Saturday, 15 September 2018

IDENTITAS NASIONAL




MAKALAH
IDENTITAS NASIONAL
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Dosen Pengampu: ACH. SHODIQI HAFIL, M.Fil.I
 









Oleh :
Jamilatul Faizah
Hurun Iin
Ida Farida



PROGRAM STUDI PGRA
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca. Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik lagi. Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.








Penyusun


Pamekasan, 10 September 2018


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
A.    Latar Belakang............................................................................................ 1
B.     Rumusan Masalah....................................................................................... 1
C.     Tujuan......................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................... 2
A.    Pengertian Iman dan Islam......................................................................... 2
1.        Pengertian Iman................................................................................... 2
2.        Pengertian Islam................................................................................... 3
B.     Rukun-rukun Iman dan Islam..................................................................... 4
1.        Rukun Iman......................................................................................... 4
2.        Rukun Islam......................................................................................... 6
C.     Tingkatan-tingkatan dalam Iman dan Islam............................................... 9
1.        Tingkatan Iman.................................................................................... 9
2.        Tingkatan Islam.................................................................................. 10
D.    Korelasi Antara Iman dan Islam............................................................... 11
BAB III PENUTUP............................................................................................ 13
A.    Kesimpulan............................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 14




BAB I

PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Identitas nasional merupakan ciri khas yang dimiliki suatu bangsa yang tentunya berbeda antara satu bangsa dengan bangsa yang lain. Indonesia adalah salah satu Negara yang memiliki bermacam identitas nasional yang mengkhaskan dan tentunya berbeda dari Negara-negara lainnya. Pengertian identitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah ciri-ciri atau keadaan khusus atau jati diri. Disini yang dimaksudkan adalah identitas yang merujuk pada kebangsaan seseorang. Mayoritas dari masyarakat mengasosiasikan identitas nasional mereka dengan negara di mana mereka dilahirkan.
Beragamnya suku bangsa serta bahasa di Indonesia, merupakan suatu tantangan besar bagi bangsa ini untuk tetap dapat mempertahankan identitasnya, terlebih di era globalisasi seperti saat ini. Globalisasi diartikan sebagai suatu era atau zaman yang ditandai dengan perubahan tatanan kehidupan dunia akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi sehingga interaksi manusia menjadi sempit, serta seolah-olah dunia tanpa ruang. Era Globalisasi dapat berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. Era Globalisasi tersebut mau tidak mau, suka tidak suka telah datang dan menggeser nilai-nilai yang telah ada.
B.            Rumusan Masalah
Dalam penulisan karya ilmiah ini, kami merumuskan permasalahan didalamnya. Berikut ini rumusan masalahnya:
1.        Apakah pengertian identitas nasional ?
2.        Apa sajakah fungsi identitas nasional ?
3.        Apa sajakah jenis-jenis identitas nasional ?
4.        Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan identitas nasional ?
5.        Apa sajakah unsur-unsur pembentuk identitas nasional ?



C.           Tujuan
1.        Untuk Mengetahui Pengertian Dari Identitas Nasional
2.        Untuk Mengetahui Fungsi Dari Identetis Nasional
3.        Untuk Mengetahui Jenis-jenis Dari Identitas Nasional
4.        Untuk Mengetahui Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Identitas Nasional
5.        Untuk Mengetahui Apa Sajakah Unsur-unsur Pembentukan Identitas Nasional

