Tuesday, 10 October 2017

Makalah Ulumul Hadist


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Hadits Sebagai Sumber Hukum Disamping Al-Qur’an
Seluruh umat islam di dunia mengetahui bahwa didalam al-qur’an terkandung garis-garis besar syari’at, bahkan seluruh umat muslim meyakini akan hal itu. Selain itu al-qur’an merupakan dasar pokok ajaran islam. Seperti kita ketahui bahwa al-qur’an memuat garis-garis besar haluan agama islam. Al-qur’an juga berfungsi sebagai pedoman hidup kita di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu meykini akan adanya al-qur’an merupakan hal wajib bagi kita sebagai umat muslim.
Seseorang tidak akan dapat memahami apalagi melaksanakan isi al-qur’an tanpa banyak mengetahui tenntang hadits. Karena hadits merupakan mubayyin dan al-qur’an.  Imam Ahmad berkata “sesungguhnya sunah menafsirkan al-qur’an dan menerangkannya.[1] Dengan demikian antara  al-qur’an dan hadits memiliki  kaitan yang sangat erat yang tidak dapat dipisahkan.
Hadits sebagai sumber hukum islam kedua setelah al-qur’an.[2] Untuk mengetahui sejauh mana keduduk  an hdits sebagai sumber hukum islam, dapat dilihat dari beberapa dalil berikut ini:
1.      Petunjuk Iman
Islam menjadikan iman kepada Allah dan rasul-Nya sebagai prinsip keimanan yang paling pokok. Sedangkan prinsip keimanan yang lain merupakan konsekwensi logis dan dua prinsiip keimanan tersebuut diatas. Hal ini merujuk kepada firman Allah dalam  surat Al-A’raf ayat : 158
ö@è% $ygƒr'¯»tƒ ÚZ$¨Z9$# ÎoTÎ) ãAqßu «!$# öNà6ös9Î) $·èŠÏHsd Ï%©!$# ¼çms9 ہù=ãB ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ( Iw tm»s9Î) žwÎ) uqèd ¾ÇósムàMÏJãƒur ( (#qãYÏB$t«sù «!$$Î/ Ï&Î!qßuur ÄcÓÉ<¨Y9$# ÇcÍhGW{$# Ï%©!$# ÚÆÏB÷sム«!$$Î/ ¾ÏmÏG»yJÎ=Ÿ2ur çnqãèÎ7¨?$#ur öNà6¯=yès9 šcrßtGôgs? ÇÊÎÑÈ  
Katakanlah: "Hai manusia Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, Yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan, Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang Ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah Dia, supaya kamu mendapat petunjuk".

Iman kepda rasul merupakan salah satu prinsip keimanan dalam islam sebagai manifetasi, dan keimana tersebut mengharuskan kepada semua umatnya untuk mengimani, menerima dan mentaati  serta mengmalkan segala yang datang dari Rasul baik berupa perkataan, perbuatan, dan taqrir.
Dalam mengemban misinya kadangkala Rasulullah hanya sekedar menerima apa yang  diterima dari Allah baik  isi maupun formulasinya dan kdang-kadang atas inisiatifnya sendiri dengan bimbingan ilham atau atas dasar ijtihadnya semata. Kesemua itu merupakan hadits Rasul yang harus diimani dan diamalkan. Jadi dari uraian di atas sudah jelas bahwa haditys merupka sumber hukum islam dan menduduki  urutan ke dua setelah al-qur’an.
2.      Dalil Al-Qur’an
Banyak ayat didalam al-qur’an yang memerintahkan agar4  beriman kepada Allah dn Rasul-Nya serta  menerima segala bentuk perintah atau larangan untuk dijaikan pedoman hidup.  Dalam sur4at Ali-‘Imran Allah menyeru kaum muslimin agar mereka etap beriman kepada Allah, Rasul-Nya (Muhammad SAW), al-qur’an dan kitab yang diturunkan sebelumnya.
Selain Allah memerintahkan kepada kaum muslimin untuk beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, juga menyerukan agar mentaati segala bntuk perintah atau aturannya yang dibawanya. Begitu juga kaum mmuslimin dituntut untuk taat dan patuh kepada Rasul sama halnya taat dan patuh kepada Allah SWT. Hal ini dapat dilihat dari ayat al-qur’an yaitu surat an-Nisa’ ayat 59.[3]
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ͐öDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrŠãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# 4 y7Ï9ºsŒ ׎öyz ß`|¡ômr&ur ¸xƒÍrù's? ÇÎÒÈ  
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Begitu pula dalam surat al-Ma’idah ayat 92 Allah berfirman:
(#qãèÏÛr&ur ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# (#râx÷n$#ur 4 bÎ*sù öNçGøŠ©9uqs? (#þqßJn=÷æ$$sù $yJ¯Rr& 4n?tã $uZÏ9qßu à÷»n=t7ø9$# ßûüÎ7ßJø9$# ÇÒËÈ  
 Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul-(Nya) dan berhati-hatilah. jika kamu berpaling, Maka ketahuilah bahwa Sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.
Dari beberapa ayat al-qur’an diatas dapat ditarik pemahaman bahwa ketaatan kepada Rasul SAW. Adlah mutlak, sebagaimana ketaatan kepada Allah. Dan masih banyak lagi ayat al-qur’an yang menerangkan kettaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.
3.      Dalil al-Hadits.
Banyak haditts rasul yang menerangkan keharusann ummatnya untuk mentaati semua perintah dan larangannya, sebagaimana mereka mentaati perintah dan larangan al-qur’an.  Seperti sabda rasul SAW berikut ini:
                                                                                                                  تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما ان تمسكتم بهما كتاب الله وسنة رسوله



