STRATIFIKASI MASYARAKAT
MADURA
ARTIKEL
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Islam dan Budaya Madura
Yang
diampu Oleh Bapak Moh.Hafid Effendy, M.Pd
Oleh:
Royhanatus
Sakinah 20160701040195
Moh.
Jamaluddin Setiady 20160701040141
Khairun
Nisyak 20160701040097
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
PENDIDIKAN ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI
PAMEKASAN
2017
RINGKASAN
Suku Madura terkenal karena gaya bicaranya yang
blak-blakan serta sifatnya yang keras dan mudah tersinggung, tetapi mereka juga
dikenal hemat, disiplin dan rajin bekerja. Untuk naik haji, orang Madura
sekalipun miskin pasti menyisihkan sedikit penghasilannya. Selain itu orang
Madura dikenal mempunyai tradisi Islam yang kuat bahkan Prof. Dr Deliar Noer
menyebutkan :Madura adalahbenteng Islam
di Indonesia sebab kekentalan agamis masyarakat dan akar faham yang sangat
kuat sekalipun kadang melakukan ritual Pethik
Laut atau Rokat Tasse (sama dengan
Larung Sesaji).
Jadi tidak perlu heran jika Aceh dikenal sebagai Serambi
Mekkah, maka Madura adalah Serambi Madinah-nya. Tak banyak daerah
yang mendapat kehormatan dilekati label istimewa ini. Dari kedua atribut
tersebut dengan mudah terlihat posisi dan kultur yang khas, yakni kelekatannya
dengan tradisi keislaman, bahkan menurut Rasul Junaidy suku Madura memiliki
tiga nilai yang sangat menjadi acuan berpikir dan bertindak, ketiga nilai
tersebut di tuangkan kedalam unsur-unsur prilaku kehidupan sehari-hari yaitu :
Kesopanan
Walau orang di luar Madura menilai mereka sangat
kasar, namun penghormatan terhadap nilai-nilai kesopanan sangat tinggi sekali.
Betapa pentingnya nilai kesopanan ini Nampak dari ungkapan ta’tao batona
langgar (tidak pernah merasakan lantainya langgar). Maksudnya, orang tersebut
belum pernah masuk langgar dan mengaji atau belum pernah mondok, sehingga tidak
tahu tatakrama kesopanan. Ungkapan ini untuk orang yang tidak tahu atau
melanggar nilai-nilai kesopanan. Ungkapan lain yang memberikan nasihat dan
ajaran tentang keharusan bersopan santun adalah :pa tao ajalan jalana jalane, pa tao neng ngenneng, pa tao acaca (yang
menjadi kewajiban harus dilaksanakan sesuai dengan aturan. Harus tahu saatnya
diam, harus tau saatnya berbicara). Hal ini bermakna bahwa orang Madura harus
selalu tahu aturan, nilai dan tatakrama
dalam setiap tindakannya.
Selain itu, setiap kewajiban harus dilaksanakan
dengan mendasarkan pada aturan-aturan tata karma yang ada. Orang dan masyarakat
Madura selalu menekankan bahwa mon oreng
riya benni bagasse, tape tatakramana, sanajjan bagus tapi tatakramana jube’,
ma’celep ka ate (yang penting bukan ketampanan atau kecantikan, namun utama
tatakramanya).
Dasar utama dari niali-nilai kesopanan adalah
penghormatan orang Madura kepada orang lain, terutama yang lebih tua.
Nilai-nilai kesopanan ini mengatur hubungan antargenerasi, kelamin, pangkat dan
posisi sosial.
Kehormatan
Masyarakat Madura sangat mengutamakan penghormatan
dan penghargaan, apalagi kepada yang lebih tua atau yang mempunyai kedudukan
sosial yang lebih tinggi, sehingga menjadikan nilai-nilai kesopanan menjadi
sangat penting sekali dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat Madura tidak
mau diremehkan, namun demikian penonjolan diri juga tidak dihargai. Contohnya ungkapan
madu ben dara (madu dan darah), yang berarti bila orang
Madura diperlakukan secara baik, menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan dan
penghormatan, maka balasannya adalah kebaikan pula. Sebaliknya, bila ia
diperlakukan secara sewenang-wenang dan tidak adil, maka balasannya jauh lebih
berat bahkan dapat menimbulkan pertumpahan darah.
