MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Hadis-hadis Tarbawi
yang diampu oleh Bapak Mohammad Farah Ubaidillah, S. THI, M. HUM
Oleh: kelompok 7
Ach. Shofwan [20170701011008]
Mohammad Samsul Arifin [20170701011083]
Nur Hakikoh [20170701012105]
Nur Ainita [20170701012103]
Nurhasanah [20170701012109]
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI MADURA
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kamihaturkan kehadirat Allah SWT.Yang Maha Esakarena dengan
izin-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Tidak lupa
pula, kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah membina kami
dan kepada teman-teman yang telah mendukung kami dalam menyelesaikan makalah
ini. Makalah ini kami susun dengan maksud untuk memenuhi
tugas kelompok di semester IV mata kuliah Hadits-hadits Tarbawi yang
sekaligus bertujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan pembaca mengenai“Hadits tentang
Pendidikan kepada Diri Sendiri”.
Dalam menyusun
makalah ini kami menyadari bahwa dalam
penyusunannya masih banyak kekurangan. Sehingga kami berharap kepada pembaca agar memberikan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah kami. Dan semoga makalah ini menjadi wawasan pengetahuan serta bermanfaat bagi
para pembaca khususnya kepada kelas A prodi PAI.
Pamekasan, 15 Maret 2019
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan pada
diri sendiri merupakan hal penting yang patut kita pelajari, dikarenakan
sebelum mendidik orang lain penting kiranya mendidik diri sendiri. Tidak hanya
itu, sepatutnya kita menjadi teladan bagi orang lain sebelum mendidik orang
lain. Sehingga, peserta didik tidak hanya mendengar apa yang dikatakan
pendidik,tetapi juga bisa meniru apa yang diberikan oleh pendidik.
Dengan
demikian, apa saja hal yang harus di dalam diri akan dibahas didalam makalah
ini. Seperti halnya, kewajiban kepada Allah, Kewajiban kepada Rasulullah SAW,
kewajiban kepada orang tua dan keluarga, kewajiban pada diri sendiri, kewajiban
sesama muslim, kewajiban sesama manusia dan kewajiban terhadap alam sekitar.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka dapat diperoleh rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Apa pengertian pendidikan kepada diri sendiri ?
2.
Bagaimana Pendidikan kepada diri sendiri beserta haditsnya ?
C.
Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah diatas, maka dapat diperoleh tujuan sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui pengertian pendidikan kepada diri sendiri.
2.
Untuk mengetahuipendidikan kepada diri sendiri beserta haditsnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pendidikan kepada Diri Sendiri
Pendidikan
kepada diri sendiri atau pribadi merupakan landasan atau modal utama dalam
pembinaan terhadap pendidikan keluarga, lembaga dan masyarakat. Sebab, hanya
pendidikan kepada diri sendiri atau pribadi yang sudah terbina dengan baik
sajalah yang pendidikan keluarga, lembaga dan masyarakatnya akan berhasil.
Pendidikan
kepada diri sendiri perlu dilakukan sebelum membina atau mendidik keluarga,
lembaga dan masyarakat. Pada Q.S. Al-Baqarah : 44, Allah berfirman :
tbrâßDù's?r& }¨$¨Y9$# ÎhÉ9ø9$$Î/ tböq|¡Ys?ur öNä3|¡àÿRr& öNçFRr&ur tbqè=÷Gs? |=»tGÅ3ø9$# 4 xsùr& tbqè=É)÷ès? ÇÍÍÈ
“Mengapa
kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri
(kewajiban) mu sendiri, Padahal kamu membaca Al kitab (Taurat)? Maka tidaklah
kamu berpikir?”
Rasulullah juga menyarankan agar memulai segala sesuatu yang baik harus
dari diri sendiri terlebih dahulu.
اِبْدَأْ بِنَفْسِكَ
“Mulailah dari
dirimu sendiri.”[1]
Selain itu,
pendidikan ini dilakukan sepanjang hayat. Sejak manusia itu lahir hingga akhir
hayatnya. Islam juga mewajibkan umatnya untuk belajar sepanjang hayat. Terkait
hal ini, Rasulullah saw, bersabda :“Tuntutlah ilmu sejak buaian hingga liang
lahat.” (H.R. Bukhari).[2]
B.
