Monday, 23 October 2017

Kepribadan Guru PAI Persepektif Albert Andura



Kepribadan Guru PAI Persepektif Albert Andura
Di susun unutk memnuhi tugas mata kuliah psikologis kepribadian
Yang di ampu oleh : Fathor Holiq,M.SI

Oeh


 








PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
TAHUN PELAJARAN 2017
KATA PENGANTAR

بسم الله الرحمن الرحيم
Alhamdulillahi robbil ‘alamin. Puja dan puji syukur kami panjatkankehadirat Allah SWT. Karena atas berkat dan tahmat-Nya saya bisa menyelesaikan tugas makalah  dari mata kuliah “MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA ARAB” yang diampu oleh Bapak Roychan Yasin, dengan judul “MEDIA GAMBAR TETAP DALAM PEMBELAJARAN BAHASA ARAB”. Dimana makalah in telah kami kerjakan semampu kami, meskipun pada kenyataannya masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan yang perlu diperbaiki.
          Shalawatullahi wasalamuhu semoga tetap tercurah limpahkan kepada junjungan nabi besar kita yakni Nabi Muhammad SAW. Yang mana berkat beliau lah kami semua tersangkis dari alam jahiliah menuju alam yang penuh berkah dan rahmat ini.
          Dan tidak lupa pula kami ucapkan banyak terima kasih bapak dosen yang telah member itugas makalah ini. Karena dengan ini kami bisa belajar tentang membedah buku secara tepat dan baik, dan kami bisa mengetahui apa yang dimaksud dengan hal tersebut. Meskipun makalah ini bisa saya selesaikan, kami menyadari bahwa masih banyak terdapat kekeliruan yang terdapat didalamnya. Oleh karena itu, kami memohon kritikan dam sarannya pada semua pembaca terutama bapak dosen selaku penilai makalah kami.
Wassalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh.





DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………..1
            A. latar belakang………………………………………………………………….1
            B. rumusan masalah………………………………………………………………1
            C. tujuan masalah…………………………………………………………………2
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………...3
A. Penertian Media Gambar Tetap……………………………………………….3
B. Macam-macam media gambar tetap…………………………………………..3
BAB III PENUTUP……………………………………………………………..6
            A. Kesimpulan……………………………………………………………………6
            B. Daftar Pustaka…………………………………………………………………7
BIOGRAFI

Albert Bandura dilahirkan pada tanggal 4 Desember 1925 diMondereAlberta, Canada. Dia memperoleh gelar Master di bidang psikologi pada tahun 1951 dan setahun kemudian ia juga meraih gelar doktor (Ph.D). Setahun setelah lulus, ia bekerja di Standford University.  Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran sosial (Social Learning Theory), salah satu konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan pada komponen kognitif dari pikiran, pemahaman dan evaluasi. Albert Bandura menjabat sebagai ketua APA pada tahun 1974 dan pernah dianugerahi penghargaan Distinguished Scientist Award pada tahun 1972.

