Narasumber
:
1.
Bapak H. muhammad (64)
Profesi
: Petani dan pengurus Kelompok Tani Desa Batang-Batang daya
Alamat
: desa Batang-batang Daya kecamatan batang-batang, Kabupaten Sumenep
2.
Bapak Adam
Profesi
: petani
Alamat
: desa Nyabakan Barat Daya kecamatan batang-batang, Kabupaten Sumenep
A.
Bagi
Penyewa Lahan
1.
Alasan
Menyewa Lahan
Alasan bagi
penyewa menyewakan lahan kepada orang lain karena masih banyaknya petani yang
kekurangan lahan untuk bercocok tanam juga semakin menyempitnya lahan
persawahan karena di bangun rumah-rumah oleh para penduduk setempat. Tak hanya
itu saja alasannya menyewakan lahan karena beliau juga ingin mengenmbangkan
potensi hasil tani yang unggul dan berkualitas. Entah itu tembakau, padi,
timun, maupun bawang. Tak hanya sawah saja yang di sewakan beberapa hectare
kebun pun yang juga dia kelola juga disewakan kepada para penduduk yang ingin
bercocok tanam maupun menambah penghasilan.
Luas lahan yang
disewakan tidak lebih dari 3-4 hektare dan juga itu tergantung persetujuan
antara penyewa dan yang menyewa. Dengan luas tersebut dimungkinkan para petani
yang menyewa akan lebih produktif lagi untuk bercocok tanam dan semakin giat
dalam bekerja dan mencari nafkah. Dan hasil tani yang di peroleh bisa di
gunakan sendiri untuk dijual maupun bagi hasil.
Harga lahan yang
disewakan dengan tarif Rp 15.000.000 pertahun. Dan juga untuk menyewanya
masyarakat menggunakan sistem uang muka dan sisanya bisa menyicil setiap bulan.
Dari uang tersebut masyarakat bisa memperoleh bibit untuk bercocok tanam.
Yang pertama
kali di lakukan adalah melakukan penawaran kepada masyarakat. Kadang juga
masyarakat datang sendiri kerumah beliau untuk membicarakan megenai persoalan
sewa menyewa lahan. Dan juga masyarakat di suruh membawa identitas diri dan
uang muka jika sudah fiks untuk menyewa. Dan yang kedua menyiapkan bibit
tanaman yang siap untuk di tanam (yang sekiranya cocok untuk cuaca) baik itu
berupa biji-bijian maupun tabulampot (Tanaman Buah Dalam Pot) yang siap di
pindahkan ke tanah.
Yang menyebabkan
beliau mau menyewakan lahan karena banyaknya petani yang kurang begitu paham
mengeni bercocok tanam yang benar dan cara pengelolaannya yang kurang tepat.
Dan juga beliau ingin membagikan sedikit ilmunya tetang cara bercocok tanam dan
merawat tanaman secara tepat dan benar yang beau dapatkan dari pamannya di
mojokerto.
Dari uang sewa
sebanyak Rp 15.000.000 tersebut sudah termasuk dalam lahan sawah atau kebun,
bibit tanaman, tabulampot, air yang di aliri melalui sistem irigasi, pupuk, dan
pestisida. Fasilitas tersebut sudah beliau sediakan untuk petani yang ingin
menyewa lahannya. Masyarakat khususnya ibu-ibu rumah tangga juga diajari cara
menanam sayur dalam pot yang tentunya lebih menyehatkan karena tidak ada
campuran bahan kimia dan bisa menjualnya kembali di pasar.
Untuk keamanan
beliau hanya bisa menjamin 80% karena selama masa sewa tersebut itu bukan
tanggung jawab beliau mengenai kondisi lahan tersebut melainkan tanggung jawab
dari si penyewa lahan. Untuk keamanan Alhamdulillah lahan yang disewakan jarang
di datangi oleh hewan-hewan atau hama yang merusak tanaman tersebut dikarenakan
penggunaan pestisida yang benar. Dan juga di pasangnya beberapa perangkap hewan
seperti tikus, dan musang yang sekiranya merusak tanaman tersebut.
