ARTKEL ILMIYAH
ANALISA KEBUDAYAAN
LOKAL
Analisis kebudayaaan
“Tajin Sappar di desa Palesanggar kecamatan Pegantenan kabupaten Pamekasan”
Oleh:
Siti Nur Aisiyah
NIM. 20170701082064
MAHASISWI PRODI PENDIDIKAN TADRIS ILMU PENGETAHUAN
SOSIAL
JURUSAN TARBIYAH STAIN
PAMEKASAN
2017
Abstrak
Bubur merah putih atau tajin mera
pote atau tajin Sappar merupakan salah satu bubur yang dijadikan
alat untuk mengungkapkan rasa syukur terhadap Allah SWT. Juga mengenang sejarah
besar islam di masa lalu.
Sejarah Tajin Sappar di desa Palesaggar kecamatan Pegantenan
kabupaten Pamekasan ini berawal dari
terbunuhnya Sayyidina Husain bin Abi Thalib sang cucu Rosulullah Saw.
Oleh Yazid bin Muawiyah. Metode kebudayaan tersebut dilakukan untuk mengenang sejarah
tersebut secara perlambang.
Bubur
ini bisa dibilang unik karena tidak seperti bubur pada lazimnya..Karena dibuat
denga dua warna yaitu warna putih yang berasa agak asin dean berwarna merah
yang beras manis. Bubur putih bermakna rasa syukur akan panjangnya umur hingga mendapatka tahun
baru kembali . Sedangkan tajin mera (bubur merah) adalah pembanding yang selalu
hadir dalam kehidupan di ndunia berpasang-pasangan, ada indah ada buruk, ada
kebaikan ada kejahatan.
Objek
atau yang menjadi sasaran pelaku dalam kebudayaan Tajin Sappar di des
Palesanggar kecamatan Pegantena kabupaten Pamekasan adalah Sayyidina Husain bin
Ali cucu Rosulullah SAW.
Bubur atau Tajin Sappar sudah
menjadi tradisi di kalangan masyarakat Madura, pada setiap bulan
Safar
atau biasa orang Madura bilang Sappar,
pada bulan inilah mereka membuatnya lalu disedekahkan kepada tetangga
sekitarnya.
Hal yang ingin
dicapai dari Kebudayaan Tajin Sappar di desa Palesanngar kecamatan
Pegantenan kabupaten Pamekasan adalah untuk mengenang sejarah terbubuhnya
Sayyidina Husain bin Ali cucu Rosulluh SAW. di Karbala sebagai salah satu media
pendidikan kepahlawanan dalam islam.
Perspektif Islam terhadap Kebudayaan
Tajhin Sappar di desa Palesanggar kecamatan Pegantenan kabupaten Pamekasan
adalah diperbolehkan menurut para ulama dalam kaidah Ushul Fiqh
sepanjang hal itu tidak menyimpang dati prinsip dasar syariah
Dari
wawancara dengan penduduk besa Palesanggar dapat disimpulkan bahwa telah
terjadi perubahan atau pergeseran kebudayaan Tajin Sappar. Perubahan tersebut berupa semakin sedikitnya
masyarakat yang membuat Tajhin Sappar dan hanya memberikan kepada tetangga yang
terdekat saja. Serta Tajin Sappar yang di buat masyarakat setempat saat
ini sudah beragam tidak sesederhana dulu.
Latar
Belakang
Madura adalah salah satu daerah di
Indonesia yang kaya akan seni budaya dan adat istiadat. Berbagai kebudayaan
tersebut terkadang sangat erat kaitannnya dengan unsur keagamaan. Mengingat
masyarakat madura terkenal dengan masyarakat religius. Itu terbukti dengan
adanya surau atau langgar sebutan orang madura ada disetip rumah warga. Selain
itu orang tua di madura yang lebih memilih memondokkan anaknya kepesantren-pesantren
daripada ke sekolah formal.
Islam menjadi faktor penyokong kehidupan masyarakat setempat begitupun
dengan kebudayaan sehinnga terjadi akulturasi antara islam dengan kebudayaan.
