MAKALAH
IDENTITAS
NASIONAL
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kuliah Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan
Dosen Pengampu: ACH. SHODIQI HAFIL, M.Fil.I
Oleh :
Jamilatul Faizah
Hurun Iin
Ida Farida
PROGRAM STUDI
PGRA
FAKULTAS
TARBIYAH
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI MADURA
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat-Nya, sehingga kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca. Harapan kami semoga makalah ini membantu
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat
memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik
lagi. Makalah ini kami akui
masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh
kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan
yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
Pamekasan, 10
September 2018
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................
ii
DAFTAR ISI........................................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................
1
A.
Latar
Belakang............................................................................................
1
B.
Rumusan
Masalah.......................................................................................
1
C.
Tujuan.........................................................................................................
1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................
2
A.
Pengertian
Iman dan Islam.........................................................................
2
1.
Pengertian
Iman...................................................................................
2
2.
Pengertian
Islam...................................................................................
3
B.
Rukun-rukun
Iman dan Islam.....................................................................
4
1.
Rukun
Iman.........................................................................................
4
2.
Rukun
Islam.........................................................................................
6
C.
Tingkatan-tingkatan
dalam Iman dan Islam...............................................
9
1.
Tingkatan
Iman....................................................................................
9
2.
Tingkatan
Islam..................................................................................
10
D.
Korelasi
Antara Iman dan Islam...............................................................
11
BAB III PENUTUP............................................................................................
13
A.
Kesimpulan...............................................................................................
13
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................
14
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Identitas nasional merupakan ciri khas yang
dimiliki suatu bangsa yang tentunya berbeda antara satu bangsa dengan bangsa
yang lain. Indonesia adalah salah satu Negara yang memiliki bermacam identitas
nasional yang mengkhaskan dan tentunya berbeda dari Negara-negara lainnya.
Pengertian identitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
ciri-ciri atau keadaan khusus atau jati diri. Disini yang dimaksudkan adalah
identitas yang merujuk pada kebangsaan seseorang. Mayoritas dari masyarakat
mengasosiasikan identitas nasional mereka dengan negara di mana mereka
dilahirkan.
Beragamnya suku bangsa serta bahasa di
Indonesia, merupakan suatu tantangan besar bagi bangsa ini untuk tetap dapat
mempertahankan identitasnya, terlebih di era globalisasi seperti saat ini.
Globalisasi diartikan sebagai suatu era atau zaman yang ditandai dengan
perubahan tatanan kehidupan dunia akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, khususnya teknologi informasi sehingga interaksi manusia menjadi
sempit, serta seolah-olah dunia tanpa ruang. Era Globalisasi dapat berpengaruh
terhadap nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. Era Globalisasi tersebut mau
tidak mau, suka tidak suka telah datang dan menggeser nilai-nilai yang telah
ada.
B.
Rumusan Masalah
Dalam penulisan karya ilmiah ini, kami
merumuskan permasalahan didalamnya. Berikut ini rumusan masalahnya:
1.
Apakah pengertian identitas nasional ?
2.
Apa sajakah fungsi identitas nasional ?
3.
Apa sajakah jenis-jenis identitas nasional ?
4.
Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan identitas nasional ?
5.
Apa sajakah unsur-unsur pembentuk identitas
nasional ?
C.
Tujuan
1.
Untuk Mengetahui Pengertian Dari Identitas
Nasional
2.
Untuk Mengetahui Fungsi Dari Identetis Nasional
3.
Untuk Mengetahui Jenis-jenis Dari Identitas
Nasional
4.
Untuk Mengetahui Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Pembentukan Identitas Nasional
5.
Untuk Mengetahui Apa Sajakah Unsur-unsur
Pembentukan Identitas Nasional
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Identitas Nasional
Dilihat dari segi bahasa bahwa identitas itu
berasal dari bahasa inggris yaitu “identity” yang dapat diartikan sebagai
ciri-ciri, tanda-tanda atau jati diri. Ciri-ciri itu adalah suatu yang menandai
suatu benda atau orang. Ada ciri-ciri fisik dan ada ciri-ciri nonfisik.