Pendidikan
kepada Diri Sendiri beserta Haditsnya
Pendidikan kepada Diri Sendiri, meliputi :
1) Pendidikan
Keimanan. Dalam pendidikan keimanan ini ada dua kewajiban yang harus dilakukan,
yaitu kewajiban terhadap Allah SWT, dan kewajiban terhadap Rasulullah SAW.
Kewajiban-kewajiban tersebut, diantaranya :
·
Beriman kepada Allah SWT. adalah meyakini keberadaan Allah dengan sifat-sifat
yang dimiliki-Nya. Artinya, kita harus yakin bahwa Allah itu ada serta Dia
memiliki sifat-sifat yang mulia (Asmaul Husna). Beriman kepada Allah
merupakan dasar utama keimanan, karena dengan begitu akan melahirkan ketaatan
terhadap yang lainnya. Hanya ketaatan yang berdasarkan keimanan kepada Allah
sajalah yang benar dan akan diterima.
$yJ¯RÎ) cqãYÏB÷sßJø9$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä «!$$Î/ ¾Ï&Î!qßuur §NèO öNs9 (#qç/$s?öt (#rßyg»y_ur öNÎgÏ9ºuqøBr'Î/ óOÎgÅ¡àÿRr&ur Îû È@Î6y «!$# 4 y7Í´¯»s9'ré& ãNèd cqè%Ï»¢Á9$# ÇÊÎÈ
Artinya : “Sesungguhnya
orang-orang yang beriman hanyalah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka
tidak ragu-ragu, berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka
itulah orang-orang yang benar.” (Q.S.
Al-Hujuraat : 15).
·
Taat kepada Allah SWT
$yJ¯RÎ) tb%x. tAöqs% tûüÏZÏB÷sßJø9$# #sÎ) (#þqããß n<Î) «!$# ¾Ï&Î!qßuur u/ä3ósuÏ9 öNßgoY÷t/ br& (#qä9qà)t $uZ÷èÏJy $uZ÷èsÛr&ur 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd tbqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÎÊÈ
Artinya : “Sesungguhnya
jawaban orang-orang beriman, bila mereka diseur kepada Allah dan Rasul-Nya di
antara mereka ialah ucapan, “Kami mendengar dan kami patuh.” Dan mereka itulah
orang-orang yang beruntung.” (Q.S.
An-Nuur : 51).
Buah dari
beriman kepada Allah adalah ketaatan terhadap-Nya. Orang yang benar-benar
beriman kepada Allah akan taat kepada semua perintah-Nya serta menjauhi semua
larangan-Nya. Orang yang melakukan perbuatan kufur disebut kafir. Orang kafir
menolak keberadaan Allah serta menolak semua perintah-Nya.
·
Ikhlas dalam Beribadah kepada Allah SWT
!$tBur (#ÿrâÉDé& wÎ) (#rßç6÷èuÏ9 ©!$# tûüÅÁÎ=øèC ã&s! tûïÏe$!$# uä!$xÿuZãm (#qßJÉ)ãur no4qn=¢Á9$# (#qè?÷sãur no4qx.¨9$# 4 y7Ï9ºsur ß`Ï ÏpyJÍhs)ø9$# ÇÎÈ
Artinya : “Tiada
mereka diperintah kecuali supaya menyembah kepada Allah dengan ikhlas dalam
menjalankan agama yang lurus dan mendirikan shalat serta mengeluarkan zakat.
Itulah agama yang lurus.” (Q.S.
Al-Bayyinah :5).
Ikhlas artinya
bersih dari mengharap selai Allah. Maksudnya, aktivitas apa pun yang kita
lakukan itu adalah semata-mata karena Allah. Kita melaksanakan ibadah karena
Allah yang memerintahkannya dan kita laksanakan dengan ikhlas. Kita menjauhi
dosa dan maksiat, karena Allah melarangya dan ikhlas untuk menjauhinya. Ibadah
yang dilaksanakaan dengan ikhlas saja yang akan diterima dan diberkahi Allah.
