Monday, 10 September 2018

MAKALAH TAFSIR AYAT AYAT KEADILAN


MAKALAH TAFSIR AYAT AYAT KEADILAN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir Ayat ekonomi 2
Dosen Pengampu: Faqih Ali Syari’ati,M.SI


Disusun oleh:



PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA
2018
TAFSIR AYAT-AYAT TENTANG KEADILAN

Adapun kata adil berasal dari bahasa arab yang sudah masuk kedalam perbendaharaan kosa kata bahasa indonesia. Dalam Mu’jam Mufradhat Alfadz al-qur’an,dijumpai berbagai pengertian kata adil. Kata adil terkadang dapat diartikan al-musawah yang berarti persamaan, dan terkadang diartikan sesuai dengan hubungan kata tersebut dengan kata lain. Kata adil terkadang digunakan untuk sesuatu yang dalam pelaksanaannya memerlukan pertimbangan yang matang al-basbirab seperti penegakan hukum, dan terkadang digunakan pula untuk sesuatu yang dapat ditimbang, dihitung dan diukur. Kata adil berarti pula memberi perlakuan secara berimbang tidak berat sebelah. Dalam bahasa indonesia kata adil diartikan tidak berat seelah /tidak memihak, dan berarti pula sepatutnya; tidak sewenang-wenang.
Perlakuan Sama didalam Peradilan dan Persaksian.
            Di dalam al-qur’an al-karim, kata adil dijumpai sebanyak 27kali dan digunakan dalam berbagai aktivitas yang amat bervariasi. Dalam konteks yang umum ini, al-qur’an menyatakan;
إِنَّاللَّهَيَأْمُرُبِالْعَدْلِوَالْإِحْسَانِوَإِيتَاءِذِيالْقُرْبَىوَيَنْهَىعَنِالْفَحْشَاءِوَالْمُنْكَرِوَالْبَغْيِيَعِظُكُمْلَعَلَّكُمْتَذَكَّرُون
Artinya:
"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran."(QS. An-Nahl: 90).[1]
Allah memerintahkan para hamba-Nya untuk berlaku adil dalam setiap perkataan dan perbuatan. Allah menyuruh mereka untuk selalu berusaha menuju yang lebih baik dalam setiap usaha dan mengutamakan yang terbaik dari lainnya.
بِالْعَدْلِ
Maksudnya, tauhid atau inshaf. Ibnu Abbas menafsirkannya dengan tauhid, yaitu mengucap dua kalimah syahadah (  ( اشهدأنلآإلهإلااللهوأنمحمدارسولالله Inshaf  (sederhana) dalam seluruh aspek: Inshaf dalam bidang tauhid adalah beri’tikad bahwa Allah bersifat dengan sifat kesempurnaan, bersih dari segala kekurangan. Dalam bidang i‘tikad ialah menisbahkan segala perbuatan kepada Allah dan menisbahkan usaha kepada manusia, Padahalinshaf itu ialah menisbahkan seluruh perbuatan milik Allah, baik atau jahatnya, zahir dan bathinnya.
وَاْلاِحْسَانِ
Maksudnya, menunaikan segala yang fardhu (wajib) secara sempurna atau bahwa engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, sebagaimana tersebut dalam hadits: Artinya, engkau beribadah kepada Allah karena memperhatikan kebesaran-Nya seolah-olah engkau melihat-Nya dengan mata kepalamu. Berbuat baik (وَاْلاِحْسَانِ), yakni kepada Allah dan kepada para hamba-Nya.
وَاِيْتَآئِذِىالْقُرْبَى
 Maksudnya, memberikan sedekah kepada kaum kerabat. Ini lebih diutamakan daripada bersedekah kepada orang lain karena sedekah kepada kaum kerabat merupakan sarana untuk mempererat hubungan persaudaraan. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya taat yang paling cepat memperoleh balasan (fahala) ialah mempererat hubungan persaudaraan (silaturrahmi)” (Al-Hadits). Makanya, kaum kerabat disebutkan secara khusus dalam ayat ini karena penting penyebutannya.