Hubungan sosial masyarakat Madura selalu saling
menghormati dan menghargai sebagai sesame manusia dan menjaga untuk tidak
saling menyakiti. Hal ini sangat Nampak dari ajaran ja’ nobi’ oreng mon aba’na e tobi’ sake’ (janganlah menyakiti orang
lain, kalau diri sendiri merasa sakit jika disakiti orang).[1]
Harga diri atau martabat adalah nilai yang sangat
mendasar dalam masyarakat Madura. Harga diri harus selalu dipertahankan agar
tidak diremehkan orang lain. Dasar utama dari harga diri adalah rasa malu (rasa
malo atau todus). Orang Madura selalu menekankan bahwa tambana todus mate’ (obatnya malu adalah mati). Lebih bagus apote tolang etembang apote mata (lebih
baik mati daripada malu tidak dapat mempertahankan harga diri). Nilai-nilai
harga diri bagi masyarakat Madura selain berkaitan dengan ego, wanita dan agama
juga berkait erat dengan masalah tanah dan air.
Agama
Simbol keagamaan yang sringkali digunakan adalah
kyai. Itulah yang menyebabkan lapisan atas pada stratifikasi sosial ditempati
oleh para kyai. Mereka bukan hanya sebagai pemuka agama namun juga sebagai
pemimpin masyarakat. Para kyai dipandang memiliki kendali legitimasi dan
otoritas kharismatis, sehingga buah pikirannya mudah sekali untuk disepakati.
Kepemimpinan yang dipandang para kyai adalah
bersifat berpengarug penting dalam beberapa bidang sekaligus. Bukan hanya dalam
bidang keagamaan, melainkan juga dalam kegiatan sosial, bahkan mungkin juga
politik.
Tiga ciri dasar kehidupan sosial budaya tersebut
merupakan ciri orang dan masyarakat Madura secara keseluruhan, tak terkecuali
orang dan masyarakat Madura yang bertempat tinggal diluar pulau Madura. Namun
tidak hanya itu karakter orang Madura, masih banyak ahwal yang sering
‘membidani’ perbedaan mencolok dengan etnis lain, salah satunya adalah harga
diri, sifat ini masyhur juga paling penting dalam kehidupan orang Madura,
mereka memiliki sebuah peribahasa “Lebbi
Bagus Pote Tollang, atembeng Pote Mata”. Artinya, lebih baik mati (putih
tulang) daripada malu (putih mata), tradisi carok juga berasal dari sifat itu[3]
PENDAHULUAN
Suku bangsa atau etnisitas adalahsuatu
golongan manusia yang anggota – anggotanya mengidentifikasikan dirinya dengan
sesamanya, biasanya berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama. Identitas
suku pun ditandai oleh pengakuan dari orang lain akan ciri khas kelompok
tersebut dan oleh kesamaan budaya, bahasa, agama, perilaku atau ciri-ciri
biologis. Indonesia sebagai Negara yang memiliki banyak pulau tentulah memiliki
banyak suku atau etnis pula sebab pasti dari jumlah pulau maupun suku tersebut
pastilah ada perbedaan yang menimbulkan ketidaksamaan identitas dan ciri khas. Antara suku satu dan suku yang
lainnya pastilah muncul adanya masyhurul ahwal baik dari segi sejarah, system
teknologi, mata pencaharian, kesenian dan agama. Maka sehubungan dengan tugas paper
mata kuliah peradapan islam, maka kami susun warna warni etnisitas Madura yang
merupakan suku penulis.
