Sunday 16 September 2018

KAJIAN TERHADAP BEBERAPA MODEL PENDEKATAN STUDI ISLAM Oleh: Tsulusiyatul Munawwarah[1]


KAJIAN TERHADAP BEBERAPA MODEL PENDEKATAN STUDI ISLAM
Oleh: Tsulusiyatul Munawwarah[1]

Abstrak:
A.    Pendahuluan
Sebagai agama, Islam tidak datang dalam ruang hampa. Islam hadir pada suatu masyarakat yang berbudaya dengan seperangkat keyakinan, tradisi, dan berbagai praktik kehidupan. Masyarakat tempat Islam datang saat itu bukannya tanpa ukuran moralitas, justru mereka memiliki kriteria atau standar nilai dan moralitas tertentu, namun pada beberapa tataran dianggap telah mengalami penyimpangan.[2]
Studi Islam merupakan salah satu studi yang mendapatkan perhatian luas dari kalangan ilmuan, baik ilmuan barat maupun ilmuan timur. Jika ditelusuri secara mendalam, dapat diketahui bahwa minat studi Islam mulai marak sejak pertengahan kedua abad ke-19. Problem utama yang dihadapi umat Islam ketika mengkaji Islam bukan teletak pada kurangnya penguasaan materi, namun lebih pada cara-cara penyajian terhadap materi yang dikuasai. Harun Nasution mengatakan bahwa kelemahan di kalangan umat Islam dalam mengkaji Islam secara komprehensif adalah tidak menguasai metodologi.[3]
Upaya menjadikan Islam sebagai disiplin ilmu merupakan suatu keniscayaan, sebab sumber-sumber pengetahuan dalam Islam tak terhingga banyaknya. Problem yang mengemuka biasanya bukan terletak pada materi (ontologis) dan nilanya (aksiologis), melainkan pada masalah bagaimana materi itu disuguhkan secara ilmiah (epistimologis). Untuk menghilangkan problem itu maka perlu membangun paradigma atau metodologi keilmuan sendiri dalam Islam.[4]
Berkenaan dengan dijadikannya Islam sebagai objek penelitian dan menjadi sebuah ilmu pengetahuan tersendiri maka disini akan mengkaji beberapa model pendekatan studi Islam itu sendiri, diantaranya adalah pendekatan teologis normatif, pendekatan historis, pendekatan sosiologis, pendekatan antropologis, pendekatan psikologis, dan pendekatan filosofis. Dari beberapa pendekatan tersebut menunjukkan suatu sikap ilmiah (persepsi) dari seseorang untuk menemukan kebenaran ilmiah.[5]
B.     Pendekatan Teologis Normatif
Sebelum kita mengenal seperti apa pendekatan teologi dalam studi Islam, alangkah baiknya jika kita mengetahui apa itu teologi. Teologi  secara bahasa terdiri dari kata theos yang bermakna Tuhan dan  logos yang berarti ilmu. Sebab itu teologi merupakan ilmu yang membicarakan tentang Tuhan atau ilmu ketuhanan.[6]
Pendekatan teologis nomatif  dalam pemahaman keagamaan adalah pendekatan yang menekankan dalam bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan yang masing-masing bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan yang masing-masing bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan tersebut mengklaim dirinya sebagai yang paling benar sedankan yang lainnya salah.[7]
Ada beberapa aliran teologi yang terdapat subaliran yang antara satu dan lainnya jumlahnya tidak sama. Pada masing-masing subaliran tersebut ada yang tergolong ekstrem dan ada juga yang tergolong moderat. Pada golongan yang tergolong ekstrem ini terkadang ada hal yang kurang pas dari segi implikasinya terhadap kukuhnya keagamaan dan moral seseorang. [8] Seperti aliran murjiah yang mempunyai paham bahwasanya yang dipentingkan itu hanyalah iman dan apabila ada perbuatan lahiriah yang sampai menunjukkan kekafiran pada dirinya maka disitu tidaklah berpengaruh. Aliran yang semacam ini tentu saja penting untuk diketahui tapi bukan berarti untuk mengamalkan apa yang ada pada paham atau aliran tersebut, karena apabila hal itu sampai dilaksanakan maka akan mempengeruhi tumbuhnya akhlah yang tidak baik.
