BAB II
PEMBAHASAN
A. Hadits
Sebagai Sumber Hukum Disamping Al-Qur’an
Seluruh umat islam di dunia mengetahui
bahwa didalam al-qur’an terkandung garis-garis besar syari’at, bahkan seluruh
umat muslim meyakini akan hal itu. Selain itu al-qur’an merupakan dasar pokok
ajaran islam. Seperti kita ketahui bahwa al-qur’an memuat garis-garis besar
haluan agama islam. Al-qur’an juga berfungsi sebagai pedoman hidup kita di
dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu meykini akan adanya al-qur’an
merupakan hal wajib bagi kita sebagai umat muslim.
Seseorang tidak akan dapat memahami
apalagi melaksanakan isi al-qur’an tanpa banyak mengetahui tenntang hadits.
Karena hadits merupakan mubayyin dan al-qur’an.
Imam Ahmad berkata “sesungguhnya sunah menafsirkan al-qur’an dan menerangkannya.[1]
Dengan demikian antara al-qur’an dan
hadits memiliki kaitan yang sangat erat
yang tidak dapat dipisahkan.
Hadits
sebagai sumber hukum islam kedua setelah al-qur’an.[2]
Untuk mengetahui sejauh mana keduduk an
hdits sebagai sumber hukum islam, dapat dilihat dari beberapa dalil berikut
ini:
1. Petunjuk
Iman
Islam
menjadikan iman kepada Allah dan rasul-Nya sebagai prinsip keimanan yang paling
pokok. Sedangkan prinsip keimanan yang lain merupakan konsekwensi logis dan dua
prinsiip keimanan tersebuut diatas. Hal ini merujuk kepada firman Allah
dalam surat Al-A’raf ayat : 158
ö@è% $ygr'¯»t ÚZ$¨Z9$# ÎoTÎ) ãAqßu «!$# öNà6ös9Î) $·èÏHsd Ï%©!$# ¼çms9 Ûù=ãB ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ( Iw tm»s9Î) wÎ) uqèd ¾Çósã àMÏJãur ( (#qãYÏB$t«sù «!$$Î/ Ï&Î!qßuur ÄcÓÉ<¨Y9$# ÇcÍhGW{$# Ï%©!$# ÚÆÏB÷sã «!$$Î/ ¾ÏmÏG»yJÎ=2ur çnqãèÎ7¨?$#ur öNà6¯=yès9 crßtGôgs? ÇÊÎÑÈ
Katakanlah: "Hai manusia Sesungguhnya aku adalah utusan Allah
kepadamu semua, Yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada
Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan, Maka
berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang Ummi yang beriman kepada
Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah Dia, supaya
kamu mendapat petunjuk".
Iman
kepda rasul merupakan salah satu prinsip keimanan dalam islam sebagai
manifetasi, dan keimana tersebut mengharuskan kepada semua umatnya untuk
mengimani, menerima dan mentaati serta
mengmalkan segala yang datang dari Rasul baik berupa perkataan, perbuatan, dan
taqrir.
Dalam
mengemban misinya kadangkala Rasulullah hanya sekedar menerima apa yang diterima dari Allah baik isi maupun formulasinya dan kdang-kadang atas
inisiatifnya sendiri dengan bimbingan ilham atau atas dasar ijtihadnya semata.
Kesemua itu merupakan hadits Rasul yang harus diimani dan diamalkan. Jadi dari
uraian di atas sudah jelas bahwa haditys merupka sumber hukum islam dan
menduduki urutan ke dua setelah
al-qur’an.
2. Dalil
Al-Qur’an
Banyak ayat didalam al-qur’an yang
memerintahkan agar4 beriman kepada Allah
dn Rasul-Nya serta menerima segala
bentuk perintah atau larangan untuk dijaikan pedoman hidup. Dalam sur4at Ali-‘Imran Allah menyeru kaum
muslimin agar mereka etap beriman kepada Allah, Rasul-Nya (Muhammad SAW),
al-qur’an dan kitab yang diturunkan sebelumnya.
