Friday 27 October 2017

PAPERS “ANALYSIS OF INDONESIA TO ENGLISH ABOUT MODULATION TRANSLATION”


PAPERS

“ANALYSIS OF INDONESIA TO ENGLISH ABOUT MODULATION TRANSLATION”

Prepared To Fullfill Assignment Subject : TRANSLATION
Guided :Mr. Drs. Mosleh Habibullah, M.Pd



CREATED BY:





ENGLISH TEACHING AND LEARNING PROGRAM
TARBIYAH DEPARTMENT
THE STATE OF ISLAMIC COLLEGE OF PAMEKASAN
2017    – 2018

CHAPTER I

INTRODUCTION

Translation is a written medium and useful connection to communicate with other people in different language, culture and background. By the existence of translation, it can help people to share any perspective of this world. People are able to share information, knowledge, ideas, and lots of things to each other. There are many differences both source language (SL) and target language (TL) like the structure, culture and style. Therefore, translation is very useful for people who do not have good ability in understanding SL, so they need help to translate it into the TL.
According to Pinchuck in Suryawinata and Hariyanto (2003: 13) states that translation as a process of finding a TL to be equivalent toward the SL utterance. The equivalence in translation is the closest TL with the SL which is used by the translator in the translation. The equivalence in translation can be reached by mastering the language skills. In finding the equivalence, translator also need to study some linguistics theories related to the translation study before they do the translation work.Translation is not an easy thing to do, as it can be difficult to establish its equivalence, such as in English change into Indonesian or vice versa since there are somedifferent system and structure between those languages. The system and structure in SL and TL may become the obstacles if the translator faces difficulties to discover the equivalence of both languages. In translating a text, a translator should convey the message of the source language into the target language.
And the second Hatim and Mason (1997: 1), states that the translator both a receiver and a producer. While, the translator’s task is to read and to understand a written text (source text) and then to transfer the meaning to the TL in a written form. While, the other explanation is added by Catford (1984: 12) that states the goal of translator is to keep the meaning of the translation to be constant. Translator does not just transfer each words in SL into TL, but a good translator must skillful in translating the SL into TLwithout changing the purpose and message in TL.[1]



CHAPTER II

ANALYSIS OF INDONESIA TO ENGLISH MODULATION TRANSLATION

A.    Definition of Modulation Translation
v  According to theory translation book, modulation is a change in point of view that allows us to express the same phenomenon in a different way. Modulation as a procedure of translation occurs when there is a change of perspective accompanied with a lexical change in the TL.[2]
v  According to the translation company, modulation in translation helps to illustrate the difference between literal translation and coherent meaning translation. The idea or meaning is the same, but the phrases that are used in the source and target languages are different, the source language is not translated word-for-word into the target language.[3]
v  According to Gérard Hardin and Gynthia Picot (1990) modulation translation isa change in point of view that allows us to express the same phenomenon in a different way.[4]
v  According to Larson, modulation consist of studying the lexicon, gramatical structure, communication situation, and cultural context of the SL text, analyzing it in order to determine its meaning, then recontructing the same meaning using the lexicon and the gramatical structure.[5]
-          Types of Modulation there are two :
v  According to Gerard Hardin and Gynthia Picot Recorded modulation, also called standard modulation: it is usually used in bilingual dictionaries. It is conventionally established and is considered by many to be a ready-made procedure.And Free modulation:  this second type is considered to be more practical in cases where “the target language rejects literal translation”.[6]


B.     Purpose of Modulation
1.      Helps to illustrate the difference between literal translation and coherent meaning translation.
2.      Change  the semantics and shift the point of view of the source language.
3.      Easy to unerstand is actually conveying easiness.





























