Ø Kecemasan
Berbicara di Depan Umum
Kecemasan menurut
Hawari (1997: 62) merupakan bentuk kegelisahan dan gangguan kejiwaan seseorang
yang biasanya ditandai dengan rasa panik. Menurut Ramaiah (2003: 6) kecemasan
adalah hasil dari proses psikologi dan fisiologi dalam tubuh manusia.
Adapun
pengertian berbicara menurut Rumanti (2005: 159) adalah penyampaian informasi
yang dilakukan secara lisan melalui ucapan kata-kata. Tarigan (1981:15) juga
menyatakan bahwa berbicara adalah kemampuan untuk mengucapkan kata-kata untuk
mengekspresikan, serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan..
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kecemasan berbicara di depan umum adalah
emosi yang tidak menyenangkan, yang dapat menimbulkan ketakutan ketika harus
berbicara, berceramah, atau menyampaikan pendapatnya di muka umum, baik secara
individual maupun kelompok, yang ditunjukkan dengan adanya ketidakmampuan
menyampaikan pesan secara sempurna.
Ø Aspek-Aspek
Kecemasan Berbicara di Depan Umum
Menurut
Greenberger dan Padesky (2004: 210) aspek-aspek kecemasan ditandai dengan empat
keadaan. 1). Reaksi fisik yaitu telapak tangan berkeringat, otot tegang,
jantung berdegup kencang, pipi merona, dan pusing-pusing. 2). Reaksi perilaku
yaitu menghindari, meninggalkan, dan menjauhi hal yang menjadikan cemas. 3).
Reaksi pemikiran yaitu memikirkan bahaya secara berlebihan, menganggap diri
sendiri tidak mampu mengatasi masalah, dan khawatir keburukan akan terjadi. 4).
Suasana hati yaitu gugup, jengkel, dan panik.
Adapun Nevid
dalam Rosma (2012: 5) menyatakan bahwa aspek-aspek kecemasan meliputi: 1). Simptom
fisik adalah gangguan yang terjadi pada fisik, seperti badan gemetar, keluar
banyak keringat, jantung berdetak kencang, sulit bernafas, pusing, tangan
dingin, mual, panas dingin, lebih sensitif, kegelisahan, kegugupan, pingsan,
merasa lemas, sering buang air kecil, dan diare. 2). Simptom perilaku adalah
kecemasan yang mengakibat perilaku seseorang menjadi berbeda dan mengarah
kepada hal yang kurang biasa, seperti perilaku menghindar, perilaku
ketergantungan atau melekat, perilaku terguncang, dan meninggalkan situasi yang
menimbulkan kecemasan. 3). Simptom kognitif yaitu khawatir tentang sesuatu,
keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi tanpa ada
penjelasan yang jelas, merasa terancam oleh orang atau peristiwa, kebingungan,
dan khawatir akan ditinggal sendiri.
Berdasarkan
uraian di atas dapat ditarik pemahaman bahwa aspek-aspek kecemasan bisa dilihat
dari beberapa sisi yang saling berkaitan, yaitu sisi psikologis berkaitan
dengan fisiologis. Misalnya, tegang, bingung, khawatir, sulit berkonsentrasi;
mengakibatkan keadaan yang berhubungan dengan fisik seperti jantung berdebar,
keringat berlebihan, dan sering gemetar. Begitu juga, sisi kognitif berkaitan
dengan sisi perilaku. Misalnya, memikirkan sesuatu yang buruk akan terjadi
mengakibatkan menghindar dan meninggalkan hal yang dianggap sebagai sebuah
ancaman.
Dalam
penelitian ini aspek-aspek kecemasan berbicara di depan umum adalah aspek-aspek
kecemasan yang dikemukakan oleh Greenberger dan Padesky (2004: 210) yaitu: 1).
Reaksi fisik. 2). Reaksi perilaku. 3). Reaksi pemikiran, dan 4). Suasana hati.
Alasan aspek-aspek tersebut dipilih dengan pertimbangan bahwa aspek-aspek
tersebut sudah mewakili aspek-aspek kecemasan menurut pendapat-pendapat lainnya
dan mewakili kondisi kecemasan berbicara di depan umum.