Selain
Allah memerintahkan kepada kaum muslimin untuk beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,
juga menyerukan agar mentaati segala bntuk perintah atau aturannya yang
dibawanya. Begitu juga kaum mmuslimin dituntut untuk taat dan patuh kepada
Rasul sama halnya taat dan patuh kepada Allah SWT. Hal ini dapat dilihat dari
ayat al-qur’an yaitu surat an-Nisa’ ayat 59.[3]
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ÍöDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# 4 y7Ï9ºs ×öyz ß`|¡ômr&ur ¸xÍrù's? ÇÎÒÈ
Hai orang-orang
yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara
kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah
ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya.
Begitu
pula dalam surat al-Ma’idah ayat 92 Allah berfirman:
(#qãèÏÛr&ur ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# (#râx÷n$#ur 4 bÎ*sù öNçGø©9uqs? (#þqßJn=÷æ$$sù $yJ¯Rr& 4n?tã $uZÏ9qßu à÷»n=t7ø9$# ßûüÎ7ßJø9$# ÇÒËÈ
Dan
taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul-(Nya) dan
berhati-hatilah. jika kamu berpaling, Maka ketahuilah bahwa Sesungguhnya
kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.
Dari
beberapa ayat al-qur’an diatas dapat ditarik pemahaman bahwa ketaatan kepada
Rasul SAW. Adlah mutlak, sebagaimana ketaatan kepada Allah. Dan masih banyak
lagi ayat al-qur’an yang menerangkan kettaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.
3. Dalil
al-Hadits.
Banyak haditts rasul
yang menerangkan keharusann ummatnya untuk mentaati semua perintah dan larangannya,
sebagaimana mereka mentaati perintah dan larangan al-qur’an. Seperti sabda rasul SAW berikut ini:
تركت
فيكم أمرين لن تضلوا ما ان تمسكتم بهما كتاب الله وسنة رسوله
“Saya tinggalkan untuk
kalian dua perkara, niscaya kalian tidak akan tersesat selama kalian berpegang
teguh dengan keduanya: kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya”. (HR Abu Daud).
العر
باض بن سارية رضي الله عنه عن الرسول صلى الله عليه وسلم أنه قال :عليكم بسنتى وسنة الخلفاء الراشدين ام
هدين تمسكوا بها وعضوا عليها بالوا جذ (رواه أبو داود و لترمذي)
“Dari Irbad bin Sariyah
(r.a) dari rasulullahSAW, beliau berkata: kalian wjib berpegang tteguh denggan
sunnahku dan sunnah al-khulafa ar-Rasyidin yang mendapat petunjuk, berpegang
teguhlah kalian dengannya”. (HR Abu Daud dan Turinidzi, dan beliau berkata
Hadits Hasan Sahih).
Nas
hadits diatas dengan tegas menyatakan bahwa kedudukan hadits dalam islam sama
dengan kedudukan al-qur’an yaiutu sebagai sumber hukum, maka wajib berpegang
teguh dengan hadits dalam menciptakan hukum syara’.
Rasulullah SAW tidak
sekedar menyerukan umatnya untuk mentaati dan berpegang teguh kepada hadits
bahkan baeliau mencelaa orang-orang yang sengaja meninggalkan hadits dengan
alasan bahwa al-qur’an sudah memuat hukum syara’.
4. Kesepakatan
Ulama (Ijma’)
Seluruh
umat islam sudah mufakat unttuk
mengamalkan dan melaksanakan hadits Rasulullah SAW karena mereka meyakini bahwa
hadits merupakan salah satu sunber hukum islam. Seperti yang telah ditegaskan
oleh al-qur’an dan al-hadits. Kesepakatan mereka adalah merupakan bukti
kepatuhan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka menerima sunnah sebagaimaana
mereka menerima al-Qur’an.
Untuk itu kaum muslimin
benar-benar sangat memperhatikan al-Hadits dihafalkan, ditulis, dibukukan dan
diwariskan turun temurun, generasi ke
generasi. Sehingga ttiidak ada satu haditspun yang ditinggalkan, mereka menjaga
keotentikannya dan berpegang teguh dengannya. Hal ini merupakan bentuk
kepatuhan mereka kepada Allah dan meneladani Rasulullah SAW.
