Saturday 15 September 2018

KONSEPSI MANUSIA DALAM PENDIDIKAN




MAKALAH
KONSEPSI MANUSIA DALAM PENDIDIKAN
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kuliah Filsafat Pendidikan
Dosen Pengampu: Dr. Siswanto, MP.DI.

 




IAIN MADURA





Oleh :



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA
2018

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca. Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik lagi. Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.








Penyusun


Pamekasan, 02 September 2018


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
A.    Latar Belakang............................................................................................ 1
B.     Rumusan Masalah....................................................................................... 1
C.     Tujuan......................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................... 2
A.    Pengertian Hakekat Manusia...................................................................... 2
B.     Wujud Sifat Hakekat Manusia.................................................................... 4
C.     Hakekat Manusia Dalam Pandangan Filsafat.............................................. 6
D.    Aspek Manusia............................................................................................ 7
a.       Aliran Materialisme............................................................................... 7
b.      Aliran Spiritualisme............................................................................... 7
c.       Aliran Dualisme.................................................................................... 8
E.     Pengembangan Dimensi-dimensi Manusia Dalam Proses Pendidikan........ 8
BAB III PENUTUP............................................................................................ 11
A.    Kesimpulan............................................................................................... 11
B.     Saran......................................................................................................... 11 
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 12



BAB I

PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Manusia adalah makhluk Tuhan yang otonom, berdiri sebagai pribadi yang tersusun atas kesatuan harmonis jiwa raga dan eksis sebagai individu yang memasyarakat. Manusia lahir dalam keadaan serba-misterius. Artinya, sangat sulit mengetahui mengapa, bagaimana, dan untuk apa kelahirannya itu. Yang pasti diketahui ialah bahwa manusia dilahirkan oleh Tuhan melalui manusia lain (orang tua), sadar akan hidup dan kehidupannya dan sadar pula akan tujuan hidupnya, yaitu kembali kepada Tuhan. Kehadirannya kedunia seperti buku tanpa bab pendahuluan dan penutup. Ia hanya menghadapi isinya saja. Ia harus menyusun sendiri bab pendahuluan dan penutupnya itu berdasarkan fakta yang tersirat dalam lembaran- lembaran isinya. Oleh Karena itu setiap orang akan cenderung berbeda pandangannya tentang ide pendahuluan buku yang menggambarkan asal-usul dan ide penutup buku yang menggambarkan tujuan akhir hidupny nanti.
B.            Rumusan Masalah
1.             Bagaimana Pengertian Hakekat Manusia ?
2.             Bagaimana Wujud Sifat Hakekat Manusia ?
3.             Bagaimana Hakekat Manusia Dalam Pandangan Filsafat ?
4.             Apa Saja Aspek Manusia ?
5.             Bagaimana Pengembangan Dimensi-dimensi Manusia Dalam Proses Pendidikan ?
C.            Tujuan
1.             Untuk Mengetahui Pengertian Hakekat Manusia
2.             Untuk Mengetahui Wujud Sifat Manusia
3.             Untuk Mengetahui Hakekat Manusia Dalam Pandangan Filsafat
4.             Untuk Mengetahui Aspek Manusia
5.             Untuk Mengetahui Pengembangan Dimensi-dimensi Manusia Dalam Proses Pendidikan