“Saya tinggalkan untuk kalian dua perkara, niscaya kalian tidak akan tersesat selama kalian berpegang teguh dengan keduanya: kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya”. (HR Abu Daud).
                                                                                                                                                                                                                                    العر باض بن سارية رضي الله عنه عن الرسول صلى الله عليه وسلم  أنه قال :عليكم بسنتى وسنة الخلفاء الراشدين ام هدين تمسكوا بها وعضوا عليها بالوا جذ (رواه أبو داود و لترمذي)




“Dari Irbad bin Sariyah (r.a) dari rasulullahSAW, beliau berkata: kalian wjib berpegang tteguh denggan sunnahku dan sunnah al-khulafa ar-Rasyidin yang mendapat petunjuk, berpegang teguhlah kalian dengannya”. (HR Abu Daud dan Turinidzi, dan beliau berkata Hadits Hasan Sahih).

Nas hadits diatas dengan tegas menyatakan bahwa kedudukan hadits dalam islam sama dengan kedudukan al-qur’an yaiutu sebagai sumber hukum, maka wajib berpegang teguh dengan hadits dalam menciptakan hukum syara’.
Rasulullah SAW tidak sekedar menyerukan umatnya untuk mentaati dan berpegang teguh kepada hadits bahkan baeliau mencelaa orang-orang yang sengaja meninggalkan hadits dengan alasan bahwa al-qur’an sudah memuat hukum syara’.
4.      Kesepakatan Ulama (Ijma’)
Seluruh umat islam  sudah mufakat unttuk mengamalkan dan melaksanakan hadits Rasulullah SAW karena mereka meyakini bahwa hadits merupakan salah satu sunber hukum islam. Seperti yang telah ditegaskan oleh al-qur’an dan al-hadits. Kesepakatan mereka adalah merupakan bukti kepatuhan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka menerima sunnah sebagaimaana mereka menerima al-Qur’an.
Untuk itu kaum muslimin benar-benar sangat memperhatikan al-Hadits dihafalkan, ditulis, dibukukan dan diwariskan turun temurun,  generasi ke generasi. Sehingga ttiidak ada satu haditspun yang ditinggalkan, mereka menjaga keotentikannya dan berpegang teguh dengannya. Hal ini merupakan bentuk kepatuhan mereka kepada Allah dan meneladani Rasulullah SAW.
Banyak peristiwa yang terjadi dimasa Sahabat, dimana mereka semua mufakatt untk mengembalikan perbedaan tersebut kepada al-Hadits sebagai sumber hukum.  Kesepakatan mereka itu bisa dilihat dari beberapa peristiwa di bawah ini:
a.       Fatimah az-Zahra binti rasul SAW datang kepada Abu Bakar (r.a) ketika beliau menjadi khalifah menanyakan bagiannya dari harta Rasul SAW. Beliau menjawab: “Sesungguhnya saya mendengar rasulullah SAW  bersabda: “Sesungguhnya apabila Allah memberi rizki kepada nabi, kemudian dia mencabutnya (meninggal) maka beliau menggantikannya bagi orang yang mengganttikan sesudahnya. Maka saya berpendapat untk mengembbalikannya kepada kaum muslimin.
b.      Ketika Umar bin Khattab (r.a) berdiri didepan hajar aswad ia berkata”Saya tahu bahwa engkau adalah batu. Seandainya saya tidak melihatt Rasululla SAW menciummu, niscaya saya tidak akan menciummu.”
