Tuesday, 12 March 2019

MAKALAH PERANAN INDONESIA DALAM PERDAMAIAN DUNIA DALAM ORGANISASI GERAKAN NON BLOK


MAKALAH
PERANAN INDONESIA DALAM PERDAMAIAN DUNIA DALAM ORGANISASI GERAKAN NON BLOK
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir
Sejarah Wajib
Di Kelas XII – Semester 2 – 2015/2016










Disusun oleh :
Nama : Aghnia Putri Permana (01)
Kelas : XII IPA 6

SMA NEGERI 1 CIANJUR
Jalan Pangeran Hidayatullah No.62 Kabupaten Cianjur
Telp. (0263) 261295 Web : www.sman1cianjur.sch.id Email : sman1cjr@yahoo.com
vLATAR BELAKANG GERAKAN NON-BLOK

Kata "Non-Blok" diperkenalkan pertama kali oleh Perdana Menteri India Nehru dalam pidatonya tahun 1954 di ColomboSri Lanka. Dalam pidato tersebut, Jawarharlal Nehru menjelaskan lima pilar yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk membentuk relasi Sino-India yang disebut dengan Panchsheel (lima pengendali). Prinsip ini kemudian digunakan sebagai basis dari Gerakan Non-Blok. Lima prinsip tersebut adalah :


1.     Saling menghormati integritas teritorial dan kedaulatan.
2.     Perjanjian non-agresi
3.     Tidak mengintervensi urusan dalam negeri negara lain
4.     Kesetaraan dan keuntungan bersama
5.     Menjaga perdamaian


Setelah berakhirnya Perang Dunia II, tepatnya di era 1950-an negara-negara di dunia terpolarisasi dalam dua blok, yaitu Blok Barat di bawah pimpinan Amerika Serikat dan Blok Timur di bawah pimpinan Uni Soviet. Pada saat ini terjadi, pertarungan yang sangat kuat antara Blok Barat dan Timur, era ini dikenal sebagai sebagai era perang dingin (Cold War) yang berlangsung sejak berakhirnya Perang Dunia II hingga runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1898. Pertarungan antara Blok Barat dan Timur merupakan merupakan upaya untuk memperluas sphere of interest dan sphere of influence. Dengan sasaran utama perebutan perebutan penguasaan atas wilayah-wilayah potensial di seluruh dunia.



Dalam pertarungan  perebutan pengaruh ini, negara-negara dunia ketiga (di Asia, Afrika, Amerika Latin) yang mayoritas sebagai negara yang baru merdeka juga terlibat. Masalahnya, perang dingin ini tidak hanya mempengaruhi perkembangan negara-negara di kawasan Eropa tapi negara-negara di kawasan Asia pun menjadi ajang perebutan pengaruh dua negara yang baru meraih kemederkaan dan negara yang baru meraih kemerdekaan akan mudah dipengaruhi. Itu sebabnya negara adikuasa (Amerika dan ni Soviet) melihat semua itu sebagai wilayah yang sangat menarik bagi kedua blok untuk menyebarkan pengaruhnya. Akibat persaingan kedua blok tersebut, bahkan muncul beberapa konflik misalnya konflik yang terjadi di Asia, seperti Perang Korea dan Perang Vietnam.

Indonesia bisa dikatakan memiliki peran yang sangat penting dalam proses kelahiran organisasi ini. Lahirnya organisasi Gerakan Non-Blok dilatar belakangi oleh kekhawatiran para pemimpin negara-negara dunia ketiga terutama dari Asia dan Afrika terhadap munculnya ketegangan dunia saat itu karena adanya persaingan antara Blok Barat dan Blok Timur. Dalam kondisi seperti ini, muncul kesadaran yang kuat dari para pemimpin dunia ketiga saat itu untuk tidak terseret dalam persaingan antara kedua blok tersebut.



























vLAHIRNYA GERAKAN NON BLOK (GNB)


Gerakan Non-Blok (GNB) atau Non Align Movement (NAM) adalah suatu gerakan yang dipelopori oleh negara-negara dunia ketiga yang beranggotakan lebih dari 100 negara-negara yang berusaha menjalankan luar negeri yang tidak memihak dan tidak menganggap dirinya beraliansi dengan Blok Barat atau Blok Timur. GNB merepresentasikan 55% penduduk dunia dan hampir 2/3 keanggoataan PBB. Mayoritas negara-engara anggota GNB adalah negara-negara yang baru memperoleh kemerdekaan setelah berakhirnya Perang Dunia.



