural; susunan materi pembelajaran yang mengandung struktur materi.
4.    Sekuens logis dan psikologis; sekuensi logis merupakan susunan materi pembelajaran dimulai dari bagian menuju pada keseluruhan, dari yang sederhana menuju kepada yang kompleks. Sedangkan sekuens psikologis sebaliknya dari keseluruhan menuju bagian-bagian, dan dari yang kompleks menuju yang sederhana. Menurut sekuens logis materi pembelajaran disusun dari nyata ke abstrak, dari benda ke teori, dari fungsi ke struktur, dari masalah bagaimana ke masalah mengapa.
5.    Sekuens spiral ; susunan materi pembelajaran yang dipusatkan pada topik atau bahan tertentu yang populer dan sederhana, kemudian dikembangkan, diperdalam dan diperluas dengan bahan yang lebih kompleks.
6.    Sekuens rangkaian ke belakang; dalam sekuens ini mengajar dimulai dengan langkah akhir dan mundur kebelakang. Contoh pemecahan masalah yang bersifat ilmiah, meliputi 5 langkah sebagai berikut : (a) pembatasan masalah; (b) penyusunan hipotesis; (c) pengumpulan data; (d) pengujian hipotesis; dan (e) interpretasi hasil tes.
7.    Dalam mengajarnya, guru memulai dengan langkah (a) sampai (d), dan peserta didik diminta untuk membuat interprestasi hasilnya (e). Pada kasempatan lain guru menyajikan data tentang masalah lain dari langkah (a) sampai (c) dan peserta didik diminta untuk mengadakan pengetesan hipotesis (d) dan seterusnya.
8.    Sekuens berdasarkan hierarki belajar; prosedur pembelajaran dimulai menganalisis tujuan-tujuan yang ingin dicapai, kemudian dicari suatu hierarki urutan materi pembelajaran untuk mencapai tujuan atau kompetensi tersebut. Hierarki tersebut menggambarkan urutan perilaku apa yang mula-mula harus dikuasai peserta didik, berturut-berturut sampai dengan perilaku terakhir.
3.      Strategi Pembelajaran
Telah disampaikan di atas bahwa dilihat dari filsafat dan teori pendidikan yang melandasi pengembangan kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan tujuan dan materi pembelajaran, hal ini tentunya memiliki konsekuensi pula terhadap penentuan strategi pembelajaran yang hendak dikembangkan. Apabila yang menjadi tujuan dalam pembelajaran adalah penguasaan informasi-intelektual,–sebagaimana yang banyak dikembangkan oleh kalangan pendukung filsafat klasik dalam rangka pewarisan budaya ataupun keabadian, maka strategi pembelajaran yang dikembangkan akan lebih berpusat kepada guru. Guru merupakan tokoh sentral di dalam proses pembelajaran dan dipandang sebagai pusat informasi dan pengetahuan. Sedangkan peserta didik hanya dianggap sebagai obyek yang secara pasif menerima sejumlah informasi dari guru. Metode dan teknik pembelajaran yang digunakan pada umumnya bersifat penyajian (ekspositorik) secara massal, seperti ceramah atau seminar. Selain itu, pembelajaran cenderung lebih bersifat tekstual.
Strategi pembelajaran yang berorientasi pada guru tersebut mendapat reaksi dari kalangan progresivisme. Menurut kalangan progresivisme, yang seharusnya aktif dalam suatu proses pembelajaran adalah peserta didik itu sendiri. Peserta didik secara aktif menentukan materi dan tujuan belajarnya sesuai dengan minat dan kebutuhannya, sekaligus menentukan bagaimana cara-cara yang paling sesuai untuk memperoleh materi dan mencapai tujuan belajarnya. Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik mendapat dukungan dari kalangan rekonstruktivisme yang menekankan pentingnya proses pembelajaran melalui dinamika kelompok.                                                                                                                                        Pembelajaran cenderung bersifat kontekstual, metode dan teknik pembelajaran yang digunakan tidak lagi dalam bentuk penyajian dari guru tetapi lebih bersifat individual, langsung, dan memanfaatkan proses dinamika kelompok (kooperatif), seperti : pembelajaran moduler, obeservasi, simulasi atau role playing, diskusi, dan sejenisnya.                                                  Dalam hal ini, guru tidak banyak melakukan intervensi. Peran guru hanya sebagai fasilitator, motivator dan guider. Sebagai fasilitator, guru berusaha menciptakan dan menyediakan lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta didiknya. Sebagai motivator, guru berupaya untuk mendorong dan menstimulasi peserta didiknya agar dapat melakukan perbuatan belajar. Sedangkan sebagai guider, guru melakukan pembimbingan dengan berusaha mengenal para peserta didiknya secara personal.
Selanjutnya, dengan munculnya pembelajaran berbasis teknologi yang menekankan pentingnya penguasaan kompetensi membawa implikasi tersendiri dalam penentuan strategi pembelajaran. Meski masih bersifat penguasaan materi atau kompetensi seperti dalam pendekatan klasik, tetapi dalam pembelajaran teknologis masih dimungkinkan bagi peserta didik untuk belajar secara individual. Dalam pembelajaran teknologis dimungkinkan peserta didik untuk belajar tanpa tatap muka langsung dengan guru, seperti melalui internet atau media elektronik lainnya. Peran guru dalam pembelajaran teknologis lebih cenderung sebagai director of learning, yang berupaya mengarahkan dan mengatur peserta didik untuk melakukan perbuatan-perbuatan belajar sesuai dengan apa yang telah didesain sebelumnya.
Berdasarkan uraian di atas, ternyata banyak kemungkinan untuk menentukan strategi pembelajaran dan setiap strategi pembelajaran memiliki kelemahan dan keunggulannya tersendiri.
Terkait dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, belakangan ini mulai muncul konsep pembelajaran dengan isitilah PAKEM, yang merupakan akronim dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Oleh karena itu, dalam prakteknya seorang guru seyogyanya dapat mengembangkan strategi pembelajaran secara variatif, menggunakan berbagai strategi yang memungkinkan siswa untuk dapat melaksanakan proses belajarnya secara aktif, kreatif dan menyenangkan, dengan efektivitas yang tinggi.
4.      Organisasi Kurikulum
Beragamnya pandangan yang mendasari pengembangan kurikulum memunculkan terjadinya keragaman dalam mengorgansiasikan kurikulum. Setidaknya terdapat enam ragam pengorganisasian kurikulum, yaitu:
1.    Mata pelajaran terpisah (isolated subject); kurikulum terdiri dari sejumlah mata pelajaran yang terpisah-pisah, yang diajarkan sendiri-sendiri tanpa ada hubungan dengan mata pelajaran lainnya. Masing-masing diberikan pada waktu tertentu dan tidak mempertimbangkan minat, kebutuhan, dan kemampuan peserta didik, semua materi diberikan sama
2.    Mata pelajaran berkorelasi; korelasi diadakan sebagai upaya untuk mengurangi kelemahan-kelemahan sebagai akibat pemisahan mata pelajaran. Prosedur yang ditempuh adalah menyampaikan pokok-pokok yang saling berkorelasi guna memudahkan peserta didik memahami pelajaran tertentu.
3.    Bidang studi (broad field); yaitu organisasi kurikulum yang berupa pengumpulan beberapa mata pelajaran yang sejenis serta memiliki ciri-ciri yang sama dan dikorelasikan (difungsikan) dalam satu bidang pengajaran. Salah satu mata pelajaran dapat dijadikan “core subject”, dan mata pelajaran lainnya dikorelasikan dengan core tersebut.
4.    Program yang berpusat pada anak (child centered), yaitu program kurikulum yang menitikberatkan pada kegiatan-kegiatan peserta didik, bukan pada mata pelajaran.
5.    Inti Masalah (core program), yaitu suatu program yang berupa unit-unit masalah, dimana masalah-masalah diambil dari suatu mata pelajaran tertentu, dan mata pelajaran lainnya diberikan melalui kegiatan-kegiatan belajar dalam upaya memecahkan masalahnya. Mata pelajaran-mata pelajaran yang menjadi pisau analisisnya diberikan secara terintegrasi.
6.    Ecletic Program, yaitu suatu program yang mencari keseimbangan antara organisasi kurikulum yang terpusat pada mata pelajaran dan peserta didik.
Berkenaan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, tampaknya lebih cenderung menggunakan pengorganisasian yang bersifat eklektik, yang terbagi ke dalam lima kelompok mata pelajaran, yaitu : (1) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; (2) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; (3) kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; (4) kelompok mata pelajaran estetika; dan (5) kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan
Kelompok-kelompok mata pelajaran tersebut selanjutnya dijabarkan lagi ke dalam sejumlah mata pelajaran tertentu, yang disesuaikan dengan jenjang dan jenis sekolah. Di samping itu, untuk memenuhi kebutuhan lokal disediakan mata pelajaran muatan lokal serta untuk kepentingan penyaluran bakat dan minat peserta didik disediakan kegiatan pengembangan diri.
5.      Evaluasi Kurikulum
Evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum. Dalam pengertian terbatas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa tingkat ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang bersangkutan. Sebagaimana dikemukakan oleh Wright bahwa : “curriculum evaluation may be defined as the estimation of growth and progress of students toward objectives or values of the curriculum”Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi tidak hanya terbatas pada efektivitas saja, namun juga relevansi, efisiensi, kelaikan (feasibility) program. Sementara itu, Hilda Taba menjelaskan hal-hal yang dievaluasi dalam kurikulum, yaitu meliputi ; “ objective, it’s scope, the quality of personnel in charger of it, the capacity of students, the relative importance of various subject, the degree to which objectives are implemented, the equipment and materials and so on.” Pada bagian lain, dikatakan bahwa luas atau tidaknya suatu program evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuan diadakannya evaluasi kurikulum. Apakah evaluasi tersebut ditujukan untuk mengevaluasi keseluruhan sistem kurikulum atau komponen-komponen tertentu saja dalam sistem kurikulum tersebut. Salah satu komponen kurikulum penting yang perlu dievaluasi adalah berkenaan dengan proses dan hasil belajar siswa.
Agar hasil evaluasi kurikulum tetap bermakna diperlukan persyaratan-persyaratan tertentu. Dengan mengutip pemikian Doll, dikemukakan syarat-syarat evaluasi kurikulum yaitu “acknowledge presence of value and valuing, orientation to goals, comprehensiveness, continuity, diagnostics worth and validity and integration.” Evaluasi kurikulum juga bervariasi, bergantung pada dimensi-dimensi yang menjadi fokus evaluasi. Salah satu dimensi yang sering mendapat sorotan adalah dimensi kuantitas dan kualitas. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi diemensi kuantitaif berbeda dengan dimensi kualitatif. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi dimensi kuantitatif, seperti tes standar, tes prestasi belajar, tes diagnostik dan lain-lain. Sedangkan, instrumen untuk mengevaluasi dimensi kualitatif dapat digunakan, questionnare, inventori, interview, catatan anekdot dan sebagainya Evaluasi kurikulum memegang peranan penting, baik untuk penentuan kebijakan pendidikan pada umumnya maupun untuk pengambilan keputusan dalam kurikulum itu sendiri. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijakan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijakan pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan. Hasil – hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah dan para pelaksana pendidikan lainnya dalam memahami dan membantu perkembangan peserta didik, memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian serta fasilitas pendidikan lainnya. (disarikan dari Nana Syaodih Sukmadinata, 1997)
Selanjutnya, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan tiga pendekatan dalam evaluasi kurikulum, yaitu : (1) pendekatan penelitian (analisis komparatif); (2) pendekatan obyektif; dan (3) pendekatan campuran multivariasi. Di samping itu, terdapat beberapa model evaluasi kurikulum, diantaranya adalah Model CIPP (Context, Input, Process dan Product) yang bertitik tolak pada pandangan bahwa keberhasilan progran pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti : karakteristik peserta didik dan lingkungan, tujuan program dan peralatan yang digunakan, prosedur dan mekanisme pelaksanaan program itu sendiri. Evaluasi model ini bermaksud membandingkan kinerja (performance) dari berbagai dimensi program dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada deskripsi dan judgment mengenai kekuatan dan kelemahan program yang dievaluasi. Model ini kembangkan oleh Stufflebeam (1972) menggolongkan program pendidikan atas empat dimensi, yaitu : Context, Input, Process dan Product. Menurut model ini keempat dimensi program tersebut perlu dievaluasi sebelum, selama dan sesudah program pendidikan dikembangkan. Penjelasan singkat dari keempat dimensi tersebut adalah, sebagai berikut :
1.    Context; yaitu situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi pendidikan yang akan dikembangkan dalam program yang bersangkutan, seperti : kebijakan departemen atau unit kerja yang bersangkutan, sasaran yang ingin dicapai oleh unit kerja dalam kurun waktu tertentu, masalah ketenagaan yang dihadapi dalam unit kerja yang bersangkutan, dan sebagainya.
2.    Input; bahan, peralatan, fasilitas yang disiapkan untuk keperluan pendidikan, seperti : dokumen kurikulum, dan materi pembelajaran yang dikembangkan, staf pengajar, sarana dan pra sarana, media pendidikan yang digunakan dan sebagainya.
3.    Process; pelaksanaan nyata dari program pendidikan tersebut, meliputi : pelaksanaan proses belajar mengajar, pelaksanaan evaluasi yang dilakukan oleh para pengajar, penglolaan program, dan lain-lain.
4.    Product; keseluruhan hasil yang dicapai oleh program pendidikan, mencakup : jangka pendek dan jangka lebih panjang[5].