BAB II
PEMBAHASAN
A.           Pengertian Hakekat Manusia
          Secara faktual, kegiatan pendidikan merupakan kegiatan antar manusia, oleh manusia dan untuk manusia. Itulah mengapa pembicaraan tentang pendidikan tidak dapat dilepaskan dari pembicaraan tentang manusia. Dari beberapa pendapat tentang pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan pada umumya sepakat bahwa pendidikan itu diberikan atau diselengarakan dalam rangka mengembangkan seluruh potensi kemanusiaan ke arah yang positif. Dengan pendidikan, diharapkan manusia dapat meningkat dan berkembang seluruh potensi atau bakat alamiahnya sehingga menjadi manusia yang relatif lebih baik, lebih berbudaya, dan lebih manusiawi. Agar kegiatan pendidikan lebih terarah, sehingga nantinya dapat berdaya guna dan berhasil guna, maka diperlukan pemahaman yang relatif utuh dan komprehensif tentang hakekat manusia.[1]
Berbicara tentang hakekat manusia membawa kita berhadapan dengan pertanyaan sentral dan mendasar tentang manusia, yakni apakah dan siapakah manusia itu? Untuk menjawab pertanyaan tersebut telah banyak upaya dilakukan, namun rupa-rupanya jawaban-jawaban itu secara dialektis melahirkan pertanyaan baru, sehingga upaya pemahaman manusia masih merupkan pokok yang problematis.[2] Dengan ungkapan lain, manusia masih merupakan misteri bagi dirinya sendiri. Informasi penting sekitar kemesterian manusia dapat dilihat dalam buku berjudul Manusia, Sebuah Misteri, karya dari Louis Leahy (1989). Dalam beberapa sumber pustaka dapat ditemukan berbagai rumusan tentang manusia. Manusia adalah makhluk yang pandai bertanya, bahkan ia mempertanyakan dirinya sendiri, keberadaannya dan dunia seluruhnya. Binatang tidak mampu berbuat demikian dan itulah salah satu alasan mengapa manusia menjulang tinggi di atas binatang. Manusia yang bertanya tahu tentang keberadaannya dan ia pun menyadari juga dirinya sebagai penanya. Jadi, dia mencari dan dalam pencariannya ia mengandaikan bahwa ada sesuatu yang bisa ditemukan, yaitu kemungkinan-kemungkinannya, termasuk kemampuannya mencari makna kehidupannya (der Weij, 1991: 7-8)
Berdasarkan fakta tersebut, maka ada yang mencoba membuat polarisasi pemikiran tentang manusia sebagaimana akan terlihat pada uraian di bawah ini, yakni pola pemikiran biologis, pola pemikiran psikologis, pola pemikiran sosial-budaya, dan pola pemikiran teologis (lihat Basis Edisi Oktober 1980: 371-375). Penulis sendiri lebih memilih pola pemikiran yang keempat itu bukan pola pemikiran teologis, melainkan pola pemikiran religius. Hal ini didasarkan pada rumusan pengertian manusia sebagai homo religiosus. Sedangkan pola pemikiran biologis, psikologis dan sosial-budaya masih dapat dipertahankan.
a.              Manusia menurut pola pemikiran biologis
Menurut pola pemikiran ini, manusia dan kemampuan kreatifnya dikaji dari struktur fisiologisnya. Salah satu tokoh dalam pola ini adalah Portmann yang berpendapat bahwa kehidupan manusia merupakan sesuatu yang bersifat sui generis meskipun terdapat kesamaan-kesamaan tertentu dengan kehidupan hewan atau binatang. Dia menekankan aktivitas manusia yang khas, yakni bahasanya, posisi vertikal tubuhnya, dan ritme pertumbuhannya. Semua sifat ini timbul dari kerja sama antara proses keturunan dan proses sosial-budaya. Aspek individualitas manusia bersama sifat sosialnya smembentuk keterbukaan manusia yang berbeda dengan ketertutupan dan pembatasan deterministis binatang oleh lingkungannya. Manusia tidak membiarkan dirinya ditentukan oleh alam lingkungannya. Menurut pola ini, manusia dipahami dari sisi internalitas, yaitu manusia sebagai pusat kegiatan intern yang menggunakan bentuk lahiriah tubuhnya untuk mengekspresikan diri dalam komunikasi dengan sesamanya.
b.             Manusia menurut pola psikolgis
Kekhasan pola ini adalah perpaduan antara metode-metode psikologi eksperimental dan suatu pendekatan filosofis tertentu, misalnya fenomenologi. Tokohtokoh yang berpengaruh besar pada pola ini antara lain Ludwig Binswanger, Erwin Straus dan Erich Fromm. Binswanger mengembangkan suatu analisis eksistensial yang bertitik tolak dari psikoanalisisnya Freud. Namun pendirian Binswanger bertolak belakang dengan pendirian Freud tentang kawasan bawah sadar manusia yang terungkap dalam mimpi, nafsu dan dorongan seksual.
c.              Manusia menurut pola pemikiran sosial-budaya
Manusia menurut pola pemikiran ini tampil dalam dimensi sosial dan kebudayaannya, dalam hubungannya dengan kemampuannya untuk membentuk sejarah. Menurut pola ini, kodrat manusia tidak hanya mengenal satu bentuk yang uniform melainkan berbagai bentuk. Salah satu tokoh yang termasuk dalam pola ini adalah Erich Rothacker. Dia berupaya memahami kebudayaan setiap bangsa melalui suatu proses yang dinamakan reduksi pada jiwa-jiwa nasional dan melalui mitos-mitos. Yang dimaksud reduksi pada jiwa-jiwa nasional adalah proses mempelajari suatu kebudayaan tertentu dengan mengembalikannya pada sikap-sikap dasar serta watak etnis yang melahirkan pandangan bangsa yang bersangkutan tentang dunia, atau weltanschauung. Pengalaman purba itu dapat direduksi lagi. Dengan demikian, meskipun orang menciptakan dan mengembangkan lingkup kebudayaan nasionalnya, kemungkinan-kemungkinan pelaksanaan dan pengembangannya sudah ditentukan, karena semuanya itu sudah terkandung dalam warisan ras.[3]
B.            Wujud Sifat Hakekat Manusia