BAB II
PEMBAHASAN
A.           Pengertian Identitas Nasional
Dilihat dari segi bahasa bahwa identitas itu berasal dari bahasa inggris yaitu “identity” yang dapat diartikan sebagai ciri-ciri, tanda-tanda atau jati diri. Ciri-ciri itu adalah suatu yang menandai suatu benda atau orang. Ada ciri-ciri fisik dan ada ciri-ciri nonfisik. Identity sering diindonesiakan menjadi identitas atau jati diri. Jadi, identy atau identitas atau jati diri, dapat memiliki dua arti pertama, identitas atau jati diri yang menunjuk pada ciri-ciri yang melekat pada diri seseorang atau sebuah benda, dan yang kedua, identitas atau jati diri dapat berupa surat keterangan yang dapat menjelaskan pribadi seseorang dan riwayat hidup seseorang. Di samping itu, identitas atau jati diri dapat juga digunakan untuk menggambarkan pengertian diri sendiri yang menyangkut siapa dia (baik laki-laki maupun perempuan). Ada dua sumber utama dari identitas atau jati diri seorang: pertama, aturan-aturan sosial yang menjelaskan definisi dari tingkah laku tertentu dan sejarah hidup seseorang. Dua orang, yaitu orang yang satu dengan orang-orang yang lainnya yang mendasarkan konsepsi mereka dari identitas mereka masing-masing pada dua sumber tadi (Arnold Dashefsky, 5).[1]
Identitas yang akan dikembangkan dalam tulisan ini adalah idetitas dalam pengertian pertama di atas yaitu identitas dalam pengertian jati diri. Identitas atau jati diri adalah “pengenalan atau pengakuan terhadap seseorang yang termasuk dalam suatu golongan yang dilakukan berdasarkan atas serangkaian ciri-cirinya yang merupakan suatu satu kesatuan bulat dan menyeluruh, serta menandainya sehingga ia dapat dimasukkan dalam golongan tersebut” (Parsudi Suparlan: 1999).
Identitas bangsa yang belum demokratis selama ini jelas merupakan hasil dari praktik monopolistik kekuasaan. Dalam hal ini, identitas tidak muncul dari bawah berdasarkan energi-energi lokal, atau dari kesadaran dan pengetahuan masyarakat sendiri.
Pada dasarnya konsep “identitas” jelas bermakna ideal, sebuah harapan untuk eksis dan berprinsip, lalu sayangnya ia membusuk oleh praktik kekuasaan yang korup. Istilah identitas itu pun diperkuat oleh istilah metafisik lainnya seperti “stabilitas” dan “kesatuan”, yang sama-sama telah mengalami pembusukan. Istilah-istilah metafisis ini membusuk karena terlalu sarat dimaknai oleh selera tunggal. Identitas-bangsa lalu menjadi sebuah “nasionalisme-naif” yang mengklaim bahwa identitas bangsa merupakan cerminan Pancasila yang menjunjung tinggi nilai-nilai religius dan humanistik, mengabdi dan loyal pada Negara yang berpaham bukan liberlisme dan bukan sosialisme. Bahkan kita suka arogan memandang ideologi atau filsafat Negara-negara asing, sepertinya mereka kuranng atau tidak religius, sekularisme, tidak manusiawi.
Kebudayaan yang muncul dari hantu-hantu metafisika tersebut kini menjadi sangat khas sebagai teror-teror  kekerasan yang memberikan identitas kultural bagi bangsa dan Negara Indonesia. Tegasna, identitas budaya kita merupakan representasi atau “simbol kekerasan” (Symbolic violence). Jika dikatakan bahwa istilah “identitas” tak lain mengacu pada eksistensi atau “prinsip diri” maka perjalanan untuk pencarian prinsip diri itu kita lakukan dengan sikap pelenyap dan peniadaan terhadap orang atau kelompok atau komunitas yang berbeda. Sebab menyangkal kehadiran pihak lain hanya karena sekedar berbeda sebenarnya identic dengan menyangkal keberadaan diri sendiri pula.
Identitas budaya yang menekankan “kesatuan dan “stabilitas” itu telah melenyapkan sensitivitas itu lebih dalam lagi sehingga menciptakan kekerasan dan kekejaman di mana nyawa manusia menjadi tidak berharga lagi (kreativitas destruksi). Dan hingga kini kondisi ini masih saja berlangsung.
Kultural adalah sebuh karakter, pola piker dan perilaku. Sebuah karakter merupakan hasil dari proses pembiasaan yang mengkristal yang bisa kita sebut juga sebagai mentalitas. Kebudayaan merupakan pertemuan antara pengetahuan dan kehendak. Jika kita masih punya sedikit rasa sensitive terhadap perbedaan, rasa toleran, saling menghargai, sebenarnya kita tidak perlu lagi konsep-konsep yang kelihatannya demikian agung tetapi arogan seperti itu.
B.            Fungsi Identitas Nasional
Menurut Smith (1991) terdapat tiga fungsi dari Identitas Nasional, yaitu:
1.        Identitas Nasional memberikan jawaban yang memuaskan terhadap rasa takut akan kehilangan identitas melalui identifikasi terhadap bangsa.
