Monday, 10 September 2018

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN


ARTIKEL
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Perkembangan Peserta Didik
Yang diampu oleh Ibu Hesti Kusumawati, M.PD

Oleh:
Ahmad Hariyadi                                            (20170701071010)
Masud                                                (20170701071057)
Nur Hayati                                         (20170701072080)












PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INDONESIA
JURUSAN TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA
2018

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN
Setiap individu dilahirkan ke dunia dengan membawa hereditas tertentu. Ini berarti bahwa karakteristik individu diperoleh melalui pewarisan dari pihak orang tuanya. Karakteristik tersebut menyangkut fisik (struktur tubuh, warna kulit, dan bentuk rambut dan psikis atau sifat-sifat mental (seperti emosi, kecerdasan, dan bakat).
Hereditas atau keturunan merupakan aspek individu yang bersifat bawaan dan memiliki potensi untuk berkembang. Seberapa jauh perkembangan individu itu terjadi dan bagaimana kualitas perkembangannya, bergantung pada kualitas hereditas dan lingkungan yang mempengaruhinya. Lingkungan merupakan faktor penting disamping hereditas yang menentukan perkembangan individu. Lingkungan itu meliputi fisik, psikis, sosial dan religius. Pada bab ini akan dibahas mengenai makna hereditas dan lingkungan.
A.      Faktor Hereditas (Keturunan/Bawaan)
Hereditas merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan individu. Dalam hal ini hereditas diartikan sebagai “totalitas karakteristik individu yang dimiliki individu sejak masa konsepsi (pembuahan ovum oleh sperma) sebagai pewarisan dari pihak orang tua melalui gen-gen”.
Setiap individu memulai kehidupannya sebagai organisme yang bersel tunggal yang bentuknya sangat kecil, garis tengahnya lebih 1/200 inci (1/80 cm). Sel ini merupakan perpaduan antara sel telur (ovum) yang berasal dari ibu dan sperma (spermatozoid) yang berasal dari ayah. Di dalam rahim, sel benih ini yang telah dibuahi terus bertambah besar dengan jalan pembelahan sel menjadi organisme yang bersel dua, empat, delapan, dan seterusnya sehingga setelah kurang lebih sembilan bulan menjadi organisme yang sempurna.
Setiap sel tersebut memiliki inti sel (nukleus) yang sangat kecil. Inti sel benih berlainan dengan sel yang lainnya (sel badan). Sel-sel badan mempunyai fungsi menggerakkan otot, menghubungkan syaraf, menahan keseimbangan dan sebagainya. Sedangkan sel benih mempunyai fungsi yang istimewa dan khusus yaitu fungsi pertumbuhan (pembentukan organisme baru). Hanya sel-sel benih yang menentukan penurunan sifat, sel-sel lain tidak menentukan sifat.
Setiap sel benih memiliki 48 kromosom, yaitu benda seperti benang, yang berpasangan sebanyak 24 pasang. Tiap kromosom mengandung sejumlah gen-gen (unsur-unsur keturunann atau faktor dasar dalam pembawaan). Gen-gen inilah yang akan menetukan sifat-sifat individu, baik fisik maupun psikisnya, jumlah gen-gen dalam satu sel telur yang telah dibuahi sebanyak 10.000 sampai 15.000.
Setelah terjadi pembuahan maka terjadilah perpaduan kromosom yang jumlahnya menjadi 48 pasang. Perpaduan ini pun segera diikuti oleh pembelahan diri menjadi dua organisme sehingga jumlah kromosom pada sel-sel baru tersebut tetap 24 pasang. Diantara kedua organisme baru tersebut terjadilah perjuangan yang lebih kuat dapat terus hidup. Pada akhirnya hanya satu organisme yang berhasil hidup, maka akan lahir satu orang anak, tetapi apabila keduanya berhasil mempertahankan hidupnya, akan lahir anak kembar. Kembar yang berasal dari sel telur disebut “identical twins” (kembar identik). Kembar identik ini memiliki sifat-sifat yang sama, demikian juga jenis kelaminnya, keduanya laki-laki atau keduanya perempuan. Ada kemungkinan bukan berasal dari satu sel telur tetapi dari dua sel telur yang sama kuat yang keduanya dibuahi sperma. Kembar yang demikian disebut “fraternal twins” (kembar bersaudara) kembar ini mungkin berbeda jenis kelamin tetapi mungkin juga sama. Proses pembuahan itu meliputi:
