BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Seiring dengan
cepatnya akselerasi wacana ekonomi Islam atau Syariah di tengah– tengah
masyarakat, fiqh muamalah menjadi bahan diskusi terus menerus. Persoalan yang
selalu mengemuka adalah apakah fiqh muamalah persoalan hukum ataukah persoalan
ekonomi. Apa lagi didalam istilah “muamalah” tersebut memang terkandung dua
sisi, ekonomi dan hukum. Dari sisi bahwa, di dalam muamalah di bahas tentang
berbagai macam tehnis transakasi dalam hubunganya dengan aktifitas melakukan produksi,
distribusi, dan konsumsi, maka muamalah serat dengan isu – isu ekonomi. Namun
dari sisi lain juga dalam muamalah digariskan tentrang berbagai ketentuan dan
persyaratan yang harus dipenuhi dalam sebuah aktifitas produksi, distribusi,
dan konsumsi tersebut dapat dianggap syah, maka muamlah serat dengan isu–isu
hukum.
Bank syariah
mulai digagas di Indonesia pada awal periode 1980-an, di awali dengan pengujian
pada skala bank yang relatif lebih kecil, yaitu didirikannya Baitut
Tamwil-Salman, Bandung. Dan di Jakarta didirikan dalam bentuk koperasi, yakni
Koperasi Ridho Gusti.[1] Berangkat dari
sini, Majlis Ulama’ Indonesia (MUI) berinisiatif untuk memprakarsai
terbentuknya bank syari’ah, yang dihasilkan dari rekomendasi Lokakarya Bunga
Bank dan Perbankan di Cisarua, dan di bahas lebih lanjut dengan serta membentuk
tim kelompok kerja pada Musyawarah Nasional IV MUI yang berlangsung di Hotel
Syahid Jakarta pada tanggal 22-25 Agustus 1990.
Produk-produk
yang ditawarkan oleh bank syariah, menurut mereka, hanyalah produk-produk bank
konvensional yang dipoles dengan penerapan akad-akad yang berkaitan dengan
syariah. Alasannya karena sistem bagi hasil dalam prakteknya masih menyerupai
sistem bunga bagi bank konvensional. Begitu pula penyaluran dana bank syariah yang
lebih besar bertumpu pada pembiayaan murabahah, yang mengambil keuntungan
berdasarkan margin, dianggap oleh masyarakat hanyalah sekedar polesan dari cara
pengambilan bunga pada bank konvensional.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Bagi hasil (profit Sharing)?
2. Bagaimana
Bagi
Hasil Bagi Perkembangan Bank Syariah?
3.
Apa Perbedaan Sistem Bunga dengan Sistem Bagi Hasil?
4. Faktor apa yang Mempengaruhi Bagi Hasil?
5. Apa itu Nisbah Bagi Hasil?
6. Macam-Macam
Nisbah??
7.
Seperti apa Metode Penentuan Nisbah Bagi Hasil?
8.
Bagaimana Bagi Untung dan Bagi Rugi Pada Akad Bagi Hasil?
9.
Apa saja Jenis-jenis Akad Bagi Hasil?
C.
Tujuan Penulisan
1. Mengenal Pengertian Bagi
hasil (profit Sharing)
2. MengetahuiBagi
Hasil Bagi Perkembangan Bank Syariah
3.
Mengetahui Perbedaan Sistem Bunga dengan Sistem Bagi Hasil
4. Mengenal Faktor yang Mempengaruhi Bagi Hasil
5. Mengetahui Nisbah Bagi Hasil
6. Mengetahui
Macam-Macam
Nisbah
7.
Mengetahui Metode Penentuan Nisbah Bagi Hasil
8.
Mengenal Bagi Untung dan Bagi Rugi Pada Akad Bagi Hasil
9.