Dengan dipelopori oleh lima pemimpin negara Indonesia, India, Pakistan, Burma dan Srilanka. Terselenggaralah sebuah pertemuan pertama di Kolombo (Srilanka) pada April 28 April-2 Mei 1952, dilanjutkan dengan pertemuan di Istana Bogor pada 29 Desember 1954. Dua konferensi di atas merupakan cikal bakal dari terselenggaranya Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung pada 18 April-25 April 1955 yang dihadiri oleh wakil dari 29 negara Asia dan Afrika.



Namun, Gerakan Non-Blok dicetuskan antara lain oleh Ir.Soekarno dari Indonesia. KAA di Bandung merupakan proses awal lahirnya GNB. Tujuan diselenggarakannya KAA adalah mengidentifikasi dan mendalami masalah-masalah dunia pada waktu itu dan berusaha memformulasikan kebijakan bersama negara-negara yang baru merdeka tersebut pada tataran hubungan international.



Lalu selanjutnya, pembentukan organisasi Gerakan Non-Blok dicanangkan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) I di Beogdad, Yugoslavia pada tanggal 1-6 September 1961 yang dihadiri oleh 25 negara dari Asia dan Afrika. Dalam KTT 1 tersebut, negara-negara pendiri GNB berketetapan untuk untuk mendirikan suatu gerakan dan bukan suatu organisasi untuk menghindarkan diri dari implikasi birokratik dalam membangun upaya kerjasama diantara mereka. Pada KTT 1 ini juga ditegaskan bahwa GNB tidak diarahkan pada suatu peran pasif dalam politik Internasional, tetapi untuk memformulasikan posisi sendiri independen yang merefleksikan kepentingan negara-negara anggotanya.




























vKAA SEBAGAI EMBRIO LAHIRNYA ORGANISASI GNB

Persiapan KAA diawali dengan adanya Konferensi Colombo pada tanggal 28 April – 2 Mei 1954 antara lima perdana menteri, yaitu Perdana Menteri Sir Jhon Kotelawala (Srilanka), U Nu (Birma), Jawaharlal Nehru (India), Ali Sastroamidjojo (Indonesia), dan Mohammed Ali (Pakistan). Tujuan dari konferensi ini adealah untuk memperkuat hubungan antara lima negara tersebut sertra membicarakan usaha-usaha untuk memelihara perdamaian.




Kemudian tanggal 29 Desember 1954 kelima negara tersebut mengadakan Konferensi Bogor, dimana merupakan kelanjutan perundingan tentang gagasan yang timbul dalam Konferensi Colombo, yaitu gagasan untuk amenyelenggarakan konferensi negara-negara Asia-Afrika. Hasil keputusannya adalah mengadakan Konferensi Asia-Afrika pada permulaan tahun 1955 di Bandung




Akhirnya pada tanggal 18 April 1955, dimulailah Konferensi Asia Afrika yang diselenggarakan di kota Bandung. Konferensi ini berlangsung hingga tanggal 25 April 1955 dan diikuti oleh wakil dari 29 negara Asia dan Afrika.





Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung tahun 1955 merupakan proses awal lahirnya GNB. KAA diselenggarakan pada tanggal 18 - 24 April 1955 dan dihadiri oleh 29 Kepala Negara dan Kepala Pemerintah dari benua Asia dan Afrika yang baru saja merdeka. KAA ditujukan untuk mengidentifikasi dan mendalami masalah-masalah dunia waktu itu dan berupaya menformulasikan kebijakan bersama negara-negara baru tersebut pada tatanan hubungan internasional. KAA menyepakati ’Dasasila Bandung’ yang dirumuskan sebagai prinsip-prinsip dasar bagi penyelenggaraan hubungan dan kerja sama antara bangsa-bangsa. Sejak saat itu, proses pendirian GNB semakin mendekati kenyataan, dan dalam proses ini tokoh-tokoh yang memegang peran kunci sejak awal adalah Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser, Presiden Ghana Kwame Nkrumah, Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru, Presiden Indonesia Soekarno, dan Presiden Yugoslavia Josip Broz Tito. Kelima tokoh dunia ini kemudian dikenal sebagai para pendiri GNB.


Dalam Pertemuan tersebut, 29 kepala Negara Asia dan Afrika bertemu membahas masalah dan kepentingan bersama, termasuk didalamnya mengupas secara serius tentang kolonialisme dan pengaruh kekuatan  “barat”. Pertemuan ini disebutkan pula sebagai Konferensi Asia Afrika atau sering pula disebut sebagai Konferensi Bandung.




























vKONFERENSI TINGKAT TINGGI (KTT)

KTT termasuk hal yang berhubungan dengan adanya organisasi Gerakan Non-Blok ini karena gerakan Non-Blok sendiri bermula dari Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika, diantaranya :


Konferensi pertama
Pertemuan pertama berlangsung tahun 1961 di Beogard guna mencetuskan prinsip politik bersama. Pengertian politik itu berbunyi “politik berdasarkan koeksistensi damai, bebas blok, tidak menjadi anggota persekutuan militer dan bercita cita melenyapkan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya”. 
Konferensi pertama negara non blok September 1961 di Beograd dianggap kelanjutan Konferensi Asia-Afrika 1955 di Bandung. Sebanyak 25 negara ikut ambil bagian (8 dari Asia, 9 Afrika, 1 Eropa (Yugoslavia) ), 1 Amerika Latin (Kuba) dan 6 Arab. Tenaga pendorong konferensi ini adalah Presiden Tito yang semakin bergeser ke Dunia Ketiga karena ingin lepas dari isolasi kedua blok. Bertiga dengan Nehru dan Nasser, Tito memerankan kelompok vokal pertemuan. Konferensi membahas diskriminasi ras, bantuan untuk kemajuan dan perkembangan serta pelucutan senjata.



Konferensi kedua
Bulan Oktober 1964 berlangsung konferensi kedua di Kairo yang diikuti utusan 48 negara dan sepuluh negara berstatus pengamat resmi (kebanyakan dari Amerika Latin).[1]Pada kedua konferensi sudah tampak adanya pertentangan antara kelompok ngara moderat pimpinan Nehru dan kelompok radikal pimpinan Soekarno serta Kwame Nkrumah.


Konferensi ketiga
Bulan September 1970 Konferensi Non Blok ketiga diadaan di Lusaka, ibu kota Zambia. Jumlah peserta bertambah menjadi 54 negara, 9 negara mengirimkan pengamat. Tema pokok konferensi yang dipimpin Presiden Zambia Kenneth Kaunda mempermasalahkan rezim rasialis minoritas kulit putih di Afrika Selatan. Prinsip non blok dinyatakan tidak berkurang kekuatannya seperti yang telah dirumuskan dalam resolusi Kairo dan Beogard.

Konferensi keempat
Konferensi tingkat tinggi keempat berlangsung September 1973 dan diikuti 75 negara di Aljazair. Kamboja diwakili pangeran Sihanouk untuk pemerintahan kerajaan. Para pengamat terdiri dari organisasi gerakan kemerdekaan dan pembebasan Afrika Selatan dan Amerika Latin. Tema pokok konferensi yang dipimpin Presiden Aljazair Boumedienne adalah masalah negara-negara melarat. Dalam resolusi penutup dirumuskan hak menasionalisasi perusahaan asing.