Untuk masalah
perekonomian Alhamdulillah bisa membantu penghasilan beliau juga yang awalnya
tidak seberapa dan sekarang meningkat sebanyak 40% dari hasil awal. Beliau juga
menjual hasil panen tersebut dalam bentu beras atau gabah yang mana masyarakat
bisa membelinya sesuai kebutuhan mereka. Tak hanya dipasar beliau juga
menjualnya di rumahnya sendiri dengan takaran per-kiloan.
Yang di peroleh
beliau selama melakukan sewa menyewa lahan beliau lebih dekat bersama
Masyarakat dan juga lebih peka terhadap kondisi lahan khususnya sawah dan kebun
yang mana beliau. Beliau juga membangun relasi bersama tokoh Agama, tokoh
masyarakat, dan organisasi pemuda yang mana beliau kira mampu membantu dalam
hal penyaluran, pemberdayaan, dan sosialisasi terhadap masyarakat.
Tujuan utama
beliau menyewakan beberapa lahannya tidak lebih membantu perekonomian beliau
juga perekonomian masyarakat dan pemberdayaan kepada para petani sehingga mampu
mengolah tanaman dan hasil pertanian maupun perkebunan dengan pengolahan yang
benar dan bernilai tepat guna.
2. Proses yang dilakukan sehingga
terjadi sewa menyewa Lahan
Bertemu secara
langsung kedua belah pihak yang akan mlangsungkan sewa menyewa lahan pertanian
tersebut. Menyerahkan surat keterangan sewa lahan, data diri dan uang muka yang
sesuai dengan kesepakatan di awal. Jika sudah melengkapi persyaratan tersebut.
Kemudian sewa menyewa lahan ketika sudah menyelesaikan administrasi tersebut.
Kegiatan bercocok tanam bisa langsung di lakukan.
Akad yang di
gunakan adalah Akad Sewa Menyewa yang ada pada Hadist berikut: “Tidaklah ada seorang muslim yang menanam satu pohon atau
menanam tetumbuhan, lalu ada burung, atau manusia atau hewan ternak yang turut
memakan hasil tanamannya, melainkan tanaman itu bernilai sedekah baginya.”(HR.
Bukhori).
Sertifikat
tanah memang di butuhkan tapi itu jarang dilakukan karena sertifikat tanah
biasanya di gunakan dalam jangka waktu lama. Jika hanya menyewa setahun tidak
di perlukan sertifikat tanah tersebut.
Batasan
transaksi tersebut memang tentu ada batas waktunya. Paling lama sekitaran 3-5
tahun yang tentunya harus ada proses bagi hasil yang menurut akad sewa-menyewa
dalam hukum islam. Dan jika sudah putus kontrak si pemilik lahan akan mengelola
atau menyewakan lahannya sendiri kepada orang lain.
Dalam
proses transaksi pastinya ada beberapa kendala diantaranya : orang yang menyewa
membatalkan transaksi tersebut secara mendadak, dan persyaratan administrasi
yang belum lengkap.
Dengan
langsung mengambil tindakan dan memasrahkan urusan tersebut kepada Allah sembari
berusaha menyelesaikannya sedikit demi sedikit, dan memberi jangka waktu untuk
melengkapi administrasi tersebut. Selain itu bermusyawarah secara sepihak agar
masalah tersebut cepat selesai dan tidak ada konflik.
3.
Bagaimana Akad Sewa Yang di Lakukan Oleh Penyewa?
Akad
yang di gunakan adalah akad ijarah dan dilegalkan
di dalam syariat berdasarkan nash Al-Qur’an, Hadits dan Ijma’ dan Qiyas. Untuk
sahnya sewa – menyewa, pertama kali harus dilihat terlebih dahulu orang yang
melakukan perjanjian sewa-menyewa tersebut, yaitu apakah kedua belah pihak
telah memenuhi syarat perjanjian pada umumnya. Unsur yang terpenting
diperhatikan yaitu kedua belah pihak cakap bertindak dalam hukum yaitu punya
kemampuan untuk dapat membedakan yang baik dan yang buruk (berakal). Imam
Syafi’i dan Hambali menambahkan satu syarat lagi yaitu dewasa (baligh),
perjanjian sewa-menyewa yang dilakukan oleh orang yang belum dewasa menurut
mereka adalah tidak sah, walaupun mereka sudah berkemampuan untuk membedakan
mana yang baik dan mana yang buruk. Akad tersebut di legalkan
karena di dalamnya ada sistem upah dengan cara upah atau sistem bagi hasil
antara si penyewa dan yang menyewa lahan.