Dari uraian tersebut terlihat bahwasanya pendekatan teologi disini untuk memahami agama cendrung bersikap tertutup, tidak ada dialog, parsial, saling menyalahkan, saling mengkafirkan, yang pada akhirnya terjadi pengkotak-kotakan umat, tridak ada kerjasama dan tidak terlihat adanya kepedulian sosial. Dengan pendekatan yang semacam itu, agama cendrung hanya merupakan keyakinan dan pembentuk sikap keras serta tampak asosial. Melalui pendekatan teologi ini agama menjadi buta terhadap masalah-masalah sosial dan cendrung menjadi lambang atau identitas yang tidak memiliki makna.[9]
Pendekatan teologis dalam memamahami agama menggunakan cara berpikir deduktif, yaiktu cara berpikir yang berawal dari keyakinan yang diyakini benar dan mutlak adanya, karena ajaran yang berasal dari Tuhan sudah pasti benar, sehingga tidak perlu dipertanyakan terlebih dahulu melainkan dimulai dari keyakinan yang selanjutnya diperrrrkuatr dengan dalil-dalil dan argumentasi.[10]
Akan tetapi dengan memiliki pendekatan teologi tesebut, maka ummat Islam akan memiliki pandangan keIslaman yang inklusif, toleran, akomodatif, dialogis, terbuka, rasional, komprehensif dan moderat. Dengan adanya sikap dan pandangan yang seperti itu, maka adanya berbagai aliran dengan pahamnya yang beragam tidak akan menimbulkan konflik dan perpecahan, melainkan akan mendatangkan berbagai keuntungan bagi umat, yakni akan menjadi sebuah kekayaan yang akan semakin mendewasakan dan memperkaya wawasan dan pemikiran ummat.[11]
C.    Pendekatan Historis
Historis atau sejarah adalah suatu ilmu yang membahas bebagai peristiwa yang didalamnya ada unsure tempat, waktu, objek, latar belakang, dan pelaku peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini, segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, dimana, apa sebabnya, dan siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut.[12]
Pendekatan historis ialah meninjau suatu permasalahan dari sudut tinjauan sejarah, dan menjawab permasalahan serta menganalisisnya menggunakan metode analisis sejarah. Di dalam studi Islam, permasalahan atau seluk beluk dari ajran agama Islam dan pelaksanaan  serta perkembangannya dapat ditinjau dan dianalisis dala kerangka perspektif kesejarahan yang demikian itu.[13]
Pendekatan kesejarahan ini sangat dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu sendiri turun dalam situasi yang konkret bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Melalui pendekatan sejaah ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini, maka seseorang tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya, karena pemahaman demikian itu akan menyesatkan orang yang memahaminya. [14]
Pentingnya pendekatan ini ialah karena rata-rata disiplin keilmuan dalam Islam tidak terlepas dari berbagai peristiwa atau sejarah. Baik yang berhubungan dengan waktu, lokasi dan format peristiwa yang terjadi. Melalui pendekatan historis dalam studi Islam kita mendapatkan manfaat yang sangat berharga, untuk merumuskan dengan benar berbagai kajian keIslaman dengan tepat berkenaan dengan suatu peristiwa. Dari sini maka seseorang tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya.[15]
D.    Pendekatan Sosiologis
Sosiologi berasal dari dua kata yakni Socious yang mempunyai makna masyarakat dan Logos yang berarti ilmu, sehingga sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang semua yang berhubungan dengan masyarakat. Sedangkan para sosiolog sepakat meberikan makna dari sosiologi sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari masyarakat secara empiris untuk mencapai hukum kemasyarakatan yang seumum-umumnya.[16]
Sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama. Hal demikian dapat dimengerti, karena banyak bidang kajian agama yang baru dapat dipahami secara proporsional dan tepat apabila menggunakan jasa bantuan dari ilmu sosiologi. Melalui pendekatan sosiologis agama akan dapat dipahami dengan mudah, karena agama itu sendiri diturunkan untuk kepentingan sosial.[17]