Wujud sifat hakikat manusia (yang tidak dimiliki hewan) yang dikemukakan oleh paham eksistensialisme, dengan maksud menjadi masukan dalam membenahi konsep pendidikan yaitu:
a.              Kemampuan menyadari diri
Kaum rasionalis menunjuk kunci perbedaan manusia dengan hewan pada adanya kemampuan menyadari diri yang dimiliki oleh manusia. Berkat adanya kemampuan menyadari diri yang dimiliki oleh manusia, maka manusia menyadari bahwa dirinya (akunya) memiliki cirri khas atau karakteristik diri,.
b.             Kemampuan bereksistensi
Dengan keluar dari dirinya, dan dengan membuat jarak antara aku dengan dirinya sebagai objek, lalu melihat objek itu sebagai sesuatu, berarti manusia itu dapat menembus atau menerobos dan mengatasi batas-batas membelenggu dirinya. Kemampuan menerobos ini bukan saja dalam kaitannya dengan soal ruang,
c.              Pemilikan kata hati
Kata hati atau conscience of man juga sering disebut dengan istilah hati nurani, lubuk hati, suara hati, pelita hati dan sebagainya. Conscience ialah “pengertian yang ikut serta” atau “pengertian yang mengikuti perbuatan”. Manusia memiliki pengertian yang menyertai tentang apa yang akan, yang sedang, dan yang telah dibuatnya, bahkan mengerti juga akibatnya (baik atau buruk) bagi manusia sebagai manusia.
d.             Moral
Jika kata hati diartikan sebagai bentuk pengertian yang menyertai perbuatan, maka yang dimaksud dengan moral (yang sering juga disebut etika) adalah perbuatan itu sendiri. Di sini tampak bahwa masih ada jarak antara kata hati dengan moral. Artinya seseorang yang telah memiliki kata hati yang tajam belum otomatis perbuatannya merupakan realisasi dari kata hatinya itu. Untuk menjabatani jarak yang mengantarai keduanya masih ada aspek yang diperlukan yaitu kemauan. Bukankah banyak orang yang memiliki kecerdasan akal tetapi tidak cukup memiliki moral (keberanian berbuat).
e.              Kemampuan bertanggungjawab
Kesediaan untuk menanggung segenap akibat dari perbuatan yang menuntut jawab, merupakan pertanda dari sifat orang yang bertanggungjawab. Wujud bertanggungjawab bermacam-macam.
f.              Rasa kebebasan (Kemerdekaan)
Merdeka adalah rasa bebas (tidak merasa terikat oleh sesuatu), tetapi sesuai dengan tuntutan kodrat manusia. Dalam pernyataan ini ada duaa hal yang kelihatannya saling bertentangan yaitu “rasa bebas” dan “sesuai dengan tuntutan kodrat manusia” yang berarti ada ikatan.
g.             Kesediaan melaksanakan kewajiban dan menyadari hak
Kewajiban dan hak adalah dua macam gejala yang timbul sebagai manifestasi dari manusia sebagai makhluk social. Yang satu ada hanya oleh karena adanya yang lain.
C.            Hakekat Manusia Dalam Pandangan Filsafat
Hakikat adalah sesuatu yang mendasar, suatu esensi, yang substansial, yang hakiki yang penting, yang diutamakan. Dengan kata lain, HAKIKAT adalah SESUATU yang mesti ada pada SESUATU yang jika SESUATU itu tidak ada maka SESUATU itu pun tidak wujud/ada. Jadi, HAKIKAT manusia adalah SESUATU yang pasti ADA pada manusia. Upaya pemahaman hakekat manusia sudah dilakukan sejak dahulu. Namun, hingga saat ini belum mendapat pernyataan yang benar-benar tepat dan pas, dikarenakan manusia itu sendiri yang memang unik, antara manusia satu dengan manusia lain berbeda-beda. Bahkan orang kembar identik sekalipun, mereka pasti memiliki perbedaaan. Mulai dari fisik, ideologi, pemahaman, kepentingan dll. Semua itu menyebabkan suatu pernyataan belum tentu pas untuk di setujui oleh sebagian orang.[4]
Para ahli pikir dan ahli filsafat memberikan sbuten kepada manusia sesuai dengan kemampuan yang dapat dilakukan manusia di bumi ini;
a.              Manusia adalah Homo Sapiens, artinya makhluk yang mempunyai budi,
b.             Manusia adalah Animal Rational, artinya binatang yang berpikir,
c.              Manusia adalah Homo Laquen, artinya makhluk yang pandai menciptakan bahasa dan menjelmakan pikiran manusia dan perasaan dalam kata-kata yang tersusun,
d.             Manusia adalah Homo Faber, artinya makhluk yang terampil. Dia pandai membuat perkakas atau disebut juga Toolmaking Animalyaitu binatang yang pandai membuat alat,
e.              Manusia adalah Zoon Politicon, yaitu makhluk yang pandai bekerjasama, bergaul dengan orang lain dan mengorganisasi diri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,[5]
f.              Manusia adalah Homo Economicus, artinya makhluk yang tunduk pada prinsip-prinsip ekonomi dan bersifat ekonomis,
g.             Manusia adalah Homo Religious, yaitu makhluk yang beragama. Dr. M. J. Langeveld seorang tokoh pendidikan bangsa Belanda, memandang manusia sebagai Animal Educadum dan Animal Educable, yaitu manusia adalah makhluk yang harus dididik dan dapat dididik. Oleh karena itu, unsur rohaniah merupakan syarat mutlak terlaksananya program-program pendidikan. Ilmu yang mempelajari tentang hakekat manusia disebut Antropologi Filsafat.
D.           Aspek Manusia
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa nanusia itu terdiri dari dua aspek yang esensial, yakni tubuh dan jiwa. Melihat peran dan fungsi dari kedua aspek yang saling berhubungan maka dapat dipersoalkan mana yang lebih penting, tubuh atau jiwa? Timbullah beberapa aliran, yaitu sebagai berikut:
a.              Aliran Materialisme