2.        Identitas Nasional menawarkan pembaharuan pribadi dan martabat bagi individu dengan menjadi bagian dari keluarga besar suatu bangsa
3.        Identitas Nasional memungkinkan adanya realisasi dari perasaan persaudaraan, terutama melalui simbol-simbol dan upacara.
C.           Jenis-jenis Identitas Nasional
Berikut ini adalah jenis-jenis identitas nasional:
1.        Bahasa Nasional atau Bahasa Persatuan yaitu Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia adalah salah satu identitas nasional Indonesia yang penting. Sekalipun Indonesia memiliki ribuan bahasa daerah, kedudukan bahasa Indonesia yang digunakan sebagai bahasa penghubung berbagai kelompok etnis yang mendiami kepulauan Nusantara memberikan nilai identitas tersendiri bagi bangsa Indonesia.
2.        Bendera Negara yaitu Sang Merah Putih
Bendera Negara Republik Indonesia, yang secara singkat disebut Bendera Negara, adalah Sang Saka Merah Putih, Sang Merah Putih, Merah Putih, atau kadang disebut Sang Dwiwarna (dua warna). Bendera Negara Sang Merah Putih berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran lebar 2/3 (dua-pertiga) dari panjang serta bagian atas berwarna merah dan bagian bawah berwarna putih yang kedua bagiannya berukuran sama.
3.        Lagu kebangsaan yaitu Indonesia Raya
Indonesia Raya adalah lagu kebangsaan Republik Indonesia. Lagu ini pertama kali diperkenalkan oleh komponisnyaWage Rudolf Soepratman, pada tanggal 28 Oktober 1928 pada saat Kongres Pemuda II di Batavia. Lagu ini menandakan kelahiran pergerakan nasionalisme seluruh nusantara di Indonesia yang mendukung ide satu “Indonesia” sebagai penerus Hindia Belanda, daripada dipecah menjadi beberapa koloni.
4.        Lambang Negara dan Dasar Falsafah Negara yaitu Pancasila
Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari Sanskerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.Tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.
5.        Semboyan Negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika
Bhinneka Tunggal Ika adalah moto atau semboyan Indonesia.Frasa ini berasal dari bahasa Jawa Kuna dan seringkali diterjemahkan dengan kalimat “Berbeda-beda tetapi tetap satu”. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan. Kalimat ini merupakan kutipan dari sebuah kakawin Jawa Kuna yaitu kakawin Sutasoma, karangan Mpu Tantular semasa kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14. Kakawin ini istimewa karena mengajarkan toleransi antara umat Hindu dengan Umat Buddha.
6.        Konstitusi (Hukum Dasar) Negara yaitu UUD 1945
Istilah dalam bahasa inggris constitution atau dalam bahasa belanda constitutie secara harfiah sering diterjemahkan dalam bahasa indonesia yaitu undang-undang dasar. Ditinjau dari segi kekuasaan undang-undang dasar dapat dipandang sebagai lembaga atau kumpulan asas-asas yang menetapkan bagaimana kekuasaan itu dibagi anatara beberapa lembaga kenegaraan. Mengacu konsep trias politika, kekuasaan dibagi anatar badan eksekutif, legislatif dan yudikatif.
7.        Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu berkedaulatan rakyat
Kedaulatan rakyat mengandung arti kekuasaan tertinggi ada pada rakyat. Dengan demikian makna kedaulatan rakyat adalah demokrasi, yang berarti pemerintahan yang kekuasaan tertinggi terletak/bersumber pada rakyat. Sumber ajaran kedaulatan rakyat ialah ajaran demokrasi yang telah dirintis sejak jaman Yunani oleh Solon. Istilah demokrasi berasal dari kata Yunani, demos (rakyat) dan kratein (memerintah) atau kratos (pemerintah). Jadi, demokrasi mengandung pengertian pemerintahan rakyat, yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Rakyat merupakan suatu kesatuan yang dibentuk oleh individu-individu melalui perjanjian masyarakat. Rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi memberikan haknya kepada untuk kepentingan bersama. Penguasa dipilih dan ditentukan atas dasar kehendak rakyat melalui perwakilan yang duduk di dalam pemerintahan atau melalui pemilihan umum.Pemerintah yang berkuasa harus mengembalikan hak-hak sipil kepada warganya.
8.         Konsepsi Wawasan Nusantara
Wawasan nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan bentuk geografinya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam pelaksanannya, wawasan nusantara mengutamakan kesatuan wilayah dan menghargai kebhinekaan untuk mencapai tujuan nasional.

