MATA PELAJARAN
PENGEMBANGAN DIRI (PD) DALAM BIDANG KEAGAMAAN SEBAGAIA SYARAT KENAIKAN KELAS DI MADRASAH ALIYAH (MA) SUMBER
BUNGUR PAKONG PAMEKSAN
PROPOSAL
SKRIPSI
Oleh:
Nur Holisa Safitri
NIM. 18201301010237
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN
TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
2016
Proposal
Skripsi berjudul Mata Pelajaran Pengembangan Diri (PD) dalam Bidang Keagamaan
Sebagai Syarat Kenaikan Kelas di MA Sumber Bungur Pakong Pamekasan, yang
disusun oleh Nur Holisa Safitri telah diperiksa dan disetujui untuk di uji.
Pamekasan, 17
Maret 2017
Pembimbing,
Fathol Haliq, M. Si
NIP. 19720501 200501 1007
Proposal
Skripsi berjudul Mata Pelajaran Pengembangan Diri (PD) dalam Bidang Keagamaan
Sebagai Syarat Kenaikan Kelas di MA Sumber Bungur Pakong Pamekasan, yang
disusun oleh Nur Holisa Safitri telah diperiksa dan di uji pada tanggal
13-Maret -2017 oleh:
Fathol Haliq M.Si (Pembimbing) ( )
Dr. H. Nor Hasan M.Ag (Penguji) ( )
Mata Pelajaran Pengembangan Diri
(PD) Dalam Bidang Keagamaan Sebagai Syarat Kenaikan Kelas di Madrasah Aliyah
(MA) Sumber Bungur Pakong Pamekasan
A.
Konteks penelitian
pengertian
pengembangan diri, ”pengembangan diri atau pengembangan pribadi adalah segala kegiatan yang
meningkatkan kesadaran dan identitas diri, mengembangkan bakat dan potensi,
membangun sumber daya manusia dan memfasilitasi kinerja, meningkatkan kualitas
hidup dan memberikan kontribusi dalam mewujudkan impian dan cita-cita. Tidak
ada batasan terhadap pengembangan diri, konsepnya melibatkan baik kegiatan
formal maupun nonformal untuk mengembangkan orang lain dalam peran sebagai
guru, pembimbing, konsultan, manajer, coach atau mentor. Ketika pengembangan
diri melibatkan institusi, berarti merujuk kepada metode, program, sarana,
tekhnik, dan sistem assessment yang mendukung pembangunan manusia”.[1]
Jadi pengembangan diri adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk
meningkatkan potensi dan bakat yang ada didalam individu, serta membangun daya
individu dan meningkatkan kualitas hidup dari individu, proses pengembangan
diri ini bisa dilaksanakan di kegiatan formal dan nonformal, namun peneliti
memilih pada pelaksanaan pengembangan diri yang formal(sekolah) karena proses
pelaksanaannya terstruktur mulai dari orang yang berperan dalam mengembangkan
diri individu yaitu guru, dan selanjutnya metode yang digunakan.
Berbicara tentang pengembangan diri tidak lepas
dari ulasan tentang konsep diri karena keduanya saling berkaitan, hal ini dapat
ditunjukkan dalam pengertian konsep diri. “Menurut Hendriati Agustini konsep diri
adalah gambaran individu tentang dirinya sendiri melalui pengalaman-pengalaman
yang pernah dialami melalui proses interaksi dengan lingkungannya”.[2]
Dalam konsep diri ada dua dimensi yaitu dimensi internal dan dimensi eksternal.
a. Dimensi Internal
Dimensi internal adalah suatu
penilaian yang dilakukan oleh individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan apa
yang terdapat didalam dirinya. Dalam dimensi ini ada tiga aspek yaitu:
Pertama diri identitas, pada bagian ini merupakan hal yang mendasar bagi individu,
karena individu masih mempertanyakan ”siapa dirinya?”
Kedua diri pelaku, pada bagian ini merupakan kesadaran individu tentang tingkah
lakunya dan cara mempertanggung jawabkan.
Ketiga diri penerimaan/penilai, pada diri penilai sebagai pengamat,evaluator,
kedudukannya sebagai perantara antara identitas dan diri pelaku. Diri penilai
menentukan kepuasaan dirinya atau seberapa jauh seseorang menerima dirinya. [3]
b. Dimensi Eksternal
Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan
aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, dan hal-hal diluar dirinya.
Pada dimensi eksternal cakupannya lebih luas, bisaberkaitan dengan
sekolah,organisasi, agama, dan sebagainya. Dimensi eksternal yang bersifat umum
di bedakan menjadi lima macam bentuk, yaitu:
Pertama diri fisik, diri fisik
menyangkut anggapan seseorang terhadap dirinya secara fisik, hal ini terlihat
saat individu berpenampilan dan keadaan tubuhnya.
Kedua diri etik-moral, bagian ini individu dilihat dari standar pertimbangan
nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut anggapan seseorang mengenai hubungan
dengan Tuhan, kepuasan seseorang dengan kehidupan keagamaanya dan nilai-nilai
moral yang di pegangnya.
Ketiga diri pribadi, diri pribadi merupakan perasaan seseorang tentang keadaan
pribadinya. Dimana individu merasa puas terhadap pribadinya atau sejauh mana ia
merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat.
Keempat Diri keluarga, diri keluarga menunjukkan sejauh mana individu berperan dan
berfungsi sebagai anggota kelurganya.
Kelima diri sosial,bagian ini
merupakan penilaian individu terhadap interaksinya dengan lingkungan
sekitarnya.[4]
Dari kutipan di atas peneliti akan memfokuskan pada dimensi eksternal
etik-moral, karena didalam etik moral, Kaitannya dengan mata pelajaran
Pengembangan Diri (PD) yaitu terletak pada dimensi eksternal pada bentuk diri
etik-moral,dimana di dalam etik moral ini membahas tentang hubungan dengan
Tuhan, kepuasan seseorang dengan kehidupan keagamaanya dan nilai-nilai moral
yang di pegangnya, hal ini bisa di lihat di dalam materi mata pelajaran PD yang
berisi tentang cara individu berhubungan dengan Tuhannya.