CHAPTER III

“Akhlak Tasawuf”
o   Faktor-faktor yang mempengaruhi akhlak
Manusia adalah sebagai yang mahluk berakal, dituntut untuk memiliki akhlak yang baik. Untuk itu manusia harus mengupayakan pembentukan dan pembinaan akhlak agar dapat menghiasi dirinya dan dapat menaiki derajatnya. Dalam pembentukan dan pembinaan akhlak tersebut terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya, dan hal tersebut sangat menentukan dalam keberhasilan seseorang dalam mencapai derajat atau tingkatan yang mulia, baik disisi allah maupun disisi sesama manusia. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan pembinaan akhlak tersebut adalah sebagai berikut.
A.    Faktor keturunan
Faktor keturunan berangkat dari aliran nativisme yang menyakini bahwa perkembangan manusia dipengaruhi oleh pembawaan yang diterima dari orang tuanya, sedangkan pengalaman atau lingkungan tidak berpengaruh sama sekali. Tokoh aliran ini adalah Arthur Scopenheur, menurut aliran ini seseorang yang mempunyai bakat yang tinggi dalam musik, maka maka anaknya akan menjadi pemusik yang handal juga. Heriditas dapat diartikan sebagai pewarisan atau pemindahan biologis karakteristik individu dari pihak orang tuanya. Pewarisan ini terjadi melalui teori genetik.
Berdasarkan teori diatas dapat ditegaskan bahwa sifat, watak, bakat, kecerdasan, perilaku seseorang adalah dipengaruhi oleh faktor keturunan yaitu yang ia wariskan dari kedua orang tuanya. Dengan pewarisan sifat, watak dan perilaku seseorang tidak akan jauh berbeda dengan kedua orang tuanya, atau salah seorang dari orang tuanya. Jadi seseorang yang memiliki watak, sifat, dan perilaku sombong, keras kepala, empati, simpati, dermawan adalah secara umum dapat merupakan warisan dari sifat, watak, dan perilaku orang tuanya.
B.     Faktor lingkungan
            Faktor lingkungan yang dipengaruhi oleh aliran nativisme. Tkh terkemuka aliran ini adalah John Lock (1632-1704). Paham utama aliran ini adalah “tabularasa” suatu istilah dari bahasa latin yang berarti lembaran kosong. Paham ini menekankan pentingnya pengalaman, ligkungan dan pendidikan sebagai faktor yang mempengaruhi perkembangan. Degan kata lain bahwa perkembangan manusia hanya tergantung kepada lingkungan dan pendidikan, sedangkan pembawaan tidaklah mempengaruhinya sama sekali. Paham ini mengajarkan bahwa semua anak terlahir dalam keadaan kosong tanpa membawa bakat, itelegensi dan pembawaan. Akan menjadi apa anak itu semuanya tergantung kepada pendidikan dan lingkungan sekitarya.
            Terdapat pendefinisian lingkungan yang dilakukan oleh Wasty Soemanto, yaitu ligkungan sebenarnya mencakup segala materiil dan stimuli yang berada diluar idividu, baik yag bersifat fisiologis, psiklogis, maupun secara sosiokultural.
            Secara fisiologis, lingkungan meliputi segala kondisi dan materiil jasmaniyah dalam tubuh, seperti gizi, vitamin, air, zat asam, suhu, sistem syaraf, peredara darah, perafasan, pencernaan makanan, kelenjar-kelenjar indoktrin.
            Sedangkan secara psikologis, lingkungan mencakup segenap stimuli yang diterima oleh individu sejak dalam konsepsi, kelahiran sampai kematian. Stimuli misalnya berupa: sifat-sifat ge, keinginan, selera, perasaan, tujuan-tujuan, kemauan, emosi dan kapasitas intelektual.
            Sedangkan secara sosiokultural, lingkungan mencakup segenap stimulasi, interaksi dan kondisi eksternal dalam hubungannya dengan perlakuan ataupun karya orang lain. Pola hidup keluarga, pergaulan dalam kelompok, pergaulan di masyarakat, belajar, pelatihan pendidikan dan pengajaran.