Identity sering diindonesiakan menjadi identitas atau jati diri. Jadi, identy
atau identitas atau jati diri, dapat memiliki dua arti pertama,
identitas atau jati diri yang menunjuk pada ciri-ciri yang melekat pada diri
seseorang atau sebuah benda, dan yang kedua, identitas atau jati diri
dapat berupa surat keterangan yang dapat menjelaskan pribadi seseorang dan
riwayat hidup seseorang. Di samping itu, identitas atau jati diri dapat juga
digunakan untuk menggambarkan pengertian diri sendiri yang menyangkut siapa dia
(baik laki-laki maupun perempuan). Ada dua sumber utama dari identitas atau
jati diri seorang: pertama, aturan-aturan sosial yang menjelaskan
definisi dari tingkah laku tertentu dan sejarah hidup seseorang. Dua orang,
yaitu orang yang satu dengan orang-orang yang lainnya yang mendasarkan konsepsi
mereka dari identitas mereka masing-masing pada dua sumber tadi (Arnold
Dashefsky, 5).[1]
Identitas yang akan dikembangkan dalam tulisan
ini adalah idetitas dalam pengertian pertama di atas yaitu identitas dalam
pengertian jati diri. Identitas atau jati diri adalah “pengenalan atau
pengakuan terhadap seseorang yang termasuk dalam suatu golongan yang dilakukan
berdasarkan atas serangkaian ciri-cirinya yang merupakan suatu satu kesatuan
bulat dan menyeluruh, serta menandainya sehingga ia dapat dimasukkan dalam
golongan tersebut” (Parsudi Suparlan: 1999).
Identitas bangsa yang belum demokratis selama
ini jelas merupakan hasil dari praktik monopolistik kekuasaan. Dalam hal ini,
identitas tidak muncul dari bawah berdasarkan energi-energi lokal, atau dari
kesadaran dan pengetahuan masyarakat sendiri.
Pada dasarnya konsep “identitas” jelas bermakna
ideal, sebuah harapan untuk eksis dan berprinsip, lalu sayangnya ia membusuk
oleh praktik kekuasaan yang korup. Istilah identitas itu pun diperkuat oleh
istilah metafisik lainnya seperti “stabilitas” dan “kesatuan”, yang sama-sama
telah mengalami pembusukan. Istilah-istilah metafisis ini membusuk karena
terlalu sarat dimaknai oleh selera tunggal. Identitas-bangsa lalu menjadi
sebuah “nasionalisme-naif” yang mengklaim bahwa identitas bangsa merupakan
cerminan Pancasila yang menjunjung tinggi nilai-nilai religius dan humanistik,
mengabdi dan loyal pada Negara yang berpaham bukan liberlisme dan bukan
sosialisme. Bahkan kita suka arogan memandang ideologi atau filsafat
Negara-negara asing, sepertinya mereka kuranng atau tidak religius,
sekularisme, tidak manusiawi.
Kebudayaan yang muncul dari hantu-hantu
metafisika tersebut kini menjadi sangat khas sebagai teror-teror
kekerasan yang memberikan identitas kultural bagi bangsa dan Negara Indonesia.
Tegasna, identitas budaya kita merupakan representasi atau “simbol kekerasan” (Symbolic
violence). Jika dikatakan bahwa istilah “identitas” tak lain mengacu pada
eksistensi atau “prinsip diri” maka perjalanan untuk pencarian prinsip diri itu
kita lakukan dengan sikap pelenyap dan peniadaan terhadap orang atau kelompok
atau komunitas yang berbeda. Sebab menyangkal kehadiran pihak lain hanya karena
sekedar berbeda sebenarnya identic dengan menyangkal keberadaan diri sendiri
pula.
Identitas budaya yang menekankan “kesatuan dan
“stabilitas” itu telah melenyapkan sensitivitas itu lebih dalam lagi sehingga
menciptakan kekerasan dan kekejaman di mana nyawa manusia menjadi tidak
berharga lagi (kreativitas destruksi). Dan hingga kini kondisi ini masih saja
berlangsung.
