BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pada hakikatnya,
pembelajaran bahasa adalah belajar
komunikasi, mengingat bahasa merupakan sarana komunikasi dalam masyarakat.
Untuk dapat berkomunikasi dengan baik, seseorang perlu belajar cara berbahasa
yang baik dan benar, pembelajaran tersebut akan lebih baik manakala dipelajari
sejak dini dan berkesinambungan. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa
disertakan dalam kurikulum. Hal ini berarti setiap peserta didik dituntut untuk
mampu menguasai bahasa yang mereka pelajari terutama bahasa resmi yang dipakai
oleh negara yang ditempati peserta didik. Begitu pula di Indonesia, bahasa
Indonesia menjadi materi pembelajaran yang wajib diberikan di setiap jenjang
pendidikan, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Hal itu dilakukan
supaya peserta didik mampu menguasai bahasa indonesia dengan baik dan benar
serta mampu menerapkannya dalam kehidupan masyarakat sehari-harinya.
Kurikulum bahasa
indonesia pada umumnya bertujuan supaya siswa sekolah dasar telah mempunyai
kemampuan dasar dalam menggunakan bahasa indonesia sebagai alat komunikasi,
alat pengembangan ilmu pengetahuan, mempertinggi kemampuan berbahasa, dan
menimbulkan sikap positif terhadap bahasa indonesia; sebagai alat pemersatuan
dari beragam suku yang ada di Indonesia
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana hakikat bahasa?
2.
Bagaimana teori bahasa?
3.
Apa saja pendekatan bahasa?
C.
TUJUAN MASALAH
1. Untuk menegtahui bagaimanah akikat bahasa
2. Untuk mengetahui teori bahasa
3.
Untuk mengetahui pendekatan bahasa
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat Bahasa
Hakikat bahasa adalah dilihat dari aspek bunyi/isyarat, symbol
(huruf/gambar), dan makna. Dari ketiga aspek ini dapat didefinisikan bahwa
bahasa suatu bunyi atau isyarat yang dapat disimbolkan melalui huruf yang
berbeda-beda, masing-masing
bunyi atau gambar tersebut memiliki
makna yang berbeda-beda pula.
Bahasa merupakan alat komunikasi yang berupa system lambang
bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia. Bahasa terdiri atas kata-kata atau kumpulan kata.
Masing-masing mempunyai makna, yaitu hubungan abstrak antara kata sebagai
lambang dan objek atau konsep yang diwakili kumpulan kata atau kosakata itu
oleh ahli bahasa disusun secara alfabetis, atau menurut urutan abjad, disertai penjelasan artinya dan kemudian
dibukukan menjadi sebuah kamus.
Secara sederhana bahasa dapat diartikan sebagai alat untuk
menyampaikan sesuatu yang terlintas didalam hati. Namun lebih jauh bahwa bahasa adalah alat untuk
berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan
pikiran, gagasan, konsep atau perasaan. Dalam studi sosio linguistik,
bahasa diartikan sebagai sebuah system lambang, berupa bunyi, bersifat arbitrer,
produktif, dinamis, beragam,dan manusiawi.
Bahasa adalah sebuah system, artinya
bahasa dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat
dikaidahkan. System bahasa berupa lambang-lambang bunyi, setiap
lambang bahasa melambangkan sesuatu yang disebut makna. Maka dapat disimpulkan
bahwa setiap suatu ujaran bahasa pasti memiliki makna. Contoh, lambang bahasa yang berbunyi “air” melambangkan konsep atau
makna sesuatu yang dapat diminum dana sebagai penghilang dahaga[1].
B.
Teori Bahasa
Perlukah teori? Ya,
mutlak perlu, karena pengetahuan dasar dan kemampuan kita untuk memahami alam
semesta ini terbatas meneliti tanpa teori bagai memancing tanpa kail. Jadi, bagaimana dengan teori bahasa? Teori bahasa adalah
abstraksi para ahli bahasa sebagai hasil pengamatan terhadap gejala bahasa. Dengan
gejala pemikiran ini, ilmu bahasa tunduk kepada sejumlah asumsi tentang objek
empiris (bahasa) sebagai berikut.
