Tuesday 2 October 2018

pengertian pengembangan kurikulum




BAB I
PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG
Kurikulum sebagai suatu rancangan dalam pendidikan memiliki posisi yang strategis, karena seluruh kegiatan pendidikan bermuara kepada kurikulum. Begitu pentingnya kurikulum sebagaimana sentra kegiatan pendidikan, maka didalam penyusunannya memerlukan landasan atau fondasi yang kuat, melalui pemikiran dan penelitian secara mendalam. Pada dasarnya kurikulum merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen. Setiap komponen yang menyusun kurikulum saling berhubungan satu sama lain, sehingga dalam proses pengembangan kurikulum harus memperoleh perjatian yang sama besarnya. Komponen-komponen tersebut yaitu komponen tujuan, isi, metode, serta komponen evaluasi. Proses pengembangan kurikulum memang merupakan sesuatu yang kompleks, karena tidak hanya menuntut penguasaan kemampuan secara teknis, akan tetapi lebih dari itu para pengembangan kurikulum harus mampu mengantisipasi berbagai faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan kurikulum baik yang bersifat internal maupun eksternal.
Adapun proses pengembangan kurikulum merupakan suatu kegiatan menghasilkan kurikulum baru melalui langkah-langkah penyusun, pelaksanaan dan penyempurnaan kurikulum atas dasar penilaian yang dilakukan selama kegiatan pelaksanaan kurikulum, dan hal tersebut bisa dikatakan bahwa terjadinya perubahan-perubahan kurikulum mempunyai tujuan untuk perbaikan. Suatu kurikulum tidak dapat terbentuk atau tidak dapat dikembangkan tanpa adanya tujuan, maka akan memudahkan para pemegang kurikulum dalam menentukan nilai-nilai apa saja yang harus ada dalam kurikulum tersebut. Karena itu, sebagai orang yang kelak akan berperan dalam implementasi kurikulum, sangat penting bagi para calon pendidik untuk memahami dan menguasai tata cara pengembangan tujuan dan isi kurikulum.

  1. RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian pengembangan kurikulum?
2.      Bagaimana pengembangan tujuan kurikulum?
3.      Bagaimana pengembangan isi kurikulum?
  1. TUJUAN PENULISAN
1.      Untuk mengetahui pengertian pengembangan kurikulum
2.      Untuk mengetahui pengembangan tujuan kurikulum
3.      Untuk mengetahui pengembangan isi kurikulum
























BAB II
PEMBAHASAN

  1. Pengertian Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum mempunyai makna yang cukup luas. Menurut Sukmadinata (2009), pengembangan kurikulum bisa berarti penyusunan kurikulum yang sam sekali baru, bisa juga menyempurnakan kurikulum yang telah ada. Dia juga menjelaskan pada satu sisi pengembangan kurikulum berarti menyusun seluruh perangkat kurikulum mulai dari dasar-dasar kurikulum, struktur dan sebaran mata pelajaran, garis-garis besar program pengajaran, sampai dengan pedoman-pedoman pelaksanaan.[1] Pada sisi lainnya berkenaan dengan penjabaran kurikulum (GBPP) yang telah disusun oleh tim pusat menjadi rencana dan persiapan-persiapan mengajar yang lebih khusus yang dikerjakan oleh guru-guru di sekolah, seperti penyusun rencana tahunan, caturwulan, satuan pelajaran, dan lain-lain.
Adapun pengembangan kurikulum menurut Suparlan adalah proses perencanaan dan penyusunan kurikulum oleh pengembang kurikulum dan kegiatan yang dilakukan agar kurikulum yang dihasilkan dapat menjadi bahan ajar dan acuan yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan.[2]
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata menyebutkan pengembangan kurikulum merupakan perencanaan, pelaksanaa, penilai dan pengembang kurikulum sebenarnya. Suatu kurikulum diharapkan memberikan landasan, isi, dan menjadi pedomana bagi pengembang kemampuan siswa secara optimal sesuai dengan tuntutan dan tantangan perkembangan masyrakat.[3]
Sedangkan menurut Oemar Hamalik pengembangan kurikulum yaitu “curriculum devolepment : problems, process, and progress is aimed at contemporary circumatances and future projection” . Pengembangan kurikulum tidak hanya merupakan berbagai abstraksi yang seringkali mendominasi penulisan kurikulum, akan tetapi mempersiapkan berbagai contoh dan alternatif untuk tindakan yang merupakan inspirasi dari berbagai ide dan penyesuaian-penyesuaian lain yang dianggap penting.
Pengembangan kurikulum itu pada hakikatnya adalah pengembangan komponen-komponen yang membentuk sistem kurikulum itu sendiri, yang terdiri dari empat komponen utama, yaitu komponen tujuan, isi kurikulum, metode atau strategi pencapaian tujuan, dan komponen evaluasi.

