Saturday, 15 September 2018

SEPOTONG SENJA UNTUK PACARKU




SEPOTONG SENJA UNTUK PACARKU
Sastra, merupakan hasil perenungan pengarang terhadap fenomena yang ada. Merupakan pandangan pengarang terhadap lingkungan sosial yang berada di sekelilingnya melalui ungkapan bahasa yang membentuk kalimat-kalimat indah. Sastra sebagai suatu  karya di mana ia memiliki pemahaman yang lebih mendalam, bukan hanya sekadar cerita khayal atau angan dari pengarang saja, melainkan wujud dari kreativitas pengarang dalam menggali dan mengolah gagasan yang ada dalam pikirannya.
Sastra adalah karya cipta atau fiksi yang bersifat imajinatif, atau sastra adalah penggunaan bahasa yang indah dan berguna yang menandakan hal-hal lain (Taum).Sastra juga adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan aspek estetik baik antara aspek kebahasaan maupun aspek makna. (Mukarovsky, E.E. Cummings, dan Sjklovski)
Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh beberapa ahli mengenai sastra, bahwa sebuah karya atau  sastra mempunyai sifat imajinatif berdasarkan kekreatifan dan luapan emosi yang spontan. Yang mana luapan emosi tersebut biasa diwujudkan dalam bentuk kalimat-kalimat bernilai estetik. Banyak jenis karya yang termasuk dalam sastra, di antaranya berupa; puisi, novel, cerpen, dan lain sebagainya.
Dari beberapa jenis karya yang termasuk dalam sastra itu adalah cerpen. Cerpen yang dari kepanjangan katanya adalah cerita pendek, berasal dari dua kata yaitu cerita yang artinya tuturan tentang bagaimana terjadinya sesuatu hal dan pendek berarti kisah yang diceritakan pendek (tidak lebih dari 10.000 kata) yang memberikan kesan dominan dan memusatkan hanya pada satu tokoh saja dalam ceritanya. Menurutnya tidak ada cerpen yang panjangnya sampai 100 halaman (KBBI). Cerpen merupakan cerita fiktif atau tidak benar-benar terjadi akan tetapi bisa saja terjadi kapanpun dan dimanapun yang mana ceritanya relatif pendek (Sumardjo dan Saini).
Salah satu cerpen yang begitu sensasional dan imajinatif adalah cerpen “Sepotong Senja untuk Pacarku” karya Seno Gumira Ajidarma.
Seno Gumira Ajidarma (lahir di Boston, Amerika Serikat, 19 Juni1958; umur 58 tahun) adalah penulis dari generasi baru di sastra Indonesia. Beberapa buku karyanya adalah Atas Nama Malam, Wisanggeni—Sang Buronan, Sepotong Senja untuk Pacarku, Biola tak Berdawai, Kitab Omong Kosong, Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi, dan Negeri Senja. Seno sangat tertarik puisi-puisi karya Remy Sylado di majalah Aktuil Bandung, Seno pun mengirimkan puisi-puisinya dan dimuat. Teman-teman Seno mengatakan Seno sebagai penyair kontemporer. Seno tertantang untuk mengirim puisinya ke majalah sastra Horison. Kemudian Seno menulis cerpen dan esai tentang teater.
Pada usia 19 tahun, Seno bekerja sebagai wartawan, menikah, dan pada tahun itu juga Seno masuk Institut Kesenian Jakarta, jurusan sinematografi. Dia menjadi seniman karena terinspirasi oleh Rendra yang santai, bisa bicara, hura-hura, nyentrik, rambut boleh gondrong. Sampai saat ini Seno telah menghasilkan puluhan cerpen yang dimuat di beberapa media massa
 Cerpennya yang berjudul “Sepotong Senja untuk Pacarku” pertama kali dimuat dimuat di Harian Kompas pada Minggu, 9 Februari 1991. Dan menjadi cepen terbaik pilihan Kompas pada tahun 1993. Hingga kemudian dibukukan pada tahun 2002, dengan judul yang sama. Sepotong Senja untuk Pacarku pun telah menarik perhatian penyuka sastra. Hingga terus-menerus bukunya dicetak ulang kembali.