Selanjutnya pengertian mata
pelajaran pengembangan diri adalah suatu mata pelajaran yang berisikan materi
tentang cara beribadah kepada Allah SWT yang meliputi: praktik sholat,
do’a-do’a setelah sholat sunnah,asmaul husna, dan sebaginya. Mata pelajaran ini tidak hanya belajar teori saja tetapi juga mempraktikannya. Mata
pelajaran pengembangan diri ini adalah bagian dari salah satu muatan lokal yang
ada di rapor peserta didik. Tetapi mata pelajaran ini menjadi syarat kenaikan
kelas bagi peserta didik yang ada di lembaga tersebut sedangkan mata pelajaran
yang di pelajari tidak hanya satu mata pelajaran di bidang keagamaan saja
tetapi banyak mata pelajaran yang dipelajari.
Penelitian tentang keagamaan ini pernah dilakukan oleh Mohamad Jufriyadi,Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam
Menimgkatkatkan Pengamalan Keagamaan Siswa Di Sekolah Menengah Atas Islam (SMAI)
DEMPO TIMUR PASEAN PAMEKASAN, Pada Tahun 2012 [5],
yang sama-sama membahas tentang pelaksanaan kegiatan keagamaan di tingkat
Sekolah Lanjut Tingkat Atas (SLTA) namun penelitian dari saudara Mohammad
Jufriyadi ini kegiatan keagamaan yang ditelitinya itu tidak terbentuk mata
pelajaran.
Mata pelajaran pengembangan diri di bidang keagamaan
peneliti menemukan di Madrasah Aliyah (MA) sumber bungur pakong pamekasan, Hal
ini peneliti mendapatkan informasi dari salah satu peserta didik yang
bersekolah di MA sumber bungur , bahwa pengembangan diri ini termasuk salah
satu mata pelajaran yang ada di jadwal pelajarannya.[6]
Materi dari mata pelajaran PD sudah
di sediakan oleh lembaga(sekolah), tetapi mata pelajaran ini disetiap
kelas/tingkatnya tidak sama materinya, dan pelaksanaan dari Kegiatan Belajar
Mengajar (KBM) dimata pelajaran ini peserta didik harus bisa menyelesaikan
materi yang ada dikartu pengembangan diri, jika tidak dapat menyelesaikan
materi sebelumnya maka peserta didik tersebut tidak boleh ikut pada materi
selanjutnya, jadi peserta didik harus menyelesaikan materi sebelumnya untuk
bisa melanjutkan.
Dalam mata pelajaran PD menganut sistem belajar tuntas, dalam
sistem belajar tuntas peserta didik
tidak dapat melanjutkan materi pelajaran berikutnya jika belum menuntaskan
materi pelajaran sebelumnya.
Ada beberapa pendapat tentang belajar tuntas seperti pendapat dari:
“Menurut Buna’i, bahwa belajar tuntas adalah peserta didik tidak
diperkenankan mengerjakan pekerjaan berikutnya,sebelum mampu menyelesaikan
pekerjaan dengan prosedur yang benar,dan hasil yang baik”.[7]
“Menurut Kokom Komalasari Apabila semua indikator telah tuntas, dapat
dikatakan peserta didik telah menguasai
kompetensi dasar bersangkutan. Apabila jumlah indikator dari suatu
kompetensi dasar yang belum tuntas sama atau lebih dari 50% peserta didik belum dapat mempelajari kompetensi
dasar berikutnya”.[8]
Jadi jika peserta didik bisa dikatakan tuntas maka dia harus bisa
menyelesaikan materi sebelumnya. Untuk itu di mata pelajaran PD ada sedikit
yang membedakan yaitu mata pelajaran ini menjadi penentu dari kenaikan kelas
peserta didik, sedangkang penilaian tidak hanya dilakukan di mata pelajaran
ini,penilaian juga dilakukan di semua mata pelajaran yang bersangkuatan.
Dan sistem evaluasinyapun juga berbeda, di mata pelajaran ini tidak ada
sistem ujian formatif dan sumatif, hanya saja peserta didik didik di tuntut
untuk memahami dan menghafal materi yang sudah disediakan. Jika peserta didik
tidak melaksanakan ujian formatif dan sumatif dapat dari mana peserta didik
nilai yang ada di rapor tersebut.
Metode belajar dalam mata pelajaran PD menggunakan starategi pembelajaran
ceramah dengan metode menghafal, peserta didik menyetor hafalan kepada guru
sesuai materi yang sudah ada, untuk menghafal materi peserta didik harus mampu
menguasai materi tersebut dan juga mampu mengingatnya, “menurut Syaiful Bahri Djamarah,
bahwa menghafal adalah suatu aktifitas
menanamkan suatu materi verbal di dalam ingatan, sehingga nantinya dapat
diproduksikan (ingatan) kembali secara harfiah,sesuai dengan materi yang asli”.[9]
Jika peserta didik sudah mampu menghafal materi yang disediakan maka
peserta didik bisa menghafal materi selanjutnya, namun dalam menghafal peserta
didik dibatasi peserta didik dapat menghafal minimal satu materi hafalan dan
maksimal tiga materi hafalan, batas
menghafal ini dilaksanakan di dalam kelas, namun bagi peserta didik yang belum
tuntas maka dia bisa menghafal di luar kelas tanpa ada batas penghafalan,
sistem seperti ini dilaksanakan untuk mengejar ketertinggalan materi PD.
Alasan
peneliti melakukan penelitian ini pertama mata pelajaran pengembangan
diri dijadikan sebagai syarat kenaikan kelas, namun penilaian tidak hanya
dilakukan pada mata pelajaran ini tetapi juga dilakukan pada mata pelajaran
lainnya.
Kedua tidak ada
kegiatan ujian formatif dan sumatif di mata pelajaran PD, tetapi di rapor
peserta didik ada nilainya. Ketiga strategi
dan metode yang digunakan dalam pembelajaran ini yaitu metode ceramah dan
starategi menghafal.