  1. Pengembangan Tujuan Kurikulum
Kurikulum menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan dan isi atau bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Ini berarti kurikulum adalah konsep yang bertujuan.
Tujuan kurikulum dirumuskan sedemikian rupa dengan mempertimbangkan berbagai faktor, yakni:
1.      Tujuan pendidikan nasional, karena tujuan ini menjadi landasan bagi setiap lembaga pendidikan.
2.      Kesesuaian antara tujuan kurikulum dan tujuan lembaga pendidikan yang bersangkutan.
3.      Kesesuaian tujuan kurikulum dengan kebutuhan masyarakat atau lapangan kerja, untuk mana tenaga-tenaga akan dipersiapkan.
4.      Kesesuaian tujuan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini.
5.      Kesesuaian tujuan kurikulum dengan sistem nilai dan aspirasi yang berlaku dalam masyarakat. [4]
Ada beberapa alasan mengapa tujuan perlu dirumuskan dalam kurikulum. Pertama, tujuan erat kaitannya dengan arah dan sasaran yang harus dicapai oleh setiap upaya pendidikan. Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, dengan demikian perumusan tujuan merupakan salah satu komponen yang harus ada dalam sebuah kurikulum.
Kedua, melalui tujuan yang jelas, maka dapat membantu para pengembangan kurikulum dalam mendesain model kurikulum yang dapat digunakan bahkan akan membantu guru dalam mendesain sistem pembelajaran. Artinya, dengan tujuan yang jelas dapat memberikan arahan kepada guru dalam menentukan bahan atau materi yang harus dipelajari, menentukan alat, media, dan sumber pembelajaran, serta merancang alat evaluasi untuk menetukan keberhasilan belajar siswa.
Ketiga, tujuan kurikulum yang jelas dapat digunakan sebagai kontrol dalam menentukan batas-batas dan kualitas pembelajaran. Artinya, melalui penempatan tujuan, para pengembang kurikulum termasuk guru dapat mengontrol sampai mana minat siswa telah memperoleh kemampuan-kemampuan sesuai dengan tujuan dan tuntutan kurikulum yang berlaku. Lebih jauh dengan tujuan dapat ditentukan daya serap siswa dan kualitas suatu sekolah.
Tujuan pendidikan memiliki klasifikasi, dari mulai tujuan yang sangat umum sampai tujuan khusus yang bersifat spesifik dan dapat diukur, yang kemudian dinamakan kompetensi. Tujuan pendidikan diklasifikasikan menjadi empat yaitu:
1.      Tujuan pendidikan nasional
Tujuan pendidikan nasional adalah tujuan yang bersifat paling umum dan merupakan sasaran akhir yang harus dijadikan pedoman oleh setiap usaha pendidikan. Tujuan pendidikan umum biasanya dirumuskan dalam bentuk perilaku yang ideal sesuai dengan pandangan hidup dan filsafat suatu bangsa yang dirumuskan oleh pemerintah dalam bentuk undang-undang. Tujuan pendidikan nasional yang bersumber dari sistem nilai pancasila dirumuskan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, Pasal 3, bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Tujuan institusional adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap lembaga pendidikan. Tujuan institusional merupakan tujuan antara untuk mencapai tujuan umum yang dirumuskan dalam bentuk kompetensi lulusan setiap jenjang pendidikan.
Tujuan kurikuler adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap bidang studi atau mata pelajaran. Tujuan kurikuler dapat didefinisikan sebagai kualifikasi yang harus dimiliki siswa setelah mereka menyelesaikan suatu bidang studi tertentu dalam suatu lembaga pendidikan. Dengan demikian, setiap tujuan kurikuler harus dapat mendukung dan diarahkan untuk mencapai tujuan institusioanl.
Tujuan pembelajaran yang merupakan bagian dari tujuan kurikuler, dapat didefinisikan sebagai kemampuan yang harus dimiliki oleh anak didik setelah mereka mempelajari bahasan tertentu dalam bidang studi tertentu dalam satu kali pertemuan. Karena hanya guru yang memahami kondisi lapangan, termasuk memahami karakteristik siswa yang akan melakukan pembalajaran di suatu sekolah, maka menjabarkan tujuan pembelajaran adalah tugas guru.[5]
Menurut Bloom, dalam bukunya yang sangat terkenal Taxonomy of Education Objectives yangterbit pada 1965, bentuk perilaku sebagai tujuan yang harus dirumuskan dapat digolongkan ke dalam tiga klasifikasi atau domain, yakni:
1.      Domain kognitif
Domain kognitif adalah tujuan pendidikan yang berhubungan dengan kemampuan intelektual atau kemampuan berpikir. Domain kognitif terdiri dari enam tingkatan, yaitu:
1)      Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan adalah kemampuan mengingat dan kemampuan mengingat dan kemampuan mengungkap kembali informasi yang sudah dipelajarinya (recall). Kemampuan pengetahuan ini, merupakan kemampuan taraf yang paling rendah. Kemampuan dalam bidang pengetahuan ini dapat berupa: pertama, pengetahuan tentang sesuatu yang khusus, misalnya mengetahui tentang istilah yang dinyatakan dalam bentuk simbol. Pengetahuan tentang fakta, misalnya mengingat tokoh proklamator Indonesia. Kedua,  pengetahuan tentang cara/prosedur suatu proses, misalnya kemampuan untuk mengurutkan langkah-langkah tertentu.
2)      Pemahaman (comprehension)
Pemahaman adalah kemampuan untuk memahami suatu objek atau subjek pembelajaran. kemampuan untuk memahami akan mungkin terjadi manakala didahului oleh sejumlah pengetahuan. Oleh sebab itu, pemhaman lebih tinggi tingkatannya dari pengetahuan. Pemahaman bukan hanya sekedar mengingat fakta, tetapi berkenaan dengan kemampuan menjelaskan, menerangkan, menafsirkan, atau kemampuan menangkap makna suatu konsep.
3)      Penerapan (aplication)
Penerapan adalah kemampuan untuk menggunakan konsep, prinsip, prosedur pada situasi tertentu. Kemampuan menerangkan merupakan tujuan kognitif yang lebih tinggi tingkatannyadibandingkan dengan pengetahuan dan pemahaman. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan mengaplikasikan suatu bahan pelajaran yang sudah dipelajari seperti teori, rumus-rumus, dalil, konsep, ide dalm situasi baru yang konkret. Seseorang akan dapat menguasai kemampuan menerapkan manakala didukung oleh kemampuan mengingat dan memahami fakta atau konsep tertentu.
4)      Analisis
Analisis adalah kemampuan menguraikan atau memecahkan suatu bahan pelajaran ke dalam bagian-bagian atau unsur-unsur serta hubungan antara bagian bahan itu. Analisis merupakan tujuan pembelajaran yang kompleks yang hanya mungkin dipahami dan dikuasai oleh siswa yang telah dapat menguasai kemampuan memahami dan menerapkan. Analisis berhubungan dengan nalar. Oleh sebab itu, biasanya analisis diperuntukan bagi pencapaian tujuan pembelajaran untuk siswa-siswa tingkat atas.
5)      Sintesis
Sintesis adalah kemampuan untuk menghimpun bagian-bagian ke dalam suatu keseluruhan yang bermakna, seperti merumuskan tema, rencana atau melihat hubungan abstrak dari berbagai informasi yang tersedia. Sintesis merupakan kebalikan dari analisis. Kalau analisis mampu menguraikan menjadi bagian-bagian, maka sintesis adalah kemampuan menyatukan unsur atau bagian-bagian menjadisesuatu yang utuh. Kemampuan analisis dan sintesis, merupakan kemampuan dasar untuk dapat mengembangkan atau menciptakan inovasi dan kreasi baru.