Pentingnya pendekatan sosiologis dalam memahami agama dapat difahami karena banyak sekali ajaran agama yang berkaitan dengan masalah sosial. Besarnya perhatian agama terhadap masalah sosial ini, selanjutnya mendorong kaum agama memahami ilmu sosial sebagai alat untuk memahami agamanya. Jalaluddin Rahmat telah menunjukkan betapa besarnya perhatian agama yang dalam hal ini adalah Islam terhadap masalah sosial.[18]
Seperti halnya yang sering kita temui pada ayat-ayat al-quran yang banyak menerangkan tentang ayat muamalah atau sosial yakni tentang hubungan manusia dengan manusia lainnya. Pendekatan sosiologis disini mempunyai peran penting dalam penelitian agama, karena agama tidak hanya dimaknai sebagai doktrin yang dogmatis, namun juga sebagai realitas sosial masyarakat pemeluk agama tersebut.[19]
Pendekatan sosiologis dalam studi Islam pada dasarnya sangat berguna bagi pengembangan ajaran agama Islam berkaitan dengan persoalan masyarakat. Karena melihat perkembangan pada zaman modern ini, pendekatan sosiologis disini menjadi sangat berguna bagi masyarakat  muslim yang telah jauh tertinggal dari dunia barat. Dan pendekatan sosiologis ini juga merupakan pendekatan yang paling tepat untuk dapat memahami pola-pola dan gerak-gerik yang terjadi dalam sebuah masyarakat.[20]
Namun dewasa ini kajian sosiologi agama tidak hanya fokus terhadap interaksi timbal balik, akan tetapi ada kecenderungan kajian bergeser pada pengaruh agama terhadap tingkah laku masyarakat. Artinya kajian sosiologi agama mencakup bagaimana agama sebagai sistem nilai mempengaruhi tingkah laku masyarakat.[21]
E.     Pendekatan Antropologi
Terlebih dahulu perlu dicatat, bahwa dengan meletakkan agama sebagai sasaran penelitian budaya tidaklah berarti agama yang diteliti itu adalah hasil kreasi budaya manusia. Sebagian agama tetap diyakini sebagai wahyu dari Tuhan. Yang dimaksudkan, bahwa pendekatan yang digunakan disini adalah pendekatan penelitian yang lazim digunakan dalam penelitian budaya atau antropologi.[22] Antropologi adalah salah satu disiplin ilmu dari cabang ilmu sosial yang memfokuskan kajiannya pada kebudayaan yang diciptakan oleh manusia.[23]
Antropologi merupakan ilmu tentang manusia dan budayanya. Maksud dari manusia disini adalah homo sapiens (makhluk berpikir yang hidup dalam berbagai lingkungan dan ekosistem). Antropologi disini bergerak untuk memahami makna dan hakikat gejala didalam dan bagi kehidupan manusia, baik individual maupun kolektif.[24]
Persoalan antropologi itu sendiri adalah Islam yang mengejawantah dan masyarakat dalam bentuk kebudayaan, atau masyarakat yang mengambil Islam sebagai agama, yakni sebagai dasar bagi ekspresi keseharian mereka.[25] Sehingga antropologi disini diperlukan untuk memahami Islam, sebagai alat untuk memahami realitas kemanusiaan dan memahami Islam yang telah dipraktikkan yang menjadi gambaran sesungguhnya dari keberagamaan manusia. Antropologi memberikan pemahaman yang khusus berkenaan dengan cara hidup dan perilaku manusia dan lingkup antrropologi itu sendiri mencakup seluruh aspek kehidupan sehari-hari. [26]
Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama tampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya. Antropologi dalam kaitan ini lebih mengutamakan pengamatan langsung bahkan sifatnya partisipatif.[27]
Pendekatan ini sangat ditekuni oleh para ahli antropologi untuk memahami perilaku yang tak dapat diukir secara kuantitatif, karena dapat digunakan untuk memahami berbagai aspek perilaku manusia beragama secara kualitatif, sebagaimana halnya keimanan, keikhlasan, keakraban, dan lain-lain konsep yang dibangun dalam kehidupan manusia beragama dapat lebih dipahami sebagai realitas sosial.[28]
Antropologi disini berusaha mengkaji hubungan agama dengan pranata sosial yang terjadi dalam masyarakat, mengkaji hubungan agama dengan ekonomi dan politik. Dari pendekatan ini juga dapat diketahui bahwasanya doktrin dan fenomena keagamaan tertanyata tida bediri sendiri dan tidak pernah lepas dari jaringan institusi atau kelembagaan sosial kemasyarakatan yang mendukung keberadaannya.[29]
