Friday, 8 December 2017

Tajin Sappar di desa Palesanggar kecamatan Pegantenan kabupaten Pamekasan




ARTKEL ILMIYAH
ANALISA KEBUDAYAAN LOKAL
Analisis kebudayaaan “Tajin Sappar di desa Palesanggar kecamatan Pegantenan kabupaten Pamekasan”
Oleh:
Siti Nur Aisiyah
NIM. 20170701082064
MAHASISWI  PRODI PENDIDIKAN TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
JURUSAN TARBIYAH STAIN PAMEKASAN
2017
Abstrak
Bubur merah putih atau tajin mera pote atau tajin Sappar merupakan salah satu bubur yang dijadikan alat untuk mengungkapkan rasa syukur terhadap Allah SWT. Juga mengenang sejarah besar islam di masa lalu.
Sejarah Tajin Sappar  di desa Palesaggar kecamatan Pegantenan kabupaten Pamekasan ini berawal dari  terbunuhnya Sayyidina Husain bin Abi Thalib sang cucu Rosulullah Saw. Oleh Yazid bin Muawiyah. Metode kebudayaan tersebut dilakukan untuk mengenang sejarah tersebut secara perlambang.  
                      Bubur ini bisa dibilang unik karena tidak seperti bubur pada lazimnya..Karena dibuat denga dua warna yaitu warna putih yang berasa agak asin dean berwarna merah yang beras manis. Bubur putih bermakna rasa syukur  akan panjangnya umur hingga mendapatka tahun baru kembali . Sedangkan tajin mera (bubur merah) adalah pembanding yang selalu hadir dalam kehidupan di ndunia berpasang-pasangan, ada indah ada buruk, ada kebaikan ada kejahatan.
            Objek atau yang menjadi sasaran pelaku dalam kebudayaan Tajin Sappar di des Palesanggar kecamatan Pegantena kabupaten Pamekasan adalah Sayyidina Husain bin Ali cucu Rosulullah SAW.
Bubur atau Tajin Sappar sudah menjadi tradisi di kalangan masyarakat Madura, pada setiap bulan
Safar atau biasa orang Madura bilang  Sappar, pada bulan inilah mereka membuatnya lalu disedekahkan kepada tetangga sekitarnya.
Hal yang ingin dicapai dari Kebudayaan Tajin Sappar di desa Palesanngar kecamatan Pegantenan kabupaten Pamekasan adalah untuk mengenang sejarah terbubuhnya Sayyidina Husain bin Ali cucu Rosulluh SAW. di Karbala sebagai salah satu media pendidikan kepahlawanan dalam islam.
Perspektif Islam terhadap Kebudayaan Tajhin Sappar di desa Palesanggar kecamatan Pegantenan kabupaten Pamekasan adalah diperbolehkan menurut para ulama dalam kaidah Ushul Fiqh sepanjang hal itu tidak menyimpang dati prinsip dasar  syariah 
                               Dari wawancara dengan penduduk besa Palesanggar dapat disimpulkan bahwa telah terjadi perubahan atau pergeseran kebudayaan Tajin Sappar.  Perubahan tersebut berupa semakin sedikitnya masyarakat yang membuat Tajhin Sappar dan hanya memberikan kepada tetangga yang terdekat saja. Serta Tajin Sappar yang di buat masyarakat setempat saat ini sudah beragam tidak sesederhana dulu.
Latar Belakang
            Madura adalah salah satu daerah di Indonesia yang kaya akan seni budaya dan adat istiadat. Berbagai kebudayaan tersebut terkadang sangat erat kaitannnya dengan unsur keagamaan. Mengingat masyarakat madura terkenal dengan masyarakat religius. Itu terbukti dengan adanya surau atau langgar sebutan orang madura ada disetip rumah warga. Selain itu orang tua di madura yang lebih memilih memondokkan anaknya kepesantren-pesantren daripada ke sekolah formal.