Konferensi kelima
Konferensi kelima berlangsung Agustus 1976 di Colombo, ibu kota Sri Lanka. Dalam konferensi ini, selain dipertegas kepentingan negara-negara non blok yang dirugikan tata ekonomi dunia yang tidak adil yang bisa mengancam perdamaian dunia juga dirumuskan perjuangan bersama negara-negara non blok dalam lapangan perdagangan, industri, teknologi termasuk memperkuat media informasi negara-negara non blok. Konferensi berhasil merumuskan program aksi bersama yang disebut deklarasi perjuangan.



Konferensi keenam
Konferensi non blok keenam berlangsung September 1979 di Havana, ibu kota Kuba. Jumlah peserta menjadi 94 negara, peninjau dari 20 negara dan 18 organisasi dan negara yang berstatus tamu. Meskipun suasana konferensi diliputi pertentangan antara kelompok moderat dan kelompok radikal, konferensi berhasil merumuskan resolusi untuk memperkuat prinsip-prinsip non-blok yang dirumuskan dalam deklarasi politik. Selain itu, deklarasi ekonomi yang mempertegas sikap negara-negara non-blok terhadap apa yang mereka nyatakan sebagai dominasi ekonomi asing yang merugikan kekayaan negara-negara sedang berkembang berhasil pula dirumuskan.



Konferensi ketujuh
Keanggotaan Kamboja tidak berhasil diselesaikan sehingga baik pemerintahan Heng Samrin maupun rezim Pol Pot hanya berstatus peninjau, Konferensi Tingkat Tinggi Non Blok yang sedianya diadakan bulan September 1982 di Baghdad ibu kota Irak batal karena perang antara Irak dan Iran belum berhasil diselesaikan. Lalu, Delhi ibu kota Indiamenjadi pengganti tempat berlangsungnya Konferensi Non Blok ketujuh. Dan konferensi lainnya.


Tempat dan tanggal KTT GNB


No.
Tanggal
Negara tuan rumah
Kota penyelenggaraan
1
1–6 September 1961
2
5–10 Oktober 1964
3
8–10 September 1970
4
5–9 September 1973
5
16–19 Agustus 1976
6
3–9 September 1979
 Kuba
7
7–12 Maret 1983
8
1–6 September 1986
9
4–7 September 1989
10
1–6 September 1992
11
18–20 Oktober 1995
12
2–3 September 1998
13
20–25 Februari 2003
14
15–16 September 2006
 Kuba
15
11–16 Juli 2009
16
26–31 Agustus 2012
 Iran
17
2015




Sekretaris Jenderal



Sekretaris Jendral Gerakan Non-Blok
Nama
Asal negara
Mulai
Akhir
 Kuba
1998
2003
 Kuba
 Kuba
 Iran
 Iran
sekarang







vPERTEMUAN GERAKAN NON BLOK (GNB)

Normalnya, pertemuan GNB berlangsung setiap tiga tahun sekali. Negara yang pernah menjadi tuan rumah KTT Gerakan Non-Blok ini  diantaranya adalah Yugoslavia, Mesir, Zambia, Aljazair, Sri Lanka, Kuba, India, Zimbabwe, Indonesia, Kolombia, Afrika Selatan, dan juga Malaysia. Biasanya setelah mengadakan konferensi, kepala negara atau kepala pemerintahan yang menjadi tuan rumah konferensi itu akan dijadikan ketua gerakan untuk masa jabatan selama tiga tahun.



Pertemuan pertama GNB terjadi di Beograd pada September 1961 dan dihadiri oleh dua puluh lima anggota, masing-masing 11 dari Asia dan Afrika bersama dengan Yugoslavia, Kuba dan Siprus. Kelompok ini mendedikasikan dirinya untuk melawan kolonialisme, imperialisme dan neo-kolonialisme.