Oleh karena itu, kita harus berupaya untuk selalu ikhlas dalam beribadah dan
menjalani hidup ini agar amalan kita bisa diterima dan diberkahi Allah.[3]
2)
Kewajiban Terhadap Orang Tua dan Keluarga. Adapun
pada bagian ini akan dibahas secara ringkas mengenai kewajiban terhadap orang
tua dan keluarga tersebut. Menurut Abu Bakar Jabir El Jazair dalam kitabnya “Minhajul Muslimin” ada empat kewajiban
terhadap kedua orang tua, yaitu:
·
Menaati keduanya dalam segala perintah dan
larangannya Mentaati disini adalah
dalam hal yang tidak merupakan maksiat kepada Allah, dan dalam hal yang tidak
bertentangan dengan syariatnya. Hal ini beradasarkan firman Allah:
وَإِن
جَٰهَدَاكَ عَلَىٰٓ أَن تُشۡرِكَ بِي مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٞ فَلَا
تُطِعۡهُمَاۖ
وَصَاحِبۡهُمَا
فِي ٱلدُّنۡيَا مَعۡرُوفٗاۖ وَٱتَّبِعۡ سَبِيلَ مَنۡ أَنَابَ إِلَيَّۚ ثُمَّ
إِلَيَّ
مَرۡجِعُكُمۡ
فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ ١٥
Artinya : “Dan sekiranya keduanya memaksamu berbuat
musrik kepada ku, sedangkan kamu tidak mengetahuinya, maka janganlah kamu ikuti
keduanya. Namun
tetaplah kamu berbuat baik kepada mereka di Dunia.”
(Q.s Lukman: 15)
·
Menjungjung dan menghormati
keduanya, Kita
harus memuliakan keduanya dengan ucapan dan perbuatan, tidak boleh menghardik
keduanya, tidak boleh berbicara lebih keras dari suaranya, serta dilarang
memanggil dengan menyebut namanya, tetapi panggillah dengan sopan santun.
·
Berbuat baik kepada mereka
semampunya, Berbuat
baik itu misalnya memberi makan, pakaian, pengobatan, menjaganya dari penyakit,
dan berkorban dalam rangka membela keduanya.
·
Mendoakan dan memohon ampun
bagi keduanya, memenuhi janjinya dan menghormati sahabatnya
Ketiga hal tersebut diatas harus kita laksanakan
sebagai tanda bakti kita kepada mereka, dan ketiganya pun diperintahkan dalam
ajaran islam.
Adapun kewajiaban
terhadap keluarga adalah:
·
Mendidik keluarga untuk beribadah
kepada Allah, Pengertian mendidik
disini sangat luas, misalnya mengajar keluarga untuk bisa membaca al-quran,
shalat, shaum, berakhlak mulia, serta melaksanakan ajaran islam dan menjahui
larangannya.
·
Menafkahi dan memenuhi
kebutuhan hidup keluarga, Menafkahi
keluarga merupakan kewajiaban kepala keluarga (suami) sedangkan yang mengatur
rumah tangga, misalnya memasak, dan sebagainya bisa dilakukan istri. Dalam
keadaan tertentu, misalnya apabila istri bekerja bisa saja tugas-tugas tersebut
didelegasikan kepada pemabantu rumah tangga, tapi bukan berarti istri berdiam
diri. Idtri tetap bertugas mengawasi rumah tangga dan mendidik putra putrinya.
·
Hidup dengan rukun dan cinta
kasih, Untuk mewujudkan
hal ini maka keluarga perlu dilandasi dengan ajaran islam, karena dengan
islamlah akan terwujud keluarga sakinah, mawaddah dan warahmah, yakni keluarga
tentram, saling mengerti dan penuh cinta kasih.