B.     TEORI BELAJAR ALBERT BANDURA

Albert Bandura  yang oleh banyak ahli dianggap sebagai seorang behavioris masa kini yang moderat. Salah satu asumsi awal dan dasar teori kognisi sosial Bandura adalah bahwa manusia cukup fleksibel dan mampu mempelajari berbagai sikap, kemampuan, dan perilaku, serta cukup banyak dari pembelajaran tersebut yang merupakan hasil dari pengalaman tidak langsung. Tidak seperti  rekan-rekannya  sesama penganut  aliran behaviorisme, Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata-mata refleks otomatis atas stimulus  (S-R bond) melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif manusia itu sendiri.
Menurut aliran behaviorisme, setiap siswa lahir tanpa warisan/pembawaan apa-apa dari orang tuanya, dan belajar adalah kegiatan refleks-refleks jasmani terhadap stimulus yang ada   (S-R theory) serta tidak ada hubungannya dengan bakat dan kecerdasan atau warisan/ pembawaan.
Menurut aliran kognitif, setiap siswa lahir dengan bakat dan kemampuan mentalnya sendiri. Faktor bawaan ini memungkinkan siswa untuk menentukan merespon atau tidak terhadap stimulus, sehingga belajar tidak bersifat otomatis seperti robot.
Pendekatan teori sosial terhadap proses perkembangan sosial dan moral siswa ditekankan pada perlunya  conditioning(pembiasaan merespons) dan imitation (peniruan).
·         Conditioning,prosedur belajar dalam mengembangkan perilaku sosial dan moral pada dasarnya sama dengan prosedur belajar dalam mengembangkan perilaku-perilaku lainnya, yakni dengan reward (ganjaran/memberi hadiah atau mengganjar) dan punishment (hukuman/ memberi hukuman) untuk senantiasa berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu ia perbuat.
·         Imitation, proses imitasi atau peniruan. Dalam hal ini, orang tua dan guru seyogianya memainkan peran penting sebagai seorang model atau tokoh yang dijadikan contoh berperilaku sosial dan moral bagi siswa. Sebagai contoh, seorang siswa mengamati gurunya sendiri menerima seorang tamu, lalu menjawab salam, menjabat tangan, beramah tamah, dan seterusnya yang dilakukan guru tersebut diserap oleh memori siswa.
Semakin piawai dan berwibawa seorang model, semakin tinggi pula kualitas imitasi perilaku sosial dan moral siswa tersebut. Mengimitasi model merupakan elemen paling penting dalam hal bagaimana si anak belajar bahasa, berhadapan dengan agresi, mengembangkan perasaan moral dan belajar perilaku yang sesuai dengan gendernya.Analisis perilaku terapan (applied behaviour analysis) merupakan kombinasi dari pengkondisian dan modeling, yang dapat membantu menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan secara sosial.
Definisi belajar pada asasnya ialah tahapan perubahan perilaku siswa yang relative positif dan menetap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Proses belajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan perilaku kognitif, afektif dan psikomotor yang terjadi dalam diri siswa.
Belajar memiliki arti penting bagi siswa dalam :
a.       Melaksanakan kewajiban keagamaan.
b.      Meningkatkan derajat kehidupan.
c.       Mempertahankan dan mengembangkan kehidupan.
Teori pembelajaran terbaru Bandura disebut dengan teori kognitif sosial. Perubahan dari satu nama ke nama yang lain ini merefleksikan meningkatnya penekanan Bandura atas respon kognitif terhadap persepsi sebagai sesuatu yang mendasar dalam perkembangan.
Sementara itu, beberapa fase teori belajar sosial, diantaranya :
1)      Fase Memperhatikan (attentional phase)
Fase ini merupakan dasar dari suatu proses pengamatan. Tidak adanya perhatian yang terpusat, sulit bagi individu untuk melakukan pengamatan dan pembelajaran secara intensif. Berkembangnya perhatian individu terhadap suatu obyek berkaitan dengan daya ingatnya. Bagi remaja tertarik dan menaruh perhatian terhadap perilaku model tertentu, karena model tersebut dipandangnya sebagai yang hebat, unggul, berkuasa, anggun, berwibawa. Selain itu, berkembangnya perhatian oleh adanya kebutuhan dan minat pribadi. Untuk menarik perhatian para peserta didik, guru dapat mengekspresikan suara dengan intonasi khas ketika menyajikan pokok materi atau bergaya dengan mimik tersendiri ketika menyajikan contoh perilaku tertentu. Semakin erat hubungannya antara kebutuhan dan minat dengan perhatian, semakin kuat daya tariknya terhadap perhatian tersebut dan demikian pula sebaliknya.

2)      Fase Menyimpan (retention phase )
Setelah fase memperhatikan, seorang individu akan memperlihatkan tingkah laku yang sama dengan model tersebut ini berarti individu mengingat dan menyimpan stimulus yang diterimanya dalam bentuk simbol-simbol. Menurut Bandura bentuk-bentuk simbol tersebut tidak hanya diperoleh melalui pengamatan visual, tetapi juga verbalisasi. Pada anak-anak yang kekayaan verbalnya terbatas, maka kemampuan menirunya terbatas pada kemampuan untuk melakukan simbolisasi melalui pengamatan visual.

3)      Fase Mereproduksi (reproduction phase)
Pada tahap reproduksi, segala bayangan/citra mental (imagery) atau kode-kode simbolis yang berisi informasi pengetahuan dan perilaku yang telah tersimpan dalam memori para peserta didik itu diproduksi kembali. Untuk mengidentifikasi tingkat penguasaan para peserta didik, guru dapat menyuruh mereka membuat atau melakukan lagi apa-apa yang telah mereka serap misalnya dengan menggunakan sarana post-test.

4)      Fase Motivasi (motivation phase)
Tahap terakhir dalam proses terjadinya peristiwa atau perilaku belajar adalah tahap penerimaan dorongan yang berfungsi sebagai reinforcement ‘penguatan’ bersemayamnya segala informasi dalam memori para peserta didik. Pada tahap ini, guru dianjurkan untuk memberi pujian, hadiah, atau nilai tertentu kepada para peserta didikyang berkinerja memuaskan. Sementara itu, kepada mereka yang belum menunjukkan kinerja yang memuaskan perlu diyakinkan akan arti penting penguasaan materi atau perilaku yang disajikan model (guru) bagi kehidupan mereka. Seiring dengan upaya ini ada baiknya ditunjukkan bukti-bukti kerugian orang yang tidak menguasai materi atau perilaku tersebut.