            Dengan demikian lingkungan yang mempengaruhi akhlak seseorang terdiri dari:
1.      Lingkungan keluarga
Lingkungan keluarga adalah lingkungan pertama dan utama yang mempengaruhi akhlak seseorang, karena dalam keluarga pembentukan dan pembinaan akhlak dapat dilakukan. Pendidikan akhlak dalam keluarga dimulai ketika anak melakukan interaksi dengan ayah, ibu, dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah terdekat. Kedua orang tua adalah orang-orang yang bertanggung jawab secara penuh terhadap pembentukan dan pembinaan seorang anak. Pepatah mengatakan “ ibu (keluarga) adalah madrasah yang utama” berdasarkan pepatah ini dapat ditegaskan bahwa keluarga merupakan lembaga pendidikan yang sangat menentukan  pembentukan dan pembinaan akhlak, karena dengan baik dan harmonisnya keluarga akan memberikan manfaat  besar bagi pembinaan akhlak anak.
Gambaran keluarga ideal setidaknya digambarkan oleh al qur’an, yaitu keluarga nabi Ibrahim , yaitu suatu keluarga yang dalam kesehariannya dilandasi atas iman yang teguh dan akhlak yang mulia. Nabi ibrahim digambarkan sebagai ayah yang mempunyai nilai nilai keimanan yang teguh dan rela berkorban yang tinggi yang melampaui semua manusia. Keimanan yang dimiliki nabi Ibrahim tercermin dengan kepatuhan atas perintah Allah untuk memenuhi perintahnya sesulit dan seberat apapun, mulai harus hijrah dan menempatkan keluarganya ( isterinya Hajar dan anaknya Ismail yang masih kecil ) di lembah yang sangat tandus, gersang , kering tanpa pepohonan yaitu Mekkah.  Namun berdasarkan keimanan yang kokoh dan penyerahan total kepada Allah, beliau menuruti dengan ikhlas dan sepenuh hati perintah Allah dengan keyakinan dan doa bahwa Allah akan memberikan pertolongan dan keberkahan kepada keluarganya tersebut dan lembah gersang yang ditempatinya itu (mekkah). Keyakinan dan doa Nabi Ibrahim tersebut terbukti di kemudian hari ketika lahirnya seorang Nabi pilihan, Rasul terakhir, manusia terbaik, yaitu Muhammad Rasulullah SAW.
Kerelaan berkorban yang tertinggi di tunjukkan oleh nabi Ibrahim tatkala Allah memerintahkannya untuk berkorban sepenuh hati, keikhlasan yang tinggi dan kepasrahan total Pengorbanan Nabi Ibrahim di atas tidak sia-sia, dengan di gantikannya nabi Ismail dengan seekor kambing sebagai tanda diterimanya korban Nabi Ibrahim as.
Sosok nabi ismail juga menunjukkan keimanan dan rela berkorban yang luar biasa. Ia dengan penuh iman berkorban, tawakkal, dan keikhlasan, menerima perintah Allah yang diturunkan Allah kepada ayahnya untuk menyembelih dirinya sendiri untuk memenuhi panggilan dan perintah Allah, Nabi Ismail rela dengan sepenuh hati dan keimanan yang kokoh untuk mengorbankan apa saja termasuk nyawanya sekalipun.
Sementara itu, Hajar isteri nabi Ibrahim sekaligus juga Ibu Nabi Ismail memperlihatkan sosok isteri dan ibu dengan ketaatan dan keimanan yang tinggi menerima perintah berkorban dengan menyembelih anaknya yang sangat di cintainya yaitu Nabi Ismail, meskipun secara naluriyah dan perasaan seorang wanita, ia sangan berat untuk melaksanakan perintah itu. Namun berkat keteguhan iman dan keyainan yang mantap ia menerima bahkan mendukung suami dan anaknya untuk melaksanakan perintah korban tersebut.