Maka dari itu penulis mengangkat judul “Mata Pelajaran Pengembangan Diri (PD) Dalam Bidang Keagamaan Sebagai Syarat Kenaikan
Kelas Di Madrasah Aliyah (MA) Sumber Bungur Pakong Pamekasan”.
B.
Fokus Penelitian
1.
Mengapa Mata Pelajaran Pengembangan Diri (PD) sebagai syarat
kenaikan kelas di Madrasah Aliyah (MA) sumber Bungur Pakong Pamekasan?
2.
Bagaimana pola pembelajaran mata pelajaran
Pengembangan Diri (PD) di Madrasah
Aliyah (MA) Sumber
Bungur Pakong Pamekasan?
3.
Bagaimana metode evaluasi yang diterapkan pada
mata pelajaran Pengembangan Diri (PD) MA Sumber Bungur Pakong Pemekasan ?
C.
Tujuan Penelitian
1.
Untuk
mengetahui Mata Pelajaran Pengembangan Diri
(PD) sebagai syarat kenaikan kelas di MA sumber Bungur Pakong Pamekasan.
2.
Untuk mengetahui pola pembelajaran mata
pelajaran Pengembangan Diri (PD) di MA Sumber Bungur Pakong Pamekasan.
3.
Untuk mengetahui metode evaluasi yang
diterapkan pada mata pelajaran Pengembangan Diri (PD) MA Sumber Bungur Pakong
Pemekasan.
D.
Kegunaan
Penelitian
Dalam penelitian ini mempunyai dua kegunaan, yaitu makna secara teoritis
dan makna secara praktis.
1. Secara teoritis
a.
Bagi Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri ( STAIN ) Pamekasan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi perpustakaan, sebagai
sumber kajian bagi para mahasiswa yang hendak mengetahui atau bahkan meneliti
dalam konteks yang sama, sehingga dapat ditindak lanjuti untuk kepentingan
pengembangan keilmuan pada masa-masa yang akan datang.
b. Bagi guru
Hasil penelitian ini akan menjadi tambahan pengalaman dalam ilmu
pengetahuan, serta dapat membuka wacana pemikiran guru sebagai tanggung jawab
atas tercapainya tujuan pendidikan dan dapat melaksanakan proses belajar
mengajar dengan baik, sehingga tepat sasaran .
c. Bagi siswa
Agar senantiasa melaksanakan
tugasnya yaitu mengikuti proses belajar mengajar dengan konsentrasi, sehingga
hasil belajarnya mencapai prestasi yang baik.
d. Bagi mahasiswa
Dari hasil penelitian ini, agar dapat diterapkan oleh mahasiswa khususnya
yang telah terlibat dalam pendidikan yakni telah mengajar di salah satu Satuan
Pendidikan.
e. MA Sumber Bungur Pakong Pamekasan.
Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam upaya meningkatkan
dalam pelaksanaan evaluasi hasil belajar yang dilakukan oleh guru-guru di MA
Sumber Bungur Pakong Pamekasan.
2. Secara praktis
- Bagi penelriti
Hasil penelitian ini akan menjadi tambahan pengalaman dalam ilmu
pengetahuan, serta dapat membuka wacana pemikiran peneliti sebagai tanggung
jawab atas tercapainya tujuan pendidikan dalam meningkatkan hasil belajar siswa.
E.
Definisi Istilah
Penulis perlu menguraikan
beberapa istilah agar para pembaca dalam memahami istilah-istilah yang
digunakan memiliki persepsi dan pemahaman dalam sproposal skripsi ini.
Istilah-istilah tersebut diuraikan sebagai berikut:
Mata pelajaran Pengembangan
Diri adalah salah satu bagian dari pendidikan agama islam yang mempelajari
dalam bidang keagamaan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan tentang agama islam,
dan sebagai dasar untuk meningkatkan ibadah kepada Allah SWT.
Syarat adalah
sesuatu yang harus dipenuhi atau sesuatu yang harus dilaksanakan oleh seseorang atau kelompok.
Keagamaan adalah hal-hal yang
berkaitan dengan ajaran agama(cara manusia berhubungan dengan Tuhannya).
Jadi yang dimaksud dengan
judul di atas adalah mata pelajaran di bidang keagamaan yang dapat
dijadikan sebagai syarat kenaikan kelas
bagi peserta didik di Madrasah Aliyah (MA) sumber bungur pakong pamekasan.
F. Kajian Pustaka
1. Kajian Teoritk
Pengembangan Diri adalah mata pelajaran yang berisikan materi-materi
tentang agama islam, materi yang ada dimata pelajaran ini seperti: do’a sesudah
sholat sunnah, asmaul husna, praktik sholat, dan lain-lainnya. Mata pelajaran
ini juga berfungsi sebagai latihan kerohanian bagi siswa, karena mata pelajaran
PD lebih menginginkan jiwa peserta didik menjadi lebih baik.
Menurut Oemar Hamalik, belajar menurut psikologi daya menurut teori ini
jiwa manusia terdiri dari berbagai daya,mengingat, merasakan,kemauan dan
sebagainya. Tiap daya mempunyai fungsinya sendiri-sendiri. Tiap orang mempunyai/memiliki
semua daya-daya itu, hanya berbeda kekuatannya saja. Agar daya-daya itu
berkembang, maka daya – daya itu perlu dilatih, sehingga dapat berfungsi.[10]
Sama halnya dengan konsep diri yang juga mengembangkan daya seseorang tentang dirinya, yang diperoleh
melalui pengalaman-pengalaman, maka konsep diri ini akan dibahas dibawah ini:
A. Pengertian Konsep Diri
Menurut Hendriati
Agustini, Konsep diri merupakan
gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui
pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan.[11]
Dimensi-dimensi dalam
Konsep Diri
a. Dimensi Internal
Dimensi internal adalah suatu
penilaian yang dilakukan oleh individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan apa
yang terdapat didalam dirinya. Dalam dimensi ini ada tiga aspek yaitu:
1. Diri identitas.
Pada bagian ini merupakan hal yang mendasar bagi individu, karena individu
masih mempertanyakan ”siapa dirinya?”
2. Diri pelaku.
Pada bagian ini merupakan kesadaran individu tentang tingkah lakunya dan
cara mempertanggung jawabkan.