Islam menjadi faktor penyokong kehidupan masyarakat setempat begitupun dengan kebudayaan sehinnga terjadi akulturasi antara islam dengan kebudayaan. Salah satu kebudayaan yang berunsur dari keislaman adalah kebudayaan “Tajin Sappar di desa Palesanggar Kecamatan Pegantenan Kabupaten Pamekasan. Dimana desa tersebut selalu membuat “Tajin Sappar” disetiap bulan Safar dan dibagikan dengan tetangga sekitarnya. Sistem pembagian tersebut lebih mirip derngan tukar-menukar Tajin Sappar karena setipa warga sama-sama membuat Tajin safar tersebut dan sama-sama membagikannya. Hal itu dianggap sebuah keharusan  oleh masyarakat di desa tersebut .
Penampilan Tajin Sappar (Bubur Safar) tersebut sangat menarik yaitu; berwarna merah dan putih yang mempunyai  filosofi tersendiri. Hal tersebut yang melatar belakangi penulis untuk membuat sebuah artikel yang berjudul “Analisis Tajin Sappar di desa Palesannggar kecamatan Pegantenan kabupaten Pamekasan”.
Tujuan
1.       Untuk mengetahui sejarah kebudayaan Tajhin Sappar di desa Palesanggar kecamatan Pegantenan Kabupaten pamekasan
2.       Untuk mengetahui objek kebudayaan tajhin sappar
3.       Untuk mengetahui waaktu pelaksanaan kebudayaan Tajhin Sappar
4.       Untuk mengetahui target ketercapaian pelaksanaan kebudayaan Tajhin Sappar
5.       Untuk mengetahui analisa kebudayaan Tajhin Sappar
6.       Untuk mengetahui perubahan kebudayaan Tajhin Sappar

Pembahasan
a.       Sejarah Kebudayaan
Bubur merah putih atau tajin mera pote atau tajin Sappar merupakan salah satu bubur yang dijadikan alat untuk mengungkapkan rasa syukur terhadap Allah SWT., sehingga nabi Nuh mengungkapakan rasa syukurnya dengan memasak sisa-sisa bekal pada kejadian banjir bandang yang menimpa kaumnya yang ingkar.
   Sejarah Tajin Sappar  di desa Palesaggar kecamatan Pegantenan kabupaten Pamekasan ini berawal dari  terbunuhnya Sayyidina Husain bin Abi Thalib sang cucu Rosulullah Saw. Oleh Yazid bin Muawiyah. Pembunuhan ini lebih tepat bila disebut dengan pembantaian karena tidak seimbangnya dua kekuatan yang saling berhadap-hadapan. Pembantaian ini terjadi di padang Karbala ketika perjalanan menuju Irak
   Kejadian pembunuhan terhadap Husain cucu Rosulullah Saw.ini, tidak boleh terhapus dari memori kolektif maupaun individu generasi muslim.. Kejadian-kejaadian dalam sejarah ini harus selalu dipupuk dengan subur sebagai salah satu media pendidikan kepahlawanan dalam islam.
   Berbagai metodepun dilakukan untuk mengenang sejarah tradis koalitas. Pada msyarakat Madura misalnya kita mengenal Tajin Sappar (Bubur Merah Putih) yang dibagikan pada tetangganya tidak lain untuk merawat ingatan sejarah tersebut secara perlambang.[1] Hal tersebut yang di lakukan masyarakat di desa Palesanngar kecamatan Pegantenan kabupaten Pamekasan samapai kini.
   Bubur ini bisa di bilang unik karena tidak seperti bubur pada lazimnya.. Jika bubur biasanya terbuat dari beras yang di masak hingga lunak sekali, kali ini dibuat dengan tepung beras atau ketan dengan campuran santan. Bubur ini dibagi menjadi dua rasa, yang pertama bubur dengan ras manis dann kedua dengan rasa yang sedikit asin. Untuk memberikan aneka sajian yang lebih beragam, kedua bubur tersebut diolah dengan warnay ag berbeda pula. Untuk yang Manis berwarna merah, warna khas hasil campuran warna gula merah. Sedangkan untuk yang agak asin dibiarkan berwarna putih. Selain itu terdapat bola-bola kecil di dalamnya atau yang disebut candil untuk mmemberikan rasa gurih ketika disantap.[2]
   Bubur putih bermakna rasa syukur  akan panjangnya umur hingga mendapatkan tahun baru kembali, semoga kehidupan tambah makmur, seperti bersyukurnya nabi Nuh setelah berlayar dari banjir bandang, seperti syukurnya nabi Musa setelah mengalahkan Fir’un. Di samping itu bubur putih merupakan lambing kaebenaran dan kesucian hati  yang selalu menang dalam catatan sejarah yang panjang. Meskipun kemenangan tersebut tidak selamanya identik dengan kekuasaan, seperti Sayyidina Husain sebagai kelompok putihan yang ditumpas oleh Yazid bi Musywiyyah sang penguasa laknat.