Keberhasilan Nabi Ibrahim sebagai ayah, Hajar sebagai ibu dan Ismail sebagai anak melaksanakan perintah Allah diatas bukanlah suatu hal yang mudah dan tanpa aral. Setan sebagai penggoda dan penghalang manusia berbuat kebajikan berusaha melemahkan iman dan keyakinan mereka untuk mengurungkan niat dan kebulatan tekat mereka dalam menunaikan perintah berkorban dari Allah. Setan berusaha keras mendatangi Ibrahim, nabi Ismail dan mereka dapat melewati masa-masa kritis yaitu mengusir dan mengenyahkan setan yang berusaha menggoda mereka. Peristiwa pengusiran ini dalam ibadah haji di abadikan  dalam bentuk ritual jumrah. Demikianlah gambaran keluuarga ideal sebagai keluarga yang berhasil melaksankan perintah Allah, yang dilaksanakan oleh segenap anggota keluarga ayah, ibu, dan anak. Gambaran tersebut dapat di jadikan pelajaran pada saat ini, yaitu bagaimana keluarga muslim harus saling sinergi, berjuang  dengan gigih untuk dapat melaksanakan perintah dan tuntunan Allah dalam kesehariannya.
2.      Lingkungan sekolah (pendidikan formal)
Lingkungan sekolah tempat dilaksanakan proses pembelajaran oleh guru. Dalam proses pembelajaran dan pendidikan di sekolah harus di perhatikan dengan sungguh sungguh pendidikan islam, yang terdapat 3 istilah yang memberikan ciri khas dalam implementasinya, yaitu sebagai berikut : Pertama ta'lim terutama sekali di kemukakan oleh muhammad Rasyid ridla, yang mendefinisikan sebagai "suatu proses transmisi sebagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu" dalam Al-qur'an
terdapat beberapa ayat yang menerangkan kata ta'lim dari akar kata 'allama, seperti surat al-Baqarah ayat 31 ; " Dan dia mengajarkan kepada adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "sebutkanlah kepada-ku nama nama benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar" Dalam perspektif abdul fattah jalal, ta'lim pada ayat di atas menekan tingginya kedudukan ilmu (pengetahuan) dalam islam. Ia menegaskan bahwa ta'lim adalah lebih luas dari pada tarbiyah, karena ketika rasullah mengajarkan bacaan ala-qur'an kepada kaum muslimin, beliau tidak sebatas pada upaya agar mereka dapat membaca, tapi lebih dari itu, yaitu membaca disertai penghayatan dan perenungan yang berisi pemahaman, tanggung jawab, dan amanah. Dengan menggunakan cara membaca sebagaimana disebutkan itulah rosullah membawa kaum muslimin pada proses penyujian jiwa (tazkiayat al nafs), serta membawa jiwa mereka kepada kondisi yang memungkinkan mereka menerima al hikmah.
Kata kedua yang digunakan dalam pendidikan islam adalah tarbiyah. Kata tarbiyah dirujuk dalam 1) kata -rabba, yarbu, tarbiyah yang berarti berkembang berdasarkan ayat al qur'an surat al Rum ayat 39. Dari akar kata ini, pendidikan islam dapat diartikan sebagai upaya menumbuh kembangkan potensi yang ada pada anak didik, 2) rabba, yurbi, tarbiyah, yang berarti tumbuh (nasya'a) dan menjadi besar atau dewasa. Dari kata ini pendidikandapat diartikan sebagai suatu upaya untuk menumbuhkan dan mendewasakan anak didik dan 3) rabba yarubbu, tarbiyah yang berarti memperbaiki, merawat, memelihara, memperindah, memberi makan, mengasuh, tuan, memiliki, mengatur dan menjaga kelestariannya, dari kata ini pendidikan islam dapat diartikan sebagai suatu kegiatan dalam merawat, memelihara, mengasuh mengatur anak didik untuk mencapai kedewasaannya.
Kata tarbiyah di populerkan oleh athiyah al Al Abrasyi yang menurutnya al Tarbiyah mencangkup seluruh aktivitas pendidikan, karena dalam kata itu tercangkup seluruh upaya mempersiapkan anak didik mencapai kesempuranaan, mencapai kebahagian hidup, cinta tanah air, memperkuat fisik, menyempurnakan akhlak, mempertajam intuisi, rajin dalam berkreasi, toleransi terhadap perbedaan, mempertinggi keterampilan. Sementara itu ta'lim adalah bagian dari pada tarbiyah yang mencangkup hanya ranah kognitif (pengetahuan dan pemahaman). Dalam pandangannya tarbiyah mencakup seluruh domain dalam pendidikan yaitu kognitif, efektif dan psikomotorik.