Aliran materialism berpendapat bahwa yang penting adalah tubuh manusia. Jiwa dalam tubuh merupakan masalah yang kurang penting karena jiwa hanya membonceng saja dalam tubuh. Salah seorang tokohnya ialah Ludwig Feuerbach, yang berpendapat bahwa dibalik manusia tidak ada makhluk lain yang misterius yang disebut jiwa, seperti tidak adanya Tuhan dibalik ala mini. Selanjutnya ia berpendapat bahwa sesuatu itu disebut nyata apabila dapat dirasakan oleh panca indera. Manusia merupakan makhluk jasmani yang dinamis. Jiwa adalah gejala sampingan sebagai kesan subjektif yang timbul karena secara pribadi menghayati eksistensi kita sendiri. Jiwa sesuatu yang abstrak, hanya tubuh yangf merupakan sesuatu yang nyata dan benar, dan bersifat objektif. Filsafat yang dikemukakan oleh Feuerbach tersebut secara filosifi bersifat materialis, secara religious bersifat ateis, dan secara social- ekonomi bersifat sosialis- komunis. Filsafat tersebuut dalam abad XIX sangat berpengaruh atas pemikiran Karl Marx dan Friederich Engels.
b.             Aliran Spiritualisme
Aliran spritualisme berpendapat bahwa yang terpenting pada diri manusia adalah jiwa(psyche). Tokohnya antara lain Plato, berpendapat bahwa jiwa lebih agung daripada badan, jiwa telah ada di alam atas sebelum masuk ke dalam badan, jiwa itu terjatuh ke dalam hidup duniawi, lalu terikat kepada badan dan lahirlah manusia yang fana. Dalam kerukunannya, jiwa dan badan tidak berdiri berdiri berdampingan secara setingkat, melainkan jiwa adalah sesuatu yang keadaannya bergerak sehingga mempunyai taraf realitas yang lain  jenis. Jiwa merupakan tawanan, dia terkurung dalam badan demi hawa nafsu yang pembebasannya dapat dilakukan dengan menjauhkan diri dari segala kegiatan indrawi badan dan mencari kebenarasn tidak melampaui penyerapan. Jiwa harus lepas dari pembusukan(kontaminasi) badan demi kemurniannya sehingga badan merupakan rintangan atau kontaminasi terhadap jiwa. Jiwa lebih asli daripada kenyataan duniawi dan mempunyai pertalian dengan nilai- nilai yang abadi. Dunia yang indrawi merupakan bayangan dari dunia itu sehingga tugas filsafat adalah melatih diri dalam menanggalkan hubungan yang mengikat jiwa dam merupakan persiapan untuk mati. Paham dari Plato yang spiritual itu bersifat ethis- religious.[6]
c.              Aliran Dualisme
Aliran dualism berpendapat bahwa tubuh dan jiwa sama pentingnya. Tokohnya antara lain Rene Descartes, yang mengatakan bahwa jiwa adalah substansi yang berpikir, sedangkan badan sebagai substansi yang berkeluasaan. Hubungan jiwa dan badan bukanlah sesuatu yang ditambahkan, melainkan sesuatu yang hakiki sehingga tanpa salah satu unsure itu bukan merupakan insane. Jiwa dan tubuh merupakan substansi yang tersendiri dan lengkap sebagai insane. Pandangan dualism ini dapat dibedakan atas paralelisme dan monism. Dalam paralelisme antara tubuh dan jiwa terdapat kesejajaran (paralel), keduanya sederajat. Adapun dalam monism antara tubuh dan jiwa telah terjadi perpaduan sehingga menunggal. Manusia disebut manusia dalam arti sebenarnya bila tubuh dan jiwa merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan.[7]
E.            Pengembangan Dimensi-dimensi Manusia Dalam Proses Pendidikan
a.              Pengembangan Manusia sebagai Makhluk Individu
Anak memiliki potensi untuk berkembang yang ingin menjadi seorang pribadi, ingin menjadi pribadinya sendiri. Anak dalam perkembangannya akan memperoleh pengaruh dari luar, baik yang disengaja ataupun yang tidak disengaja, tetapi anak mengambil jarak terhadap pengaruh- pengaruh tersebut. Dia akan memilihnya sendiri. Pengaruh tersebut akan dia olah secara pribadi, sehingga apa yang ia terima akan merupakan bagian dari dirinya sendiri. Inilah yang disebut internalisasi diri, sehingga akan menjadi seorang individu yang unik, yang berbeda dan tidak sama dengan yang lainnya. Implikasi bagi pendidik berkaitan dengan pandangan diatas, pendidik harus sadar bahwa ia bukan satu- satunya manusia  yang berhak untuk mendidik anak tersebut. Pendidik tidak boleh memaksa anak untuk mengikuti atau menuruti segala kehendaknya, karena dalam diri anak ada suatu prinsip pembentukan dan pengembangan yang ditentukan oleh dirinya sendiri. Pendidikan hendaknya menghormati keindividualitasan anak, karakteristik individu anak, kepribadian anak, keunikan, dan martabatnya.
b.             Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Manusia sebagai makhluk sosial tentu memerlukan pendidikan, karena pendidikan pada hakikatnnya berlangsung dalam suatu interaksi antar dua manusia atau lebih. Salah satu fungsi pendidikan adalah membantu perkembangan sosial anak, agar ia dapat menyesuaikan diri, serta mampu berperan sebagai anggota masyarakat yang konstruktif dan kreatif. Sebagai makhluk sosial, manusia dapat dipengaruhi oleh manusia lainnya. Selain memerlukan dan harus memperoleh pendidikan, manusia juga merupakan makhluk yang dapat menerima pendidikan karena ia dapat dipengaruhi oleh orang lain.
c.              Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk Susila
Pendidikan akan mencakup pengajaran dan pelaksanaan nilai- nilai. Isi atau materi pendidikan adalah tindakan yang akan membawa peserta didik mengalami dan menghayati nilai- nilai kemanusiaan, menghargai, dan meyakini, sehingga peserta didik membangun nilai- nilai kemanusiaan tersebut ke dalam kepribadiannya. Pendidikan merupakan upaya membantu dan membimbing peserta didik dalam mengembangkan dan memperkuat hati nuraninya, sehingga bagaimanapun pendidikan merupakan suatu peristiwa normatif.