3. Diri penerimaan/penilai
Diri penilai sebagai pengamat,evaluator, kedudukannya sebagai perantara
antara identitas dan diri pelaku. Diri penilai menentukan kepuasaan dirinya
atau seberapa jauh seseorang menerima dirinya. [12]
b. Dimensi Eksternal
Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan
aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, dan hal-hal diluar dirinya.
Pada dimensi eksternal cakupannya lebih luas, bisaberkaitan dengan
sekolah,organisasi, agama, dan sebagainya. Dimensi eksternal yang bersifat umum
di bedakan menjadi lima macam bentuk, yaitu:
1. Diri fisik
Diri fisik menyangkut anggapan seseorang terhadap dirinya secara fisik, hal
ini terlihat saat individu berpenampilan dan keadaan tubuhnya.
2. Diri etik-moral
Diri etik-moral bagian ini individu dilihat dar standar pertimbangan nilai
moral dan etika. Hal ini menyangkut anggapan seseorang mengenai hubungan dengan
Tuhan, kepuasan seseorang dengan kehidupan keagamaanya dan nilai-nilai moral
yang di pegangnya.
3. Diri pribadi
Diri pribadi merupakan perasaan seseorang tentang keadaan pribadinya.
Dimana individu merasa puas terhadap pribadinya atau sejauh mana ia merasa
dirinya sebagai pribadi yang tepat.
4. Diri keluarga
Diri keluarga menunjukkan sejauh mana individu berperan dan berfungsi
sebagai anggota kelurganya.
5. Diri sosial
Bagian ini merupakan penilaian individu terhadap interaksinya dengan
lingkungan sekitarnya.[13]
Kaitannya mata pelajaran PD yaitu terletak pada dimensi eksternal pada
bentuk diri etik-moral,dimana di dalam etik moral ini membahas tentang hubungan
dengan Tuhan, kepuasan seseorang dengan kehidupan keagamaanya dan nilai-nilai
moral yang di pegangnya, hal ini bisa di lihat di dalam materi mata pelajaran
PD yang berkaitan dengan.
B. Alat Ukur Evaluasi Diri
Bentuk
evaluasi diri menggunakan alat ukur nontes, karena menekankan peserta didik
untuk terampil dalam menguasai materi. Adapun alat ukur nontes ini ” menurut M.
Sukardi,sebagai berikut:
1). Model skoring
Alat ukur
nontes jenis skoring, pada umumnya digunakan oleh guru atau para evaluatoruntuk
mengevaluasi siswa dengan model titik,tingkat, atau pada skala dengan acuan
langsung. Para siswa, dalam hal ini tanpa dibandingkan dengan siswa lain dalam
kelasnya, memdapatkan hasil penilaian mereka.
2). Model ranking
Alat ukur
nontes dengan model rating dikatakan menggunakan tipe ranking. Pada alat ukur
rating dengan jenis ranking, para guru sebagai evaluator mengatur nama siswa
secara berurutan, dengan mempertimbangkan statusatau posisisiswa dalam karakter
spesifik yang diperlukan, misalnya
tertinggi,rerata,dan terendah.
Dilihat dari
aspek fisik, alat ukur rating yang sering digunakan dalam evaluasi pendidikan
dapat dikelompokkan dalam beberapa bentuk, yaitu daftar lis,skala rating, dan
kartu-kartu skor. Alat ukur rating tersebut sangat berguna untuk mengevaluasi,
terutama mutu pribadi, sedangkan skala rating dan kartu-kartu skor tepat
digunakan untuk mengevaluasi macam-macam keterampilan yang dibedakan dalam
indikator produksi dan penampilan yang disebabkan oleh adanya proses serta
perkembangan keterampilan kerja, setelah memperoleh pembinaan dari guru.[14]
C. Pemberian Nilai kepada Peserta Didik
Setelah melakukan proses belajar mengajar dan mengevaluasi, maka guru akan
memberikan nilai kepada peserta didik sesuai dengan ketentuan dan kemampuan
peserta didiknya.
Menurut
Martinis Yamin, penilaian-penilaian itu dilakukan untuk menilai proses
pembelajaran, menilai prestasi siswa dalam suatu bidang pembelajaran. Penilaian
proses pembelajaran yaitu menilai kegiatan pembelarajan dari awal sampai akhir
pembelajaran.[15]
Dalam penilaian seorang guru harus memiliki Kriteria Ketuntasan Minimum
(KKM) untuk memudahkan guru dalam menilai.
Menurut Novan
Ardy Wiyani, untuk nilai ketuntasan kompetensi yang harus dicapai oleh peserta
didik dapat ditetapkan oleh guru dengan nilai ketuntasan minimum secara
bertahap dan terencana agar memperoleh nilai yang ideal, yaitu 100. Nilai
ketuntasan minimum tersebut biasanya disebut dengan istilah kriteria
ketuntasan minimum (KKM) dan setiap mata pelajaran memiliki KKM yang
berbeda. KKM di setiap mata pelajaran tersebut ditentukan oleh tiga hal sebagai
berikut:
a. Kompleksitas, yaitu kesulitan atau kerumitan setiap indikator pencapaian
kompetensi atau Kompetensi Dasar (KD) itu sendiri yang harus dicapai oleh
peserta didik.
b. Daya dukung, yaitu kemampuan sumber daya berupa tenaga,sarana, prasarana,biaya, stakeholders sekolah,
dan lainnya.
c. Intake, yaitu hasil belajar peserta didik sebelumnya, bisa pada semester
yang lalu maupun tahun pelajaran yang
lalu.[16]
Tiga hal yanng perlu diperhatikan saat menentukan KKM yaitu:
1. Kesulitan dan kerumitan dari KD yang harus dicapai oleh peserta didik.
2. Adanya sarana dan prasana yang mendukung.
3. Hasil belajar dari semester sebelumnya, hal ni bisa digunakan saat penilaian akhir semester
genap.