Kata ketiga adalah ta’dib. Kata ini dipopulerkan oleh Syed Muhammad Naquib al Attas, yang menyatakan bahwa kata ta’dib lebih tepat digunakan sebagai terhadap pendidikan. Ia menyatakan bahwa tarbiyah lebih mengarah kepada seluruh makhluk manusia dan hewan sedangkan ta’lim lebih luas cakupannya dari pada tarbiyah. Ta’lim disebutkannya sebagai suatu pengajaran yang tanpa dibarengi dengan pengenalan yang lebih mendasar. Ia menegaskan bahwa konsep tarbiyah dan ta’lim lebih dipengaruhi oleh Barat. Sedangkan ta’dib mencerminkan tujuan esensial pendidikan islam, yaitu penanaman akhlak sebagai misi utama diutuskannya Rasulullah ke muka bumi. Ia menegaskan bahwa orang yang berpendidikan adalah orang yang berperadaban..
Sedangkan secara terminologi beberapa ahli memberikan definisi pendidikan islam. Menurut Abudin Nata pendidikan islam adalah proses pembentukan individu berdasarkan ajaran islam untuk mencapai derajat yang tinggi sehingga mampu melaksanakan fungsi kekhalifahannya dan berhasil mewujudkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Prof. Dr. Ahmadi mendefinisikan Pendidikan Islam sebagai “usaha yang lebih khusus ditekankan untuk mengembangkan fitrah keberagaman  (religiousity), subyek didik agar lebih mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam.
3.      Lingkungan masyarakat sekitar
Pembentukan dan pembinaan akhlak sangat dibutuhkan dalam pergaulan di masyrakat mengingat perkembangan dan perubahan di masyrakat yang semakin menjauhkan anak didik dari nilai-nilai dan ajaran Islam. Ummat Islam pada masa sekarang telah memasuki pada tatanan masyarakat yang ditandai dengan perubahan-perubahan besar yang hal itu sangat mempengaruhi peradaban masyarakat muslim secara keseluruhan dan keberadaan individu sebagai seorang Muslim. Sebagai seorang muslim, perubahan dan perkembangan zaman adalah menuntut suatu kerja keras dan semangat juang tinggi dalam menghadapi berbagai tantangan zaman sebagai  akibat dari perubahan yang  spektakuler selama ini.
Alfin Tofler, seorang futurolog membagi perubahan peradaban manusia dengan tiga gelombang. Pertama, peradaban agrikultural – sebagai kelanjutan berburu dan berpetualang – yang dimulai ribuan tahun yang lalu. Pada masa ini manusia mengalami perubahan dari berburu menjadi bertani. Ekonomi berpusat pada tanah, sifat perekonomian adalah tukar menukar, setiap keluarga adalah produsen. Hubungan antar manusia bersifat personal dan akrab, dan desa-desa mulai bermunculan.
*      5  SENTENCES
1.      SL: Lingkungan sekolah tempat dilaksanakan proses pembelajaran oleh guru.
TL: School area is the place to do transfering information by teacher.
2.      SL:Lingkungan keluarga adalah lingkungan pertama dan utama yang mempengaruhi akhlak seseorang, karena dalam keluarga pembentukan dan pembinaan akhlak dapat dilakukan.
TL: Family environment is the first and fremst evironment that affects morality of a person, because in the family of formation and coaching moral can be done.
3.      SL: Manusia adalah sebagai yang mahluk berakal, dituntut untuk memiliki akhlak yang baik.
TL: Man as creature who has intelligence, demand have good intelligence.
4.      SL: Faktor lingkungan yang dipengaruhi oleh aliran nativisme.
TL: The environmental factors influenced by the flow of empiricism are the opposite of the flow of nativism.
5.      SL: Heriditas dapat diartikan sebagai pewarisan atau pemindahan biologis karakteristik individu dari pihak orang tuanya.
TL: Heriditas can be defined as relocation biological individual characteristic of the parents. The inheritance this is happening through his theory of genetic.