Mengetahui Jenis-jenis Akad Bagi Hasil
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Bagi hasil (profit Sharing)
Bagi hasil
menurut terminologi asing (bahasa Inggris) dikenal dengan profit
sharing. Profit dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Secara
definisi profit sharing diartikan "distribusi beberapa bagian dari
laba pada pegawai dari suatu Perusahaaa".[2] Menurut
Antonio, bagi hasil adalah suatu sistem pengolahan dana dalam perekonomian
Islam yakni pembagian hasil usaha antara pemilik modal (shahibul maal) dan
pengelola (Mudharib).[3]
Secara umum
prinsip prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam empat
akad utama, yaitu, Musyarokah, Mudharabah, muzara’ah, dan Musaqolah. Sungguhpun
demikian prinsip yang paling banyak dipakai adalah al musyarakah dan al
mudharabah, sedangkan al muzara’ah dan al musaqolah dipergunakan khusus untuk
plantation financing atau pembiayaan pertanian untuk beberapa Bank Islam.
B. Bagi Hasil Bagi Perkembangan Bank Syariah
Keuntungan
yang akan diperoleh dengan berhasilnya pelaksana sistem bagi hasil dalam produk
mudharabah dan musyarakah oleh
perbankan:
a.
Stabilitas dan
pertumbuhan perbankan syariah yang ditopang oleh pertumbuhan ekonomi riil
masyarakat. Pertumbuhan ekonomi riil masyarakat akan memberikan jaminan
stabilitas dan pertumbuhan perbankan syariah karena akan terbentuk aliran dana
yang terus berjalan dari masyarakat yang telah mandiri secara ekonomi ke
perbankan syariah.
b.
Perbankan
syariah di indonesia akan mampu bersaing dengan perbankan konvensional di pasar
bebas melalui sistem yang berbeda dengan ciri-ciri pemberdayaan, keadilan dan
efektif dalam perekonomian rakyat.
c.
Meningkatnya
peran perbankan syariah dalam proses pembanguna nasional dalam bidang
kemandirian ekonomi masyarakat sehingga perbankan syariah akan menjadi pilar
pembangunan bangsa.
Optimalisasi
pelaksanaan sistem bagi hasil dalam produk mudharabah dan musyarakah sebagai
suatu sistem syariah adalah market positioning yang perlu diperjuangkan
dan hal ini merupakan satu tantangan bagi perbankan nasional di tengah
peluang-peluang yang terbuka lebar. Tantangan ini hanya akan erjawab apabila
terdapat lomitmen yang kuat dan kerjasama diantara lembaga-lembaga yang konsen
terhadap pengembangan perbankan syariah melalui optimalisasi sistem bagi hasil.[4]
C. Perbedaan Sistem
Bunga dengan Sistem Bagi Hasil
Prinsip
bagi hasil merupakan landasan operasional utama bagi produk-produk pembiayaan mudharabah
dan musyarakah dalam perbankan syariah. Prinsip dasar inilah yang
membedakan bank syariah dengan bank konvensional. Prinip dasar bagi hasil di
Indonesia diterapkan dengan dua metode, yaitu profit sharing danrevenue
sharing. Profit sharing menggunakan basis perhitungan berupa laba
yang diperoleh mudharabah dalam mengelola usahanya, sedangkan revenue
sharingmenggunakan basis berupa pendapatan yang diperoleh mudharib.
Tabel Perbedaan Sistem Bunga dengan
Sistem Bagi Hasil
BUNGA
|
BAGI HASIL
|
a.
Penentuan bunga dibuat pada
waktu akad dengan asumsi harus selalu untung
b.
Besarnya presentasi
berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang diinginkan
c.
Pembayaran bung tetap seperti
yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak
nasabah untung atau rugi
d.
Jumlah pembayaran bunga tidak
meningkat, sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang
booming
e.
Eksistensi bunga diragukan
oleh semua agama, termasuk islam.
|
a.
Penentuan besarnya
rasio/nisbah bagi hasil ditetapkan pada waktu akad dengan berpedoman pada
kemungkinan untung rugi
b.
Besarnya rasio bagi hasil
berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
c.
Bagi hasil bergantung pada
keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan
ditanggung bersama oleh kedua belah pihak
d.
