Tuesday 25 September 2018

pelaksanaan wasiat di desa Talang kecamatan Saronggi kabupaten Sumenep berdasarkan hukum adat?


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Konteks Penelitian
Hukum Islam tentang wasiat berdasarkan pada ketentuan dasar dalam Al Quran dan as sunnah yang merupakan sumber utama dalam hukum  Islam atau Islamic legal sistem. Seorang pemerhati hukum Islam berpendapat bahwa hukum Islam tentang wasiat lebih didasarkan atas hadist dari pada Al quran. [1]kata wasiat berasal dari bahasa arab, yaitu “wasiat”, yang berarti suatu ucapan atau pernyataan dimulainya suatu perbuatan.  Biasanya perbuatan itu dimulai setelah orang yang mengucapkan atau menyatakan itu meninggal dunia. [2]Pendapat lain mengatakan bahwa wasiat merupakan pesan terakhir dari seseorang yang mendekati kematiannya, dapat berupa pesan tentang apa yang harus dilaksanakan para penerima wasiat terhadap harta peninggalannya atau pesan lain diluar harta peninggalan. [3]
Dalam hukum adat, wasiat adalah pemberian yang dilaksanakan oleh seorang kepada ahli warisnya atau orang tertentu yang pelaksanaannya dilakukan setelah orang yang menyatakan wasiat itu meninggal.  Wasiat dibuat karena berbagai alasan yang biasanya adalah untuk menghindarkan persengketaan, perwujudan rasa kasih sayang dari orang yang menyatakan wasiat, orang yang menyatakan wasiat akan melaksanakan haji dan orang yang menyatakan wasiat merasa ajalnya sudah dekat tetapi masih ada ganjalan semasa hidupnya yang belum terpenuhi.  Orang yang menyatakan wasiat dapat mencabut kembali wasiat yang dinyatakan itu atau telah dikrarkan, tetapi tidak dicabut sampai orang yang menyatakan wasiat itu meninggal dunia, maka para ahli wris harus menghormati wasiat itu. Pelaksanaan wasiat dalam hukum adat tidak perlu dilakukan di hadapan notaris, tetapi cukup diucapkan secara lisan di hadapan keluarga atau ahli waris yang hadir pada waktu pernyatan wasiat dilaksanakan. [4]Sedangkan menurut para ulama mewajibkan wasiat untuk kerabat dekat yang tidak mendapatkan warisan, dalam kaitannya dengan ibnu hazm, menurutnya apabila tidak diadakan wasiat untuk kerabat dekat yang tidak mendapatkan warisan maka hakim harus bertindak sebagai pewaris, yakni memberikan sebagian warisan kepada kerabat yang tidak mendapat warisan sebagai suatu wasiat wajib untuk mereka. [5]
Para ulama pada umumnya sepakat bahwa pengertian wasiat ialah pernyataan atau perkataan seseorang kepada orang lain bahwa ia memberikan kepada orang lain itu hartanya tertentu atau membebaskan hutang orang itu atau memberikan manfaat sesuatu barang kepunyaannya setelah ia meninggal dunia. [6]Orang yang meninggal dunia atau pewaris tidak diperbolehkan untuk memberikan wasiat lebih dari 1/3 dari hartanya. [7]karna ia dianggap selain merugikan terhadap ahli waris juga untuk melindungi ahli waris supaya tidak dalam keadaan miskin setelah ditinggalkan pewaris. 
Apabila dilihat dari pandangan ilmu hukum , bahwa wasiat merupakan perbuatan hukum sepihak (pernyataan sepihak), jadi dapat saja wasiat dilakukan tanpa dihadiri oleh penerima wasiat, dan bahkan dapat saja dilakukan dalam bentuk tertulis. [8]Untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak kita inginkan dikemudian hari harus dilakukan dalam bentuk akta autentik, artinya harus diperbuat secara notarial.
Disyaratkan bagi orang yang menerima wasiat, yakni bukan dari ahli waris yang diberi wasiat.  Karena jika hal itu dilakukan tanpa adanya saksi yang kuat akan terjadi pemalsuan informasi (isi wasiat) yang akan cenderung memihak kepada yang menerim wasiat tersebut.  Orang yang diberi wasiat ada pada saat pemberi wasiat mati, baik ada secara terang terangan ataupun ada secara perkiraan, serta penerima wasiat tidak membunuh orang yang diberi wasiat.
Kompilasi Hukum Islam juga menyatakan bahwa wasiat kepada ahli waris hanya berlaku bila disetujui oleh semua ahli waris (Pasal 195 ayat 3). persetujuan ini dibuat secara lisan dihadapan dua orang saksi atau tertulis dihadapan dua orang saksi atau dihadapan Notaris (Pasal 195 ayat 4).
Disyaratkan bagi obyek yang diwasiatkan itu dapat dimiliki dengan salah satu cara pemilikan setelah pemberi wasiat meninggal dunia.  Obyek yang diwasiatkan bisa berupa semua harta yang bernilai, baik berupa barang maupun manfaat, piutang dan manfaat seperti tempat tinggal atau kesenangan. Tidak sah mewasiatkan yang bukan harta seperti bangkai, dan yang tidak bernilai bagi orang yang mengadakan akad wasiat seperti khamar bagi kaum muslimin.
Mengenai obyek wasiat, Pasal 194 Kompilasi Hukum Islam menentukan bahwa harta benda yang diwasiatkan harus merupakan hak dari pewaris (ayat 2). Pemilikan terhadap harta benda tersebut baru dapat dilaksanakan sesudah pewasiat meninggal dunia (ayat 3). Wasiat yang berupa hasil dari suatu benda atau pemanfaatan suatu benda harus diberikan jangka waktu tertentu (Pasal 198).  Harta wasiat yang berupa barang tak bergerak, bila karena suatu sebab yang sah mengalami penyusutan atau kerusakan yang terjadi sebelum meninggal dunia, maka penerima wasiat hanya akan menerima harta yang tersisa (Pasal 200). [9]
Fenomena yang terjadi pada masyarakat khususnya di desa Talang kerap sekali dalam pembagian hartanya menggunakan sistem pelaksanaan wasiat, hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yang diantara sebagian besarnya adalah a). minimnya pengetahuan masyarakat tentang sistem pewarisan.  b).  merupakan tradisi yang bersifat turun temurun.  c).  lebih mudah dilakukan dan sebagainya. [10]
Disisi lain, dalam proses pelaksanaan wasiat juga ditentukan oleh status atau profesi, dimana mereka melihat terhadap profesi dari masing-masing ahli warisdalam menentukan proporsi harta warisan yang akan di berikan kepada ahli waris.  Dengan kata lain, ahli waris yang dianggap mampu lebih sedikit dari pada ahli waris yang dianggap tidak mampu.
Dalam pelaksanaan pembagian harta peninggalan melalui wasiat, masyarakat desa Talang tidak menggunakan notaris dan saksi mata. Melainkan, menggunakan sistem tunjuk secara lisan. Hal ini, mengakibatkan terjadinya sengketa, bahkan bisa merugikan terhadap penerima wasiat. Sistem tersebut sudah berlaku sejak dulu, disebabkan minimnya pengetahuan masyarakat tentang pelaksanaan wasiat. Sehingga, sistem tunjuk secara lisan terhadap penerima wasiat dalam pembagian harta peninggalan berlaku sampek hari ini.
Dengan adanya pernyataan diatas, membuat penulismerasa tertarik untuk melakukan penelitian terhadap pelaksanaan wasiat dalam hukum adat dengan judul “ Tinjauan Hukum Adat Terhadap Pelaksanaan Pembagian Harta Peninggalan Melalui Wasiat Di Desa Talang Kecamatan Saronggi Kabupaten Sumenep”.

B.     Fokus Penelitian
1.      Bagaimana pelaksanaan wasiat di desa Talang kecamatan Saronggi kabupaten Sumenep berdasarkan hukum adat?
2.      Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya wasiat di desa Talang kecamatan saronggi kabupaten sumenep?



C.    Tujuan Penelitian
1.         Untuk mengetahui pelaksanaan wasiat di desa Talang kecamatan saronggikabupaten sumenep berdasarkan hukum adat.
2.         Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya wasiat di desa Talang kecamatan Saronggi kabupatenSumenep.
D.    Kegunaan Penelitian
Penitian ini diharapkan memiliki nilai kegunaan sebagai berikut :
1.      Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan bacaan, yang dapat  memperluas cakrawala pemikiran dan wawasan pengetahuan, serta memberikan bukti empiris tentang sistem pelaksanaan wasiat.  disamping itu sebagai rekomendasi bagi pelaksana kegiatan penelitian di bidang yang sama di masa yang akan datang.
2.     Secara Praktisi
a.       Bagi Peneliti, diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu pengalaman yang akan memperluas daya pikir dan mempertajam daya kritis terhadap kepekaan sosial dalam segala masalah yang menyangkut pelaksanaan wasiat yang terjadi dan berkembang dimasyarakat.
b.      Bagi IAIN madura, penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi pemikiran tentang tinjauan hukum adat terhadap pelaksanaan wasiat.  Daripada itu, penelitian ini diharapkan dapat berfungsi sebagai input, atau temuan ilmiah yang dapat menambah koleksi perpustakaan untuk dijadikan bahan bacaan, acuan serta refrensi bagi kalangan yang membutuhkan.
c.       Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsi pemikiran, informasi yang actual dan factual tentang pelaksanaan wasiat dalam pembagian harta peninggalan baik ditinjau dalam hukum adat maupun hukum Islam.

E.     Definisi Istilah
Untuk menghindari perbedaan persepsi dan pemahaman yang kontradiktif serta untuk menghindari kesalahpahaman mengenai maksud dari judul penelitian ini, maka penulis akan menjelaskan beberapa istilah (definisi) yang digunakan dalam judul penelitian ini, yaitu:
1.      Tinjauan          : adalah pandangan, pendapat, mempelajari dan sebagainya.
2.      Hukum Adat   : adalah aturan kebiasaan manusia dalam hidup masyarakat.
3.      Pelaksanaan     : merupakan suatu tindakan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci.
4.      Wasiat             : merupakan penghibahan harta dari seseorang kepada orang lain atau kepada beberapa orang sesudah meninggalnya orang tersebut. [11]
Dapat disimpulkan bahwa, tinjauan hukum adat terhadap pelaksanaan pembagian harta peninggalan melalui wasiat adalah pandangan atau pendapat dari aturan kebiasaan manusia tentang tindakan penghibahan harta dari seseorang kepada orang lain.
F.     Kajian Terdahulu
Tujuan dari kajian penelitian terdahulu adalah untuk memberikan pandangan antara penelitian yang dilakukan dengan hasil penelitian yang telah ada dan memberikan kerangka kajian empiris dari kerangka kajian teoritis bagi permasalahan sebagai dasar untuk mengadakan pendekatan terhadap masalah yang dihadapi, serta dipergunakan sebagai pedoman dalam pemecahan masalah yang terkait dengan tinjauan hukum adat terhadap pelaksanaa wasiat di desa Talang Kecamatan Saronggi Kabupaten Sumenep.

a.       Ricki Siddharta (2013)[12]Pembagian Waris Dengan Wasiat Secara Lisan Pada Masyarakat Adat Tionghoa Di Kelurahan Buliang Kecamatan Batu Aji Kota Batam.  Pembagian warisan tidak hanya dilaksanakan setelah pewaris meninggal dunia tetapi dapat dilaksanakan pada saat pewaris masih hidup.  Umumnya, kedudukan saksi dalam pembagian waris secara lisan adalah sebagai alat bukti dan keabsahan atas pelakasanaan pembagian waris secara lisan.  Disisi lain, terdapat pewaris yang menitipkan harta waris kepada saksi dalam pelaksanaan pembagian harta waris untuk  diberikan kepada ahli waris yang tidak dapat hadir saat pembagian warisan.
b.      Adriawan (2013)[13]Pelaksanaan  Wasiat  Menurut KUHPerdata di Pengadilan Negeri Makassar” (Ditinjau dari Kompilasi Hukum Islam) bahwa terdapat beberapa persamaan dan perbedaan konsep wasiat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan KUHPerdata diantaranya sama-sama merupakan  pernyataan  terakhir  dari  pewasiat  setelah  meninggal  dunia.  Selain  itu  wasiat  ini  mempunyai  tujuan  yang  sama  yaitu  untuk kemaslahatan manusia agar tidak terjadi pertengakaran diantara ahli waris.  Sedangkan perbedaannya wasiat dalam KHI berdasarkan pada al-Qur'an ataupun Hadits, sedangkan konsep wasiat dalam KUHPer berdasar pada undang-undang,  KHI  tidak  mengenal  konsep  penunjukan  atau pengangkatan  ahli  waris  tapi  KUHPerdata  dikenal  dengan  adanya pengangkatan ahli waris (erfstelling) dan legaat, Mengenai kadar bagian wasiat, kalau dalam KHI maksimal sepertiga tidak boleh lebih, sedangkan dalam KUHPerdata yang dicari adalah bagian minimal dari harta wasiat yang diterima serta berbeda dalam konsep usia pembuat surat wasiat. 
Dari beberapa penelitian diatas dapat ditemukan perbedaan perbedaan dengan kepenulisan yang akan dilakukan oleh penulis, yaitu:
Persamaannya objek penelitiannya adalah sama sama tentang wasiat melalui adat dan pendekatan penelitiannya sama sama menggunakan metode kualitatif.
Perbedaannya adalah penelitian diatas dan penulis ini dengan menempatkan lokasi penelitian yang berbeda, penelitian yang kedua KUHPerdata dan KHI sebagai tinjauan hukum dan sedangkan penulis disini tinjauannya adalah hukum adat.