Surat
perjanjian atau surat keterangan sewa-menyewa lahan tentu sangat di perlukan
mengingat itu merupakan syarat wajib dalam menyewa tanah dan menjadi bukti
selama sewa menyewa tersebut berlangsung dan selama perjanjian itu berlangsung.
Surat keterangan perjanjian atau surat sewa-menyewa lahan bisa menjadi bukti ke
ranah hukum jika diantara kedua belah pihak tersebut melakukan kesalahan yang
teramat serius.
Akad
tersebut sudah tertuang dalam perjanjian dan kesepakatan di awal mengingat
kurangnya pemahaman masyarakat ataupun yang ingin menyewa lahan kurang mengerti
mengenai macam-macam akad sewa-menyewa dalam hukum islam. Jadinya pemilik
memberikan penjelasan mengenai akad tersebut dengan bahasanya sendiri yang
sekiranya mereka bisa mengerti dengan penjelasan beliau.
Jika
tidak terjadi akad ataupun tidak menggunakan akad tersebut di khawatirkan akan
ada kesalahan dan tidak ada pembagian bagi hasil dan pastinya akan ada unsur
kecurangan diantara kedua belah pihak dan juga kerugian yang tidak sedikit.
Untuk
perpanjangan sewa-menyewa lahan tersebut jika ingin memperpanjang kontrak sewa
harus ada pemberitahuan dan persetujuan kembali di awal juga dilihat jarak
waktunya untuk menentukan lamanya menyewa lahan tersebut. Karena tidak menutup
kemungkinan akan terjadi kegagalan pada saat bercocok tanam maupun pada saat
panen dan juga ini tergantung pada orang yang menyewa lahan tersebut.
4. Bagaimana
Tinjauan Menurut Hukum Ekonomi Islam
Bercocok tanam adalah salah satu lapangan pekerjaan yang
halal dan terbukti mendatangkan hasil. Bahkan hingga saat ini kelangsungan
hidup umat manusia terus bergantung kepada hasil pertanian dan perkebunan.
Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang berhasil digapai manusia belum
mampu memberikan alternatif lain. Dan mungkin hingga Hari Kiamat kondisi ini
akan terus berlangsung, hasil pertanian menjadi sumber kehidupan umat manusia.
Alhamdulillah sedikit demi sedikit sudah berlandaskan hokum
islam dengan menetapkan akad sewa-menyewa yang berlandaskan mengenai al-Qur’an,
Hadist, Ijma’ dan Qiyas. Karena mereka sudah ada sedikit pemahaman mengenai
tata cara sewa lahan yang benar dan
Proses sewa menyewa lahan sudah sesuai dengan hukum Negara
sebagaimana sudah di tanda tangani oleh kedua belah pihak diatas materai
materai dan sudah ada bukti kelengkapan administrasi yang di serahkan dari
orang yang menyewa lahan. Dan juga ada saksi dari pihak perangkat desa.
Sewa
menyewa merupakan salah satu bentuk transaksi dalam Islam yang diperbolehkan.
Obyek dalam transaksi sewa yaitu manfaat dari benda yang di sewakan. Dengan tidak
menggunakan sistem lelang yang mana sewa-menyewa lahan tersebut tidak akan sah.
Karena dalam islam yang digunakan adalah akad sewa menyewa dan sebelum sewa
menyewa tersebut di lakukan tidak ada unsur Lelangan yang menjadikan akad
tersebut tidak Sah.
Manusia
diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, yang berarti bahwa manusia tidak
akan dapat untuk hidup sendiri tanpa adanya bantuan/berhubungan dengan manusia
lain. Untuk menyempurnakan dan mempermudah hubungan antara mereka, banyak
sekali cara yang dilakukan. Salah satunya untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari manusia melakukan jual beli, melakukan sewa-menyewa, utang-piutang
dan lain sebagainya.