Jumlah pembagian laba
meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan
e.
Tidak ada yang meragukan
keabsahan sistem bagi hasi.
|
Penentuan bagi
hasil yang berlaku dapat ditentukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a.
Penentuan
besarnya rasio bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada
kemungkinan untung rugi.
b.
Besarnya
rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.
c.
Besarnya
penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai
kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan (An-Taradhin)
di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.
d.
Bagi
hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan sekiranya itu tidak
mendapatkan keuntungan maka kerugian ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
e.
Jumlah
pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.
Mekanisme
perhitungan bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan syari'ah terdiri dari
dua sistem. yaitu: profitt Sharing dan Revenue Sharing[5]
Jenis Pola Bagi Hasil: Profit
Sharing dan Revenue Sharing
Ada beberapa
system bagi hasil yang terdapat dalam menentukan berapa bagian yang diperoleh
oleh masing masing –masing pihak yang terkait. System bagi hasil yang pada
dasarnya erat kaitannya dengan berapa marjin yang akan ditetapkan, yaitu
dengan:
Profit
sharing adalah perhitungan bagi hasil
didasarkan kepada hasil net dari total pendapatan setelah dikurangi dengan
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Apabila
Suatu bank menggunakan system profit sharing, kemungkinan yang akann
terjadi adalah bagi hasil yang akan diterima shahibul maal akan semakin
kecil. Kondisi ini akan mempengaruhi keinginan masyarakat untuk
menginvestasikan dananya pada Bank Syariah yang berdampak menurunnya jumlah
dana pihak ketiga secara keseluruhan.
Revenue
sharing adalah perhitungan bagi hasil
didasarkan kepada total seluruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi
dengan biay-biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut,
Bank yang menggunakan system revenue sharing kemungkinan akan terjadi
adalah tingkat bagi hasil yang diterima oleh pemilik dan akan lebih besar
dibandingkan tingkat suku bunga pasar yang berlaku. kondisi ini akan
mempengaruhi pemilik dana untuk berinvestasi di bank syariah dan dana pihak
ketiga akan meningkat.
Di dalam perbankan
syari'ah Indonesia sistem bagi hasil yang diberlakukan adalah sistem bagi hasil
dengan berlandaskan pada sistem revenue sharing. Bank syari'ah dapat
berperan sebagai pengelola maupun sebagai pemilik dana, ketika bank sebagai
pengelola, maka biaya tersebut akan
ditanggung oleh bank. begitu pula sebaliknya, jika bank berperan sebagai
pemilik dana akan membebankan biaya tersebut pada pihak nasabah pengelola dana.
D.
Faktor yang Mempengaruhi Bagi Hasil
Menurut
Antonio, faktor yang mempengaruhi bagin hasil terdari dari faktor langsung dan
tidak langsung. Faktor langsung terdiri dari investment rate, jumlah
dana yang tersedia dan nisbah bagi hasil (profit sharing ratio). Adapun
faktor tidak langsung terdiri dari penentuan butir-butir pendapatan dan biaya mudharabah
serta kebijakan akunting (prinsip dan kebijakan akunting).
1.
Faktor Langsung
a.
Investment
Rate
Persentase aktual dana yang diinvestasikan dari total dana
b.
Jumlah
Dana yang Tersedia
Jumlah dana yang berasal dari berbagai sumber dan tersedia untuk
diinvestasikan. Dana ttersebut dapat dihitung dengan menggunakan metode
rata-rata saldo minimum bulanan atau rata-rata saldo harian.
c.
Nisbah
Bagi Hasil (Profit Sharing Ratio)
Salah satu ciri dari pembiayaan mudharabah adalah nisbah
yang harus ditentukan dan disetujui pada awal perjanjian.
2.
Faktor Tidak Langsung
a.
Penentuan
Butir-Butir Pendapatan dan Biaya Bank dan nasabah melakukan share dalam
pendapatan dan biaya.