d.             Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk Ber-Tuhan
Nilai- nillai yang bersumber dari Tuhan yang dimanifestasikan dalam ajaran agama, harus memayungi segala bentuk kehidupan manusia sebagai individu maupun sosial, termasuk di dalamnya pendidikan itu sendiri.[8] Nilai- nilai agama bukan hanya sekedar dipelajari, namun lebih jauh harus dihayati, dan pada akhirnya diinternalisasikan menjadi milik pribadinya, sehingga manusia dalam segala perbutannya tidak akan terlepas dari nilai- nilai agama yang bersumber dari Tuhan yang sangat agung dan mulia.(Uyoh Sadulloh;2010)


BAB III
PENUTUP
A.           Kesimpulan
Manusia adalah makhluk Tuhan yang otonom, berdiri sebagai pribadi yang tersusun atas kesatuan harmonis jiwa raga dan eksis sebagai individu yang memasyarakat. Manusia mempunyai ciri yang istimewa, yaitu kemampuan berpikir yang ada dalam satu struktur dengan perasaan dan kehendaknya (sehingga sering disebut sebagai makhluk yang berkesadaran). Sifat hakikat manusia diartikan sebagai cirri-ciri karakteristik, yang secara prinsipil (jadi bukan hanya gradual) membedakan manusia dari hewan. Wujud sifat hakikat manusia (yang tidak dimiliki hewan) yang dikemukakan oleh paham eksistensialisme, dengan maksud menjadi masukan dalam membenahi konsep pendidikan yaitu kemampuan menyadari diri, kemampuan bereksistensi, pemilikan kata hati, moral, kemampuan bertanggungjawab, rasa kebebasan (Kemerdekaan), kesediaan melaksanakan kewajiban dan menyadari hak, kemampuan menghayati kebahagiaan.
B.            Saran
Dengan adanya makalah ini kami penulis mengharapkan Penilaian dari dosen pengampuh dan juga penilaian dari audien atas makalah yang kami buat  ini, sehingga jika memang ada penuturan atau pemaparan yang kurang bisa kami perbaiki pada pertemuan berikutnya.