D.           Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Identitas Nasional
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan Identitas Nasional bangsa Indonesia, meliputi primordial, sakral, tokoh, bhineka tunggal ika, konsep sejarah, perkembangan ekonomi, dan kelembagaan (Surbakti, 1999).
1.        Primordial
Ikatan kekerabatan (darah dan keluarga) dan kesamaan suku bangsa, daerah, bahasa, dan adat-istiadat merupakan faktor-faktor primordial yang dapat membentuk negara-bangsa. Primordialisme tidak hanya menimbulkan pola perilaku yang sama, tetapi juga melahirkan persepsi yang sama tentang masyarakat negara yang dicita-citakan. Walaupun ikatan kekerabatan dan kesamaan budaya itu tidak menjamin terbentuknya suatu bangsa (karena mungkin ada faktor yang lain yang lebih menonjol), namun kemajemukan secara budaya mempersulit pembentukan satu nasionalitas baru (negara bangsa) karena perbedaan ini akan melahirkan konflik nilai.[2]
2.        Sakral
Kesamaan agama yang dianut oleh suatu masyarakat, atau ikatan ideologi yang kuat dalam masyarakat, juga merupakan faktor yang dapat membentuk negara-bangsa.


3.         Tokoh
Kepemimpinan dari seorang tokoh yang disegani dan dihormati secara luas oleh masyarakat dapat menjadi faktor yang menyatukan suatu bangsa-negara. Pemimpin ini menjadi panutan sebab warga masyarakat mengidentifikasikan diri kepada sang pemimpin, dan ia dianggap sebagai “penyambung lidah” masyarakat.
4.        Sejarah
Persepsi yang sama tentang asal-usul (nenek moyang) dan tentang pengalaman masa lalu, seperti penderitaan yang sama akibat dari penjajahan tidak hanya melahirkan solidaritas (sependeritaan dan sepenanggungan), tetapi juga tekad dan tujuan yang sama antar kelompok suku bangsa. Solidaritas, tekad, dan tujuan yang sama itu dapat menjadi identitas yang menyatukan mereka sebagai bangsa, sebab dengan membentuk konsep ke-kita-an dalam masyarakat.
5.        Bhinneka Tunggal Ika
Prinsip bersatu dalam perbedaan (unity in diversity) merupakan salah satu faktor yang dapat membentuk bangsa-negara.Bersatu dalam perbedaan artinya kesediaan warga masyarakat untuk bersama dalam suatu lembaga yang disebut Negara, atau pemerintahan walaupun mereka memiliki suku bangsa, adat-istiadat, ras atau agama yang berbeda.
6.        Perkembangan Ekonomi
Perkembangan ekonomi (industrialisasi) akan melahirkan spesialisasi pekerjaan yang beraneka ragam sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Semakin tinggi mutu dan semakin bervarariasi kebutuhan masyarakat, semakin tinggi pula tingkat saling bergantung di antara berbagai jenis pekerjaan. Setiap orang bergantung pada pihak lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Semakin kuat suasana saling bergantung antar anggota masyarakat karena perkembangan ekonomi, maka semakin besar pula solidaritas dan persatuan dalam masyarakat.
7.        Kelembagaan
Proses pembentukan bangsa berupa lembaga-lembaga pemerintahan dan politik, seperti birokrasi, angkatan bersenjata, dan partai politik. Setidak-tidaknya terdapat dua sumbangan birokrasi pemerintahan (pegawai negeri) bagi proses pembentukan bangsa, yakni mempertemukan berbagai kepentingan dalam instansi pemerintah dengan berbagai kepentingan di kalangan penduduk sehingga tersusun suatu kepentingan nasional, watak kerja, dan pelayanannya yang bersifat impersonal; tidak saling membedakan untuk melayani warga negara. Angkatan bersenjata berideologi nasionalistis karena fungsinya memelihara dan mempertahankan keutuhan wilayah dan persatuan bangsa, personilnya direkrut dari berbagai etnis dan golongan dalam masyarakat. Selain soal ideologi, mutasi dan kehadirannya di seluruh wilayah negara merupakan sumbangan angkatan bersenjata bagi pembinaan persatuan bangsa Keanggotaan partai politik yang bersifat umum (terbuka bagi warga negara yang berlainan etnis, agama, atau golongan), kehadiran cabang-cabangnya di wilayah negara, dan peranannya dalam menampung dan memadukan berbagai kepentingan masyarakat menjadi suatu alternatif kebijakan umum merupakan kontribusi partai politik dalam proses pembentukan bangsa.