PEMBAHASAN
Pada
umumnya orang-orang yang belum mengenal masyarakat Madura yaitu orang-orang
yang di luar pulau Madura, orang-orang itu cenderung beranggapan bahwa Madura
itu gersang, tandus, serta orang-orangnya keras sulit untuk diajak kompromi.
Pokoknya hal-hal yang negative sering diarahkan kepada masyarakat Madura,
utamanya bagi orang Madura yang diperantauan. Tapi kenyataan ini tidak semuanya
benar kebanyakan hanya isu-isu saja.
Pulau
Madura terdiri dari empat kabupaten yaitu :
Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep.
Letaknya ditimur laut pulau jawa dengan koordinat 7o lintang selatan antara dan
112o dan 114o bujur timur. Panjang pulau Madura kurang lebih 190 km jarak
terlebar kurang lebih 40km, luasnya keseluruhan kurang lebih 5.304km.
Tingginya dari permukaan laut yaitu 2
meter sampai dengan 350 meter, ketinggian yang paling rendah didaerah pantai.
Daerah-daerah yang tersebar di bagian tengah pulau berupa deretan
pegunungan-pegunungan kecil.
Pulau-pulau kecil yang berada di kepulauan
Madura mencapai lebih dari 100, diantara Pulau tersebut ada yang tidak
berpenduduk.
Stratifikasi
sosial / pelapisan masyarakat Madura :
-
Oreng kene’ : sebagai
lapisan terbawah yaitu masyarakat yang biasanya bekerja sebagai petani,
nelayan, pengrajin, dan orang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap.
-
Ponggaba : yaitu orang
yang bekerja normal terutama di instansi kantor pemerintah.
-
Perjaji : yaitu orang
yang bekerja dalam lapisan teratas.
Perjaji
ada 2 macam pengertiannya :
1. Orang-orang
yang masih keturunan raja di Madura pada saat itu. Biasanya tingkatan gelar ke
Bangsawanan nya seperti RA-RP-RB-R.mas-R (untuk laki-laki) R.Ayu/R.Ajeng,
R.roro (untuk wanita)
2. Orang-orang
berpangkat menengah sampai dengan tinggi pada saat Pemerintahan Belanda,
seperti Asisten Wedana (camat) – Wedana Patih – Kanjeng / Bupati, dsb.
Stratifikasi
sosial di lingkungan masyarakat Agama/pesantren :
1. Keyae
yaitu orang yang dikenal sebagai pemuka agama (ulama) karena mempunyai banyak
ilmu agama islam. Selain itu juga sebagai pembina, penerus, pengajar ajaran
nabi pada santri-santrinya.
2. Bindarah
yaitu orang yang telah mentamaatkan pendidikan di dalam pondok pesantren, dan
mempunyai ilmu yang banyak atau cukup tetapi tidak setaradengan pengetahuan
keaye.
Ada pula Bindarah yang
sudah banyak didatangi orang untuk NYABIS terutama di Desa/Dusun yang agak jauh
dari seorang Keyae.
4. Banne
santre yaitu orang yang tidak pernah menuntut ilmu keagamaan di sebuah pondok
pesantren.
Tingkatan
Bahasa (Dag-ondaggha Basa)
Dalam bahasa Madura kita kenal 5
tingkatan Bahasa :
1. Bahasa
Kraton = Abdi Dalem – Junan Dalem; biada digunakan di linggkungan keluarga
kraton.
2. Bahasa
Tinggi = Abdina – Panjennengan; Biasa digunakan oleh ponggawa / bawahan pada
atasan, baik di lingkungan kraton maupun di Lingkungan Pemerintahan, atau
Santre pada Keyae.
3. Bahasa
halus = Kaula – Sampeyan; Biasa dugunakan oleh yang lebih muda pada yang lebih
tua / pada yang dihormati.
4. Bahasa
menengah = Bula – Dika; Biasa digunakan oleh yang lebih tua pada yang lebih
muda tetapi di hormati. Misal : Mertua pada menantunya.
