Saturday, 15 September 2018

definisi ilmu tauhid




BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Inti dari ajaran agama islam adalah dalam kajian ketauhidan. Karena itu dalam berbagai kitab maupun buku ditegaskan bahwa kewajiban pertama seorang muslim adalah mempelajari tauhid. Dari kajian tauhid yang secara mendalam dan dibarengi dengan dalil naqli serta dalil aqli, maka umat islam diharapkan menjadi semakin kuat akidahnya.
Agama islam memerlukan tauhid sebagai dasar keyakinan. Tujuan dibentuknya ilmu tauhid/kalam adalah usaha pemahaman yang dilakukan para ulama (teolog muslim) tentang akidah islam yang terkandung dalam dalil naqli (Al-Qur’an dan Hadits). Dan usaha pemahaman itu adalah menetapkan, menjelaskan atau membela akidah islam, serta menolak akidah yang salah dan yang bertentangan dengan akidah islam.
Tauhid, sebagaimana diketahui, membahas ajaran-ajaran dasar dari agama islam. Setiap orang yang ingin menyelami seluk beluk agama islam secara mendalam, perlu mempelajari tauhid. Mempelajari tauhid akan memberi seseorang keyakinan – keyakinan yang berdasarkan pada landasan kuat, yang tidak mudah di ombang – ambing oleh peredaran zaman.
B.            Rumusan Masalah
1.             Apa definisi ilmu tauhid ?
2.             Apa saja sebutan lain dari ilmu tauhid beserta macam – macam ilmu tauhid?
3.             Bagaimana sejarah lahirnya ilmu tauhid ?
4.             Bagaimana sejarah perkembangan ilmu tauhid dari masa ke masa ?
5.             Bagaimana sejarah pertumbuhan aliran – aliran ilmu tauhid ?
C.            Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memahami serta mengetahui bagaimana sejarah lahirnya serta sejarah berkembangnya Ilmu Tauhid.


BAB II
PEMBAHASAN
A.           Definisi Ilmu Tauhid
Arti dari ilmu tauhid ialah ilmu yang membicarakan tentang sifat – sifat Allah SWT dan sifat – sifat para utusanNya yang terdiri dari sifat yang wajib (yang pasti ada), sifat jaiz (yang mungkin ada) dan sifat yang mustahil (yang tidak ada). Selain itu, juga membicarakan bagaimana menetapkan kepercayaan – kepercayaan agama Islam dengan dalil – dalil Naqli. Serta menolak akidah yang salah dan yang bertentangan dengan akidah islam. Dan meyakini Allah-lah Sang pemberi kehidupan di alam ini.[1]
B.            Sebutan Lain Dari Ilmu Tauhid dan Macam-Macamnya
Akidah islamiyah bagi umat islam, menurut laporan sejarah merupakan masalah keagamaan yang pertama – tama diperdebatkan, sehingga mendorong lahirnya berbagai firqah (sekte) dalam islam yang di latar belakangi faktor politik pada awal pertumbuhannya sepeninggal Rasulullah SAW. Permasalahan aqidah inilah yang menjadi faktor utama munculnya disiplin ilmu keislaman yang dikenal dengan nama Ilmu Tauhid atau juga disebut Ilmu Kalam, Ilmu Ushuluddin, Ilmu Aqa’id, dan juga disebut Teologi Islam.