6)      Evaluasi
Evaluasi adalah tujuan yang paling tinggi dalam domain kognitif. Tujuan ini berkenaan dengan kemampuan membuat penilaian terhadap sesuatu berdasarkan maksud atau kriteria tertentu. Dalam tujuan ini, terkandung pula kemampuan untuk memberikan suatu keputusan dengan berbagai pertimbangan dan ukuran-ukuran tertentu.[6]
Tiga tingkatan tujuan kognitif yang pertama, yaitu pengetahuan, pemahaman,dan aplikasi, dikatakan sebagai tujuan kognitif tingkat rendah, sedangkan tiga tingkatan berikutnya, yaitu analisis, sintesis, dan evaluasi dikatakan sebagai tujuan kognitif tingkat tinggi.
2.      Domain afektif
Domain afektif berkenaan dengan sikap, nilai-nilai, dan apresiasi. Domain ini merupakan bidang tujuan pendidikan kelanjutan dari domain kognitif. Artinya, seseorang hanya akan memiliki sikap tertentu terhadap suatu objek manakala telah memiliki kemampuan kognitif tingkat tinggi. Menurut Krathwohl dan kawan-kawan, dalam bukunya Taxonomy of Education Objectives domain afektif memiliki tingkatan, yaitu:
1)      Penerimaan
Penerimaan adalah sikap kesadaran atau kepekaan seseorang terhadap gejala, kondisi, keadaan atau suatu masalah. Sesorang memiliki perhatian yang positif terhadap gejala-gejala tertentu manakala mereka memiliki kesadaran tentang gejala, kondisi atau objek yang ada. Kemudian mereka juga menunjukkan kerelaan untuk menerima, bersedia untuk memerhatikan gejala, atau kondisi yang diamatinya itu. Akhirnya, mereka memiliki kemauan untuk mengarahkan segala perhatiannya terhadap objek itu.
2)      Merespons
Merespons atau menanggapi ditunjukkan oleh kemauan untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan tertentu seperti kemauan untuk menyelesaikan tugas tepat waktu, kemauan untuk mengikuti diskusi, kemauan untuk membantu orang lain dan sebagainya. Respons biasanya diawali dengan diam-diam, kemudian dilakukan dengan sungguh-sungguh dan kesadaran, setelah itu baru dilakukan dengan penuh kegembiraan dan kepuasan.
3)      Menghargai
Tujuan ini berkenaan dengan kemauan untuk memberi penilaian atau kepercayaan kepada gejala atau suatu objek tertentu. menghargai terdiri dari penerimaan suatu nilai dengan keayakinan tertentu seperti menerima adanya kebebasan atau persamaan hak antara laki-laki dan perempuan; mengutamakan suatu nilai seperti memiliki keyakinan akan kebenaran suatu ajaran tertentu, serta komitmen akan kebanaran yang diyakininya dengan aktiviatas.
4)      Mengorganisasi
Tujuan yang berhubungan dengan organisasi ini berkenaan dengan nilai ke dalam sistem organisasi tertentu, termasuk hubungan antar nilai dan tingkat prioritas nilai-nilai itu. Tujuan ini terdiri dari mengonseptualisasi nilai, yaitu memahami unsur-unsur abstrak dari suatu nilai yang telah dimiliki dengan nilai-nilai yang datang kemudian, serta mengorganisasi suatu sistem nilai, yaitu mengembangkan suatu sistem nilai yang saling berhubungan antara yang atas dengan lainnya.