BAB II
KAJIAN PUSTAKA

a.      Pengertian Wasiat
1.      Menurut hukum Islam
Wasiat menurut bahasa artinya menyambungkan, berasal dari kata washasy syai-a bikadzaa, artinya dia menyambungnya. Dikatakan demikian karena seorang yang berwasiat berarti menyambungkan kebaikan dunianya dengan kebaikan akhirat.  Wasiat adalah pesan tentang suatu kebaikan yang akan dijalankan sesudah seseorang meninggal dunia. [14]
Menurut syara’, wasiat adalah mendermakan suatu hak yang pelaksanaannya dikaitkan sesudah orang yang bersangkutan meninggal dunia.
Wasiat adalah amanah yang diberikan seseorang menjelang ajalnya atau dia membuat dan berwasiat dalam keadaan sedang sehat, artinya bukan ketika menjelang ajal. Wasiat dapat dipandang sebagai bentuk keinginan pemberi wasiat yang ditumpahkan kepada orang yang diberi wasiat.  Oleh sebab itu, tidak semua wasiat berbentuk harta, adakalanya wasiat berbentuk nasihat, petunjuk prihal tertentu, rahasia orang yang memberi wasiat, dan sebagainya. [15]
Wasiat merupakan salah satu cara aturan peralihan harta yang sudah lama dilakukan oleh umat manusia dengan bentuk pelaksanaan yang berbeda-beda.  Ada yang melaksanakannya secara benar, ada pula yang melaksanakannya secara tidak benar.  Model wasiat zaman romawi misalnya seorang kepala keluarga berhak memanfaatkan hartanya sesuai dengan yang dia suka, mewasiatkan harta untuk orang lain disatu sisi, dan tidak memberikan bagian waris kepada anak-anak nya bahkan kadang dicukupkan dengan memberinya ¼ harta. [16]
Wasiat ditafsirkan kepercayaan pada diri sendiri dengan kecendrungan ke arah memandang wasiat itu sebagai sesuatu yang sah. Bila keadaan memang memungkinkan.  Wasiat dapat dicabut baik dengan deklarasi ataupun dengan tindakan-tindakan yang akan menciptakan peralihan, seandainya diterapkan terhadap milik pihak ketiga. [17]
Di Indonesia wasiat disebut juga hibah wasiat atau testamen.  Sajuti thalib seperti dikutip suparman mengatakan bahwa testamen adalah pernyataan kehendak seseorang mengenai apa yang akan dilakukan terhadap hartanya setelah ia meninggal dunia. [18] Maka dari itu, wasiat dapat diartikan sebagai suatu pemberian seseorang kepada orang lain secara sukarela tanpa mengharapkan imbalan dari orang yang diberi wasiat dan pelaksanaannya (hak kepemilikannya) berlaku setelah meninggalnya pemberi wasiat.
2.      Menurut Kompilasi Hukum Islam
Menurut Pasal 171 bagian (f) kompilasi hukum Islam bahwa: wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang berlaku setelah pewaris meninggal dunia. [19]
Sesuai dengan Pasal 196 kompilasi hukum Islam,[20] dijelaskan bahwa dalam penetapan wasiat baik secara tertulis maupun secara lisan harus disebutkan dengan jelas dan tegas kepada siapa, atau siapa-siapa, atau bahkan kepada lembaga apa yang ditunjuk sebagai penerima harta benda yang diwasiatkan.
b.      Dasar Hukum Wasiat
1)         Menurut Hukum Islam
Hukum wasiat berdasarkan ijma adalah sunnah muakkad.  Menurut zainuddin abdul aziz, jika sedekah dilakukan sewaktu orang yang bersangkuta dalam keadaan sehat, lalu dia sakit, hal itu jauh lebih utama.  Sesudah allah menerangkan beberapa ketentuan dalam pembagian harta warisan, diterangkan pula bahwa pembagian harta warisan tersebut hendaklah dijalankan setelah melaksanakan wasiat.
Kemudian dalam Islam, dasar hukum wasiat banyak dilihat dalam Al-Qur’an, yang memberikan pemahaman sebagai suatu kewajiban bagi seseorang untuk memenuhi tuntukan rasa keadilan.  Adapun dasar hukum yang dimaksud ialah: QS Al-Baqarah ayat 180,
كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ ۖ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ
Terjemahannya: “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak.  berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. ”[21]

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا شَهَادَةُ بَيْنِكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ حِينَ الْوَصِيَّةِ اثْنَانِ ذَوَا عَدْلٍ مِنْكُمْ
Terjemahannya: “wahai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang (diantara) kamu menhadapi kematian, sedang dia akan berwasiat maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil diantara kamu. . . ”[22]
Dari ayat-ayat tersebut diatas, dapat dipahami bahwa seseorang yang didatangi tanda-tanda maut, sedangkan meninggalkan harta makaseharusnya berwasiat kepada keluarga atau orang lain yang tidak berhak untuk mendapatkan bagian warisan dan hendaknya disaksikan oleh dua orang yang adil.  Berhubung karena orang tersebut telah banyak berbuat baik berjasa besar kepadanya.
Wasiat harta tidak boleh melebihi sepertiga dari harta yang dimiliki. Mewasiatkan harta melebihi sepertiganya hukumnya makruh. Bahkan, hukumnya haram jika wasiat yang lebih dari sepertiga itu dimaksudkan untuk menghalangi bagian ahli warisnya. [23]
Wasiat sah apabila dilakukan oleh orang mukallaf yang merdeka atas kehendak sendiri. Tidak sah wasiat yang dilakukan oleh anak kecil, orang gila, dan budak, sekalipun statusnya makatab tanpa seizing dari tuannya, dan tidak sah pula bila dilakukan oleh orang dipaksa. Dalam masalah wasiat ini orang yang sedang mabuk disamakan kedudukannya dengan orang mukallaf (yakni sah wasiatannya). Ada suatu pendapat yang mengatakan bahwa wasiat sah dilakukan oleh anak kecil yang telah mumayyiz. Wasiat tersebut harus ditujukan untuk tujuan yang halal, misalnya untuk pembangunan masjid dan perawatannya.
Wasiat dapat diajukan kepada siapapun sesuai dengan kehendak orang yang berwasiat, bahkan kepada bayi yang masih berada didalam kandunganpun hukumnya boleh. Hanya jika bayi yang dilahirkan ternyata meninggal dunia, maka wasiatnya tidak dapat dilaksanakan.
Agar wasiat yang disampaikan oleh pemberi wasiat mudah diamalkan, orang yang diberi wasiat harus jelas namanya,cirri-cirinya, identitasnya, pelaksana wasiat akan menemukan kesulitan untuk melaksanakan wasiat yang bersangkutan.
Jika wasiat dilakukan untuk ahli waris dan melebihi sepertiga harta waris, pelaksanaannya harus mendapat persetujuan dari semua ahli waris. [24] Artinya, wasiat tersebut akan dikatakan gugur dan tidak sah ketika dilaksanakan tanpa persetujuan dari semua ahli waris.  Jika wasiat menyangkut harta yang jumlahnya melebihi sepertiga, dan ahli waris tidak menyetujuinya, maka wasiat yang dilaksanakannya cukup yang sepetiganya.
Jika yang menyetujui wasiat lebih dari sepertiga itu hanya salah seorang dari ahli waris, maka wasiat dihukumi sah untuk jumlah kelebihan yang sesuai dengan bagiannya. Dan jika seorang ahli waris yang mempunyai hak tasharruf mutlak menyetujui wasiat lebih dari sepertiga, maka persetujuannya itu merupakan izin untuk melaksanakan wasiat lebih dari sepertiga. [25]
2)      Menurut Kompilasi hukum Islam
Adapun yang menjadi dasar hukum wasiat menurut Kompilasi Hukum Islam terdapat pada Bab V Pasal 194 sampai dengan Pasal 197dan Pasal 205 yang isinya sebagai berikut:
a.    Pasal 194 kompilasi hukum Islammenjelaskan bahwa: “orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tidak ada paksaan dapat mewasiatkan sebagian harta bendanya kepada orang lain atau lembaga.  Harta yang diwasiatkan merupakan hak pewasiat, dan baru dapat dilaksanakan sesudah  pewasiat meninggal dunia”. 
b.   Pasal 195 kompilasi hukum Islammenjelaskan bahwa: “suatu wasiat dapat dilakukan secara lisan atau secara tertulis di hadapan dua orang saksi, atau di hadapan notaris.  Dan harta boleh di wasiatkan sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta warisan, kecuali ahli waris menyetujui”. 
c.    Pasal 196 kompilasi hukum Islammenjelaskan bahwa: “dalam wasiat harus disebutkan dengan tegas dan jelas tentang siapa-siapa atau lembaga apa yang ditunjuk untuk menerima harta wasiat”. 
d.   Pasal 197 kompilasi hukum Islammenjelaskan bahwa: “penyebab batalnya wasiat apabila  berdasarkan keputusan hakim yang berkekuatan hukum tetap menyatakan  bahwa calon penerima wasiat dihukum karena telah membunuh, menganiaya  berat, menfitnah pewasiat telah melakukan kejahatan yang diancam hukuman. [26]
e.    Pasal 205 kompilasi hukum Islammenjelaskan bahwa: “dalam waktu perang, anggota tentara dan mereka yang termasuk dalam golongan tentara dan berada dalam daerah pertempuran atau berada disuatu tempat yang ada dalam kepungan musuh, dibolehkan membuat surat wasiat dihadapan seorang komandan atasannya dengan dihadiri oleh dua orang saksi. ”[27]

c.       Rukun dan Syarat Sahnya Wasiat
Rukun-rukun wasiat adalah sebagai berikut:
1)         Ada pewasiat.
2)         Ada yang diberi wasiat atau penerima wasiat.
3)         Sesuatu yang diwasiatkan, berupa harta atau manfaat sesuatu.
4)         Ada akad atau ijab Kabul wasiat secara lisan atau tulisan. [28]
Wasiat hanya ditujukan kepada orangb yang bukan ahli waris.  Adapun kepada ahli waris, wasiat tidak sah, kecuali bila disetujui oleh semua ahli waris yang lain sesudah meninggalnya yang berwasiat.
Demi terjaminnya wasiat dikemudian hari, orang yang berwasiat hendaknya menjadikan sebagai saksi sekurang-kurangnya dua orang yang adil.
Syarat orang yang diserahi untuk menjalankan wasiat yang akhir ada enam, yaitu:
1)      Beragama Islam, berarti orang yang akan menjalankan wasiat itu hendaklah orang Islam.
2)      Sudah baligh (sampai umur)
3)      Orang yang berakal.
4)      Orang yang merdeka (bukan hamba sahaya)
5)      Amanah (dapat dipercaya).  Cakap untuk menjalankan sebaimana yang dikehendaki oleh yang berwasiat. [29]
Disyaratkannya beberapa  syarat tersebut karena penyerahan itu merupakan penyerahan tanggung jawab.  Oleh kerena itu, orang yang diserahi wasiat apabila merasa bahwa sifat-sifat yang disyaratkan tersebut ada pada dirinya dan dia sanggup menjalankannya, hendaklah ia terima wasiat itu.  Akan tetapi, kalau ia merasa tidak mempunyai sifat-sifat tersebut, atau kurang kemauan dan kesanggupan untuk menjalankan tanggung jawab yang begitu berat, lebih baik tidak diterimanya agar wasiat tersebut dapat diserahkan kepada orang lain sehingga pekerjaan tersebut tidak sia-sia.
Wasiat tidak menjadi hak dari orang yang diberinya, kecuali setelah pemberinya meninggal dunia dan hutang-hutangnya dibereskan. Jika hutang-hutangnya menghabisi semua peninggalan, orang yang deberi wasiat itu tidak mendapatkan sesuatu.
Menurut abu yusuf, apabila orang yang diberi wasiat membunuh orang yang memberinya wasiat dengan pembunuhan yang diharamkan secara otomatis wasiat itu batal. Sebab, orang yang menyegerakan sesuatu sebelum waktunya dihukum untuk tidak mendapatkan sesuatu itu. Sedangkan menurut abu hanifah dan Muhammad wasiat itu tidak batal, dan ini diserahkan kepada persetujuan ahli waris. [30]
Tidak sah mewasiatkan yang bukan harta, seperti: bangkai, dan yang tidak bernilai bagi orang yang mengadakan akad wasiat, seperti khamr bagi kaum muslim.
d.      Pencabutan dan GugurnyaWasiat
Pencabutan dengan gugurnya suatu wasiat ada perbedaan, yaitu:
Pencabutan            : didalam hal ini ada suatu tindakan dari pewaris yang meniadakan suatu testament.
Gugur                    : tidak ada tindakan dari pewaris tapi wasiat tidak dapat dilaksanakan, karena ada hal-hal yang diluar kemauan pewaris.
Wasiat itu suatu keharusan yang harus dilaksanakan oleh seseorang untuk memberi wasiat atau menerima wasiat.  Oleh karena itu, orang yang memberi wasiat itu boleh saja menarik kembali wasiat yang dinyatakan, baik itu wasiat yang berkenaan dengan kekuasaan atau wilayah.
Pencabutan suatu wasiat adalah suatu hal yang inhaerent dengan sifatnya wasiat sebagai pernyataan yang paling akhir dari pewaris. [31]
Pencabutan suatu wasiat (olografis) dapat dilakukan secara meminta kembali wasiat itu dari simpanan Notaris (karena ditulis sendiri). Meskipun begitu tentang penyerahan kembali ini harus dibuat akta otentik.
Sesuai Pasal 199 kompilasi hukum Islam,
1)            pewasiat dapat mencabut wasiatnya selama calon penerima wasiat belum menyatakan persetujuannya atau sudah menyatakan persetujuannya tetapi kemudian menarik kembali.
2)            Pencabutan wasiat dapat dilakukan secara lisan dengan disaksikan oleh dua saksi atau tertulis dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau berdasarkan akte Notaris bila wasiat terdahulu dibuat secara lisan.
3)            Bila wasiat dibuat secara tertulis, maka hanya dapat dicabut dengan cara tertulis dengan disaksikan dua orang saksi atau berdasarkan akte Notaris.
4)            Bila wasiat dibuat berdasarkan akte Notaris, maka dapat dicabut berdasarkan akte Notaris. [32]
Kemudian dalam Pasal 203 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam, dikemukakan bahwa wasiat yang telah dilaksanakan itu dicabut, maka surat wasiat yang dicabut diserahkan kembali kepada pewasiat.  Tampaknya dalam masalah pencabutan wasiat yang dikemukakan oleh Kompilasi Hukum Islam ini lebih banyak menyangkut persoalan administratifnya, bukan masalah substansinya.
e.       Batasan Wasiat
Wasiat hanya berlaku dalam batas sepertiga dari harta warisan, manakala terhadap ahli waris, baik itu wasiat dikeluarkan ketika dalam keadaan sakit ataupun sehat. Adapun apabila melebihi dari harta warisan, menurut kesepakatan semua madzhab, dibutuhkan izin dari semua ahli waris. Jika semua mengizinkan maka itu berlaku. Akan tetapi, jika mereka menolak, maka itu batal.  Jika sebagian dari mereka mengizinkan dan ada pula yang tidak mengizinkan, maka kelebihan dari sepertiga itu dikeluarkan dari harta yang mengizinkan, izin seorang ahli waris baru berlaku jika ia berakal sehat, baligh, dan rasyid.
Disebutkan dalam Pasal 207 dan 208 Kompilasi Hukum Islam bahwa wasiat tidak diperbolehkan kepada orang yang melakukan pelayanan perawatan bagi seseorang dan kepada orang yang memberi tuntunan kerohanian sewaktu ia merderita sakit hingga meninggalnya, kecuali ditentukan dengan tegas dan jelas untuk membalas jasa.  Dan juga wasiat tidak berlaku bagi Notarisdan saksi-saksi pembuat akte tersebut. [33]