Macam – Macam Ilmu Tauhid diantaranya :
a)             Tauhid Rububiyah
Tauhid Rububiyah yaitu mengesakan Allah dalam segala perbuatanNya, dengan meyakini bahwa Dia sendiri yang menciptakan segenap makhluk. Allah berfirman dalam QS. Az-Zukhruf ayat 87 :
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَّنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُوْ لُنَّ اللهُ فَأَنّٰى يُؤْفَكُوْن
Artinya : “Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka : “Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab : “Allah”, maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)”
b)              Tauhid Uluhiyah
Tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah SWT dengan perbuatan para hamba berdasarkan niat taqarrub yang disyariatkan seperti  doa, nadzar, kurban, takut, tawakkal, dsb. Dan jenis tauhid ini adalah inti dakwah para rasul, karena tauhid ini adalah asas dan pondasi tempat dibangunnya seluruh amal. Tanpa merealisasikannya, semua amal ibadah tidak akan diterima. Allah berfirman dalam QS An-Nisa’ : 36
وَاعْبُدُوااللهَ وَلاَتُشْرِكُوْابِهٖ شَيْئاً وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَاناً وَّبِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَالجَارِذِى الْقُرْبٰى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيْلِ وَمَامَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ اِنَّ اللهَ لاَيُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالاًفَخُوْرَا
Artinya : “ Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang – orang yang sombong dan membanggakan diri.”
c)             Tauhid Asma’ Wa Sifat
Tauhid asma’ wa sifat adalah beriman kepada nama-nama Allah dan sifat sifatNya. Allah berfirman dalam QS Al-Kahfi ayat 15 :
هٰؤُلاَءِ قَوْمُنَا اتَّخَذُوْا مِنْ دُوْنِهٖ اٰلِهَةً لَوْلاَ يَأْتُوْنَ عَلَيْهِمْ بِسُلْطَانٍ بَيِّنٍ فَمَنْ اِظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرٰى عَلَى اللهِ كَذِبًا
Artinya : “kaum kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai tuhan – tuhan (untuk disembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka)? Siapakah yang lebih zalim dari pada orang – orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?.”
C.            Sejarah Lahirnya Ilmu Tauhid
Ada beberapa faktor yang telah melatar belakangi lahirnya ilmu Tauhid, diantaranya :
a.              Faktor Internal
a)             Al-Qur’an
Al-Qur’an selain membawa ajaran untuk meng-Esakan Tuhan dan membenarkan keutusan Nabi Muhammad SAW, di bagian – bagian lain yang berhubungan dengan bidang akidah. Banyak ayat Al-Qur’an yang mendorong umat manusia agar dengan akal pikirannya mau memikirkan nikmat, hikmat dan kesempurnaan segala ciptaan-Nya.
b)             Kaum Muslimin
Pada awalnya, pemeluk agama islam menerima secara utuh apa yang diajarkan agama tanpa harus mengadakan penyelidikan. Sesudah itu datanglah persoalan agama yang dipicu karena semakin banyaknya orang – orang non muslim yang masuk islam. Disinilah kaum muslimin mulai memakai filsafat untuk memperkuat argumen – argumennya. Kemudian datang pula orang – orang yang mengumpulkan ayat – ayat Al-Qur’an. Oleh karena itu, timbullah perbedaan dan perselisihan paham diantara mereka dan dari yang demikian inilah yang merupakan faktor bagi timbulnya Ilmu Tauhid.[2]
c)             Politik
Sejarah telah mencatat bahwa, ketika Nabi Muhammad SAW wafat tidak ada ketentuan khusus untuk menetapkan siapa yang akan menggantikannya sebagai “kepala negara”. Persoalan ini mengakibatkan perdebatan yang sangat tajam, perpecahan serta peperangan politik yang tercatat dalam sejarah islam.  Terbunuhnya Utsman bin Affan telah menjadi malapetaka besar atas umat islam, sebab sejak saat itu umat islam mulai terpecah secara politis menjadi beberapa sekte. Perselisihan dan perpecahan yang bermula pada masalah politik segera merambat ke bidang akidah.
b.             Faktor Eksternal
a)             Kepercayaan non Muslim
Problema akidah merupakan konsekuensi logis dari meluasnya daerah dan kekuasaan islam. Meluasnya daerah kekuasaan islam ini diikuti pula oleh banyaknya orang – orang non muslim yang masuk islam. Tidak semua orang yang masuk islam itu dengan keikhlasan hati, tetapi diantaranya mungkin ada yang karena terpaksa ataupun karena motif – motif lain. Hal ini terbukti misalnya, setelah Rosulullah SAW wafat dan Abu Bakar baru saja di bai’at muncullah orang – orang yang murtad dari islam, ada yang mengaku sebagai nabi.