Kultural adalah sebuh karakter, pola piker dan
perilaku. Sebuah karakter merupakan hasil dari proses pembiasaan yang
mengkristal yang bisa kita sebut juga sebagai mentalitas. Kebudayaan merupakan pertemuan
antara pengetahuan dan kehendak. Jika kita masih punya sedikit rasa sensitive
terhadap perbedaan, rasa toleran, saling menghargai, sebenarnya kita tidak
perlu lagi konsep-konsep yang kelihatannya demikian agung tetapi arogan seperti
itu.
B.
Fungsi Identitas
Nasional
Menurut Smith (1991) terdapat tiga fungsi dari
Identitas Nasional, yaitu:
1.
Identitas Nasional memberikan jawaban yang
memuaskan terhadap rasa takut akan kehilangan identitas melalui identifikasi
terhadap bangsa.
2.
Identitas Nasional menawarkan pembaharuan
pribadi dan martabat bagi individu dengan menjadi bagian dari keluarga besar
suatu bangsa
3.
Identitas Nasional memungkinkan adanya
realisasi dari perasaan persaudaraan, terutama melalui simbol-simbol dan
upacara.
C.
Jenis-jenis
Identitas Nasional
Berikut ini adalah jenis-jenis identitas
nasional:
1.
Bahasa Nasional atau Bahasa Persatuan yaitu
Bahasa Indonesia
Bahasa
Indonesia adalah salah satu identitas nasional Indonesia yang penting.
Sekalipun Indonesia memiliki ribuan bahasa daerah, kedudukan bahasa Indonesia
yang digunakan sebagai bahasa penghubung berbagai kelompok etnis yang mendiami
kepulauan Nusantara memberikan nilai identitas tersendiri bagi bangsa
Indonesia.
2.
Bendera Negara yaitu Sang Merah Putih
Bendera
Negara Republik Indonesia, yang secara singkat disebut Bendera Negara, adalah
Sang Saka Merah Putih, Sang Merah Putih, Merah Putih, atau kadang disebut Sang
Dwiwarna (dua warna). Bendera Negara Sang Merah Putih berbentuk empat persegi
panjang dengan ukuran lebar 2/3 (dua-pertiga) dari panjang serta bagian atas
berwarna merah dan bagian bawah berwarna putih yang kedua bagiannya berukuran
sama.
3.
Lagu kebangsaan yaitu Indonesia Raya
Indonesia Raya adalah lagu kebangsaan Republik Indonesia. Lagu ini pertama kali diperkenalkan
oleh komponisnya, Wage Rudolf Soepratman, pada
tanggal 28 Oktober 1928 pada
saat Kongres Pemuda II di Batavia. Lagu ini menandakan kelahiran
pergerakan nasionalisme seluruh
nusantara di Indonesia yang
mendukung ide satu “Indonesia” sebagai penerus Hindia Belanda, daripada dipecah menjadi beberapa koloni.
4.
Lambang Negara dan Dasar Falsafah Negara yaitu
Pancasila
Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara
Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari Sanskerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip
atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan
bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.Tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari
lahirnya Pancasila.
5.
Semboyan Negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika
Bhinneka Tunggal Ika adalah moto atau
semboyan Indonesia.Frasa ini
berasal dari bahasa Jawa Kuna dan seringkali diterjemahkan dengan
kalimat “Berbeda-beda tetapi tetap satu”. Semboyan ini digunakan untuk
menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku
bangsa, agama dan kepercayaan. Kalimat ini merupakan kutipan dari sebuah kakawin Jawa Kuna yaitu kakawin Sutasoma, karangan Mpu Tantular semasa kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14. Kakawin ini istimewa karena mengajarkan toleransi antara umat Hindu dengan Umat Buddha.
6.
Konstitusi (Hukum Dasar) Negara yaitu UUD 1945
Istilah dalam bahasa inggris constitution atau
dalam bahasa belanda constitutie secara harfiah sering diterjemahkan dalam
bahasa indonesia yaitu undang-undang dasar. Ditinjau dari segi kekuasaan undang-undang
dasar dapat dipandang sebagai lembaga atau kumpulan asas-asas yang menetapkan
bagaimana kekuasaan itu dibagi anatara beberapa lembaga kenegaraan. Mengacu
konsep trias politika, kekuasaan dibagi anatar badan eksekutif, legislatif dan
yudikatif.