BAB II
KONSEP PENGEMBANGAN KURIKULUM
A.      Urgensi Pengembangan Kurikulum
Pengembangan Kurikulum dilakukan dengan sejumlah pertimbangan. Pertimbangan itu dilihat dari beberapa assessmentin ternasional yang menyatakan bahwa kemampuan peserta didik Indonesia masih dibawah peserta didik dari negara-negara di kawasan Asia lainnya.
Seperti pada Trendsin International Mathematics and Science Studies (TIMSS), sebuah studiinternasional yang mengukur peningkatan pembelajaran matematika dan sains disejumlah negara. Pada tahun 2011 untuk bidang Matematika di kelas 8 misalnya,TIMSS menyatakan, lebih dari 95 persen siswa Indonesia hanya mampu sampai level menengah, sedangkan hampir 50 persen siswa Taiwan mampu mencapailevel tinggi dan advance. Halyang hampir sama juga ditunjukkan lewat hasil Programme for International Student Assesment (PISA), sebuah pe-nilaian tingkat dunia yang diselenggarakan setiap tiga tahun untuk menguji performa akademis siswa yang berusia 15 tahun. Hasil pada 2009 diketahui bahwa hampir semua siswa Indonesia menguasai pelajaran matematika dan IPA hanya sampai level 3 dari 6 level yang ada. Sementara negara lain seperti Singapura,China, Jepang, dan Korea Selatan dapat mencapai level tertinggi, level 6. Apalagi berdasarkan kerangka kompetensi abad 21, proses pembelajaran tidak cukup hanyameningkatkan pengetahuan (melalui coresubject) semata, melainkan siswa harus di-lengkapi dengan kemampuakreatif-kritis dan berkarakter kuat, seperti mampu bertanggung jawab, memilikijiwa sosial, toleran, produktif, dan adaptif.
Disamping itu didukung pula dengan kemampuan memanfaatkan informasi dan berkomunikasi. Olehkarena itu, proses pembelajaran perlu diciptakan sedemikian rupa sehingga mendukung kreativitas siswa. Sebuah penelitian pada 2011 oleh Harvard Bus-sinessReview menyimpulkan, kemampuan yang berbasis pada kreativitas seseorang-diperoleh melalui pen-didikan. Tetapi tingkat intelegensia seseorang dipengaruhi dari pendidikan dan dari genetika.
Artinya, memang perlu ada ruang didunia pendidikan untuk membangun kreativitas siswa. Berkaca dari penelitian itu, maka diperlukan proses pembelajaran yang mengedepankan pengalaman personal melalui proses mengamati, menanya, menalar, dan mencoba (observation based learning) untuk meningkatkan kreativitas peserta didik. Di samping itu, dibiasakan pula bagipeserta didik untuk bekerja dalam jejaring melalui collaborative learning.  Padaproses penilaian, guru dapat membuat peserta didik berani berperilaku kreatif melalui beragam cara. Misalnya dengan memberikan tugas yang tidak hanya memiliki satu jawaban tertentu yang benar, menolerir jawaban yang nyeleneh, menekankan pada proses bukan hanya hasil, memberikan peserta didik untuk mencoba, untuk menentukan sendiriyang kurang jelas atau lengkap informasinya, dan untuk memiliki interpretasisen diri terkait dengan pengetahuan atau kejadian yang diamati, serta memberikan keseimbangan antara yang terstruktur dan yang spontan atau ekspresif. Dengan memperhatikan sejumlah pertimbangan tersebut, Kemdikbud meng-hadirkan kurikulum yang dapat menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi.Dengan demikian, Kurikulum 2013 dapat menjawab permasalahan yang melekat pada kurikulum sebelumnya.               
Melalui pendekatan Kurikulum 2013 inilah diharapkan siswa memiliki kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif. Sedikitnya ada lima entitas, yaitu peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan, manajemen satuan pendidikan, Negara dan bangsa, serta masyarakat umum, yang diharapkan mengalami perubahan. Sementara pendidik dan tenaga kependidikan diharapkan dapat lebih bergairah dalam mengajar serta lebih mudah memenuhi ketentuan 24 jam mengajar per minggu.Selainitu, pada tingkat satuan pendidikan, sekolah dapat lebih mengedepankan layanan pembelajaran, termasuk bimbingan dan penyuluhan, serta menjadi antisipasi atas marak-nya variasi kegiatan pembelajaran.
Bagi negara dan bangsa diharapkan meningkatkan reputasi internasional dalam bidang pendidikan, meningkatkan dayasaing, serta berkembangnya peradaban bangsa. Sementara bagi masyarakat umum, perubahan yang diharapkan adalah memperoleh lulusan sekolah yang kompeten, kebutuhan sekolah dapat dipenuhi oleh sekolah, dan dapat meningkatkan kesejah teraannya[6]
B.       Dasar-dasar pengembangan kurikulum
Ada beberapa dasar ( azas ) dalam pengembangan kurikulum, yaitu :
1.    Azas Filosofis
Filsafat yang mendasari kehidupan berbangsa dan bernegara atau yang umum di anut oleh suatu bangsa negara, seperti sekuler, agamis, aties, dll akan menentukan bentuk tujuan umum pendidikan, yang tentunya akan menjadi arah bagi pelaksanaan pendidikan suatu negara itu, dan dalam pengembangan kurikulum itu harus diperhatikan hal ini, kalau tidak maka pendidikan dan out putnya tidak akan diterima secara umum di negara itu.
2.    Azas Sosiologis
Kehidupan sosial kemasyarakatan yang berbeda-beda juga harus menjadi azas utama dalam pengembangan kurikulum, agar out put dan lembaga itu bisa hidup dan diterima di lingkungan masyarakat itu. Masyarakat industri, agraris, modern atau tradisional, masyarakat daerah pegunungan atau di daerah lembah, dsb punya kebutuhan dan kehidupan yang berbeda-beda yang harus diakomulasikan ke dalam muatan kurikulum agar proses dan hasil pendidikan dapat bermanfaat dan diterima oleh masyarakat ( sesuai dengan kebutuhan mereka ). Karena memegang azas inilah maka kurikulum hendaknya setiap saat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan hidup masyarakat.
3.    Azas Organisatoris
Azas organisatoris perlu mendapat perhatian, sebab akan menentukan bagaimana penyusunan dan penyajian muatan kurikulum itu sendiri, baik mengenai urut-urutannya atau pun keluasan cakupannya.

4.    Azas Psikologis
 Agar bisa dilaksanakan dengan baik dan dapat berhasil secara maksimal, maka pen-gembangan kurikulum harus berdasarkan kepada psikologi, seperti memegang prinsip per-kembangan anak dan taraf pengembangannya, psikologi belajar seperti teori teori gestalt, asosiasi, dll.
Azas psikologi yang dijadikan acuan dasar penyusunan sebuah kurikulum ini, akan mempengaruhi sampai kepada bagaimana seharusnya melaksanakan dan mengevaluasi pe-laksanaan sebuah kurikulum.[7]














BAB III
LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
A.    Landasan Filosofis
Filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu dari kata philos dan sophia. Philosartinya cinta yang mendalam, dan sophia adalah kearifan atau kebijaksanaan. Dengan demikian, filsafat secara harfiah dapat diartikan sebagai cinta yang mendalam akan kearifan.
Sebagai suatu landasan fundamental, filsafat memegang peranan penting dalam proses pengembangan kurikulum. Ada empat fungsi filsafat dalam proses pengembangan kurikulum.
a.    Filsafat dapat menentukan arah dan tujuan pendidikan.
b.    Filsafat dapat menentukan isi atau materi pelajaran yang harus diberikan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
c.    Filsafat dapat menentukan strategi atau cara pencapaian tujuan. Filsafat sebagai sistem nilai dapat dijadikan pedoman dalam merancang kegiatan pembelajaran.
d.   Melalui filsafat dapat ditentukan bagaimana menentukan tolok ukur keberhasilan proses pendidikan.
Ada berbagai aliran filsafat, antara lain:
1)   Aliran Perennialisme
Aliran ini bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual anak melalui pengetahuan yang abadi, universal, dan absolut. Aliran ini diciptakan para pemikir unggul sepanjang masa, yang dihimpun dalam The Great Books. Kebenaran dalam buku itu bertahan teguh terhadap segala perubahan zaman.
Kurikulum yang diinginkan oleh aliran ini terdiri atas mata pelajaran yang terpisah sebagai disiplin ilmu dengan menolak penggabungan seperti IPA atau IPS. Hanya mata pelajaran yang sungguh mereka anggap dapat mengembangkan kemampuan intelektual seperti IPA yang diajarkan, yang lain tidak diajarkan.
Aliran Idealisme
Aliran ini berpendapat bahwa kebenaran itu berasal dari dunia supra-natural dari Tuhan. Tujuan hidup ialah memenuhi kehendak Tuhan.
Aliran ini umumnya diterapkan di sekolah yang berorientasi religius. Namun pendidikan intelektual juga sangat diutamakan dengan menentukan standar mutu yang tinggi.
2)      Aliran Realisme
Aliran ini mencari kebenaran di dunia ini sendiri. Melalui pengamatan dan penelitian ilmiah dapat ditemukan hukum alam. Mutu kehidupan senantiasa dapat ditingkatkan melalui kemajuan dalam iptek. Tujuan hidup adalah memperbaiki kehidupan melalui penelitian ilmiah.
Kurikulum ini tidak memperhatikan minat anak, namundiharapkan agar menaruh minat terhadap pelajaran akademis. Ia harus sungguh-sungguh mempelajari buku-buku berbagai disiplin ilmu. Penguasaan ilmu yang banyak berkat studi yang intensif adalah persiapan yang sebaik-baiknya bagi lanjutan studi dan kehidupan dalam masyarakat.
3)      Aliran Pragmatisme
Aliran ini juga disebut aliran instrumentalisme yang berpendapat bahwa kebenaran adalah buatan manusia berdasarkan pengalamannya. Tidak ada kebenaran mutlak, kebenaran adalah tentatif dan dapat berubah. Tujuan hidup ialah mengabdi kepada masyarakat dengan peningkatan kesejahteraan manusia.
4)      Aliran Eksistensialisme
Aliran ini mengutamakan individu sebagai faktor dalam menentukan apa yang baik dan benar. Norma-norma hidup berbeda secara individual dan ditentukan masing-masing secara bebas, namun dengan pertimbangan jangan menyinggung perasaan orang lain. Tujuan hidup adalah menyempurnakan diri, merealisasikan diri.[8]
B.     Landasan Psikologis
Kurikulum merupakan pedoman bagi guru dalam mengantar anak didik sesuai dengan harapan dan tujuan pendidikan. Secara psikologis, anak didik memiliki keunikan dan perbedaan-perbedaan baik perbedaan minat, bakat, maupun potensi yang dimilikinya sesuai dengan tahapan perkembangannya. Dengan alasan itulah, kurikulum harus memerhatikan kondisi psikologi perkembangan dan psikologi belajar anak.
Pemahaman tentang anak bagi seorang pengembang kurikulum sangatlah penting. Kesalahan persepsi tentang anak, dapat menyebabkan kesalahan arah dan kesalahan praktik pendidikan.
a.    Psikologi Perkembangan Anak
Pentingnya perkembangan anak disebabkan beberapa alasan. Pertama, setiap anak didik memiliki tahapan atau masa perkembangan tertentu. Pada setiap tahapan itu anak memiliki karakteristik dan tugas-tugas perkembangan tertentu. Seandainya tugas-tugas perkembangan itu tidak terpenuhi, maka akan mengalami hambatan pada tahapan berikutnya. Kedua, anak didik yang sedang pada masa perkembangan merupakan periode yang sangat menentukan untuk keberhasilan dan kesuksesan hidup mereka. Pada masa itu anak berada pada periode perkembangan yang sangat cepat dalam berbagai aspek perkembangan. Ketiga, pemahaman akan perkembangan anak, akan memudahkan dalam melaksanakan tugas-tugas pendidikan, baik yang menyangkut proses pemberian bantuan memecahkan berbagai masalah yang dihadapi, maupun dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tidak diharapkan.[9]
Implikasi dari pemahaman tentang peserta didik terhadap pengembangan kurikulum, antara lain:
1)   Setiap peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat, dan kebutuhannya.
2)   Menyediakan pelajaran yang bersifat universal juga yang bersifat pilihan sesuai minat anak.
3)   Lembaga pendidikan hendaknya menyediakan bahan ajar baik yang bersifat kejuruan maupun akademik.
4)   Kurikulum memuat tujuan yang mengandung aspek pengetahuan, nilai/sikap, dan keterampilan yang menggambarkan pribadi yang utuh lahir dan batin.
b.    Psikologi Belajar
Psikologi belajar merupakan suatu studi tentang bagaimana individu belajar. Pemahaman tentang teori-teori belajar berdasarkan pendekatan psikologis adalah upaya mengenali kondisi objektif terhadap individu anak yang sedang mengalami proses belajar dalam rangka pertumbuhan dan perkembangannya.
Pemahaman yang luas dan komprehensif tentang berbagai teori belajar akan memberikan kontribusi yang sangat berharga bagi para pengembang kurikulum baik di tingkat makro maupun tingkat mikro untuk merumuskan model kurikulum yang diharapkan.
Ada tiga jenis teori belajar yang berkembang dewasa ini dan memiliki pengaruh terhadap pengembangan kurikulum di Indonesia, yakni:
1)   Teori Psikologi Kognitif, teori ini memandang manusia sebagai pelajar yang aktif yang memprakarsai pengalaman, mencari dan mengolah informasi untuk memecahkan masalah, mengorganisasi apa-apa yang telah mereka ketahui untuk mencapai suatu pemahaman baru.
2)   Teori Psikologi Behavioristik, mencakup tiga teori yaitu S-R Bond (asosiasi), Conditioning (kondisi diberikn pada stimulus), dan Reinforcement (kondisi diberikan pada respons).
3)   Teori Psikologi Humanistik, lebih menekankan pada partisipasi aktif siswa dalam belajar.
C.    Landasan Sosiologis
Landasan Sosiologis adalah asumsi-asumsi yang berasal dari sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum. Untuk menjadikan peserta didik agar menjadi warga masyarakat yang diharapkan maka pendidikan memiliki peranan penting, karena itu kurikulum harus mampu memfasilitasi peserta didik agar mereka mampu bekerja sama, berinteraksi, beradaptasi dengan kehidupan di masyarakat dan mampu meningkatkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk yang berbudaya.
Jadi, Pendidikan adalah proses sosialisasi melalui interaksi insani menuju manusia yang berbudaya. Dalam konteks inilah peserta didik dihadapkan dengan budaya manusia, dibina dan dikembangkan sesuai dengan nilai budayanya, serta dipupuk kemampuan dirinya menjadi manusia.
Faktor kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam pengembangan kurikulum dengan pertimbangan:
1)   Individu lahir tidak berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan, keterampilan, dan sebagainya. Semua itu dapat diperoleh individu melalui interaksi dengan lingkungan budaya, keluarga, masyarakat sekitar, dan lembaga pendidikan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan mempunyai tugas khusus untuk memberikan pengalaman kepada para peserta didik dengan kurikulum.
2)   Kurikulum pada dasarnya harus mengakomodasikan aspek-aspek sosial dan budaya. Aspek sosiologis adalah yang berkenaan dengan kondisi sosial masyarakat yang sangat beragam, seperti masyarakat industri, pertanian, nelayan, dan sebagainya. Pendidikan di sekolah pada dasarnya bertujuan mendidik anggota masyarakat agar dapat hidup berintegrasi, berinteraksi, dan beradaptasi dengan anggota masyarakat lainnya serta meningkatkan kualitas hidupnya sebagai makhluk berbudaya. Hal ini membawa implikasi bahwa kurikulum sebagai salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan harus bermuatan kebudayaan yang bersifat universal.[10]
D.    Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Ilmu pengetahuan adalah seperangkat pengetahuan yang disusun secara sistematis yang dihasilkan melalui riset atau penelitian. Sedangkan teknologi adalah aplikasi dari ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah-masalah praktis dalam kehidupan. Ilmu dan teknologi tidak bisa dipisahkan. Sejak abad pertengahan ilmu pengetahuan telah berkembang dengan pesat. Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa kini banyak didasari oleh penemuan dan hasil pemikiran para filsuf purba seperti Plato, Socrates, Aristoteles, John Dewey, Archimedes, dan lain-lain.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung berimplikasi terhadap pengembangan kurikulum yang di dalamnya mencakup pengembangan isi/materi pendidikan, penggunaan strategi dan media pembelajaran, serta penggunaan sistem evaluasi. Secara tidak langsung menuntut dunia pendidikan untuk dapat membekali peserta didik agar memiliki kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi sebagai pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan.[11]