Salah satu kebudayaan yang berunsur dari keislaman adalah kebudayaan “Tajin Sappar di desa Palesanggar Kecamatan Pegantenan Kabupaten
Pamekasan.” Dimana desa tersebut selalu membuat “Tajin Sappar” disetiap bulan Safar
dan dibagikan dengan tetangga sekitarnya. Sistem pembagian tersebut lebih mirip
derngan tukar-menukar Tajin Sappar karena setipa warga
sama-sama membuat Tajin safar tersebut dan sama-sama membagikannya. Hal itu dianggap sebuah keharusan oleh masyarakat di desa tersebut .
Penampilan Tajin Sappar
(Bubur Safar) tersebut sangat
menarik yaitu; berwarna merah dan putih yang mempunyai
filosofi tersendiri. Hal tersebut yang melatar belakangi penulis untuk
membuat sebuah artikel yang berjudul “Analisis Tajin Sappar di desa
Palesannggar kecamatan Pegantenan kabupaten Pamekasan”.
Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah kebudayaan Tajhin Sappar di desa
Palesanggar kecamatan Pegantenan Kabupaten pamekasan
2. Untuk
mengetahui objek kebudayaan tajhin sappar
3. Untuk
mengetahui waaktu pelaksanaan kebudayaan Tajhin Sappar
4. Untuk
mengetahui target ketercapaian pelaksanaan kebudayaan Tajhin Sappar
5. Untuk
mengetahui analisa kebudayaan Tajhin Sappar
6. Untuk
mengetahui perubahan kebudayaan Tajhin Sappar
Pembahasan
a.
Sejarah Kebudayaan
Bubur merah putih atau tajin mera pote atau
tajin Sappar merupakan salah satu bubur yang dijadikan alat untuk
mengungkapkan rasa syukur terhadap Allah SWT., sehingga nabi Nuh mengungkapakan
rasa syukurnya dengan memasak sisa-sisa bekal pada kejadian banjir bandang yang
menimpa kaumnya yang ingkar.
Sejarah Tajin
Sappar di desa Palesaggar kecamatan
Pegantenan kabupaten Pamekasan ini berawal dari
terbunuhnya Sayyidina Husain bin Abi Thalib sang cucu Rosulullah Saw.
Oleh Yazid bin Muawiyah. Pembunuhan ini lebih tepat bila disebut dengan
pembantaian karena tidak seimbangnya dua kekuatan yang saling berhadap-hadapan.
Pembantaian ini terjadi di padang Karbala ketika perjalanan menuju Irak
Kejadian
pembunuhan terhadap Husain cucu Rosulullah Saw.ini, tidak boleh terhapus dari
memori kolektif maupaun individu generasi muslim.. Kejadian-kejaadian dalam
sejarah ini harus selalu dipupuk dengan subur sebagai salah satu media
pendidikan kepahlawanan dalam islam.
Berbagai
metodepun dilakukan untuk mengenang sejarah tradis koalitas. Pada msyarakat
Madura misalnya kita mengenal Tajin Sappar (Bubur Merah Putih) yang
dibagikan pada tetangganya tidak lain untuk merawat ingatan sejarah tersebut
secara perlambang.[1]
Hal tersebut yang di lakukan masyarakat di desa Palesanngar kecamatan
Pegantenan kabupaten Pamekasan samapai kini.
Bubur ini
bisa di bilang unik karena tidak seperti bubur pada lazimnya.. Jika bubur
biasanya terbuat dari beras yang di masak hingga lunak sekali, kali ini dibuat
dengan tepung beras atau ketan dengan campuran santan. Bubur ini dibagi menjadi
dua rasa, yang pertama bubur dengan ras manis dann kedua dengan rasa yang
sedikit asin. Untuk memberikan aneka sajian yang lebih beragam, kedua bubur
tersebut diolah dengan warnay ag berbeda pula. Untuk yang Manis berwarna merah,
warna khas hasil campuran warna gula merah. Sedangkan untuk yang agak asin
dibiarkan berwarna putih. Selain itu terdapat bola-bola kecil di dalamnya atau
yang disebut candil untuk mmemberikan rasa gurih ketika disantap.[2]
Bubur
putih bermakna rasa syukur akan
panjangnya umur hingga mendapatkan tahun baru kembali, semoga kehidupan tambah
makmur, seperti bersyukurnya nabi Nuh setelah berlayar dari banjir bandang,
seperti syukurnya nabi Musa setelah mengalahkan Fir’un. Di samping itu bubur
putih merupakan lambing kaebenaran dan kesucian hati yang selalu menang dalam catatan sejarah yang
panjang. Meskipun kemenangan tersebut tidak selamanya identik dengan kekuasaan,
seperti Sayyidina Husain sebagai kelompok putihan yang ditumpas oleh Yazid bi
Musywiyyah sang penguasa laknat.