7.
Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu
berkedaulatan rakyat
Kedaulatan rakyat mengandung arti kekuasaan
tertinggi ada pada rakyat. Dengan demikian makna kedaulatan rakyat adalah
demokrasi, yang berarti pemerintahan yang kekuasaan tertinggi terletak/bersumber
pada rakyat. Sumber ajaran kedaulatan rakyat ialah ajaran demokrasi yang telah
dirintis sejak jaman Yunani oleh Solon. Istilah demokrasi berasal dari kata
Yunani, demos (rakyat) dan kratein (memerintah) atau kratos (pemerintah). Jadi,
demokrasi mengandung pengertian pemerintahan rakyat, yaitu pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Rakyat merupakan suatu kesatuan yang
dibentuk oleh individu-individu melalui perjanjian masyarakat. Rakyat sebagai
pemegang kekuasaan tertinggi memberikan haknya kepada untuk kepentingan
bersama. Penguasa dipilih dan ditentukan atas dasar kehendak rakyat melalui
perwakilan yang duduk di dalam pemerintahan atau melalui pemilihan
umum.Pemerintah yang berkuasa harus mengembalikan hak-hak sipil kepada warganya.
8.
Konsepsi Wawasan Nusantara
Wawasan nusantara adalah cara pandang dan sikap
bangsa Indonesia mengenai diri
dan bentuk geografinya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam pelaksanannya, wawasan nusantara
mengutamakan kesatuan wilayah dan menghargai kebhinekaan untuk mencapai tujuan
nasional.
D.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Pembentukan Identitas Nasional
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan
Identitas Nasional bangsa Indonesia, meliputi primordial, sakral, tokoh,
bhineka tunggal ika, konsep sejarah, perkembangan ekonomi, dan kelembagaan
(Surbakti, 1999).
1.
Primordial
Ikatan kekerabatan (darah dan keluarga) dan
kesamaan suku bangsa, daerah, bahasa, dan adat-istiadat merupakan faktor-faktor
primordial yang dapat membentuk negara-bangsa. Primordialisme tidak hanya
menimbulkan pola perilaku yang sama, tetapi juga melahirkan persepsi yang sama
tentang masyarakat negara yang dicita-citakan. Walaupun ikatan kekerabatan dan
kesamaan budaya itu tidak menjamin terbentuknya suatu bangsa (karena mungkin
ada faktor yang lain yang lebih menonjol), namun kemajemukan secara budaya
mempersulit pembentukan satu nasionalitas baru (negara bangsa) karena perbedaan
ini akan melahirkan konflik nilai.[2]
2.
Sakral
Kesamaan agama yang dianut oleh suatu
masyarakat, atau ikatan ideologi yang kuat dalam masyarakat, juga merupakan
faktor yang dapat membentuk negara-bangsa.
3.
Tokoh
Kepemimpinan dari seorang tokoh yang disegani
dan dihormati secara luas oleh masyarakat dapat menjadi faktor yang menyatukan
suatu bangsa-negara. Pemimpin ini menjadi panutan sebab warga masyarakat
mengidentifikasikan diri kepada sang pemimpin, dan ia dianggap sebagai
“penyambung lidah” masyarakat.
4.
Sejarah
Persepsi yang sama tentang asal-usul (nenek
moyang) dan tentang pengalaman masa lalu, seperti penderitaan yang sama akibat
dari penjajahan tidak hanya melahirkan solidaritas (sependeritaan dan
sepenanggungan), tetapi juga tekad dan tujuan yang sama antar kelompok suku
bangsa. Solidaritas, tekad, dan tujuan yang sama itu dapat menjadi identitas yang
menyatukan mereka sebagai bangsa, sebab dengan membentuk konsep ke-kita-an
dalam masyarakat.
5.