BAB IV
PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM
A.      Prinsip Relevansi
Ada dua macam relevansi yang harus dimiliki kurikulum, yaitu relevansi internal dan relevansi eksternal.
Relevansi Internal yaitu adanya  kesesuaian atau konsistensi antara komponen-komponen kurikulum, yaitu antara tujuan, isi, proses penyampaian, dan penilaian. Dan yang dimaksud dengan relevansi eksternal yaitu tujuan, isi, dan proses belajar yang tercakup dalam kurikulum hendaknya relavan dengan tuntutan, kebutuhan, dan perkembangan masyarakat.[12]
B.       Prinsip Kontinuitas
Prinsip kontinuitas dimaksudkan bahwa perlu ada kesinambungan, khususnya kesinambungan bahan/materi kurikulum pada jenis dan jenjang program pendidikan.  Bahan atau materi kurikulum perlu dikembangkan secara berkesinambungan mulai dari jenjang SD, SLTP, SMU/SMK sampai ke PT.
Materi kurikulum harus memiliki hubungan hierarkis fungsional. Untuk itu dalam pengembangan materi kurikulum harus diperhatikan minimal dua aspek kesinambungan, yaitu  (1)  materi kurikulum yang diperlukan pada sekolah  (tingkat)  yang  ada diatasnya harus sudah diberikan pada sekolah (tingkat) yang ada dibawahnya dan (2) materi yang sudah diajarkan/diberikan pada sekolah (tingkat) yang ada dibawahnya tidak perlu lagi diberikan pada sekolah (tingkat) yang ada diatasnya. Dengan demikian dapat dihindari adanya pengulangan materi kurikulum, yang dapat mengakibatkan kebosanan pada siswa dan atau ketidaksiapan siswa untuk memperoleh materi di mana mereka sebelumnya tidak memperoleh materi dasar yang memadai.[13]

C.    Prinsip Praktis
Praktis praktis mudah dilaksanakan, menggunakan alat-alat sederhana dan biayanya juga murah. Prinsip ini juga disebut prinsip efesiensi. Betapapun bagus dan idealnya suatu kurikulum kalau menuntut keahlian-keahlian dan peralatan yang sangat khusus dan mahal pula biayanya, maka kurikulum tersebut tidak praktis dan sukar dilaksanakan. Kurikulum dan pendidikan selalu dilaksanakan dalam keterbatsan-keterbatasan, baik keterbatasan waktu, biaya, alat, maupun personalia. Kurikulum bukan hanya harus ideal tetapi juga praktis.[14]
D.    Prinsip Efektivitas
Prinsip efektivitas mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.[15]
Terdapat dua sisi efektivitas dalam suatu pengembangan kurikulum. Pertama, efektivitas berhubungan dengan kegiatan guru dalam melaksanakan tugas mengimplementasikan kurikulum di dalam kelas. Kedua, efektivitas kegiatan siswa dalam melaksanakan kegiatan belajar.  Evektivitas kegiatan guru berhubungan dengan keberhasilan mengimplementasikan program sesuai dengan perencanaan yang telah disusun.  Sebagai contoh, apabila guru menetapkan dalam satu caturwulan atau satu semester harus menyelesaikan 12 program pembelajaran sesuai dengan pedoman kurikulum, ternyata dalam jangka waktu tersebut hanya dapat menyelesaikan 4 atau 5 program saja, berarti dapat dikatakan bahwa pelaksanaan program itu tidak efektif. 
Efektivitas kegiatan siswa berhubungan dengan sejauh mana siswa dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan sesuai dengan jangka waktu tertentu. Sebagai contoh apabila ditetapkan dalam satu caturwulan siswa harus dapat mencapai sejumlah tujuan pembelajaran, ternyata hanya sebagian saja dapat dicapai siswa, maka dapat dikatakan bahwa, proses pembelajaran siswa tidak efektif.[16]



















BAB V
SILABUS
A.    Pengertian Silabus

Istilah silabus didefinisikan sebagai “Garis besar, ringkasan, ikhtisar, atau pokok-pokok isi atau materi pelajaran” (Salim, 1987: 98). Silabus dapat juga diartikan sebagai rancangan progam pembelajaran satu atau kelompok mata pelajaran yang berisi tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa, pokok materi yang harus dipelajari siswa serta bagaimana cara mempelajarinya dan bagaimana cara untuk mengetahui pencapaian kompetensi dasar yang telah di tentukan. Jadi, silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan atau kelompok mata pelajaran / tema tertentu yang mencakup SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.
 Dengan demikian, silabus bermanfaat sebagai pedoman dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut, seperti pembuatan rencana pembelajaran, pengelolaan kegiatan pembelajaran, dan pengembangan sistem penilaian.  
Sebagai rancangan program pembelajaran silabus memuat berbagai macam hal yang berkaitan dengan pengembangan kurikulum, yakni menjawab persoalan tentang :
1.      Tujuan apa yang harus dicapai oleh siswa melalui proses pembelajaran? Pertanyaan ini berkaitan dengan rumusan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah diterapkan.
2.      Materi apa yang harus dipelajari siswa sehubungan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dicapai? Pertanyaan ini berkaitan dengan penentuan pokok-pokok materi yang berhubungan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar.
3.      Bagaimana cara yang dapat dilakukan agar standar kompetensi dan kompetensi dasar itu dapat tercapai? Pertanyaan ini berkaitan dengan penentuan strategi dan metode pembelajaran,penetapan media pembelajaran yang bermuara pada pengalaman belajar yang harus dilakukan setiap siswa.
4.      Bagaimana menentukan keberhasilan siswa dalam pencapaian kompetensi? Pertanyaan ini berkaitan dengan perumusan indicator hasil belajar dan penetapan system evaluasi pembelajaran.
 Atas dasar 4 hal tersebut, maka silabus dirancang sesuai dengan standar isi, dan sesuai dengan kondisi setiap sekolah. Dengan demikian, setiap sekolah akan memiliki silabus yang berbeda. Oleh sebab itu, silabus dikembangkan berdasarkan kebutuhan dan karakteristik sekolah[17].

B.     Fungsi Pengembangan Silabus
Ada fungsi pengembngan silabus secara umum adalah :
1.    Sebagai pedoman dalam pengembangan pembelajaran, seperti:
a.       Pembuatan pengelolahan pembelajaranbaik secara klasikal, kelompok kecil   maupun pembelajaran secara individual.
b.      menyusun materi ajar.
c.       pengembangan sistem penilaian dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi, yaitu sistem penilaian yang selalu mengacu pada standart kompetensi, Kopetensi dasar, dan indikator pembelajaran yang terdapat dalam silabus.
2.    Dalam hal ini silabus merupakan sumber pokok dalam penyusunan pembelajaran, baik rencana pembelajaran untuk satu standar kompetensi maupun satu kompetensi dasar.
3.    Hasil pengembangan silabus dalam bentuk perangkat pembelajaran berfungsi sebagai alat untuk aktualisasi kurikulum secara oprasiaonal pada tingkat satuan pendidikan, sehingga memudahkan guru dalam melakukan tugas pembelajaran.   
Dengan adanya rancangan pembelajaran guru akan lebih mudah terarah dalam penyajian materi ajar atau pengalaman belajar, sehingga dapat menumbuhkan minat dan motivasi belajar peserta didik.

C.    Prinsip-Prinsip Pengembangan Silabus
Untuk memperoleh silabus yang baik, maka dalam penyusunannya perlu memperhatikan prinsip-prinsip berikut :
1.      Ilmiah : Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Di samping itu, strategi pembelajaran yang dirancang dalam silabus perlu memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran dan teori belajar.
2.      Relevan :  Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian materi dalam silabus harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik. Prinsip ini mendasari pengembangan silabus, baik dalam pemilihan materi pembelajaran, strategi dan pendekatan dalam kegiatan pembelajaran, penetapan waktu, strategi penilaian maupun dalam mempertimbangkan kebutuhan media dan alat pembelajaran. Kesesuaian antara isi dan pendekatan pembelajaran yang tercermin dalam materi pembelajaran dan kegiatan pembelajaran pada silabus dengan tingkat perkembangan peserta didik akan mempengaruhi kebermaknaan pembelajaran.
3.      Sistematis :  Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi. SK dan KD merupakan acuan utama dalam pengembangan silabus. Dari kedua komponen ini, ditentukan indikator pencapaian, dipilih materi pembelajaran yang diperlukan, strategi pembelajaran yang sesuai, kebutuhan waktu dan media, serta teknik dan instrumen penilaian yang tepat untuk mengetahui pencapaian kompetensi tersebut.
4.      Konsisten : Adanya hubungan yang konsisten antara KD, indikator, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, serta teknik dan instrumen penilaian. Dengan prinsip konsisten ini, pemilihan materi pembelajaran, penetapan strategi dan pendekatan dalam kegiatan pembelajaran, penggunaan sumberdan media pembelajaran, serta diarahkan pada pencapaian KD dalam rangka pencapaian SK.
5.      Memadai :  Cakupan indikator, materi, kegiatan, dan sumber pembelajaran serta sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian KD. Dengan prinsip ini, maka tuntutan kompetensi harus dapat terpenuhi dengan pengembangan materi pembelajaran dan kegiatan pembelajaran yang dikembangkan. Contoh: jika SK dan KD menuntut kemampuan menganalisis sutau obyek belajar, maka indikator pencapaian kompetensi, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan teknik serta instrumen penilaian harus secara memamdai mendukung kemampuan untuk menganalisis.
6.      Aktual dan Kontekstual :  Cakupan indikator, materi pembelajaran, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi. Benyak fenomena dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan materi dan dapat mendukung kemudahan dalam menguasai kompetensi perlu dimanfaatkan dalam pengembangan pembelajaran. Disamping itu, penggunaan media dan sumber belajar berbasis teknologi informasi, seperti komputer dan internet perlu dioptimalkan, tidak hanya untuk pencapaian kompetensi, melainkan juga untuk menanamkan kebiasaan mencari informasi yang lebih luas kepada peserta didik.
7.       Fleksibel : Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi disekolah dan kebutuhan masyarakat. Fleksibelitas silabus ini memungkinkan pengembangan dan penyesuaian silabus dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat.
8.      Menyeluruh : Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor. Prinsip ini hendaknya dipertimbangkan, baik dalam mengembangkan materi dan kegiatan pembelajaran, maupun penilaiannya. Kegiatan pembelajaran dalam silabus perlu dirancang sedemikian rupa sehingga peserta didik memiliki keleluasan untuk mengembangkan kemampuannya, bukan hanya kemampuan kognitif saja, melainkan juga dapat mempertajam kemampuan afektif dan psikomotornya serta dapat secara optimal melatih kecakapan hidup (life skill)[18].