Menurut Jamil Supratiningrum, ketuntasan belajar setiap indikator yang
telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar antara 0-100%. Kriteria
ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator 75%. Satuan pendidikan harus
menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan mempertimbangkan tingkat
kemampuan rata-rata siswa serta kemampuan sumber daya pendukung dalam
penyelenggaraan pembelajaran.[17]
Menurut Muhibbin Syah, tentang pemberian nilai
kepada peserta didik, dia berendapat bahwa setelah mengetahui indikator
prestasi belajar, guru perlu pula mengetahui bagaimana kiat menetapkan batas
minimal keberhasilan belajar para siswanya. Hal ini penting karena
mempertimbangkan batas terendah prestasi siswa yang dianggap berhasil dalam
arti luas bukanlah perkara mudah. Keberhasilan dalam arti luas berarti
keberhasilan yang meliputi ranah cipta,rasa,dan karsa siswa.[18]
D. Fungsi penilaian
Menurut Kunandar, penilaian kelas memiliki
fungsi sebagai berikut:
a) Menggambarkan sejauh mana seorang peserta didik telah menguasai suatu
kompetensi.
b) Mengevaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka membantu peserta
didik dalam rangka membantu peserta didik memahami dirinya, membuat keputusan
tentang langkah berikutnya,baik untuk pemilihan program,pengembangan
kepribadian, maupun untuk penjurusan(sebagai bmbingan).
c) Menemukan kesulitan belajar dan kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan
peserta didik dan sebagai alat diagnosis yang membantu guru menentukan apakah
seseorang perlu mengikuti remidial atau pengayaan.
d) Siswa mendapat kepuasan atas apa yang telah dikerjakannya.
e) Membantu guru membuat pertimbangan administrasi dan akademis, terutama
menyangkut metode mengajar yang tepat dan efektif.[19]
Penilaian juga mempunyai fungsi sebagai
berikut:
a) Formatif, yaitu merupakan umpan balik bagi guru sebagai dasar untuk
memperbaiki proses belajar mengajar dan mengadakan program remedial bagi siswa
yang belum menguasai sepenuhnya materi yang dipelajari.
b) Sumatif, yaitu dapat mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi
pelajaran, menentukan angka nilai sebagai bahan keputusan kenaikan kelas dan
laporan perkembanagan belajar siswa, serta dapat meningkatkan motivasi belajar
siswa.
c) Diagnostik, yaitu dapat mengetahui latar belakang siswa
(psikologis,fisik,dan lingkungan) yang mengalami kesulitan belajar.
d) Seleksi dan penempatan, yaitu hasil penilaian dapat dijadikan dasar untuk
menyeleksi dan menempatkan siswa sesuai dengan minat dan kemampuannya.[20]
Jadi fungsi
dari penilaian itu sendiri yaitu:
1. Dapat mengetahui sejauh mana kemampuan peserta didik dalam menyerap ilmu
pengetahuan di dalam kelas.
2. Mengidentifikasi kesulitan belajar yang di alami oleh peserta didik.
3. Membantu guru dalam memperbaiki metode belajar.
E. Pemanfaatan Informasi Hasil Penilaian
Penilaian kelas menghasilkan
informasi pencapaian kompetensi peserta didik yang dapat digunakan antara lain:
a. Bagi Peserta Didik yang Memerlukan Remedial
Remedial diberikan kepada peserta didik yang belum mencapai kriteria
ketuntasan belajar, dan nilai yang dicapai tidak mmencapai KKM, Remedial hanya
diberikan untuk indikator yang belum tuntas.
b. Bagi Peserta Didik yang Memerlukan Pengayaan
Pengayaan dilakukan bagi peserta didik yang memiliki penguasaan lebih cepat
dibandingkan peserta didik lainnya, atau peserta didik yang mencapai ketuntasan
belajar ketika sebagian besar peserta didik yang lain belum.
c. Bagi Guru
Guru dapat memanfaatkan hasil penilaian untuk perbaikan program dan
kegiatan pembelajaran.
d. Bagi Kepala Sekolah
Hasil penilaian dapat digunakan kepala sekolah unuk menilai kinerja guru
dan tingkat keberhasilan siswa.[21]
F. Pelaporan Hasil Belajar
a. Laporan sebagai Akuntabilitas Publik
Laporan
kemajuan hasil belajar peserta didik dibuat sebagai pertanggung jawaban lembaga
sekolah kepada orang tua/wali peserta didik, komite sekolah, masyarakat, dan
instasi terkait lainnya. Laporan tersebut merupakan sarana komunikasi dan kerja sama antara
sekolah,orang tua, dan masyarakat yang bermanfaat, baik bagi kemajuan belajar peserta didik
maupun pengembangan sekolah.
Pelaporan
hasil belajar yang dibuat oleh guru hendaknya memenuhi kriteria berikut :
1. Merinci hasil belajar peserta didik berdasarkan kriteria yang telah ditentukan
dan dikaitkan dengan penilaian yang bermanfaat bagi pengembangan peserta didik.
2. Memberikan informasi yang jelas,komprehensif, dan akurat.
b. Bentuk Laporan
Laporan
kemajuan belajar peserta didik dalam mata pelajaran dapat disajikan, baik dalam
data kuantitatif maupun kualitatif. Data kuantitatif disajikan dalam angka
(skor). Laporan harus disajikan dalam bentuk yang lebih komunikatif dan
komprehensif agar tingkat kemajuan belajar peserta didik mudah terbaca dan
dipahami. Dengan demikian orang tua/wali lebih mudah mengidentifikasi
kompetensi yang dimiliki peserta didik, sehingga dapat menentukan jenis bantan
yang diperlikan bagi anaknya.
c. Rekap Nilai
Rekap nilai
merupakan rekap kemajuan belajar peserta didik, yang berisi informasi tentang
pencapaian kompetensi peserta didik untuk setiap Kompetensi Dasar, dalam ukuran
waktu satu semester. Rekap nilai diperlukan sebagai alat kontrol bagi guru
tentang perkembangan hasil belajar peserta didik, sehingga diketahui kapan
peserta didik memerlukan remedial.
d. Rapor
Rapor adalah
laporan kemajuan belajar peserta didik dalam kurun waktu satu semester. Laporan
prestasi mata pelajaran, berisi informasi tentang pencapaian kompetensi yang
telah ditetapkan, nilai pada rapor merupakan gambaran kemampuan peserta didik.[22]
Setelah dilaksanakan proses belajar mengajar, evaluasi belajar,pemberian
nilai oleh guru kepada peserta didik yang di dokumentasikan dalam bentuk
rapor,di dalam rapor ada pemberitahuan tentang peserta didik atau catatan
tentang peserta didik, biasanya laporan naik tingkat atau tidak naik tingkat di
tentukan oleh pihak sekolah setelah melaksanakan ujian sumatif.