   Sedangkan tajin mera (bubur merah) adalah pembanding yang selalu hadir dalam kehidupasn di dunia berpasang-pasangan. ada indah ada buruk, ada kebaikan ada kejahatan.
   Jadi bubur yang berwarna merah dan putih (Tajin Sappar) merupakan reoresentasi dari rasa syukur yang mendalam atas karunia Allah SWT. Dan yang lebih penting dari itu semua, Tajin atau bubur merupakan wahana untuk merawat ingatan akan budaya sejarah besar dalam islam.[3]
Ø     Cara membuat Tajin Sappar
Bahan utamanya tepung beras ¾ kg., tepung bers ketan1/4 kg, parutan kelapa ½ biji, 2 litersantan, gula merah ½ kg, gula pasir dan biji mutiara.
Cara membuatnya: Bentuk bulat tepung beras ketan yang sudah d campur dengan parutan kelapa dan sedikit air, menyerupai kelereng. Sambilmembulatkan tepung ketan ,campu dan didihkan 1,5 liter santan dengan ½ kg gula merah. Jika sudah mendidih selama 10 menit, masukan tepung beras sebanyak ½ kg bersama bulatan tepung ketan,. Aduk hingga merata, biarkan mendidih kembali sambil lalu diaduk agar tidak menimbulkan kerak di dasr wadah.
Untuk adonan putihnya campur ¼ kg. tepung berasdengan ½ liter santan. Beri sedikit garam agar terasa sedap. Msak pada api kecil hingga tepung betul-betulmatang.
   Untuk adonan merahnya, cukup ambil sebungkus kecil kecil bubur mutiara. Rebus hingga matang. Setelah matang, tiriskan air lalu beri gula pasir secukupnya.
Jika semua adonan sudah matang maka bubur dapat disajikan  [4]
b.       Objek Kebudayaan
Sayyidina Husain cucu Rosulullah Saw. Untuk mengenang pembunuhannya oleh Yazid bin Musywiyyah di Karbala
c.       Waktu Pelaksanaan Kebudayaan
Bulan Safar atau sappar dalam bahasa Madura, dalam kalender hijtiyah memiliki makna tersendiri bagi masyarakat Madura secara spiritual. Membuat sajian bubur atau Tajhin dibulan ini merupakan wujud pengharapan berkah untuk menghindari mara bahaya. Hampir sebagian besar di rumah-rumah warga beramai-ranmai membuatnya.[5]
Bubur atau Tajin Sappar sudah menjadi tradisi di kalangan masyarakat Madura, pada setiap bulan
Safar atau biasa orang Madura bilang  Sappar, pada bulan inilah mereka membuatnya lalu disedekahkan kepada tetangga sekitarnya.
d.       Target Ketercapain Pelaksanaan Kebudayaan
Hal yang ingin dicapai dari Kebudayaan Tajin Sappar di desa Palesanngar kecamatan Pegantenan kabupaten Pamekasan adalah untuk mengenang sejarah terbubuhnya Sayyidina Husain bin Ali cucu Rosulluh SAW. di Karbala sebagai salah satu media pendidikan kepahlawanan dalam islam[6]
Jadi bubur yang berwarna merah dan putin (Tajin Sappar) merupakan reoresentasi dari rasa syukur yang mendalam atas karunia Allah SWT. Dan yang lebih penting dari itu semua, Tajin atau bubur merupakan wahana untuk merawat ingatan akan budaya sejarah besar dalam islam.[7]
e. Analisa Kebudayaan
   1. Kebudayaan Tajhin Sappar dalam perspektif islam
          Kebudayaan islam adalah adat-istiadat atau hasil kegiatan dan penciptaan (akal budi) manusia yang berhubungan dengan sesuatu yang bernafas keislaman.