f.       Hukum Adat
Di kalangan masyarakat umum istilah hukum adat jarang digunakan, yang banyak dipakai dalam pembicaraan ialah istilah adat saja. Kata adat merupakan suatu perbuatan atau perkataan yang dilakukan berulang-ulang kali sehingga menjadi kebiasaan suatu masyarakat.  Adat yang dianggap baik dan diterima oleh akal sehat dan tidak bertentangan dengan syara’, dapat dijadikan dalil dalam menetapkan hukum, sebagaimana sabda Nabi saw. :”Al-a’adatu muhakkamatun”(adat itu dapat dijadikan hukum). [34]
Hukum adat merupakan aturan kebiasaan manusia dalam hidup bermasyarakat.  Sejak manusia itu diturunkan tuhan ke muka  bumi.  Maka ia memulai hidupnya berkeluarga, kemudian bermasyarakat, dan kemudian bernegara.  Sejak manusia itu berkeluarga mereka telah mengatur dirinya dan anggota keluarganya menurut kebiasaan mereka. Perilaku kebiasaan itu berlaku terus menerus, sehingga merupakan pembagian kerja yang tetap. [35]
Istilah hukum adat yang mengandung arti aturan kebiasaan sudah lama dikenal di Indonesia. Di masa kekuasaan sultan iskandar muda (1607-1636) aceh Darussalam yang memerintahkan dibuatnya kitab hukum makuta alam istilah hukum adat sudah dipakai.  Kemudian istilah hukum adat ini jelas disebut di dalam kitab hukum  safinatul hukkam fi takhlisil khassam (bahtera bagi semua hakim dalam menyelesaikan semua orang yang berkusumat) yang ditulis oleh jalaluddin bin syeh Muhammad kamaluddin anak kadhi baginda khatib negeri trussan atas perintah sultan alaiddin johan syah (1781-1795).  Di dalam mukaddimah kitab hukum acara tersebut dikatakan bahwa dalam memeriksa perkara maka hakim harus memperhatikan hukum syarak, hukum adat, serta adat dan Resam. [36]
Hukum Islam mengenal dan membenarkan hukum adat.  Dalam literature fiqih Islam hukum adat diakomodir dalam bentuk penerimaan terhadap konsep ‘urf, yaitu sesuatu yang dilakukan oleh masyarakat secara berulang-ulang disuatu daerah sehingga dianggap baik dan tidak bertentangan dengan akal sehat manusia dalam rangka menghargai praktek local sebagai perwujudan dari rasa keadilan masyarakan setempat
Penggunaan ‘urf  sebagai landasan hukum disamping terdapat dalil-dalil secara normatif dari sunnah nabi, juga menjadi bagian dari salah satu pertimbangan dalam penetapan suatu hukum, khususnya hukum-hukum yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan hidup umat manusia, seperti jual beli, perseroan, dan bahkan pengalihan harta dari satu geberasi kepada generasi berikutnya.
Secara umum hukum adat merupakan hukum non statutair yang sebagian besar berasal dari hukum kebiasaan-kebiasaan masyarakat dan sebagian sisanya berasal dari hukum Islam, atau dapat dikatakan bahwa hukum adat merupakan hukum Indonesia asli yang tidak tertulis dalam bentuk perundang-undangan yang sebagiannya mengandung unsur agama. [37]
Menurut Soediman kartohadiprodjo, hukum adat merupakan suatu jenis hukum tidak tertulis yang tertentu yang memiliki dasar pemikiran yang khas yang prinsipil berbeda dengan hukum tertulis lainnya. Hukum adat bukan hukum adat karena bentuknya tidak tertulis, melainkan hukum adat adalah hukum adat karena tersusun dengan dasar pemikiran tertentu yang prinsipil berbeda dari dasar pemikiran hukum barat. [38]
Hukum adat  secara  filosofis merupakan  hukum yang berlaku sesuai dengan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia.  Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam hukum adat yang sebenarnya sangat identik dan bahkan sudah terkandung dalam butir-butir Pancasila. seperti religio magis, gotong royong, musyawarah mufakat dan keadilan.  Dengan demikian Pancasila merupakan kristalisasi dari Hukum Adat. Dan inilah yang merupakan filosofi berlakunya hukum adat.  Masyarakat hukum adat dibentuk oleh sifat dan corak fundamental yang sangat menentukan yaitu cara hidup gotong-royong, dimana kepentingan  bersama lebih diutamakan, sedangkan kepentingan individu diliputi oleh kepentingan bersama (bermuatan publik).  Cara hidup ini berawal dari adanya asumsi masyarakat tentang persatuan atau kerukunan yang akan menjadikan masyarakat tetap berada pada alur kebersamaan atau dapat pula disebut pandangan komunalistik.
Perlu dicatat pula bahwa setelah Indonesia merdeka, khusus di daerah minangkabau telah berkembang pula suatu ajaran yang mengatakan bahwa hukum Islam adalah penyempurnaan hukum adat. Karena itu, kalau terjadi perselisihan antara keduanya, maka yang mesti dijadikan ukuran adalah yang sempurna, yaitu hukum Islam. [39]
Hukum Adat yang hidup, tumbuh dan berkembang  di  Indonesia sesuai  dengan perkembangan zaman yang bersifat  luwes, fleksibel   sesuai  dengan nilai-nilai Pancasila seperti yang tertuang  dalam pembukaan UUD 1945 yang meliputi pokok pokok pikiran  yang menjiwai cita-cita hukum negara baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.
Hukum adat mempunyai ikatan dan pengaruh yang sangat kuat dalam masyarakat. Kekuatan mengikatnya pada masyarakat yang mendukung hukum adat tersebut yang terutama berpangkal pada perasaan keadilannya. Menurut ter Haar bahwa di dalam mengambil keputusan di dalam hukum adat, harus dilakukan dengan memperhatikan sistem hukum, kenyataan sosial dan prikemanusiaan.
Apabila hukum adat tidak dipelajari, sebagai ilmu pengetahuan, maka pada umunya dikalangan masyarakat daerah dalam pembicaraan sehari-hari atau dalam kerapatan-kerapatan adat orang tidak dapat membedakan antara hukum adat dengan adat. jadi dengan mengatakan adat, berarti pula meliputi hukum adat, baik adat tanpa sanksi ataupun adat yang mempunyai sanksi.
Akan tetapi, apabila hukum adat ini ingin dipelajari sebagai suatu studi disiplin ilmu pengetahuan sendiri, maka haruslah dibedakan antara keduanya, sebab agar jelas bidang telaahan yang akan dilakukan terhadap ilmu pengetahuan ini dan eksistensinya sebagai salah satu bidang disiplin ilmu pengetahuan. [40]



BAB III
METODE PENELITIAN

1.         Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.  Menurut Bogdan dan Taylor, penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang dan perilaku yang diteliti. [41] Tujuan dari penelitian kualitatif adalah memahami realitas  empiris di balik fenomena yang ada secara mendalam, rinci, dan tuntas.  Peneliti berusaha masuk ke dalam dunia konseptual subjek penelitian sehingga dapat mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan oleh subjek di sekitar kehidupannya.
Metode kualitatif dapat digunakan untuk mengungkap dan memahami sesuatu di balik fenomena yang sedikitpun belum diketahui.  Metode ini dapat juga digunakan untuk mendapatkan wawasan tentang sesuatu yang baru sedikit diketahui.  Demikian pula metode kualitatif dapat member rincian yang kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan oleh metode kuantitatif. [42]
Dalam penelitian kualitatif, masalah digali dari fakta dan data.  Setelah masalah dirumuskan, data dan fakta digali lagi untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam.  Kemudian secara induktif ditarik kesimpulan berupa kesimpulan penelitian.  Inilah yang menimbulkan istilah ilmu bermula dari fakta dan berakhir dengan faktal.
Jenis penelitian yang diambil oleh peneliti adalah jenis penelitian deskriptif.  Dengan alasan bahwa penelitian ini dilakukan untuk mengambarkan atau menjelaskan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta dan sifat populasi tertentu.  Dengan kata lain pada penelitian deskriptif peneliti hendak mengambarkan suatu gejala (fenomena), atau sifat tertentu; tidak untuk mencari atau menerangkan keterkaitan antara fariabel.  Peneliti deskriptif hanya melukiskan atau mengambarkan apa adanya.  Jadi metode penelitian ini tidak diarahkan untuk menjelaskan hubungan seperti dalam suatu rumusan hipotesis, dan juga tidak memprediksi atau meramal implikasi apa yang akan terjadi manakala suatu variabel dimanipulasi.  Penelitian deskriptif hanya mengumpulkan data untuk mengambarkan fenomena yang sedang terjadi.
Penelitian deskriptif tidak berkenaan dengan menjawab permasalahan permasalahan yang sudah terjadi seperti dalam penelitian sejarah;   penenitian deskriptif adalah penelitian yang berupaya untuk menjelaskan masalah-masalah yang aktual, yakni masalah yang terjadi atau masalah yang muncul pada saat sekarang.  Oleh sebab itu, masalah yang layak diteliti dengan metode deskriptif adalah masalah yang relevan dengan keadaan dewasa ini, baik masalah yang mengandung aspek yang banyak, maupun masalah yang hanya mengandung satu aspek saja yang mungkin hanya berupa kasus tunggal.  Dengan demikian dilihat dari masalah yang dapat diteliti semua metode penelitian, kecuali penelitian sejarah dan eksperimen pada dasarnya adalah penelitian deskriptif. [43]
Dari penelitian ini diharapkan dapat mendeskripsikan pelaksanaan wasiat ditinjau dari hukum adat didesa Talang kecamatan Saronggikabupaten Sumenep yang digali dari pengetahuan peneliti danmasyarakat didesa tersebut.

2.         Kehadiran Peneliti
Kehadiran peneliti terhadap lapangan, penelitian merupakan suatu langkah penting dalam penelitian kualitatif sebagaimana sifat penelitian tersebut ialah bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul data.  Oleh karena itu, kehadiran peneliti di lapangan untuk penelitian kualitatif mutlak diperlukan. [44]Di samping itu, kehadiran peneliti merupakan persiapan untuk memudahkan dan memfokuskan diri terhadap penelitian yang dilakukan, terutama untuk memperoleh data yang sesuai dengan fokus penelitian.
Kehadiran peneliti di lokasi penelitian, peneliti harus mengkordinasiksan terlebih dahulu kepada masyarakat desa Talang (pihak keluarga) untuk mendapatkan izin sekaligus memperoleh informasi tentang pelaksanaan wasiat didesa tersebut. Selanjutnya, pengumpulan data disesuaikan dengan waktu senggang subjek penelitian, sehingga untuk pelaksanaan wawancara dan observasi terlebih dahulu mealui persetujuan pihak yang bersangkutan dan para informan lainnya yang membutuhkan rentang waktu selama 1 bulan dari tanggal 15 juni sampai dengan 14 juli 2018.
Tingkat kepercayaan yang tinggi akan membantu kelancaran proses penelitian, sehingga data yang diinginkan dapat diperoleh dengan mudah dan lengkap.  Peneliti harus menghindari kesan-kesan yang merugikan informan.  Kehadiran dan keterlibatan peneliti dilapangan diketahui secara terbuka oleh subjek penelitian.

3.         Lokasi Penelitian
Dalam penelitian disini, peneliti mengambil lokasi penelitian disalah satu desa yang berada di Sumenep yaitu didesa Talang kecamatan Saronggi.  Karena beberapa alasan
a)      Secara subjektif lokasi ini dapat dijangkau oleh peneliti dan dapat dianggap mampu dijadikan lokasi penelitian baik secara geografis dan praktis.  Seperti waktu, biaya dan tenaga.
b)      Secara objektif lokasi penelitian ini merupakan lingkungan masyarakat yang mayoritas menggunakan sistem pelaksanaan wasiat dalam pembagian harta peninggalan.  Sehingga nanti peneliti mudah dalam menentukan nara sumber atau informan untuk menemukan data-data yang valid.

4.         Sumber Data
Menurut Lofland sebagaimana dikutip Moleong, sumber data dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. [45]Dalam penelitian ini jenis datanya adalah pernyataan-pernyataan yang disampaikan oleh subjek penelitian sesuai dengan seperangkat pertanyaan yang dikemukakan peneliti dengan merujuk pada fokus penelitian yang ada sebagai pedoman.
Sumber data dalam penelitian ini adalah manusia dan non manusia.  Sumber data pada penelitian ini merupakan bagian penting dalam sebuah penelitian karena data merupakan salah satu syarat untuk membentuk suatu rangkaian permasalahan yang terkait dengan penelitian yang akan dikaji.  Sumber data manusia antara lain pemberi wasiat selaku orang yang melakukan wasiat juga ahli waris selaku orang yang akan mendapatkan harta dari pewasiat dan yang akan merawat serta menjaga amanah tersebut.  Data tersebut dirumuskan dalam bentuk transkip wawancara dan catatan lapangan. Sedangkan sumber data non manusia dilakukan dengan jalan analisis dokumen seperti buku catatan hasil dari program maupun fenomena yang ada di desa Talang kecamatan Saronggi kabupaten Sumenep.
Adapun data yang dihimpun dalam penelitian ini mencakup segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan wasiat di desa Talang kecamatan Saronggi kabupaten Sumenep.

