BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Latar belakang penulisan makalah ini adalah niat untuk memberikan
nasehat dan peringatan akan kewajiban zakat yang telah diremehkan oleh
kebanyakan kaum muslimin, mereka tidak mengeluarkanya sebagaimana cara yang
disyariatkan, meski perkara ini adalah besar, dan merupakan salah satu dari
lima rukun Islam di mana bangunan Islam tidak akan tegak tanpanya. Ini
menunjukkan bahwa zakat merupakan bagian penting dalam kehidupan umat Islam.
Bahkan pada masa Khalifah Abu Bakar As-Siddiq orang-orang yang enggan berzakat
diperangi sampai mereka mau berzakat. Itu karena kewajiban berzakat sama dengan
kewajiban mendirikan sholat.
Kewajiban zakat atas muslim adalah di antara
kebaikan Islam yang menonjol dan perhatianya terhadap urusan para pemeluknya,
hal itu karena begitu banyak manfaat zakat dan betapa besar kebutuhan
orang-orang fakir kepada zakat. Kitab dan sunnah serta ijma’ telah menunjukan
kewajibanya, barang siapa mengingkari kewajibanya maka ia adalah kafir dan
murtad dari Islam dan harus diminta agar bertaubat, jika tidak bertaubat
dibunuh, dan barang siapa kikir dengan enggan mengeluarkan zakat atau
mengurangi sesuatu darinya maka ia termasuk orang-orang dzolim yang berhak atas
sangsi dari Allah SWT
Namun sayang, zakat yang seharusnya menjadi potensi ekonomi umat
yang sangat baik, pada umumnya belum digarap secara baik. Akibatnya kemiskinan
di kalangan umat Islam jumlahnya masih cukup banyak. Padahal kita pun tahu
bahwa kemiskinan dan kemelaratan merupakan bibit potensial untuk kemurtadan dan
kekufuran.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian serta hukum zakat
yang ada dalam Islam?
2.
Apa saja macam – macam zakat?
3.
Siapa saja yang berhak menerima
zakat?
4.
Apa filosofi zakat bagi kehidupan?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk mengetahui pengertian dan
hukum zakat dalam Islam.
2. Untuk
mengetahui macam – macam zakat.
3. Untuk
mengetahui siapa saja yang berhak menerima zakat.
4. Untuk
mengetahui filososfi zakat bagi kegidupan.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Hadits
Tentang Hikmah Zakat
Hikmah
zakat adalah sebagai berikut:
a.
Zakat
menjaga dan memelihara harta dari incaran mata dan tangan pendosa dan pencuri. Nabi Saw. bersabda:
حصنوا اموالكم بالزّكاة
وداوومرضاكم بالصّدقة واعدّوا للبلاء الدّعاء
Peliharalah
harta-harta kalian dengan zakat. Obatilah orang-orang sakit kalian dengan
sedekah. Dan persiapkanlah doa untuk (menghadapi) malapetaka.
b.
Zakat
merupakan pertolongan bagi orang-orang fakir dan orang-orang yang sangat
memerlukan bantuan. Zakat bisa mendorong mereka
bekerja dengan semangat (ketika mereka mampu untuk melakukannya) dan
bisa mendorong mereka untuk meraih kehidupan yang layak. Dengan ini, masyarakat
akan terlindung dari penyakit kemiskinan, dan Negara akan terpelihara dari
penganiayaan dan kelemahan. Setiap golongan bertanggung jawab untuk mencukupi
kehidupan orang-orang kafir. Dalam sebuah hadits disebutkan sebagai berikut:
إنّ الله فرض على أغنياء المسلمين في أموالهم
بقدر الذي يسع فقراءهم ولن يجهد الفقراء إذاجاعوا أوعروا إلّا بما يصنع أغنياؤهم
ألا وإنّ الله يحاسبهم حسابًا شديدا ويعذّبهم عذابا أليمًا
Sesungguhnya Allah
swt. mewajibkan orang-orang muslim yang kaya untuk menafkahkan harta-harta
mereka dengan kadar yang mencukupi orang-orang muslim yang fakir. Sungguh,
orang-orang fakir sekali-kali tidak akan lapar atau tertelanjang kecuali karena
perbuatan orang-orang yang kaya. Ketahuilah, sesungguhnya Allah swt. akan
menghusab mereka dengan hisab yang keras dan menyiksa mereka dengan siksaan
yang pedih.