CHAPTER IV

CONCLUSION

Man as creature who has intelligence, demand have good intelligence. Therefore  humans only seek the building and developt the attitude to adorn him and raise rank. For developingthe attitude, there are several factors that influence, in the are very needed in the success of someone inachieving degree or level good noble  with god and other human.
Thus the environment that affects a person’s morality consists of :
·         Family Environment
Family envirnment is the first and fremst evironment that affects morality of a person, because in the family of formation and coaching moral can be done.
·         The vicinity of the school ( formal education )
The environment the school carried out learning by teacher.
·         Neighborhood community
The formation and guidance of morals is needed in the association in society considering the development and changes in society that increasingly distanced the students from the values and teachings of Islam.















CHAPTER V

REFERENCES

o   Mosleh Habibullah, Theory of Translation and Exercises, 2013, pg., 41
o   https://thetranslationcompany.com/resources/language-country/spanish/ultimate-guide/process/modulation-translation.htm
o   http://translatorthoughts.com/2016/05/modulation/
o   Mildren Larson, meaning based translation, 1984, pg., 1
























APPENDIX

ENGLISH TEXT

“Akhlak Tasawuf”
1)      Factors that influence the attitude
Man as creature who has intelligence, demand have good intelligence. Therefore  humans only seek the building and developt the attitude to adorn him and raise rank. For developingthe attitude, there are several factors that influence, in the are very needed in the success of someone inachieving degree or level good noble  with god and other human. Factors that influence of building and development of attitude as follows.
A.    Genetic Factor
Genetic factor came from nativism who believe that development of human being influence by genetic received from their parents while experience or enviroment do not affect it all. Figures of this ism is Arthur Scopenheur. According to this ism someone who has high talent in music so otomatically his baby will be a musician who reilable. Heriditas can be defined as relocation biological individual characteristic of the parents. The inheritance this is happening through his theory of genetic.
According to the theory above can be confirm that character, attitude, intelligence and habit of human could infleunced or formed by heredity that which is from both of parents. With trait hereditary ofattitude, character, intelligence and habit from both parents to him. So the atitude, the character and the habit of someone not differ greatly with his parents or one of his parents. So someone who has attitude, character, intellegence and habit in general may were inherited of the nature of and behavior his parents.
B.     Environmental factor
            The environmental factors influenced by the flow of empiricism are the opposite of the flow of nativism. The leading figure of this stream is John Lock (1632-1704). The main idea of this flow is “ tabularasa” a term from latin meaning blank sheets. This understanding emphasizes the importance, environment and aducation as factors that influence development. In other word that human development depends only on environment and education, while innate does not effect it at all. In teaches that all children are born empty without carrying talent, intellegence and nature. Will be that the child is totally dependent on education and the environment.
            There are environmental definitions undetaken by  Soemanto, the real environment includes all material and stimuli that are outside the individual, both physiological, psychological, and sociocultural.
            Psychologically, the evirmet cvers all the physical ad material conditions are the body, such as nutrition, vitamins, water, acid, temperature, nervous system, blood circulation, breathing, flood digestion, indoctrin glands.
            While psychologically, the environment includes all the stimuli that individuals receive from conception, birth to death. Stimuli such as: the properties of genes, desires, tastes, feelings, goals, will, emotions and intellectual capacity.
            While sociocultural, the environment includes all stimulation, interaction and external conditions in relation to the treatment of work of others. Family lifestyle, association, learning, education and teaching  training.
            Thus the environment that affects a person’s morality consists of :