Sebagai sebuah
transaksi umum, sewa-menyewa baru dianggap sah apabila telah memenuhi rukun dan
syaratnya, sebagaimana yang berlaku secara umum dalam transaksi lainnya. Jumhur
ulama’ berpendapat, rukun sewa-menyewa ada empat;
1. Orang
yang berakal
2. Sewa
atau Imbalan
3. Manfaat
4. Sighad
(ijab dan qabul).
Jika sudah melaksanakan 4 rukun tersebut maka akad sewa-menyewa sudah
bisa di lakukan dan tinggal melangsungkan proses transaksinya.
Dalam islam sewa menyewa tanah tentu di perbolehkan karena telah
diatur dalam akad Sewa menyewa dan tinggal melihat jenis akad yang di gunakan
dan menyesuaikan dengan barang yang di sewakan. Dalam islam di singgung pula
mengenai syarat, rukun, dan tata cara penyelenggaraannya dan juga sistem
pembayarannya tidak lain adalah sistem bagi hasil yang mana di antara kedua
belah pihak akan sama-sama di untungkan dan sama-sama mendapatkan jatah hasil
panen baik itu dari penyewa lahan dan yang menyewa lahan.
B.
Bagi yang Menyewa Lahan
1.
Alasan Menyewa Lahan
Karena
lahan yang dimiliki kurang dan masih belum paham cara mengolah hasil pertanian
yang benar dan tepat. Dan juga sambil lalu bekerja sampingan ketika tidak
menggarap lahan sendiri ataupun ketika lahan di gunakan oleh orang lain.
Sehingga beliau menyewa lahan sambil lalu mengisi kekosongan waktu ketika
sedang bukan musim bercocok tanam dan juga adanya pemberdayaan tentang
Teknologi Pertanian dan sistem bercocok tanam di kebun dengan menggunakan
tabulampot (Tanaman Buah Dalam Pot).
Be;iau
menyewa lahan seluas 4 haketare yang mana dengan luas tersebut saya mengelola
lahan di sector pertanian dengan bibit, dan pupuk untuk penanaman yang pertama
di berikan dari pemilik lahan. Untuk kebelakangnya bibit tanaman membeli
sendiri begitu juga dengan pupuk namun air tetap pemilik lahan yang mengelola.
Biaya
sewa berkisaran Rp 15.000.000 pertahun dan beliau menyewa selama 3 tahun. Yang
mana beliau bergerak di sektor pertanian tanaman padi, tembakau, timun, bawang,
dan jagung. Selama masa sewa tersebut beliau selalu ikut andil berperan dalam
sistem pertanian guna memberdayakan cara pengolahan yang benar kepada
masyarakat.
Yang
harus di persiapkan pertama kali adalah pesetujuan dari pihak keluarga dan jika
keluarga telah mengizinkan maka beliau langsung mendatangi kediaman penyewa
lahan dan membicarakan perencanaannya dan juga mengatur penyerahan berkas untuk
di serahkan kepada yang memiliki lahan, yang kedua surat-surat perijinan dari
kepala desa dan surat keterangan menyewa lahan, foto copy data diri dan uang
sewa.
Saya
mau menyewa lahan karena keterbatasan lahan yang saya miliki untuk di garap dan
ingin memiliki peghasilan tambahan supaya bisa membuat usaha sendiri di rumah
walaupun usaha kecil-kecilan dan juga jikalau sawah sendiri biar keluarga yang
mengelola.
Mengenai
keamanan Alhamdulillah lahan yang beliau sewa tidak ada yang merusak. Karena setiap
malam beliau bersama pemilik lahan mengecek lahan yang di sewanya. Biasanya
pengecekan di lakukan selama 1 jam setelah itu beristirahat di gubuk sawah
sambil membicarakan hal-hal terkait lahan, pengolahan hasil pertanian, dan
berbagai topik lainnya.
Dalam
menyewa lahan sudah bisa membantu perekonomiannya sedikit demi sedikit dan dari
hasil itu bisa membuka usaha rumahan yang cukup untuk menopang perekonomian di
rumah juga sebagai tabungan untuk sekolah anak, dan juga modal untuk mengelola
tabulampot di pekarangan rumah dan sayur organik yang tidak membutuhkan lahan
yang luas. Dan hasilnya bisa di tanam sendiri atau di jual kembali.