Dalam hadis yang lain disebutkan
sebagai berikut.
ويل للأغنياء من
الفقراء يوم القيامة , يقولون : ربّنا ظلمونا حقوقنا الّتي فرضت لنا عليهم , فيقول الله تعالى : وعزّتي وجلالي لأدنينكم
ولأباعدنهم , ثم تلى صلّى الله عليه وأله وسلّم : وفي أموالهم حقُّ للسّائل
والمحروم
Pada hari kiamat, celakalah orang-orang kaya (yang
berada di tengah-tengah) orang miskin. Mereka (orang-orang kaya) menzalimi
hak-hak kami yang diwajibkan atas mereka untuk kami.” Kemudian Allah swt
berfirman: “Demi kemuliaan dan keagungan-Ku, Aku akan mendekatkan kalian dan
menjauhkan mereka.” Setelah itu, Dia membaca ayat: wa fi amwalihim haqq ma`lum
li al-sa`il wa al-mahrum.
c.
Zakat
menyucikan jiwa dari penyakit kikir dan bakhil. Ia juga melatih seorang mukmin
untuk bersifat pemberi dan dermawan. Mereka dilatih untuk tidak menahan diri
dari mengeluarkan zakat, melainkan mereka dilatih untuk ikut andil dalam
menunaikan kewajiban social, yakni kewajiban untuk mengangkat (kemakmuran)
Negara dengan cara memberikan harta kepada fakir miskin, ketika dibutuhkan atau
dengan mempersiapkan tentara, membendung musuh, atau enolong fakir miskin
dengan kadar yang cukup. Seorang mukmin diwajibkan demikian karena dia juga
berkewajiban untuk menunaikan nazar dan kafarat harta benda yang disebabkan
oleh pelanggaran terhadap sumpah (yamin), zhihar, pembunuhan yang
terjadi karena kesalahan, dan perusakan atas kehormatan Ramadan. Selain zakat,
nazar, dan kafarat, yang juga merupakan anjuran untuk dinafkahkan adalah
pemberian wasiat harta untuk kebaikan, wakaf, udhhiyyah (penyembelihan binatang
kurban pada hari raya adha), zakat fitrah, sedekah tathawwu’, dan yang lainnya.
d.
Zakat
diwajibkan sebagai ungkapan syukur atas nikmat harta yang telah dititipkan
kepada seseorang. Dengan demikian, zakat ini dinamakan dengan zakat maal (zakat
harta kekayaan). Zakat ini diwajibkan karena adanya sebab (yakni karena adanya
harta). Seperti halnya shalat dzuhur diwajibkan karena datangnya waktu dzuhur,
begitu juga puasa bulan Ramadhan dan menunaikan ibadah haji.
2.
Hadits
Tentang Mustahaqqun (Penerima Zakat)
Kelompok
penerima zakat (mustahiq al-zakat) ada delapan:
a.
Orang
fakir adalah orang yang tidak memiliki harta sama sekali dan tidak punya penghasilan
yang halal, atau dia memiliki sedikit harta atau sedikit pengahsilan yang
halal, namun tidak mencukupi, karena dia tidak dapat memenuhi separuh kebutuhan
misalnya, dan dia juga tidak memiliki seseorang yang diwajibkan untuk
menafkahinya, misalnya seorang suami bagi seorang istri, atau semacamnya.
Adapun yang menjadi ukuran untuk kecukupan tersebut hingga mencapai batas akhir
usia kebanyakan, yaitu 62 tahun, kecuali jika dia memiliki harta yang dapat
diputar dengan cara berniaga, maka ukurannya adalah keuntungan yang didapat
setiap harinya, apabila dia hanya mendapatkan keuntungan separuh dari kecukupan
pada setiap harinya, maka dia termasuk orang yang fakir. Begitu pula jika dia
telah melewati batas akhir usia kebanyakan, maka ukurannya adalah harta yang
dimiliki setiap harinya, apabila tidak mencukupi untuk setengah hari maka dia
termasuk orang yang fakir.
b.