F.     Pendekatan Psikologi
Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala perilaku yang dapat diamatinya. Menurut Zakiah Dradjat yang dikutip oleh Rosihon Anwar dkk, perilakuseseorang yang tampak lahiriah terjadi karena dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya. Sikap seseorang yang ketika berjumpa saling mengucapkan salam, hormat kepada kedua orang tua dan guru, menutup aurat bagi muslimah, rela berkoban untuk kebenaran, dran lain sebagainya merupakan gejala-gejala keagamaan yang dapat dijelaskan melalui ilmu jiwa agama. Ilmu jiwa agama seperti yang dikemukakan oleh Zakiah Dradjat tidak akan mempersoalkan benar tidaknya suatu agama yang dianut seseorang, melainkan yang dipentingkan adalah bagaimana keyakinan agama tersebut terlihat pengaruhnya dalam perilaku penganutnya.[30]
Dengan ilmu jiwa ini seseorang akan  mengetahui tingkat keagamaan yang dihayati, dipahami, dan diamalkan juga dapat digunakan sebagai alat untuk memasukkan agama kedalam jiwa seseorang sesuai dengan tingkatan usianya. Dengan ilmu ini agama akan menemukan cara yang tepat dan cocok untuk menanamkannya.[31]
Seperti halnya ilmu-ilmu yang lain, ilmu psikologi juga dapat dipakai untuk mengkaji gejala kebeagamaan masyarakat, termasuk didalamnya masyarakat muslim. Apa yang dikaji oleh studi Islam dengan pendekatan psikologi merupakan hubungan antara agama dengan jiwa manusia.[32] Karena disini yang bisa menjawab dari pertanyaan pengaruh kejiwaan terhadap kehidupan beragama atau bahkan sebaliknya hanyalah dengan pendekatan psikologi  agama.
Pendekatan psikologi agama mempunyai peranan penting dan memberikan banyak sumbangan dalam studi Islam. Psikologi agama berguna untuk mengetahui tingkat keagamaan yang dihayati, dipahami, dan diamalkan seorang muslim. Semisal dari pendekatan psikologi agama ini kita bisa mengetahui pengaruh dari solat, puasa, zakat, haji serta ibadah-ibadah yang lain yang dilakukan oleh ummat muslim.[33] Karena psikologi disini mempelajari tentang jiwa manusia dan pendekatan psikologi dalam kajian agama bertujuan untuk mengetahui keadaan jiwa manusia yang beragama.
G.    Pendekatan Filosofis
Kata filsafat berasal dari bahasa Inggris philosophy dan bahasa Yunani philosophia yang sama-sama mempunyai arti sebagai cinta kebijaksanaan atau cinta kebenaran. Karena philos yang mempunyai makna “cinta” dan sophia yang berarti “kebijaksanaan atau kebenaran”.
Akan tetapi Harun Nasution berpendapat bahwasanya kata filsafat itu berasal dari bahasa arab falsafa karena orang aab lah yang telebih dahulu datang dan mempengaruhi bahasa indonesia daripada orang Yunai dan bahasa Inggris. Oleh sebab itu, ia konsisten menggunakan kata falsafat di dalam karya-karyanya dari pada kata filsafat.[34] Seperti apapun dan dari manapun asal kata dari filsafat, disini filsafat sangatlah berpengaruh terhadap agama sehingga filsafat dijaikan suatu pendekatan atau metode dalam penelitian suatu agama termasuk agama Islam.
Hubungan filsafat dan agama menjadi perhatian bagi para tokoh filsuf seperti, al-kindi, al-Farabi, dan Ibnu Sina. Bagi al-Kindi, filsafat dan agama samawi tidak bisa bertentangan. Filsafat membahas kebenaran dan wahyu membawa informasi tentang kebenaran. Disamping sama-sama membahas kebenaran agama dan filsafat juga sama-sama menggunakan akal ketika mencari kebenaran. Filsafat membahas kebenaran pertama dan agama enjelaskan tentang kebenaran yang pertama. Sekalipun filsafat dan agama mempunyai kesamaan dalam membahas suatu kenbenaran akan tetapi al-Farabi mengatakan bahwsanya ilmu filsafat tidak boleh dibocorkan kepada orang awam karena al-Farabi menganggap bahwasanya filsafat dapat mengganggu keyakinan orang awam. Selanjutnya Ibn Rusyd berpendapat bahwasanya setiap orang itu mempunyai kewajiban untuk berfilsafat atau sunnah dalam berfilsafat, karena dalam ayat-ayat al-Qur’an mengandung makna memperhatikan, merenungkan, lalu berpikir tentang wujud dan alam sekitarnya untuk mengetahui Tuhan. Lalu Ibn Rusyd menambahkan, jika pendapat akal ertentangan dengan wahyu maka teks wahyu harus diberi interpretasi sedeikian rupa, sehingga sesuai dengan pendapat akal. Karena menurut Ibn Rusyd ayat-ayat al-Qur’an selain mengadung arti lahir disitu juga mengandung arti batin.[35]