1.      Family Environment
Family environment is the first and fremst evironment that affects morality of a person, because in the family of formation and coaching moral can be done. Moral education in the family begins when the child interacts  with the father, mother and people who have the closest blood relations. Both parents are the people who are fully responsible for the formation and coaching of a child. The saying goes “ mother (family) is the main madrasah” based on this proverb can be affirmed that the family is an educational institution that determines  the formation and coaching of morals, because with good and harmonious family will provide great benefits for children’s moral development.Ideal family picture at least described by the al qur'an, the family of the prophet Abraham, which is a family that in daily life is based on firm faith and noble character. Prophet Ibrahim is described as a father who has a strong faith value and high sacrifice that surpasses all human beings. The faith of the prophet Ibrahim is reflected by the obedience of Allah's command to fulfill his commandments as difficult and as heavy as anything, beginning to migrate and place his family (his wife Hajar and his young son Ishmael) in a very barren, arid, dry valley without trees ie Mecca. But by virtue of his solid faith and total surrender to God, he obeyed wholeheartedly and wholeheartedly the commandments of God with the conviction and prayer that God will provide relief and blessing to his family and the arid valley he occupies (mecca). The belief and prayer of Prophet Ibrahim is evident in the future when the birth of a chosen prophet, the last Apostle, the best man, namely Muhammad Rasulullah SAW.
The highest willingness to sacrifice was demonstrated by the prophet Ibrahim when God commanded him to sacrifice wholeheartedly, the high sincerity and complete submission of the sacrifice of Prophet Ibrahim above was not in vain, with the replacement of Ishmael the prophet with a goat as a sign of the acceptance of the sacrifice of Prophet Ibrahim.
The figure of the ismail prophet also shows faith and is willing to sacrifice extraordinary. He has faithfully sacrificed, resigned, and sincerely, accepting God's command that Allah revealed to his father to slaughter himself to fulfill God's call and command, Ishmael willingly with all his heart and faith to sacrifice anything even his life.
Meanwhile, Hajar the wife of Prophet Ibrahim and also the mother of Prophet Ismail shows the figure of wife and mother with high obedience and faith received orders to sacrifice by slaughtering his very beloved child that is Prophet Ismail, though instinctively and the feelings of a woman, he is very hard to carry out command it. But thanks to the firm firmness of faith and faithfulness he accepts even support of his husband and son to carry out the orders of the victim.
The success of Prophet Ibrahim as a father, Hajar as mother and Isma'il as a child carrying out God's command above is not an easy thing and without aral. Satan as a tempter and a human barrier to doing good works to undermine their faith and belief to discontinue their intentions and firmness in fulfilling the commands of the sacrifice of God. Satan tried hard to come to Ibrahim, Ismail's prophet and they could pass the critical period of chasing away and destroying demons trying to tempt them. Events of this expulsion in the pilgrimage in capture in the form of ritual jumrah. Such is the picture of the ideal family as a family that succeeds in carrying out God's commands, carried out by all family members of father, mother, and child. The picture can be made a lesson at this time, that is how the Muslim family should be synergistic each other, striving diligently to be able to carry out the command and guidance of God in everyday life.
2.      The vicinity of the school ( formal education )
The environment the school carried out learning by teacher. Inlearning and educated at a school have to be in see earnestlyislamic education, that there are 3 a term give typical in itsimplementations that is as follows: first ta' lim especially once atbelievers by muhammad rasyid ridla, that defines as ' a processtransmission as science in soul individual without there was alimit and provisions certain ' in al-qur' an there are severalparagraph a clear said ta' lim from the root said ' allama, such asa albaqarah paragraph 31; ' and he taught adam all the names,then presented them to the angels and said, ' tell me the names ofthe it if you are telling the right'.