Orang
miskin adalah orang yang memiliki sejumlah harta atau penghasilan halal yang
dapat memenuhi separuh kebutuhannya untuk seumur hidup, atau lebih dari
separuh. Orang fakir dan orang miskin tetap boleh menerima zakat meskipun dia
memiliki rumah yang pantas untuk ditinggali, atau pakaian yang cukup bagus
untuk dikenakan. Begitu pula dengan wanita miskin atau fakir yang memiliki
perhiasan yang memang dibutuhkan dan biasa dikenakan oleh para wanita lainnya.
Begitu pula dengan pelajar yang memiliki sejumlah buku-buku besar yang
dibutuhkan untuk keperluan belajarnya atau sebagai referensinya. Begitu juga
seseorang yang memiliki penghasilan dari jalan yang haram, atau seseorang yang
memilki harta di tangan orang lain yang tinggalnya dua marhalah (kurang lebih
80 km) atau lebih dari itu, atau seseorang yang memilki piutang dengan waktu
pembayaran yang cukup lama. Mereka semua itu tetap boleh menerima zakat selama
mereka termasuk golongan fakir atau miskin.
c.
Amil
zakat adalah orang yang memiliki peran pengelolaan harta zakat, baik itu orang
yang mengumpulkannya, menjaganya, menuliskannya, membagikannya, dan lain
sebagainya. Namun amil zakat hanya boleh mengambil bagian dari harta zakat
sesuai dengan jatah yang diberikan oleh imam dengan ukuran upah pekerjaan yang
serupa, dan juga mereka tidak secara khusus digaji oleh imam.
d.
Mu’allaf terdiri empat macam. Pertama: orang yang baru
saja masuk Islam dan imannya masih lemah. Dia boleh diberi harta zakat untuk
memperkuat imannya. Kedua: orang yang baru saja masuk Islam dan dia merupakan
seorang yang dihormati oleh kaumnya, serta diharapkan dengan pemberian zakat
kepadanya maka kaumnya yang masih kafir dapat segera memeluk agama Islam.
Ketiga: seorang Muslim yang memiliki iman sudah kuat, namun diharapkan dengan
pemberian zakat kepadanya maka pengaruhnya dapat menghentikan kejahatan dari
orang-orang kafir. Keempat: seorang Muslim yang memiliki iman yang sudah kuat,
namun diharapkan dengan pemberian zakat kepadanya maka pengaruhnya dapat
menghentikan orang-orang Islam yang menolak untuk membayar zakat.
e.
Riqab
adalah hamba sahaya mukatib. Dia boleh diberi zakat yang dapat membantunya
untuk menyelesaikan pembayaran pembebasan dirinya. Namun ada beberapa
syaratyang harus dipenuhi, yaitu dia benar-benar berniat untuk membebaskan diri
dari perbudakan dengan mengangsur pembayarannya. Dia beragama Islam. Dia masih
berhutang atas pembebasannya dan tidak memiliki piutang yang dapat melunasi
seluruh sisa pembayarannya. Dia bukan hamba sahaya milik orang yang membayar
zakatnya.
f.
Gharim
terdiri dari tiga macam. Pertama: orang yang berhutang dengan tujuan untuk
melakukan perbaikan atau pendamaian antara dua pihak yang berselisih. Orang ini
boleh diberikan harta zakat meskipun termasuk orang yang berkecukupan. Kedua:
orang yang berhutang dengan tujuan untuk kemaslahatan dirinya sendiri dan
hutangnya digunakan untuk sesuatu yang diperbolehkan, atau tidak diperbolehkan
namun dia telah bertaubat. Ketiga: orang yang memilki hutang karena merusak
sesuatu milik orang lain dan dia kesulitan untuk membayarnya. Kedua jenis
gharim yang terakhir hanya diberikan harta zakat selama dia tidak mampu untuk
membayarnya saja, sedangkan gharim yang pertama boleh diberikan meskipun dia
termasuk orang kaya dan mampu untuk membayar hutangnya sendiri.
g.