Sepotong Senja untuk Pacarku”, sebuah cerpen yang menceritakan sebuah surat berisi sepotong senja yang diberikan oleh seorang laki-laki kepada kekasihnya yang bernama Alina. Dalam cerpen dikisahkan bahwa sang tokoh “aku” mengerat sebuah senja di tepi pantai lengkap dengan angin, debur ombak, matahari terbenam, dan cahaya keemasan. Ia memang sangat ingin memberikan sepotong senja pada kekasihnya. Ia tak mau memberikan banyak kata-kata, karena pada kenyataannya kata-kata sudah tidak berguna.
Selalu tentang senja, dalam cerita itu, sang tokoh “aku” berhasil mengerat sepotong senja yang ditaruh dalam sakunya. Walaupun setelah senja itu ia potong, tokoh “aku” rela dikejar-kejar oleh polisi karena ia diduga telah mencuri senja dan membuat gempar. Ia menyelip-nyelip dengan kecepatan tinggi bersama mobil Porsche-nya, hingga terjerembab ke dalam gorong-gorong yang baunya amat bacin dan pesing atas saran dari seorang gelandangan.
Dalam gorong-gorong, ia menemukan banyak anak-anak gelandangan yang matanya sama sekali tidak memancarkan kebahagiaan, hingga ia pun dihadapkan pada sebuah alam lain yang persis sama dengan tempat di mana ia memotong senja. Namun, alam itu terasa sangat berbeda, karena baginya tidak ada manusia, tidak ada tikus, bahkan dinosaurus. Hanya ada senja yang sama indahnya, lantas ia kerat kembali senja itu dengan bentuk lubang seperti kartu pos yang sama seperti senja pertama.
Hingga ia kembali ke atas buminya. Tidak ada lagi polisi. Hanya ada seorang gelandangan yang telah membantunya sedang bermain saksofon. Ia kembali ke mobilnya dan melesat jauh. Ia kembali ke pantai, lantas memasangkan senja dalam gorong-gorong kepada cakrawala tempat senja asli yang pertama kali ia kerat dan pas. Lalu senja yang asli ia masukan ke dalam sebuah amplop untuk dikirimkan pada kekasihnya, Alina. Lengkap dengan matahari, kepak burung, laut, pantai, dan cahaya keemasan bersama salam kerinduan dari sebuah tempat tersunyi di dunia.
Cerpen “Sepotong Senja untuk Pacarku” adalah sebuah cerpen unik dan  mempesona meski tak ada penggambaran tokoh yang detail. Dalam cerita itu hanya disebut nama seorang gadis bernama Alina yang dikirimi sepotong senja oleh tokoh  aku. Bagaimana wajah Alina, apakah berjerawat, hitam atau putih, berapa usianya, apa pakaian kesukaannya, bagaimana rambutnya, cara berjalannya, itu tidak dijelaskan. Juga tokoh aku, sama sekali tidak diberi penggambaran bagaimana sosok yang menjadi aku. Dalam kisahnya sosok aku hanya terkesan seseorang yang nekat sampai harus memotong senja agar bisa memberikan senja tersebut pada Alina, kekasihnya.
Namun ada yang lebih menonjol dari cerpen karya Seno ini, yaitu suasana dan alur kisah yang penuh kegemparan. Imajinatif. Ya, pada pembahasannya. dapat  saya katakan bahwa cerpen “Sepotong Senja untuk Pacarku” memiliki nilai imajinatif yang sangat tinggi. Absurd dan tidak masuk akal tapi sangat unik. Seno sangat pandai sekali dalam memainkan kata-kata, membuat pembaca menerawang dan bertanya-bertanya.
Dimulai oleh kata-kata indah yang membuat pikiran menerawang seperti dalam kutipan awal cerita;
Alina tercinta,
Bersama surat ini kukirimkan padamu sepotong senja dengan angin, debur ombak, matahari terbenam, dan cahaya keemasan. Apa kamu menerimanya dalam keadaan lengkap?”
Senja, dan selalu tentang senja. Seno banyak sekali menggunakan  kata senja sebagai latar atau pun topik pada setiap karyanya. Khususnya dalam cerpen “Sepotong Senja untuk Pacarku”, di sana yang menjadi topik utamanya adalah membahas perihal senja. Yang menarik di sini adalah, pembaca dibawa untuk berfantasi, memikirkan tentang senja namun perlu mengeruk pikiran untuk menemukan makna dari senja yang sebenarnya.