3)
Pendidikan Moral atau Akhlak.Akhlak adalah ukuran iman seseorang. Dalam
pendidikan moral ini dimulai dari keluarga dengan memenuhi kewajiban terhadap
orang tua dan keluarga.Kewajiban-kewajiban tersebut, diantaranya :
·
Menaati keduanya dalam segala perintah dan
larangannya. Menaati disini adalah dalam hal yang
tidak merupakan maksiat kepada Allah, dan dalam hal yang tidak bertentangan
dengan syariatnya. Hal ini beradasarkan firman Allah:
bÎ)ur #yyg»y_ #n?tã br& Íô±è@ Î1 $tB }§øs9 y7s9 ¾ÏmÎ/ ÖNù=Ïæ xsù $yJßg÷èÏÜè? ( $yJßgö6Ïm$|¹ur Îû $u÷R9$# $]ùrã÷ètB ( ôìÎ7¨?$#ur @Î6y ô`tB z>$tRr& ¥n<Î) 4 ¢OèO ¥n<Î) öNä3ãèÅ_ötB Nà6ã¥Îm;tRé'sù $yJÎ/ óOçFZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÊÎÈ
Artinya : “Dan
sekiranya keduanya memaksamu berbuat musrik kepada ku, sedangkan kamu tidak
mengetahuinya, maka janganlah kamu ikuti keduanya. Namun tetaplah kamu
berbuat baik kepada mereka di Dunia.”
(Q.s Lukman: 15).
·
Menjungjung dan menghormati keduanya. Artinya, Kita
harus memuliakan keduanya dengan ucapan dan perbuatan, tidak boleh menghardik
keduanya, tidak boleh berbicara lebih keras dari suaranya, serta dilarang
memanggil dengan menyebut namanya, tetapi panggillah dengan sopan santun.
·
Berbuat baik kepada mereka semampunya.
Misalnya memberi makan, pakaian, pengobatan, menjaganya dari penyakit, dan
berkorban dalam rangka membela keduanya.
·
Mendoakan dan memohon ampun bagi keduanya, memenuhi
janjinya dan menghormati sahabatnya.
Adapun
kewajiaban terhadap keluarga adalah:
·
Mendidik keluarga untuk beribadah kepada Allah.
Misalnya, mengajar keluarga untuk bisa membaca al-quran, shalat, shaum,
berakhlak mulia, serta melaksanakan ajaran islam dan menjahui larangannya.
·
Menafkahi dan memenuhi kebutuhan hidup keluarga.Menafkahi
keluarga merupakan kewajiaban kepala keluarga (suami) sedangkan yang mengatur
rumah tangga, misalnya memasak, dan sebagainya bisa dilakukan istri. Dalam
keadaan tertentu, misalnya apabila istri bekerja bisa saja tugas-tugas tersebut
didelegasikan kepada pemabantu rumah tangga, tapi bukan berarti istri berdiam
diri. Istri tetap bertugas mengawasi rumah tangga dan mendidik putra putrinya.
·
Hidup dengan rukun dan cinta kasih.Untuk
mewujudkan hal ini maka keluarga perlu dilandasi dengan ajaran islam, karena
dengan islamlah akan terwujud keluarga sakinah, mawaddah dan warahmah, yakni
keluarga tentram, saling mengerti dan penuh cinta kasih.[4]
4) Pendidikan
Jasmani. Jasmani adalah jasad yang terlihat. Pendidikan ini menekankan pada
proses pendidikan yang menggunakan aktivitas jasmani untuk mendapatkan
kebugaran dalam berbagai hal. Dalam hal ini ada beberapa kewajiban terhadap
jasmani, yaitu :
·
Makan dam minum yang halal dan baik (halalan
thayiban) secara secukupnya dan teratur.