Ø Faktor-Faktor
yang Memengaruhi Kecemasan Berbicara di Depan Umum
Daradjat (1993:
27) menyatakan bahwa kecemasan disebabkan oleh beberapa hal antara lain: Pertama,
cemas timbul karena melihat atau mengetahui objek yang sumbernya jelas,
terlihat, dan mengancam dirinya, seperti seorang mahasiswa yang gelisah atau
cemas menghadapi presentasi. Kedua, cemas timbul karena takut
benda-benda atau objek yang sebenarnya tidak membahayakan seperti takut melihat
darah, serangga, binatang-binatang kecil, tempat yang tinggi, dan sejenisnya. Ketiga,
cemas muncul karena merasa bersalah atau berdosa.
Takut dan
kecemasan adalah dua hal yang hampir sama. Perbedaannya adalah, ketakutan
mempunyai jalan keluar yang jelas dan bertujuan, sedangkan kecemasan jalan
keluarnya terfrustasi sehingga energi habis pada gerakan-gerakan yang tidak
bertujuan dan berguna, seperti panik dan ngeri. Reaksi ketakutan bersifat
objektif sedangkan reaksi kecemasan tidak menentu (Wibisono, 1985: 26).
Keempat, cemas muncul karena tidak
terpenuhinya keinginan-keinginan, karena merasa diri (fisik) kurang, karena
pengaruh pendidikan di waktu kecil, atau disebabkan seringnya frustasi karena
tidak tercapainya sesuatu yang diinginkan.
Adapun LeDoux
(2011: 329) menyatakan bahwa kecemasan muncul apabila seseorang takut akan
suatu keadaan traumatis yang menciptakan memori-memori yang tidak menyenangkan.
Keadaan atau pengalaman traumatis tersebut bisa bersifat psikologis maupun
fisiologis.
Berdasarkan
uraian di atas dapat diambil pemahaman bahwa faktor-faktor yang memengaruhi
kecemasan adalah karena ketidakmampuan seseorang dalam menyesuaikan diri dengan
dirinya sendiri (faktor internal), dengan orang lain, dan dengan lingkungan
sekitarnya (faktor eksternal). Apabila seseorang bisa menyesuaikan diri dengan
dirinya, orang lain, atau lingkungannya maka seseorang akan terhindar dari
kecemasan.
Menurut Manz
(1992: 18) salah satu cara yang bisa dilakukan untuk bisa menyesuaikan diri
dengan cepat adalah memandang positif terhadap diri, orang lain, dan lingkungan
yang dihadapi. Dengan cara ini maka seseorang akan mendapatkan diri yang
menyenangkan, orang lain yang menyenangkan, dan lingkungan sekitar sebagai
tempat yang menyenangkan. Selain itu, seseorang akan menanggapi keadaan dengan
baik dari kemungkinan-kemungkinan yang menjadikan kecemasan dan hambatan.
Sejalan dengan
Manz, Wulan (2011: 17) menyatakan bahwa penyesuaian diri dalam rangka
mengurangi kecemasan, akan dicapai dengan menata emosi, memusatkan perhatian
pada perasaan positif, dan mengesampingkan perasaan negatif. Pemusatan
perhatian pada perasaan positif ini merupakan salah satu aspek dari kecerdasan
emosional yakni motivasi diri. Dengan demikian, kecemasan seseorang tidak
terlepas dengan kecerdasan emosional seseorang. Kecerdasan emosional seseorang
yang tinggi akan menggiring seseorang pada motivasi diri yakni mampu menata
emosi, memusatkan perhatian positif pada lingkungan, dan akan menghasilkan
penyesuaian diri dengan lingkungan yang dihadapinya. Penyesuaian diri tersebut
akan menjadikan seseorang terhindar dari kecemasan dan hambatan berinteraksi.
Ø Daftar pustaka
MM, Satata, Sri .Drs. (2012). Bahasa Indonesia. Jakarta:
Mitra Wacana Media.
http;/eprints.mercubuana-yogya.ac.id/1020/3/BAB%20II.pdf