Keragaman
Beberapa fenomena memiliki keragaman dalam sifat, struktur, bentuk
dan sebagainya. Keragaman ini
menghasilkan klasifikasi yang sangat mendasar bagi ilmu pengetahuan untuk
melahirkan taksonomi. Dari taksonomi para ilmuan membanding-bandingkan objek
studi sehingga muncul komparasi dan dari komparasi dan taksonomi para ilmuan
dapat melakukan prediksi. Klasifikasi tradisional kelas kata kedalam nomina,
pronominal, verba, ajektiva, proposisi, konjungsi, dan interjeksi di tempuh
berdasarkan keragaman anggota-anggota yang masuk dalam masing-masing kelas kata
itu.
Demikian juga konsep universal dalam teori linguistic adalah bukti
kuatnya asumsi keragaman ini. Ada
2 jenis universal dalam bahasa, yaitu universal absolut dan universal relative. Universal
absolut adalah ayat-ayat universal yang tidak memiliki kekecualian. Universal
relative adalah universal tendencies, yakni
kecenderungan universal, yakni yang memiliki kekecualian-kekecualian. Contoh
universal bahasa:
1.
Urutan kata S, V, O : dalam kalimat deklaratif dengan subjek objek
nomina, urutan yang domina adalah hampir
selalu pola S mendahului O.
2.
Sintaksis: dalam kalimat-kalimat kodisional, klausa kondisional
mendahului konklusi sebagai urutan normal dalam hampir
segala bahasa.
3.
Morfologi: bila bahasa mmemiliki infleksi, bahasa itu selalu
memiliki derivasi.
Kelestarian
Relatif
“ segala sesuatu berubah kecuali dzat
pencipta.” Demikianlah fenomena alam termasuk bahasa berubah-ubah dengan
tingkatan yang berbeda. Benda-benda angkasa berubah atau berevolusi jauh lebih
lama dari pada perubahan es menjadi air dalam gelas minuman.
Ilmu pengetahuan mencari hukum-hukum dari
objek yang relatif lestari sehingga dapat dijadikan pegangan. Sulitlah keilmuan
akan tegak bila objek studinya berubah setiap saat. Struktur bahasa relatif
lestari sehingga kita dapat mempelajarinya. Sintaksis lebih lestari daripada kosakata.
Struktur lebih dapat diprediksi dari pada makna. Karena itu sintaksis lebih
objektif daripada semantik. setiap bahasa mengenal fenomena bahasa gaul atau
slang, yang sangat musiman dan berubah dari waktu ke waktu, dari pengguna ke
pengguna. Berbeda dengan fenomena bahasa universal bahasa seperti disebut
diatas. Bahasa berubah dengan perubahan yang bertingkat, karena itu dalam ilmu
bahasa dikenal sejumlah fenomena seperti lexical
change, semanttic change, dan languange
reconstruction.
Sebab-akibat
Dalam Al-Qur’an difirmankan, “sesungguhnya
Allah tidak akan mengubah apa yang terdapat pada (keadaan) suatu kaum
(masyarakat), sehingga mereka mengubah apa yang terdapat dalam diri (sikap
mental) mereka.” (QS. Al-Raad: 11). Diteminisme mengatakan bahwa sebuah fenomena
bukanlah kejadian asal jadi dengan sendirinya. Ada keteraturan sehingga ada
keterkaitan sababiyah atau sebab-akibat, X menyebabkan Y. Walaupun begitu,
dalam ilmu pengetahuan tidak harus selalu ditemukan X akan selalu menyebabkan
Y. Bisa dikatakan X lazimnya (memiliki peluang besar mengakibatkan) munculnya
Y. Contoh yang paling sederhana adalah perubahan kata kerja finit dalam jumlah
persona disebabkan oleh karakteristik yang melekat pada subjek. Sebab-akibat
ini mengokohkan hukum subject-verb agreement.
Teori Bahasa
dan Metode Ilmiah
Manusia memaknai alam semesta dengan kemampuan
bahasa, Erikson seperti dikutip Hoover (1980) membedakan tiga jenis konsep : factuality, reality, dan actuality.
1) Factuality atau fakta adalah konsep yang paling akrab berkaitan
dengan kegiatan dan metode saintifik, yaitu
semesta fakta-fakta, data, dan teknik-teknik yang dapat diverifikasi
dengan metode observasi. Fakta jangan dikacaukan deengan kebenaran, sebab
benar-salah bukan urusan epistemologi. Tugas ilmu adalah mencari metode
secanggih mungkin agar mampu merevisi, memodifikasi, dan membatalkan
fakta-fakta, dan membatalkan teori yang
sudah diverifikasi oleh alat yang belum canggih, masih kasar, atau kurang
sensitif untuk menangkap gejala-gejala yang belum termaknai.