E.            Unsur-Unsur Pembentuk Identitas Nasional
Berikut ini adalah unsur-unsur pembentuk identitas nasional:
1.        Sukubangsa
Sukubangsa adalah golongan sosial yang khusus, yang askriptif (ada sejak kelahiran), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Kekhususan dari sukubangsa dari sebuah golongan sosial ditandai oleh ciri-cirinya, yaitu: diperoleh secara askriptif atau didapat begitu saja bersama dengan kelahirannya, muncul dalam interaksi berdasarkan atas adanya pengakuan oleh warga sukubangsa yang bersangkutan dan diakui oleh sukubangsa lainnya. Merupakan ciri-ciri yang umum dan mendasar berkenaan dengan asal mula manusia, yang digunakan sebagai acuan bagi identitas atau jatidiri pribadi atau kelompoknya yang tidak dapat dengan seenaknya dibuang atau ditiadakan, walaupun dapat disimpan atau tidak digunakan dalam interaksi berlaku. Karena ciri-ciri tersebut melekat seumur hidup bersamaan dengan keberadaanya sejak lahir (barth 1969: 9-38 dan Suparlan, 1999).
Di Indonesia terdapat banyak sekali sukubangsa atau kelompok etnis yang menggunakan tidak kurang dari 300 dialek. Karena Indonesia dikatakan sebagai nrgara yang memiliki banyak suku bangsa, maka Indonesia dianggap sebagai negara yang rawan konflik.
2.        Agama
Selain isu suku yang disebutkan diatas, ada isu lain dalam politik Indonesia: yaitu dimensi agama yang dihubungkan dengan kesukuan. Agama-agama yang ada di Indonesia: Islam, Kristen, Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Buddha Dan Kong Hu Cu. Agama Kong Hu Cu pada zaman Orde Baru tidak diakui sebagai agama resmi di Indonesia, sedangkan kelima agama lainnya diakui secara resmi oleh pemerintahan Orde Baru. Pada zaman pemerintahan Gus Dur, istilah agama resmi dan tidak resmi dihapuskan. Menurut Gus Dur yang mengetahui apakah suatu agama dapat dikatakan sebuah agama atau bukan, bukanlah negara tapi adalah penganutnya sendiri (kompas, 18 dan 19 maret 2000).
Kebijaksanaan integrasi nasional baru tampak diterpkan oleh pemerintah Indonesia ketika hendak mengatur masyarakatnya yang plural. Untuk tujuan pembicaraan ini, integrasi nasional didefinisikan dalam rangka menciptakan identitas nasional. Penciptaan identitas kebudayaan Indonesia adalah salah satu tujuan integrasi nasional.
Salah satu jalan yang dapat mengurangi resiko konflik antar agama adalah perlunya diciptakan tradisi saling menghormati antara agama-agama yang ada (Franz Magniz Suseno, 1995: 174). Menghormati berarti mengakui secara positif dalam agama dan kepercayaan orang lain. Berarti mampu juga belajar satu sama lain.
Sikap saling menghormati dan menghargai, dapat memungkinkan orang dari agama-agama yang berbeda bersama-sama berjuang demi pembangunan yang sesuai dengan martabat yang diterima manusia dari Tuhan. Solidaritas dengan orang-orang kecil, miskin, lemah dan menderita, keadilan sosial, pembebasan dari penindasan, perkosaan dan perwujudan kehidupan yang lebih demokratis, adalah hal-hal yang dapat dilakukan oleh agama-agama secara bersama-sama, untuk tujuan pembangunan bangsa.
