Thursday 13 September 2018

Prisip-Prinsip Mengajar




A.    Prisip-Prinsip Mengajar
Mengajar adalah penciptaan system lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Sistem lingkungan ini terdiri dari komponen-komponen yang saling mempengaruhi, yakni tujuan intruksional yang ingin dicapai, materi yang diajarkan, guru dan siswa yang harus memainkan peranan serta ada dalam hubungan sosial tertentu, jenis kegiatan yang dilakukan, serta sarana dan prasarana belajar mengajar yang tersedia.
Prinsip mengajar adalah suatu aturan yang berlaku bagi seorang guru dalam menyampaikan materi pelajaran. Prinsip-prinsip tersebut disebut dengan Asas-asas Didaktik. Dengan demikian prinsip-prinsip tersebut harus diketahui dan dipahami serta dapat diterapkan oleh guru atau calon guru agar dapat mengajar dengan baik dan berhasil sesuai dengan tujuan.[1]
Adapun prinsip-prinsip mengajar tersebut antara lain :
1.      Motivasi
Seorang pegajar harus dapat menimbulkan motivasi anak. W.H. Burton mebedakan dua jenis motivasi yaitu;
a.       Motivasi instrinsik (daya yang telah ada dalam diri individu yang mendorog seseorang untuk berbuat dan melakukan sesuatu
b.      Motivasi ekstrinsik ( yang datang dari luar menjadi cemeti bagi murid-murid untuk berbuat lebih)
2.      Aktivitas
Keaktifan ada dua macam yaitu keaktifan rohani (memikir) dan keaktifan jasmani (perbuatan).
3.      Minat Dan Perhatian
Bimo Walgito menyatakan bahwa minat adalah suatu keadaan dimana seseorang mempunyai perhatia terhadap sesuatu dan disertai dengan keinginan untuk mengetahui dan mempelajari maupun membuktikan lebih lanjut. Perhatian
B.     Model-model pembelajaran
1.      Model pembelajaran Gleser
Robert glaser (1962) telah mengembangkan suatu model pengajaran yang membagai proses belajar mengajar dalam empar kompenen yang dapat digambarkan sebagai berikut:
a.       Intruksional Objektiv (Tujuan Pengajaran)
b.      Entering behavior (Kemampuan Peserta didik)
c.       Intruktional Procedure (perencanaa Proses belajar mengajar)
d.      Performance Assessment (Evaluasi Proses Belajar mengajar)
Model Pembelajaran Glaser ini  memang dapat dianggap basic (dasar), dengan pengertian, dari model itu dapat dikembangkan model-model lain. Medel dasar ini dapat menampung berbagai idea tau teori belajar untuk dituangkan kedalam modelbaru tentang pengajaran dalam sebuah lesson plan.[2]
2.      Model pembelajaran Unit
Unit merupakan suatu kesatuan yang bulat, yang terdiri dari rangkaian bagian-bagian yang bersau padu dan serasi. Sebagai suatu metode, Unit adalah suatu cara guru menayajikan bahan pelajaran (dalam bentuk unit) guna dipelajari oleh peserta didik untuk mencapai tujuan pengajaran.
Dalam pelaksanaan pengajaran Unit, secara garis besarnya ada tiga langkah yang harus ditempuh, yaitu:
a.       Langkah perencanaan
b.      Langkah pelaksanaan, dan
c.       Langkah kulminasi dan penilainan.
3.      Model Pembelajaran Berprogram
Model pembelajaran berprogram adalah suatu bentuk pembelajaran dengan mempergunakan alat-alat yang bekerja serba otomatis atau kunci-kunci jawaban tertulis yang dibuat sedemikian rupa, sehingga peserta didik dapat mempelajari sendiri bahan-bahan yan telah tersusun secara sistematis, yang menyebabkan peserta didik dapat berdialog dengan bahan-bahan tersebut atas tanggung jawab sendiri.
Dalam langkah-langkag pelaksanaannya adal beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan program, yaitu:
2)         Beragam dan terpadu;
3)         Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni;
4)         Releven dengan kebutuhan kehidupan;
5)         Menyeluruh dan berkesinambungan;
6)         Belajar sepanjang hayat;
7)         Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.

C.  Standar Kompetensi Guru
Penggunaan standardisasi proses dan produk dalam menghasilkan suatu barang dan jasa pelayanan di luar sistem pendidikan sudalah lama dilakukan. Bahkan dalam dunia industri manufaktur dan jasa pelayanan telah ditetapkan berbagai standar kualifikasi internasional sebagai acuan produk atau jasa yang dihasilkan, misalnya ISO 9000 atau ISO 9002. Jika suatu produk atau jasa tersebut dapat ditetapkan secara global.
Hal ini menunjukkan bahwa kualitas produk atau jasa tersebut telah memenuhi standar kebutuhan customer atau clients secara global sehingga produk dan jasa teisebut dapat dipakai siapa saja di seluruh dunia. Dan secara logis orang akan memilih suatu produk atau jasa pelayanan yang mutunya terjamin dan dapat memuaskan pelanggan.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, perlukah guru memiliki standar profesional dalam pekerjaannya? Kriteria apakah yang dapat dijadikan tinggi rendahnya kualitas kinerja dan produktivitas pekerjaan guru? Jawaban terhadap pertanyaan tersebut akan beragam bergantung pada visi masing-masing terhadap posisi guru. Sesuai dengan kepentingan masa depan guru, maka jawaban yang paling ideal adalah "ya". Kita akan sepakat bahwa guru adalah salah satu bentuk jasa profesional yang dibutuhkan dalam kehidupan manusia. [3]
Walaupun selama ini, kita secara formal sudah mengklaim jabatan guru sebagai suatu jabatan profesional, tetapi secara realita, masih perlu klarifikasi secara rasional dilihat dari penguasaan knowledge-base of teaching-nya. Oleh




pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan lalam kebiasaan berpikir dan bertindak.
Dengan demikian, kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru aikan menunjukkan kualitas guru yang sebenarnya. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dari perbuatan secara profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai guru.
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa standar kompetensi guru adalah suatu ukuran yang ditetapkan atau dipersyaratkan dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan perilaku perbuatan bagi seorang guru agar berkelayakan untuk menduduli jabatan fungsional sesuai bidang tugas, kualifikasi, dan jenjang pxendidikan. [4]




[1] [1] J.J. Hasibuan, dkk, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1995) Cet. 6, Hal. 3
[2] Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001) Cet. 3, Hal. 85-99.

[3] Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Cetakan Ke 5, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), hal.45
[4] Abdul Majid, Belajar Dan Pembelajaran, (Bandung: PT REMAJA ROSKARYA, 2012), hal.81