5)      Karakterisasi nilai
Tujuan ini adalah menagadakan sintesis dan internalisasi sistem nilai dengan pengakajian secara mendalam, sehingga nilai-nilai yang dibangunnya itu dijadikan pandangan hidup serta dijadikan pedoman dalam bertindak dan berperilaku.
3.      Domain psikomotor
Domain psikomotor adalah tujuan yang berhubungan dengan kemampuan keterampilan sesorang. Ada tujuh tingkatan yang termasuk ke dalam domain ini:
1)      Persepsi (perception)
2)      Kesiapan (set)
3)      Meniru (imatation)
4)      Membiasakan (habitual)
5)      Menyesuaikan (adaptation)
6)      Menciptakan (organization)
Persepsi merupakan kemampuan seseorang dalam memandang sesuatu yang dipermasalahkan. Persepsi pada dasarnya hanya mungkin dimiliki oleh sesorang sesuai dengan sikapnya. Oleh karena itu, dalam kemampuan mempersepsi terkandung kemampuan internalisasi nilai yang didasarkan pada proses pengorganisasian intelektual yang selanjutnya akan membentuk pandangan seseorang. Kesiapan berhubungan dengan kesediaan seseorang untuk melatih diri tentang keterampilan tertentu yang direfleksikan dengan perilaku-perilaku khusus, misalnya tergambar dari motivasinya, kemauan, partisipasi serta kemampuan menyesuaikan diri dengan situasi yang ada.
Meniru adalah kemampuan seseorang dalam mempraktikkan gerakan-gerakan sesuai dengan contoh yang diamatinya. Kemampuan meniru tidak selamanya diikuti oleh pemahaman pentingnya serta makna gerakan yang dilakukannya. Misalnya, kemampuan anak untuk menirukan bunyi bahasa seperti yang dicontohkan, atau gerakan-gerakan motorik lainnya.
Membiasakan adalah kemampuan seseorang untuk mempraktikakan gerakan-gerakan tertentu tanpa harus meliahat contoh. Kemampuan habitual merupakan kemampuan yang didorong oleh kesadaran dirinya walaupun gerakan yang dilakukannya itu masih seperti pola yang ada. Baru pada tahapan berikutnya, yaitu kemampuan beradaptasi gerakan atau kemampuan itu sudah disesuaikan dengan keadaan situasi dan kondisi yang ada. Tahap akhir dari keterampilan ini adalah tahap mengorganisasikan, yakni kemampuan seseorang untuk berkreasi dan menciptakan sendiri suatu karya. Tahap ini merupakan tahap puncak dari keseluruhan kemampuan, yang tergambar dari kemampuannya menghasilkan sesuatu yang baru.[7]