DAFTAR PUSTAKA
In’am Esha, Muhammad. 2010. Menuju Pemikiran Filsafat. Malang : UIN-Malang Press.
Nata, Abuddin. 2012. Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan. Jakarta : RajaGrafindo  Persada.
Sadulloh, Uyoh. 2010. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung. Alfabeta
Smith, Linda dan William Raeper. 2004. Ide-Ide Filsafat dan Agama Dulu dan Sekarang. Cetakan Kelima. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Soetriono dan Hanafie, Rita.2007. Filsafat Umum dan metodologi penelitian. Yogyakarta: Andi
Sugono, Dendy. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta : Pusat Bahasa.
Suhartono, Suparlan. 2005. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta :
Ar-Ruzz. 
Surajiyo. 2005.Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara
Tim Pengajar Filsafat Pendidikan. 2011. Diktat Filsafat Pendidikan. Medan: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Medan






[1] In’am Esha, Muhammad. 2010. Menuju Pemikiran Filsafat. Malang : UIN-Malang Press.
[2] Nata, Abuddin. 2012. Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan. Jakarta : RajaGrafindo  Persada.
[3] Sadulloh, Uyoh. 2010. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung. Alfabeta
[4] Smith, Linda dan William Raeper. 2004. Ide-Ide Filsafat dan Agama Dulu dan Sekarang. Cetakan Kelima. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
[5] Soetriono dan Hanafie, Rita.2007. Filsafat Umum dan metodologi penelitian. Yogyakarta: Andi
[6] Sugono, Dendy. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta : Pusat Bahasa. Suhartono, Suparlan. 2005. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta :  Ar-Ruzz. 
[7] Surajiyo. 2005.Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara
[8] Tim Pengajar Filsafat Pendidikan. 2011. Diktat Filsafat Pendidikan. Medan: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Medan