Fi
sabilillah adalah mujahid yang ikut berperang di jalan Allah, dan dia tidak
memiliki jatah khusus dalam daftar pembagian santunan. Mujahid tersebut boleh
diberikan harta zakat untuk memenuhi segala kebutuhannya selama tinggal di
negeri asing dari pergi samapai pulang, meskipun dia termasuk orang yang kaya.
Begitu juga dengan kebutuhan perangnya, semisal senjata dan kuda, serta
kebutuhan keluarganya di rumah selama ditinggalkan.
h.
Ibnu
sabil adalah musafir yang hendak melakukan perjalanan jauh dari negerinya yang
mengumpulkan harta zakat atau melewati negeri yang mengumpulkan harta zakat.
Dia boleh diberikan bagian dari harta zakat yang cukup untuk sampai di tempat
yang dituju, dengan beberapa syarat yaitu: dia membutuhkan harta tersebut
ketika memulai perjalanan atau saat melewati negeri yang mengumpulkan harta
zakat tersebut. Niat perjalanannya bukan untuk berbuat sesuatu yang buruk.
Tujuannya juga untuk sesuatu yang diperbolehkan dalam syariat.
3.
Hadits
Tentang Muzakki (Pemberi Zakat)
Seluruh ahli fiqih sepakat bahwa
setiap Muslim, merdeka, baligh dan berakal wajib menunaikan zakat. Akan tetapi
mereka berbeda pendapat tentang orang yang belum baligh dan gila.
Menurut madhab imamiyah, harta orang gila, anak-anak dan
budak tidak wajib dizakati dan baru wajib di zakati ketika pemiliknya sudah baligh,
berakal dan merdeka.
Ini
berdasarkan sabda rasulallah SAW.
رفع القلم عن ثلاث: عن الصبي حتى يبلغ , وعن النّائم حتى ينتبه وعن
المجنون حتى يفيق
“Tiga orang terbebas dari ketentuan
hukum; kanak-kanak hingga dia baligh, orang tidur hingga ia bangun dan orang
gila hingga dia sembuh”.
Pendapat
sama dikemukakan madhab Hanafi, kecuali dalam zakat hasil tanaman dan
buah-buahan, karena menurut mereka dalam hal ini tidak diperlukan syarat
berakal dan baligh.
Manurut
madhab Maliki, Hambali, Syafi’i, berakal dan baligh tidak menjadi syarat bagi
diwajibkannya zakat. Oleh sebab itu, harta orang gila dan anak-anak wajib di
zakati oleh walinya.
Bagi
mereka yang memahami zakat seperti ibadah yang lain, yakni seperti sholat,
puasa dan lain-lain, tidak mewajibkan anak-anak yang belum baligh dan orang
gila menunaikan zakat. Adapun mereka yang menganggap zakat sebagai hak
orang-orang fakir atas harta orang-orang kaya, mewajibkan anak-anak yang belum
baligh dan orang gila menunaikan zakat.
Manurut
madhab Hanafi, Syafi’i dan Hanbali Islam merupakan syarat atas kewajiban
menunaikan zakat. Dengan demikian, zakat tidak diwajibkan atas non-Muslim.
Sementara, menurut madhab yang lain, orang kafir juga diwajibkan menunaikan
zakat.
Mereka
tidak mewajibkan zakat atas non-Muslim mendasarkan pendapatnya kepada ucapan
Abu Bakar bahwa zakat adalah sebuah kewajiban dari Rasulallah SAW kepada kaum
Muslimin. Sementara, orang kafir baik pada masa kekafirannya atau sesudahnya,
tidak diwajibkan menunaikan zakat sebagaimana mereka tidak dikenai pula
kewajiban sholat.
Adapun
mereka yang mewajibkan zakat atas non-Muslim mendasarkan pendapatnya pada dalil
bahwa orang-orang kafir juga terbebani melakukan berbagai perkara yang bersifat furu’.
Hadits Tentang Amil Zakat.........