5.         Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data yang digunakan antara lain wawancara, observasi, dan analisis dokumen data yang oleh peneliti dapatkan saat melakukan penelitian.
a.    Wawancara
Wawancara dapat didefinisikan sebagai interaksi bahasa yang berlangsung antara dua orang dalam situasi saling berhadapan salah seorang, yaitu yang melakukan wawancara meminta informasi  atau ungkapan kepada orang yang diteliti yang berputar di sekitar pendapat dan keyakinannya. [46]
Menurut Haris Herdiansyah, wawancara umumnya terdiri dari tiga bentuk, yaitu: wawancara terstruktur, wawancara semi terstruktur, dan wawancara tidak terstruktur.  Dalam wawancara terstruktur, daftar pertanyaan sudah tertulis dalam form pertanyaan dengan kategori jawaban yang telah disediakan. Jenis wawancara ini biasanya digunakan dalam penelitian kuantitatif. Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang kurang tegas batasan pembahasannya, wawancara ini lebih tepat digunakan pada konteks wawancara santai, talk-show, seminar atau kuliah umum. Sedangkan dalam wawancara semi terstruktur menggunakan pedoman wawancara (guideline interview) yang berfungsi sebagai parameter, pedoman, dan patokan dalam mengembangkan pertanyaan yang sesuai dengan tema pembahasan. [47]Dan dalam penelitian ini menggunakan bentuk wawancara tidak terstruktur.
Selanjutnya, setelah ditentukan sampel yang dijadikan objek penelitian, maka ditentukan informan dari penelitian ini.  Informan tersebut antara lain:
1)      Pewasiat
2)      Penerima wasiat
3)      Tokoh masyarakat

b.        Observasi
Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan pancaindra mata sebagai alat bantu utamanya selain pancaindra lainnya seperti telinga, penciuman, mulut dan kulit.  Karena itu, observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja pancaindra mata serta dibantu dengan pancaindra lainnya.
Observasi dapat dikategorikan sebagai kegiatan pengumpulan data penelitian apabila memiliki 3 kriteria, yaitu pengamatan digunakan dalam penelitian dan telah direncanakan secara serius, pengamatan harus berkaitan dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan, pengamatan dicatat secara sistematik dan dihubungkan dengan proporsisi umum dan bukan dipaparkan sebagai suatu yang hanya menarik perhatian, dan pengamatan dapat dicek dan dikontrol mengenai keabsahannya. 34
Secara garis besar, observasi dibagi menjadi dua macam, yaitu observasi partisipan dan observasi non partisipan.  Observasi partisipan adalah observasi yang dilakukan oleh peneliti yang berperan sebagai anggota/bagian dari kelompok yang ditelitinya. Sedangkan observasi non-partisipan adalah observasi yang menjadikan peneliti sebagai istrumen untuk mengamati kejadian yang menjadi topik penelitian, tanpa harus menjadi anggota atau bagian dari kelompok yang diteliti. [48] Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi partisipan dengan alasan untuk menjaga objektivitas dan mengurangi bias peneliti pada fenomena tersebut.
Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian dengan pelaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar. Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat dibedakan menjadi observasi partisipan dan observasi non partisipan. [49]
a.       Observasi Partisipan
Dalam observasi ini, peneliti terlibat langsung dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian.  Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data dan ikut merasakan suka dukanya.  Dengan penelitian observasi partisipan ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam dan sambil mengetahui pada tingkat makna setiap perilaku yang nampak.
b.      Observasi Non Partisipan
Peneliti dalam observasi non partisipan ini tidak terlibat langsung dengan aktivitas orang-orang yang diamati dan hanya sebagai pengamat independen.  Dalam hal ini peneliti mencatat, menganalisis dan selanjutnya dapat membuat kesimpulan tentang perilaku orang-orang yang diteliti.  Pengumpulan data dengan observasi non partisipan ini tidak akan mendapatkan data yang mendalam, tidak sampai pada tingkat makna.  Makna adalah nilai-nilai dibalik perilaku yang tampak, yang terucap dan yang tertulis.
Adapun jenis observasi yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data pada penelitian ini adalah observasi non partisipan dimana posisi peneliti tidak terlibat langsung dengan aktivitas orang-orang yang diamati dan hanya sebagai pengamat dalam fenomena tersebut. 



c.    Dokumentasi
Dokumentasi merupakan salah satu metode untuk mengumpulkan data yang sulit diperoleh melalui lisan atau tulisan dari nara sumber.  Menurut Arikunto, metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal variabel yang berupa catatan transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya. [50]
Dengan demikian, dokumentasi yang dimaksud adalah catatan tertulis yang isinya merupakan setiap pernyataan tertulis yang disusun oleh seseorang atau lembaga untuk keperluan pengujian suatu peristiwa dan berguna bagi sumber data, bukti, informasi kealamiahan yang sukar diperoleh, sukar ditemukan dan membuka kesempatan untuk lebih memperluas pengetahuan terhadap yang diselidiki.  Catatan dapat berupa secarik kertas yang berisi tulisan mengenai kenyataan, bukti, ataupun informasi, dapat berupa foto, pita kaset, dan sebagainya. Sehingga melalui studi dokumentasi ini diperoleh data atau dokumen konkrit tentang pelaksanaan wasiat di desa Talang kecamatan Saronggi kabupaten Sumenep.

6.      Analisis Data
Menurut Bogdan dan Biklen sebagaimana dikutip oleh Moleong, analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan  bekerja dengan data, memilah-milah menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintensiskannya, mencari dan menemukan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang akan diceritakan kepada orang lain. [51]
Suatu penelitian yang efektif dan efisien, bila semua data yang dikumpulkan dapat dianalisis dengan teknik analisis tertentu.  Itulah kiranya, pada saat merancang penelitian sudah harus dipikirkan data yang akan dikumpulkan dan teknik analisis data yang akan digunakan.  Peneliti harus memastikan pola analisis data mana yang akan digunakan, apakah akan menggunakan pola analisis statistic atau non statistic.  Pola mana yang akan digunakan sangat tergantung kepada data yang dikumpulkan.
Tujuan utama dari analisis data ialah untuk meringkaskan data dalam bentuk yang mudah dipahami dan mudah ditafsirkan, sehingga hubungan antar problem penelitian dapat dipelajari dan diuji. Untuk itu, kita harus dapat mengolah dan menyajikan data dalam bentuk tabel-tabel atau grafik yang mudah dibaca dan dipahami. [52]
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis non statistik. Dalam penelitian ini yang dianalisis adalah data yang terhimpun dalam transkip wawancara, catatan lapangan, dan dokumen. Tahapan dalam analisis ini adalah melalui pengecekan dan pengorganisasian. Pengecekan data terutama data transkip wawancara, observasi, dan dokumentasi dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kelengkapan data yang diperlukan dalam penyajian data. Sedangkan pengorganisasian data dilakukan dengan mengklasifikasi data yang diperoleh sesuai dengan arah dan fokus penelitian.
Dalam penelitian ini, yang dianalisis adalah data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi, serta dokumentasi yang ada.  Analisis data tersebut dilakukan saat proses pencarian data dan sesudahnya.  Adapun langkah-langkah analisis data kualitatif adalah:
a.      Reduksi data
Reduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.
Adapun tahap dalam reduksi data adalah sebagai berikut:
1)        Checking Data
Pada langkah ini peneliti harus mengecek lagi lengkap tidaknya penelitian, memilih dan menyeleksi data, sehingga hanya yang relevan saja yang digunakan dalam analisa.
2)        Pengelompokan data (organizing)
Pengelompokan data dilakukan dengan memilah-milah atau mengklasifikasikan data sesuai dengan arah fokus penelitian dalam lembar klasifikasi data tersebut. hal ini untuk memudahkan peneliti dalam mengurutkan analisis data sesuai dengan fokus penelitian ini.
3)        Pemberian Kode (coding)
Pemberian kode dimaksudkan untuk menentukan data sesuai dengan kategori dan fokus penelitian.  Adapun kode yang digunakan adalah:
Kode Wawancara :  W-I1/F1/L1/jam/tgl
W        :           wawancara
I           :           informan
F          :           Fokus
L          :           lokasi penelitian
Kode Observasi : O/F1/L1/jam/tgl
O         :           Observasi
F          :           Fokus
L          :           lokasi penelitian
Kode Dokumentasi : D/F1/L1
D         :           Dokumentasi
F          :           Fokus
L          :           lokasi penelitian
b.        Data display (Penyajian data)
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.  Dengan melihat penyajian-penyajian, kita akan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan berdasarkan atas pemahaman yang kita dapat dari penyajian-penyajian tersebut.
c.         Kesimpulan/verifikasi
Penarikan kesimpulan dilakukan manakla peneliti sudah yakin dengan temuan-temuannya. Ketika peneliti ragu terhadap data yang diperoleh dari hasil penelitian, maka dilakukan verifikasi data (pengecekan ulang). Penarikan kesimpulan data dan verifikasi data ini bertujuan untuk validitas data yang telah terkumpul di lapangan dan untuk menarik kesimpulan hasil penelitian.

7.      Pengecekan Keabsahan Data
Peneliti melakukan pengecekan keabsahan temuan data yang dilakukan dengan cermat dan hati-hati. Hal ini dimaksudkan agar penelitian ini tidak sia-sia dan bukan hanya sekedar menjadi seremonial belaka sehingga kegunaan dan manfaat penelitianini benar-benar dirasakan.
Untuk melakukan kegiatan pengecekan keabsahan data, peneliti merasa perlu untuk mengemukakan teknik yang diperlukan dalam mengukur keabsahan temuan tersebut.  Beberapa teknik tersebut antara lain:
a.       Peningkatan Ketekunan
Peningkatan ketekunan secara teliti dan rinci sangat diperlukan dalam penelitian dan juga terhadap hal-hal yang muncul di lapangan. Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. [53]Peningkatan ketekunan dimaksudkan untuk melakukan pendalaman, terutama untuk perilaku tertentu yang agak sulit dijelaskan.  Melalui peningkatan ketekunan akan ditemukan alasan terperinci tentang perilaku tersebut.
b.      Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau pembanding data. [54]
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua jenis triangulasi, yaitu triangulasi sumber dan triangulasi metode.  Triangulasi sumber digunakan untuk menguji kredibilitas data dengan cara mengecek data yang diperoleh melalui beberapa sumber.  Teknik ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data dan membandingkan data yang diperoleh dari satu informan lainnya.  Data-data dari berbagai sumber tersebut kemudian dideskripsikan, dikategorikan, diambil mana yang sama, berbeda, dan spesifik dari data-data tersebut.  Sedangkan triangulasi metode merupakan suatu teknik dengan menggunakan lebih dari satu metode untuk mengadakan cek dan ricek, misalnya membandingkan hasil wawancara dengan pengamatan, sehingga dalam penelitian ini yang digunakan triangulasi sumber dan metode.

8.      Tahap-tahap Penelitian
Agar penelitian yang dilakukan ini memiliki bobot yang cukup memadai dan dapat memberikan kesimpulan-kesimpulan yang tidak meragukan, maka pada tahap-tahap penelitian yang dilakukan harus serasi dan saling mendukung antara yang satu dengan yang lainnya.
Adapun tahap-tahap penelitian yang harus dilakukan oleh peneliti khususnya dalam kegiatan penelitian ini adalah:
a.       Tahap pra lapangan
Tahap pra lapangan adalah tahap dimana ditetapkan apa saja yang harus dilakukan sebelum seorang peneliti masuk ke lapangan objek studi. [55] Tahap ini terdiri dari kegiatan menyusun rencana penelitian, memilih lapangan penelitian, memilih dan memanfaatkan informan untuk memperoleh data yang valid, menyiapkan perlengkapan penelitiandan mengantisipasi persoalan ketika penelitian, serta mempererat hubungan dengan subjek sehingga lebih terbuka dalam memberikan informasi.
b.      Tahap pekerjaan lapangan
Tahap pekerjaan lapangan terdiri dari memahami konteks penelitian dan persiapan diri, memasuki lapangan, mengumpulkan data, mengorganisasi data, serta kategorisasi data dengan maksud memilih data sesuai fokus penelitian sekaligus untuk mempermudah dalam mendeskripsikan data. [56]
c.       Tahap penyusunan laporan
Setelah proses penelitian selesai, maka segala sesuatu yang diperoleh dari data penelitian lapangan disusun dan dilaporkan secara tertulis.