  1. Pengembangan Isi Kurikulum
Bahan atau materi kurikulum adalah isi atau muatan kurikulum yang harus dipahami siswa dalam upaya mencapai tujuan kurikulum. Bahan atau materi kurikulum berhubungan dengan pertanyaan apakah yang harus diajarkan dan dipahami oleh siswa. Masalah ini tentu saja erat kaitannya dengan tujuan pendidikan yang harus dicapai.
1.      Sumber-sumber materi kurikulum
Isi atau materi kurikulum dapat berasal dari beberapa sumber berikut:
a)      Masyarakat beserta budayanya. Sekolah berfungsi untuk mempersiapkan anak didik agar dapat hidup di masyarakat. Dengan demikian, apa yang dibutuhkan masyarakat harus menjadi pertimbangan dalam menentukan isi kurikulum. Kurikulum yang tidak memperhatikan kebutuhan masyarakat akan kurang bermakna. Kebutuhan masyarakat yang harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum meliputi masyarakat dalam lingkungan sekitar, masyarakat dalam tatanan nasional, dan masyarakat global.
b)      Siswa. Di samping masyarakat beserta kebudayaannya, penetapan materi kurikulum juga dapat bersumber dari siswa itu sendiri. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perumusan isi kurikulum dikaitkan dengan siswa, yakni:
1)      Kurikulum sebaiknya disesuaikan dengan perkembangan anak
2)      Isi kurikulum sebaiknya mencakup keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dapat digunakan siswa dalam pengalamannya sekarang dan juga berguna untuk menghadapi kebutuhannya pada masa yang akan datang
3)      Siswa hendaknya didorong untuk belajar berkat kegiatannya sendiri dan tidak sekedar penerima pasif apa yang diberikan guru
4)      Apa yang dipelajari siswa hendaknya sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa
c)      Ilmu pengetahuan. Isi kurikulum diambil dari setiap disiplin ilmu. Bidang studi yang dipilih dan diajarkan pada sekolah yang bertujuan untuk memberikan keterampilan akademik agar lulusannya dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, akan berbeda dengan sekolah yang mempersiapkan lulusannya untuk bekerja.
2.      Tahap penyelesaian materi kurikulum
Ada beberapa tahap penyeleksian materi kurikulum yakni sebagai berikut:
a)      Identifikasi kebutuhan. Kebutuhan adalah ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan. Dengan demikian, penentuan bahan atau materi kurikulum harus dimulai dari penilaian apakah bahan yang ada cukup memadai untuk mencapai tujuan atau tidak.
b)      Mendapatkan bahan kurikulum. Dalam era teknologi informasi dewasa ini, untuk mendapatkan bahan kurikulum baru dapat dilakukan dengan mudah, misalnya dengan mengkaji berbagai jurnal pendidikan, menelaah sumber-sumber literatur yang baru, melacak informasi melalui internet dan lain sebagainya.
c)      Analisis bahan. Menganalisis materi/bahan kurikulum dapat dilakukan dengan meliahat informasi tentang bahan yang bersangkutan, misalnya dengan melihat nama pengarang, edisi dan tahun terbitan, termasuk penerbitnya sendiri. Di samping itu, analisis bahan dilakukan dengan mencermatiisi kurikulum itu sendiri, misalnya menguji konsep atau keterampilan yang ada dalam bahan kurikulum itu.[8]
d)     Penilaian bahan kurikulum. Manakala bahan kurikulum telah dianalisis keakuratannya, maka selanjutnya diberikan penilaian, apakah bahan itu layak digunakan atau tidak, sesuaikan dengan tuntutan kurikulum atau tidak. Dalam menentukan keputusan tersebut perlu juga diuji scope dan sequence-nya. Apakah tingkat kedalaman serta urutan bahan sesuai dengan tahap perkembangan siswa atau tidak, apakah urutannya sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah atau tidak.
e)      Membuat keputusan mengadopsi bahan. Membuat keputusan apakah bahan layak untuk diadopsi atau tidak merupakan tahap terakhir menyeleksi bahan. Tahap ini merupakan tahap yang penting dan biasanya cukup sulit dilakukan, oleh karena adanya kemungkinan perbedaan pendapat dari para pengembang materi kurikulum. Penentuan kelayakan ini harus dilakukan secara objektif.[9]
3.      Jenis-jenis materi kurikulum
Menurut Hilda Taba, bahan atau materi kurikulum dapat digolongkan menjadi 4 tingkatan, yakni fakta khusu, ide-ide pokok, konsep dan sistem berpikir.
Fakta khusus adalah bentuk materi kurikulum yang sangat sederhana. Fakta khusus ini biasanya merupakan informasi yang tingkat kegunaannya paling rendah.
Ide-ide pokok biasanya berupa prinsip atau generalisasi. Memahami ide pokok, memungkinkan kita bisa menjelaskan sejumlah gejala spesifik atau sejumlah materi pelajaran.
Konsep lebih tinggi tingkatannya dari ide pokok. Memahami konsep berarti memahami sesuatu yang abstrak sehingga mendorong anak untuk berpikir lebih mendalam.
Sistem berpikir, berhubungan dengan kemampuan untuk memecahkan masalah secara empirik, sistematis, dan terkontrol yang kemudian dinamakan berpikir ilmiah.