Filsafat merupakan bagian dari kajian studi Islam yang memiliki peran dan fungsi yang sangat penting. Selain akan memperkuat akidah, ibadah dan akhlak, filsafat juga akan membantu manusia dalam menemukan substansi, spirit, jiwa, power, dan hikmah yang terkandung dalam ajaran Islam. Maka mempelajari filsafat Islam merupakan hal yang wajib atau sekuang-kuangnya dianjurkan.[36]
Pendekatan filosofis yang dimaksudkan adalah melihat suatu permaslahan dari sudut tinjauan filsafat dan berusaha untuk menjawab dan memecahkan permasalahan itu dengan menggunakan metode analisis spekulatif. Pada dasarnya filsafat adalah berpikian untuk memecahkan masalah atau pertanyaan dan menjawab suatu persoalan. Cara kerja pendekatan filosofis memerlukan bantuan, baik dari agam maupun ilmu pengetahuan, namun filsafat tidak mau menerima segala bentuk otoritas, baik dari agama maupun ilmu pengetahuan. Filsafat selalu memikirkan kembali atau mempertanyakan segala sesuatu yang datang secara otoritatif. [37]
Dengan menggunakan pendekatan filosofis seseorang akan dapat memberi makna terhadap sesuatu yang dijumpainya dan dapat pula menangkap hikmah dan ajaran yang terkandung didalamnya. Melalui pendekatan filosofis ini, seseorang tidak akan terjebak dengan pengamalan agama yang bersifat formalistik, yakni mengamalkan agama dengan susah payah tapi tidak memiliki makna apa-apa, kosong tanpa arti.[38] Dalam artian apa yang mereka dapatkan dari pengamalan agama tersebut hanya formalistik belaka tanpa dapat merasakan atau efek spiritual dari apa yang telah mereka amalkan.
H.    Penutup
Studi Islam adalah disiplin ilmu yang mengkaji tentang keislaman dan menjadikan islam sebagai objek penelitian dengan menggunakan beberapa metodologi atau pendekatan, seperti halnya yang telah dijelaskan diatas. Ada beberapa pendekatan yang bisa dipakai atau digunakan untuk metodologinya, diantaranya ialah pendekatan teologi normatif yang mana dalam pendekatan ini lebih menekankan pada bentuk forma dan simbol-simbol keagmaan yang menyatakan bahwa dirinya benar sedangkan yang lain salah.
Bisa juga menggunakan pendekatan Historis yang mana dalam pendekatan ini kita lebih mempelajari peristiwa-peristiwa yang lampau karena islam tidak pernah lepas dari peristiwa atau sejarah sehingga dalam pendekatan ini dalam memahami suatu agama tidak akan keluar dari konteks sejarah. Selanjutnya adalah pendekatan sosiologis yang dalam memahami agama dapat difahami karena banyak sekali ajaran agama yang berkaitan dengan masalah sosial. Besarnya perhatian agama terhadap masalah sosial ini, selanjutnya mendorong kaum agama memahami ilmu sosial sebagai alat untuk memahami agamanya.
Lalu ada juga pendekatan antropologis yang mana dalam pendekatan ini memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Seperti budaya atau tradisi yang diciptakan oleh masyarakat itu sendiri. Dilanjutkan dengan pendekatan psikologis yang dalam pendekatan ini mengkaji agama dengan menjawab dari pertanyaan bagaimana pengaruh kejiwaan terhadap kehidupan beragama atau bahkan sebaliknya yakni pengaruh agama terhadap kejiwaan setiap manusia.
Yang terakhir ialah pendekatan filosofis, yakni suatu pendekatan yang membuat seseorang bisa memberi makna terhadap sesuatu yang dijumpainya dan dapat pula menangkap hikmah dan ajaran yang terkandung didalamnya. Melalui pendekatan filosofis ini, seseorang tidak akan terjebak dengan pengamalan agama yang bersifat formalistik.
I.       Daftar Pustaka
Anwar Rosihon dan Badruzzaman. M. Yunus dkk, Pengantar Studi Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009).
Arfa Faisar Anandar dan Syafruddin Syam, Metode Studi Islam: Jalan Tengah Memahami Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015).
Baharun Hasan dan Akmal Mundiri, Metodologi Studi Islam: Percikan Pemikiran Tokoh dalam Membumikan Agama, (Jogjakata: Ar-Ruzz Media, 2011).