G. Sistem Tingkat atau kenaikan kelas
a. Sistem Tingkat
Sistem tingkat adalah suatu bentuk penghargaan kepada peserta didik setelah
memenuhi kriteria dan waktu tertentu dalam bentuk kenaikan satu tingkat ke
jenjang yang lebuh tinggi. Kriteria mengacu kepadarestasi akademik dan prestasi
lainnya, sedangkan waktu mengacu kepada lama peserta didik berada di tingkat
tersebut. Misalnya jika peserta didik yang berada di kelas satu sudah memenuhi
persyaratan, baik dari segi waktu, maupun kemampuan untuk naik ke tingkat
berikutnya, maka ia dinaikkan.[23]
b. Beberapa Pertimbanagan Kenaikan Tingkat
Kelebihan-kelebihan sistem tingkat adalah sebagai berikut :
1. Prestasi yang bersangkutan. Apakah prestasi yang dicapai pada tingkat
sebelumnya, memungkinkan kepada yang bersangkutan untuk dapat belajar dengan
baik pada tingkat atasnya. Jika peserta didik berada di atas rata-rata kelas,
maka ia layak dinaikkan. Sebaliknya kalau berada di bawah rata-rata kelas,
tidak dapat dinaikkan kecuali ada pertimbangan-pertimbangan tertentu yang
membolehkan.
2. Waktu kenaikan tingkat. Meskipun mungkin peserta didik mempunyai kemampuan
untuk dinaikkan, jika masa kenaikan tingkat belum waktunya, yang bersangkutan
tidak mungkin dinaikkan sendiri.
3. Persyaratan administratif sekolah seperti kecukupan hadir peserta didik
dalam pelajaran yang dilaksanakan sekolah. Meskipun peserta didik mempunyai
nilai yang bagus di atas rata-rata kelas, dan dari segi periode waktu memenuhi
syarat untuk naik tingkat, tetapi jika absensinya banyak dan tidak memenuhi
syarat berdasarkan kebijaksanaan sekolah, maka yang bersangkutan juga perlu dipertimbangkan
kenaikannya.[24]
2.Kajian
Penelitian Terdahulu
Dalam kajian atau penelitian terdahulu tentang kegiatan keagamaan ini sudah
diteliti oleh Mohamad Jufriyadi,Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam
Menimgkatkatkan Pengamalan Keagamaan Siswa Di Sekolah Menengah Atas Islam (SMAI)
DEMPO TIMUR PASEAN PAMEKASAN, Pada Tahun 2012.[25]
Persamaan dengan penelitian yang sedang peneliti lakukan adalah sebagai
berikut:
a. Sama-sama mengkaji tentang praktek ibadah keagamaan yang diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
b. Sama-sama mengkaji tentang praktek ibadah keagmaan yang diterapkan di
tingkat Sekolah Lanjut Tingkat Atas (SLTA).
Perbedaan
penelitian yang sedang peneliti lakukan adalah sebagai berikut:
a. Kegiatan praktek ibadah keagamaan yang ada
di MA Sumber Bungur Pakong Pamekasan berbentuk Mata Pelajaran
Pengembangan Diri, sedangkan penelitian terdahulu tidak berbentuk mata
pelajaran dan langsung diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
b. Kegiatan praktek ibadah keagamaan ini di nilai oleh guru pengajar dari mata
pelajaran pengembangan diri di MA Sumber Bungur Pakong Pamekasan, dan dimasukan
ke rapor peserta didik, sedangkan penelitian terdahulu kegiatan praktek amal
ibadahnya tidak dimasukan kedalam rapor.
c. Kegiatan praktek ibadah keagaman yang ada di MA Sumber Pakong Pamekasan dijadikan
sebagi penentu kenaikan kelas, sedangkan penelitian terdahulu tidak dijadikan
sebagai syarat kenaikan kelas.
H. Metode Penelitian
1.
Pendekatan dan jenis penelittian
Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif, metodologi kualitatif
adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang dan prilaku yang dapat diamati [26]
Penelitian
kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa
yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan, dan lain-lain., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam
bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah. [27]
Adapun jenis penelitian ini adalah Deskriptif,
jenis penelitian deskriptif adalah data yang dikumpulkan berupa kata-kata yang
di tafsirkan oleh peneiliti yang didapat oleh: gambar,dokumen,wawancara, dan
catatan lapangan yang berkaitan dengan fokus penelitian.
2.
Kehadiran Peneliti
Kehadiran
peneliti dilapangan merupakan salah-satu langkah yang penting dalam penelitian
yang memakai pendekatan kualitatif.Kehadiran dilapangan dalam rangka untuk
memperoleh informasi atau seperangkat data yang dibutuhkan peneliti sesuai
dengan tujuan peneliti.
Dalam
penelitian ini, peneliti seabagai kunci sekaligus pengumpulan data, dengan
melakukan wawancara dan observasi, peneliti dapat mengetahui gambaran yang utuh tentang subyek penelitian.
Pada tahap awal kehadiran penulis dilokasi penelitian ini, penulis menghubungi
Kepala Sekolah MA Sumber Bungur Pakong Pamekasan untuk mendapatkan informasi tentang nara sumber
yang dapat dihubungi. Selajutnya pengumpulan data disesuaikan dengan waktu
senggang subyek penelitian.Untuk pelaksanan wawancara dan observasi terlebih
dahulu melalui persetujuan dari pihak yang bersangkutan.
3.