In perspective abdul fattah jalal, ta' lim in paragraph on theknowledge will reduce the (knowledge) in islam .He stressed thatta' lim is broader than the state, because when teaching reading rasullah al-qur’an to people, she did not just on effort so that theycan read, but more than that, the reading contains accompaniedappreciation reflection and understanding, the responsibility of,and the messages of .By using how to read as mentioned that isrosullah carrying the is not to the process testing persons(tazkiayat the of the another), and carry their lives to situation thatenabled they receive wisdom.
The second used in education of islam is tarbiyah.Said tarbiyahreferred to in 1 said -rabba, yarbu, tarbiyah which means are reallybased on paragraph the qur' an letter the rum paragraph 39.Fromthe root this word, islamic education can be read as an effort togrow developed the potential that exists in students, 2 ) rabba,yurbi, tarbiyah, which means grow ( nasya' a ) and being major oradult.Of the word is education can be defined as an attempt togrow and mature students and 3 ) rabba yarubbu, tarbiyah whichmeans fix, tending, guard, embellish, feed, charge of, sir, having,set and keep sustainability of the word is islamic education canbe defined as an activity in treating, guard, charge of set studentsto reach maturity.
Said the state athiyah popular in by the state to the abrasyiincluding the all educational activity, because in that wordincluding the all efforts to prepare students reach perfection, achieve happiness life, love of country, strengthen physical,perfect attitude, sharpen intuition, diligent in creative, the sanction to, heightens skill. Meanwhile ta' lim is part of the statethat only the cognitive cover by ( knowledge and understanding). Beneath his gaze covering all the domains in state education the cognitive, effective and psychomotor .
The third word is ta'dib. This word was popularized by Syed Muhammad Naquib al Attas, which states that the word ta'dib is more appropriately used as against education. He states that tarbiyah is more directed to all human and animal beings while ta'lim is wider scope than tarbiyah. Ta'lim mentioned as a teaching without accompanied by a more basic introduction. He asserted that the concept of tarbiyah and ta'lim is more influenced by the West. While ta'dib reflect the essential goal of Islamic education, namely the cultivation of morals as the main mission in the messenger of the Prophet to the earth.Ia asserted that educated people are civilized people ..
While in terminology some experts provide the definition of Islamic education. According to Abudin Nata Islamic education is the process of forming an individual based on Islamic teachings to achieve a high degree so as to carry out the function of the Caliphate and succeeded in realizing the happiness of the world and the hereafter.
Prof. Dr. Ahmadi defines Islamic Education as "a more specific effort emphasized to develop the nature of diversity (religiousity), subjects to be more able to understand, live and practice the teachings of Islam.
3.      Neighborhood community
The formation and guidance of morals is needed in the association in society considering the development and changes in society that increasingly distanced the students from the values and teachings of Islam. The Islamic Ummah in the present has entered into the social order marked by great changes that greatly affect the civilization of the Muslim community as a whole and the existence of the individual as a Muslim. As a Muslim, change and development of the times is demanding a hard work and high morale in the face of the challenges of the times as a result of this spectacular change.
Alfin Tofler, a futurologist divides the change of human civilization with three waves. First, agricultural civilization - as a continuation of hunting and adventure - which began thousands of years ago. At this time humans experience a change from hunting to farming. The economy is centered on land, the nature of the economy is the exchange, every family is the producer. Relationships between human beings are personal and intimate, and villages are beginning to emerge.













[1]http://eprints.ums.ac.id/40135/1/Artikel%20Publikasi%20Ilmiah.pdf
[2]Mosleh Habibullah, Theory of Translation and Exercises, 2013, pg., 41
[3]https://thetranslationcompany.com/resources/language-country/spanish/ultimate-guide/process/modulation-translation.htm
[4]http://translatorthoughts.com/2016/05/modulation/
[5]Mildren Larson, meaning based translation, 1984, pg., 1
[6]Ibid