Bagi hasil yang berasal dari pendapatan setelah dikurangi dengan
biaya-biaya disebut dengan profit sharing. Sedangkan jika bagi hasil
hanya dari pendapatan dan semua biaya ditanggung oleh bank disebut dengan Revenue
Sharing.
b.
Kebijakan
Akunting
Bagi hasil tidak secara langsung dipengaruhi oleh prinsip dan
metede akunting yang diterapkan oleh bank. Namun, bagi hasil dipengaruhi oleh
kebijakan pengakuan pendapatan dan biaya.[6]
E.
Nisbah Bagi Hasil
Nisbah
adalah:
1) rasio atau perbandingan, rasio pembagian keuntungan (bagi hasil) antara shahib al-mal dan mudharib. 2) Angka yang menunjukkan perbandingan antara satu nilai
dan nilai lainnya secara nisbi, yang bukan perbandingan antara dua pos dalam
laporan keuangan dan dapat digunakan untuk menilai kondisi perusahaan; sin, Rasio (ratio).
Nisbah bagi hasil merupakan persentase
keuntungan yang akan diperoleh shahibul
mal dan mudharib yang ditentukan
berdasarkan kesepakatan antara keduanya. Jika usaha tersebut merugi akibat
resiko bisnis, bukan akibat kelalaian mudharib,
maka pembagian kerugiannya berdasarkan porsi modal yang disetor oleh
masing-masing pihak.
F. Macam-Macam
Nisbah
Nisbah bagi hasil dapat dibedakan dengan
sebutan-sebutan sebagai berikut:
a.
Nisbah
Aktiva
Tetap Terhadap Modal Bersih adalah nisbah
ini digunakan untuk menentukan tingkat investasi dalam aktiva tetap dengan
modal yang dimiliki oleh pemilik usaha/bisnis; dalam ketentuan bidang
perbankan nisbah aktiva tetap terhadap modal bersih tidak boleh melebihi 50%
(ratio of fixed asetc to net worth).
b.
Nisbah
at-Tamwil wa al-Wada’iadalah Financing to Deposit Rasio (FDR). Rasio pembiayaan bank syaiah
dengan dana pihak ketiganya; rasio penyaluran dan penghimpunan dana.
c.
Nisbah
Fi Ibtiyathi Naqdiadalah Rasio cadangan tunai (cash ratio); Bagian dari total aktivita
bank komisial yang ditahan dalam bentuk aktiva yang mempunyai likuiditas tinggi
untuk menghadapi penarikan uang oleh nasabah dan kewajiban keuangan lainnya.
d.
Nisbah
Jariyahadalah Rasio lancar (quick ratio); perbandingan antara aktiva lancar dan kewajiban
jangka pendek.
e.
NisbahJumlah
Modal adalah Rasio jumlah modal (total
capital ratio).
f.
NisbahKas
adalah Rasio kas (cash ratio).
g.
NisbahLaba
Bersih Tehadap Modal Bersih adalah Nisbah untuk menilai resiko kredit, yaitu
kemampuan bisnis (kegiatan usaha) untuk menghasilkan laba dalam satu periode (rate of net profits to net worth).
h.
NisbahLaba
Terhadap Aktiva (ROA) adalah Laba bersih dibagi total aktiva; ROA merupakan
rasio atau nisbah utama untuk laba (profitabilitas) (return on ossetsl ROA).
i.
NisbahLaba
Terhadap Modal adalah laba bersih dibagi modal sendiri merupakan rasio atau
nisbah profitabitas yang mengukur tingkat kemampuan modal dalam menghasilkan
laba bersih (return on equity ROE).
j.
NisbahLikiditas
adalah Nisbah yang mengukur kemampuan bank, perusahaan, atau peminjaman untuk
memenuhi kewajiaban jangka pendek yang jatuh tempo; nisbah ini dihitung dengan
membagi aktiva lancar dengan utang lancar (liquidity
ratio).
k.
Nisbah
Modal
Primer Terhadap Aset adalah Modal inti dibagi rata-rata total aset (primary capital toasets ratio).
l.
