Friday 21 September 2018

Kecemasan Berbicara di Depan Umum





Ø  Kecemasan Berbicara di Depan Umum
Kecemasan menurut Hawari (1997: 62) merupakan bentuk kegelisahan dan gangguan kejiwaan seseorang yang biasanya ditandai dengan rasa panik. Menurut Ramaiah (2003: 6) kecemasan adalah hasil dari proses psikologi dan fisiologi dalam tubuh manusia.
Adapun pengertian berbicara menurut Rumanti (2005: 159) adalah penyampaian informasi yang dilakukan secara lisan melalui ucapan kata-kata. Tarigan (1981:15) juga menyatakan bahwa berbicara adalah kemampuan untuk mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan..            
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kecemasan berbicara di depan umum adalah emosi yang tidak menyenangkan, yang dapat menimbulkan ketakutan ketika harus berbicara, berceramah, atau menyampaikan pendapatnya di muka umum, baik secara individual maupun kelompok, yang ditunjukkan dengan adanya ketidakmampuan menyampaikan pesan secara sempurna.
Ø  Aspek-Aspek Kecemasan Berbicara di Depan Umum
Menurut Greenberger dan Padesky (2004: 210) aspek-aspek kecemasan ditandai dengan empat keadaan. 1). Reaksi fisik yaitu telapak tangan berkeringat, otot tegang, jantung berdegup kencang, pipi merona, dan pusing-pusing. 2). Reaksi perilaku yaitu menghindari, meninggalkan, dan menjauhi hal yang menjadikan cemas. 3). Reaksi pemikiran yaitu memikirkan bahaya secara berlebihan, menganggap diri sendiri tidak mampu mengatasi masalah, dan khawatir keburukan akan terjadi. 4). Suasana hati yaitu gugup, jengkel, dan panik.
Adapun Nevid dalam Rosma (2012: 5) menyatakan bahwa aspek-aspek kecemasan meliputi: 1). Simptom fisik adalah gangguan yang terjadi pada fisik, seperti badan gemetar, keluar banyak keringat, jantung berdetak kencang, sulit bernafas, pusing, tangan dingin, mual, panas dingin, lebih sensitif, kegelisahan, kegugupan, pingsan, merasa lemas, sering buang air kecil, dan diare. 2). Simptom perilaku adalah kecemasan yang mengakibat perilaku seseorang menjadi berbeda dan mengarah kepada hal yang kurang biasa, seperti perilaku menghindar, perilaku ketergantungan atau melekat, perilaku terguncang, dan meninggalkan situasi yang menimbulkan kecemasan. 3). Simptom kognitif yaitu khawatir tentang sesuatu, keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi tanpa ada penjelasan yang jelas, merasa terancam oleh orang atau peristiwa, kebingungan, dan khawatir akan ditinggal sendiri.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik pemahaman bahwa aspek-aspek kecemasan bisa dilihat dari beberapa sisi yang saling berkaitan, yaitu sisi psikologis berkaitan dengan fisiologis. Misalnya, tegang, bingung, khawatir, sulit berkonsentrasi; mengakibatkan keadaan yang berhubungan dengan fisik seperti jantung berdebar, keringat berlebihan, dan sering gemetar. Begitu juga, sisi kognitif berkaitan dengan sisi perilaku. Misalnya, memikirkan sesuatu yang buruk akan terjadi mengakibatkan menghindar dan meninggalkan hal yang dianggap sebagai sebuah ancaman.
Dalam penelitian ini aspek-aspek kecemasan berbicara di depan umum adalah aspek-aspek kecemasan yang dikemukakan oleh Greenberger dan Padesky (2004: 210) yaitu: 1). Reaksi fisik. 2). Reaksi perilaku. 3). Reaksi pemikiran, dan 4). Suasana hati. Alasan aspek-aspek tersebut dipilih dengan pertimbangan bahwa aspek-aspek tersebut sudah mewakili aspek-aspek kecemasan menurut pendapat-pendapat lainnya dan mewakili kondisi kecemasan berbicara di depan umum.