b)             Filsafat
Perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin maju mendorong dalam usaha penterjemahan buku – buku filsafat ke dalam bahasa arab. Dalam usaha penterjemahan itulah diantaranya ada yang memasukkan dan menyebarkan faham – faham filsafat mereka ke dalam agama islam dengan corak islami. Orang – orang yahudi dan kristen berusaha menyerang islam dengan senjata filsafat, bersamaan dengan itu kaum muslimin terdorong untuk mempelajari dan mempergunakan filsafat di dalam usaha mempertahankan islam, khususnya bidang akidah. Filsafat sebagai salah satu faktor yang turut melahirkan ilmu kalam, sekaligus juga turut membentuk, memberi corak dan mewarnainya. Sebab di dalam ilmu kalam itu, Islam adalah sendinya, dengan AlQur’an sebagai dalil Naqli yang pokok dari pada dalil aqli (filsafat).[3]
D.           Sejarah Perkembangan Ilmu Tauhid dari Masa ke Masa
1.              Perkembangan Ilmu Tauhid di Masa Nabi Muhammad SAW
Masa Rasulullah SAW merupakan periode pembinaan aqidah dan peraturan peraturan dengan prinsip kesatuan umat dan kedaulatan Islam. Segala masalah yang kabur dikembalikan langsung kepada Rasulullah SAW, sehingga beliau berhasil menghilangkan perpecahan antara umatnya. Masing masing pihak tentu mempertahankan kebenaran pendapatnya dengan dalil dalil, sebagaimana telah terjadi dalam agama agama sebelum Islam. Rasulullah mengajak kaum muslimin untuk mentaati Allah SWT dan Rasul-Nya serta menghindari dari perpecahan yang menyebabkan timbulnya kelemahan dalam segala bidang sehingga menimbulkan kekacauan. Allah SWT berfirman dalam QS al-Anfal ayat 46,
 واطيعوا الله ورسوله ولا تنازعوا فتفشلوا وتذهب ريحكم واصبروا ان الله مع الصابرين
Artinya: “Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”.
Dengan demikian Tauhid di zaman Rasulullah SAW tidak sampai kepada perdebatan dan polemik yang berkepanjangan, karena Rasul sendiri menjadi penengahnya.
2.             Perkembangan Ilmu Tauhid di Masa Khulafaur Rasyidin
Setelah Rasulullah SAW wafat, dalam masa khalifah pertama dan kedua, umat islam tidak sempat membahas dasar dasar akidah karena mereka sibuk menghadapi musuh dan berusaha mempertahankan kesatuan dan kesatuan umat. Tidak pernah terjadi perbedaan dalam bidang akidah. Mereka membaca dan memahamkan al Qur’an tanpa mencari ta’wil dari ayat yang mereka baca. Mereka mengikuti perintah alqur’an dan mereka menjauhi larangannya. Mereka mensifatkan Allah SWT dengan apa yang Allah SWT sifatkan sendiri. Dan mereka mensucikan Allah SWT dari sifat-sifat yang tidak layak bagi keagungan Allah SWT. Apabila mereka menghadapi ayat – ayat yang mutasyabihah mereka yang mengimaninya dengan menyerahkan penta’wilannya kepada allah SWT sendiri.
Di masa khalifah ketiga akibat terjadi kekacauan politik yang diakhiri dengan terbunuhnya khalifah Utsman. Umat Islam menjadi terpecah menjadi beberapa golongan dan partai, barulah masing-masing partai dan golongan-golongan itu dengan perkataan dan usaha dan terbukalah pintu ta’wil bagi nas al Qur’an dan Hadits. Karena itu, pembahasan mengenai akidah mulai subur dan berkembang, selangkah demi selangkah dan kian hari kian membesar dan meluas.