Nisbah
Modal
Sesuaian adalah Rasio modal yang telah disesuaikan terhadap total aset; rasio
ini digunakan dalam perhitungan kecukupan modal; perhitungan modal bank
dilakukan dengan memperhitungkan cadangan kerugian kredit macet. Cadangan
kerugian/keuntungan surat berharga dikurangi dengan kredit yang
diklarifikasikan macet (adjusted capital
ratio).
m.
NisbahModal
Terhadap Resiko Aset adalah Jumlah modal dibagi rata-rata total aset nilai setiap
aset tersebut didasarkan pada bobot resikonya (capital to risk asets ratio).
n.
NisbahPerputaran
adalah Nisbah yang menunjukan tingkat kecepatan konversi piutang menjadi kas
atau lamanya perputaran aset menjadi kas (turnover
ratio).
o.
Nisbah
Si’ri al-Sahmi ila al-Ribhiadalah Rasio pendapatan terhadap
harga suatu saham (price earning
ratio-PER).
p.
Nisbah
Utang
Terhadap Modal Bersih adalah Nisbah ini digunakan untuk menetapkan proporsi
utang terhadap modal bersih yang digunakan dalam kegiatan usaha (ratio of debt to net worth).
G.
Metode
Penentuan Nisbah Bagi Hasil
Berdasarkan
pertimbangan refrensi tingkat marjin keuntungan dan perkiraan usaha mudharib, Karim membagi metode
pembiayaan nisbah bagi hasil pembiayaan menjadi tiga bagian; yaitu penentuan
nisbah bagi hasil keuntungan, penentuan nisbah bagi hasil pendapatan, dan
penentuan bagi hasil penjualan. Selain di atas, menurut siagian, nisbah bagi
hasil dapat dihitung berdasarkan pendekatan Tawar-menawar.
a. Penentuan
Nisbah Bagi Hasil Keuntungan
Menurut Karim, nisbah bagi hasil
pembiayaan untuk bank ditentukan dengan cara membagi perkiraan keuntungan usaha
mudharib dengan referensi tingkat
marjin keuntungan. Maka, nisbah bagi hasil untuk mudharib adalah seratus persen dikurangi dengan nisbah bagi hasil
bagi bank.
b. Penentuan
Nisbah Bagi Hasil Pendapatan
Menurut Karim, nisbah bagi hasil
pembiayaan untuk bank ditentukan dengan cara membagi perkiraan pendapatan
(perkiraan tingkat keuntungan tanpa mempertimbangkan biaya overhead) dengan referensi tingkat keuntungan. Maka, nisbah bagi
hasil untuk mudharib adalah seratus
persen dikurangi dengan nisbah bagi hasil bagi bank:
c. Penentuan
Nisbah Bagi Hasil Penjualan
Menurut Karim, nisbah bagi hasil
pembiayaan untuk bank ditentukan dengan cara membagi perkiraan penerimaan
penjualan (perkiraan tingkat keuntungan tanpa mempertimbangkan biaya langsung
dan biaya overhead) dengan perkiraan
pendapatan dan referensi tingkat keuntungan. Maka, nisbah bagi hasil untuk mudharib adalah seratus persen dikurangi
dengan nisbah bagi hasil bagi bank:
d. Pendekatan
Tawar-Menawar
Menurut pendekatan ini, semakin
tinggi nisbah bagi hasil yang diisyaratkan oleh bank dan disetujui mudharib, semakin besar kesediaan bank
untuk membiayai proyek tersebut. Sebaliknya untuk mudharib, semakin tinggi nisbah bagi hasil yang diisyaratkan oleh
bank, semakin sulit kesudiaan mudharib untuk
menerima dana dari bank, begitu pula sebaliknya (Siagian, 2004).