Manfaat
yang di perloleh tidak lain adalah metode atau cara bercocok tanam yang baik
dan benar, pemberdayaan masyarakat, tekonogi tepat guna, dan hasil sampingan
yang di peroleh untuk membuat usaha kecil-kecilan yang bisa menopang
perekonomian keluarga khususnya pendidikan anak dan budidaya tanaman sayur
mandiri yang bisa menggunakan lahan yang tidak terlalu luas.
Tujuannya
tidak lebih menyekolahkan anak hingga ke jenjang yang lebih tinggi dan
mengelola hasil pertanian yang benar untuk bisa di kelola secara mandiri kepada
sanak sudara di rumah, mengelola industri rumahan, dan membuat usaha
kecil-kecilan. Tujuan utamanya yaitu ingin menopang keuangan keluarga supaya
bisa mempunya tabungan yang bisa di gunakan di masa depan untuk membiayai
kebutuhan keluarga.
2.
Proses Yang di Lakukan Sehingga Terjadi Terjadi Sewa Menyewa Lahan
Syarat
yang harus di penuhi adalah membuat surat perijinan yang di ketahui oleh kepala
desa setempat, dan menyertakan surat keterangan menyewa lahan, foto copy data
diri seperti KTP, dan uang sewa. Setelah itu proses persetujuan akan di
serahkan kepada pihak yang menyewa lahan paling lama 3 hari sembari memberikan
kwitansi dan bibit tanaman serta pupuk sebanyak 1 karung.
Akad yang di
gunakan adalah Akad Sewa Menyewa yang ada pada Hadist berikut: “Tidaklah ada seorang muslim yang menanam satu pohon atau
menanam tetumbuhan, lalu ada burung, atau manusia atau hewan ternak yang turut
memakan hasil tanamannya, melainkan tanaman itu bernilai sedekah baginya.”(HR.
Bukhori).
Sertifikat
tanah yang digunakan adalah sertifikat tanah yang di miliki oleh pemilik lahan
untuk di jadikan tinjauan sebagaimana untuk dijadikan bukti transaksi sewa yang
dilakukan selama jangka waktu penyewaan tanah tersebut berlangsung.
Batasan
transaksi tersebut memang tentu ada batas waktunya. Paling lama sekitaran 3-5
tahun yang tentunya harus ada proses bagi hasil yang menurut akad sewa-menyewa
dalam hukum islam. Dan jika sudah putus kontrak si pemilik lahan akan mengelola
atau menyewakan lahannya sendiri kepada orang lain.
Proses
transaksi yang digunakan berdasarkan dengan akad perekonomian islam yang mana
di dalamnya sendiri sudah di legalkan oleh Jumhur ulama’ dengan menerapkan
sistem bagi hasil bagi yang menyewa lahan tersebut selama jangka waktu periode
yang di butuhkan. Dalam akad sewa menyewa sudah ada dalil yang melegalkan akan
akad tersebut.
Sebelumnya
penyewa tidak begitu paham mengenai sewa-menyewa dalam islam itu seperti apa
dan metode yang di gunakan juga seperti apa. Setelah menyewa lahan tersebut sedikit
demi sedikit juga mengetahui rukun dan syarat yang harus di laksanakan agar
akad tersebut sah dan barokah.
Di
dalam proses transasksi juga perlu adanya proses administrasi yang juga
merupakan syarat persetujuan sewa-menyewa berlangsung sehingga terjadilah
kegiatan transaksi sewa-menyewa yang berdasarkan akad ijarah atau akad sewa-menyewa.
Untuk
kendala transaksi sewa-menyewa sudah pasti ada yaitu di antaranya biaya yang
mahal untuk di jadikan biaya sewa.
Untuk
antisipasi keadaan tersebut maka disepakati sistem uang muka yang tidak terlalu
memberatkan bagi para penyewa lahan agar bisa bercocok tanam meskipun dengan
cara sistem bagi hasil.
3.
Akad Sewa Yang di Lakukan
Manusia adalah makhluk sosial yang saling
membutuhkan satu sama yang lain. Ketika salah satu membutuhkan dan tidak
memiliki apa yang ia butuhkan, maka yang lain bisa membantu untuk memenuhinya.