c.       Diceritakan dari Said bin al-Musayyab bahwa utsman bin afan (r.a)  berkata:: “saya duduk sebagaimana duduknya Rasulullah, saya makan sebagaimana makannya Rasulullah  dan saya shalat sebagaimana shalatnya Rasulullah”.
d.      Diceritakan Abd, Khair bin Yazid al-Hamadani bahwa Ali bin Abi Thalib (r.a)  berkata:”Saya berpendapat telapak kaki lebih panttas diusap dari pada bagian atasnya, sampaim saya melihat Rasulullah SAW mengusah kedua telapak kaki.
e.       Dikatakan kepada Abdullah bin Umar (r.a):”kami tidak dapatkan shalat safar di dalam al-Qur’an”. Maka Ibnu Umar berkta: “sesungguhnya Allah mengutus nabi Muhammad kepada kita dan kita tidak tahu apa-apa. Akan tetapi kita mengerjakan sebagaimana Rasulullah mengerjakan.
Beginilah sikap dan pandangan para sahabat terhadap Rasulullsh SAW, yang menggambarkan betapa besar perhatian dan pandangan mereka terhadap hadits sebagai sumber ajaran agama. Sikap ini kemudian diwariskan ke generasi berikutnya hingga sekarang.
B.     Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an
Al-Qur’an dan al-Hadits merupakan sumber ajaran islam dan pedoman hidup stiap muslim. Al-Qur’an sebagai sumber utama yang memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum dan global, yang perlu dijelaskan dan dirinci lebih lanjut. Disinilah hadits memainkan peranannya sebagai bayan penjelasan dari al-qur’an. Sebagaimana yang difirmankan Allah dalam surat an-Nahl ayat 44 sebagai berikut.[4]

ÏM»uZÉit7ø9$$Î/ ̍ç/9$#ur 3 !$uZø9tRr&ur y7øs9Î) tò2Ïe%!$# tûÎiüt7çFÏ9 Ĩ$¨Z=Ï9 $tB tAÌhçR öNÍköŽs9Î) öNßg¯=yès9ur šcr㍩3xÿtGtƒ ÇÍÍÈ  
 keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan,
Secara garis besar sunah  Hadits memperkokoh atau memperkuat isi kandungan al-Qur’an dan menerangkan ajaran-ajarannya secara rinci dan jelas. Bahkan dalam banyak persoalan hadits bisa mewujudkan atau menciptakan peraturan-peraturan yang belum dijelaskan oleh al-Qur’an. Dengan demikian hadits merupakan aplikasi ril dari ajaran-ajaraan al-Qur’an. Kadang-kadang berbentuk perkataan atau perbuatan nyata dari Rasul SAW, kadang kalaa berbentuk tindakan atau perkataan sahabat, kemudian rasul menunjukan tanda-tanda setuju, tidak mengingkari, diam atau menyanjungnya.
Penjelasan hadits terhadap Al-Qur’an merupakan bahaasa pokok dan sangat mendasar. As-Sayid Muhammad Alawi Al-Maliki dalam bukunya al-Manhal al-Lathi fi Usul al-Syarif menerangkan bahwa fungsi hadits terhadap Al-Qur’an ada 4 macam : Bayan Muwafik, Bayan Tafsir, Bayan Tasyri’ dan Bayan Nasikh.
1.      Bayan Muwafiq
Bayan muwafiq bisa juga dikatakan bayan taqrir atau bayani. Yang dimaksu dengan bayan muwafiq adalah penjelasan hadits yang berupa memperkokoh ayat al-Qur’an. Jadi hadits berfungsi untuk memperkokoh atau memperkuat ayat al-Qur’an. Apa yang dimuat oleh al-Qur’an diperkokoh dan diperkuat oleh hadits. Seperti sabda Rasul SAW.




“Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila mengadzab penduduk negeri-negeri yang berbuat  dzalim. Sesungguhnya azab-Nya sangat pedih lagi keras”.
2.      Bayan Tafsir
Yang dimaksud bayan ini ialah  penjelasan Hadits terhadap ayat-ayat al-Qur’an  yang masih mujmal, mutlak dan am. Maka fungsi hadits memberikan pennjelasan terhadap ayat al-Qur’an yang mujmal, musykil, mentaqyid, yanng masih mutlak dan mentakhsish yang masih am (umum). Bayan tafsir inni dibagi menjadi 4 (empat) bagian:
a.       Bayan mujmal
Al-Mujmal ialah yanng sinngkat atau global. Artinya banyak ayat-ayat al-Qur’an menerangkan atau meemuat garis-garis besarnya saja, yang perlu diterangkan dengan jelas agar umat islam dapat memahami maksut dari ayat tersebut. Nah disinilah fungsi hadits untuk menjelaskan kepada manusia mengenai suatu hukum syara’, seperti ayat-ayat yang menjelaskan tentang bentuk ibadah dan hukum. Seperti tata cara shalat, waktu shalat dan lain sebagainya. Al-Qur’an tidak meenerangkan jumlah salat yang harus ditegakkan, waktu dan rukunnnya. Seebagaimna firmaan Allah dalam surat al-Baqarah ayat 43.
(#qßJŠÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qãèx.ö$#ur yìtB tûüÏèÏ.º§9$# ÇÍÌÈ  
43. dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'

Kemudian datang hadits menjelaskan tata cara shalat Rasul SAW seperti yanng diriwayatkan dari Abu mHurairah r.a. bahwa Nabi SAW bersabda:
“Apabila kamu ingin mengerjakann shalat, sempurnnakanlah wudu’. Kemudian hadapkanlah muka kearah kiblat  dann bertakbirlah. Kemudiiann bacalah surat atau ayat yang paling mudahh bagimu. Laalu ruku’laah sehingga kamu tumakninnah dalam ruku’ dan bangkitlah sehingga kamu tumaknninah dalam beerdiri, kemudian sujudlah seinngga kamu tumaa’ninah dalam sujud. Kemudian bangunlah sehingga  kamu tuma’nninah dalam duduk. Kemudian sujudlah sampai kamu tuma’ninah dalam sujud. Lalu lakukanlah hal tersebut dalam salatmu”. (hadits diatas dikenal dengan sebutan hadits musi’fi solatihi).
b.      Taqyid  al-Mutlak
Mutlak artinya kata yang bebas tidak terikat denngan sifat dan jumlah. Mentaqyid yang mutlak maksudnya ayat-ayat yang mutlak dibatasi aatau diikat dengan ssifat, keadaan atau syarat, sehingga ayat-ayat tersebut tidak bisa ditafsirkan macam-macam. Seperti firman Allah SWT dalam surat al-Maidah ayat 38 disebutkan:
ä-Í$¡¡9$#ur èps%Í$¡¡9$#ur (#þqãèsÜø%$$sù $yJßgtƒÏ÷ƒr& Lä!#ty_ $yJÎ/ $t7|¡x. Wx»s3tR z`ÏiB «!$# 3 ª!$#ur îƒÍtã ÒOŠÅ3ym ÇÌÑÈ  
38. laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Lafadz pada ayat tersebut adalah mutlak, artinya masih menimbulkan beebeerapa  pertanyaan, seperti tanngan yang kanann atau yang kiri? Dari jari-jari sampai siku atau hanya sampai pergelanngan? Pencurian yanng senilai berapa yang mengharuskan potong tangan? Maka datang hadits yanng mentaqyid lafaadz yad tersebut. Seperti sabda beliau.





“Tangan pencuri tidak boleh dipotong kecuali pada (pencurian senilai) seperempat  dinar atau lebih. (HR. Muslim).