Pertemuan berikutnya diadakan di Kairo pada 1964. Pertemuan tersebut dihadiri 56 negara anggota di mana anggota-anggota barunya datang dari negara-negara merdeka baru di Afrika. Kebanyakan dari pertemuan itu digunakan untuk mendiskusikan konflik Arab-Israel dan Perang India-Pakistan.



Pertemuan pada tahun 1969 di Lusaka dihadiri oleh 54 negara dan merupakan salah satu yang paling penting dengan gerakan tersebut membentuk sebuah organisasi permanen untuk menciptakan hubungan ekonomi dan politik. Kenneth Kauda memainkan peranan yang penting dalam even-even tersebut.

Pertemuan paling baru (ke-13) diadakan di Malaysia dari 20-25 Februari 2003. Namun, GNB kini tampak semakin tidak mempunyai relevansi sejak berakhirnya Perang Dingin.


vPERKEMBANGAN GERAKAN NON BLOK

Tujuan Gerakan Non-Blok ditetapkan dalam KTT I di Beograd pada tahun 1961.
Tujuan didirikannya Gerakan Non-Blok adalah :



1.      Ikut serta meredakan ketegangan dunia akibat perang dingin yang berlangsung antara Blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin oleh Uni Soviet.

2.      Tidak membenarkan usaha penyelesaian sengketa dengan cara melalui
kekerasan senjata.

3.      Mengembangkan rasa solidaritas diantara negara anggota dengan jalan membantu perjuangan negara-negara berkembang dalam mencapai persamaan, kemerdekaan dan kemakmuran.


4.       Berusaha membendung pengaruh negatif, baik dari Blok Barat maupun Blok Timur ke negara-negara yang tergabung dalam GNB.



Selain tujuan, Gerakan Non-Blok terbentuk dengan berdasarkan pada asas tertentu. Asas ini juga menjadi landasan kegiatan-kegiatan negara-negara anggota GNB. Adapun asa GNB adalah sebagai berikut :



1.      GNB bukan suatu blok tersendiri dan tidak tergabung dalam blok yang saling bertentangan.
2.      GNB merupakan wadah perjuangan negara-negara berkembang yang gerakannya tidak pasif.
3.      GNB berusaha mendorong perjuangan dekolonisasi di semua tempat, serta memegang teguh perjuangan melawan imperialisme, kolonialisme, neokolonialisme, rasialisme, apartheid, dan zionisme.



vPERANAN INDONESIA DALAM GNB


Sebagai negara yang sedang berkembang Indonesia ternyata mempunyai peranan yang cukup penting dalam Gerakan Non Blok. Peran serta Indonesia dalam Gerakan Non Blok adalah sebagai berikut :

1.  Sebagai pemprakarsa lahirnya GNB

2.  Presiden Soekarno sebagai duta untuk menyampaikan keputusan KTT I kepada Presiden Amerika serikat John F. Kennedi.

3.  Indonesia menjadi penyelenggara sekaligus ketua Gerakan Non Blok dalam KTT GNB di Jakarta pada Bulan September 1992.

4.  Presiden Soeharto merintis dibukanya kembali Dialog Untara Selatan yang telah lama mengalami pemutusan, yakni dalam KTT G-7 di Tokyo Jepang tahun 1993.

5.  Indonesia selalu mengusulkan dalam KTT kemajuan Ekonomi, penghapusan penjajahan, dan kemurnia GNB tetap dipertahankan.

Indonesia tentu sangat berperan dengan organisasi Gerakan Non-Blok ini karena pencetusnya sendiri adalah orang Indonesia seperti yang telah disebut sebelumnya yaitu Ir. Soekarno. Adapun Indonesia pernah menjadi tuan rumah KTT Non-Blok pada tahun 1992 pada konferensi kesepuluh di Jakarta yang menghasilkan “Pesan Jakarta”. Adapun isi Pesan Jakarta adalah sebagai berikut :

1.      Hak asasi manusia dan kemerdekaan merupakan keabsahan universal dan percaya kemajuan ekonomi serta sosial akan memudahkan tercapainya semua sasaran. GNB menolak konsep mengenai hak asasi manusia dan demokrasi yang didiktekan oleh negara tertentu atas negara lain.