Inilah di antara hikmah ijarah (persewaan) yang disyariatkan
di dalam islam. Habib Hasan bin Ahmad al-Kaaf berkata:
“Di antara hikmah dari ijarah adalah,
sesungguhnya tidak setiap orang memiliki kendaraan, tempat tinggal, pelayan dan
selainnya, sedangkan ia membutuhkan semua itu namun tidak mampu membelinya,
maka ijarah (sewa menyewa) diperbolehkan karena hal itu.”
Akad ijarah dilegalkan
di dalam syariat berdasarkan nash Al-Qur’an, Hadits dan Ijma’ sebagaimana yang
disampaikan oleh Syekh Zakariya al-Anshari (Lihat: Asna al-Mathalib,
Beirut, Dar al-Fikr, cetakan kelima, 2003, jilid 5 halaman 73).
Allah subhanahu
wata’ala berfirman:
فَإِنْ أَرْضَعْنَ
لَكُمْ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ
“Kemudian jika mereka
menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya.” (QS
Ath-Thalaaq: 6)
Ayat ini menunjukan
tentang akad ijarah sebab bentuk kalimat فَآتُوهُنَّ
أُجُورَهُنَّ adalah bentuk kalimat perintah dan perintah di dalam ushul
fiqh menunjukkan wajib. Upah hanya bisa diwajibkan/ditetapkan oleh akad
(transaksi). Sehingga ayat ini secara pasti diarahkan pada menyusui yang
disertai dengan akad (ijarah). (Habib Hasan bin Ahmad al-Kaaf, Taqrirat
as-Sadidah, Yaman, Dar al-Mirats an-Nabawi, cetakan pertama, 2013, halaman 138)
Di dalam sebuah hadits disampaikan:
“Sesungguhnya baginda Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam dan Abu Bakar Shiddiq ra pernah menyewa seorang
lelaki dari Bani ad-Diil yang bernama Abdullah ibn al-Uraiqith.” (HR. Bukhari).
4.
Bagaimana Tinjauan
Menurut Hukum Ekonomi Islam
Jika di tinjau menurut
hokum islam Tanah
lahan pertanian yang merupakan sumber sebagian besar mata pencaharian utama
bagi sebagian masyarakat di Desa Golokan, maka bagi para petani yang tidak
memiliki tanah sendiri, mereka berusaha mendapatkan sewaan dari orang lain.
Dalam hal ini
Jumhur Ulama’ berarti sewa menyewa dalam islam di legalkan asal memenuhi rukun dan
syarat akad yang sudah di sepakati jumhur Ulama’.
Dalam
sewa menyewa juga ada dasar hukum syariat sewa menyewa. Dalam dasar hukum itu
sewa menyewa sangat dianjurkan karena itu bisa juga disebut sebagai tolong
menolong dalam kebaikan antar sesama manusia. Sewa menyewa itu sendiri
dianjurkan dalam al qur'an, sunah dan ijma'Salah satu hadis yang berkaitan
tentang sewa menyewa itu saya ambil dari hadis tentang produksi. " Dari
jabir RA berkata, rasulullah SAW bersabda: barang siapa mempunyai sebidang
tanah, maka hendaklah ia menanaminya. Jika ia tidak bisa atau tidak mampu
menanaminya, maka hedaklah diserahkan kepada orang lain(untuk ditanami) dan
janganlah menyewakannya (HR.Muslim).
Dalam
hadis tersebut dijelaskan bahwa jika seseorang mempunyai sebidang tanah maka
cepatlah untuk menanaminya dengan berbagai jenis tanaman, jika memang mereka
tidak mampu untuk menanaminya, maka lebih baik untuk diserahkan kepada orang
lain yang mampu untuk mengurus tanah tersebut dengan benar. Apabila penyewaan
tersebut belum jelas kepemilikannya,haram hukumnya untuk disewakan. Seperti
penjelasannya diatas, sewa menyewa itu boleh asal ada beberapa rukun yang harus
dijalankan oleh setiap orang.
Dalam
hukum Negara di Indonesia tentunya tidak lepas dari undang-undang dan pasal
tentang tanah dan hak milik yang mempunyai sertifikat tanah tersebut.