Daalam hadits lain disebutkan bahwa Rasulullah SAW memotong tangan kanan pencuri dari pergelangan tangannya.
c.       Mentakhsish Ayat-Ayat Am
Kata Am artinya ialah kata yang memiliki arti banyak . takhsiis ialah kata yang menunjukkan arti khusus atau tertentu. Mentakhsish yang Am ialah membatassi keumuman ayat-ayat al-Qur’an, sehingga tidak bisa ditafsirkan pada semua arti, melainkan hanya ditafsirkan pada arti tertentu saja.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-An’am ayat 82 disebutkan:[5]
tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä óOs9ur (#þqÝ¡Î6ù=tƒ OßguZ»yJƒÎ) AOù=ÝàÎ/ y7Í´¯»s9'ré& ãNßgs9 ß`øBF{$# Nèdur tbrßtGôgB ÇÑËÈ  
82. orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.

Lafadz dzulm dalam ayat diatas menunjukkann umum artinya bisa menunjukkan dzzalim kepada ddiri sendiri, ddzalim kepadda orang lain atau dzalim kepada anggota badannya sendiri. Para sahabat memahami ayat tersebut secara umum, sehingga sebagian mereka berkata: Siapa diantara kita yang tidak berbuat dzalim? Maka Rassulullahh menjawab dengan sabdanya:

“...Bukan begitu, tapi (maksudnya) adalah syirik”,
d.       Taudlih al-Musykil
Al-Musykil artinya kata yang ruwet atau sulit. Maksud dari bayan diatas ialah menjelaskan atau menerangkan hal-hal yang belum jelas, atau masalah-masalah yang jelimet, sehingga menimbulkan beragammm penafsiran. Seperti firman Allah ddalam surat al-Baqarah ayat 187 yang berbunyi:



“... dan makan minumlah, hingga terang bagimu benang  putih dan benang hitamm dari fajar...”
Sahabat berbeda-beda dalam menafsirkan ayat tersebut, sebagian merrekka ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud ddengan  ayat tersebut ialah iikat (ikat kepala) putih dan hitam. Kemudiian permassalahan tadi dijelaskan dengan hadits, seperti sabda Rasulullah SAW:





“Tidak, tetapi ia adalah sinar (yang  menunjukkann) siang  dan gelapnya malam”.
3.      Bayan Tasyri’
Tasyri’  artinya mewujudkan, menciptakan hukum. Maka yang dimaksud bayan diatas ialah penjelasan hadits yang berupa mewujudkan atauu menciptakan hukuum baru yang belum didapati dalam al-Qu’an. Dalam hal ini Rasulullah SAW menetapkan kepastian hukum terhadap beberapa persoalan yang muncul saat itu.  Sebagai contoh dpat dikemukakan hadits tentang zakat fitrah sebagai berikut:



“Bahwasanya Rasul SAW telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat islam pada bulan ramadhan satu sha’ kurma atau gandum bagi setiap orang merdeka atau hamba, laki-laki attauu peerempuan dari kaum muslimin. (HR Muslim).
4.      Bayan an-Nasakh
Kata an-nasakh menurut bahasa mempunyai banyak arti. Bisa diartikan al-itbal (membatalkan) atau al-izalah (menghilangkan) atau at-tahwil (memindahkan) atau at-taghyir (mengubah). Para ulama banyak berbeda pendapat dalam  memberikan definisi an-Nasakh menurut istilah. Namun dari pendekatan bahasa ini bis aditarik pengertian bahwa yang disebut an-Nasakh adalah menghapuus ketenyuan hukum yang sudah ada dengan ketentuan hukum yang datang kemudian. Dengan demikian karena hadits datang sesudah al-Qur’an, mmaka dapat menghapus ketentuan al-Qur’an. Demikian menurut ulama yangg membolehkan adanya nasakh. Imam hanafi membatasi pada hadits yang  mutawatir dan masyhur saja yang bisa di nasakh. Salah satu firan Allah dalam surat al-Baqarah ayat 1880 berbunyi: 


“Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu bapak dan karib kerabatinya secara ma’ruf....”
Ayat diatas dinasakh oleh Hadits Rasulullah SAW  dari Abbu Ummah al-Bahili yang berbunyi:



“Sesungguhnya  Allah azza wa jalla  memberikan kkepada tiap-tiap orang haknya (masing-masing) maka tidak ada wasiat bagi ahli waris. (HR Tirinidis)
Menurut mereka kewajiiban melakukan wasiat kepada kaum kerabat berdasarkan ayat diatas dinasakh hukumnya oleh hadits yang menerangkan bahwa tidak boleh melakukan wasiat kepada ahli waris.   
C.     Perbedaan Hadits Qudsi dengan Al-Qur’an dan Hadits
Hadits qudsi disebut juga dengan istilah hadits ilahi atau hadits rabbani. Secara etimologis hadits qudsi berasal dari kata “qadasa-yadqusu-qudsa” yang artinya suci dan bersih. Sedangkan secara terminologis hadits kudsi terdapat banyak versi di antaranya:[6]
1.      Hadits qudsi merupakan kalam Allah SWT ( baik dalam struktur maupun substansi bahasanya), dan nabi hanya sebagai penyampai.
2.      Hadits qudsi adalah perkataan dari nabi, sedangkan isi dari perkataan tersebut berasal dari Allah SWT. Maka dalam redaksinya sering meemakai qalallahu ta’ala.
3.      Segala hadits yang berupa ucapan yang disandarkan Rasulullah SAW kepada Allaah Ta’ala.
Dari beberapa definisi diatas dapat dikatakan bahwa hadits qudsi adalah suatuu hadits yang berisi firman Allah SWT yang disampaikan kepada nabi SAW, kemudian nabi menerangkannya menggunakan bahasanya sendiri serta menyandarkannya kepada Allah SWT. Dengan kata lain, hadits qudsi ialah hadits yang maknanya berasal dari  Allah namun lafalnya dari nabi SAW.
Perbedaan al-Qur’an dengan hadits Qudsi sebagai berikut:
1.      Al-Qur’an  adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada rasulullah SAW. Dengan lafaalnya, dengan itu pula orang Arab ditantang, tetapi  mereka tidak mampu membuat seperti al-Qur’an itu, atau sepuluh surah yang serupa itu, bahkan satu surah sekalipun. Tantangan itu tetap berlaku, karena al-Qur’an adalah mukjizat yang abadi hingga hari kiamat. Adapun hadits qudsi tidak untuk menantang, tidak pula untuk mukjizat.
2.      Al- Qur’an hanya dinisbatkan kepada Allah, sehingga dikatakan Allah taala berfirman. Adapun hadits qudsi seperti telah dijelaskan diatas, terkaang diriwayatkan dengan disandarkan kepada Allah, sehingga nisbah hadits qudsi itu kepada Allah adalah nisbah dibuatkan. Maka dikatakan, Allah telah berfirmaan. Dan terkadang pula diriwayatkan dengan disandarkan kepada Rasulullah SAW. Tetapi nisbahnya adalah nisbah kabar, karena nabi menyampaikan hadits itu dari Allah. Maka dikatakan Rasulullah SAW. Mengatakan apa yang diriwayatkan dari tuhannya.
3.      Seluruh isi al-Qur’an di nukil secara mutawattir, sehingga kepastiannya mutlak. Adapun hadits-hadits itu kebanyakan adalahh kabar ahad, sehingga kepastiannya masih merupakan dugaan . adakalanya hadits itu shahih, hasan  dan dhaif.
4.      Al- Qur’an dari Allah, baik lafal maupun maknanya. Hadits qudsi maknanya dari Allah dan lafalnya dari Rasulullah SAW. Hadits qudsi ialah wahyu dalam maknanya saja.
5.      Membaca al-qu’an merupakan ibadah, karena itu ia dibaca dalam salat.



DAFTAR  PUSTAKA
Nasir, Abdul Jamal, Ilmu Hadits, Surabaya: cv salsabila putra pratama, 2013.
Nasir, Abdul Jamal, Klasifikasi Hadits, Surabaya: cv salsabila putra pratama, 2013.


















[1] Jamal. Abdul Nasir.Ilmu Hadits, (surabaya: cv salsabila putra utama, 2013), hal 14.
[2]Jamal. Abdul Nasir, Klasifikasi Hadits, (surabaya:cv salsabila putra utama, 2013), hal 23.
[3]Ibid, hlm. 24.
[4] Ibid, hlm.25
[5] Ibid, hlm 26.
[6] Ibid, hlm.27.