Banyak
peristiwa yang terjadi dimasa Sahabat, dimana mereka semua mufakatt untk
mengembalikan perbedaan tersebut kepada al-Hadits sebagai sumber hukum. Kesepakatan mereka itu bisa dilihat dari
beberapa peristiwa di bawah ini:
a. Fatimah
az-Zahra binti rasul SAW datang kepada Abu Bakar (r.a) ketika beliau menjadi
khalifah menanyakan bagiannya dari harta Rasul SAW. Beliau menjawab: “Sesungguhnya
saya mendengar rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya apabila Allah memberi rizki kepada nabi, kemudian dia mencabutnya
(meninggal) maka beliau menggantikannya bagi orang yang mengganttikan
sesudahnya. Maka saya berpendapat untk mengembbalikannya kepada kaum muslimin.
b. Ketika
Umar bin Khattab (r.a) berdiri didepan hajar aswad ia berkata”Saya tahu bahwa
engkau adalah batu. Seandainya saya tidak melihatt Rasululla SAW menciummu,
niscaya saya tidak akan menciummu.”
c. Diceritakan
dari Said bin al-Musayyab bahwa utsman bin afan (r.a) berkata:: “saya duduk sebagaimana duduknya
Rasulullah, saya makan sebagaimana makannya Rasulullah dan saya shalat sebagaimana shalatnya
Rasulullah”.
d. Diceritakan
Abd, Khair bin Yazid al-Hamadani bahwa Ali bin Abi Thalib (r.a) berkata:”Saya berpendapat telapak kaki lebih
panttas diusap dari pada bagian atasnya, sampaim saya melihat Rasulullah SAW
mengusah kedua telapak kaki.
e. Dikatakan
kepada Abdullah bin Umar (r.a):”kami tidak dapatkan shalat safar di dalam
al-Qur’an”. Maka Ibnu Umar berkta: “sesungguhnya Allah mengutus nabi Muhammad
kepada kita dan kita tidak tahu apa-apa. Akan tetapi kita mengerjakan
sebagaimana Rasulullah mengerjakan.
Beginilah sikap dan
pandangan para sahabat terhadap Rasulullsh SAW, yang menggambarkan betapa besar
perhatian dan pandangan mereka terhadap hadits sebagai sumber ajaran agama.
Sikap ini kemudian diwariskan ke generasi berikutnya hingga sekarang.
B. Fungsi
Hadits Terhadap Al-Qur’an
Al-Qur’an dan al-Hadits merupakan sumber
ajaran islam dan pedoman hidup stiap muslim. Al-Qur’an sebagai sumber utama
yang memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum dan global, yang perlu dijelaskan
dan dirinci lebih lanjut. Disinilah hadits memainkan peranannya sebagai bayan
penjelasan dari al-qur’an. Sebagaimana yang difirmankan Allah dalam surat
an-Nahl ayat 44 sebagai berikut.[4]
ÏM»uZÉit7ø9$$Î/ Ìç/9$#ur 3 !$uZø9tRr&ur y7øs9Î) tò2Ïe%!$# tûÎiüt7çFÏ9 Ĩ$¨Z=Ï9 $tB tAÌhçR öNÍkös9Î) öNßg¯=yès9ur crã©3xÿtGt ÇÍÍÈ
keterangan-keterangan (mukjizat) dan
kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada
umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka
memikirkan,
Secara garis besar sunah Hadits memperkokoh atau memperkuat isi
kandungan al-Qur’an dan menerangkan ajaran-ajarannya secara rinci dan jelas.
Bahkan dalam banyak persoalan hadits bisa mewujudkan atau menciptakan peraturan-peraturan
yang belum dijelaskan oleh al-Qur’an. Dengan demikian hadits merupakan aplikasi
ril dari ajaran-ajaraan al-Qur’an. Kadang-kadang berbentuk perkataan atau
perbuatan nyata dari Rasul SAW, kadang kalaa berbentuk tindakan atau perkataan
sahabat, kemudian rasul menunjukan tanda-tanda setuju, tidak mengingkari, diam
atau menyanjungnya.
Penjelasan hadits terhadap Al-Qur’an
merupakan bahaasa pokok dan sangat mendasar. As-Sayid Muhammad Alawi Al-Maliki
dalam bukunya al-Manhal al-Lathi fi Usul
al-Syarif menerangkan bahwa fungsi hadits terhadap Al-Qur’an ada 4 macam :
Bayan Muwafik, Bayan Tafsir, Bayan Tasyri’ dan Bayan Nasikh.