وَيَنْهَىعَنِالْفَحْشَآءِ
“Dan Allah melarang dari perbuatan keji” maksud dari perbuatan keji dalam ayat ini adalah erbuatan zina.

وَاْلمُنْكَر
Maksudnya, kufur dan maksiat-maksiat lainnya, termasuk zina yang telah disebutkan secara khusus di atas. Maksudnya, segala macam bentuk maksiat dilarang oleh Allah SWT.
وَالْبَغْيِ
Maksudnya, melakukan penganiayaan terhadap manusia. Disebutkan secara khusus sebagaimana penyebutan pada pelarangan zina (الْفَحْشَآء) karena penting. Karena tindakan penganiayaan terhadap manusia merupakan maksiat yang paling besar setelah kufur. Oleh karena itu, sebahagian ulama berkata: “Siksaan (azab) yang paling cepat diterima seseorang akibat berbuat maksiat ialah siksaan (azab) akibat melakukan tindakan penganiayaan terhadap manusia”. Dalam satu riwayat Rasulullah SAW bersabda: “Seandainya salah satu dari dua gunung melakukan penganiayaan terhadap lainnya, maka sungguh Allah akan menghancurkan gunung tersebut akibat penganiayaan yang dilakukan kepada gunung lainnya” (Al-Hadits). Dalam riwayat yang lain beliau bersabda: “Orang yang melakukan penganiayaan dan para pembantunya adalah anjing-anjing neraka” (Al-Hadits).
يَعِظُكُم
Maksudnya dapat memberi pengajaran kepada manusia dengan perintah dan larangan.

لَعَلَّكُمْتذَكَّرُوْنَ
Maksudnya, mudah-mudahan bisa menjadi pelajaran bagi kita semua. Dalam kitab Mustadrak dari Ibnu Mas’ud, beliau berkata: “Ayat ini merupakan ayat yang paling lengkap dalam Al-Qur`an yang menjelaskan tentang kebaikan dan kejahatan”. Menurut sebuah riwayat, Rasulullah SAW membaca ayat ini kepada Al-Walid bin Mughirah, ia berkata: “Ulangi sekali lagi ayat tersebut wahai Muhammad”. Maka Rasul mengulangi lagi ayat tersebut, lalu Al-Walid langsung berkomentar: “Ayat itu sangat sedap dan indah, sangat tinggi mengandung faedah dan sangat rendah mengandung hal-hal yang banyak,  itu bukanlah ucapan manusia, keadaan ayat itu lebih sempurna dan lengkap yang dipakai oleh para khatib dalam khutbahnya”.
Menyampaikan Amanat dan Menghukum Dengan Adil.
Selanjutnya kata adil digunakan untuk kegiatan yang lebih khusus. Kata adil dihubungakan dengan tugas seorang hakim yang memutuskan perkara. Allah SWT menyatakan:
إِنَّاللَّهَيَأْمُرُكُمْأَنْتُؤَدُّواالْأَمَانَاتِإِلَىأَهْلِهَاوَإِذَاحَكَمْتُمْبَيْنَالنَّاسِأَنْتَحْكُمُوابِالْعَدْلِإِنَّاللَّهَنِعِمَّايَعِظُكُمْبِهِإِنَّاللَّهَكَانَسَمِيعًابَصِيرًا
Sesungguhnya allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya allah adalah maha mendengar lagi maha melihat. (Q.S.an-nisa,4:58)
            Kata amanah yang terdapat pada ayat tersebut adalah sesuatu yang harus dipelihara dan disampaikan kepada pemiliknya. Orang yang melakukan perbuatan tersebut disebut sebagai orang yang aminan, wafian yaitu orang yang dapat dipercaya dan menunaikan tugas dengan sempurna; dan orang yang tidak dapat memelihara amanat disebut sebagai khainan orang yang berkhianat. Adapun kata adil dalam ayat tersebut adalah menyampaikan kebenaran kepada pemiliknya.
            Selanjutnya kata adil dihubungkan dengan tugas seorang juru tulis atau pengacara dalam membuat suatu perjanjian diantara orang-orang yang berperkara hingga isi perjanjian tersebut menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak yang lain. Dalam hubungan ini Allah SWT menyatakan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ ۚ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْل   ِ

            Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar. (Q.S.al-baqarah,2:282).
            Kata adil juga digunakan sebagai salah satu syarat bagi seorang suami yang ingin memiliki istri lebih dari satu (poligami). Kepada masing-masing istrinya itu ia harus berlaku adil. Jika syarat adil ini tidak dimiliki, maka sebaiknya ia cukup beristeri satu saja.
Keadilan Tidak Hanya Bagi Orang Islam
Allah SWT berfirman dalam Surah al-Mâ`idah ayat 42 sebagai berikut:
سَمَّاعُونَلِلْكَذِبِأَكَّالُونَلِلسُّحْتِفَإِنْجَاءُوكَفَاحْكُمْبَيْنَهُمْأَوْأَعْرِضْعَنْهُمْوَإِنْتُعْرِضْعَنْهُمْفَلَنْيَضُرُّوكَشَيْئًاوَإِنْحَكَمْتَفَاحْكُمْبَيْنَهُمْبِالْقِسْطِإِنَّاللَّهَيُحِبُّالْمُقْسِطِينَ
Artinya: Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram. jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), Maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka Maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun. dan jika kamu memutuskan perkara mereka, Maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka dengan adil, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil. (Qs. Al-Maidah: 42)
Sebab turunnya ayat ini adalah terhadap orang Yahudi. Adanya hakim dari kalangan Yahudi ketika didatangi orang yang batil di dalam dakwaannya disebabkan suap maka hakim itu tetap mendengarkan ucapan orang tersebut, dan percaya terhadapnya. Hakim itu tidak berpaling dari pertikaiannya. Maka hakim ini memakan barang haram dan mendengarkan sebuah penipuan. Dan adanya ahli fakir dari orang Yahudi itu mengambil dari orang kaya Yahudi harta supaya menegakkan pada apa yang mereka mau bagi golongan Yahudi. Mereka mendengarkan dari orang kaya Yahudi itu penipuan-penipuan demi melariskan pemahaman Yahudi dan mencacatkan Islam. Ahli fakir itu memakan uang haram yang mereka ambil dari mereka. Mereka mendengarkan penipuan. Inilah yang ditunjukkan dengan firman Allah “سَمَّاعُونَلِلْكَذِبِأَكَّالُونَلِلسُّحْتِ”. Ada suatu pendapat bahwa ia dinisbatkan kepada mereka yang berpegangan pada Taurat yang membuat mereka memakan riba sebagaimana firman Allah SWT: “وأخذهمالربواوقدنهواعنه[2]
Sebab turunnya ayat ini adalah terhadap orang Yahudi. Adanya hakim dari kalangan Yahudi ketika didatangi orang yang batil di dalam dakwaannya disebabkan suap maka hakim itu tetap mendengarkan ucapan orang tersebut, dan percaya terhadapnya. Hakim itu tidak berpaling dari pertikaiannya. Maka hakim ini memakan barang haram dan mendengarkan sebuah penipuan. Dan adanya ahli fakir dari orang Yahudi itu mengambil dari orang kaya Yahudi harta supaya menegakkan pada apa yang mereka mau bagi golongan Yahudi. Mereka mendengarkan dari orang kaya Yahudi itu penipuan-penipuan demi melariskan pemahaman Yahudi dan mencacatkan Islam. Ahli fakir itu memakan uang haram yang mereka ambil dari mereka. Mereka mendengarkan penipuan. Inilah yang ditunjukkan dengan firman Allah “سَمَّاعُونَلِلْكَذِبِأَكَّالُونَلِلسُّحْتِ”. Ada suatu pendapat bahwa ia dinisbatkan kepada mereka yang berpegangan pada Taurat yang membuat mereka memakan riba sebagaimana firman Allah SWT: “وأخذ



[1] H Abuddin Nata, tafsir ayat-ayat pendidikan, PT. RAJAGRAFINDO PERSADA, JAKARTA, 2002.
[2] Al-Zuhaili, al-Tafsir al-Munir, vol 3, hlm: 544