Lokasi Penelitian
Lokasi
penelitian ini dilakukan di MA Sumber Bungur
Pakong Pamekasan, dimana lokasi ini
dipilih oleh peneliti karena adanya pertimbangan, dimana sekolah ini berada
dalam naungan pondok pesantren Sumber Bungur Pakong Pamekasan namun mata
pelajaran di sekolah ini tidak menggunakan kitab kuning seperti pelajaran yang
ada di pondok pesantren, mata pelajaran di sekolah ini sama dengan sekolah yang
sederajat.
4.
Sumber Data
Menurut
Lofland yang dikutip oleh Lexy J. Moleong bahwa data utama dalam penelitian
kualitatif adalah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.[28]
Sumber data
dalam penelitian ini adalah manusia dan non-manusia.Sumber data manusia adalah
kepala sekolah, waka kurikulum, guru, dan siswa. Data tersebut dirumuskan
dengan transkip wawancara dan catatan hasil pengamatan di lapangan.Sedangkan sumber
data non manusia yang dimaksud adalah dokumen yang berhubungan dengan fokus
penelitian.
5.
Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah observasi, wawancara dan dokumentasi.
1.
Observasi
Observasi
adalah metode atau atau cara- cara menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah
laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok.[29]
a.
Observasi
berperan serta (participant observation)
Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari
orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian.
b.
Observasi
nonpartisipan
Dalam observasi nonpartisipan ini peneliti tidak terlibat langsung
dengan aktivitas orang-orang yang sedang diamati melainkan sebagai pengamat
independen saja.[30]
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
teknik observasi partisipatif tidak langsung, karena peneliti dalam proses
pengumpulan data terjun kelapangan tetapi tidak ikut berpartisipasi dalam
proses pembelajaran.
2.
Wawancara/interview
Meneurut
Esterberg yang dikutip oleh Sugiyono, bahwa wawancara adalah pertemuan
dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui Tanya jawab, sehingga dapat
dikonstruksikan makna dalam suatu topic tertentu.[31]
Menurut
Esterberg yang dikutip oleh Sugiyono, bahwa dia mengemukakan beberapa macam
wawancara, yaitu :
a.
Wawancara terstruktur
Wawancara
terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpilan data, oleh karena itu dalam
wawancara, pengumpul data telah menyiapkan instrument penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan
tertulis yang alternatif jawabannya pun
telah disiapkan. Dengan wawancara terstruktur ini setiap responden diberi
pertanyaan yang sama dan pengumpul data mencatatnya.
Dalam
melakukan wawancara,selain harus membawa instrumen sebagai pedoman untuk
wawancara, maka pengumpul data juga dapat menggunakan alat bantu seperti tape
recorder,gambar,brosur dan material lain
yang dapat membantu pelaksanaan wawancara menjadi lancar.
b.
Wawancara semiterstruktur
Wawancara
semiterstruktur termasuk dalam kategori in-dept interview,dimana dalam
pelaksanaannya lebih bebas dibandingkan dengan wawncara terstruktur. Tujuan
dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih
terbuka.
c.
Wawancara tak berstruktur
Wawancara tak
terstruktur adalah wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan
pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk
pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis
besar permasalahan yang akan ditanyakan.[32]
Dalam
penelitain ini peneliti menggunakan wawancara semiterstruktur, karena peneliti
secara bebas dapat mengembangkan pertanyaan-pertanyaan demi mendapatkan
informasi yang akurat.
3.
Dokumentasi
Dokumen
merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.Dokumen bisa berbetuk tulisan,
gambar atau karya-karya monumental dari seseorang.Studi dokumen merupakan
pelengkap dari pengguna metode observasi dan wawancara dalam penelitian
kualitatif.[33]
6.
Analisis Data
Menurut Bogdan
& Biklen yang dikutip oleh Lexy J. Moleong, bahwa Analisis data adalah
upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,mengorganisasikan
data,memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya,
mencari, dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dapat diceritakan
kepada orang lain.[34]
Dalam analisis
data ada beberaa langkah, yaitu:
a. Data Reduction
(Reduksi Data)
Mereduksi data
berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang
penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi
akan memberikan gambaran yang lebih jelas.[35]
Adapun dalam
mereduksi data yang dilakukan oleh peneliti senagai berikut:
1.
Cheking (pengecekan)
Pengecekan
data dilakukan dengan memeriksa kembali lembar transkip data wawancara
observasi dan dokumen untuk mengetahui tingkat kelengkapan data yang diperlukan
2.
. Organising (pengelompokan)
Pengelompokan data dilakukan untuk memudahkan
dalam pengelompokan data.Karena penelitian ini merupakan penelitian kasuistik
yang menggunakan analisis kualitatif deskripsiptif, maka analisis dilakukan
adalah pada laporan yang menggambarkan apa yang terjadi, artinya analisis ini
merupakan analisis non-statistic. Analisis kualitatif deskriptif adalah data
yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka.
b. Data Display
(Penyajian Data)
Dalam
penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian
singkat,bagan,dan hubungan antar kategori. Yang paling sering digunakan dalam
penelitian kualiatatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.[36]
c. Conclusion
Drawing/ verification
Kesimpulan
dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum
pernah ada.Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang
sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi
jelas.[37]
7.
Pengecekan Keabsahan Data
a.
Perpajangan Keikutsertaan
Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam
pengumpulan data.Keikutsertaan peneliti sangat menentukandalam pengumpulan
data.Keikut sertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data.Keikut
sertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat, tetapi memerlukan
prpanjangan keikutsertaan pada latar penelitian.[38]
Kehadiran peneliti sangat
menentukan dalam pengumpulan data kehadiran peneliti tersebut tidak hanya
dilakukan dalam waktu yang singkat, tetapi memerlukan perpanjangan kehadiran
peneliti di lapangan diharapkan untuk lebih mengetahui kekuatan data yang
diperoleh.Karena dengan begitu peneliti dapat menguji ketidak benaran informasi
baik yang berasal dari dirinya ataupun dari responden dan membangun kepercayaan
subjek.
b.