Yang dipikirkan sekarang adalah bagaimana menciptakan dialog antar agama. Barangkali dapat dikatakan bahwa obyek dialog antara agama bukan langsung menyentuh keyakinan agama. Sebab banyak oang beranggapan bahwa perbedaan keyakinan bukanlah obyek untuk diperdebatkan. Yang mungkin kita dialogkan adalah bagaimana memecahkan persoalan-persoalan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat, membongkar kesalahpahaman yang selalu terjadi dalam hubungan agama selama ini, serta usaha untuk mewujudkan kehidupan masyarakat dengan cara yang lebih positif, lebih sesuai dengan kaedah-kaedah moral keagamaan.
3.        Kebudayaan
Kebudayaan adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk sosisal yang isinya adalah perangkat-perangkat, model-model pengetahuan, yang secara kolektif digunakan oleh pendukung-pendukungnya untuk menginterprestasi dan memahami lingkungan yang dihadapi dan digunakan sebagai referensi atau pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan benda-benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi (Suparlan, 1986: 1).
Kebudayaan adalah milik masyarakat, sedangkan individu-individu yang menjadi warga masyarakat tersebut mempunyai pengetahuan kebudayaan. Harus juga dibedakan antara budaya dan kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi (Suparlan, 1986:1). Kebudayaan adalah milik masyarakat, sedangkan individu-individu yang menjadi warga asyarakat tersebut mempunyai pengetahuan dalam ungkapan sehari-hari.
Menurut E.K.M. Masinambow (1999) yang dimaksud “budaya” adalah nilai-nilai dan adat kebiasaan, sedangkan kebudayaan adalah suatu kompleks gejala termasuk nilai-nilai dan adat kebiasaan yang memperlihatkan kesatuan sistemik. Jika kita katakana bahwa di Indonesia terdapat tidak kurang dari 500 suku bangsa, maka dapat kita katakan bahwa kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia itu bermacam-macam, karena setiap sukubangsa memiliki kebudayaan yang berbeda-beda dan kebudayaan yang bermacam-macam tentu saja kita tidak ingin melihat perbedaan tersebut sebagai penghambat untuk kita bersatu, justru dengan adanya perbedaan itu memberikan motivasi kepada kita untuk menjadi bangsa yang bersatu dan bukan bangsa yang terpecah-pecah akibat adanya pebedaan.
4.        Bahasa
Kebijakan bahasa nasional sangat penting dalam menciptakan kesatuan Indonesia dan identitas nasional Indonesia. Di Asia Tenggara mungkin hanya Indonesia satu-satunya Negara yang menggunakan bahasa minoritas yang berasal dari Palembang (Sumatera) dan Bangka pada abad ke-7.
Bahasa ini kemudian dipakai sebagai bahasa penghubung bagi berbagai kelompok etnis di kepulauan tersebut dan menjadi bahasa untuk berkomunikasi di pasar di kalangan etnis Indonesia dan orang asing. Bahasa ini diterima oleh kaum nasionalis Indonesia sebelum kemerdekaan antara lain karena kesederhanaannya, selain karena statusnya yang kontroversial. Bahasa Jawa yang digunakan kelompok etnis terbesar. Bahkan tidak dipertimbangkan, hanya karena bahasa itu tidak digunakan oleh orang non-Jawa. Selain itu, bahasa  Jawa dianggap sangat rumit dan setiap tingkat sosial yang berbeda memakai jenis bahasa yang berbeda pula.[3]