2) Reality atau realita adalah urutan kedua setelah fakta
dalam memahami hubungan manusia dengan semesta ini. Realitas kurang konkret
dibanding fakta, tetapi lebih sederhana bagi intuisi kita. Ia adalah perspektif
kita terhadap sebuah fakta. Adapun canggihnya metode yang ditempuh, tidak
mungkin bagi kita untuk memotret fakta secara utuh. Kita meneliti sesuatu
didorong motivasi yang berbeda sesuai minat kita. Wajar bila sebuah objek
diteliti oleh beberapa peneliti, karna masing-masing punya minat yang berbeda.jadi
metodologi yang ditempuh sesungguhnya upaya untuk menggali bukti-bukti untuk
membentuk pandangan kita ihwal realitas. Membaca hasil penelitian orang
sesungguhnya bukan sekedar membaca data, tapi membaca perspektif peneliti ihwal
realitas sebagaimana tercermin lewat data.
3) Actuality atau
aktualita adalah pengetahuan yang diperoleh lewat tindakan. Ia lebih membantu kita bagaimana kita
bertindak atas apa yang kita ketahui. Manusia katanya lebih cenderung berorientasi
pada aksi dari refleksi. Ilmuwan sosial yang terbaik adalah mereka yang bahasa
kuyub karna muncul-tenggelam dalam fenomena sosial yang sedang ditelitinya.
Ketika kita berbicara bahasa sebagai objek kajian linguistik secara ilmiah
sepatutnya anda bertanya apakah anda berujuk kepada fakta, realita, atau
aktualita ?
Peran Teori
Yang dimaksud dengan metode saintifik lazimnya
merunjuk pada langkah-langkah sistematik sebagai berikut :
1.
Identifikasi variabel yang diteliti.
2.
Pengajuan hipotesis yang menghubungkan satu
variabel dengan variabel yang lain atau situasi yang lain.
3.
Mengetes realitas, yakni dengan mengukur
hubungan hipotesis dengan hasil yang diperoleh.
4.
Melakukan evaluasi dimana hubungan yang telah
terukur itu dibandingkan dengan hipotesis awal, lalu dimunculkanlah sebuah
generalisasi.
5.
Mengajukan saran ihwal makna (signifikansi)
teoritis dari temuan, faktor-faktor yang terlibat dengan pengetasan yang
mungkin mengakibatkan distorsi temuan, dan sejumlah hipotesis lainnya yang
berkembang.
Langkah-langkah diatas itu gambaran pendekatan
konvensional dalam melakukan penelitian. Hal ini tidak berlaku bagi pendekatan
naturalistik karena berangkat dari asumsi filosofis yang berbeda. Sains sering
disebut tidak lebih dari sekedar reality
testing, yakni mengetes realitas. Semua orang terbiasa dengan realitas, dan
para ilmuwan memperkenalkan teori untuk
memahami realitas ini.
Teori adalah seperangkat proposisi yang saling
terkait yang menerangkan mengapa kejadian demi kejadian begitu adanya. Teori
ada berserakan dimana-mana hanya saja tidak bisa dilihat tanpa kacamata
metodologi ilmiah, dari hal kecil seperti cara memukul bola gold sampai dengan
hal-hal besar seperti teori realitifitas dari Eisntin. Teori-teori besar adalah
yang berkaitan dengan pertanyaan sekitar agama dan filosofis, ihwal asal mula keberadaan
alam semesta, sejarah spesies, tujuan hidup, norma perilaku yang mengarahkan
kepada kebajikan dan mungkin kebahagiaan. Bagi ilmu-ilmu sosial teori lazim
dilihat dari perspektif pragmatisme: sebuah teori disebut baik jika dilihat
dari kegunaannya untuk menjelaskan fenomena yang diamati.
Tujuan ilmu pengetahuan adalah menghasilkan
teori untuk menjelaskan fenomena yang diobservasi. Teori bukanlah batu karang
yang tak terdobrak kuasa ombak. Teori adalah kreasi manusia untuk menjelaskan
pemahama ihwal fenomena. Ada empat fungsi teori berikut (Hoover 1980:39).