Bhinneka Tunggal Ika
Prinsip bersatu dalam perbedaan (unity in
diversity) merupakan salah satu faktor yang dapat membentuk
bangsa-negara.Bersatu dalam perbedaan artinya kesediaan warga masyarakat untuk
bersama dalam suatu lembaga yang disebut Negara, atau pemerintahan walaupun
mereka memiliki suku bangsa, adat-istiadat, ras atau agama yang berbeda.
6.
Perkembangan Ekonomi
Perkembangan ekonomi (industrialisasi) akan melahirkan
spesialisasi pekerjaan yang beraneka ragam sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Semakin tinggi mutu dan semakin bervarariasi kebutuhan masyarakat, semakin
tinggi pula tingkat saling bergantung di antara berbagai jenis pekerjaan.
Setiap orang bergantung pada pihak lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Semakin kuat suasana saling bergantung antar anggota masyarakat karena
perkembangan ekonomi, maka semakin besar pula solidaritas dan persatuan dalam
masyarakat.
7.
Kelembagaan
Proses pembentukan bangsa berupa
lembaga-lembaga pemerintahan dan politik, seperti birokrasi, angkatan
bersenjata, dan partai politik. Setidak-tidaknya terdapat dua sumbangan
birokrasi pemerintahan (pegawai negeri) bagi proses pembentukan bangsa, yakni
mempertemukan berbagai kepentingan dalam instansi pemerintah dengan berbagai
kepentingan di kalangan penduduk sehingga tersusun suatu kepentingan nasional,
watak kerja, dan pelayanannya yang bersifat impersonal; tidak saling membedakan
untuk melayani warga negara. Angkatan bersenjata berideologi nasionalistis
karena fungsinya memelihara dan mempertahankan keutuhan wilayah dan persatuan
bangsa, personilnya direkrut dari berbagai etnis dan golongan dalam masyarakat.
Selain soal ideologi, mutasi dan kehadirannya di seluruh wilayah negara merupakan
sumbangan angkatan bersenjata bagi pembinaan persatuan bangsa Keanggotaan
partai politik yang bersifat umum (terbuka bagi warga negara yang berlainan
etnis, agama, atau golongan), kehadiran cabang-cabangnya di wilayah negara, dan
peranannya dalam menampung dan memadukan berbagai kepentingan masyarakat
menjadi suatu alternatif kebijakan umum merupakan kontribusi partai politik
dalam proses pembentukan bangsa.
E.
Unsur-Unsur
Pembentuk Identitas Nasional
Berikut ini adalah
unsur-unsur pembentuk identitas nasional:
1.
Sukubangsa
Sukubangsa
adalah golongan sosial yang khusus, yang askriptif (ada sejak kelahiran), yang
sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Kekhususan dari
sukubangsa dari sebuah golongan sosial ditandai oleh ciri-cirinya, yaitu:
diperoleh secara askriptif atau didapat begitu saja bersama dengan
kelahirannya, muncul dalam interaksi berdasarkan atas adanya pengakuan oleh
warga sukubangsa yang bersangkutan dan diakui oleh sukubangsa lainnya.
Merupakan ciri-ciri yang umum dan mendasar berkenaan dengan asal mula manusia,
yang digunakan sebagai acuan bagi identitas atau jatidiri pribadi atau kelompoknya
yang tidak dapat dengan seenaknya dibuang atau ditiadakan, walaupun dapat
disimpan atau tidak digunakan dalam interaksi berlaku. Karena ciri-ciri
tersebut melekat seumur hidup bersamaan dengan keberadaanya sejak lahir (barth
1969: 9-38 dan Suparlan, 1999).
Di
Indonesia terdapat banyak sekali sukubangsa atau kelompok etnis yang
menggunakan tidak kurang dari 300 dialek. Karena Indonesia dikatakan sebagai
nrgara yang memiliki banyak suku bangsa, maka Indonesia dianggap sebagai negara
yang rawan konflik.
2.