Bahasa Indonesia dipopulerkan pertama kali dalam pers kaum nasionalis ketika munculnya Negara kemerdekaan Indonesia, kemudian bahasa tersebut menyebar dan berkembang selama pendudukan Jepang. Semua surat kabar terkemuka, siaran radio dan siaran TV menggunakan bahasa Indonesia. Setelah kemerdekaan semua sekolah di Indonesia menggunakan bahasa nasional, tetapi bahasa etnis tetap dapat diajarkan di sekolah setempat sampai kelas, setelah itu semua pendidikan harus berbahasa Indonesia. Seorang ahli sejarah terkemuka mengatakan :
“Menggunakan universal bahasa ini secara internasional dalam sebuah masyarakat yang sangat besar, telah ‘mensionalisasikan’ generasi yang sedang bersekolah, kebudayaan dan bahasa lokal mereka sendiri terus disampaikan kepada mereka, tetap kini prosesnya berlangsung dalam kerangka sebuah kebudayaan nasional” (David, 1971:403).
Popularisasi bahasa Indonesia memang dilakukan tetapi tidaklah berarti menggantikan bahasa etnis. Menurut beberapa pengamat, penggunaan bahasa Indonesia jauh lebih populer di daerah perkotaan daripada di daerah pedesaan, karena penduduk desa masih banyak menggunakan dua bahasa daerah. Dalam sebagian besar kasus, penduduk kota (terutama di daerah non-Jawa) cenderung menggunakan dua bahasa dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang dominan. Namun di daerah pedesaan, tampaknya bahasa etnis masih digunakan secara luas. Sebuah penelitian mengenai pelajar Indonesia dari tingkat sekolah dasar sampai tingkat menengah menunjukkan bahwa hanya 26 persen pelajar sekolah ini yang memakai bahasa Indonesia di rumah. Bahkan di beberapa daerah penggunaan bahasa etnis kembali meluas.
5.        Kasta dan kelas
Kasta adalah pembagian sosial atas dasar agama. Dalam agama Hindu, para penganutnya dikelompokkan ke dalam beberapa kasta. Kasta yang tertinggi adalah kasta Brahmana (kelompok rohaniawan) dan kasta yang terendah adalah kasta Sudra (orang biasa atau masyarakat biasa). Kasta yang rendah biasanya tidak bisa kawin dengan kasta yang lebih tinggi dan begitu juga sebaliknya.
Kelas menurut Weber ialah suatu kelompok orang-orang dalam situasi kelas yang sama, yaitu kesempatan untuk memperoleh barang-barang dan untuk dapat menentukan sendiri keadaan kehidupan ekstern dan nasib pribadi, sejauh kesempatan ini tergantung dari dipunyai atau tidak dipunyai milik yang dapat dimanfaatkan dipasaran barang-barang atau pasaran kerja.