     Islam mengajarkan kepada umatnya untuk selalu beramal dqan berkarya, untuk selalu mengguanakan pikiran yang diberkan kepada Allah untuk mengolah alam dunia ini menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kepentingan manusia. Dengan demikian, islam telah berperan sebagai pendorong manusia untuk “berbudaya”, dalam satu waktu islamiyah yang meletakkan kaidah norma dan pedoman. Dari sisni bisa dikatakan bahwa kebudayaan sendiri berasal dari agama.
          Keberadaan agama dalam sistem sosial budaya adalah objek yang menjadi perhatian utama dalam antropologi agama. Kehidupan beragama punya pengaruh terhadap aspek kebudayaan yang lain ekspresi religious di temukan dalam budaya material, perilaku manusia, nilai moral, system keluarga, ekonomi, hokum, politik, pengobtan, saians, teknologi,seni, pemberontakan, perang dan lain sebagainya.[8]
     Kontribusi dalam budaya dan pembangunan peradaban masyarakat Madura adalah identik dengan islam. Manusia di Madura lebih memilih menyekolahkan anak-anaknya di sebuah di pesantren daaripada di sekolah negeri.. Aphental syahadat asapok iman adalah salah satu pribahasa orang Madura. Ahlus sunnah wal jamaah. Versi bahasa terdiri dari tiga kata ahlu, sunnah, al-jamaah. Kata Ahlu dkatakan asebagai keluarga ataun pengikut ajaran sunnah nabi Muhammad SAW. Yaitu para sahabat dan generasi-generasi selanjutnya.. [9]
     Perspektif Islam terhadap Kebudayaan Tajin Sappar di desa Palesanggar kecamatan Pegantenan kabupaten Pamekasan adalah diperbolehkan berdasarkan kaidah berikut:
     Para Ulama dalam kaidah Ushul Fiqh mengatakan “al-adatu muhakkamah” adat kebiasaan atautradisi budaya bias dijadikan dasar hukum. Sudah barang tentu sepanjang hal itu tidak menyimpang dati prinsip dasar  syariah.[10]    
          Berdasarkan kaidah tersebut kebudayaan Tajin Sappar tidak menyimpang dari prinsip keislaman mengingat hal itu dilakukan untuk mengenang sejarah besar islam di masa lalu. Selain itu diperbolehkannya kebudayaan Tajhin Sappar diperkuat dengan pernyataan berikut:
     Apabila dikaitkan dengan nilai-nilai keagamaan tradisi tersebut tidak menyimpang dan tidak keluar dari hukum syara’. Bahkan dalam, islampun bersedekah dianjurkan untuk menolak balak dan terhindar dari musibah.[11]
          Dari pernyaan tersebut memperkuat hukum diperbolehkannya Tajin Sappar sebagai kebudayaan desa Palesanggar kecamataan Pegantenan kabupaten Pamekasan. Karena selain tidak menyalahi hukum islam, kebudayaan Tajin Sappar  yang di bagikan kepada tetangga juga merupakan sedekah yang seyogyanya dianjurkan dalam islam sebagaimana yang termaktub dalam al-Qur’an dan hadits nabi SAW.
f.Perubahan Kebudayaan
          Perubahan kebudayaan Tajin Sappar di desa Palesanggar kecamatan Pegantenan kabupaten Pamekasan penulis dapat dari hasil wawancara langsung dengan warga setempat. Berikut hasil wawancara tersebut:
Aisi        : Aponapah kabudayaenna Tajhin Sappar nikah bu’ bedhe perpiteennah antara se samangken ban se sappen?
 Ibu husna   : Bedheh le’
 Aisi            : Ponapah contonah se pidheh antara se samanken ban se sappen?
bu Husna : Bannya’ le’, eantarana mon sappen oreng se aghebhei Tajhin Sappar nikah bennya’. Mon Mangken ampon sakoni’. Pole mon sappen mon ter-ater Tajhin Sappar ka tatanggeh nikah sampe’ ka tatanggeh se jhau tapeh mon samangkern coma ter-ater ka tatanggeh se semma’
Aisi            : Salaen deri ka’ dintoh ponanah pole se aobe?