Sedangkan tajin
mera (bubur merah) adalah pembanding yang selalu hadir dalam kehidupasn di dunia
berpasang-pasangan. ada indah ada buruk, ada kebaikan ada kejahatan.
Jadi bubur
yang berwarna merah dan putih (Tajin Sappar) merupakan reoresentasi dari rasa
syukur yang mendalam atas karunia Allah SWT. Dan yang lebih penting dari itu
semua, Tajin atau bubur merupakan wahana untuk merawat ingatan akan budaya
sejarah besar dalam islam.[3]
Ø
Cara membuat Tajin Sappar
Bahan utamanya
tepung beras ¾ kg., tepung bers ketan1/4 kg, parutan kelapa ½ biji, 2
litersantan, gula merah ½ kg, gula pasir dan biji mutiara.
Cara
membuatnya: Bentuk bulat tepung beras ketan yang sudah d campur dengan parutan
kelapa dan sedikit air, menyerupai kelereng. Sambilmembulatkan tepung ketan
,campu dan didihkan 1,5 liter santan dengan ½ kg gula merah. Jika sudah
mendidih selama 10 menit, masukan tepung beras sebanyak ½ kg bersama bulatan
tepung ketan,. Aduk hingga merata, biarkan mendidih kembali sambil lalu diaduk
agar tidak menimbulkan kerak di dasr wadah.
Untuk adonan
putihnya campur ¼ kg. tepung berasdengan ½ liter santan. Beri sedikit garam
agar terasa sedap. Msak pada api kecil hingga tepung betul-betulmatang.
Untuk adonan merahnya, cukup ambil sebungkus
kecil kecil bubur mutiara. Rebus hingga matang. Setelah matang, tiriskan air
lalu beri gula pasir secukupnya.
Jika semua
adonan sudah matang maka bubur dapat disajikan [4]
b.
Objek Kebudayaan
Sayyidina Husain cucu Rosulullah Saw. Untuk
mengenang pembunuhannya oleh Yazid bin Musywiyyah di Karbala
c.
Waktu Pelaksanaan Kebudayaan
Bulan Safar
atau sappar dalam bahasa Madura, dalam kalender hijtiyah memiliki makna
tersendiri bagi masyarakat Madura secara spiritual. Membuat sajian bubur atau
Tajhin dibulan ini merupakan wujud pengharapan berkah untuk menghindari mara
bahaya. Hampir sebagian besar di rumah-rumah warga beramai-ranmai membuatnya.[5]
Bubur atau Tajin
Sappar sudah menjadi tradisi di kalangan masyarakat Madura, pada setiap
bulan
Safar atau biasa orang Madura bilang Sappar, pada bulan inilah mereka
membuatnya lalu disedekahkan kepada tetangga sekitarnya.
d.
Target Ketercapain Pelaksanaan
Kebudayaan
Hal yang ingin
dicapai dari Kebudayaan Tajin Sappar di desa Palesanngar kecamatan
Pegantenan kabupaten Pamekasan adalah untuk mengenang sejarah terbubuhnya
Sayyidina Husain bin Ali cucu Rosulluh SAW. di Karbala sebagai salah satu media
pendidikan kepahlawanan dalam islam[6]
Jadi bubur yang berwarna merah dan putin (Tajin
Sappar) merupakan reoresentasi dari rasa syukur yang mendalam atas karunia
Allah SWT. Dan yang lebih penting dari itu semua, Tajin atau bubur merupakan
wahana untuk merawat ingatan akan budaya sejarah besar dalam islam.[7]
e.
Analisa Kebudayaan
1. Kebudayaan Tajhin Sappar dalam perspektif
islam
Kebudayaan
islam adalah adat-istiadat atau hasil kegiatan dan penciptaan (akal budi)
manusia yang berhubungan dengan sesuatu yang bernafas keislaman.