1.         Proses Pembuahan Biasa (Normal)
Mengenai jenis kelamin dari hasil pembuahan, sangat bergantung pada perpaduan antara kromosom. Pada pria ada pasangan kromosom “xy” sedangkan pada wanita hanya memiliki pasangan “xx”. Apabila dalam  pembuahan terjadi pasangan “xy” (x dari wanita dan y dari laki-laki) maka anak yang akan lahir laki-laki sedangkan apabila “xx” maka yang lahir wanita.
2.         Proses Pembuahan Kembar
Proses pembuahan kembar terdiri dari kembar identik dan kembar bersaudara[1].
B.       Faktor Lingkungan
Lingkungan adalah “keseluruhan fenomena (peristiwa, situasi, atau kondisi) fisik/alam atau sosial yang mempengaruhi atau dipengaruhi perkembangan individu”. Faktor lingkungan yang akan dibahas pada paparan berikut adalah lingkungan keluarga, sekolah, teman sebaya dan media massa.
1.      Lingkungan keluarga
Lingkungan keluarga dipandang sebagai faktor peenentu utama terhadap  perkembangan anak. Dalam salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasulullah Saw. bersabda:
tiap bayi lahir dalam keadaan fitrah. Orang tuanya lah yang membuat ia menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Seperti binatang yang lahir sempurnaa., adakah engkau melihat mereka terluka pada saat lahir” (Aliah Purwakania Hasan, 2006).
Alasan tentang pentingnya peranan keluarga bagi perkembangan anak adalah: (a) keluarga merupakan kelompok sosial pertama yang menjadi pusat identifikasi anak; (b) keluarga merupakan lingkungan pertama yang mengenalkan nilai-nilai kehidupan kepada anak; (c) orang tua dan anggota keluarga lainnya merupakan “significant people” bagi perkembangan kepribadian anak; (d) keluarga sebagai insitusi yang memfasilitasi dasar insani; dan (e) anak banyak menghabiskan waktunya di lingkungan keluarga.
Orang tua mempunyai peranan sangat penting bagi tumbuh kembangnya anak sehingga menjadi seorang pribadi yang sehat, cerdas, terampil, mandiri, dan berakhlak mulia. Menurut Hamner & Turner (Adiasri T.A, 2008: 8) peranan orang tua yang sesuai dengan fase perkembangan anak adalah: (1) pada masa bayi berperan sebagai perawat (caregiver); (2) pada masa kanak-kanak sebagai pelindung (protector); (3) pada usia prasekolah sebagai pengasuh (nurturer); (4) pada masa sekolah dasar sebagai sebagai pendorong (encourager); dan (5) pada masa praremaja dan remaja berperan sebagai konselor (counsellor)[2].
2.      Lingkungan Sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan/atau pelatihan dalam rangka membantu para siswa agar mampu mengembangkan potensinya secara optimal, baik yang menyangkut aspek moral-spiritual, intelektual, emosional, sosial, maupun fisik-motoriknya.
Beberapa faktor lingkungan sekolah yang berkontribusi positif terhadap perkembangan siswa atau anak di antaranya:
a.    Kejelasan visi, misi, dan tujuan yang akan dicapai.
b.    Pengelolaan atau manajerial yang profesional.
c.    Para personel sekolah memiliki komitmen yang tinggi terhadap visi, misi, dan tujuan sekolah.
d.   Para personel sekolah memiliki semangat kerja yang tinggi, merasa senang, disiplin, dan rasa tanggung jawab.
e.    Para guru memiliki kemampuan akademik dan professional yang memadai.
f.     Sikap dan perlakuan guru terhadap siswa bersifat positif: bersikap ramah dan respek terhadap siswa, memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpendapat atau bertanya.
g.    Para guru menampilkan peranannya sebagai guru dalam cara-cara yang selaras dengan harapan siswa, begitupun siswa menampilkan peranannya sebagi siswa dalam cara-cara yang selaras dengan harapan guru.
h.    Tersedianya sarana dan prasarana yang memadai, seperti: kantor kepala dan guru, ruang kelas, ruang laboratorium (praktikum), perlengkapan kantor, perlengkapan belajar mengajar, perpustakaan, alat peraga, halaman sekolah dan fasilitas bermain, tempat beribadah, dan toilet.