Ibu Husna : ki …..mon Sappen nikah Tajhin Sappar ki’ Saderhana coman tahjin pote ban Tajhin mera eparenge connel edelhem, mon  samangken oreng ting akebhei ki’ eberri mutearah. Susu ben laennah
Asiy           : Ponapah se daddih sabeb perpidhaan nikah?
Ibu Husna : samangken nikah le’ zaman jhen maju, bennya’ oreng sibuk ben kalakoennah bi’ tibi’ sebang. Sappen nikah oraeng ki’ ngabes ka tatanggeh samangken pon malarat akadhah kenikah.
Aisi            : aponapah bedheh sebab laen?
Ibu Husna  : ki…Samangken nikah mon         aghabei Tajhin Sappar Saderhana pon bennya’ oreng ta’   andhe’, teddih koduh nyasuaiaki sareng zamannah.
Terjemahan ke dalam bahasa Indonesia:
Aisi           : Apakah kebudayaan Tajin Sappar ini bu ada perbedaan antara yang sekarang dengan yang dulu?
Ibu Husna  : Ada  adik
Aisi            : Apa contoh perbedaan antara yang dulu dengan yang sekarang?
Ibu Husna : Banyak adik, diantaranya kalau dulu orang yang membuat Tajin Sappar ini banyak. Kalau sekarang sudah sedikit. Juga kalau dulu kalau menghantar (memberi) Tajin Sappar ke tetangga ini samapaqi ke tetangga yangh jauh tapi kalau sekarang Cuma menghantar (memberi) ke tetangga yang dekat
Aisi           : Selain dari itu apalagi yang berubah?
Ibu husna :  Iya… kalau dulu Tajin Sappar ini masih sederhana hanya bubur putih dan bubur merah diberi connel di dalam, kalau sekarang kalau orang kalau membuat diberi mutiara, susu dan sebagainya.
Aisi            : Apa yang menjadi sebab perubahan ini?
Ibu Husna : Sekarang ini zaman semakin maju bayak orang yang sibuk dengan pekerjaannya masin-masing. Dulu orang masih melihat ke tetangga sekarang sudah sulit yang seperti itu.
Aisi           :  Apakah ada sebab lain?
Ibu Husna : Iya…sekarang ini kalau membuat Tajin Sappar sederhana sudah banyak orang yang tidak mau, jadi     harus menyesuikan zamannya[12]
       Dari wawancar tersebut dapat disimpulkan bahwa telah terjadi perubahan atau pergeseran kebudayaan Tajin Sappar di desa Palesanggar Kecamatan pegantenan kabupaten Pamekasan.  Perubahan tersebut berupa semakin sedikitnya masyarakat yang membuat Tajin Sappar dan hanya memberikan kepada tetangga yang terdekat saja. Serta Tajin Sappar yang di buat masyarakat setempat saat ini sudah beragam tidak sesederhana dulu.
Kesimpulan
Bubur merah putih atau tajin mera pote atau tajin Sappar merupakan salah satu bubur yang dijadikan alat untuk mengungkapkan rasa syukur terhadap Allah SWT.
Sejarah  kebudayaan Tajin Sappar di dese Palesaggar kecamatan Pegantenan ini berawal dari  terbunuhnya Sayyidina Husain bin Abi Thalib sang cucu Rosulullah Saw. Oleh Yazid bin Muawiyah. Pembunuhan ini lebih tepat bila disebut dengan pembantaian karena tidak seimbangnya dua kekuatan yang saling berhadap-hadapan. Pembantaian ini terjadi di padang Karbala ketika perjalanan menuju Irak
Objek kebudayaan  Tajin Sappar di desa palesanggar adalah Sayyina Husain bin Ali cucu Rosulullah SAW.
Bubur atau Tajin Sappar sudah menjadi tradisi di kalangan masyarakat Madura, pada setiap bulan
Safar atau biasa orang Madura bilang  Sappar, pada bulan inilah mereka membuatnya lalu disedekahkan kepada tetangga sekitarnya.