Ketekunan Pengamatan
Ketekunan
pengamatan berarti mencari secara konsisten interpretasi dengan berbagai cara
dalam kaitan dengan proses analisis yang konsistan atau tentatif.[39]
Hal ini
berfungsi bagi peneliti untuk lebih mencermati pengamatan yang dilakukan di
lapangan, dan mengurangi keslahan-keslahan yang terdapat didalamnya, supaya
penelitian yang dilakukan oleh peneliti sesuai dengan fakta yang ada di
lapangan.
c.
Triangulasi
Triangulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain.di luar data itu
untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.
Empat macam triangulasi sebagai
teknik pemeriksaan yaitu:
1.
Triangulasi
dengan sumber berarti membandingkan dan
mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian
kualitatif.
2.
Triangulasi
dengan metode, menurut Patton yang dikutip oleh Lexy J. Moleong, terdapat dua strategi,
yaitu (1). Pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa
teknik pengumpulan data dan (2). Pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber
data dengan metode yang sama.
3.
Triangulasi
penyidik yaitu dengan cara memanfaatkan penelitian atau pengamat lainnya untuk
keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data.
4.
Triangulasi
dengan teori, menurut Lincoln dan Guba yang dikutip oleh Lexy J. Moleong,
berdasarkan anggapan bahwa fakta tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya
dengan satu atau lebih teori.[40]
Dalam
triangulasi peneliti menggunakan triangulasi sumber, karena data yang diperoleh
dari hasil pengamatan akan dibandingkan.
8.
Tahap-tahap Penelitian
Tahap-tahap penelitian yang ditempuh dalam
penelitian ini dikategorikan menjadi tiga tahap
a.
Tahap pralapangan, ini terdiri dari
1)
Menyusun rancangan penelitian
2)
Memilih lapangan penelitian
3)
Menyusun perizinan
4)
Menjajaki dan menilai keadaan lapangan
5)
Memilih dan memanfaatkna informan
6)
Menyiapkan perlengakapan penelitian
7)
Mengantisipasi persoalan perlengkapan
- Tahap
pekerjaan lapangan, terdiri dari :
1)
Memahami latar penelitian dan persiapan
2)
Memasuki lapangan
3)
Berperan serta sambil mengumpulkan data
- Tahap
analisis data, tahap ini meliputi:
Organisai dan
kategori data .
Daftar Rujukan
Agustini, Hendriati. Psikologi
Perkembangan, vol. 2, Bandung: PT
Refika Aditama, 2009
Buna’I, Metodelogi
Penelitian Pendidikan. Pamekasan: Stain Pamekasan Press,2006
Buna’I. Perencanaan
Pembelajaran PAI. Surabaya:Pena Salsabila,2015
Djamarah,
Syaiful Bahri. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta,2011.
Hamalik,Oemar.
Kurikulum Dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara,2008
Imron, Ali. Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah. Jakarta:
Bumi Aksara, 2012.
Komalasari,
Kokom. Pembelajaran Kontekstual Konsep Dan Aplikasi. Bandung: Refika Aditama,2010
Kunandar,
Guru Professional Implementas Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP )dan Sukses
dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2011.
Moleong, Lexy
J. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2014.
Prastowo,Andi. Metode Penelitian
Kualitatif Dalam Perspektif Rancangan Penelitian,vol.3, Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media,2014.
Sugiyono, Metidelogi
Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta CV, 2013.
Sukardi, M. Evaluasi pendidikan prinsip dan
operasionalnya, vol. 7 Jakarta: Bumi Aksara, 2012.
Sukmadinata,
Nana Syaodih. Landasan Psikologi Proses Pendidikan.Bandung:Rosda,2011
Supratiningrum,
Jamil. Strategi Pembelajaran Teori dan Aplikasi.Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2013.
Syah,Muhibbin.
Psikologi Belajar. Bandung: Remaja Rosdakarya,2013.
Wiyani, Novan
Ardy. Desain Pembelajaran Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruuzz Media,2013.
Yamin,Martinis.Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia. Jakarta:
Gaung Persada Press,2006.
Yani Arfina, Eka. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia,
Surabaya: Tiga Dua,--.
Yusuf, Syamsu.
Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja,vol. 12, Bandung: Remaja Rosdakarya,2011.
[5]
Mohamad
Jufriyadi, Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Menimgkatkatkan
Pengamalan Keagamaan Siswa Di Sekolah Menengah Atas Islam (SMAI) DEMPO TIMUR PASEAN PAMEKASAN, Pada Tahun 2012.
[6]
Hasil wawancara
dengan Mustafida Ghazali kelas XI IPA 1 pada tanggal 06- November-2016.
[8] Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual
Konsep Dan Aplikasi, vol. 1 (Bandung: Refika Aditama ,2010), hlm.172-173
[9] Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar,
vol. 3 (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), hlm.
29- 30.
[14]
M.Sukardi, Evaluasi pendidikan prinsip dan
operasionalnya, vol. 7 (Jakarta: Bumi Aksara,cetakan ketujuh, 2012)
hlm. 170-171.
[15]Martinis Yamin, Sertifikasi
Profesi Keguruan di Indonesia, vol. 2 (Jakarta: Gaung Persada Press, 2006) hlm.106-107.
[17] Jamil
Supratiningrum, Strategi Pembelajaran Teori dan Aplikasi, vol. 1 (Jakarta:
Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 131.
[19] Kunandar, Guru Professional Implementas
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP ) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru,
vol. 7 (Jakarta: Rajagrafindo Persada,2011), hlm. 396.
[23] Ali Imron, Manajemen Peserta Didik
Berbasis Sekolah, vol. 2
(Jakarta: Bumi Aksara, 2012) hlm
. 144.
[25]
Mohamad
Jufriyadi, Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Menimgkatkatkan Pengamalan
Keagamaan Siswa Di Sekolah Menengah Atas Islam (SMAI)
DEMPO TIMUR PASEAN PAMEKASAN, Pada Tahun 2012.
[30] Andi prastowo,
Metode Penelitian Kualitatif Dalam
Perspektif Rancangan Penelitian , vol. 3
(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,2014), hlm.220-221.
[31] Sugiyono, Metidelogi Penelitian
Kuantitatif Kualitatif Dan R&D (Bandung: Alfabeta CV, 2013) hlm. 231
[40]
Ibid, 330-331