1.
Teori menyajikan pola-pola untuk memaknai
data.
2.
Teori menghubungkan satu study dengan study
lainnya.
3.
Teori menyajikan berbagai kerangka yang
memayungi konsep dan variabel untuk memperoleh makna yang spesifik.
4.
Teori memungkinkan kita menginterpretasi makna
yang besar dari temuan penelitian kita yang bermakna bagi kita maupun bagi
orang lain.
Sebagai teori, maka teori bahasa sama saja dengan teori fenomena lain.
Katakanlah teori grafitasi bumi. Teori harus empirit dan spekulatif. Teori
bahasa layaknya teori ihwal alam juga. Persepsi kita terhadap teori bahwa bumi
memiliki daya grafitasi sebagiannya sama dengan persepsi kita terhadap teori
bahwa kalimatmemiliki daya simbolik. Dalam perbincangan sering kali kita harus
membedakan theory dari folk theory atau folk opinion, yakni pemahaman yang tidak kritis, tidak sistematis,
tidak metodologis dan sering diwariskan begitu saja dari generasi ke generasi.
Dalam ilmu bahasa pun ada dikenal folk linguintics, yaitu deskripsi atau
keoercayaan orang awam ihwal bahasa yang tidak berdasarkan penelitian.
Pengetahuan berkembang bermula dari folk
theory yang di kritik habis-habisan
sehingga menjadi teori saintifik. Misalnya sering dikatakan bahwa bahasa
perancis adalah bahasa yang paling romantis, bahasa inggris adalah bahasa yang
cocok untuk membahas ilmu pengetahuan dan bahasa arab adalah bahasa pertama
yang muncul dimuka bumi dan merupakan bahasa Nabi Adam. Percayakah anda ?
Teori Chomsky
Bagi Chomsky bahasa adalah cermin minda.
Dengan study bahasa yang mendetail kita mungkin dapat mengungkap bagaimana
minda manusia memproduksi dan mengolah bahasa. Study bahasa bertujuan
mengembangkan (1) teori bahasa, dan (2) teori pemerolehan bahasa. Secara logis,
tugas (1) mendahului tugas (2) teori bahasa yang memadai sebagiannya mejawab
pertanyaan dibawah ini :
1.
Apakah bahasa itu ?
2.
Apa artinya bahwa seseorang mengetahui bahasa
?
3.
Apa ciri pembeda bahasa alami dibandingkan
dengan bahasa buatan seperti yang digunakan dalam matematika dan media lainnya
?
4.
Apakah bahasa berbada satu sama lainnya secara
tidak dapat diduga atau
5.
Apakah semua bahasa memiliki ciri-ciri
universal tertentu ?
Dengan mempelajari secara serius bahasa
inggris atau bahasa apa saja ditemukan particular
grammar yang darinya dapat di abtraksi universal grammar. Berikut ini
beberapa ayat teori grammar yang diajukan oleh chomsky:
a)
Gramatika adalah sebuah model dari segala
kemampuan linguistik seorang penutur sejati sebuah bahasa yang memungkin
dirinya bicara dan memahami bahasanya dengan fasih.
b)
Gramatika bahasa adalah sebuah model dari
kompetensi linguinstik dari seorang penutur sejati yang fasih. Kompetensi
adalah pengetahuan seorang penutur dan pendengar sejati ihwal bahasanya,
sedangkan performansi adalah pemakaian bahasa secara aktual dalam suasana
konkrit.
c)
Linguinstik bagi chomsky adalah terutama
berkaitan dengan kompetensi yang terdiri atas dua jenis : kompetensi prakmatik
dan kompetensi gramatikal. Yang disebut pertama ini berurusan dengan informasi
non-linguinstik seperti pengetahuan latar kepercayaan perorangan dalam
mengeinterpretasi kalimat.
d)
Kompetensi gramatikal memayungi tiga
kompetensi, yaitu kompetensi sintatik, somantik dan fonologis. Grammar tata
bahasa terdiri atas komponen yang saling berkaitan, yaitu komponen sintaksi,
semantik, dan fonologis
e)
Dengan intuisi yang dimilikinya, seorang
penutur sejati dapat memberikan penilaian apakah sebuah ujaran itu gramatikal
dalam bahasanya.