Proses
sewa lahan menurut Syariat islam. Diantaranya memenuhi rukun Ijarah seperti di
bawah ini :
1. Pertama, shigat (kalimat yang
digunakan transaksi) seperti perkataan pihak yang menyewakan “Saya menyewakan
mobil ini padamu selama sebulan dengan biaya/upah satu juta rupiah.” Dan pihak
penyewa menjawab “Saya terima.”
2. Kedua, ujrah (upah/ongkos/biaya)
3. Ketiga, manfaat (Kemanfaatan barang atau orang yang
disewa)
4. Keempat, mukri/mu’jir (pihak yang
menyewakan)
5. Kelima, muktari/musta’jir (pihak
yang menyewa)
Sebagai salah satu aplikasi
langsung dari ketentuan ini, maka para ulama mengharuskan adanya kejelasan
“uang sewa”. Dengan adanya kejalasan pada “uang sewa” baik nominal ataupun
tempo pembayarannya, diharapkan tidak terjadi persengketaan.
عَنْ
حَنْظَلَةُ بْنُ قَيْسٍ الأَنْصَارِىُّ قَالَ سَأَلْتُ رَافِعَ بْنَ خَدِيْجٍ عَنْ
كِرَاءِ الأَرْضِ بِالذَّهَبِ وَالْوَرِقِ فَقَالَ لاَ بَاْسَ بِهِ إِنَّمَا كَانَ
النَّاسُ يُؤَاجِرُونَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَلَى الْمَاذِ يَاتِ وَأَقْبَالِ الجَدَاوِلِ وَأَشْيَاءَ مِنَالزَّرْعِ
فَيَهْلِكُ هَذَا وَيَسْلَمُ هَذَا وَيَسْلَمُ هَذَا وَيَهْلِكُ هَذَا فَلَمْ
يَكُنْ لِلنَّاسِ كِرَاءٌ إِلاَّ هَذَا فَلِذَلِكَ زُجِرَ عَنْهُ فَأَمَّا شَىْءٌ
مَعْلُومٌ مَضْمُونٌ فَلاَبَأْسَ بِهِ
“Hanzhalah bin Qais
al-Anshari mengisahkan: Aku pernah berrtanya kepada Rafi’ bin Khadij Radhiyallahu
anhu perihal hukum menyewakan ladang dengan uang sewa berupa emas dan perak
(dinar dan dirham). Maka beliau menjawab, “Tidak mengapa. Sejatinya dahulu
semasa hidup Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masyarakat menyewakan
ladang ‘sewa uang’ berupa hasil tanaman yang tumbuh di dekat sungai, parit, dan
hasil tumbuhan tertentu. Dan ketika musim panen tiba, bisa jadi tanaman bagian
ini rusak sedangkan bagian ini utuh sedangkan bagian itu rusak. Kala itu tidak
ada penyewaan ladang kecuali dengan cari ini, karena itu mereka dilarang
menyewakan ladangnya. Adapun menyewakan ladang dengan ‘uang sewa’ yang telah
jelas nan pasti maka tidak mengapa.” [Riwayat Muslim hadits no. 4034]
Ibnu Abdil Barr rahimahullah
menukilkan dari sebagian ulama yang menjelaskan bahwa hadits di atas menjadi
dalil kuat bolehnya menyewakan ladang dengan “uang sewa” berupa emas, perak,
segala bentuk bahan makanan dan benda lainnya asalkan jelas jumlahnya. Menurut
mereka, segala barang yang dapat dijadikan sebagai “pembayaran” dalam akad jual
beli, maka boleh dijadikan “uang sewa” dalam penyewaan ladang. Ketentuan ini
berlaku selama barang tersebut tidak mengandung unsure gharar
(ketidakpastian).. [At-Tamhid oleh Ibnu Abdil Barr 3/40]
Adapun barang yang menjadi
objek akad sewa, maka secara garis besar, dalam syari’at ada dua ketentuan yang
harus terpenuhi:
Ketentuan Pertama: Barangnya
Halal
Akad sewa-menyewa sejatinya adalah salah satu bentuk akad jual-beli, hanya saja yang diperjualbelikan ialah kegunaan barang dan bukan fisik barangnya. Imam asy-Syairazi asy-Syafi’i berkata, “Akad sewa-menyewa sejatinya adalah jual beli, dengan demikian setiap orang yang dibenarkan untuk berjual beli maka ia pun boleh untuk sewa-menyewa.” [At-Tanbih: 122]
Akad sewa-menyewa sejatinya adalah salah satu bentuk akad jual-beli, hanya saja yang diperjualbelikan ialah kegunaan barang dan bukan fisik barangnya. Imam asy-Syairazi asy-Syafi’i berkata, “Akad sewa-menyewa sejatinya adalah jual beli, dengan demikian setiap orang yang dibenarkan untuk berjual beli maka ia pun boleh untuk sewa-menyewa.” [At-Tanbih: 122]
Berangkat
dari fakta ini, tidak diragukan bahwa barang-barang haram dalam syari’at,
semisal babi, anjing, dan yang serupa dengannya tidak halal diperjualbelikan,
baik fisiknya maupun kegunaanya.