Dalam kehidupan, senja selalu dikaitkan dengan sebuah momen ketika matahari akan segera terbenam. Di mana cakrawala mulai menguning bersiluet jingga di antara mega-mega, di mana itu merupakan fase perpindahan antara terang yang akan digantikan oleh gelapnya malam. Dan senja pun merupakan sebuah tanda bahwa matahari harus berganti dengan bulan.
Namun dalam cerpen yang dibuat oleh Seno ini, pembaca digiring untuk menerka-nerka apa sebenarnya senja yang dimaksud oleh Seno. Sampai-sampai sang tokoh “aku” memotong senja dan rela memperjuangkan hidupnya untuk memberikan sepotong senja itu pada Alina, kekasihnya.
Dari situ penulis cerpen sungguh membuat pembaca terbuai oleh senja.  Di mana Senja dalam cerpen ini bersifat surealistik, yaitu lebih mengarah pada aspek bawah sadar manusia dan nonrasional atau di luar realitas kenyataan. Lihat kutipan berikut:
            ...
Maka kupotong senja itu sebelum terlambat, kukerat pada empat sisi lantas kumasukkan ke dalam saku. Dengan begitu keindahan itu bisa abadi dan aku bisa memberikannya padamu.
            ...        
 Dalam realitas kehidupan, senja tidak bisa dipotongdan dimasukkan dalam saku. Namun, Seno dalam cerpennya ini menganggap bahwa itu sebagai hal yang masuk akal.
Ketika aku meninggalkan pantai itu, kulihat orang-orang datangberbondongbondong. Ternyata mereka menjadi gempar karena senja telah hilang. Kulihat cakrawala itu berlubang sebesar kartu pos.
                        Alina sayang,
Semua ini telah terjadi dan kejadiannya akan tetap seperti itu. Aku telah sampai ke mobil ketika di antara kerumunan itu kulihat seseorang menunjuk-nunjuk ke arahku.
                        “Dia yang mengambil senja itu! Saya lihat dia mengambil senja itu!”
Kulihat orang-orang itu melangkah ke arahku. Melihat gelagat itu aku segera masuk mobil dan tancap gas.
                        “Catat nomernya! Catat nomernya!”
Aku melejit ke jalan raya. Kukebut mobilku tanpa perasaan panik. Aku sudah berniat memberikan senja itu untukmu dan hanya untukmu saja, Alina. Tak seorang pun boleh mengambilnya dariku.
            ...
Begitulah, Seno memanfaatkan senja dan mempermainkan logika. Senja telah hilang dan cakrawala berlubang sebesar kartu pos karena telah diambil tokoh aku guna dipersembahkan kepada pacarnya. Cerpen ini terkesan serius walau pembaca menganggapnya tak masuk akal. Pembaca seolah dibuat berdebar dan ikut merasakan keseriusan tokoh “aku” yang dikejar-kejar semua orang yang merasa kehilangan senja.
Saya sudah berkali-kali membaca cerpen yang berisi tentang senja ini. Berkali-kali juga saya dibuat menerawang membayangkan setiap untaian kalimat demi kalimat yang berpadu dengan indah dalam cerita. Namun, tetap saja saya belum bisa menemukan makna yang tetap dalam menentukan apa sebenarnya senja yang dimaksud oleh Sang Prosais Seno Gumira ini.
Dalam konteks keilmuan, ketika akan membahas atau mencari sebuah makna dari cerpen kita harus memerhatikan tanda atau lambaang yang mana itu berdasarkan pada teori semiotik. Pelopor ilmu semiotik ada dua yaitu; Ferdinand de Saussare dan Charles Sanders Peirce. Teori Peirce mengatakan bahwa sesuatu itu dapat disebut sebagai tanda jika ia dapat mewakili sesuatu yang lain. Tanda yang mewakilinya disebut representamen (referent).
Senja dalam cerpen karya Seno ini bisa dikatakan sebagai tanda yang mewakili sesuatu yang lain. Senja yang menjadi senja yang lain. Yang jelas, makna senja yang lain dari senja dalam cerpen ini bukanlah kata-kata, melainkan hal yang lebih indah. Sebagaimana dalam kutipan;
….
Kukirimkan sepotong senja untukmu Alina, bukan kata-kata cinta. Kukirimkan padamu sepotong senja yang lembut dengan langit kemerah-merahan yang nyata dan betul-betul ada dalam keadaan yang sama seperti ketika aku mengambilnya saat matahari hampir tenggelam ke balik cakrawala.