Agama
Selain isu suku yang disebutkan diatas, ada isu
lain dalam politik Indonesia: yaitu dimensi agama yang dihubungkan dengan
kesukuan. Agama-agama yang ada di Indonesia: Islam, Kristen, Katolik, Kristen
Protestan, Hindu, Buddha Dan Kong Hu Cu. Agama Kong Hu Cu pada zaman Orde Baru
tidak diakui sebagai agama resmi di Indonesia, sedangkan kelima agama lainnya
diakui secara resmi oleh pemerintahan Orde Baru. Pada zaman pemerintahan Gus
Dur, istilah agama resmi dan tidak resmi dihapuskan. Menurut Gus Dur yang
mengetahui apakah suatu agama dapat dikatakan sebuah agama atau bukan, bukanlah
negara tapi adalah penganutnya sendiri (kompas, 18 dan 19 maret 2000).
Kebijaksanaan integrasi nasional baru tampak
diterpkan oleh pemerintah Indonesia ketika hendak mengatur masyarakatnya yang
plural. Untuk tujuan pembicaraan ini, integrasi nasional didefinisikan dalam
rangka menciptakan identitas nasional. Penciptaan identitas kebudayaan
Indonesia adalah salah satu tujuan integrasi nasional.
Salah satu jalan yang dapat mengurangi resiko
konflik antar agama adalah perlunya diciptakan tradisi saling menghormati
antara agama-agama yang ada (Franz Magniz Suseno, 1995: 174). Menghormati
berarti mengakui secara positif dalam agama dan kepercayaan orang lain. Berarti
mampu juga belajar satu sama lain.
Sikap saling menghormati dan menghargai, dapat
memungkinkan orang dari agama-agama yang berbeda bersama-sama berjuang demi
pembangunan yang sesuai dengan martabat yang diterima manusia dari Tuhan.
Solidaritas dengan orang-orang kecil, miskin, lemah dan menderita, keadilan
sosial, pembebasan dari penindasan, perkosaan dan perwujudan kehidupan yang
lebih demokratis, adalah hal-hal yang dapat dilakukan oleh agama-agama secara
bersama-sama, untuk tujuan pembangunan bangsa.
Yang dipikirkan sekarang adalah bagaimana
menciptakan dialog antar agama. Barangkali dapat dikatakan bahwa obyek dialog
antara agama bukan langsung menyentuh keyakinan agama. Sebab banyak oang
beranggapan bahwa perbedaan keyakinan bukanlah obyek untuk diperdebatkan. Yang mungkin
kita dialogkan adalah bagaimana memecahkan persoalan-persoalan yang terjadi
ditengah-tengah masyarakat, membongkar kesalahpahaman yang selalu terjadi dalam
hubungan agama selama ini, serta usaha untuk mewujudkan kehidupan masyarakat
dengan cara yang lebih positif, lebih sesuai dengan kaedah-kaedah moral
keagamaan.
3.
Kebudayaan
Kebudayaan adalah pengetahuan manusia sebagai
makhluk sosisal yang isinya adalah perangkat-perangkat, model-model
pengetahuan, yang secara kolektif digunakan oleh pendukung-pendukungnya untuk
menginterprestasi dan memahami lingkungan yang dihadapi dan digunakan sebagai
referensi atau pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan benda-benda
kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi (Suparlan, 1986: 1).
Kebudayaan adalah milik masyarakat, sedangkan
individu-individu yang menjadi warga masyarakat tersebut mempunyai pengetahuan
kebudayaan. Harus juga dibedakan antara budaya dan kebudayaan) sesuai dengan
lingkungan yang dihadapi (Suparlan, 1986:1). Kebudayaan adalah milik
masyarakat, sedangkan individu-individu yang menjadi warga asyarakat tersebut
mempunyai pengetahuan dalam ungkapan sehari-hari.