E.            Sejarah Pertumbuhan Aliran-aliran Ilmu Tauhid
Umar bin Khattab adalah sahabat Nabi yang bergairah kepada Alqur’an dan lebih berpegang teguh kepadanya, yang oleh Nabi semasa hidupnya pernah disebut sebagai orang yang paling mungkin menjadi utusan Tuhan, seandainya Nabi sendiri bukan Rasul yang terakhir. Khalifah kedua ini oleh mayoritas umat islam disepakati sebagai orang beriman yang paling berhasil. Namun keadaan gemilang masa Umar itu tak berlangsung lama.
Utsman bin Affan, penggantinya selaku khalifah ketiga, sekalipun banyak mempunyai kelebihan dan jasa di bidang lain, namun dalam kepemimpinannya dicatat sebagai orang yang lemah. Mulailah bermunculan berbagai tuduhan yang dialamatkan kepada Utsman sebagai bertindak kurang adil dan menderita nepotisme. Utsman dihadapkan kepada berbagai gerakan protes masyarakat, yang umumnya menghendaki turunnya Utsman dari kekhalifahan. Sekelompok orang – orang dari Mesir datang ke Madinah, dan setelah tidak berhasil memaksa Utsman turun dari jabatannya, mereka membunuh Khalifah ketiga itu.
Ali bin Abi Thalib terpilih sebagai pengganti Utsman, tetapi pilihannya tidak mendapat suara bulat, ada kelompok tertentu yang tidak setuju atas pengangkatan Ali. Kelompok pendukung Ali dikenal dengan golongan Syi’ah.
Sedangkan golongan yang terang – terangan menentang Ali adalah kelompok Muawiyah. Sehingga perang pun tak terhindarkan lagi yang dikenal dengan perang Shiffin, yang berakhir dengan jalan kompromi. Peristiwa itu menyebabkan sebagian pendukung Ali keluar dari kelompok Ali.
Kemudian mereka bertindak sendiri dengan membentuk golongan Khawarij. Prinsip utama kaum Khawarij bahwa, orang yang berdosa besar adalah kafir, dalam arti keluar dari islam atau tegasnya murtad dan oleh karena itu wajib dibunuh.
Pernyataan itu ditentang oleh suatu golongan yang dikenal dengan sebutan Murjiah. Golongan murjiah yang prinsipnya “masih memberi harapan” memang telah ada sebelum lahirnya Khawarij, tetapi dapat  dikenal setelah Khawarij melontarkan masalah status orang yang berdosa besar. Aliran murjiah menegaskan bahwa orang yang berbuat besar tetap masih mukmin dan bukan kafir. Adapun soal dosa yang dilakukannya, terserah kepada Allah SWT untuk mengampuni atau tidak.[4] 
Oleh karena itu muncul berbagai aliran lagi yang menambah deretan sekte dalam islam yaitu Qadariyah dan Jabariyah. Menurut Qadariyah manusia mempunyai kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya. Sedangkan jabariyah berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai kehendak dalam perbuatannya. Manusia dalam segala tingkah lakunya bertindak dengan paksaan dari Tuhan.[5]
Aliran itulah yang menjadi terbentuknya aliran Mu’tazilah. Aliran ini tidak sependapat dengan prinsip khawarij dan murjiah. Menurut aliran mu’tazilah ini orang yang berdosa besar bukan kafir tetapi bukan pula mikmin. Orang yang serupa dengan ini kata mereka mengambil posisi diantara kedua posisi mukmin dan kafir yang dalam bahasa arabnya terkenal dengan istilah al-manzilah bainal manzilataini (posisi diantara dua posisi).
Aliran mu’tazilah pada masa ketika al-Makmun, al-watsiq, dan al-Mu’tashim menjadi khalifah, umat islam yang tidak sepaham dengan mu’tazilah mendapatkan perlakuan yang menyakitkan, yang dikenal dengan mihnah. Keresahan dan ketakutan masyarakat akibat mihnah tadi mendorong al-Asy’ari untuk segera bertindak, mengatasi dan mengakhirinya.