C.    JENIS-JENIS PENIRUAN (MODELLING)
a.      PeniruanLangsung.
    Pembelajaran langsung dikembangkan berdasarkan teoripembelajaran social AlbertBandura. Ciri khas pembelajaran iniadalah adanya modeling, yaitu suatu  fase dimana seseorangmemodelkan atau mencontohkan sesuatu melalui demonstrasibagaimana suatu ketrampilan itu dilakukan. Meniru tingkah lakuyangditunjuk kan  oleh model melalui proses perhatian. Contoh : Menirugayapenyanyi yang disukai.
b.      PeniruanTakLangsung.
Peniruan Tak Langsung adalah melalui imaginasi atau perhatian secara tidak langsung. Contoh: 
Meniru watakyang dibacadalam buku, dan memperhatikan seorang guru mengajarkanrekannya.
c.       PeniruanGabungan.
Peniruan jenis ini adalah dengan cara menggabungkan tingkahlaku yang berlainan yaitu peniruan langsung dan tidak langsung.Contoh:Pelajar meniru gaya gurunya melukis dan caramewarnai dari pada buku yang dibacanya
d.      PeniruanSesaat / seketika.
Tingkahlaku yang ditiruhanyasesuaiuntuksituasitertentusaja.Contoh :Meniru Gaya Pakaian di TV, tetapitidakbolehdipakai di sekolah.
e.       PeniruanBerkelanjutan.
Tingkahlaku yang ditirubolehditonjolkandalamsituasiapapun.Contoh :Pelajarmenirugayabahasagurunya.

D.    APLIKASI TEORI BELAJAR SOSIAL ALBERT BANDURA

Contoh aplikasi teori belajar Bandura adalah ketika seorang anak belajar untukmengendaraisepeda. Ditahap perhatian,si anak akan tertarikmengamati para pengendara sepeda dibanding dengan orang yang melakukan aktifitas lain yang diaanggap kurang menarik.Oleh karena itu,ia akan mengamati bagaimana seseorang mengayuh sepeda. Selanjutnya pada tahap penyimpanan dalam ingatan si anak akan tersimpan bahwa bersepeda itu menyenangkan dan suatu saat jika waktunya tepat ia akan meminta ayahnya (semisal) untuk mengajarinya mengendarai sepeda. Semuanya itu kemudian dilaksanakan pada tahap reproduksidimana sianak kemudian benar-benar belajar mengendarai sepeda bersama sang ayah.Ketika anak itu sudah berhasil,di sinilah tugas sang ayah untuk memberi reward sebagai bentuk apresiasi atas keberhasilan sang anak sekaligus merupakan Tahap motivasi.

E.     PENERAPAN PADA PEMBELAJARAN PAI

Penerapanteori Albert Bandura padapembelajaran PAI sangatcocok, karenaseperti yang kitaketahuibahwa dalam Islam keteladanan tertinggi ada pada Nabi Muhammad SAW dialah yang menjadi panutan dan suri teladan bagi kaum muslimin seluruhnya. Segala sikap dan tingkah lakukaum muslimin pastilah harus mengikuti sikapdan perilaku beliau, makamengikuti apa-apa yang datang dari Nabi saw.
adalah termasuk ibadah danmengandung pahala. Hal ini tidak lain karena Allah telah menetapkan agar Rasul-Nya selalu menjadi contoh yang baik dan karena Allahlah yang telah mendidiknya dengan didikan yang sebaik-baiknya.
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.
Dengan demikian keteladanan menjadi sarana pendidikan yang lebih efektif dari sekadar kata-kata perintah kepada anak-anak tanpa adanya contoh nyata dari orang tua. Karena kata-kata perintah tanpa adanya contoh nyata adalah sama dengan omong kosong. Orang tua yang selalu memerintahkan untuk membaca buku, tetapi mereka sendiri dalam kesehariannya tidak sedikit pun memegang, apalagi membaca buku, bukannya membuat anak gemar membaca, melainkan yang terjadi adalah kekecewaan anak terhadap perilaku orang tuanya. Padahal, dengan selalu membaca buku di depan anak-anak, cukuplah membuat anak-anak gemar membaca tanpa harus ada perintah dari orang tua. Demikian juga orang tua yang selalu menyuruh anaknya untuk shalat atau melakukan ibadah lainnya, namun mereka sendiri tidak melakukannya, maka hal ini hanya akan membuat anak-anak mereka menjadi kehilangan contoh yang dapat diikuti dan membuat mereka menjadi bebal (susah diatur).

DAFTAR PUSTAKA