إِنَّ اللَّهَ إِذَا حَرَّمَ عَلَى قَوْمٍ أَكْلَ شَىْءٍ
حَرَّمَ عَلَيْهِمْ ثَمَنَهُ
”Sesungguhnya bila Allah telah mengharamkan atas suatu kaum
untuk memakan sesuatu, pasti Dia mengharamkan pula atas mereka hasil
penjualannya.” [Riwayat Ahmad]
Keumuman hadits ini mencakup hasil penjualan fisik barang
haram, dan juga penjualan fungsinya melalui akad sewa-menyewa.
Ketentuan Kedua: Disewa Untuk Tujuan Yang Halal
Harta benda dan segala yang ada pada diri Anda adalah nikmat dan karunia Allah Azza wa Jalla. Sebagai konsekuensinya, Anda berkewajiban untuk menggunakannya dengan cara-cara yang benar dan dalam batasan yang dibenarkan pula. Dengan demikian, segala nikmat Allah Ta’ala yang Anda miliki dapat menunjang terlaksananya peribadatan Anda kepada Allah Azza wa Jalla.Anda bisa bayangkan, betapa indahnya hidup Anda bila Anda benar-benar menggunakan segala karunia Allah Azza wa Jalla guna menunjang peribadatan Anda.
Harta benda dan segala yang ada pada diri Anda adalah nikmat dan karunia Allah Azza wa Jalla. Sebagai konsekuensinya, Anda berkewajiban untuk menggunakannya dengan cara-cara yang benar dan dalam batasan yang dibenarkan pula. Dengan demikian, segala nikmat Allah Ta’ala yang Anda miliki dapat menunjang terlaksananya peribadatan Anda kepada Allah Azza wa Jalla.Anda bisa bayangkan, betapa indahnya hidup Anda bila Anda benar-benar menggunakan segala karunia Allah Azza wa Jalla guna menunjang peribadatan Anda.
نِعْمَ الْمَالُ الصَّالِحُ لِلْمَرْءِ الصَّالِح
“Sebaik-baik
harta halal adalah harta yang dimiliki oleh orang yang shalih.” [Riwayat Ahmad
4/197]
Berangkat
dari prinsip ini, ulama ahli fiqih telah menegaskan akan keharaman menyewakan
barang atau diri Anda untuk bekerja dalam hal-hal yang melanggar syari’at.
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي
الْخَمْرِ عَشْرَةً عَاصِرَهَا وَمُعْتَصِرَهَا وَشَارِبَهَا وَحَامِلَهَا
وَالْمَحْمُولَةُ إِلَيْهِ وَسَاقِيَهَا وَبَائِعَهَا وَآكِلَ ثَمَنِهَا
وَالْمُشْتَرِي لَهَا وَالْمُشْتَرَاةُلَهُ
“Berkaitan
dengan khamar, Rasulullah Shllallahu ‘alaihi wa sallam melaknati sepuluh
kelompok orang: pemerasnya, orang yang meminta untuk diperaskan, peminumnya,
pembawanya (distrbutornya), orang yang dibawakan kepadanya, penuangnya (pelayan
yang menyajikan), penjualnya, pemakan hasil jualannya, pembelinya, dan orang
yang dibelikan untuknya.” [Riwayat at-Tirmidzi]