BAB VI
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
A.    Pengertian Rencana Proses Pembelajaran (RPP)
Rencana pelaksaan pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi yang dijabarkan dalam silabus.[19] RPP pada hakikatnya merupakan perencanaan jangka pendek untuk memperkirakan atau memproyeksikan apa yang akan dilakukan dalam pembelajan. Dengan demikian RPP merupakan upaya untuk memperkirakan tindakan yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran. 
RPP perlu dikembangkan untuk mengkordinasikan komponen pembelajaran, yakni kompetensi dasar, materi standar, indikator hasil belajar, dan penilaian. RPP berisi garis besar apa yang akan dikerjakan oleh guru dan peserta didik selama proses pembelajaran, baik untuk satu kali pertemuan maupun meliputi beberapa kali pertemuan. Guru yang belum berpengalaman pada umumnya memerlukan perencanaan yang lebih rinci di bandingkan dengan guru yang sudah berpengalaman.
Tujuan rencana pembelajaran adalah untuk (1) mempermudah, memperlancar, dan meningkatkan hasil proses belajar mengajar; (2) dengan menyusun rencana pembelajaran secara profesional, sistematis dan berdaya guna, maka guru akan mampu melihat, mengamati, menganalisis, dan memprediksi program pembelajaran sebagai kerangka kerja yang logis dan terencana.[20]

B.     Fungsi Rencana Proses Pembelajaran (RPP)
Ada lima fungsi rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dalam pelaksanaannya yaitu:
1.    Memperkirakan tindakan yang akan dilakukan guru dalam tindakan pembelajaran.
2.    Pedoman guru dalam melaksanakan pembelajaran.
3.    Membantu mempermudah guru dan siswa dalam melaksanakan pembelajaran.[21]
4.    Fungsi perencanaan
Fungsi pelaksanaan RPP adalah rencana pelaksanaan pembelajaran hendaknya dapat mendorong guru lebih siap melakukan kegiatan pembelajaran dengan perencanaan yang matang. Oleh karena itu, setiap akan melakukan pembelajaran guru wajib memiliki persiapan baik persiapan tertulis maupun yidak tertulis. Tidak pantas apabila guru yang mengajar tanpa persiapan, dan hal tersebut hanya akan merusak mental dan moral peserta didik, serta akan menurunkan wibawa guru secara keseluruhan.
Komponen komponen yang harus dipahami guru dalam pengembangan KTSP  antara lain komponen dasar, materi standar, hasil belajar, indikator hasil belajar, penilaian, dan prosedur pembelajaran.[22]
5.    Fungsi pelaksanaan
Tujuan pelaksanaan bertujuan mengefektifikan proses pembelajaran sesuai dengan apa yang direnccanakan untuk menyukseskan KTSP, RPP harus disusun secara sistemik dan sisitematis, utuh dan menyeluruh dalam situasi pembelajaran yan aktual. Dengan demikian rencana pembelajaran berfungsi untuk mengefektifikan proses pembelajaran sesuai dengan apa yang direncanakan.
Dalam hal ini, materi standar yang dikembangkan dan dijadikan bahan kajian oleh peserta didik harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuannya, mengandung nilai fungsional, sekolah dan daerah. Oleh karena itu kegiatan pembelajaran harus terorganisasi melalui rangkaian kegiatan tertentu, dengan strategi yang tepat dan memumpuni. [23]







[1] Ahmad Rithaudin Gani Kristianto Wibowo, Opini Mahasiswa Prodi Pjkr Fik Uny Terhadap Kurikulum 2009 artikel lengkap diunduh http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132319841/ARTIKEL%20DG%20GANI.pdf. Pjkr Fik Uny.Universitas Negeri Yogyakarta, 05 Maret 2016. 16,30 WIB
[2] Hamdani hamid, pengembangan kurikulum pendidikan,(Bandung:  pustaka setia, 2012). Hlm 45-46
[3]  E. Mulyasa.2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep; Karakteristik dan Implementasi. Bandung : P.T. Remaja   Rosdakarya.
[4]  Permendiknas No. 22, 23 dan 24 Tahun 2007
[5] Nana Syaodih Sukmadinata. 1997. Pengembangan Kurikum; Teori dan Praktek. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya
[6] Abduhzen, Mohammad.Urgensi Kurikulum 2013. (Kompas 21 Februari 2013). Hlm 103-112
[7] Abdullah, Ishak, , Filsafat Ilmu Pendidikan, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya . 2004).  Hlm  64-73
[8]S. Nasution, Asas-asas Kurikulum (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), hlm. 23-26.
[9] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hlm. 48.
[10]Ibid. Hal.40
[11]Ibid. 26-43.
[12] Ibid, Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum,  hlm.150.         
[13] Ibid, hlm. 12-13.
[14] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum,  hlm.151.
[15] Hamdani Hamid, Pengembangan Kurikulum Pendidikan, hlm. 70.
[16] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, hlm. 41-42.
[17] Masjhudi Selfi dan sarwo, Studi Tentang Pengembangan Program Pembelajaran dan Pelaksanaan Pembelajaran Biologi Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di SMA Se-Kota Bayuwangi,( Malang:Universitas Negri Malang,2012),hlm,37-44

[18] Tim Pekerti, Paduan Pengembangan Kurikulum,(Surakarta:Lembaga Pendidikan Universitas Sebelas Maret,2007),hlm, 78-84


[19] Kasful Anwar, Perencanaan Sistem Pembelajaran KTSP, (Bandung: Alfabets, 2011, hal. 178
[20] Nik Haryati, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Alfabets, 2011), hal. 167
[21] Ibid. hal. 180
[22] [22] Nik Haryati, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Alfabets, 2011), hal. 168
[23] Buna’i, Perencanaan Pembelajaran PAI , (Surabaya: Pena Salsabila, 2013), hal. 74-75

TUGAS KELOMPOK

PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Studi PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI
Dengan Dosen Pengampu : Heni Listiana, M. Pd.I



Di Susun oleh:
AMRIYANI
FAHRUDDIN
AGUS PURWANTO


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PAMEKASAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
APRIL 2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan yang maha Esa, karena dengan rahmat dan karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas kelompok ini.
Adapun tugas yang sederhana ini membahas tentang pengembangan kurikulum, makalah ini kami susun untuk mengetahui pengembangan kurikulum yang telah dukemukakan oleh para ahli kurikulum, dan untuk melaksanakan tugas dari ibu pembimbing yaitu, ibu Heni Listiana, M. Pd.I
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih yang tulus kepada ibu Heni Listiana, M. Pd. I Yang tak pernah lelah membimbing dan mendidik kami dan juga yang selalu  mendukung kami dalam melaksanakan tugas ini, kepada beliau kami ucapkan ribuan  terimakasih .
Meskipun kami menyadari bahwa  makalah  ini masih kurang sempurna, baik dalam penulisan maupun pembahasan, maka penulis mengharapkan kritik dan saran demi lebih sempurnanya penulisan tugas selanjutnya. Semoga tugas makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis, pembaca dan pihak-pihak yang berkepentingan. Amien ya robbal alamien .



Pamekasan, 30 April 2016

Penulis




DAFTAR ISI
COVER ……………………………………………………………………………………
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………
BAB I HAKIKAT KURIKULUM
A.    Pengertian Kurikulum  ………………………………………………………….
B.     Kedudukan Kurikulum dalam Pendidikan  …………………………………….
C.     Fungsi dan Peranan Kurikulum …………………………………………………
D.    Komponen Kurikulum …………………………………………………………..

BAB II KONSEP PENGEMBANGAN KURIKULUM
A.    Urgensi pengembangan Kurikulum……………………………………………...
B.     Dasar Pengembangan Kurikulum………………………………………………..

BAB III LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
A.    Landasan Filosofis……………………………………………………………….
B.     Landasan Psikologis……………………………………………………………...
C.     Landasan Sosial Budaya…………………………………………………………
D.    Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi …………………………………….

BAB IV PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM
A.    Prinsip Relevansi………………………………………………………………….
B.     Prinsip Kontinuitas………………………………………………………………..
C.     Prinsip Praktis ……………..……………………………………………………...
D.    Prinsip Efektivitas…………………………………………………………………


BAB V SILABUS
A.    Pengertian Silabus……………………………………………………………………..
B.     Fungsi Silabus…………………………………………………………………………
C.     Prinsip-prinsip Pengembangan Silabus ……………………………………………….

BAB VI RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
A.    Pengertian RPP………………………………………………………………………..
B.     Fungsi RPP……………………………………………………………………………















BAB I
HAKIKAT KURIKULUM
  1. Pengertian Hakikat Kurikulum
Definisi kurikulum yang berkembang dan dianut oleh ahli pendidikan sangatlah beragam dan tidak hanya satu macam dalam pendidikan jasmani, beragam pakar mendefinisikan kurikulum.
Kurikulum sering dipandang oleh guru pendidikan jasmani sebagai seluruh bidang studi yang ditawarkan kepada peserta didik atau diidentifikasi sebagai bidang studi.
Menggambarkan kurikulum sebagai serangkaian pengalaman yang dipandu dan berarti yang diarahkan untuk mencapai tujuan yang spesifik, yaitu instrumen dasar dalam proses pendidikan. Kurikulum merupakan media di mana konsep teori dan filosofis diterjemahkan menuju rencana atau desain yang efektif yang akan mempengaruhi proses pengajaran.
Menurut beberapa ahli kurikulum tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa, kurikulum merupakan seperangkat pedoman yang digunakan sebagai dasar untuk mencapai tujuan-tujuan dan perilaku yang diharapkan dalam kehidupan persekolahan. Pengembangan segala materi dalam kurikulum dapat dilakukan sepanjang tidak melenceng dari asas-asas kurikulum dan karakteristik kurikulum yang baik.
Kurikulum merupakan seperangkat pedoman yang digunakan sebagai dasar untuk mencapai tujuan-tujuan dan perilaku yang diharapkan dalam kehidupan persekolahan.
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenaitujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedomanpenyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikantertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan  peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untukmemungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah
Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan dengan memperhatikan tahap perkembangan siswa yang disesuaikan dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian. Dengan demikian sebuah kurikulum menjadi sangat penting keberadaannya dalam sebuah organisasi dan sebagainya. Karena akan menjadi sebuah cermin pada setiap aktifitas yang dilakukan oleh aktifis aktifis organisasi tersebut.[1]
  1. Kedudukan Kurikulum Dalam Pendidikan 
Mempunyai kedudukan sentral dalam melaksanakan proses pendidkan. Kurikulum  mengarahkan bentuk aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan pendidikan. Kurikulum juga merupakan rencana pendidikan,  memberikan pedoman dan pegangan mengenai jenis, lingkup, urutan isi, dan proses pendidikan. Disamping kedua fungsi itu, kurikulum juga merupakan bidang studi yang ditekuni oleh para ahli atau specialis kurikulum, yang menjadi sumber atau memberikan teoritis, bagi pengembangan kurikulum berbagai insitusi pendidikan. Kurikulum memberikan pegangan bagi pelaksanaan pelajaran dikelas tetapi merupakan tugas dan tanggung jawab guru untuk menjabarkanya. Kurikulum dimulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi, dan kurikulum sekolah umum, kejuaraan dan lainnya merupakan perwujudan atau penerapan teori-teori kurikulum.[2]
  1. Fungsi dan Peranan Kurikulum
Kurikulum sebagai alat dalam pendidikan memiliki berbagai macam fungsi dalam pendidikan yang sangat berperan dalam kegunannya.
-          Fungsi Kurikulum adalah sebagai berikut
1.      Fungsi Penyesuaian (the adjustive or adaptive function)
Kurikulum berfungsi sebagai penyesuain adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi dilingkungannya karena lingkungan bersifat dinamis artinya dapat berubah-ubah.                             
2.      Fungsi Integrasi (the integrating function)
Kurikulum berfungsi sebagai penyesuain mengandung makna bahwa kurikulum merupakan alat pendidikan yang mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang patuh yang dapat dibutuhkan dan berintegrasi di masyarakat
3.      Fungsi Diferensiasi (the diferentiating function)                                                                                                                
Kurikulum berfungsi sebagai diferensiansi adalah sebagai alat yang memberikan pelayanan dari berbagai perbedaan disetiap siswa yang harus dihargai dan dilayani. 
4.      Fungsi Persiapan (the propaeduetic function)
Kurikulum berfungsi sebagai persiapan yang mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan mampu mempersiapkan siswa kejenjang selanjutnya dan juga dapat mempersiapkan diri dapat hidup dalam masyarakat, jika tidak melanjukan pendidikan.   
5.      Fungsi Pemilihan (the selective function)
Kurikulum berfungsi sebagai pemilihan adalah memberikan kesempatan bagi siswa untuk menentukan pilihan program belajar yang sesuai dengan minat dan bakatnya.                                                                  
6.      Fungsi Diagnostik (the diagnostic function)
Kurikulum sebagai diagnostik mengandung makna bahwa kurikulum adalah alat pendidikan yang mampu mengarahkan dan memahami potensi siswa serta kelemahan dalam dirinya. Jika telah memahami potensi dan mengetahui kelemahannya, maka diharapkan siswa dapat mengembangkan potensi dan memperbaiki kelemahannya.[3] 
-       Peranan kurikulum
1.    Peran Konservatif  kurikulum adalah melestarikan berbagai nilai budaya sebagai warisan masa lalu
2.    Peran kreatif kurikulum harus mengandung hal-hal baru sehingga dapat membantu siswa untuk dapat mengembangkan setiap potensi
3.    Peran kritis dan evaluative kurikulum berperan untuk menyeleksi nilai dan budaya mana yang perlu dipertahankan.[4]