H. Bagi Untung dan
Bagi Rugi Pada Akad Bagi Hasil
Dalam
kontrak mudharabah, return dan timing cash flow tergantung kepada
kinerja sektor riilnya. Bila laba bisnisnya besar, maka kedua belah pihak
mendapat bagian yang besar pula. Begitupun sebaliknya. Bila bisnis dalam akad mudharabah ini mendatangkan kerugian, maka pembagian
kerugian itu bukan didasarkan atas nisbah, tetapi berdasarkan porsi modal
masing-masing pihak. Itulah alasan mengapa nisbahnya disebut sebagai nisbah
keuntungan, bukan nisbah saja, yakni karena nisbah 50:50 atau 99:1 itu, hanya
diterapkan bila bisnisnya untung.
Lain halnya
kalau bisnisnya merugi, kemampuan shahibul
al-mal untuk menanggung kerugian finansial tidak sama dengan kemampuan mudharib. Dengan demikian, karena
kerugian dibagi berdasarkan proporsi modal, dan karena proporsi modal
(finansial) shahibul al-mal dalam
kontrak ini adalah 100%, maka kerugian (finansial) ditanggung 100% pula oleh shahibul al-mal. Di lain pihak, karena
proporsi modal (finansial) mudharib dalam
kontrak ini adalah 0%, andaikata terjadi kerugian, mudharib akan menanggung kerugian (finansial) sebesar 0% pula.[7]
I.
Jenis-jenis Akad Bagi Hasil
Bentuk-bentuk
kontrak kerjasama bagi hasil dalam perbankan syariah secara umum dapat
dilakukan dalam empat akad, yaitu Musyarakah, Mudharabah,
Muzara’ah dan Musaqah. Namun, pada penerapannya prinsip yang
digunakan pada sistem bagi hasil, pada umumnya bank syariah
menggunakan kontrak kerjasama pada
akad Musyarakah dan Mudharabah.
a.
Musyarakah
(Joint Venture Profit & Loss Sharing
Menurut
AntonioMusyarakah adalah akad kerja sama antara dun pihak atau lebih untuk
suatu tertentu dimana masing-mating pihak memberikan kontribusi dana dengan
kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan. Manan mengatakan, musyarakahadalah hubungan kemitraan antara
bank dengan konsumen untuk suatu masa terbatas pada suatu proyek baik bank
maupun konsumen memasukkan modal dalam perbandingan yang berbeda dan menyetujui
suatu laba yang ditetapkan sebelumnya, Lebih lanjut Manan mengatakan bahwa
sistem ini juga didasarkan atas prinsip untuk mengurangi kemungkinan
partisipasi yang menjerumus kepada kemitraan akhir oleh konsumen dengan
diberikannya hak pada bank kepada mitra usaha untuk membayar kembali saham bank
secara sekaligus ataupun secara berangsurangsur dari sebagian pendapatan bersih
operasinya.
Musyarakah
adalah mencampurkan salah satu dari macam harta dengan harta lainnya
sehingga tidak dapat dibedakan di antara keduanya. Dalam pengertian
lain musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk
suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana
(atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan
ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.[8]
b.
Mudharabah (Trustee
Profit Sharing)
Mudharabah atau
qiradh termasuk salah satu bentuk akad syirkah (perkongsian). Istilah laian
mudharabah digunakan oleh orang Irak, sedangkan orang Hijaz menyebutnya dengan
istilah qiradh. Dengan demikian, mudharabah dan qiradh adalah istilah maksud
yang sama.[10]
Mudharabah
termasuk juga perjanjian antara pemilik modal (uang dan barang) dengan
pengusaha dimana pemilik modal bersedia membiayai sepenuhnya suatu usaha
/proyek dan pengusaha setuju untuk mengelola proyek tersebut dengan
bagi hasil sesuai dengan perjanjian.[11]Di samping itu mudharabah juga berarti
suatu pernyataan yang mengandung pengertian bahwa seseorang memberi modal niaga
kepada orang lain agar modal itu diniagakan dengan perjanjian keuntungannya
dibagi antara dua belah pihak sesuai perjanjian, sedang kerugian ditanggung
oleh pemilik modal.
Adapun
bentuk-bentuk mudharabah yang dilakukan dalam perbankan syariah dari
penghimpunan dan penyaluran dana adalah:
a.