i.      Suasana hubungan sosio-emosional antar pimpinan sekolah, guru-guru, siswa, petugas administrasi, dan orang tua siswa berlangsung secara harmonis.
j.      Para personel sekolah merasa nyaman dalam bekerja karena terpenuhi kesejahteraan hidupnya.
Seiring dengan program pemerintah mengenai pendidikan karakter, maka sekolah memiliki tanggung jawab untuk merealisasikannya melalui pengintegrasian pendidikan karakter tersebut ke dalam program pendidikan secara keseluruhan. Sebagai lembaga pendidikan, sekolah diharapkan menjadi “centre of nation character building” (pusat pembangunan karakter bangsa). Pendidikan karakter ini bukan mata pelajaran, tetapi nilai-nilai karakter itu harus ditanamkan kepada para peserta didik melalui proses pembelajaran di kelas maupun di luar kelas.
3.      Kelompok Teman Sebaya
Kelompok teman sebaya sebagai lingkungan sosial bagi anak mempunyai peranan yang cukup penting bagi perkembangan dirinya. Melalui kelompok sebaya, anak dapat memenuhi kebutuhannya untuk belajar berinteraksi sosial (berkomunikasi dan bekerja sama), belajar menyatakan pendapat dan perasaan, belajar merespons atau menerima pendapat dan perasaan orang lain, belajar tentang norma-norma kelompok, dan memperoleh pengakuan dan penerimaan sosial.
Pengaruh kelompok teman sebaya terhadap anak bisa positif atau negatif. Apabila para anggota kelompok itu memiliki sikap dan perilakunya positif atau berakhlak mulia, maka kemungkinan besar anak tersebut juga akan berprilaku positif. Dan sebaliknya, apabila para anggota kelompoknya berperilaku negatif atau menyimpang, kurang memiliki tatakrama, atau berakhlak buruk, maka anak tersebut akan berprilaku positif.
Dewasa ini kita sering mendengar di media massa atau melihat sendiri tentang perilaku anarkis atau tindak kriminal dari kelompok remaja, seperti geng motor. Kelompok remaja ini terbentuk karena ada kesamaan nasib, dan sikap konformitas di antara mereka, seperti sama-sama mengalami masalah dalam keluarga (broken home), minat atau keinginan untuk tampil sama, bergaya bahasa yang sama, gaya berpakaian yang relatif sama, dan sikap solidaritas yang kuat.
Untuk mencegah terjadinya penyimpanagn perilaku remaja, khususnya dalam kelompok teman sebaya, maka perlu diperhatikan beberapa hal berikut:
a.       Orang tua perlu menjalin hubungan yang harmonis antara mereka sendiri (suami-istri) dan mereka dengan anak. Hal ini perlu, karena pada umumnya perilaku menyimpang anak disebabkan oleh keluarga yang tidak harmonis (broken home).
b.      Orang tua perlu mencurahkan kasih sayang dan perhatian kepada anak. Dengan kasih sayang ini anak merasa betah di rumah, sehingga dia dapat mengurangi perhatiannya untuk bermain ke luar.
c.       Orang tua berdiskusi dengan anak tentang cara memilih atau bergaul dengan teman.
d.      Orang tua harus menjadi suri teladan dan menanamkan nilai-nilai akhlak mulia kepada anak, seperti persaudaraan, tolong menolong, dan semangat dalam belajar.
e.       Sekolah sebagai lingkungan kedua setelah rumah, perlu diciptakan sebagai lingkungan belajar yang memfasilitasi perkembangan siswa, baik aspek fisik, intelektual, emosi, sosial, maupun moral-spiritual. Untuk itu, penataan sekolah sebagai lingkungan belajar sangatlah penting. Penataan itu menyangkut aspek sarana dan prasarana, seperti ruang kantor, kelas, laboratorium, olahraga, kesenian, tempat ibadah, fasilitas pembelajaran, aspek human relationship, seperti hubungan yang harmonis antara pimpinan sekolah dengan guru, guru dengan guru, dan guru dengan siswa.
4.      Media Massa
Salah satu media massa yang dewasa ini sangat menarik perhatian warga masyarakat, khususnya anak-anak sekolah adalah televisi. Televisi sebagai media massa elektronik mempunyai misi untuk memberikan informasi, pendidikan, dan hiburan kepada para pemirsanya. Dilihat dari sisi ini televisi bisa memberikan dampak positif bagi warga masyarakat termasuk anak-anak, karena melalui berbagai tayangan yang disajikannya mereka memperoleh berbagai informasi yang dapat memperluas wawasan pengetahuan tentang berbagai aspek kehidupan, hiburan baik yang berupa film maupun musik dan pendidikan, baik yang bersifat umum maupun agama.