D.    Komponen  Kurikulum
Kurikulum memiliki lima komponen utama, yaitu :
1.      Tujuan
2.      Materi
3.      Strategi, pembelajaran
4.      Organisasi kurikulum
5.      Evaluasi
Kelima komponen tersebut memiliki keterkaitan yang erat dan tidak bisa dipisahkan. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan tentang masing-masing komponen tersebut. 
1.      Tujuan
Mengingat pentingnya pendidikan bagi manusia, hampir di setiap negara telah mewajibkan para warganya untuk mengikuti kegiatan pendidikan, melalui berbagai ragam teknis penyelenggaraannya, yang disesuaikan dengan falsafah negara, keadaan sosial-politik kemampuan sumber daya dan keadaan lingkungannya masing-masing. Kendati demikian, dalam hal menentukan tujuan pendidikan pada dasarnya memiliki esensi yang sama. Seperti yang disampaikan oleh Hummel (Uyoh Sadulloh, 1994) bahwa tujuan pendidikan secara universal akan menjangkau tiga jenis nilai utama yaitu:
1.    Otonomi memberikan individual dan kelompok yang kecepatan dan kemampuan sehingga mereka dapat mengelola kehidupan pribadi mereka dan kolektif.
2.    Ekuitas memungkinkan semua warga untuk berpartisipasi dalam budaya dan ekonomi hidup oleh mereka dan sama pendidikan dasar.
3.    Setiap bangsa survial izin untuk mengirimkan dan memperkaya budayanya warisan selama generasi, tetapi juga panduan pendidikan menuju saling pengertian dan menuju apa yang telahterjadi diseluruh dunia.
Dalam perspektif pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional dapat dilihat secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistrm Pendidikan Nasional, bahwa : ” Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Tujuan pendidikan nasional yang merupakan pendidikan pada tataran makroskopik, selanjutnya dijabarkan ke dalam tujuan institusional yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap jenis maupun jenjang sekolah atau satuan pendidikan tertentu.
Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2007 dikemukakan bahwa tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut.
1.    Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
2.    Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
3.    Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
Tujuan pendidikan institusional tersebut kemudian dijabarkan lagi ke dalam tujuan kurikuler; yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap mata pelajaran yang dikembangkan di setiap sekolah atau satuan pendidikan.
Lebih jauh lagi, dengan mengutip dari beberapa ahli, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) memberikan gambaran spesifikasi dari tujuan yang ingin dicapai pada tujuan pembelajaran, yakni :
1.   Menggambarkan apa yang diharapkan dapat dilakukan oleh peserta didik, dengan : (a) menggunakan kata-kata kerja yang menunjukkan perilaku yang dapat diamati; (b) menunjukkan stimulus yang membangkitkan perilaku peserta didik; dan (c) memberikan pengkhususan tentang sumber-sumber yang dapat digunakan peserta didik dan orang-orang yang dapat diajak bekerja sama.
2.   Menunjukkan perilaku yang diharapkan dilakukan oleh peserta didik, dalam bentuk: (a) ketepatan atau ketelitian respons; (b) kecepatan, panjangnya dan frekuensi respons.
3.   Menggambarkan kondisi-kondisi atau lingkungan yang menunjang perilaku peserta didik berupa : (a) kondisi atau lingkungan fisik; dan (b) kondisi atau lingkungan psikologis.
Upaya pencapaian tujuan pembelajaran ini memiliki arti yang sangat penting.. Keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran pada tingkat operasional ini akan menentukan terhadap keberhasilan tujuan pendidikan pada tingkat berikutnya.
2.      Materi Pembelajaran
Dalam menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar tidak lepas dari filsafat dan teori pendidikan dikembangkan. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa pengembangan kurikulum yang didasari filsafat klasik (perenialisme, essensialisme, eksistensialisme) penguasaan materi pembelajaran menjadi hal yang utama. Dalam hal ini, materi pembelajaran disusun secara logis dan sistematis, dalam bentuk:
1.    Teori; seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang saling berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik tentang gejala dengan menspesifikasi hubungan – hubungan antara variabel-variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
2.    Konsep; suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi dari kekhususan-kekhususan, merupakan definisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala.
3.    Generalisasi; kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus, bersumber dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian.
4.    Prinsip; yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang mengembangkan hubungan antara beberapa konsep.
5.    Prosedur; yaitu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi pelajaran yang harus dilakukan peserta didik.
6.    Fakta; sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap penting, terdiri dari terminologi, orang dan tempat serta kejadian.
7.    Istilah, kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang diperkenalkan dalam materi.
8.    Contoh/ilustrasi, yaitu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk memperjelas suatu uraian atau pendapat.
9.    Definisi:yaitu penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu hal/kata dalam garis besarnya.
10.                         Preposisi, yaitu cara yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan kurikulum.
Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat progresivisme lebih memperhatikan tentang kebutuhan, minat, dan kehidupan peserta didik. Oleh karena itu, materi pembelajaran harus diambil dari dunia peserta didik dan oleh peserta didik itu sendiri. Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat konstruktivisme, materi pembelajaran dikemas sedemikian rupa dalam bentuk tema-tema dan topik-topik yang diangkat dari masalah-masalah sosial yang krusial, misalnya tentang ekonomi, sosial bahkan tentang alam. Materi pembelajaran yang berlandaskan pada teknologi pendidikan banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian rupa dan diambil hal-hal yang esensialnya saja untuk mendukung penguasaan suatu kompetensi. Materi pembelajaran atau kompetensi yang lebih luas dirinci menjadi bagian-bagian atau sub-sub kompetensi yang lebih kecil dan obyektif.
Dengan melihat pemaparan di atas, tampak bahwa dilihat dari filsafat yang melandasi pengembangam kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan materi pembelajaran,. Namun dalam implementasinya sangat sulit untuk menentukan materi pembelajaran yang beranjak hanya dari satu filsafat tertentu., maka dalam prakteknya cenderung digunakan secara eklektik dan fleksibel..
Berkenaan dengan penentuan materi pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, pendidik memiliki wewenang penuh untuk menentukan materi pembelajaran, sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang hendak dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran. Dalam prakteknya untuk menentukan materi pembelajaran perlu memperhatikan hal-hal berikut :.
1.    Sahih (valid); dalam arti materi yang dituangkan dalam pembelajaran benar-benar telah teruji kebenaran dan kesahihannya. Di samping itu, juga materi yang diberikan merupakan materi yang aktual, tidak ketinggalan zaman, dan memberikan kontribusi untuk pemahaman ke depan.
2.    Tingkat kepentingan; materi yang dipilih benar-benar diperlukan peserta didik. Mengapa dan sejauh mana materi tersebut penting untuk dipelajari.
3.    Kebermaknaan; materi yang dipilih dapat memberikan manfaat akademis maupun non akademis. Manfaat akademis yaitu memberikan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut pada jenjang pendidikan lebih lanjut. Sedangkan manfaat non akademis dapat mengembangkan kecakapan hidup dan sikap yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
4.    Layak dipelajari; materi memungkinkan untuk dipelajari, baik dari aspek tingkat kesulitannya (tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit) maupun aspek kelayakannya terhadap pemanfaatan materi dan kondisi setempat.
5.    Menarik minat; materi yang dipilih hendaknya menarik minat dan dapat memotivasi peserta didik untuk mempelajari lebih lanjut, menumbuhkan rasa ingin tahu sehingga memunculkan dorongan untuk mengembangkan sendiri kemampuan mereka.
Terlepas dari filsafat yang mendasari pengembangan materi, Nana Syaodih Sukamadinata (1997) mengetengahkan tentang sekuens susunan materi pembelajaran, yaitu :
1.    Sekuens kronologis; susunan materi pembelajaran yang mengandung urutan waktu.
2.    Sekuens kausal; susunan materi pembelajaran yang mengandung hubungan sebab-akibat.
3.    Sekuens struktural; susunan materi pembelajaran yang mengandung struktur materi.
4.    Sekuens logis dan psikologis; sekuensi logis merupakan susunan materi pembelajaran dimulai dari bagian menuju pada keseluruhan, dari yang sederhana menuju kepada yang kompleks. Sedangkan sekuens psikologis sebaliknya dari keseluruhan menuju bagian-bagian, dan dari yang kompleks menuju yang sederhana. Menurut sekuens logis materi pembelajaran disusun dari nyata ke abstrak, dari benda ke teori, dari fungsi ke struktur, dari masalah bagaimana ke masalah mengapa.
5.    Sekuens spiral ; susunan materi pembelajaran yang dipusatkan pada topik atau bahan tertentu yang populer dan sederhana, kemudian dikembangkan, diperdalam dan diperluas dengan bahan yang lebih kompleks.
6.    Sekuens rangkaian ke belakang; dalam sekuens ini mengajar dimulai dengan langkah akhir dan mundur kebelakang. Contoh pemecahan masalah yang bersifat ilmiah, meliputi 5 langkah sebagai berikut : (a) pembatasan masalah; (b) penyusunan hipotesis; (c) pengumpulan data; (d) pengujian hipotesis; dan (e) interpretasi hasil tes.
7.    Dalam mengajarnya, guru memulai dengan langkah (a) sampai (d), dan peserta didik diminta untuk membuat interprestasi hasilnya (e). Pada kasempatan lain guru menyajikan data tentang masalah lain dari langkah (a) sampai (c) dan peserta didik diminta untuk mengadakan pengetesan hipotesis (d) dan seterusnya.
8.    Sekuens berdasarkan hierarki belajar; prosedur pembelajaran dimulai menganalisis tujuan-tujuan yang ingin dicapai, kemudian dicari suatu hierarki urutan materi pembelajaran untuk mencapai tujuan atau kompetensi tersebut. Hierarki tersebut menggambarkan urutan perilaku apa yang mula-mula harus dikuasai peserta didik, berturut-berturut sampai dengan perilaku terakhir.
3.      Strategi Pembelajaran
Telah disampaikan di atas bahwa dilihat dari filsafat dan teori pendidikan yang melandasi pengembangan kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan tujuan dan materi pembelajaran, hal ini tentunya memiliki konsekuensi pula terhadap penentuan strategi pembelajaran yang hendak dikembangkan. Apabila yang menjadi tujuan dalam pembelajaran adalah penguasaan informasi-intelektual,–sebagaimana yang banyak dikembangkan oleh kalangan pendukung filsafat klasik dalam rangka pewarisan budaya ataupun keabadian, maka strategi pembelajaran yang dikembangkan akan lebih berpusat kepada guru. Guru merupakan tokoh sentral di dalam proses pembelajaran dan dipandang sebagai pusat informasi dan pengetahuan. Sedangkan peserta didik hanya dianggap sebagai obyek yang secara pasif menerima sejumlah informasi dari guru. Metode dan teknik pembelajaran yang digunakan pada umumnya bersifat penyajian (ekspositorik) secara massal, seperti ceramah atau seminar. Selain itu, pembelajaran cenderung lebih bersifat tekstual.
Strategi pembelajaran yang berorientasi pada guru tersebut mendapat reaksi dari kalangan progresivisme. Menurut kalangan progresivisme, yang seharusnya aktif dalam suatu proses pembelajaran adalah peserta didik itu sendiri. Peserta didik secara aktif menentukan materi dan tujuan belajarnya sesuai dengan minat dan kebutuhannya, sekaligus menentukan bagaimana cara-cara yang paling sesuai untuk memperoleh materi dan mencapai tujuan belajarnya. Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik mendapat dukungan dari kalangan rekonstruktivisme yang menekankan pentingnya proses pembelajaran melalui dinamika kelompok.                                                                                                                                        Pembelajaran cenderung bersifat kontekstual, metode dan teknik pembelajaran yang digunakan tidak lagi dalam bentuk penyajian dari guru tetapi lebih bersifat individual, langsung, dan memanfaatkan proses dinamika kelompok (kooperatif), seperti : pembelajaran moduler, obeservasi, simulasi atau role playing, diskusi, dan sejenisnya.                                                  Dalam hal ini, guru tidak banyak melakukan intervensi. Peran guru hanya sebagai fasilitator, motivator dan guider. Sebagai fasilitator, guru berusaha menciptakan dan menyediakan lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta didiknya. Sebagai motivator, guru berupaya untuk mendorong dan menstimulasi peserta didiknya agar dapat melakukan perbuatan belajar. Sedangkan sebagai guider, guru melakukan pembimbingan dengan berusaha mengenal para peserta didiknya secara personal.
Selanjutnya, dengan munculnya pembelajaran berbasis teknologi yang menekankan pentingnya penguasaan kompetensi membawa implikasi tersendiri dalam penentuan strategi pembelajaran. Meski masih bersifat penguasaan materi atau kompetensi seperti dalam pendekatan klasik, tetapi dalam pembelajaran teknologis masih dimungkinkan bagi peserta didik untuk belajar secara individual. Dalam pembelajaran teknologis dimungkinkan peserta didik untuk belajar tanpa tatap muka langsung dengan guru, seperti melalui internet atau media elektronik lainnya. Peran guru dalam pembelajaran teknologis lebih cenderung sebagai director of learning, yang berupaya mengarahkan dan mengatur peserta didik untuk melakukan perbuatan-perbuatan belajar sesuai dengan apa yang telah didesain sebelumnya.
Berdasarkan uraian di atas, ternyata banyak kemungkinan untuk menentukan strategi pembelajaran dan setiap strategi pembelajaran memiliki kelemahan dan keunggulannya tersendiri.
Terkait dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, belakangan ini mulai muncul konsep pembelajaran dengan isitilah PAKEM, yang merupakan akronim dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Oleh karena itu, dalam prakteknya seorang guru seyogyanya dapat mengembangkan strategi pembelajaran secara variatif, menggunakan berbagai strategi yang memungkinkan siswa untuk dapat melaksanakan proses belajarnya secara aktif, kreatif dan menyenangkan, dengan efektivitas yang tinggi.
4.      Organisasi Kurikulum
Beragamnya pandangan yang mendasari pengembangan kurikulum memunculkan terjadinya keragaman dalam mengorgansiasikan kurikulum. Setidaknya terdapat enam ragam pengorganisasian kurikulum, yaitu:
1.    Mata pelajaran terpisah (isolated subject); kurikulum terdiri dari sejumlah mata pelajaran yang terpisah-pisah, yang diajarkan sendiri-sendiri tanpa ada hubungan dengan mata pelajaran lainnya. Masing-masing diberikan pada waktu tertentu dan tidak mempertimbangkan minat, kebutuhan, dan kemampuan peserta didik, semua materi diberikan sama
2.    Mata pelajaran berkorelasi; korelasi diadakan sebagai upaya untuk mengurangi kelemahan-kelemahan sebagai akibat pemisahan mata pelajaran. Prosedur yang ditempuh adalah menyampaikan pokok-pokok yang saling berkorelasi guna memudahkan peserta didik memahami pelajaran tertentu.
3.    Bidang studi (broad field); yaitu organisasi kurikulum yang berupa pengumpulan beberapa mata pelajaran yang sejenis serta memiliki ciri-ciri yang sama dan dikorelasikan (difungsikan) dalam satu bidang pengajaran. Salah satu mata pelajaran dapat dijadikan “core subject”, dan mata pelajaran lainnya dikorelasikan dengan core tersebut.
4.    Program yang berpusat pada anak (child centered), yaitu program kurikulum yang menitikberatkan pada kegiatan-kegiatan peserta didik, bukan pada mata pelajaran.
5.    Inti Masalah (core program), yaitu suatu program yang berupa unit-unit masalah, dimana masalah-masalah diambil dari suatu mata pelajaran tertentu, dan mata pelajaran lainnya diberikan melalui kegiatan-kegiatan belajar dalam upaya memecahkan masalahnya. Mata pelajaran-mata pelajaran yang menjadi pisau analisisnya diberikan secara terintegrasi.
6.    Ecletic Program, yaitu suatu program yang mencari keseimbangan antara organisasi kurikulum yang terpusat pada mata pelajaran dan peserta didik.
Berkenaan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, tampaknya lebih cenderung menggunakan pengorganisasian yang bersifat eklektik, yang terbagi ke dalam lima kelompok mata pelajaran, yaitu : (1) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; (2) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; (3) kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; (4) kelompok mata pelajaran estetika; dan (5) kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan
Kelompok-kelompok mata pelajaran tersebut selanjutnya dijabarkan lagi ke dalam sejumlah mata pelajaran tertentu, yang disesuaikan dengan jenjang dan jenis sekolah. Di samping itu, untuk memenuhi kebutuhan lokal disediakan mata pelajaran muatan lokal serta untuk kepentingan penyaluran bakat dan minat peserta didik disediakan kegiatan pengembangan diri.
5.      Evaluasi Kurikulum
Evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum. Dalam pengertian terbatas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa tingkat ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang bersangkutan. Sebagaimana dikemukakan oleh Wright bahwa : “curriculum evaluation may be defined as the estimation of growth and progress of students toward objectives or values of the curriculum”Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi tidak hanya terbatas pada efektivitas saja, namun juga relevansi, efisiensi, kelaikan (feasibility) program. Sementara itu, Hilda Taba menjelaskan hal-hal yang dievaluasi dalam kurikulum, yaitu meliputi ; “ objective, it’s scope, the quality of personnel in charger of it, the capacity of students, the relative importance of various subject, the degree to which objectives are implemented, the equipment and materials and so on.” Pada bagian lain, dikatakan bahwa luas atau tidaknya suatu program evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuan diadakannya evaluasi kurikulum. Apakah evaluasi tersebut ditujukan untuk mengevaluasi keseluruhan sistem kurikulum atau komponen-komponen tertentu saja dalam sistem kurikulum tersebut. Salah satu komponen kurikulum penting yang perlu dievaluasi adalah berkenaan dengan proses dan hasil belajar siswa.
Agar hasil evaluasi kurikulum tetap bermakna diperlukan persyaratan-persyaratan tertentu. Dengan mengutip pemikian Doll, dikemukakan syarat-syarat evaluasi kurikulum yaitu “acknowledge presence of value and valuing, orientation to goals, comprehensiveness, continuity, diagnostics worth and validity and integration.” Evaluasi kurikulum juga bervariasi, bergantung pada dimensi-dimensi yang menjadi fokus evaluasi. Salah satu dimensi yang sering mendapat sorotan adalah dimensi kuantitas dan kualitas. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi diemensi kuantitaif berbeda dengan dimensi kualitatif. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi dimensi kuantitatif, seperti tes standar, tes prestasi belajar, tes diagnostik dan lain-lain. Sedangkan, instrumen untuk mengevaluasi dimensi kualitatif dapat digunakan, questionnare, inventori, interview, catatan anekdot dan sebagainya Evaluasi kurikulum memegang peranan penting, baik untuk penentuan kebijakan pendidikan pada umumnya maupun untuk pengambilan keputusan dalam kurikulum itu sendiri. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijakan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijakan pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan. Hasil – hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah dan para pelaksana pendidikan lainnya dalam memahami dan membantu perkembangan peserta didik, memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian serta fasilitas pendidikan lainnya. (disarikan dari Nana Syaodih Sukmadinata, 1997)
Selanjutnya, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan tiga pendekatan dalam evaluasi kurikulum, yaitu : (1) pendekatan penelitian (analisis komparatif); (2) pendekatan obyektif; dan (3) pendekatan campuran multivariasi. Di samping itu, terdapat beberapa model evaluasi kurikulum, diantaranya adalah Model CIPP (Context, Input, Process dan Product) yang bertitik tolak pada pandangan bahwa keberhasilan progran pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti : karakteristik peserta didik dan lingkungan, tujuan program dan peralatan yang digunakan, prosedur dan mekanisme pelaksanaan program itu sendiri. Evaluasi model ini bermaksud membandingkan kinerja (performance) dari berbagai dimensi program dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada deskripsi dan judgment mengenai kekuatan dan kelemahan program yang dievaluasi. Model ini kembangkan oleh Stufflebeam (1972) menggolongkan program pendidikan atas empat dimensi, yaitu : Context, Input, Process dan Product. Menurut model ini keempat dimensi program tersebut perlu dievaluasi sebelum, selama dan sesudah program pendidikan dikembangkan. Penjelasan singkat dari keempat dimensi tersebut adalah, sebagai berikut :
1.    Context; yaitu situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi pendidikan yang akan dikembangkan dalam program yang bersangkutan, seperti : kebijakan departemen atau unit kerja yang bersangkutan, sasaran yang ingin dicapai oleh unit kerja dalam kurun waktu tertentu, masalah ketenagaan yang dihadapi dalam unit kerja yang bersangkutan, dan sebagainya.
2.    Input; bahan, peralatan, fasilitas yang disiapkan untuk keperluan pendidikan, seperti : dokumen kurikulum, dan materi pembelajaran yang dikembangkan, staf pengajar, sarana dan pra sarana, media pendidikan yang digunakan dan sebagainya.
3.    Process; pelaksanaan nyata dari program pendidikan tersebut, meliputi : pelaksanaan proses belajar mengajar, pelaksanaan evaluasi yang dilakukan oleh para pengajar, penglolaan program, dan lain-lain.
4.    Product; keseluruhan hasil yang dicapai oleh program pendidikan, mencakup : jangka pendek dan jangka lebih panjang[5].