BAB IV
PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN

A.      PAPARAN DATA
Paparan data dalam penelitian ini merupakan deskripsi tentang hasil penelitian yang diperoleh dilapangan sebagaimana berikut ini:
1.         Paparan Data Lokasi Penelitian
Data latar belakang lokasi penelitian merupakan data-data yang berkaitan dengan tinjauan hukum adat terhadap pelaksanaan pembagian harta peninggalan melalui wasiat di desa talang kecamatan saronggi kabupaten sumenep, selanjutnya peneliti uraikan di bawah ini:
a.    Profil Singkat Desa Talang
1)      Letak Geografi
Wilayah Desa Talang secara geografis berada di 35,600 mT - 426000 mT; 123000 mU-911000 mU. Dilihat dari topografi ketinggian wilayah Talang berada pada 30 m ketinggian dari permukaan air laut dengan keadaan curah hujan rata-rata 25 mm/thn, serta suhu rata-rata per tahun adalah 35º C dengan kelembapan udara rata-rata 75% pertahun. Secara administrasi Desa Talang terletak di wilayah Kecamatan Saronggi, Kabupaten Sumenep.Wilayah Desa Talang secara administratif dibatasi oleh wilayah desa-desa tetangga. Disebelah utara berbatasan dengan Desa Meddelan, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Aeng tong-tong. Di sisi barat berbatasan dengan Desa Kambingan Timur, sedangkan di sisi timur berbatasan dengan Desa Juluk. Luas wilayah Desa Talang sebesar 814,09 Ha. Luas lahan yang ada terbagi dalam beberapa peruntukan, dapat dikelompokkan seperti untuk fasilitas umum, pemukiman, pertanian, kegiatan ekonomi dan lain-lain. Luas lahan yang diperuntukan fasilitas umum adalah sebagai berikut: luas tanah untuk jalan 123,5 Ha; tanah untuk bangunan umum 123,09 Ha; luas lahan untuk pemakaman 40 Ha.
Sedangkan untuk aktivitas pertanian dan penunjangnya terdiri dari: Lahan ladang seluas 263,05 Ha; lahan Pertanian seluas 153,00 Ha, dan lahan tanah kritis 106,75 Ha.
Wilayah Desa Talang terdiri dari 6 Dusun yang dapat dikelompokkan ke dalam 6 wilayah Kring, yaitu Kring I, saampai dengan Kring VI, Digunakannya istilah Kring untuk pembagian kelompok untuk lebih mempermudah pemerintahan desa dalam menjalankan kegiatan-kegiatn pemerintahan desa.  Ke Enam wilayah kring tersebut, meliputi:
a)      Wilayah Kring I
Wilayah Kring 1 Terdiri atas 5 Rukun Tetangga (RT) terdiri dari RT 1,2,3,4.5 dan terdapat 2 Rukun warga (RW) antara lain RW 1, 2 kring ini berlokasikan di dusun Talang  Laok Wilayah Kring I
b)      Wilayah Kring II
Wilayah Kring 2 Terdiri atas 5 rukun tetangga (RT) terdiri dari RT 1.2.3.4.5 dan terdapat 2 Rukun warga (RW) antara lain RW 3,4  Kring ini berlokasikan di dusun Baratan
c)      Wilayah Kring III
Wilayah Kring 3 Terdiri atas 6 Rukun Tetangga (RT) terdiri dari RT 1.2.3.4.5.6 dan terdapat 2 Rukun warga (RW) antara lain RW 5,6   kring ini berlokasikan di dusun Ares Tengah
d)     Wilayah Kring IV
Wilayah Kring 4 Terdiri atas 6 Rukun Tetangga (RT) terdiri dari RT 1,2,3,4,5,6  dan terdapat 2 Rukun Warga (RW) antara lain RW 7,8, kring ini berlokasikan di Dusun Ares Timur.
e)      Wilayah Kring V
Wilayah Kring 5 Terdiri atas 5 Rukun Tetangga (RT) terdiri dari RT 1,2,3,4,5 dan terdapat 2 Rukun warga (RW) antara lain RW 9,10   kring ini berlokasikan di dusun Laok Lorong
f)       Wilayah Kring VI
Wilayah Kring 6 Terdiri atas 2 Rukun Tetangga (RT) terdiri dari RT 1.2. dan terdapat 1 Rukun warga (RW) yaitu RW 11  kring ini berlokasikan di dusun Serseran
2)        Kondisi dan Ciri Geologis Wilayah
Wilayah desa Talang secara umum mempunyai ciri geologis berupa lahan tanah berbatu dan pesawahan yang cocok untuk tanaman jenis polowijo dan padi. Sehingga tidak heran apabila hasil pertanian dari desa Talang terutama polowijo berupa kacang tanah, kedelai dan jenis kacang-kacangan yang lain, dianggap berkualitas bagus oleh pasar. Selain menghasilkan produksi polowijo juga menghasilkan tembakau berkulitas bagus.
Desa Talang sangat bagus untuk memacu produktifitas tembakau, tidak heran beberapa pabrik besar yang memproduksi rokok dari bahan tembakau. Sehingga pihak pabrikan berlombalomba memberi pinjaman modal melalui kelompok tani yang berada di Desa Talang.
Di wilayah Kring I terutama daerah paling barat-sisi utara, ciri geologisnya berupa tanah berbatuan jenis batu putih dengan lapisan atasnya, tanah lempung berwarnah merah. Secara topografi tanah ini berbentuk pegunungan/dataran tinggi dengan ketinggian dpl. 68 m.
Sementara di Wilayah kring II topografi tanahnya datar dengan jenis tanah lempung yang dekat sekali dengan persawahan.
b.   Visi dan Misi Desa Talang
1) Visi
Penyusunan RPJM Desa Talang sebagai pedoman program kerja Pemerintah Desa bersama Lembaga-lembaga tingkat Desa dan seluruh warga masyarakat Talang maupun para pihak yang berkepentingan. RPJM Desa adalah pedoman program kerja untuk masa lima tahun. RPJM Desa sebagai pedoman program kerja untuk masa lima tahun merupakan turunan dari sebuah cita-cita yang ingin dicapai dimasa depan oleh segenap warga masyarakat Desa Talang.
Cita-cita masa depan sebagai tujuan jangka panjang yang ingin diraih Desa Talang, merupakan arah kebijakan dari RPJM Desa yang dirumuskan setiap lima tahun sekali. Cita-cita masa depan Desa Talang disebut juga sebagai Visi dan Misi Desa Talang .
a)      Visi pemerintahan dalam membangun masyarakat Desa Talang antara lain: Pemberdayaan Masyarakat
b)      Mensejahterakan Warga
c)      Jujur dan adil



2) Misi
Misi desa Talang merupakan turunan dari Visi desa Talang. Misi merupakan tujuan jangka lebih pendek dari visi yang menunjang keberhasilan tercapainya sebuah visi. Maka disusunlah Misi Desa Talang antara lain:
a)      Membangun dan mendorong majunya bidang pendidikan baik formal atau non formal yang mudah diakses dan dinikmati seluruh warga masyarakat tanpa terkecuali.
b)      Membangun dan mendorong terciptanya pendidikan yang menghasilkan insan intelektual, insan inovatif dan insan enterpreneur.
c)      Membangun dan mendorong terwujudnya pendidikan kejuruan atau keahlian baik formal maupun informal yang berbasiskan dan mengembangkan sektor pertanian, perkebunan dan peternakan.
d)     Membangun dan mendorong usaha-usaha untuk mengembangkan sektor pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan, baik tahap produksi maupun pengolahan hasilnya.
e)      Membangun dan mendorong usaha-usaha untuk optimalisasi sektor pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan, baik tahap produksinya maupun pengolahan hasilnya.
f)       Menjamin dan mendorong usaha-usaha untuk terciptanya pembangunan di segala bidang yang berwawasan lingkungan dan kebencanaan, sehingga terjadi keberlanjutan usaha-usaha pembangunan dan pemanfaatannya.



c.    Sejarah Desa Talang
Konon kabarnya berdasarkan beberapa cerita atau    penuturan    sebagai sumber bahwa Nama Desa Talang berasal dari kata Rumput Ilalang  yang  bahasa maduranya lalang sehingga dinamakan Desa Talang
Secara historis, sejak dahulu kala Desa Talang berada di wilayah kecamatan yang bernama Kecamatan Saronggi. Dalam sejarahnya desa Talang merupakan gabungan dari dua desa yaitu Desa Talang dan Desa Larangan, kemudian dimasa penjajahan Belanda pada tahun 1920  Desa Talang dan Desa Larangan dijadikan satu Desa yaitu diberi nama Desa Talang.
Desa Talang hingga saat ini telah terjadi 7 kali perubahan kepemimpian antara lain:
1) H. Asmuni                                      : 1903 – 1923
2) Supatrah                                          : 1923 – 1980
3) H. Abd. Asis                                   : 1980 – 1984
4) Rasyidi                                            : 1984 – 1992
5) H. Amin Rusdi                               : 1992 – 2002
6) H. Imam Busri                                : 2002 -2007
7) Hj. Mu’immah                                : 2008 – 2020
d.   Struktur Organisasi Desa Talang
Dusun sebagai bagian dari satuan wilayah pemerintahan Desa Talang memiliki fungsi yang sangat berarti tehadap pelayanan kepentingan masyarakat wilayah tersebut. Terutama hubungannya berkaitan dengan pemerintahan pada level di atasnya.
Struktur kepemimpinan Desa Talang tidak bisa lepas dari struktur administratif pemerintahan pada level diatasnya. Hal ini dapat dilihat dalam bagan di bawah ini:



BAGAN STRUKTUR ORGANISASI DESA TALANG
Description: C:\Users\asus\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCache\Content.Word\Screenshot_2018-09-24-20-59-51-878_com.microsoft.office.word.png











Demografis / Kependudukan
Berdasarkan Data Administrasi Pemerintahan Desa, jumlah penduduk yang tercatat secara administrasi, jumlah total 5.567 jiwa. Dengan rincian penduduk berjenis kelamin Laki-laki 2.458 berjumlah  jiwa, sedangkan berjenis kelamin perempuan berjumlah 3.084 jiwa.
Survei Data Sekunder dilakukan oleh Fasilitator Pembangunan Desa, dimaksudkan sebagai data pembanding dari data yang ada di Pemerintah Desa. Survei Data Sekunder yang dilakukan pada bulan Mei 2016, berkaitan dengan data penduduk pada saat itu, terlihat dari blangko yang diisi oleh ketua RT dilingkungan masing-masing.

e.    Monografi Desa
Tabel 1.
Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Desa Talang Tahun 2018
NO
JENIS KELAMIN
JUMLAH
PROSENTASE (%)
1
Laki-laki
2.458
47 %
2
Perempuan
3.084
53 %
Jumlah
5.567
100 %
Sumber: Data survey sekunder Desa Talang, Kec. Saronggi Mei Tahun 2018
Seperti terlihat dalam tabel diatas, tercatat jumlah total penduduk Desa Talang 5.542 jiwa, terdiri dari laki-laki 2.458 jiwa atau 47% dari total jumlah penduduk yang tercatat. Sementara perempuan 3.084 jiwa atau 53% dari total jumlah penduduk yang tercatat.
Dari hasil survei data sekunder dibandingkan dengan data yang ada di administrasi desa, terdapat selisih 124 jiwa yang tidak tercatat didalam survei data sekunder. Hal ini mendorong pemerintah desa untuk memperbaiki sistem administrasinya dan melakukan cek ulang terhadap penyebab terjadinya selisih data penduduk tersebut. Sampai saat ini didapatkan kesimpulan sementara bahwa terjadinya selisih tersebut dikarenakan banyaknya warga desa Talang adanya simpangsiur dalam pembuatan KK (Kartu Keluarga)
Dari hasil survei data sekunder dapat diketahui proporsi jumlah penduduk yang berdiam di wilayah tingkat Kring maupun Dusun. Di Kring I,II,III,IV,V dan VI proporsi jumlah penduduk yang berdiam di wilayah tersebut 17 % dari total populasi penduduk yang tersurvei. Di Kring II, proporsi jumlah penduduk yang berdiam di wilayah tersebut 17 % dari total populasi penduduk yang tersurvei.
Dimasing-masing Kring dapat diketahui prosentase terbesar populasi penduduk berdiam. Di Kring III, prosentase populasi penduduk terbesar   berdiam berada di Talang, yaitu 19 % dari total jumlah penduduk yang tersurvei. Di Kring III, prosentase populasi penduduk terbesar berdiam berada Di Aes Tengah, yaitu 19 % dari total jumlah penduduk yang tersurvei.
Untuk lebih mengetahui kondisi yang nyata tentang jumlah penduduk di wilayah dusun-dusun di Desa Talang secara terperinci dapat dilihat pada Lampiran Tabel 2.
Agar dapat mendiskripsikan lebih lengkap tentang informasi keadaan kependudukan di Desa Talang dilakukan identifikasi jumlah penduduk dengan menitik beratkan pada klasifikasi usia dan jenis kelamin. Sehingga akan diperoleh gambaran tentang kependudukan Desa Talang yang lebih komprehensif. Untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan deskripsi tentang jumlah penduduk di Desa Talang berdasarkan pada usia dan jenis kelamin secara detail dapat dilihat dalam lampiran tabel 2 berikut ini:
Tabel. 2.
Jumlah Penduduk Berdasarkan Struktur Usia
No
Kelompok usia
L
P
Jumlah
Prosentase %
1
0 – 5
177
181
358

2
6 – 10
357
395
752

3
11 – 25
779
849
1628

4
26 – 50
895
907
1802

5
50 Th Keatas
482
521
1002

Jumlah
2690
2853
5567
100 %
Sumber: Data survey sekunder Desa Talang, Kecamatan Saronggi Mei Tahun 2018.

f. Pendidikan
 Pendidikan adalah satu hal penting dalam memajukan tingkat kesejahteraan pada umumnya dan tingkat perekonomian pada khususnya. Dengan tingkat pendidikan yang tinggi maka akan mendongkrak tingkat kecakapan. Tingkat kecakapan juga akan mendorong tumbuhnya ketrampilan kewirausahaan.
Dan pada gilirannya mendorong munculnya lapangan pekerjaan baru. Dengan sendirinya akan membantu program pemerintah untuk pembukaan lapangan kerja baru guna mengatasi pengangguran. Pendidikan biasanya akan dapat mempertajam sistimatika pikir atau pola pikir individu, selain itu mudah menerima informasi yang lebih maju. Dibawah ini tabel yang menunjukan tingkat rata-rata pendidikan warga desa Talang,dengan demikian bisa dilihat dalam tabel berikut:
Tabel. 3.
Jumlah Penduduk Tamat Sekolah Berdasarkan jenjang pendidikan
Desa Talang Tahun 2018
No
Pendidikan
Jumlah yang lulus
Prosentase %
1
SD / MI
2053