5. Bahasa
Mapas / Kasar = Sengko’ – Ba’na – Kakeh – Sedeh; Biasa digunakan oleh yang
lebih tua pada yang lebih muda, orang yang mempunyai posisi yang lebih tinggi
pada bawahannya, dan orang yang seumur / sebaya (teman).
Kesenian Masyarakat Madura
Madura
memiliki kekayaan kesenian tradisional yang amat banyak, beragam dan amat
bernilai. Dalam menghadapi dunia global yang membawa pengaruh materalisme dan
pragmatism, kehadiran kesenian tradisional dalam hidup bermasyarakat di Madura
sangat diperlukan, agar kita tidak terjebak pada moralitas asing yang
bertentangan dengan moralitas local. Berikut contoh keseniannya :
1. Tembeng
Macapat
Tembeng macapat adalah
tembeng yang dipakai sebagai media untuk memuji Allah sebelum melaksanakan
shalat wajib, tembeng tersebut penuh sentuhan lembut dan membawa kesahduan
jiwa. Selain berisi puji-pujian tembang tersebut juga berisi ajaran, anjuran
serta ajakan untuk mencintai ilmu pengetahuan, ajaran untuk bersama-sama
membenahi kerusakan moral dan budi pekerti, mencari hakekat kebenaran serta
membentuk manusia berkepribadian dan berbudaya
2. Saronen
Sarenen adalah music
sangat serbaguna yang mampu menghadirkan nuansa sesuai dengan kepentingan.
Walaupun sesuai dengan kepentingannya. Walaupun music saronen adalah perpaduan
dari beberapa alat music, namun yang paling dominan adalah liuk-liukan alat
tiup berupa kerucut sebagai alat music utama, alat music tersebut bernama
saronen yang berasal dari desa Sendang Kecamatan Pragaan Sumenep dengan akar
senninan (hari senin) sebab kebanyakan dilantunkan pada hari seinin.
3. Duplang
Tari Duplang merupakan
tari yang spesifik, unik dan langka. Keunikan dari tarian ini disebabkan karena
tarian ini merupakan sebuah penggambaran kehidupan seorang wanita desa. Wanita
yang bekerja keras sebagai tani yang selama ini terlupakan. Dijalin dan
dirangkai dalam gerakan-gerakan yang sangat indah, lemah-lembut, dan lemah
gemulai.
4. Upacara
Sandhur Panthel
Upacara Sandhur Panthel
merupakan sebuah upacara ritual untuk para masyarakat Madura yang berprofesi
sebagai petani atau nelayan. Upacara ritual ini merupakan upacara yang
menghubungkan manusia dengan makhluk gaib atau sebagai sarana komunikasi manusia
dan Tuhan Pencipta Alam Semesta.
5. Kerapan
Sapi
Sebuah perlombaan
dengan menggunakan sapi sebagai media, akan tetapi sekarang jangan dilakukan
karena dianggap menyakiti hewan yang juga makhluk hidup. Masalah agama di Pulau
Garam Madura tidak perlu di ragukan lagi kentalnya bahkan akhir-akhir ini
beberapa kabupaten sedang merintis daerah berbasis syari’at islam seperti di
Bangkalan dengan prakarsa R.KH.[5]
DAFTAR PUSTAKA
http://bangkalanmemory.blogspot.com/2013/10/adat-istiadat-dan-stratifikasi-social_29.html?m=1
http:lontarmadura.com/stratifikasi-sosial-masyarakat-madura/orang-madura-2/
[1]http://bangkalanmemory.blogspot.com/2013/10/adat-istiadat-dan-stratifikasi-social_29.html?m=1
[2]
http://bangkalanmemory.blogspot.com/2013/10/adat-istiadat-dan-stratifikasi-social_29.html?m=1
1https://www.google.com/amp/www.kompasiana.com/amp/gitaaidansofiana/stratifikasi-sosial-masyarakat-madura_54f94402a333117618b495e
http:lontarmadura.com/stratifikasi-sosial-masyarakat-madura/orang-madura-2/