BAB II
KONSEP PENGEMBANGAN KURIKULUM
A.      Urgensi Pengembangan Kurikulum
Pengembangan Kurikulum dilakukan dengan sejumlah pertimbangan. Pertimbangan itu dilihat dari beberapa assessmentin ternasional yang menyatakan bahwa kemampuan peserta didik Indonesia masih dibawah peserta didik dari negara-negara di kawasan Asia lainnya.
Seperti pada Trendsin International Mathematics and Science Studies (TIMSS), sebuah studiinternasional yang mengukur peningkatan pembelajaran matematika dan sains disejumlah negara. Pada tahun 2011 untuk bidang Matematika di kelas 8 misalnya,TIMSS menyatakan, lebih dari 95 persen siswa Indonesia hanya mampu sampai level menengah, sedangkan hampir 50 persen siswa Taiwan mampu mencapailevel tinggi dan advance. Halyang hampir sama juga ditunjukkan lewat hasil Programme for International Student Assesment (PISA), sebuah pe-nilaian tingkat dunia yang diselenggarakan setiap tiga tahun untuk menguji performa akademis siswa yang berusia 15 tahun. Hasil pada 2009 diketahui bahwa hampir semua siswa Indonesia menguasai pelajaran matematika dan IPA hanya sampai level 3 dari 6 level yang ada. Sementara negara lain seperti Singapura,China, Jepang, dan Korea Selatan dapat mencapai level tertinggi, level 6. Apalagi berdasarkan kerangka kompetensi abad 21, proses pembelajaran tidak cukup hanyameningkatkan pengetahuan (melalui coresubject) semata, melainkan siswa harus di-lengkapi dengan kemampuakreatif-kritis dan berkarakter kuat, seperti mampu bertanggung jawab, memilikijiwa sosial, toleran, produktif, dan adaptif.
Disamping itu didukung pula dengan kemampuan memanfaatkan informasi dan berkomunikasi. Olehkarena itu, proses pembelajaran perlu diciptakan sedemikian rupa sehingga mendukung kreativitas siswa. Sebuah penelitian pada 2011 oleh Harvard Bus-sinessReview menyimpulkan, kemampuan yang berbasis pada kreativitas seseorang-diperoleh melalui pen-didikan. Tetapi tingkat intelegensia seseorang dipengaruhi dari pendidikan dan dari genetika.
Artinya, memang perlu ada ruang didunia pendidikan untuk membangun kreativitas siswa. Berkaca dari penelitian itu, maka diperlukan proses pembelajaran yang mengedepankan pengalaman personal melalui proses mengamati, menanya, menalar, dan mencoba (observation based learning) untuk meningkatkan kreativitas peserta didik. Di samping itu, dibiasakan pula bagipeserta didik untuk bekerja dalam jejaring melalui collaborative learning.  Padaproses penilaian, guru dapat membuat peserta didik berani berperilaku kreatif melalui beragam cara. Misalnya dengan memberikan tugas yang tidak hanya memiliki satu jawaban tertentu yang benar, menolerir jawaban yang nyeleneh, menekankan pada proses bukan hanya hasil, memberikan peserta didik untuk mencoba, untuk menentukan sendiriyang kurang jelas atau lengkap informasinya, dan untuk memiliki interpretasisen diri terkait dengan pengetahuan atau kejadian yang diamati, serta memberikan keseimbangan antara yang terstruktur dan yang spontan atau ekspresif. Dengan memperhatikan sejumlah pertimbangan tersebut, Kemdikbud meng-hadirkan kurikulum yang dapat menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi.Dengan demikian, Kurikulum 2013 dapat menjawab permasalahan yang melekat pada kurikulum sebelumnya.               
Melalui pendekatan Kurikulum 2013 inilah diharapkan siswa memiliki kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif. Sedikitnya ada lima entitas, yaitu peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan, manajemen satuan pendidikan, Negara dan bangsa, serta masyarakat umum, yang diharapkan mengalami perubahan. Sementara pendidik dan tenaga kependidikan diharapkan dapat lebih bergairah dalam mengajar serta lebih mudah memenuhi ketentuan 24 jam mengajar per minggu.Selainitu, pada tingkat satuan pendidikan, sekolah dapat lebih mengedepankan layanan pembelajaran, termasuk bimbingan dan penyuluhan, serta menjadi antisipasi atas marak-nya variasi kegiatan pembelajaran.
Bagi negara dan bangsa diharapkan meningkatkan reputasi internasional dalam bidang pendidikan, meningkatkan dayasaing, serta berkembangnya peradaban bangsa. Sementara bagi masyarakat umum, perubahan yang diharapkan adalah memperoleh lulusan sekolah yang kompeten, kebutuhan sekolah dapat dipenuhi oleh sekolah, dan dapat meningkatkan kesejah teraannya[6]
B.       Dasar-dasar pengembangan kurikulum
Ada beberapa dasar ( azas ) dalam pengembangan kurikulum, yaitu :
1.    Azas Filosofis
Filsafat yang mendasari kehidupan berbangsa dan bernegara atau yang umum di anut oleh suatu bangsa negara, seperti sekuler, agamis, aties, dll akan menentukan bentuk tujuan umum pendidikan, yang tentunya akan menjadi arah bagi pelaksanaan pendidikan suatu negara itu, dan dalam pengembangan kurikulum itu harus diperhatikan hal ini, kalau tidak maka pendidikan dan out putnya tidak akan diterima secara umum di negara itu.
2.    Azas Sosiologis
Kehidupan sosial kemasyarakatan yang berbeda-beda juga harus menjadi azas utama dalam pengembangan kurikulum, agar out put dan lembaga itu bisa hidup dan diterima di lingkungan masyarakat itu. Masyarakat industri, agraris, modern atau tradisional, masyarakat daerah pegunungan atau di daerah lembah, dsb punya kebutuhan dan kehidupan yang berbeda-beda yang harus diakomulasikan ke dalam muatan kurikulum agar proses dan hasil pendidikan dapat bermanfaat dan diterima oleh masyarakat ( sesuai dengan kebutuhan mereka ). Karena memegang azas inilah maka kurikulum hendaknya setiap saat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan hidup masyarakat.
3.    Azas Organisatoris
Azas organisatoris perlu mendapat perhatian, sebab akan menentukan bagaimana penyusunan dan penyajian muatan kurikulum itu sendiri, baik mengenai urut-urutannya atau pun keluasan cakupannya.