2
SLTP / MTs
821

3
SLTA / MA
708

4
Perguruan tinggi
105

Jumlah
3687




Sumber: Data survey sekunder Desa Talang, September Tahun 2016.
g. Mata Pencaharian
Secara umum mata pencaharian warga masyarakat Desa Talang dapat teridentifikasi ke dalam beberapa bidang mata pencaharian, seperti: petani, buruh-tani, PNS/TNI/POLRI, karyawan swasta, pedagang, wirausaha, pensiunan, buruh-bangunan/tukang, peternak. jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel. 4.
Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Desa Talang  Tahun 2018
No
Pencaharian
Jumlah
Prosentase %
1
Petani
2938

2
Nelayan
-

3
Swasta
523

4
Kuli bangunan
76

5
Pensiunan
30

6
Peternak
1343

7
Seniman
-

8
PNS / Polri / TNI
117

9
Guru Ngaji
63

10
Lain-lain
452

Jumlah
5567


h. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama
Dalam pespektif agama, masyarakat di Desa Talang termasuk dalam kategori masyarakat yang mendekati satu kultur Hal ini dikarenakan semua  masyarakat beragama Islam. Secara kultural, pegangan agama ini didapat dari hubungan kekeluargaan ataupun kekerabatan yang kental diantara mereka. Selain itu perkembangan agama berkembang berdasarkan turunan dari orang tua ke anak dan ke cucu.
Informasi yang diperoleh melalui wawancara mendalam dari tokoh-tokoh tua, bahwa selama ini pola-pola hubungan antar masyarakat masih banyak dipengaruhi oleh kultur organisasi Islam, seperti NU ataupun Muhammadiyah. Meskipun begitu, situasi kondusif selama ini dapat tercipta dan terjaga. Jumlah penduduk Desa Talang berdasarkan agama dapat dilihat dalam lampiran tabel 5.
Tabel. 5.
Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama
Desa Talang Kec. Saronggi Kab. Sumenep Tahun 2018
No. Agama Jumlah Prosentase %
No
Islam
Katholik
Kristen
Hindu
Budha
1
100 %
-
-
-
-
Sumber: Data Survey sekunder Desa Talang, Kecamatan Saronggi, Mei Tahun 2018.
Dalam tabel 5 tersebut dapat dilihat bahwa jumlah penduduk Desa Talang yang beragama Islam mendominasi dengan jumlah 100 %     Islam sebagai agama yang dipeluk warga, mendominasi diseluruh Dusun yang ada di Desa Talang.
i. Dinamika Politik Desa
Seiring dengan perubahan dinamika politik dan sistem politik di Indonesia yang lebih demokratis, memberikan pengaruh kepada masyarakat untuk menerapkan suatu mekanisme politik yang dipandang lebih demokratis.  Dalam dinamika politik, memang mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Jabatan Kepala Desa sejak lama ditentukan dengan cara dipilih  secara langsung oleh masyarakat Desa Talang. Biasanya para Calon Kepala Desa yang akan ikut pemilihan adalah orang yang punya kaitan dengan elit lama desa tersebut, misalnya anak Kepala Desa terdahulu atau turunan dan keluraganya. Hal ini tidak terlepas dari anggapan masyarakat banyak di desa-desa bahwa jabatan Kepala Desa adalah jabatan garis tangan keluarga-keluarga tersebut.
Kepala Desa merupakan suatu jabatan yang tidak serta merta dapat diwariskan kepada putra seorang Kepala Desa. Kepala Desa dipilih berdasarkan etos kerja, kejujuran serta kedekatan dengan warga sekitar. Seorang Kepala Desa bisa diganti sebelum masa jabatannya habis, jika seorang Kepala Desa melakukan hal-hal yang melanggar peraturan maupun norma-norma yang berlaku. Kepala Desa juga bisa diganti jika berhalangan tetap.
Saat ini, siapa saja yang merasa mampu meskipun dari latar belakang apapun asal berani mencalonkan diri, bisa menjadi calon Kepala Desa tentu dengan memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan dalam perundangan yang berlaku. Pilihan jabatan Kepala Desa terakhir dilaksanakan pada bulan 2014. Pada pilihan Kepala Desa saat itu tingkat partisipasi masyarakat sangat tinggi. Tercatat jumlah hak pilih sebanyak 5.130 pemilih, dari jumlah itu sebayak 4.310 orang menggunakan hak pilihnya. Terdapat dua orang calon Kepala Desa yang mengikuti pemilihan Kepala Desa. Pemilihan Kepala Desa bagi warga masyarakat desa Talang bagaikan acara perayaan desa dimana pada saat tersebut dimenangkan oleh Ibu Hj. Mu’immah.
Paska semua pemilihan situasi kembali berjalan normal, masyarakat tidak terus menerus tersekat-sekat dalam kelompok-kelompok pilihannya. Hal ini terbukti kehidupan tolong-menolong maupun gotong- royong tetap berjalan dengan baik.
Pola kepemimpinan di wilayah Desa Talang dalam pengambilan keputusan berada di tangan Kepala Desa, namun semua dilakukan dengan mekanisme yang melibatkan pertimbangan dari masyarakat. Keterwakilan masyarakat ditingkat desa, diwadahi BPD. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga di tingkat desa. Untuk menjadi keanggotaannya harus melalui mekanisme musyawarah. BPD berfungsi sebagai badan perwakilan warga masyarakat desa yang bertugas mirip dengan legislatif. Kebijakan-kebijakan pemerintahan desa harus mendapat persetujuan dari BPD. Dengan demikian terlihat bahwa pola kepemimpinan di wilayah Desa Talang mengedepankan pola kepemimpinan yang demokratis. Begitu pula untuk jabatan kepala Dusun.
Berdasarkan deskripsi dari beberapa fakta-fakta diatas, dapat disimpulkan bahwa Desa Talang mempunyai dinamika politik lokal yang bagus. Hal ini terlihat baik dari segi pola kepemimpinan, mekanisme pemilihan kepemimpinan, sampai dengan partisipasi masyarakat dalam menerapkan sistem politik demokratis ke dalam kehidupan politik lokal. Tetapi minat terhadap politik nasional terlihat masih sangat kurang antusias. Hal ini dapat dimengerti dikarenakan dinamika politik nasional dalam kehidupan keseharian masyarakat Talang kurang mempunyai greget, terutama yangberkaitan dengan permasalahan, kebutuhan dan kepentingan masyarakat secara langsung.
j. Aspek-aspek Sosial dan Budaya
Prespektif Budaya Masyarakat di Desa Talang masih sangat kental dengan budaya Madura. Hal ini dapat dimengerti karena hampir semua desa di Kabupaten Sumenep masih kuat terpengaruh dengan adanya pusat kebudayaan Madura yang tercermin dari keberadaan Keraton Kasultanan dari latar belakang budaya,kita bisa melihat aspek sosial dan budaya yang berpengaruh dalam kehidupan masyarakat. Didalam hubungannya dengan Agama yang dianut misalnya, Islam sebagai agama mayoritas dianut masyarakat, dalam menjalankanya sangat kental dengan tradisi budaya Madura.
Tradisi budaya Madura sendiri berkembang dan banyak dipengaruhi ritual-ritual agama atau kepercayaan masyarakat sebelum Agama Islam masuk. Hal ini menjelaskan mengapa peringatan-peringatan keagamaan yang ada di masyarakat, terutama Islam karena dipeluk mayoritas masyarakat, dalam menjalankannya muncul kesan nuansa tradisinya. Contoh yang bisa kita lihat adalah peringatan Tahun Baru Hijriah, sejak zaman dahulu Tahun Baru Hijriah dimaknai sebagai tahun baru Suro atau yang dikenal Suroan. Nama ini diambil adari bulan Assyuro dalam kalender Hijriah/Islam. Dalam cara memperingatinyapun bercampur antara doa-doa Agama Islam dan melakukan tindakan yang biasa dijalankan dalam tradisi masyarakat Madura. Contoh antara lain adalah aberebbe tradisi tahunan yang dilakukan menjelang Bulan Puasa/Ramadhan untuk shadaqah menengok dan membersihkan makam orang tua maupun kerabat dan leluhur, kegiatan ini dikombinasikan dengan Doa untuk yang sudah meninggal; Mauludan – berasal dari kata Milad (Bhs. Arab) artinya kelahiran Nabi Muhammad SAW. Yang diperingati di sini dengan membuat apem dibagi-bagikan ke tetangga, di Mushalla membuat Gunungan (hasil bumi dan makanan yang disusun seperti gunung) didoakan dengan cara Islam setelah itu diarak dan pada akhirnya diperebutkan oleh masyarakat yang datang dari mana-mana terutama dari Kabupaten Sumenep. 
Secara individual didalam keluarga masyarakat Talang, tradisi dipadu dengan agama terutama Islam, juga masih tetap dipegang. Tradisi ini dilakukan selain sebagai kepercayaan yang masih diyakini sekaligus digunakan sebagai bagian cara untuk bersosialisasi dan berinteraksi di masyarakat. Misalkan: tradisi mengirim doa untuk orang tua atau leluhur dilakukan dengan mengundang tetangga dan kenalan yang disebut Slametan. Selametan ini biasanya dilakukan mulai dari satu sampai tujuh hari keluarga yang ditinggal mati, yang disebut Tahlilan. Selanjutnya hari keseratus dari tanggal kematian yang disebut Slametan Nyatus, berikutnya hari kesetahun, berikutnya hari ke tiga tahun yang disebut Slametan Nyewu. Perhitungan tanggal kegiatan dilakukan dengan menggunakan tanggalan.
Bersyukur kepada tuhan karena dikaruniai anak pertama pada tradisi masyarakat Talang juga masih berjalan, disebut Pelet Petteng ketika kandungan ibu menginjak usia tujuh bulan. Namun yang paling populer di wilayah Perkampungan di Desa Talang, khususnya di masing-masing kring adalah adat tradisi Assyaro membuat bubur putih yang kemudian dimakan secara bersama-sama oleh seluruh warga masyarakat di Moshalla  masing-masing. Kegiatan ini adalah salah satu kegiatan bersama yang dilakukan untuk menghormati para leluhur yang merintis tumbuhnya Perkampungan atau Desa sekaligus untuk gotong royong membersihkan desa.
k. Dampak Bencana
Secara garis besar Desa Talang pernah terjadi 2 kali gagal panin yaitu Bulan Juni 1998 gagal panen tembakau kerena disebabkan hujan sehingga masyarakat mengalami kerugian yang mengakibatkan perekonomian masyarakat Desa Talang  memburuk dan pada Tahun 2004 terdapat gagal panen padi disebabkan serangan hama sehingga masyarakat kekurangan stok padi untuk kebutuhan hidup.
Dan terjadi 2 kali bencana angin Puting Beliung yang mengakibatkan kegelisahan masyarakat pada Tahun 2014 dan 2018.



2.      Paparan Data Fokus Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian, maka diperoleh paparan data sebagai berikut:
a.        Pelaksanaan wasiat di desa talang kecamatan saronggi kabupaten sumenep berdasarkan hukum adat
Bentuk pembagian harta yang dilaksanakan oleh masyarakat didesa talang kecamatan saronggi kabupaten sumenep ialah dengan menggunakan pelaksanaan wasiat.
Pelaksanaan wasiat yang dilakukan oleh masyarakat didesa talang kecamatan saronggi kabupaten sumenep yaitu dilaksanakan ketika hampir meninggal dunia, ada pula yang dilaksanakan ketika anaknya sudah menikah, karena memang jika anak sudah menikah dianggap sudah mampu mengelola harta yang akan diberikan oleh orang tua.
Pelaksanaan wasiat dilakukan dengan cara lisan tidak dengan secara tertulis, karena masyarakat didesa talang kecamatan saronggi kabupaten sumenep menganggap lebih mudah untuk dilakukan dan adil dalam membagikan semua harta yang mereka miliki kepada anak-anaknya. Hal ini sesuai dengan penuturan ibu kepala desa talang kecamatan saronggi kabupaten sumenep. Hj. Muimmah menuturkan hal berikut:
“pelaksanaan wasiat itu, dilaksanakan dengan cara lisan. Jadi, orang tua tinggal membagi secara langsung yang disaksikan oleh semua anak-anaknya dan kerabat terdekatnya. Pembagian harta dengan wasiat ini harus ada saksi, dan yang menjadi saksi terhadap pelaksanaan wasiat itu adalah kerabat terdekatnya yang hadir dan ikut berkumpul dalam pembagian harta tersebut. Pelaksanaan wasiat ini bisa dicabut kembali oleh pewasiat dikemudian hari jika terjadi masalah nantinya, meskipun harta tersebut sudah hak milik dari anaknya, orang tua masih bisa untuk memintanya kembali. Selain wasiat ini bisa dibatalkan juga ada wasiat yang tidak boleh dilaksanakan, yaitu wasiat yang bertentangan dengan hukum agama. Jika kemudian hari terjadi masalah atau terjadi sengketa dalam pelaksanaan wasiat ini, akan diatasi langsung oleh aparat desa“.[57]

Selaras dengan apa yang disampaikan oleh salah satu tokoh masyarakat didesa talang yaitu, bapak H. Abd. Rasyid S. Ag. Bahwa:
“Pelaksanaan wasiat yang dilakukan masyarakat didesa talang kecamatan saronggi kabupaten sumenep tidak jauh berbeda dengan tatacara agama yang sudah menjadi aturan dalam islam, wasiat itu hak kesukaan dan kesenangan bagi masyarakat karena selain mudah dilaksanakan juga lebih adil dalam membagi harta kepada keluarganya. pelaksanaan wasiat dilaksanakan secara tunjuk yang dilakukan dengan mengumpulkan semua pihak keluarga yang memang berkepentingan dalam pembagian harta peninggalan tersebut, yakni harus ada pewasiat (orang tua), penerima wasiat (anak). Untuk menjaga agar dikemudian hari tidak terjadi masalah dalam pelaksanaan wasiat harus ada saksi yang memang tau persis dengan pembagian harta tersebut”.[58]