1. Bayan
Muwafiq
Bayan
muwafiq bisa juga dikatakan bayan taqrir atau bayani. Yang dimaksu dengan bayan
muwafiq adalah penjelasan hadits yang berupa memperkokoh ayat al-Qur’an. Jadi
hadits berfungsi untuk memperkokoh atau memperkuat ayat al-Qur’an. Apa yang
dimuat oleh al-Qur’an diperkokoh dan diperkuat oleh hadits. Seperti sabda Rasul
SAW.
“Dan begitulah azab
Tuhanmu, apabila mengadzab penduduk negeri-negeri yang berbuat dzalim. Sesungguhnya azab-Nya sangat pedih
lagi keras”.
2. Bayan
Tafsir
Yang
dimaksud bayan ini ialah penjelasan
Hadits terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang
masih mujmal, mutlak dan am. Maka fungsi hadits memberikan pennjelasan terhadap
ayat al-Qur’an yang mujmal, musykil, mentaqyid, yanng masih mutlak dan
mentakhsish yang masih am (umum). Bayan tafsir inni dibagi menjadi 4 (empat)
bagian:
a. Bayan
mujmal
Al-Mujmal
ialah yanng sinngkat atau global. Artinya banyak ayat-ayat al-Qur’an
menerangkan atau meemuat garis-garis besarnya saja, yang perlu diterangkan
dengan jelas agar umat islam dapat memahami maksut dari ayat tersebut. Nah
disinilah fungsi hadits untuk menjelaskan kepada manusia mengenai suatu hukum
syara’, seperti ayat-ayat yang menjelaskan tentang bentuk ibadah dan hukum.
Seperti tata cara shalat, waktu shalat dan lain sebagainya. Al-Qur’an tidak
meenerangkan jumlah salat yang harus ditegakkan, waktu dan rukunnnya.
Seebagaimna firmaan Allah dalam surat al-Baqarah ayat 43.
(#qßJÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qãèx.ö$#ur yìtB tûüÏèÏ.º§9$# ÇÍÌÈ
43. dan dirikanlah
shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'
Kemudian
datang hadits menjelaskan tata cara shalat Rasul SAW seperti yanng diriwayatkan
dari Abu mHurairah r.a. bahwa Nabi SAW bersabda:
“Apabila kamu ingin
mengerjakann shalat, sempurnnakanlah wudu’. Kemudian hadapkanlah muka kearah
kiblat dann bertakbirlah. Kemudiiann
bacalah surat atau ayat yang paling mudahh bagimu. Laalu ruku’laah sehingga
kamu tumakninnah dalam ruku’ dan bangkitlah sehingga kamu tumaknninah dalam
beerdiri, kemudian sujudlah seinngga kamu tumaa’ninah dalam sujud. Kemudian
bangunlah sehingga kamu tuma’nninah
dalam duduk. Kemudian sujudlah sampai kamu tuma’ninah dalam sujud. Lalu
lakukanlah hal tersebut dalam salatmu”. (hadits diatas dikenal dengan sebutan
hadits musi’fi solatihi).
b. Taqyid al-Mutlak
Mutlak
artinya kata yang bebas tidak terikat denngan sifat dan jumlah. Mentaqyid yang
mutlak maksudnya ayat-ayat yang mutlak dibatasi aatau diikat dengan ssifat,
keadaan atau syarat, sehingga ayat-ayat tersebut tidak bisa ditafsirkan
macam-macam. Seperti firman Allah SWT dalam surat al-Maidah ayat 38 disebutkan:
ä-Í$¡¡9$#ur èps%Í$¡¡9$#ur (#þqãèsÜø%$$sù $yJßgtÏ÷r& Lä!#ty_ $yJÎ/ $t7|¡x. Wx»s3tR z`ÏiB «!$# 3 ª!$#ur îÍtã ÒOÅ3ym ÇÌÑÈ
38. laki-laki yang mencuri
dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi
apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana.
Lafadz
pada ayat tersebut adalah mutlak, artinya masih menimbulkan beebeerapa pertanyaan, seperti tanngan yang kanann atau
yang kiri? Dari jari-jari sampai siku atau hanya sampai pergelanngan? Pencurian
yanng senilai berapa yang mengharuskan potong tangan? Maka datang hadits yanng
mentaqyid lafaadz yad tersebut. Seperti sabda beliau.