Menurut E.K.M. Masinambow (1999) yang dimaksud
“budaya” adalah nilai-nilai dan adat kebiasaan, sedangkan kebudayaan adalah suatu
kompleks gejala termasuk nilai-nilai dan adat kebiasaan yang memperlihatkan
kesatuan sistemik. Jika kita katakana bahwa di Indonesia terdapat tidak kurang
dari 500 suku bangsa, maka dapat kita katakan bahwa kebudayaan yang dimiliki
oleh bangsa Indonesia itu bermacam-macam, karena setiap sukubangsa memiliki
kebudayaan yang berbeda-beda dan kebudayaan yang bermacam-macam tentu saja kita
tidak ingin melihat perbedaan tersebut sebagai penghambat untuk kita bersatu,
justru dengan adanya perbedaan itu memberikan motivasi kepada kita untuk
menjadi bangsa yang bersatu dan bukan bangsa yang terpecah-pecah akibat adanya
pebedaan.
4.
Bahasa
Kebijakan bahasa nasional sangat penting dalam
menciptakan kesatuan Indonesia dan identitas nasional Indonesia. Di Asia
Tenggara mungkin hanya Indonesia satu-satunya Negara yang menggunakan bahasa
minoritas yang berasal dari Palembang (Sumatera) dan Bangka pada abad ke-7.
Bahasa ini kemudian dipakai sebagai bahasa
penghubung bagi berbagai kelompok etnis di kepulauan tersebut dan menjadi
bahasa untuk berkomunikasi di pasar di kalangan etnis Indonesia dan orang
asing. Bahasa ini diterima oleh kaum nasionalis Indonesia sebelum kemerdekaan
antara lain karena kesederhanaannya, selain karena statusnya yang
kontroversial. Bahasa Jawa yang digunakan kelompok etnis terbesar. Bahkan tidak
dipertimbangkan, hanya karena bahasa itu tidak digunakan oleh orang non-Jawa.
Selain itu, bahasa Jawa dianggap sangat rumit dan setiap tingkat sosial
yang berbeda memakai jenis bahasa yang berbeda pula.[3]
Bahasa Indonesia dipopulerkan pertama kali
dalam pers kaum nasionalis ketika munculnya Negara kemerdekaan Indonesia,
kemudian bahasa tersebut menyebar dan berkembang selama pendudukan Jepang.
Semua surat kabar terkemuka, siaran radio dan siaran TV menggunakan bahasa
Indonesia. Setelah kemerdekaan semua sekolah di Indonesia menggunakan bahasa
nasional, tetapi bahasa etnis tetap dapat diajarkan di sekolah setempat sampai
kelas, setelah itu semua pendidikan harus berbahasa Indonesia. Seorang ahli
sejarah terkemuka mengatakan :
“Menggunakan
universal bahasa ini secara internasional dalam sebuah masyarakat yang sangat
besar, telah ‘mensionalisasikan’ generasi yang sedang bersekolah, kebudayaan
dan bahasa lokal mereka sendiri terus disampaikan kepada mereka, tetap kini
prosesnya berlangsung dalam kerangka sebuah kebudayaan nasional” (David,
1971:403).
Popularisasi
bahasa Indonesia memang dilakukan tetapi tidaklah berarti menggantikan bahasa
etnis. Menurut beberapa pengamat, penggunaan bahasa Indonesia jauh lebih
populer di daerah perkotaan daripada di daerah pedesaan, karena penduduk desa
masih banyak menggunakan dua bahasa daerah. Dalam sebagian besar kasus,
penduduk kota (terutama di daerah non-Jawa) cenderung menggunakan dua bahasa
dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang dominan. Namun di daerah pedesaan,
tampaknya bahasa etnis masih digunakan secara luas. Sebuah penelitian mengenai
pelajar Indonesia dari tingkat sekolah dasar sampai tingkat menengah
menunjukkan bahwa hanya 26 persen pelajar sekolah ini yang memakai bahasa Indonesia
di rumah. Bahkan di beberapa daerah penggunaan bahasa etnis kembali meluas.
5.
Kasta dan kelas
Kasta adalah pembagian sosial atas dasar agama.
Dalam agama Hindu, para penganutnya dikelompokkan ke dalam beberapa kasta.
Kasta yang tertinggi adalah kasta Brahmana (kelompok rohaniawan) dan kasta yang
terendah adalah kasta Sudra (orang biasa atau masyarakat biasa). Kasta yang
rendah biasanya tidak bisa kawin dengan kasta yang lebih tinggi dan begitu juga
sebaliknya.