f)
Teori linguistik terutama berurusan dengan
bahasa penutur pendengan yang ideal dalam sebuah masyarakat ujaran yang
betul-betul homogen.
g)
Kreatifitas berbahasa menunjukan bahwa bahasa
tidak sekejar pembelajaran daftar kalimat yang dihasilkan penutur sejati dan
mengulanginya seperti burung beo. Kebaruan kalimat yang dibuat itu menunjukan
perlawanan teori aliran behaviorisme bahwa belajar bahasa adalah pemerolehan
seperangkat kebiasan.
h)
Ada tiga urutan atau tingkat kehebatan teori
bahasa, yaitu yang memenuhi obsevational
adequacy, descriptive adequacy, dan explanatory
adequacy.
Teori Bahasa
Teori bahasa
membicarakan bahasa formal, terutama untuk kepentingan
perancangan kompilator dan pemroses naskah.Bahasa formal adalah kumpulan kalimat. Semua kalimat dalam
sebuahbahasa dibangkitkan oleh sebuah tata bahasa (grammar) yang sama. Sebuah Bahasaformal bisa dibangkitkan oleh dua atau
lebih tata bahasa berbeda. Dikatakan
Bahasa formal karena
grammar diciptakan mendahului pembangkitan setiap kalimatnya.
Bahasa manusia
bersifat sebaliknya; grammar diciptakan untuk meresmikan kata-kata yang hidup di masyarakat. Dalam pembicaraan selanjutnya ‘bahasa
formal’ akan disebut
‘bahasa’ saja.[2]
C.
Pendekatan Bahasa
Validitas suatu teori bahasa juga bergantung pada macam ilmu
pengetahuan yang diwakili apakah pengetahuan yang diperoleh melalui pancaindera
atau pengetahuan yang diperoleh melalui intuisi ilmiah.Suatu teori bisa
memerlukan syarat (1) bahasa harus di deskripsi melalui pengamatan dan
klasifikasi fakta-fakta (pendekatan induktif), melalui intuisi dan konstruksi
suatu model dari mana fakta-fakta yang memenuhi syarat bisa disimpulkan
(pendekatan deduktif).
a.
Pendekatan Induktif
Menurut
pendekatan ini, satu-satunya pernyataan tentang bahasa yang dapat dianggap
valid/sahih adalah pengertian yang diperoleh dari pengamatan fakta-fakta linguistik,
mengklasifikasikannya, dan membuat generalisasi tentang apa yang diselidiki dan
diklasifikasi. Cara ini merupakan peniruan dari pendekatan yang digunakan dalam
pengamatan ilmu-ilmu.Linguistik harus mencari model gerak bicara,
menyelidikinya, dan mengklasifikasi perbedaan-perbedaannya. Meskipun ahli-ahli
tersebut mengerjakancara itu hanya untuk sebagian kecil gerak bicara yang
ditampilkan oleh bahasa manapun, mereka membuat generalisasi tentang apa yang
telah diselidiki pada hal-hal yang belum diamati dengan berasumsi bahwa sample
yang telah dibuatnya telah memuat segala sesuatu yang dianggap penting.
Karena itu
telah sampai pada pengetahuan bahasa melalui penyelidikan tentang
penggunaannya, secara teori ia tak membutuhkan pengetahuan bahasa yang telah
digambarkan sebelumnya. Hal itu tak lain merupakan masalah pengumpulan sample
bahasa dari penutur aslinya dan kemudian memecahkan kaidah-kaidah yang ada di
dalamnya melalui teknik yang tak berbeda seperti dalam kriptografi.
Oleh karena itu
teori semacam ini dapat menghasilkan tekhnik dan prosedur analisis bahasa yang
sama untuk semua bahasa yang dianalisis. Setiap orang yang sudah terbiasa
dengan prosedur ini mampu menysun dari bahasa apa saja dimana dia dapat
memperoleh sample yang dianggap cukup. Penedekatan ini berdasarkan kepercayaan
hanya fakta-fakta yang dapat dibuktikan oleh indera sajalah yang memiliki
faliditas ilmiah.
Deskripsi
bahasa dan metode pengajaran bahasa berdasar pendekatan ini menekankan pada
ciri-ciri bahasa yang mudah untuk diamati dan diklasifikasi, yaitu ciri-ciri
fonologis bahasa bunyi, dan pola bunyi. Prosedur deskriptif seperti itu antara
lain dikemukakan oleh Harris.
b.