“Tangan pencuri tidak
boleh dipotong kecuali pada (pencurian senilai) seperempat dinar atau lebih. (HR. Muslim).
Daalam hadits lain
disebutkan bahwa Rasulullah SAW memotong tangan kanan pencuri dari pergelangan
tangannya.
c. Mentakhsish
Ayat-Ayat Am
Kata Am artinya ialah
kata yang memiliki arti banyak . takhsiis ialah kata yang menunjukkan arti
khusus atau tertentu. Mentakhsish yang Am ialah membatassi keumuman ayat-ayat
al-Qur’an, sehingga tidak bisa ditafsirkan pada semua arti, melainkan hanya
ditafsirkan pada arti tertentu saja.
Sebagaimana firman
Allah SWT dalam surat al-An’am ayat 82 disebutkan:[5]
tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä óOs9ur (#þqÝ¡Î6ù=t OßguZ»yJÎ) AOù=ÝàÎ/ y7Í´¯»s9'ré& ãNßgs9 ß`øBF{$# Nèdur tbrßtGôgB ÇÑËÈ
82. orang-orang yang beriman
dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah
yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat
petunjuk.
Lafadz dzulm dalam ayat diatas menunjukkann umum artinya bisa menunjukkan
dzzalim kepada ddiri sendiri, ddzalim kepadda orang lain atau dzalim kepada
anggota badannya sendiri. Para sahabat memahami ayat tersebut secara umum,
sehingga sebagian mereka berkata: Siapa diantara kita yang tidak berbuat
dzalim? Maka Rassulullahh menjawab dengan sabdanya:
“...Bukan begitu, tapi
(maksudnya) adalah syirik”,
d. Taudlih al-Musykil
Al-Musykil
artinya kata yang ruwet atau sulit. Maksud dari bayan diatas ialah menjelaskan
atau menerangkan hal-hal yang belum jelas, atau masalah-masalah yang jelimet,
sehingga menimbulkan beragammm penafsiran. Seperti firman Allah ddalam surat al-Baqarah
ayat 187 yang berbunyi:
“... dan makan
minumlah, hingga terang bagimu benang
putih dan benang hitamm dari fajar...”
Sahabat
berbeda-beda dalam menafsirkan ayat tersebut, sebagian merrekka ada yang
mengatakan bahwa yang dimaksud ddengan
ayat tersebut ialah iikat (ikat kepala) putih dan hitam. Kemudiian
permassalahan tadi dijelaskan dengan hadits, seperti sabda Rasulullah SAW:
“Tidak, tetapi ia
adalah sinar (yang menunjukkann)
siang dan gelapnya malam”.
3. Bayan
Tasyri’
Tasyri’ artinya mewujudkan, menciptakan hukum. Maka
yang dimaksud bayan diatas ialah penjelasan hadits yang berupa mewujudkan atauu
menciptakan hukuum baru yang belum didapati dalam al-Qu’an. Dalam hal ini Rasulullah
SAW menetapkan kepastian hukum terhadap beberapa persoalan yang muncul saat
itu. Sebagai contoh dpat dikemukakan
hadits tentang zakat fitrah sebagai berikut:
“Bahwasanya Rasul SAW
telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat islam pada bulan ramadhan satu sha’
kurma atau gandum bagi setiap orang merdeka atau hamba, laki-laki attauu
peerempuan dari kaum muslimin. (HR Muslim).
4. Bayan
an-Nasakh
Kata
an-nasakh menurut bahasa mempunyai banyak arti. Bisa diartikan al-itbal
(membatalkan) atau al-izalah (menghilangkan) atau at-tahwil (memindahkan) atau
at-taghyir (mengubah). Para ulama banyak berbeda pendapat dalam memberikan definisi an-Nasakh menurut
istilah. Namun dari pendekatan bahasa ini bis aditarik pengertian bahwa yang
disebut an-Nasakh adalah menghapuus ketenyuan hukum yang sudah ada dengan
ketentuan hukum yang datang kemudian. Dengan demikian karena hadits datang
sesudah al-Qur’an, mmaka dapat menghapus ketentuan al-Qur’an. Demikian menurut
ulama yangg membolehkan adanya nasakh. Imam hanafi membatasi pada hadits
yang mutawatir dan masyhur saja yang
bisa di nasakh. Salah satu firan Allah dalam surat al-Baqarah ayat 1880
berbunyi:
“Diwajibkan atas kamu,
apabila seseorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia
meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu bapak dan karib kerabatinya
secara ma’ruf....”