Al-Asy’ari menempuh sistem jalan tengah antara akal dan wahyu. Sikap inilah yang kemudian memberi ciri khusus mazhab Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Pikiran – pikirannya yang timbul denga jalan tengah dan moderat, maka aliran ini tumbuh menjadi kekuatan yang paling berpengaruh bagi umat islam diseluruh dunia hingga saat ini.
Kemudian hampir bersamaan waktunya dengan Asy’ariyah muncul aliran Maturidiyah, yang dibangun oleh Abu Mansur Al-Maturidi. Menurutnya semua perbuatan manusia adalah dikehendaki oleh Tuhan. Dan perbuatan – perbuatan yang jahat tidaklah diiringi oleh ridha tuhan. Sekalipun aliran Maturidiyah dan aliran Ahlus Sunnah Wal Jamaah nampak ada perbedaan pandangan, namun keduanya memiliki kesamaan dalam hal membangun teologi yang benar menurut Al-Qur’an dan Hadits.


BAB III
PENUTUP
A.           Kesimpulan
Arti dari Ilmu Tauhid yaitu ilmu yang membahas tentang Meng-Esakan Tuhan. Tidak ada sekutu bagiNya. Percaya bahwa Allah-lah Sang pemilik kehidupan di alam ini. Mempelajari Tauhid hukumnya wajib bagi seorang Muslim karena Aqidah merupakan dasar pertama dan utama dalam islam. Nama lain dati Ilmu tauhid yaitu ilmu Kalam, Ilmu Aqidah, Ilmu Ushuluddin, dan Teology Islam. Macam – macam dari ilmu tauhid diantaranya :
1.             Tauhid Rububiyah
2.              Tauhid Uluhiyah
3.              Tauhid Asma’ Wa Sifat
Ilmu tauhid mengalami perubahan dari masa ke masa yaitu, pada masa Nabi Muhammad SAW belum terjadi konflik karena setiap ada masalah selalu langsung disandarkan kepada beliau. Pada masa khulafaurrasyidin, awal terjadinya kekacauan pada masa khalifah ke-3, yaitu pada masa pemerintahan Usman bin Affan.
Dalam perjalanan sejarah islam terdapat firqoh firqoh yang mempunyai paham yang berbeda beda atau bertentangan secara tajam  terhadap satu dengan yang lainnya. Munculnya ilmu tauhid dikarenakan adanya permasalahan politik di masa Utsman bin Affan yang segera merambat ke bidang akidah. Aliran aliran yang muncul diantaranya : Syiah, muawiyah, khawarij, murjiah, qodariyah, jabariyah, mu’tazilah, ahlus sunnah wal jamaah, dan maturidiyah.
B.            Saran
Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyususnan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini kurang sempurna, maka dari itu kritik dan sarang bagi pembaca sangat dibutuhkan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak yang membaca.




DAFTAR PUSTAKA
Hanafi, Ahmad, Pengantar Theology Islam, (Jakarta : PT. Al Husna Zikra, 1995).
Hanafi, Ahmad, Theology Islam (Ilmu kalam), (Jakarta : Bulan Bintang, 1974).
Mufid, Fathul, Ilmu Tauhid / Kalam, (Kudus : Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri, 2009).
Nasution, Harun, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah, (Jakarta : Universitas Indonesia UI-Press, 1987).
Nasution, Harun, Teologi Islam Aliran – Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta : Universitas Indonesia UI-Press, 1986).
Rais, Amien, Tauhid Sosial, (Bandung : Mizan, 1998).





[1] Hanafi, Ahmad, Pengantar Theology Islam, (Jakarta : PT. Al Husna Zikra, 1995).
[2] Hanafi, Ahmad, Theology Islam (Ilmu kalam), (Jakarta : Bulan Bintang, 1974).
[3] Mufid, Fathul, Ilmu Tauhid / Kalam, (Kudus : Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri, 2009).
[4] Nasution, Harun, Teologi Islam Aliran – Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta : Universitas Indonesia UI-Press, 1986).
[5] Rais, Amien, Tauhid Sosial, (Bandung : Mizan, 1998).