Pendekatan Deduktif
Bila ahli-ahli
bahasa menganut pendekatan induktif menirulan ilmu observasi, ahli-ahli yang
menganut pendekatan deduktif mengikuti ilmu teoritis. Merreka mengambil pola,
menyusun model teoritis, dan mengujinya untuk mengetahui sampai seberapa banyak
ia dapat mengambil kesimpulan darinya. Pembuatan model yang benar adalah sebuah
intuisi ilmiah.Hal ini dikerjakan dengan jalan menjelaskan hukum-hukum yang
secara tak disadari telah dimiliki oleh penutur bahasa.Hal ini merupakan
pengkodifikasian dari pengertian intuitif seseorang mengenai struktur bahasa
itu. Seorang ahli deduktif sebelumnya harus menguasai bahasa yang akan
dideskripsikannya.Dalam suatu bahasa, jumlah dan variasi ujaran tidak terbatas.
Oleh karena itu
tidak mungkin untuk mendeskripsikan seluruhnya, maka para linguist penganut
pendekatan deduktif menyusun suatu teori yang memungkinkan untuk menjelaskan
ujaran.Teori deduktif yang dianggap paling baik adalah toeri yang bisa
memberikan gambaran untuk sebagian besar lainnya yang belum diketahui.
Deskripsi
bahasa dan metode pengajaran bahasa yang didasarkan pada teori ini menekankan
pada pola-pola yang terbanyak dipakai dalam suatu bahasa.Satu tipe yang dapat
dipersiapkan melalui intuisi yaitu system jenis kata dan hubungan
sintaksis.Sebuah contoh teori deduktif ialah yang dikemukakan oleh Guillaume
dan pendekatan psikomekanis pada analisis bahasa.[3]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Jadi, dapat
disimpulkan bahwa Hakikat bahasa adalah dilihat dari aspek bunyi/isyarat,
symbol (huruf/gambar), dan makna. Dari ketiga aspek ini dapat didefinisikan
bahwa bahasa suatu bunyi atau isyarat yang dapat disimbolkan melalui huruf yang
berbeda-beda, masing-masing bunyi atau
gambar tersebut memiliki makna yang berbeda- beda pula.
Dalam bahasa
terdapat beberapa teori yaitu, keragaman, kelestarian relatif, sebab akibat, Teori Bahasa dan Metode Ilmiah, teori Chomsky, teori bahasa.Dan juga terdepata 2 pendekatan yaitu
pendekatan induktif dan deduktif.Pendekatan induktif adalah Menurut pendekatan
ini, satu-satunya pernyataan tentang bahasa yang dapat dianggap valid/sahih
adalah pengertian yang diperoleh dari pengamatan fakta-fakta linguistic.
Sedangkan bila ahli-ahli
bahasa menganut pendekatan induktif menirukan
ilmu observasi, ahli-ahli yang menganut pendekatan deduktif mengikuti ilmu
teoritis. Merreka mengambil pola, menyusun model teoritis, dan mengujinya untuk
mengetahui sampai seberapa banyak ia dapat mengambil kesimpulan darinya. Pembuatan model yang benar adalah sebuah
intuisi ilmiah
Saran
Penulisan makalah ini tentulah banyak sekali kekurangannya, kami
menyadari bahwa makalah yang kami buat masih jauh dari kesempurnaan.Sehingga
diharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun baik dari dosen
matakuliah maupundari reka-rekan mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA
Abd, Ibrahim Syukur, Analisis Bahasa Untuk Pengajaran Bahasa,
Surabaya Usaha Nasional.
Alwasilah Chaidar, Filsafat bahasa dan pendidilkan, Bamdung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2014.
Mulyati, Terampil Berbahasa Indonesia, Jakarta: PT. Karisma Putra
utama, 2016.
[1] Mulyati, Terampil Berbahasa Indonesia, (Jakarta: PT. Karisma Putra
Utama 2016), hlm. 2
[2] Chaidar Alwasilah, Filsafat Bahasa dan Pendidikan, (Bandung: PT.
Remaja RosdaKarya, 2014), hlm. 46-48
[3]Abd. Syukur Ibrahim, et al, Analisis Bahasa Untuk Pengajaran Bahasa,
(Surabaya: Usaha Nasional), hlm. 40-45