Islam mengajarkan kepada umatnya untuk
selalu beramal dqan berkarya, untuk selalu mengguanakan pikiran yang diberkan
kepada Allah untuk mengolah alam dunia ini menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi
kepentingan manusia. Dengan demikian, islam telah berperan sebagai pendorong
manusia untuk “berbudaya”, dalam satu waktu islamiyah yang meletakkan kaidah
norma dan pedoman. Dari sisni bisa dikatakan bahwa kebudayaan sendiri berasal
dari agama.
Keberadaan
agama dalam sistem
sosial
budaya adalah objek yang menjadi perhatian utama dalam antropologi agama.
Kehidupan beragama punya pengaruh terhadap aspek kebudayaan yang lain ekspresi
religious di temukan dalam budaya material, perilaku manusia, nilai moral,
system keluarga, ekonomi, hokum, politik, pengobtan, saians, teknologi,seni,
pemberontakan, perang dan lain sebagainya.[8]
Kontribusi dalam budaya dan pembangunan
peradaban masyarakat Madura adalah identik dengan islam. Manusia di Madura
lebih memilih menyekolahkan anak-anaknya di sebuah di pesantren daaripada di
sekolah negeri.. Aphental
syahadat asapok iman adalah salah satu pribahasa orang Madura. Ahlus sunnah wal
jamaah. Versi bahasa terdiri dari tiga kata ahlu, sunnah, al-jamaah. Kata Ahlu
dkatakan
asebagai keluarga ataun pengikut
ajaran sunnah nabi Muhammad SAW. Yaitu
para sahabat dan generasi-generasi selanjutnya.. [9]
Perspektif Islam terhadap Kebudayaan Tajin
Sappar di desa Palesanggar kecamatan Pegantenan kabupaten Pamekasan adalah
diperbolehkan berdasarkan kaidah berikut:
Para Ulama dalam kaidah Ushul Fiqh
mengatakan “al-adatu muhakkamah” adat kebiasaan atautradisi budaya bias
dijadikan dasar hukum. Sudah barang tentu sepanjang hal itu tidak menyimpang
dati prinsip dasar syariah.[10]
Berdasarkan kaidah tersebut kebudayaan Tajin Sappar tidak menyimpang
dari prinsip keislaman mengingat hal itu dilakukan untuk mengenang sejarah
besar islam di masa lalu. Selain itu diperbolehkannya kebudayaan Tajhin Sappar
diperkuat dengan pernyataan berikut:
Apabila
dikaitkan dengan nilai-nilai keagamaan tradisi tersebut tidak menyimpang dan
tidak keluar dari hukum syara’. Bahkan dalam, islampun bersedekah dianjurkan
untuk menolak balak dan terhindar dari musibah.[11]
Dari
pernyaan tersebut memperkuat hukum diperbolehkannya Tajin Sappar sebagai
kebudayaan desa Palesanggar kecamataan Pegantenan kabupaten Pamekasan. Karena
selain tidak menyalahi hukum islam, kebudayaan Tajin Sappar yang di bagikan kepada tetangga juga merupakan
sedekah yang seyogyanya dianjurkan dalam islam sebagaimana yang termaktub dalam
al-Qur’an dan hadits nabi SAW.
f.Perubahan
Kebudayaan
Perubahan kebudayaan Tajin Sappar di
desa Palesanggar kecamatan Pegantenan kabupaten Pamekasan penulis dapat dari
hasil wawancara langsung dengan warga setempat. Berikut hasil wawancara
tersebut:
Aisi
: Aponapah kabudayaenna Tajhin Sappar nikah bu’ bedhe perpiteennah
antara se samangken ban se sappen?
Ibu husna : Bedheh le’
Aisi : Ponapah contonah se pidheh
antara se samanken ban se sappen?
bu Husna : Bannya’ le’, eantarana mon sappen
oreng se aghebhei Tajhin Sappar nikah bennya’. Mon Mangken ampon sakoni’. Pole
mon sappen mon ter-ater Tajhin Sappar ka tatanggeh nikah sampe’ ka tatanggeh se
jhau tapeh mon samangkern coma ter-ater ka tatanggeh se semma’
Aisi
: Salaen deri ka’ dintoh ponanah pole se aobe?