BAB III
PENUTUP

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Menurut Sukmadinata (2009), pengembangan kurikulum bisa berarti penyusunan kurikulum yang sam sekali baru, bisa juga menyempurnakan kurikulum yang telah ada.
2.      Domain kognitif
Domain afektif
Domain psikomotor
3.      Sumber-sumber materi kurikulum
a. Masyarakat beserta budayanya
b. Siswa
c. Ilmu pengetahuan
Tahap penyelesaian materi kurikulum
a. Identifikasi kebutuhan
b. Mendapatkan bahan kurikulum
c. Analisis bahan
d. Penilaian bahan kurikulum
e. Membuat keputusan mengadopsi bahan
Jenis-jenis materi kurikulum
Menurut Hilda Taba, bahan atau materi kurikulum dapat digolongkan menjadi 4 tingkatan, yakni fakta khusu, ide-ide pokok, konsep dan sistem berpikir.








DAFTAR PUSTAKA

Hamalik, Oemar Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. 2012.
Sanjaya, Wina. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana Predana Media Group. 2008.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Jakarta: PT Rosda Karya Remaja. 2011.
Suparlan. Tanya Jawab Pengembangan Kurikulum dan Materi Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2011.
TIM Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2012.
Wahyudin, Dinn. Manajemen Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosda Karya Offset. 2014.









[1] Din Wahyudi, Manajemen Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya Offset, 2014), hlm. 46.
[2] Suparlan, Tanya Jawab Pengembangan Kurikulum dan Materi Pembelajaran, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), hlm. 79.
[3] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Jakarta: PT Rosda Karya Remaja, 2011), hlm. 150.
[4] Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2012), hlm. 122-123.
[5] Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), hlm.47-48.
[6] TIM Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 48-50.
[7] Ibid. hlm. 48-53.
[8] Dinn Wahyudin, Manajemen Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya Offset, 2014), hlm. 54-55.
[9] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2008), hlm. 120.