Kekuasaan dan milik merupakan komponen-komponen terpenting: berat kekuasaan, maka milik mengakibatkan monopolisasi dan kesempatan-kesempatan (L. Laeyendecker, 1991:331). Di samping kelas milik yang dibicarakan Weber di atas, juga terdapat kelas-kelas berdasarkan pendapatan. Mereka yang termasuk dalam kelompok ini adalah kaum pengusaha, kaum pemegang profesi-profesi bebas dan kaum pekerja. Sedangkan kelas-kelas sosial ialah mencakup semua situasi kelas dimana baik mobilitas pribadi maupun mobilitas antar generasi dimungkinkan di antara kelas-kelas tersebut, dan hal semacam ini merupakan hal yang biasa.
BAB III
PENUTUP
A.           Kesimpulan
Identitas nasional adalah jatidiri yang dimiliki oleh warga negara atau suku-bangsa dari suatu negara (Indonesia). Menurut Smith (1991) terdapat tiga fungsi dari Identitas Nasional, yaitu: (1) Identitas Nasional memberikan jawaban yang memuaskan terhadap rasa takut akan kehilangan identitas melalui identifikasi ter-hadap bangsa, (2) Identitas Nasional menawarkan pembaharuan pribadi dan mar-tabat bagi individu dengan menjadi bagian dari keluarga besar suatu bangsa, dan (3) Identitas Nasional memungkinkan adanya realisasi dari perasaan persaudaraan, terutama melalui simbol-simbol dan upacara.
Adapun jenis-jenis Identitas Nasional yaitu: (1) Bahasa Nasional atau Bahasa Persatuan yaitu Bahasa Indonesia; (2) Bendera Negara yaitu Sang Merah Putih; (3) Lagu kebangsaan yaitu Indonesia Raya; (4) Lambang Negara dan Dasar Fal-safah Negara yaitu Pancasila; (5) Semboyan Negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika; (6) Konstitusi (Hukum Dasar) Negara yaitu UUD 1945; (7) Bentuk Negara Ke-satuan Republik Indonesia yaitu berkedaulatan rakyat; dan (8) Konsepsi Wawasan Nusantara. Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan Identitas Nasional bangsa Indonesia, meliputi: primordial, sakral, tokoh, bhineka tunggal ika, konsep sejarah, perkembangan ekonomi, dan kelembagaan. Dan unsur-unsur terbentuknya indentitas nasional, meliputi: sukubangsa, agama, kebudayaan, bahasa dan; kasta dan kelas.
B.            Saran
Sebagai warga negara harus mengetahui dan tetap melestarikan apa saja yang menjadi identitas nasional. Identitas nasional merupakan suatu ciri yang dimiliki bangsa kita untuk dapat membedakannya dengan bangsa lain. Selain itu, sebagai warga Negara juga harus menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam identitas nasional. Contohnya nilai-nilai yang terdapat pada Pancasila dan UUD 1945.


DAFTAR PUSTAKA
Ubaidillah, dkk. 2000. Pendidikan Kewargaan (Civic Education) Demokrasi,
HAM & Masyarakat Madani. Jakarta: IAIN Jakarta Press.
Kohn, Prof.Hans. 1984. Nasionalisme Arti dan Sejarahnya. Jakarta:
ERLANGGA.
Sunarso, dkk. 2013. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn untuk Perguruan
Tinggi), Cetakan IIYogyakarta: UNY Press.







[1] Ubaidillah, dkk. 2000. Pendidikan Kewargaan (Civic Education) Demokrasi,
HAM & Masyarakat Madani. Jakarta: IAIN Jakarta Press.
[2] Kohn, Prof.Hans. 1984. Nasionalisme Arti dan Sejarahnya. Jakarta:
ERLANGGA.
[3] Sunarso, dkk. 2013. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn untuk Perguruan
Tinggi), Cetakan IIYogyakarta: UNY Press.