Ibu Husna : ki …..mon Sappen nikah Tajhin
Sappar ki’ Saderhana coman tahjin pote ban Tajhin mera eparenge connel edelhem,
mon samangken oreng ting akebhei ki’
eberri mutearah. Susu ben laennah
Asiy
: Ponapah se daddih sabeb perpidhaan nikah?
Ibu Husna : samangken nikah le’ zaman jhen
maju, bennya’ oreng sibuk ben kalakoennah bi’ tibi’ sebang. Sappen nikah oraeng
ki’ ngabes ka tatanggeh samangken pon malarat akadhah kenikah.
Aisi
: aponapah bedheh sebab laen?
Ibu Husna :
ki…Samangken nikah mon aghabei
Tajhin Sappar Saderhana pon bennya’ oreng ta’ andhe’,
teddih koduh nyasuaiaki sareng zamannah.
Terjemahan
ke dalam bahasa Indonesia:
Aisi
: Apakah kebudayaan Tajin Sappar ini bu ada perbedaan antara yang
sekarang dengan yang dulu?
Ibu Husna :
Ada adik
Aisi
: Apa contoh perbedaan antara yang dulu dengan yang sekarang?
Ibu Husna : Banyak adik, diantaranya kalau dulu
orang yang membuat Tajin Sappar ini banyak. Kalau sekarang sudah
sedikit. Juga kalau dulu kalau menghantar (memberi) Tajin Sappar ke
tetangga ini samapaqi ke tetangga yangh jauh tapi kalau sekarang Cuma
menghantar (memberi) ke tetangga yang dekat
Aisi
: Selain dari itu apalagi yang berubah?
Ibu husna :
Iya… kalau dulu Tajin Sappar ini masih sederhana hanya bubur
putih dan bubur merah diberi connel di dalam, kalau sekarang kalau orang kalau
membuat diberi mutiara, susu dan sebagainya.
Aisi
: Apa yang menjadi sebab perubahan ini?
Ibu Husna : Sekarang ini zaman semakin maju bayak
orang yang sibuk dengan pekerjaannya masin-masing. Dulu orang masih melihat ke
tetangga sekarang sudah sulit yang seperti itu.
Aisi
: Apakah ada sebab lain?
Ibu Husna : Iya…sekarang ini kalau membuat Tajin
Sappar sederhana sudah banyak orang yang tidak mau, jadi harus
menyesuikan zamannya[12]
Dari wawancar tersebut dapat disimpulkan
bahwa telah terjadi perubahan atau pergeseran kebudayaan Tajin Sappar di
desa Palesanggar Kecamatan pegantenan kabupaten Pamekasan. Perubahan tersebut berupa semakin sedikitnya
masyarakat yang membuat Tajin Sappar dan hanya memberikan kepada
tetangga yang terdekat saja. Serta Tajin Sappar yang di buat masyarakat
setempat saat ini sudah beragam tidak sesederhana dulu.
Kesimpulan
Bubur merah putih
atau tajin mera pote atau tajin Sappar merupakan salah satu bubur yang
dijadikan alat untuk mengungkapkan rasa syukur terhadap Allah SWT.
Sejarah kebudayaan Tajin Sappar di dese
Palesaggar kecamatan Pegantenan ini berawal dari terbunuhnya Sayyidina Husain bin Abi Thalib
sang cucu Rosulullah Saw. Oleh Yazid bin Muawiyah. Pembunuhan ini lebih tepat
bila disebut dengan pembantaian karena tidak seimbangnya dua kekuatan yang
saling berhadap-hadapan. Pembantaian ini terjadi di padang Karbala ketika
perjalanan menuju Irak
Objek kebudayaan Tajin Sappar di desa palesanggar
adalah Sayyina Husain bin Ali cucu Rosulullah SAW.
Bubur atau Tajin
Sappar sudah menjadi tradisi di kalangan masyarakat Madura, pada setiap
bulan
Safar atau biasa orang Madura
bilang Sappar, pada bulan inilah mereka
membuatnya lalu disedekahkan kepada tetangga sekitarnya.
Berdasarkan
analisa keislaman kebudayaan Tajin Sappar di desa Palesanggar kecamatan
Pegantenan kabupaten Pamekasan itu diperbolehkan selama t6idak menyalahi
syariat islam juga diperkuat dengan kenyataan bahwa sedekah kepada sesame dalm
islam dianjurkan yang ert kaitannya dengan Ke3budayaan Tajhin Sappar.