Ø  Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kecemasan Berbicara di Depan Umum
Daradjat (1993: 27) menyatakan bahwa kecemasan disebabkan oleh beberapa hal antara lain: Pertama, cemas timbul karena melihat atau mengetahui objek yang sumbernya jelas, terlihat, dan mengancam dirinya, seperti seorang mahasiswa yang gelisah atau cemas menghadapi presentasi. Kedua, cemas timbul karena takut benda-benda atau objek yang sebenarnya tidak membahayakan seperti takut melihat darah, serangga, binatang-binatang kecil, tempat yang tinggi, dan sejenisnya. Ketiga, cemas muncul karena merasa bersalah atau berdosa.
Takut dan kecemasan adalah dua hal yang hampir sama. Perbedaannya adalah, ketakutan mempunyai jalan keluar yang jelas dan bertujuan, sedangkan kecemasan jalan keluarnya terfrustasi sehingga energi habis pada gerakan-gerakan yang tidak bertujuan dan berguna, seperti panik dan ngeri. Reaksi ketakutan bersifat objektif sedangkan reaksi kecemasan tidak menentu (Wibisono, 1985: 26).
 Keempat, cemas muncul karena tidak terpenuhinya keinginan-keinginan, karena merasa diri (fisik) kurang, karena pengaruh pendidikan di waktu kecil, atau disebabkan seringnya frustasi karena tidak tercapainya sesuatu yang diinginkan.
Adapun LeDoux (2011: 329) menyatakan bahwa kecemasan muncul apabila seseorang takut akan suatu keadaan traumatis yang menciptakan memori-memori yang tidak menyenangkan. Keadaan atau pengalaman traumatis tersebut bisa bersifat psikologis maupun fisiologis.
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil pemahaman bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kecemasan adalah karena ketidakmampuan seseorang dalam menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri (faktor internal), dengan orang lain, dan dengan lingkungan sekitarnya (faktor eksternal). Apabila seseorang bisa menyesuaikan diri dengan dirinya, orang lain, atau lingkungannya maka seseorang akan terhindar dari kecemasan.
Menurut Manz (1992: 18) salah satu cara yang bisa dilakukan untuk bisa menyesuaikan diri dengan cepat adalah memandang positif terhadap diri, orang lain, dan lingkungan yang dihadapi. Dengan cara ini maka seseorang akan mendapatkan diri yang menyenangkan, orang lain yang menyenangkan, dan lingkungan sekitar sebagai tempat yang menyenangkan. Selain itu, seseorang akan menanggapi keadaan dengan baik dari kemungkinan-kemungkinan yang menjadikan kecemasan dan hambatan.
Sejalan dengan Manz, Wulan (2011: 17) menyatakan bahwa penyesuaian diri dalam rangka mengurangi kecemasan, akan dicapai dengan menata emosi, memusatkan perhatian pada perasaan positif, dan mengesampingkan perasaan negatif. Pemusatan perhatian pada perasaan positif ini merupakan salah satu aspek dari kecerdasan emosional yakni motivasi diri. Dengan demikian, kecemasan seseorang tidak terlepas dengan kecerdasan emosional seseorang. Kecerdasan emosional seseorang yang tinggi akan menggiring seseorang pada motivasi diri yakni mampu menata emosi, memusatkan perhatian positif pada lingkungan, dan akan menghasilkan penyesuaian diri dengan lingkungan yang dihadapinya. Penyesuaian diri tersebut akan menjadikan seseorang terhindar dari kecemasan dan hambatan berinteraksi.

Ø  Daftar pustaka
MM, Satata, Sri .Drs. (2012). Bahasa Indonesia. Jakarta: Mitra Wacana Media.
http;/eprints.mercubuana-yogya.ac.id/1020/3/BAB%20II.pdf