            Berdasarkan analisa keislaman kebudayaan Tajin Sappar di desa Palesanggar kecamatan Pegantenan kabupaten Pamekasan itu diperbolehkan selama t6idak menyalahi syariat islam juga diperkuat dengan kenyataan bahwa sedekah kepada sesame dalm islam dianjurkan yang ert kaitannya dengan Ke3budayaan Tajhin Sappar.
Bubur atau Tajin Sappar sudah menjadi tradisi di kalangan masyarakat Madura, pada setiap bulan
Safar atau biasa orang Madura bilang  Sappar, pada bulan inilah mereka membuatnya lalu disedekahkan kepada tetangga sekitarnya.
Daftar Rujukan
Abdul Mustaqin, Akhlak Tasawuf (Yogyakarta: KAUKABA DIPANTARA, 2013), hlm. 34.
Imam  Hanafi, Perwajahan Islam di Madura, Makalah Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Islam dan Budaya Madura”, STAIN Pamekasan, (Pamekasan: 18 Juni 2016, th

Akses Internet: 
Kim-kamboja.blogspot.co.id/2014/12/nkimatnya-tajin-sappar.html, pada tanggal 07 Desember 2017
United-akhied.blogspot.co.id/2012/11/sosiologi-kebudayaan-masyarakat-islam.html diakses pada tanggal 06 Desember 2017

Wawancara:
Husna, tj, Wawancara langsung, (1 Desember 2017)
           
                       


[1] tn, “Tajin (Bubur) symbol ritual pada masyarakat Madura”, Artikel, diakses dari WWW.Tokomaduraonline.com/20140507398/tajin-simbol-ritual-adat-masyarakat-madura.html, pada tanggal 07 Desember 2017
[2] tn, “ Nikmatnya dan Berkah Tajin Sappar”, Artikel, diakses dari
Kim-kamboja.blogspot.co.id/2014/12/nkimatnya-tajin-sappar.html, pada tanggal 07 Desember 2017
[3] tn, “Tajin (Bubur) symbol ritual pada masyarakat Madura”, Artikel, diakses dari WWW.Tokomaduraonline.com/20140507398/tajin-simbol-ritual-adat-masyarakat-madura.html, pada tanggal 07 Desember 2017

[4] Unzilatur Rahmah, “Mencicipi Kelezatan Bubur Khas Shafar”, Artikel di akses dari WWW.emadura.com/2014/12/mencicipi-kelezatan-bubur-khas-shafar.html pada tanggal 08 Desember 2017
[5] tn, “ Nikmatnya dan Berkah Tajin Sappar”, Artikel, diakses dari
Kim-kamboja.blogspot.co.id/2014/12/nkimatnya-tajin-sappar.html, pada tanggal 07 Desember 2017
[6] tn, “Tajin (Bubur) symbol ritual pada masyarakat Madura”, Artikel, diakses dari WWW.Tokomaduraonline.com/20140507398/tajin-simbol-ritual-adat-masyarakat-madura.html, pada tanggal 07 Desember 2017
[7] tn, “Tajin (Bubur) symbol ritual pada masyarakat Madura”, Artikel, diakses dari WWW.Tokomaduraonline.com/20140507398/tajin-simbol-ritual-adat-masyarakat-madura.html, pada tanggal 07 Desember 2017

[8] Akhid Pratama, “ SOSIOLOGI-KEBUDAYAAN MASYARAKAT ISLAM, Makalah, diakses dari united akhied.blogspot.co.id/2012/11/sosiologi-kebudayaan-masyarakat-islam.html diakses tanggal 06 Desember 2017
[9] Imam  Hanafi, Perwajahan Islam di Madura, Makalah Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Islam dan Budaya Madura”, STAIN Pamekasan, (Pamekasan: 18 Juni 2016, th
[10] Abdul Mustaqin, Akhlak Tasawuf (Yogyakarta: KAUKABA DIPANTARA, 2013), hlm. 34.
[11] Imam Hanafi, Perwajahan Islam…th
[12] Husna, tj, Wawancara langsung, (1 Desember 2017)