Bubur atau Tajin
Sappar sudah menjadi tradisi di kalangan masyarakat Madura, pada setiap
bulan
Safar atau biasa orang Madura
bilang Sappar, pada bulan inilah mereka
membuatnya lalu disedekahkan kepada tetangga sekitarnya.
Daftar Rujukan
Abdul Mustaqin, Akhlak Tasawuf
(Yogyakarta: KAUKABA DIPANTARA, 2013), hlm. 34.
Imam
Hanafi, Perwajahan Islam di Madura, Makalah Diajukan Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Islam dan Budaya Madura”, STAIN Pamekasan,
(Pamekasan: 18 Juni 2016, th
Akses
Internet:
WWW.Tokomaduraonline.com/20140507398/tajin-simbol-ritual-adat-masyarakat-madura.html,
pada tanggal 07 Desember 2017
Kim-kamboja.blogspot.co.id/2014/12/nkimatnya-tajin-sappar.html,
pada tanggal 07 Desember 2017
WWW.emadura.com/2014/12/mencicipi-kelezatan-bubur-khas-shafar.html
diakses pada tanggal 08 Desember 2017
United-akhied.blogspot.co.id/2012/11/sosiologi-kebudayaan-masyarakat-islam.html
diakses pada tanggal 06 Desember 2017
Wawancara:
Husna,
tj, Wawancara langsung, (1 Desember 2017)
[1]
tn, “Tajin (Bubur) symbol ritual pada masyarakat Madura”, Artikel, diakses dari
WWW.Tokomaduraonline.com/20140507398/tajin-simbol-ritual-adat-masyarakat-madura.html,
pada tanggal 07 Desember 2017
[2]
tn, “ Nikmatnya dan Berkah Tajin Sappar”, Artikel, diakses dari
Kim-kamboja.blogspot.co.id/2014/12/nkimatnya-tajin-sappar.html,
pada tanggal 07 Desember 2017
[3]
tn, “Tajin (Bubur) symbol ritual pada masyarakat Madura”, Artikel, diakses dari
WWW.Tokomaduraonline.com/20140507398/tajin-simbol-ritual-adat-masyarakat-madura.html,
pada tanggal 07 Desember 2017
[4]
Unzilatur Rahmah, “Mencicipi Kelezatan Bubur Khas Shafar”, Artikel di akses dari
WWW.emadura.com/2014/12/mencicipi-kelezatan-bubur-khas-shafar.html
pada tanggal 08 Desember 2017
[5]
tn, “ Nikmatnya dan Berkah Tajin Sappar”, Artikel, diakses dari
Kim-kamboja.blogspot.co.id/2014/12/nkimatnya-tajin-sappar.html,
pada tanggal 07 Desember 2017
[6]
tn, “Tajin (Bubur) symbol ritual pada masyarakat Madura”, Artikel, diakses dari
WWW.Tokomaduraonline.com/20140507398/tajin-simbol-ritual-adat-masyarakat-madura.html,
pada tanggal 07 Desember 2017
[7]
tn, “Tajin (Bubur) symbol ritual pada masyarakat Madura”, Artikel, diakses dari
WWW.Tokomaduraonline.com/20140507398/tajin-simbol-ritual-adat-masyarakat-madura.html,
pada tanggal 07 Desember 2017
[8]
Akhid Pratama, “ SOSIOLOGI-KEBUDAYAAN MASYARAKAT ISLAM, Makalah, diakses dari
united akhied.blogspot.co.id/2012/11/sosiologi-kebudayaan-masyarakat-islam.html
diakses tanggal 06 Desember 2017
[9]
Imam Hanafi, Perwajahan Islam di
Madura, Makalah Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Islam dan Budaya
Madura”, STAIN Pamekasan, (Pamekasan: 18 Juni 2016, th
[10]
Abdul Mustaqin, Akhlak Tasawuf (Yogyakarta: KAUKABA DIPANTARA, 2013),
hlm. 34.
[11] Imam
Hanafi, Perwajahan Islam…th
[12] Husna,
tj, Wawancara langsung, (1 Desember 2017)