Tabungan
Mudharabah. Yaitu, simpanan pihak ketiga yang penarikannya dapat dilakukan
setiap saat atau beberapa kali sesuai perjanjian.
b.
Deposito
Mudharabah. Yaitu, merupakan investasi melalui simpanan pihak ketiga
(perseorangan atau badan hukum) yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam
jangka waktu tertentu (jatuh tempo), dengan mendapat imbalan bagi hasil.
c.
Investai
Mudharabah Antar Bank (IMA). Yaitu, sarana kegiatan investasi jangka
pendek dalam rupiah antar peserta pasar uang antar Bank Syariah berdasarkan
prinsip mudharabah di mana keuntungan akan dibagikan kepada kedua
belah pihak (pembeli dan penjual sertifikat IMA) berdasarkan nisbahyang telah
disepakati sebelumnya.[9]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bagi hasil
adalah suatu sistem pengolahan dana dalam perekonomian Islam yakni pembagian
hasil usaha antara pemilik modal (shahibul maal) dan pengelola(Mudharib). Pada
penerapannya prinsip yang digunakan pada sistem bagi
hasil, menggunakan dua macam kontrak kerjasama yaitu
akadMusyarakah dan Mudharabah. Dimana musyarakah adalah akad
kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu tertentu dimana
masing-mating pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa
keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Sedangkan Mudharabah adalah perjanjian antara pemilik modal (uang dan barang)
dengan pengusaha dimana pemilik modal bersedia membiayai sepenuhnya suatu usaha
/proyek dan pengusaha setuju untuk mengelola proyek tersebut dengan
bagi hasil sesuai dengan perjanjian.
Sedangkan mekanisme
penghitungan bagi hasil dapat dilakukan dengan dua macam pendekatan, yaitu
:
a. Pendekatan profit
sharing (bagi laba)
b. Pendekatan revenue
sharing (bagi pendapatan).
B.
Saran
Dari penulis,
kami sangat mengharap pembaca membacanya dengan teliti dan cermat, sebab
dikhawatirkan didalamnya terkandung hal-hal yang tidak sesuai dengan apa yang
seharusnya. Dan bagi penulis makalah yang sama, mohon lebih legowo membuka
cakrawala pembahasan lebih meluas dan terarah serta diimbangi dengan materi
yang rill adanya.
DAFTAR PUSTAKA
Ascarya, Akad dan Produk Bank
Syariah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012),
M. Syafei Antonio, Bank
Syariah Suatu Pengenalan Umum, (Jakarta: Tazkia Institute dan BI,
1999).
Muhammad, Sistem Bagi Hasil dan
Princing Bank Syariah, (UII Press: Yogyakarta, 2017),
Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi
hasil di Bank Syariah, ( Yogyakarta, UII Press, 2001),
Ir. Adiwarman A. Karim, S.E., MBA.,
MA., E.P., Bank Islam,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2013),
[1]
Syafi’I Antonio, Bank Syari’ah; Wacana Ulama’ dan
Cendekiawan, (Jakarta: Tazkia Institut dan Bank Indonesia, 1999), hlm. 278
[4]
Ir. Adiwarman
A. Karim, S.E., MBA., MA., E.P., Bank Islam,(Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada,2013), hlm.
[5]
Muhammad, Sistem
Bagi Hasil dan Princing Bank Syariah, (UII Press: Yogyakarta, 2017), hlm.
98-100.
[6]
Muhammad, Sistem
Bagi Hasil dan Princing Bank Syariah, (UII Press: Yogyakarta, 2017), hlm.
100-101.
[7]
Muhammad, Sistem
Bagi Hasil dan Princing Bank Syariah, (UII Press: Yogyakarta, 2017), hlm. 301-313
[8]
M. Syafei
Antonio, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, (Jakarta: Tazkia
Institute dan BI, 1999) Cet. ke-I,hal.. 129
[9]
Ascarya, Akad
dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), hlm.
63-64.