عَنْ اِبْنِ عُمَرَ قَالَ رَسُلُ اللَّهِ صَلَّ اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلّمَ الْمُؤْمِنُ يَأْ كٌلُ فِى مِعَى وَا حِدٍ وَالْكَا فِرُ يَأْكُلُ فِي
سَبْعَةِ أَمْعَاءُ
Artinya : “Ibnu Umar meriwayatkan bahwa Rasululllah SAW bersabda orang yang
beriman itu makan dengan satu usus (perut), sedangkan orang kafir makan dengan
tujuh usus.” (H.R. Bukhari)
·
Istirahat atau tidur seckupnya secara teratur
·
Memelihara kebersihan dan kesehatan badan
عَنْ أَبِي مَالِكِ الأَشْعَرِيْ قَالَ قَاَلَ
رَسُوْلُ الضهش صََّى اللَّهِ عَلَيِْ وَسَلَّمَ الطُهُوْرُ شَطْرُ الإِيْمَانِ
Artinya : “Abu Malik al-‘Asy’ari
bercerita bahwa Rasulullah SAW bersabda, kebersihan itu sebagian dari iman.”
·
Minum obat atau berobat ketika sakit
·
Berpakaian dan menutup aurat secara benar
·
Menjauhkan diri dari perbuatan yang dapat
merusak atau menyebabkan badan/jasmani menjadi sakit
·
Menggunakan anggota badan dan panca indra
secara benar sesuai ketentuan syariat islam dan ridla Allah
·
Menghiasi diri dengan perilaku atau ahlak yang
mulia
5) Pendidikan
Rohani. Rohani adalah unsur yang tidak terlihat.[5]
أَبِيي هُرَ يْرَتَ قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ
صَّى اَّللَّهُ عَلَيْهِ وَسَّلّمَ إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ
وَأَمْوَالِكُمْ وَأَعْمَا لِكُمْعَنْ
Artinya : Abu Hurairah meriwayatkan bahwa
Rasulullah Shallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat
betuk dan hartamu, tetapi Dia melihat hati dan pekerjaanmu.” (H.R. Ibnu Hibban).
Dalam
pendidikan ini ada beberapa kewajiban terhadap rohani yang perlu dilakukan,
yakni :
·
Kewajiban terhadap Akal
Ø Memenuhi kebutuhan akal berupa ilmu agama islam dan ilmu-ilmu lain yang
bermanfaat serta dibenarkan menurut syariat islam
Ø Memelihara dan menggunakan akal secara benar
Ø Menggunakan akal untuk memikirkan atau mentafakuri kekuasaan Allah guna
menambah keimanan
·
Kewajiban terhadap Hati Nurani
Ø Memelihara kebeningan hati nurani dengan senantiasa mengisi dan
menyiraminya sengan ilmu-ilmu agama islam
Ø Memelihara kebeningan hati nuranidengan senantiasa mengikti dan mengamalkan
ajaran islam
Ø Menghindarkan hati nurani dari bisikan setan dan penyakit-penyakit hati,
seperti iri, dengki dan riya
·
Kewajiban terhadap Nafsu
Ø Memaksimalkan potensi nafsu rubbubiyah atau ilahiyah dalam diri kita
Ø Mengoptimalkan atau mengendalikan potensi nafsu insaniyah
Ø Meminimalkan dan menghilangkan potensi nafsu syaithanyah
6) Pendidikan
Sosial, merupakan proses pembinaan kesadaran sosial, sikap sosial dan
keterampilan sosial agar anak dapat hidup dengan baik serta wajar di
tengah-tengah lingkungan masyarakat. Dalam hal ini, ada beberapa kewajiban yang
dilakukan, yaitu
·
Kewajiban terhadap sesama muslim
Ø Menghormati dan memenuhi hak sesama
Ø Bersikap lemah lembut dan sopan santun
Ø Saling menolong dalam kebaikan dan takwa
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَاَلَ قَالَ رَسُلُ
اللَّهِ صَلَّى اللّهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْ مِنِ كُرْبَتَ
مِنْ كُرَبِ
الدُّ نْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةَ
مِنْ كُرَبِ يَوْمِ اْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسّضرَعََى مُعْسِرِ َسَّرَ عَلَى
مُعْسِرِ
يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فيْ الدّْنْيَا
وَالآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْمًا سَتَرَ هُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ
وَاّللَّهُ فِ
عَوْن اْعَبْدِ مَاكَانَ اْعَبْدُ ف عَوْنِ
أَخِيْه
Artinya : Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Siapa
yang melepaskan seorang mukmin dari kesulitan dunia, Allah akan melapangkannya
dari satu kesulitan hari kiamat. Siapa yang memudahkan dari satu kesulitan,
Allah akan memudahkannya dari kesulitan dunia dan akhirat. Siapa yang menutup
aib seorang muslim, Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhiratnya. Allah
selalu menolong hambanya selama hamba itu menolong saudara-Nya.” (H.R. Muslim).