Hal yang sama juga disampaikan oleh bapak H. Abdullah duki selaku pemberi wasiat:
“Pelaksanaan wasiat itu dengan secara lisan, dibagikannya harta tersebut ketika anak yang paling besar sudah menikah dan diberikan secara bersamaan. Jadi, orang tua memasrahkan hartanya kepada anak-anaknya dengan tinggal menunjuk bagian mana yang akan diberikan dengan catatan harus adil, dalam membagi hartanya orang tua harus mengumpulkan semua anak-anaknya, jika sudah berkeluarga juga dengan keluarganya sebagai saksi dari pelaksanaan wasiat tersebut. Semua itu dilaksanakan didepan semua anak-anaknya, karena dengan itu mereka bisa tau bagian mana yang akan dikelola oleh mereka nantinya. Dan saling menjaga terhadap amanah yang diberikan oleh orang tua terhadap mereka”.[59]

Selaras dengan hal tersebut, imron selaku penerima wasiat juga mengatakan bahwa:
“Sebenarnya yang pertama diwasiatkan oleh orang tua itu bukan harta melainkan saling jaga kerukunan antar saudara, setelah orang tua sudah yakin bahwa sudah rukun antar saudara maka baru orang tua membagikan hartanya terhadap anak-anaknya secara adil. Sistemnya tidak menggunakan secara tertulis akan tetapi secara lisan. Mengumpulkan semua kelurganya dan membaginya secara adil atau merata, selain adil harus melalui persetujuan dari semua anak-anaknya, agar tidak terjadi pertengkaran dikemudian hari.[60]

Pelaksanaan wasiat di desa talang kecamatan saronggi kabupaten sumenep sudah menjadi tradisi turun temurun dari nenek moyang mereka, serta mayoritas semua masyarakat desa talang menggunakan hal tersebut, baik kepala desa, warga, serta tokoh masyarakat. Hal ini karena masyarakat desa talang menyadari bahwa dengan membagikan harta peninggalannya melalui wasiat selain lebih mudah untuk dilaksanakan juga lebih adil dalam membagikan semua hartanya.
“Dalam pembagian harta bagi orang yang akan meninggal dunia itu cuman dengan menunjuk bagian mana saja yang akan diberikan ke anak pertama dan dimana saja yang akan diberikan ke anak yang kedua serta seterusnya, itu dilakukan dengan mengumpulkan semua anak-anaknya dan dibagikan didepan mereka secara adil. Itupun orang tua masih mengambil sebagian dari harta tersebut untuk dikelola semasa hidupnya, dan akan dibagi sesuai dengan banyaknya anak dari orang tua tersebut, setelah ia meninggal dunia. Semua itu atas kesepakatan semua anak-anaknya, dan diketahui oleh keluarga yang hadir pada waktu itu sebagai saksi mata”.[61]

Salah seorang warga juga berpendapat bahwa:
“Pelaksanaan wasiat ini sudah banyak dilakukan oleh masyarakat desa talang, pelaksanaan wasiat dilaksanakan secara lisan dan dilaksanakan dirumah sendiri, Pelaksanaan wasiat ini dilaksanakan dengan mengumpulkan semua pihak keluarga dan membagi secara adil, dan harus menggunakan saksi karena dengan adanya saksi ketentuan tersebut tidak bisa diotak-atik oleh siapapun kecuali orang tua (pewasiat), Jika tidak menggunakan saksi maka akan fatal. Pihak keluarga yang kuat untuk dijadikan saksi adalah saudara dari orang tua (pewasiat). Wasiat tersebut bisa dibatalkan jika ada konflik dikemudian hari dengan cara mengumpulkan semua pihak keluarga dan disampaikan bahwa wasiat tersebut sudah dicabut dan diambil kembali oleh pewasiat”.[62]

Dalam hal ini, salah satu tokoh masyarakat juga berpendapat bahwa:
“Wasiat itu dilaksanakan sebelum meninggal dunia, dengan secara lisan mengucapkan kepada anak-anaknya bagian mana saja yang akan diberikan oleh orang tua. Dan semua yang dikatakan oleh orang yang akan meninggal dunia itu merupakan wasiat, misalnya seperti orang yang akan meninggal dunia meminta untuk dikuburkan disuatu tempat, itu harus dilakukan oleh anak-anaknya, ada juga yang tidak bisa dilakukan oleh anak-anaknya, misalnya berwasiat kalok meninggal dunia harus mengadakan saronen, itu tidak harus dilaksanakan meskipun wasiat karena bertentangan dengan hukum agama.[63]

Dari hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa dalam pelaksanaan pembagian harta peninggalan melalui wasiat yaitu dengan mengumpulkan semua keluarga, diantaranya pemberi wasiat dan penerima wasiat.
Pelaksanaan wasiat dibagikan secara lisan dan disaksikan oleh semua penerima wasiat juga keluarga terdekat yaitu sebagai saksi dari pelaksanaan tersebut, agar semua tau wasiat apa yang akan diberikan oleh orang tua terhadap mereka, dan saling menjaga terhadap wasiat tersebut, serta kedepannya saling menjaga kerukunan antar satu sama lain.
Dalam pelaksanaan wasiat ini bisa dicabut atau dibatalkan jika dikemudian hari terdapat masalah yang memang merugikan terhadap pemberi wasiat. Karena, wasiat itu suatu keharusan yang harus dilaksanakan oleh seseorang untuk memberi wasiat atau menerima wasiat.  Oleh karena itu, orang yang memberi wasiat itu boleh saja menarik kembali wasiat yang dinyatakan, baik itu wasiat yang berkenaan dengan kekuasaan atau wilayah.
Hasil wawancara tersebut juga diperkuat dengan hasil observasi yang peneliti lakukan di desa talang. Terbukti dengan menggunakan pelaksanaan wasiat masyarakat desa talang mudah dalam membagi hartanya dan tidak terjadi pertengkaran dikemudian hari, karna memang dalam pembagiannya tidak berat sebelah istilahnya dibagikan secara adil dan merata, serta disaksikan oleh keluarga lainnya sebagai saksi.
b.        Faktor-faktor penyebab terjadinya wasiat di desa talang kecamatan saronggi kabupaten sumenep
Harta merupakan sesuatu yang mempunyai nilai harga yang dapat dimiliki oleh stiap manusia, dapat diambil kegunaannya dan dapat disimpan. Selain itu harta juga amanah dari allah SWT. yang harus dijaga dan dirawat oleh makhluknya, maka dari itu orang yang hampir meninggal dunia harus mewariskan atau memeberikan semua hartanya terhadap anak-anaknya untuk meneruskan amanah tersebut dengan tatacara yang memang sudah ada dalam hukum agama.
Di desa talang kecamatan saronggi kabupaten sumenep dalam pembagian hartanya mayoritas adalah sawah atau tanah, dari itu bentuk pembagiannya dengan membagikan pertanah terhadap anak-anaknya. Jika ukurannya tidak sama itu diserahkan langsung  kepada kesepakatan dari semua anak-anaknya.
Secara umumnya pelaksanaan wasiat ini dilaksanakan ketika sudah hampir meninggal dunia dan apa pula yang dilaksanakan setelah anaknya menikah, karena orang tua yakin jika sudah berkeluarga selain mempunyai tanggung jawab besar terhadap keluarganya mereka sudah bisa dapat dipercaya (amanah).
sebagaimana dengan yang dikatakan oleh salah seorang pemuda didesa talang, bahwa:
“pelaksanaan wasiat ini dilakukan setelah hampir meninggal dunia, karena jika sudah meninggal dunia tidak bisa berwasiat, artinya yang dikatakan wasiat merupakan suatu perkataan seseorang terhadap orang lain yang itu dikatakan sesudah hampir meninggal dunia, baik berupa harta, nasehat, serta rahasia. Biasanya pelaksanaan wasiat ini dilaksanakan di rumah sendiri, berkumpul dengan semua anak-anaknya juga family terdekatnya,tidak menutup kemungkinan juga tetangga yang sudah menjadi kepercayaan dari kelurga tersebut”.[64]

Salah satu pemberi wasiat berpendapat:
“pelaksanaan wasiat ini dilaksanakan setelah anak dewasa atau sudah menikah, artinya anak jika sudah mempunyai keluarga sudah dapat dipercaya dan mau tidak mau harus menjalani kewajibannya untuk menafkahi keluarganya, sebelum anak menemukan pekerjaan, paling tidak bisa mengelola terhadap harta yang diberikan oleh orang tuanya. Wasiat ini cukup dengan persetujuan dari dari anak-anaknya dan saling mengetahui serta saling menjaga terhadap bagian-bagiannya, tidak akan pernah terjadi masalah antar saudara, jika nantinya dalam pembagian harta tersebut dibagikan secara adil artinya tidak berat sebelah”.[65]

Salah seorang tokoh masyarakat juga menambahkan:

“jika orang yang berhati-hati, pelaksanaan wasiat ini dilaksanakan dijauh-jauh hari sebelumnya sudah berwasiat, tidak menunggu sakit dan tidak menunggu tua. Tempat dilaksanakannya wasiat ialah kondisional, sesuka hati orang tua mau dimna dilakukannya wasiat tersebut. Orang tua mempunyai hak otoritas atau hak mutlak untuk memberikan juga menarik kembali hartanya kepada pihak keluarganya, serta bertanggung jawab jika ada masalah dikemudian hari”.[66]

Dan senada dengan apa yang dikatakan oleh seorang pemberi wasiat, bahwa:

“Wasiat dilaksanakan semasih orang tua sehat, karena jika dalam keadaan sakit atau tidak normal sebagian ada yang tidak mengesahkan, serta takut dalam membagikan semua hartanya tidak adil dan tidak sesuai dengan harapan semua pihak keluarga. Hal tersebut bisa menyebabkan hal yang tidak diinginkan oleh pewasiat dikemudian harinya. Pelaksanaan wasiat dilaksanakan dirumah sendiri”.[67]

Salah satu penerima wasiat juga berpendapat bahwa:

“pelaksanaan wasiat ini, dilaksanakan ketika orang tua masih dalam keadaan sehat, karena manusia tidak tau kapan akan meninggal dunia. Jadi, untuk mengantisipasi hal tersebut orang tua (pewasiat) mewasiatkan seluruh hartanya diwaktu sehat.[68]

Hasil wawancara dibuktikan dengan hasil pengamatan penelitian. Beberapa masyarakat yang sudah melakukan wasiat, sudah banyak yang melaksanakan salah satu kewajiban dari orang tua yaitu membagikan semua harta-hartanya terhadap anak-anaknya sebelum ia meninggal.
Pelaksanaan pembagian harta peninggalan melalui wasiat ini dilakukan dengan beberapa faktor, diantaranya: dilakukan setelah hampir meninggal dunia, dilakukan setelah anaknya menikah, dan dilakukan diwaktu sehat.
Dengan melaksanakan wasiat diwaktu masih sehat itu bisa terlepas dari ketidak adilan dalam membagi hartanya, dan bagi penerima wasiat bisa menerima dengan lapang dada karena dengan pembagian tersebut adil atau merata. Dan ada juga yang melaksanakannya setelah anaknya menikah, karna selain anak itu sudah dewasa dan dapat dipercaya, anak tersebut juga sudah mempunyai tanggung jawab untuk menafkahi keluarganya. Dari itu, dia sangat membutuhkan terhadap harta dari orang tuanya untuk dikelola.