……
Sekali lagi, saya dibuat bertanya-tanya dengan makna senja yang  sebenarnya dari cerpen ini. Di satu sisi saya berpikir apakah senja itu adalah kerinduan tokoh aku pada Alina, kekasihnya? Atau senja adalah suatu barang yang sangat indah? Yang membuat tokoh aku bisa memotongnya lalu dimasukkanlah ke dalam saku.
Lalu perhatikan lagi kutipan ini;
………….
Sambil duduk di tepi pantai aku berpikir-pikir, untuk apakah semua ini kalau tidak ada yang menyaksikannya? Setelah berjalan ke sana ke mari aku tahu kalau dunia dalam gorong-gorong ini kosong melompong. Tak ada manusia, tak ada tikus, apalagi dinosaurus. Hanya burung yang terkepak, tapi ia sepertinya bukan burung yang bertelur dan membuat sarang. Ia hanya burung yang dihadirkan sebagai ilustrasi senja. Ia hanya burung berkepak dan berkepak terus di sana. Aku tak habis pikir Alina, alam seperti ini dibuat untuk apa? Untuk apa senja yang bisa membuat seseorang ingin jatuh cinta itu jika tak ada seekor dinosaurus pun menikmatinya? Sementara di atas sana orang-orang ribut kehilangan senja….
Jadi, begitulah Alina, kuambil juga senja itu. Kukerat dengan pisau Swiss yang selalu kubawa, pada empat sisinya, sehingga pada cakrawala itu terbentuk lubang sebesar kartu pos. Dengan dua senja di saku kiri dan kanan aku melangkah pulang. Bumi berhenti beredar di belakangku, menjadi kegelapan yang basah dan bacin. Aku mendaki tangga kembali menuju gorong-gorong bumiku yang terkasih.
……….
Coba pikirkan! Apakah mungkin dalam gorong-gorong ada alam lain lengkap dengan senja yang begitu indah? Sungguh, Seno sangat pandai bermain imajinasi juga pandai dalam membuat pembaca ikut berfantasi. Bahkan lebih dari itu, Seno sangat apik memainkan senja. Hingga tidak bisa dengan waktu yang sedikit pembaca mampu menyimpulkan apa makna senja yang sebenarnya untuk pembuat cerpen.
Akhirnya, saya masih terus menimbang sambil memutar pikiran tentang senja dalam cerpen “Sepotong Senja untuk Pacarku” karya Seno Gumira ini. Sungguh, senja ini sangat mendistorsi akal. Membuat akal tidak mampu untuk memahaminya. Hanya sebuah imajinasi yang dapat meraih ketidak-masukakalan tentang senja itu. Saya sangat terpesona dengan kalimat-kalimat yang terangkai secara rapi dalam cerpen itu.
Hingga akhirnya saya menarik sebuah  poin penting dari cerpen absurd  namun begitu unik ini. “Sepotong Senja untuk Pacarku”, membuat akal berkutat dengan kegemparan. Membuat akal terguncang oleh ke-absurd-an. Walau sampai saat ini saya masih memikirkan tentang makna sesungguhnya dari senja yang dimaksud dalam cerpen karya Seno ini, namun, dapat saya tarik sebuah kesimpulan bahwa cerpen tersebut merupakan cerpen yang sangat imajinatif.
Seno benar-benar membuktikan bahwa tidak ada yang salah dengan imajinasi. Dan memberi pembuktian bahwa imajinasi adalah hal terhebat yang bisa menembus segalanya. Bahkan, akal pun terbelakangi oleh sebuah imajinasi.
Imajinasi membuat hal yang tidak mungkin menjadi mungkin. Membuat angan terasa nyata. Membuat hal yang tidak bisa dilakukan menjadi sangat bisa dilakukan. Tentunya, cerpen Sepotong Senja untuk Pacarkuadalah salah satu wujud dari imajinasi yang hebat. Seno mampu membuat imajinasi yang begitu indah dengan senjanya dalam kata-kata, hingga membuat pembaca ikut berfantasi. Bahkan hasil dari imajinasi Seno, hasil dari kekuatan imajinasi Seno, mampu mendistorsi akal. Membuat akal terhenti untuk bergerak. Dan membuat imajinasi melejit di atas cakrawala.