4.    Azas Psikologis
 Agar bisa dilaksanakan dengan baik dan dapat berhasil secara maksimal, maka pen-gembangan kurikulum harus berdasarkan kepada psikologi, seperti memegang prinsip per-kembangan anak dan taraf pengembangannya, psikologi belajar seperti teori teori gestalt, asosiasi, dll.
Azas psikologi yang dijadikan acuan dasar penyusunan sebuah kurikulum ini, akan mempengaruhi sampai kepada bagaimana seharusnya melaksanakan dan mengevaluasi pe-laksanaan sebuah kurikulum.[7]














BAB III
LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
A.    Landasan Filosofis
Filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu dari kata philos dan sophia. Philosartinya cinta yang mendalam, dan sophia adalah kearifan atau kebijaksanaan. Dengan demikian, filsafat secara harfiah dapat diartikan sebagai cinta yang mendalam akan kearifan.
Sebagai suatu landasan fundamental, filsafat memegang peranan penting dalam proses pengembangan kurikulum. Ada empat fungsi filsafat dalam proses pengembangan kurikulum.
a.    Filsafat dapat menentukan arah dan tujuan pendidikan.
b.    Filsafat dapat menentukan isi atau materi pelajaran yang harus diberikan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
c.    Filsafat dapat menentukan strategi atau cara pencapaian tujuan. Filsafat sebagai sistem nilai dapat dijadikan pedoman dalam merancang kegiatan pembelajaran.
d.   Melalui filsafat dapat ditentukan bagaimana menentukan tolok ukur keberhasilan proses pendidikan.
Ada berbagai aliran filsafat, antara lain:
1)   Aliran Perennialisme
Aliran ini bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual anak melalui pengetahuan yang abadi, universal, dan absolut. Aliran ini diciptakan para pemikir unggul sepanjang masa, yang dihimpun dalam The Great Books. Kebenaran dalam buku itu bertahan teguh terhadap segala perubahan zaman.
Kurikulum yang diinginkan oleh aliran ini terdiri atas mata pelajaran yang terpisah sebagai disiplin ilmu dengan menolak penggabungan seperti IPA atau IPS. Hanya mata pelajaran yang sungguh mereka anggap dapat mengembangkan kemampuan intelektual seperti IPA yang diajarkan, yang lain tidak diajarkan.
Aliran Idealisme
Aliran ini berpendapat bahwa kebenaran itu berasal dari dunia supra-natural dari Tuhan. Tujuan hidup ialah memenuhi kehendak Tuhan.
Aliran ini umumnya diterapkan di sekolah yang berorientasi religius. Namun pendidikan intelektual juga sangat diutamakan dengan menentukan standar mutu yang tinggi.
2)      Aliran Realisme
Aliran ini mencari kebenaran di dunia ini sendiri. Melalui pengamatan dan penelitian ilmiah dapat ditemukan hukum alam. Mutu kehidupan senantiasa dapat ditingkatkan melalui kemajuan dalam iptek. Tujuan hidup adalah memperbaiki kehidupan melalui penelitian ilmiah.
Kurikulum ini tidak memperhatikan minat anak, namundiharapkan agar menaruh minat terhadap pelajaran akademis. Ia harus sungguh-sungguh mempelajari buku-buku berbagai disiplin ilmu. Penguasaan ilmu yang banyak berkat studi yang intensif adalah persiapan yang sebaik-baiknya bagi lanjutan studi dan kehidupan dalam masyarakat.
3)      Aliran Pragmatisme
Aliran ini juga disebut aliran instrumentalisme yang berpendapat bahwa kebenaran adalah buatan manusia berdasarkan pengalamannya. Tidak ada kebenaran mutlak, kebenaran adalah tentatif dan dapat berubah. Tujuan hidup ialah mengabdi kepada masyarakat dengan peningkatan kesejahteraan manusia.
4)      Aliran Eksistensialisme
Aliran ini mengutamakan individu sebagai faktor dalam menentukan apa yang baik dan benar. Norma-norma hidup berbeda secara individual dan ditentukan masing-masing secara bebas, namun dengan pertimbangan jangan menyinggung perasaan orang lain. Tujuan hidup adalah menyempurnakan diri, merealisasikan diri.[8]
B.     Landasan Psikologis
Kurikulum merupakan pedoman bagi guru dalam mengantar anak didik sesuai dengan harapan dan tujuan pendidikan. Secara psikologis, anak didik memiliki keunikan dan perbedaan-perbedaan baik perbedaan minat, bakat, maupun potensi yang dimilikinya sesuai dengan tahapan perkembangannya. Dengan alasan itulah, kurikulum harus memerhatikan kondisi psikologi perkembangan dan psikologi belajar anak.
Pemahaman tentang anak bagi seorang pengembang kurikulum sangatlah penting. Kesalahan persepsi tentang anak, dapat menyebabkan kesalahan arah dan kesalahan praktik pendidikan.
a.    Psikologi Perkembangan Anak
Pentingnya perkembangan anak disebabkan beberapa alasan. Pertama, setiap anak didik memiliki tahapan atau masa perkembangan tertentu. Pada setiap tahapan itu anak memiliki karakteristik dan tugas-tugas perkembangan tertentu. Seandainya tugas-tugas perkembangan itu tidak terpenuhi, maka akan mengalami hambatan pada tahapan berikutnya. Kedua, anak didik yang sedang pada masa perkembangan merupakan periode yang sangat menentukan untuk keberhasilan dan kesuksesan hidup mereka. Pada masa itu anak berada pada periode perkembangan yang sangat cepat dalam berbagai aspek perkembangan. Ketiga, pemahaman akan perkembangan anak, akan memudahkan dalam melaksanakan tugas-tugas pendidikan, baik yang menyangkut proses pemberian bantuan memecahkan berbagai masalah yang dihadapi, maupun dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tidak diharapkan.[9]
Implikasi dari pemahaman tentang peserta didik terhadap pengembangan kurikulum, antara lain:
1)   Setiap peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat, dan kebutuhannya.
2)   Menyediakan pelajaran yang bersifat universal juga yang bersifat pilihan sesuai minat anak.
3)   Lembaga pendidikan hendaknya menyediakan bahan ajar baik yang bersifat kejuruan maupun akademik.
4)   Kurikulum memuat tujuan yang mengandung aspek pengetahuan, nilai/sikap, dan keterampilan yang menggambarkan pribadi yang utuh lahir dan batin.
b.    Psikologi Belajar
Psikologi belajar merupakan suatu studi tentang bagaimana individu belajar. Pemahaman tentang teori-teori belajar berdasarkan pendekatan psikologis adalah upaya mengenali kondisi objektif terhadap individu anak yang sedang mengalami proses belajar dalam rangka pertumbuhan dan perkembangannya.
Pemahaman yang luas dan komprehensif tentang berbagai teori belajar akan memberikan kontribusi yang sangat berharga bagi para pengembang kurikulum baik di tingkat makro maupun tingkat mikro untuk merumuskan model kurikulum yang diharapkan.
Ada tiga jenis teori belajar yang berkembang dewasa ini dan memiliki pengaruh terhadap pengembangan kurikulum di Indonesia, yakni:
1)   Teori Psikologi Kognitif, teori ini memandang manusia sebagai pelajar yang aktif yang memprakarsai pengalaman, mencari dan mengolah informasi untuk memecahkan masalah, mengorganisasi apa-apa yang telah mereka ketahui untuk mencapai suatu pemahaman baru.
2)   Teori Psikologi Behavioristik, mencakup tiga teori yaitu S-R Bond (asosiasi), Conditioning (kondisi diberikn pada stimulus), dan Reinforcement (kondisi diberikan pada respons).
3)   Teori Psikologi Humanistik, lebih menekankan pada partisipasi aktif siswa dalam belajar.
C.    Landasan Sosiologis
Landasan Sosiologis adalah asumsi-asumsi yang berasal dari sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum. Untuk menjadikan peserta didik agar menjadi warga masyarakat yang diharapkan maka pendidikan memiliki peranan penting, karena itu kurikulum harus mampu memfasilitasi peserta didik agar mereka mampu bekerja sama, berinteraksi, beradaptasi dengan kehidupan di masyarakat dan mampu meningkatkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk yang berbudaya.
Jadi, Pendidikan adalah proses sosialisasi melalui interaksi insani menuju manusia yang berbudaya. Dalam konteks inilah peserta didik dihadapkan dengan budaya manusia, dibina dan dikembangkan sesuai dengan nilai budayanya, serta dipupuk kemampuan dirinya menjadi manusia.
Faktor kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam pengembangan kurikulum dengan pertimbangan:
1)   Individu lahir tidak berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan, keterampilan, dan sebagainya. Semua itu dapat diperoleh individu melalui interaksi dengan lingkungan budaya, keluarga, masyarakat sekitar, dan lembaga pendidikan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan mempunyai tugas khusus untuk memberikan pengalaman kepada para peserta didik dengan kurikulum.
2)   Kurikulum pada dasarnya harus mengakomodasikan aspek-aspek sosial dan budaya. Aspek sosiologis adalah yang berkenaan dengan kondisi sosial masyarakat yang sangat beragam, seperti masyarakat industri, pertanian, nelayan, dan sebagainya. Pendidikan di sekolah pada dasarnya bertujuan mendidik anggota masyarakat agar dapat hidup berintegrasi, berinteraksi, dan beradaptasi dengan anggota masyarakat lainnya serta meningkatkan kualitas hidupnya sebagai makhluk berbudaya. Hal ini membawa implikasi bahwa kurikulum sebagai salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan harus bermuatan kebudayaan yang bersifat universal.[10]
D.    Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Ilmu pengetahuan adalah seperangkat pengetahuan yang disusun secara sistematis yang dihasilkan melalui riset atau penelitian. Sedangkan teknologi adalah aplikasi dari ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah-masalah praktis dalam kehidupan. Ilmu dan teknologi tidak bisa dipisahkan. Sejak abad pertengahan ilmu pengetahuan telah berkembang dengan pesat. Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa kini banyak didasari oleh penemuan dan hasil pemikiran para filsuf purba seperti Plato, Socrates, Aristoteles, John Dewey, Archimedes, dan lain-lain.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung berimplikasi terhadap pengembangan kurikulum yang di dalamnya mencakup pengembangan isi/materi pendidikan, penggunaan strategi dan media pembelajaran, serta penggunaan sistem evaluasi. Secara tidak langsung menuntut dunia pendidikan untuk dapat membekali peserta didik agar memiliki kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi sebagai pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan.[11]












BAB IV
PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM
A.      Prinsip Relevansi
Ada dua macam relevansi yang harus dimiliki kurikulum, yaitu relevansi internal dan relevansi eksternal.
Relevansi Internal yaitu adanya  kesesuaian atau konsistensi antara komponen-komponen kurikulum, yaitu antara tujuan, isi, proses penyampaian, dan penilaian. Dan yang dimaksud dengan relevansi eksternal yaitu tujuan, isi, dan proses belajar yang tercakup dalam kurikulum hendaknya relavan dengan tuntutan, kebutuhan, dan perkembangan masyarakat.[12]
B.       Prinsip Kontinuitas
Prinsip kontinuitas dimaksudkan bahwa perlu ada kesinambungan, khususnya kesinambungan bahan/materi kurikulum pada jenis dan jenjang program pendidikan.  Bahan atau materi kurikulum perlu dikembangkan secara berkesinambungan mulai dari jenjang SD, SLTP, SMU/SMK sampai ke PT.
Materi kurikulum harus memiliki hubungan hierarkis fungsional. Untuk itu dalam pengembangan materi kurikulum harus diperhatikan minimal dua aspek kesinambungan, yaitu  (1)  materi kurikulum yang diperlukan pada sekolah  (tingkat)  yang  ada diatasnya harus sudah diberikan pada sekolah (tingkat) yang ada dibawahnya dan (2) materi yang sudah diajarkan/diberikan pada sekolah (tingkat) yang ada dibawahnya tidak perlu lagi diberikan pada sekolah (tingkat) yang ada diatasnya. Dengan demikian dapat dihindari adanya pengulangan materi kurikulum, yang dapat mengakibatkan kebosanan pada siswa dan atau ketidaksiapan siswa untuk memperoleh materi di mana mereka sebelumnya tidak memperoleh materi dasar yang memadai.[13]