Kelas menurut Weber ialah suatu kelompok orang-orang
dalam situasi kelas yang sama, yaitu kesempatan untuk memperoleh barang-barang
dan untuk dapat menentukan sendiri keadaan kehidupan ekstern dan nasib pribadi,
sejauh kesempatan ini tergantung dari dipunyai atau tidak dipunyai milik yang
dapat dimanfaatkan dipasaran barang-barang atau pasaran kerja.
Kekuasaan dan milik merupakan komponen-komponen
terpenting: berat kekuasaan, maka milik mengakibatkan monopolisasi dan
kesempatan-kesempatan (L. Laeyendecker, 1991:331). Di samping kelas milik yang
dibicarakan Weber di atas, juga terdapat kelas-kelas berdasarkan pendapatan.
Mereka yang termasuk dalam kelompok ini adalah kaum pengusaha, kaum pemegang
profesi-profesi bebas dan kaum pekerja. Sedangkan kelas-kelas sosial ialah
mencakup semua situasi kelas dimana baik mobilitas pribadi maupun mobilitas
antar generasi dimungkinkan di antara kelas-kelas tersebut, dan hal semacam ini
merupakan hal yang biasa.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Identitas nasional adalah jatidiri yang dimiliki oleh warga
negara atau suku-bangsa dari suatu negara (Indonesia). Menurut Smith (1991)
terdapat tiga fungsi dari Identitas Nasional, yaitu: (1) Identitas Nasional
memberikan jawaban yang memuaskan terhadap rasa takut akan kehilangan identitas
melalui identifikasi ter-hadap bangsa, (2) Identitas Nasional menawarkan
pembaharuan pribadi dan mar-tabat bagi individu dengan menjadi bagian dari
keluarga besar suatu bangsa, dan (3) Identitas Nasional memungkinkan adanya
realisasi dari perasaan persaudaraan, terutama melalui simbol-simbol dan
upacara.
Adapun jenis-jenis Identitas Nasional yaitu: (1) Bahasa
Nasional atau Bahasa Persatuan yaitu Bahasa Indonesia; (2) Bendera Negara yaitu
Sang Merah Putih; (3) Lagu kebangsaan yaitu Indonesia Raya; (4) Lambang Negara
dan Dasar Fal-safah Negara yaitu Pancasila; (5) Semboyan Negara yaitu Bhinneka
Tunggal Ika; (6) Konstitusi (Hukum Dasar) Negara yaitu UUD 1945; (7) Bentuk
Negara Ke-satuan Republik Indonesia yaitu berkedaulatan rakyat; dan (8)
Konsepsi Wawasan Nusantara. Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan Identitas Nasional bangsa Indonesia, meliputi: primordial, sakral,
tokoh, bhineka tunggal ika, konsep sejarah, perkembangan ekonomi, dan
kelembagaan. Dan unsur-unsur terbentuknya indentitas nasional, meliputi:
sukubangsa, agama, kebudayaan, bahasa dan; kasta dan kelas.
B.
Saran
Sebagai warga negara harus
mengetahui dan tetap melestarikan apa saja yang menjadi identitas nasional.
Identitas nasional merupakan suatu ciri yang dimiliki bangsa kita untuk dapat
membedakannya dengan bangsa lain. Selain itu, sebagai warga Negara juga harus
menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam identitas nasional. Contohnya
nilai-nilai yang terdapat pada Pancasila dan UUD 1945.
DAFTAR PUSTAKA
Ubaidillah,
dkk. 2000. Pendidikan Kewargaan (Civic Education) Demokrasi,
HAM & Masyarakat Madani. Jakarta:
IAIN Jakarta Press.
Kohn,
Prof.Hans. 1984. Nasionalisme Arti dan Sejarahnya. Jakarta:
ERLANGGA.
Sunarso,
dkk. 2013. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn untuk Perguruan
Tinggi), Cetakan II. Yogyakarta:
UNY Press.
HAM & Masyarakat Madani. Jakarta: IAIN
Jakarta Press.
ERLANGGA.
Tinggi), Cetakan II. Yogyakarta: UNY
Press.