Ø Mengajak dalam kebenaran
Ø Mencegahnya dari bebuat keji, dosa dan maksiat
·
Kewajiban terhadap sesama manusia
a) Menghormati dan memenuhi hak-haknya. Dalam pelaksanaan hak asasi tersebut
tidak berarti di perbolehkan berbuat semaunya dengan dalih memiliki hak asasi
karena pada dasarnya pelaksanaan hak asasi kita dibatasi oleh hak asasi orang
lain.
b)
Bersikap lemah lembut dan sopan santun.Dalam pergaulan hidup
sehari-hari sangat di perlukan sikap lemah lembut dan sopan santun. Ini
diperlukan tanpa memandang (membedakan) suku bangsa, ras, keturunan, agama,
golongan, kedudukan, tingkat sosial, maupun tingkat pendidikan. Pada dasarnya
setiap orang senang diperlakukan dengan lemah lembut dan sopan santun. Hal itu
merupakan kebutuhan setiap manusia. Setiap agama juga sebenarnya mengajarkan
sikap sopan santun serta kasih sayang kepada sesama manusia dan makhluk Tuhan.
Dalam islam ada anjuran menyayangi semua yang ada di muka bumi, karena dengan
demikian akan di sayang Tuhan dan para malaikat yang ada di langit.
c)
Saling menolong dalam kebaikan. Manusia memiliki tiga predikat
dalam hidupnya yaitu sebagai insan Tuhan, insan sosial, dan insan politik.
Sebagai insan Tuhan harus melaksanakan tugas yakni beribadah. Sebagai insan
sosial ia harus bermasyarakat atau hidup rukun dengan sesamanya. Sedangkan
sebagai insan politik harus menjadi warga negara yang baik. Dalam ajaran islam
penyabarannya bisa lebih luas lagi; yakni manusia (khususnya umat islam) harus
melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah (hablumminallah), kemudian kepada
terhadap sesama manusia (hablumminannas) dan terhadap alam semesta (hablum
minal alam). Berbahagialah mereka yang dalam hidupnya hidup rukun, saling
menolong dan bermanfaat bagi sekitarnya. Rasulullah bersabda, “sebaik-baik
manusia adalah yang memberi/membawa manfaat bagi orang orang di sekitarnya”.
d)
Mengajak kebaikan dan mencegah keburukan. Kedua hal ini, yakni
mengajak kebaikan dan merubah keburukan, merupakan suatu rangkaian yang tidak
bisah di pisahkan. Dengan mengajak dalam kebaikan berarti kita mencegahnya dari
berbuat buruk; dan dalam mencegah dalam keburukan berarti kita telah menuju ke
arah kebaikan. Namun dalam hal pelaksanaannya kita sering mengalami kendala
(hambatan), diantaranya : timbul rasa enggan dalam diri kita, karena khawatir
orang lain menjadi tersinggung atau marah, khawatir kita dianggap “sok suci”
atau “sok pintar” oleh orang lain dan khawatir kita dikucilkan orang, terlebih pada masa sekarang ini orang lebih
cendrung lebih bersikap egoisme, individualisme, eksklusivisme, dan semacamnya.
Namun, sebagai umat islam atau umat beragama yang baik, tentu akan bersedia
untuk mengngatkan dan diingatkan, menasehati dan dinasehati, menegur dan
ditegur, menganjak dan diajak (dalam hal yang benar) serta mencegah dan dicegah
dalam hal keburukan.[6]
·
Kewajiban terhadap alam sekitar
Ada dua fungsi
utama diciptakannya manusia, yakni untuk beribadah (seperti di firmankan Allah
dalam surat Adz Dzariyat: 56) dan sebagai khalifah dimuka bumi (seperti tertera
dalam surah Al Baqarah: 30). Fungsi kedua dari manusia yakni sebagai khalifah
dimuka bumi artinya manusia bertugas mengelola semua yang ada dan telah
diciptakan Allah di muka bumi; ini erat keterkaitannyadengan alam sekitar.