C.    Prinsip Praktis
Praktis praktis mudah dilaksanakan, menggunakan alat-alat sederhana dan biayanya juga murah. Prinsip ini juga disebut prinsip efesiensi. Betapapun bagus dan idealnya suatu kurikulum kalau menuntut keahlian-keahlian dan peralatan yang sangat khusus dan mahal pula biayanya, maka kurikulum tersebut tidak praktis dan sukar dilaksanakan. Kurikulum dan pendidikan selalu dilaksanakan dalam keterbatsan-keterbatasan, baik keterbatasan waktu, biaya, alat, maupun personalia. Kurikulum bukan hanya harus ideal tetapi juga praktis.[14]
D.    Prinsip Efektivitas
Prinsip efektivitas mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.[15]
Terdapat dua sisi efektivitas dalam suatu pengembangan kurikulum. Pertama, efektivitas berhubungan dengan kegiatan guru dalam melaksanakan tugas mengimplementasikan kurikulum di dalam kelas. Kedua, efektivitas kegiatan siswa dalam melaksanakan kegiatan belajar.  Evektivitas kegiatan guru berhubungan dengan keberhasilan mengimplementasikan program sesuai dengan perencanaan yang telah disusun.  Sebagai contoh, apabila guru menetapkan dalam satu caturwulan atau satu semester harus menyelesaikan 12 program pembelajaran sesuai dengan pedoman kurikulum, ternyata dalam jangka waktu tersebut hanya dapat menyelesaikan 4 atau 5 program saja, berarti dapat dikatakan bahwa pelaksanaan program itu tidak efektif. 
Efektivitas kegiatan siswa berhubungan dengan sejauh mana siswa dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan sesuai dengan jangka waktu tertentu. Sebagai contoh apabila ditetapkan dalam satu caturwulan siswa harus dapat mencapai sejumlah tujuan pembelajaran, ternyata hanya sebagian saja dapat dicapai siswa, maka dapat dikatakan bahwa, proses pembelajaran siswa tidak efektif.[16]



















BAB V
SILABUS
A.    Pengertian Silabus

Istilah silabus didefinisikan sebagai “Garis besar, ringkasan, ikhtisar, atau pokok-pokok isi atau materi pelajaran” (Salim, 1987: 98). Silabus dapat juga diartikan sebagai rancangan progam pembelajaran satu atau kelompok mata pelajaran yang berisi tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa, pokok materi yang harus dipelajari siswa serta bagaimana cara mempelajarinya dan bagaimana cara untuk mengetahui pencapaian kompetensi dasar yang telah di tentukan. Jadi, silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan atau kelompok mata pelajaran / tema tertentu yang mencakup SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.
 Dengan demikian, silabus bermanfaat sebagai pedoman dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut, seperti pembuatan rencana pembelajaran, pengelolaan kegiatan pembelajaran, dan pengembangan sistem penilaian.  
Sebagai rancangan program pembelajaran silabus memuat berbagai macam hal yang berkaitan dengan pengembangan kurikulum, yakni menjawab persoalan tentang :
1.      Tujuan apa yang harus dicapai oleh siswa melalui proses pembelajaran? Pertanyaan ini berkaitan dengan rumusan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah diterapkan.
2.      Materi apa yang harus dipelajari siswa sehubungan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dicapai? Pertanyaan ini berkaitan dengan penentuan pokok-pokok materi yang berhubungan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar.
3.      Bagaimana cara yang dapat dilakukan agar standar kompetensi dan kompetensi dasar itu dapat tercapai? Pertanyaan ini berkaitan dengan penentuan strategi dan metode pembelajaran,penetapan media pembelajaran yang bermuara pada pengalaman belajar yang harus dilakukan setiap siswa.
4.      Bagaimana menentukan keberhasilan siswa dalam pencapaian kompetensi? Pertanyaan ini berkaitan dengan perumusan indicator hasil belajar dan penetapan system evaluasi pembelajaran.
 Atas dasar 4 hal tersebut, maka silabus dirancang sesuai dengan standar isi, dan sesuai dengan kondisi setiap sekolah. Dengan demikian, setiap sekolah akan memiliki silabus yang berbeda. Oleh sebab itu, silabus dikembangkan berdasarkan kebutuhan dan karakteristik sekolah[17].

B.     Fungsi Pengembangan Silabus
Ada fungsi pengembngan silabus secara umum adalah :
1.    Sebagai pedoman dalam pengembangan pembelajaran, seperti:
a.       Pembuatan pengelolahan pembelajaranbaik secara klasikal, kelompok kecil   maupun pembelajaran secara individual.
b.      menyusun materi ajar.
c.       pengembangan sistem penilaian dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi, yaitu sistem penilaian yang selalu mengacu pada standart kompetensi, Kopetensi dasar, dan indikator pembelajaran yang terdapat dalam silabus.
2.    Dalam hal ini silabus merupakan sumber pokok dalam penyusunan pembelajaran, baik rencana pembelajaran untuk satu standar kompetensi maupun satu kompetensi dasar.
3.    Hasil pengembangan silabus dalam bentuk perangkat pembelajaran berfungsi sebagai alat untuk aktualisasi kurikulum secara oprasiaonal pada tingkat satuan pendidikan, sehingga memudahkan guru dalam melakukan tugas pembelajaran.   
Dengan adanya rancangan pembelajaran guru akan lebih mudah terarah dalam penyajian materi ajar atau pengalaman belajar, sehingga dapat menumbuhkan minat dan motivasi belajar peserta didik.

C.    Prinsip-Prinsip Pengembangan Silabus
Untuk memperoleh silabus yang baik, maka dalam penyusunannya perlu memperhatikan prinsip-prinsip berikut :
1.      Ilmiah : Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Di samping itu, strategi pembelajaran yang dirancang dalam silabus perlu memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran dan teori belajar.
2.      Relevan :  Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian materi dalam silabus harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik. Prinsip ini mendasari pengembangan silabus, baik dalam pemilihan materi pembelajaran, strategi dan pendekatan dalam kegiatan pembelajaran, penetapan waktu, strategi penilaian maupun dalam mempertimbangkan kebutuhan media dan alat pembelajaran. Kesesuaian antara isi dan pendekatan pembelajaran yang tercermin dalam materi pembelajaran dan kegiatan pembelajaran pada silabus dengan tingkat perkembangan peserta didik akan mempengaruhi kebermaknaan pembelajaran.
3.      Sistematis :  Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi. SK dan KD merupakan acuan utama dalam pengembangan silabus. Dari kedua komponen ini, ditentukan indikator pencapaian, dipilih materi pembelajaran yang diperlukan, strategi pembelajaran yang sesuai, kebutuhan waktu dan media, serta teknik dan instrumen penilaian yang tepat untuk mengetahui pencapaian kompetensi tersebut.
4.      Konsisten : Adanya hubungan yang konsisten antara KD, indikator, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, serta teknik dan instrumen penilaian. Dengan prinsip konsisten ini, pemilihan materi pembelajaran, penetapan strategi dan pendekatan dalam kegiatan pembelajaran, penggunaan sumberdan media pembelajaran, serta diarahkan pada pencapaian KD dalam rangka pencapaian SK.
5.      Memadai :  Cakupan indikator, materi, kegiatan, dan sumber pembelajaran serta sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian KD. Dengan prinsip ini, maka tuntutan kompetensi harus dapat terpenuhi dengan pengembangan materi pembelajaran dan kegiatan pembelajaran yang dikembangkan. Contoh: jika SK dan KD menuntut kemampuan menganalisis sutau obyek belajar, maka indikator pencapaian kompetensi, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan teknik serta instrumen penilaian harus secara memamdai mendukung kemampuan untuk menganalisis.
6.      Aktual dan Kontekstual :  Cakupan indikator, materi pembelajaran, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi. Benyak fenomena dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan materi dan dapat mendukung kemudahan dalam menguasai kompetensi perlu dimanfaatkan dalam pengembangan pembelajaran. Disamping itu, penggunaan media dan sumber belajar berbasis teknologi informasi, seperti komputer dan internet perlu dioptimalkan, tidak hanya untuk pencapaian kompetensi, melainkan juga untuk menanamkan kebiasaan mencari informasi yang lebih luas kepada peserta didik.
7.       Fleksibel : Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi disekolah dan kebutuhan masyarakat. Fleksibelitas silabus ini memungkinkan pengembangan dan penyesuaian silabus dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat.
8.      Menyeluruh : Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor. Prinsip ini hendaknya dipertimbangkan, baik dalam mengembangkan materi dan kegiatan pembelajaran, maupun penilaiannya. Kegiatan pembelajaran dalam silabus perlu dirancang sedemikian rupa sehingga peserta didik memiliki keleluasan untuk mengembangkan kemampuannya, bukan hanya kemampuan kognitif saja, melainkan juga dapat mempertajam kemampuan afektif dan psikomotornya serta dapat secara optimal melatih kecakapan hidup (life skill)[18].

BAB VI
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
A.    Pengertian Rencana Proses Pembelajaran (RPP)
Rencana pelaksaan pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi yang dijabarkan dalam silabus.[19] RPP pada hakikatnya merupakan perencanaan jangka pendek untuk memperkirakan atau memproyeksikan apa yang akan dilakukan dalam pembelajan. Dengan demikian RPP merupakan upaya untuk memperkirakan tindakan yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran. 
RPP perlu dikembangkan untuk mengkordinasikan komponen pembelajaran, yakni kompetensi dasar, materi standar, indikator hasil belajar, dan penilaian. RPP berisi garis besar apa yang akan dikerjakan oleh guru dan peserta didik selama proses pembelajaran, baik untuk satu kali pertemuan maupun meliputi beberapa kali pertemuan. Guru yang belum berpengalaman pada umumnya memerlukan perencanaan yang lebih rinci di bandingkan dengan guru yang sudah berpengalaman.
Tujuan rencana pembelajaran adalah untuk (1) mempermudah, memperlancar, dan meningkatkan hasil proses belajar mengajar; (2) dengan menyusun rencana pembelajaran secara profesional, sistematis dan berdaya guna, maka guru akan mampu melihat, mengamati, menganalisis, dan memprediksi program pembelajaran sebagai kerangka kerja yang logis dan terencana.[20]

B.     Fungsi Rencana Proses Pembelajaran (RPP)
Ada lima fungsi rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dalam pelaksanaannya yaitu:
1.    Memperkirakan tindakan yang akan dilakukan guru dalam tindakan pembelajaran.
2.    Pedoman guru dalam melaksanakan pembelajaran.
3.    Membantu mempermudah guru dan siswa dalam melaksanakan pembelajaran.[21]
4.    Fungsi perencanaan
Fungsi pelaksanaan RPP adalah rencana pelaksanaan pembelajaran hendaknya dapat mendorong guru lebih siap melakukan kegiatan pembelajaran dengan perencanaan yang matang. Oleh karena itu, setiap akan melakukan pembelajaran guru wajib memiliki persiapan baik persiapan tertulis maupun yidak tertulis. Tidak pantas apabila guru yang mengajar tanpa persiapan, dan hal tersebut hanya akan merusak mental dan moral peserta didik, serta akan menurunkan wibawa guru secara keseluruhan.
Komponen komponen yang harus dipahami guru dalam pengembangan KTSP  antara lain komponen dasar, materi standar, hasil belajar, indikator hasil belajar, penilaian, dan prosedur pembelajaran.[22]
5.    Fungsi pelaksanaan
Tujuan pelaksanaan bertujuan mengefektifikan proses pembelajaran sesuai dengan apa yang direnccanakan untuk menyukseskan KTSP, RPP harus disusun secara sistemik dan sisitematis, utuh dan menyeluruh dalam situasi pembelajaran yan aktual. Dengan demikian rencana pembelajaran berfungsi untuk mengefektifikan proses pembelajaran sesuai dengan apa yang direncanakan.
Dalam hal ini, materi standar yang dikembangkan dan dijadikan bahan kajian oleh peserta didik harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuannya, mengandung nilai fungsional, sekolah dan daerah. Oleh karena itu kegiatan pembelajaran harus terorganisasi melalui rangkaian kegiatan tertentu, dengan strategi yang tepat dan memumpuni. [23]






[1] Ahmad Rithaudin Gani Kristianto Wibowo, Opini Mahasiswa Prodi Pjkr Fik Uny Terhadap Kurikulum 2009 artikel lengkap diunduh http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132319841/ARTIKEL%20DG%20GANI.pdf. Pjkr Fik Uny.Universitas Negeri Yogyakarta, 05 Maret 2016. 16,30 WIB
[2] Hamdani hamid, pengembangan kurikulum pendidikan,(Bandung:  pustaka setia, 2012). Hlm 45-46
[3]  E. Mulyasa.2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep; Karakteristik dan Implementasi. Bandung : P.T. Remaja   Rosdakarya.
[4]  Permendiknas No. 22, 23 dan 24 Tahun 2007
[5] Nana Syaodih Sukmadinata. 1997. Pengembangan Kurikum; Teori dan Praktek. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya
[6] Abduhzen, Mohammad.Urgensi Kurikulum 2013. (Kompas 21 Februari 2013). Hlm 103-112
[7] Abdullah, Ishak, , Filsafat Ilmu Pendidikan, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya . 2004).  Hlm  64-73
[8]S. Nasution, Asas-asas Kurikulum (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), hlm. 23-26.
[9] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hlm. 48.
[10]Ibid. Hal.40
[11]Ibid. 26-43.
[12] Ibid, Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum,  hlm.150.         
[13] Ibid, hlm. 12-13.
[14] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum,  hlm.151.
[15] Hamdani Hamid, Pengembangan Kurikulum Pendidikan, hlm. 70.
[16] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, hlm. 41-42.
[17] Masjhudi Selfi dan sarwo, Studi Tentang Pengembangan Program Pembelajaran dan Pelaksanaan Pembelajaran Biologi Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di SMA Se-Kota Bayuwangi,( Malang:Universitas Negri Malang,2012),hlm,37-44

[18] Tim Pekerti, Paduan Pengembangan Kurikulum,(Surakarta:Lembaga Pendidikan Universitas Sebelas Maret,2007),hlm, 78-84


[19] Kasful Anwar, Perencanaan Sistem Pembelajaran KTSP, (Bandung: Alfabets, 2011, hal. 178
[20] Nik Haryati, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Alfabets, 2011), hal. 167
[21] Ibid. hal. 180
[22] [22] Nik Haryati, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Alfabets, 2011), hal. 168
[23] Buna’i, Perencanaan Pembelajaran PAI , (Surabaya: Pena Salsabila, 2013), hal. 74-75