Ayat diatas dinasakh
oleh Hadits Rasulullah SAW dari Abbu
Ummah al-Bahili yang berbunyi:
“Sesungguhnya Allah
azza wa jalla memberikan kkepada
tiap-tiap orang haknya (masing-masing) maka tidak ada wasiat bagi ahli waris.
(HR Tirinidis)
Menurut mereka
kewajiiban melakukan wasiat kepada kaum kerabat berdasarkan ayat diatas
dinasakh hukumnya oleh hadits yang menerangkan bahwa tidak boleh melakukan
wasiat kepada ahli waris.
C. Perbedaan
Hadits Qudsi dengan Al-Qur’an dan Hadits
Hadits qudsi disebut juga dengan istilah
hadits ilahi atau hadits rabbani. Secara etimologis hadits qudsi berasal dari
kata “qadasa-yadqusu-qudsa” yang artinya suci dan bersih. Sedangkan secara
terminologis hadits kudsi terdapat banyak versi di antaranya:[6]
1. Hadits
qudsi merupakan kalam Allah SWT ( baik dalam struktur maupun substansi
bahasanya), dan nabi hanya sebagai penyampai.
2. Hadits
qudsi adalah perkataan dari nabi, sedangkan isi dari perkataan tersebut berasal
dari Allah SWT. Maka dalam redaksinya sering meemakai qalallahu ta’ala.
3. Segala
hadits yang berupa ucapan yang disandarkan Rasulullah SAW kepada Allaah Ta’ala.
Dari
beberapa definisi diatas dapat dikatakan bahwa hadits qudsi adalah suatuu
hadits yang berisi firman Allah SWT yang disampaikan kepada nabi SAW, kemudian
nabi menerangkannya menggunakan bahasanya sendiri serta menyandarkannya kepada
Allah SWT. Dengan kata lain, hadits qudsi ialah hadits yang maknanya berasal
dari Allah namun lafalnya dari nabi SAW.
Perbedaan al-Qur’an
dengan hadits Qudsi sebagai berikut:
1. Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada
rasulullah SAW. Dengan lafaalnya, dengan itu pula orang Arab ditantang,
tetapi mereka tidak mampu membuat
seperti al-Qur’an itu, atau sepuluh surah yang serupa itu, bahkan satu surah
sekalipun. Tantangan itu tetap berlaku, karena al-Qur’an adalah mukjizat yang
abadi hingga hari kiamat. Adapun hadits qudsi tidak untuk menantang, tidak pula
untuk mukjizat.
2. Al-
Qur’an hanya dinisbatkan kepada Allah, sehingga dikatakan Allah taala
berfirman. Adapun hadits qudsi seperti telah dijelaskan diatas, terkaang
diriwayatkan dengan disandarkan kepada Allah, sehingga nisbah hadits qudsi itu
kepada Allah adalah nisbah dibuatkan. Maka dikatakan, Allah telah berfirmaan.
Dan terkadang pula diriwayatkan dengan disandarkan kepada Rasulullah SAW.
Tetapi nisbahnya adalah nisbah kabar, karena nabi menyampaikan hadits itu dari
Allah. Maka dikatakan Rasulullah SAW. Mengatakan apa yang diriwayatkan dari
tuhannya.
3. Seluruh
isi al-Qur’an di nukil secara mutawattir, sehingga kepastiannya mutlak. Adapun
hadits-hadits itu kebanyakan adalahh kabar ahad, sehingga kepastiannya masih
merupakan dugaan . adakalanya hadits itu shahih, hasan dan dhaif.
4. Al-
Qur’an dari Allah, baik lafal maupun maknanya. Hadits qudsi maknanya dari Allah
dan lafalnya dari Rasulullah SAW. Hadits qudsi ialah wahyu dalam maknanya saja.
5. Membaca
al-qu’an merupakan ibadah, karena itu ia dibaca dalam salat.
DAFTAR PUSTAKA
Nasir,
Abdul Jamal, Ilmu Hadits, Surabaya:
cv salsabila putra pratama, 2013.
Nasir,
Abdul Jamal, Klasifikasi Hadits,
Surabaya: cv salsabila putra pratama, 2013.