Sehubungan dengan itu ada tiga kewajiban utama manusia terhadap alam sekitar,
yaitu:
a)
Mengelola sumber daya alam. Dialam semesta ini banyak terdapat
sumber daya yang diolah dan di dayagunakan oleh manusia; baik yang terdapat di
daratan maupun dilautan. Diantara sumber daya itu ada yang sudah di temukan, di
olah, dan di dayagunakan; namun ada juga yang belum secara optimal terutama
yang berada di lautan. Sesungguhnya
dilautan itu banyak terdapat sumber daya apabila dikeloloa dan
didayagunakan dengan lebih baik, namun tentu saja memerlukan sarana, prasarana
dan fasilitas yang lebih canggih.
b)
Tidak merusak lingkungan. Manusia sudah di serasi tugas oleh allah
untuk mengolah dan mengelola semua sumber daya yang terdapat dialam ini; bukan
hanya yang terdapat di muka bumi in tetapi juga yang berada di planet-planet
lain apabila ternyata ada. Dalam mengolah dan mengelola sumber daya yang
terdapat dialam ini manusia dipersilahkan untuk mengarahkan semua potensi serta
peralatan yang dimilikinya secara maksimal. Namun, ada satu syarat yang harus
dipenuhi, yakni tidak boleh membuat kerusakan di muka bumi.
c)
Memanfaatkan sumber daya alam. Manusia diberi kebebasan untuk
mengolah, mengelola dan mendayagunakan semua potensi serta sumber daya yang
terdapat dialam ini secara maksimal; namun harus di peruntukkan bagi
kesejahteraan umat manusia. Dengan demikian tidak diperbolehkan kita berbuat
tamak dalam memanfaatkan sumber daya itu hanya untuk kebutuhan sendiri atau
kelompoknya saja, tapi juga harus untuk kesejahteraan semua manusia. Tidak
hanya untuk manusia yang hidup sekarang, tapi juga yang akan hidup dimasa
datang.[7]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam melakukan
segala sesuatu itu harus bermulai dari diri sendiri terlebih dahulu, terutama
dalam hal pendidikan. Karena pendidikan kepada diri sendiri atau pribadi
merupakan landasan atau modal utama dalam pembinaan terhadap pendidikan keluarga,
lembaga dan masyarakat. Apabila pendidikan kepada diri sendiri atau pribadi
sudah terbina dengan baik. Maka, pendidikan keluarga, lembaga dan masyarakatnya
akan berhasil.
Pendidkan
kepada diri sendiri, meliputi : pendidikan keimanan, pendidikan akhlak,
pendidikan jasmani, pendidikan rohani dan pendidikan sosial. Dimana dalam
setiap pendidikan tersebut terdapat kewajiban-kewajiban yang harus
dilaksanakan.
B.
Saran
Makalah yang kami buat ini tidak
terlepas dari kekurangan dan bahkan belum sempurna. Untuk itu, kami mohon maaf
dan kritikannya guna perbaikan makalah kami selanjutnya. Dan semoga makalah ini
bermanfaat bagi para pembaca.
Daftar Pustaka
Jauhari Muchtar, Heri. Fikih
Pendidikan. Bandung :
Remaja Rosdakarya, 2008.
Luthfiah, Zeni,
dkk. Pendidikan Agama Islam,Surakarta : Yuma Pressindo, 2011.
Rasyid, Ainur. Hadits-hadits Tarbawi. Yogyakarta : DIVA
Press, 2017.
Suryani. Hadis Tarbawi. Yogyakarta : Teras, 2012.
Umar, Bukhari. Hadis
Tarbawi,Jakarta : Amzah, 2014.