B.     PEMBAHASAN
1.         Pelaksanaan pembagian harta peninggalan melalui wasiat di desa talang kecamatan saronggi kabupaten sumenep berdasarkan hukum adat
Dalam disiplin/literatur ilmu ushul fiqh, pengertian adat (al-adah) dan ‘urf mempunyai peranan yang cukup signifikan. Kedua kata tersebut berasal dari bahasa rab yang diadopsi kedalam bahasa Indonesia yang baku. Kata ‘urf berasal dari kata ‘araf yang mempunyai derivasi kata al-ma’ruf yang berarti sesuatu yang dikenal/diketahui.[69]
Dalam pengertian lain ‘urf adalah segala sesuatu yang sudah dikenal oleh manusia karena telah menjadi kebiasaan atau tradisi baik bersifat perkataan, perbuatan atau kaitannya dengan meninggalkan perbuatan tertentu, sekaligus disebut adat. Sedangkan menurut ahli syara’ ‘urf itu sendiri bermakna adat dengan kata lain ‘urf dan adat itu tidak ada perbedaan.
‘urf tentang perbuatan manusia misalnya, seperti jual beli yang dilakukan berdasarkan saling pengertian dengan tidak mengucapkan sighat. Untuk ‘urf yang bersifat ucapan atau perkataan, misalnya saling pengertian terhadap pengertian al-walad, yang lafaz tersebut mutlak berarti anak laki-laki dan bukan anak wanita.[70]
Tinjauan hukum adat mengenai kedudukan pelaksanaan wasiat di desa talang kecamatan saronggi kabupaten sumenep tergantung pada baiknya pelaksanaan tersebut. Karena para ulama berpendapat bahwa hukum adat bersifat tetap, berdasarkan kaidah:
“adat kebiasaan dapat dijadikan (pertimbangan) hukum”
Dengan kaidah tersebut, hukum islam dapat dikembangkan dan diterapkan sesuai dengan tradisi (adat) yang sudah berjalan. Kata ‘urf ada hubungan dengan tata nilai dimasyarakat yang dianggap baik tidak hanya benar menurut keyakinan masyarakat tetapi juga baik untuk dilakukan dan atau diucapkan.
Pada dasarnya hukum adat/’urf adalah hukum yang tidak tertulis, ia tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan sesuatu di masyarakat. Jadi, kebiasaan yang sudah berlaku di masyarakat bisa dijadikan hukum selagi itu tidak keluar dari hukum agama.
Pelaksanaan wasiat, baik untuk dilakukan masyarakat didesa talang kecamatan saronggi kabupaten sumenep, karena mudah untuk dilakukan dan itu merupakan sifat turun temurun dari nenek moyang. Pelaksanaanya ialah dengan mengumpulkan semua pihak-pihak keluarga diantaranya: pemberi wasiat, penerima wasiat, keluarga terdekat. Dalam membagikan hartanya orang tua membagikan secara tunjuk bagian mana saja yang akan diberikan kepada anak-anaknya.
Pelaksanaan wasiat ini, masyarakat di desa talang kecamatan saronggi kabupaten sumenep melaksanakannya tidak dengan secara tertulis akan tetapi secara lisan, karena memang dengan cara itu masyarakat desa talang bisa lebih mudah untuk membagikan hartanya dengan se adil-adilnya dan disaksikan langsung oleh semua penerima wasit. Dan dengan cara seperti itu, orang tua (pewasiat) bisa lebih tau dan lebih jelas dalam menyerahkan semua hartanya terhadap semua penerima wasiat dengan disaksikan juga oleh saksi sebagai bukti bahwa hartanya benar-benar diberikan.
Dalam pelaksanaan wasiat, didesa talang kecamatan saronggi kabupaten sumenep diberikan kepada ahli waris yang tanpa ada ukuran persenan, yang itu dilaksanakan dengan atas persetujuan dari semua ahli warisnya.
Pelaksanaan wasiat ini di lakukan dengan adanya akad antara orang tua (pewasiat) dengan anak (penerima wasiat), sehingga sah untuk dilaksanakan dan sesuai dengan tatacara hukum agama, karena sudah ada kesepakatan diantara keduanya yaitu, orang tua (pewasiat) dan anak (penerima wasiat) secara langsung.
Pelaksanaan wasiat ini bisa dicabut kembali oleh pewasiat jika kemudian hari terdapat masalah yang memang merugikan terhadap pewasiat. Ada pula wasiat yang tidak boleh dilaksanakan seperti, orang yang akan meninggal dunia berwasiat jika sudah meninggal harus dirayakan dengan saronen, wasiat tersebut tidak boleh dilaksanakan oleh penerima wasiat karena sudah bertentangan dengan hukum agama.
2.      Faktor-faktor penyebab terjadinya wasiat di desa talang kecamatan saronggi kabupaten sumenep
Wasiat merupakan salah satu cara aturan peralihan harta yang sudah lama dilakukan oleh umat manusia dengan bentuk pelaksanaan yang berbeda-beda. Secara hukum adat setiap tindakan atau bahkan kebiasaan yang berlaku dimasyarakat selagi itu tidak bertentangan dengan hukum agama itu diperbolehkan.
Setelah melakukan wawancara terhadap beberapa informan yang berkaitan dengan masalah faktor-faktor penyebab terjadinya pelaksanaan wasiat di desa talang kecamatan saronggi kabupaten sumenep bahwa, pelaksanaan wasiat dilaksanakan ketika sudah hampir meninggal dunia. Sesuai dengan hasil wawancara peneliti, bahwa dalam pelaksanaan wasiat ini dilakukan sesudah hampir meninggal dunia. Pernyataan itu sesuai dengan definisi wasiat itu sendiri bahwa, wasiat merupakan permberian seseorang terhadap orang lain baik berupa barang, piutang ataupun manfaat untuk dimiliki oleh orang yang diberi wasiat sesudah yang berwasiat akan meninggal dunia.[71]
Dalam pelaksanaan wasiat sampai hari ini sangat jarang menimbulkan pertengkaran antar saudara, karena dalam pelaksanaan ini yang paling dititik tekankan atau diharapkan oleh orang tua dalam penyampaian wasiat adalah kerukunan antar saudara. Dengan itu, semua family senantiasa menerima semua keputusan dari orang tua.
Pelaksanaan wasiat ini dilaksanakan ketika dalam keadaan sehat, artinya tidak menunggu waktu hampir meninggal dunia, karena manusia tidak tau kapan ajal akan datang. Untuk mengantisipasi hal tersebut, masyarakat desa talang melaksanakan wasiat itu di jauh-jauh hari sebelumnya.
Adapula, dalam melaksanakan wasiat dilaksanakan waktu anaknya sudah menikah, karena dengan anaknya mempunyai tanggung jawab sangat membutuhkan terhadap harta warisan dari orang tuanya. Dari itu, sebagian dari masyarakat desa talang menggunakan hal tersebut.



BAB V
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Berdasarkan uraian sebelumya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.      Pelaksanaan pembagian harta ppeninggalan melalui wasiat di desa talang kecamatan saronggi kabupaten sumenep berdasarkan hukum adat meliputi:
a.       Mengumpulkan semua keluarga termasuk:
1)      Pewasiat (orang yang memberikan wasiat)
2)      Penerima wasiat (orang yang menerima wasiat)
3)      Kerabat terdekat/tetangga yang dipercayainya
b.      Menggunakan saksi
1)      Kerabat dekat/tetangga yang dipercayainya
c.       Dibagikan secara lisan
d.      Ada akad dan persetujuan
e.       Pelaksanaan wasiat bisa dicabut atau dibatalkan
f.       Wasiat yang tidak boleh dijalankan
2.      Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya wasiat didesa talang kecamatan saronggi kabupaten sumenep diantaranya:
a.       Dilakukan setelah hampir meninggal dunia
b.      Dilaksanakan dijauh-jauh hari sebelumnya (waktu sehat)
c.       Dilaksanakan setelah anaknya menikah (cukup umur dan dapat dipercaya)



B.     Saran
Agar dalam pelaksanaan wasiat di desa talang kecamatan saronggi kabupaten sumenep bisa berjalan dan berkembang semakin baik, serta bisa membangun kerukunan bersaudara dalam melaksanakan atau mengembangkan harta peninggalan orang tua, perlu adanya saran-saran sebagai suatu rekomendasi dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagi Pewasiat
Agar lebih memperhatikan kerukunan dan kesepakatan dalam memutuskan wasiat yang akan diberikan terhadap anak-anaknya. Serta membagi semua hartanya dengan se adil-adilnya karna dengan berat sebelah maka, dikemudian hari akan terjadi hal yang tidak orang tua inginkan.
Karena dalam pelaksanaan wasiat ini orang tua masih mengambil sebagian hartanya untuk dikelola maka, waktu itu pula orang tua harus sudah membagi terlebih dahulu terhadap harta yang akan ia kelola untuk sementara. Agar dikemudian hari anak-anaknya tidak kebingungan atas hak harta tersebut
2. Penerima Wasiat
            Pelaksanaan wasiat ini dilaksanakan secara kesepakatan bersama, tidak ada unsur paksaan dll. Dari itu, bagi semua penerima wasiat untuk saling menjaga dan merawat serta saling menjaga kerukunan antar bersaudara. Yang paling penting tidak saling menjatuhkan bahkan, tidak saling rebutan terhadap harta tersebut.




[1]Abd.  Shomad, Hukum Islam, Edisi Revisi, (Jakarta: Prenada Media Group, 2012), cet 2.  Hlm 339
[2] Asymuni A.  Rahman, Ilmu fiqh, (Jakarta: Dep.  Agama, 1986), cet 2.  Hlm 181
[3]Moh.  Muhudin,Abdul Wahid, Hukum kewarisan Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), Hlm 145
[4]repository. unib. ac. id/486/1/4-JUDUL%20TENTANG%20WASIAT. pdf
[5]Moh.  Muhudin,Abdul Wahid, Hukum kewarisan Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), Hlm 149
[6] Asymuni A.  Rahman, Ilmu fiqh, (Jakarta: Dep.  Agama, 1986), Cet 2.  Hlm 181
[7]Moh.  Muhudin,Abdul Wahid, Hukum kewarisan Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), Hlm 147
[8] Suhrawardi K.  Lubis, Hukum waris Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), Cet 2.  Hlm 47
[9]Abd.  Shomad, Hukum Islam, Edisi Revisi, (Jakarta: Prenada Media Group, 2012), cet 2.  Hlm 340-341
[10] Rizal Makmun, Wawancara Langsung,  (Tanggal 10 Maret 2018 Pukul 19. 30 WIB)
[11]Moh.  Muhibbin, Abdul Wahid.  Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), Hlm 145
[12]Ricki Siddharta. “Pembagian Waris Dengan Wasiat Secara Lisan Pada Masyarakat Adat Tionghoa Di Kelurahan Buliang Kecamatan Batu Aji Kota Batam”, Tesis, (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 2013).
[13]Adriawan. Pelaksanaan  Wasiat  Menurut KUHPerdata di Pengadilan Negeri Makassar” (Ditinjau dari Kompilasi Hukum Islam), Skripsi, (Makkasar:  Fakultas Syari’ah dan Hukum  UINAlauddin Makassar, 2013)

[14] Beni Ahmad Saebani, Fiqih Mawaris, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), Hlm.  343
[15] R.  Subekti, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, (Jakarta: Pratnya Paramita, 2004), Hlm.  343
[16]  Maimun, Hukum Waris Perspektif Islam Dan Adat, (Sumenep: Duta Media, 2018), Hlm.  186
[17]  Joseph Schacht, Pengantar Hukum Islam, (Jokjakarta: Islamika, 2003), Hlm.  258
[18] Maimun, Hukum Waris Perspektif Islam Dan Adat, (Sumenep: Duta Media, 2018), Hlm.  188
[19]  Undang-Undang RI.  Nomor 1 Tahun 1974, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Citra Umbara, 2015), Hlm.  375
[20]  Ibid, Hlm.  382
[21]Joseph Schacht, Pengantar Hukum Islam, (Jokjakarta: Islamika, 2003), Hlm.  252
[22] Ibid, Hlm.  252
[23]  Beni Ahmad Saebani, Fiqih Mawaris, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), Hlm.  347
[24]  Ibid, Hlm.  346
[25]  Ibid, Hlm.  346
[26]  Undang-Undang RI.  Nomor 1 Tahun 1974, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Citra Umbara, 2015), Hlm.  381-382
[27]  Ibid, Hlm.  385
[28] Beni Ahmad Saebani, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), Hlm.  252
[29] Beni Ahmad Saebani, Fiqih Mawaris, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), Hlm.  344-345
[30] Beni Ahmad Saebani, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), Hlm.  253
[31]  Ali Afandi, Hukum waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), Hlm.  31
[32] Undang-Undang RI.  Nomor 1 Tahun 1974, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Citra Umbara, 2015), Hlm.  383-384
[33] Undang-Undang RI.  Nomor 1 Tahun 1974, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Citra Umbara, 2015), Hlm.  386
[34] Abu Muhammad, Kamus Istilah Agama Islam (KIAI), (Tanggerang: Albama, 2009), Hlm.  4
[35] Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, (Bandar Lampung: Mandar Maju, 1992), Hlm.  1
[36] Ibid, Hlm.  9
[37] Maimun, Hukum Waris Perspektif Islam Dan Adat, (Sumenep: Duta Media, 2018), Hlm.  194
[38] Dewi Wulansari, Hukum Adat Indonesia,(Bandung: Refika Aditama, 2010), Hlm.  5
[39] Maimun, Hukum Waris Perspektif Islam Dan Adat, (Sumenep: Duta Media, 2018), Hlm.  202
[40] Dewi Wulansari, Hukum Adat Indonesia,(Bandung: Refika Aditama, 2010), Hlm.  7
[41]Lexy J.  Moleong, Metode Penelitian Kualitatif; edisi Revisi (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2008), hlm.  4
[42]Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif; TaTalangkah dan Teknik-teknik Teorisasi Data (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hlm.  5.
[43]Wina Sanjaya, penelitian pendidikan; jenis, metode dan prosedur edisi pertama (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014), hlm.  60-61.
[44]Buna’I, Penelitian Kualitatif (Sumenep: STAIN Press, 2008), hlm.  65.
[45]Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, 157.
[46]Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif; Analisis Data (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2012), hlm.  50.
[47]HarisHerdiansyah, Wawancara, Observasi, dan Focus Groups: Sebagai Instrumen Penggalian (Jakarta: PT.  Rajawali Pers, 2015), hlm.  63-69.
[48]Emzir, Analisis Data, 39-40.
[49]Sugiono, Metodelogi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, hlm.  145.
[50]SuharsimiArikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta:  PT.  Rineka Cipta, 2006), hlm.  134.
[51]Lexy J.  Moleong, Metode Penelitian Kualitatif; edisi Revisi (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2008), hlm.  248.
[52]Moh. Kasiram, Metodologi Penelitian; Refleksi Pengembangan Pemahaman dan Penguasaan Metodologi Penelitian (Malang: UIN Maliki Press, 2008), hlm.  119-120.
[53]Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm.  370.
[54]Moleong, Penelitian Kualitatif, hlm.  330.
[55]Moh. Kasiram, Metodologi Penelitian Kualitatif-Kuantitatif  (Malang: UIN Maliki Press, 2008), hlm.  281.
[56]Buna’i, et. al. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Pada Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (Sumenep: STAIN Sumenep Press, 2010), hlm.  61-62.
[57] Hj. Muimmah, Kepala Desa Talang, Wawancara Langsung, (Tanggal 04 September 2018).
[58] H. Abd. Rasyid, Warga Desa Talang, Wawancara Langsung, (Tanggal 05 September 2018).
[59] H. Abdullah Duki, Warga Desa Talang, Wawancara Langsung, (Tanggal 09 September 2018).
[60] Muhammad Imron, Warga Desa Talang, Wawancara Langsung, (Tanggal 08 September 2018).
[61] Sahwi, Warga Desa Talang, Wawancara Langsung, (Tanggal 10 September 2018).
[62] Ridwan, Warga Desa Talang, Wawancara Langsung, (Tanggal 07 September 2018).
[63] KH. Suwarul Anwar, Warga Desa Talang, Wawancara Langsung, (Tanggal 06 September 2018).
[64] Subhan Hadi, Pemuda Desa Talang, Wawancara Langsung, (Tanggal 11 September 2018).
[65] H. Abdullah Duki, Warga Desa Talang, Wawancara Langsung, (Tanggal 09 September 2018).
[66] H. Abd. Rasyid, Warga Desa Talang, Wawancara Langsung, (Tanggal 05 September 2018).
[67] Ridwan, Warga Desa Talang, Wawancara Langsung, (Tanggal 07 September 2018).
[68] Mohammad Imron, Warga Desa Talang, Wawancara Langsung, (Tanggal 08 September 2018).
[69] Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001), Hlm. 363
[70] Abdul Wahab Khalad, Ilmu Ushulul Fiqh, (Bandung: Gema Risalah Press, 1997), Hlm. 149
[71] Abd.  Shomad, Hukum Islam, Edisi Revisi, (Jakarta: Prenada Media Group, 2012), cet 2.  Hlm. 8