Tayangan-tayangan televisi itu di samping memberikan dampak positif, juga telah memberikan dampak negatif terhadap gaya hidup warga masyarakat taerutama anak-anak. Tayangan televisi yang berupa hiburan, baik film maupun musik banyak yang tidak cocok ditonton oleh anak-anak.
Jika kita perhatikan tayangan-tayangan film dan musik terutama dangdut di televisi dewasa ini semakin banyak yang tidak memedulikan norma agama atau akhlak mulia. Tidak sedikit aktor-aktris atau para biduan yang dalam penampilannya senang berpakaian dan bergaya tidak senonoh (berbau porno, buka-buka aurat), atau adegan-adegan film yang mempetontonkan kekerasan (sadis dan agresif), pornoaksi, tahayul, khurafat, mistik, atau kemusyrikan. Di samping itu, banyak juga beredar VCD porno yang bebas dibeli oleh masyarakat, termasuk juga remaja. Dampak dari itu semua, berkembang perilaku susila di kalangan masyarakat, seperti pemerkosaan, hubungan seksual di luar nikah (free sex), bahkan kehidupan prostitusi (pelacuran) di kalangan siswa sekolah pertama dan atas.
Dalam menyikapi tayangan televisi ini, Conny R. Semiawan (1998/1999: 139) mengemukakan, bahwa “Sayangnya tidak semua tayangan-tayangan tontonan itu cocok ditonton oleh anak. Beberapa di antaranya bahkan ada yang bisa berpengaruh negatif terhadap perkembangan anak. Bukan hanya mengganggu terhadap jam belajarnya yang berkurang, tetapi lebih parah lagi dapat merangsang berkembangnya perilaku-perilaku negatif pada anak”.
Sigelmen dan Shaffer (1995) mengemukakan bahwa televisi itu memiliki pengaruh yang negatif dan positif. Pengaruh yang negatif ditunjukkan dari hasil penelitian, bahwa anak-anak yang menonton tayangan kekerasan dalam televisi perilakunya cenderung agresif. Sementara itu, televisi juga dapat memberikan pengaruh yang positif kepada anak, yaitu apabila tayangan yang ditonton anak adalah program yang baik, seperti tayangan prosocial behaviour (tingkah laku sosial yang positif, seperti membantu orang lain dan kerja sama/kooperasi), maka anak cenderung berperilaku proposial.
Meskipun kita sudah tau dampak negatif televisi bagi anak, tetapi tidak mungkin kita melarang anak untuk menontonnya. Sebagai jalan keluarnya, santrock dan yussen(conny R. Semiawan, 1998: 1390) mengemukakan saran-saran dari Dorothy dan singer, tentang bagaimana membimbing anak dalam menonton TV, yaitu sebagai berikut.
a.       Kembangkan kebiasaan nonton yang baik sejak awal kehidupan anak.
b.      Doronglah anak untuk menonton program-program khusus secara terencana, bukan menonton sembarangan  program. Aktiflah bersama anak disaat menonto program-program yang terencana tersebut.
c.       Carilah program-program yang menonjolkan peran anak dalam kelompok usianya.
d.      Menonton TV hendaknya tidak digunakan untuk mengganti kegitan lain.
e.       Lakukan pembicaraan dengan anak tentang tema-tema yang sensitif. Berilah mereka kesempatan untuk kesempatan untuk  bertanya tentang program tersebut.
f.       Seimbangkan antara aktivitas membaca (belajar) dengan menonton teelevisi. Anak-anak dapat menindaklanjuti program-program tersebut.
g.      Bantulah anak dalam mengembangkan jadwal menonton yang seimbang anatara program pendidikan, aksi, komedi, seni, fantasi, olahraga, dan seterusnya.
h.      Tunjukkan contoh-contoh positif yang menunjukkan bagaimana etnik (suku bangsa, sunda, jawa, padang, dan suku-suku lainnya) yang bervariasi dan kelompok budaya berkontribusi (memberi sumbangan) dalam menciptakan suatu masyarakat yang lebih baik.
i.        Tunjukkan contoh-contoh positif dari wanita yang kompeten, baik di rumah maupun dalam profesi[3].  

    
        




    



[1] Syamsu yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hlm 31-34
[2] Mursid, Pengembangan Pembelajaran (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2017), hlm,57-58.
[3]Nani M. Sugandi, Perkembangan Peserta Didik (Jakarta: Rajawali Pers, 2011) hlm, 30-37.