Bakhtiar Amsal, Filsafat Ilmu, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2007).
Hendropuspito D., Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 2006).
Khoiruddin Arif, “Pendekatan Sosiologi dalam Studi Islam”, Tribakti: Jurnal Pemikian KeIslaman, Vol. 25, No. 2, (September, 2014).
Mudzhar Atho, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 20011).
Muhaimin, Studi Islam dalam Ragam Dimensi dan Pendekatan, (Jakarta: Kencana, 2014).
Mujib Abdul, “Pengembangan Psikologi Islam Melalui Pendekatan Studi Islam”, Jurnal Psikologi Islam, Vol. 1, No. 1, (Juni, 2005).
Nata Abuddin, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014).
Nata Abuddin, Studi Islam Komprehensif, (Jakarta: Kencana, 2011).
Susanto Edi, Dimensi Studi Islam Kontemporer, (Surabaya: Pena Salsabila, 2014)





[1] Fakultas Syari’ah IAIN Madura
[2] Edi Susanto, Dimensi Studi Islam Kontemporer, (Surabaya: Pena Salsabila, 2014) hlm 1
[3] Rosihon Anwar dan Badruzzaman. M. Yunus dkk, Pengantar Studi Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlm 59
[4] Abdul Mujib, “Pengembangan Psikologi Islam Melalui Pendekatan Studi Islam”, Jurnal Psikologi Islam, Vol. 1, No. 1, (Juni, 2005), hlm 2
[5] Rosihon Anwar dan Badruzzaman. M. Yunus dkk, Pengantar Studi Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlm 72
[6] Faisar Anandar Arfa dan Syafruddin Syam, Metode Studi Islam: Jalan Tengah Memahami Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hlm 106
[7] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), hlm 29
[8] Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm 281
[9] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), hlm 32
[10] Ibid,  hlm 34
[11] Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm 282.
[12] Rosihon Anwar dan Badruzzaman. M. Yunus dkk, Pengantar Studi Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlm 90
[13] Muhaimin, Studi Islam dalam Ragam Dimensi dan Pendekatan, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm 12
[14] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), hlm 47-48
[15] Faisar Anandar Arfa dan Syafruddin Syam, Metode Studi Islam: Jalan Tengah Memahami Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hlm 150
[16] D. Hendropuspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 2006), hlm.8
[17] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), hlm 41
[18] Arif Khoiruddin, “Pendekatan Sosiologi dalam Studi Islam”, Tribakti: Jurnal Pemikian KeIslaman, Vol. 25, No. 2, (September, 2014), hlm 403
[19] Edi Susanto, Dimensi Studi Islam Kontemporer, (Surabaya: Pena Salsabila, 2014) hlm 95
[20] Faisar Anandar Arfa dan Syafruddin Syam, Metode Studi Islam: Jalan Tengah Memahami Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hlm 164
[21] Arif Khoiruddin, “Pendekatan Sosiologi dalam Studi Islam”, Tribakti: Jurnal Pemikian KeIslaman, Vol. 25, No. 2, (September, 2014), hlm 401
[22] Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 20011), hlm 37
[23] Hasan Baharun dan Akmal Mundiri, Metodologi Studi Islam: Percikan Pemikiran Tokoh dalam Membumikan Agama, (Jogjakata: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm 232
[24] Edi Susanto, Dimensi Studi Islam Kontemporer, (Surabaya: Pena Salsabila, 2014) hlm 104
[25] Ibid, hlm 105
[26] Hasan Baharun dan Akmal Mundiri, Metodologi Studi Islam: Percikan Pemikiran Tokoh dalam Membumikan Agama, (Jogjakata: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm 235
[27] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), hlm 35
[28] Faisar Anandar Arfa dan Syafruddin Syam, Metode Studi Islam: Jalan Tengah Memahami Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hlm 171
[29] Ibid, hlm 173
[30] Rosihon Anwar dan Badruzzaman. M. Yunus dkk, Pengantar Studi Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlm 94
[31] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), hlm 51
[32] Faisar Anandar Arfa dan Syafruddin Syam, Metode Studi Islam: Jalan Tengah Memahami Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hlm 177
[33] Ibid, hlm 184
[34] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2007), hlm 5
[35] Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm 304-305
[36] Ibid,  hlm 309
[37] Muhaimin, Studi Islam dalam Ragam Dimensi dan Pendekatan, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm 13
[38] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), hlm 45