2.      Prihatin atas beban utang dari negara-negara berkembang.

3.      Mendesak dilakukannya pembaruan ekonomi dunia guna memperkuat kemampuan PBB dalam meningkatkan kerja sama dan penggabungan internasional.

4.      Menyerukan pengalihan anggaran militer untuk memudahkan peningkatan ekonomi dan sosial negara-negara berkembang.


5.      GNB memberikan perhatian terhadap masalah Apartheid di Afrika Selatan dan mengutuk pembasmian etnik Bosnia.

6.      Menyambut baik hasil pertemuan puncak bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro tentang lingkungan hidup san pembangunan.


GNB menempati posisi khusus dalam politik luar negeri Indonesia karena Indonesia sejak awal memiliki peran sentral dalam pendirian GNB. KAA tahun 1955 yang diselenggarakan di Bandung dan menghasilkan Dasa Sila Bandung menjadi prinsip-prinsip utama GNB, merupakan bukti peran Indonesia dalam mengawali pendirian GNB.

Dari Konferensi ini dihasilkan 10 prinsip yang disepakati bersama yang sering juga disebutkan sebagai Dasa Sila Bandung, yaitu :
·         Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta asas-asas yang termuat di dalam piagam PBB;

·         Menghormati kedaulatan dan integrits territorial semua bangsa;


·         Mengakui persamaan ras dan persamaan semua bangsa baik besar maupun kecil;

·         Tidak melakukan intervensi atau campur tangan dalam soal-soal dalam negeri orang lain;


·         Menghormati hak-hak tiap bangsa untuk mempertahankan diri sendiri secara sendiri atau kolektif sesuai dengan piagam PBB;

·         Tidak menggunakan peraturan-peraturan pertahanan kolektif untuk bertindak bagi kepentingan khusus salah satu Negara besar. Dan tidak melaukan tekanan terhadap Negara lain.


·         Tidak melakukan tindakan-tindakan atau ancaman agresi ataupun penggunaan kekerasan terhadap integritas territorial atau kemerdekaan politik suatu Negara.

·         Menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan jalan damai, seperti perundingan, persetujuan, arbitrase atau penyelesaian hukum, atau cara damai lain berdasarkan pilihan pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan piagam PBB.

·         Memajukan kepentingan bersama dan kerja sama.

·         Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasional.

























ü Indonesia dan  GNB


Politik luar negeri yang memihak pada salah satu blok akan menyukarkan kedudukannya ke dalam dan menjauhkan tercapainya konsolidasi. Terlepas dari cita-citanya yang subyektif dan historis akan hidup damai dan bersahabat dengan segala bangsa, masalah yang dihadapi RI memaksa dengan sendirinya melakukan politik bebas. Itulah sebabnya RI tidak memihak antara dua blok besar, blok Amerika dan blok Soviet.

Sebaliknya, jika Indonesia berada di luar blok bersama-sama dengan Negara-negara Nonblok lainnya, peranannya akan terlihat sebagai kekuatan moral dan diharapkan akan dapat meredam ketajaman konfrontasi Negara adikuasa jika Negara Nonblok bersedia bertindak secara kolektif sebagai penengah. 

Bagi Indonesia, Gerakan Non Blok merupakan wadah yang tepat bagi Negara-negara berkembang untuk memperjuangkan cita-citanya dan untuk itu Indonesia senantiasa berusaha secara konsisten dan aktif membantu berbagai upaya kearah pencapaian tujuan dan prinsip-prinsip Gerakan Non Blok.

GNB mempunyai arti yang khusus bagi bangsa Indonesia yang dapat dikatakan lahir sebagai Negara netral yang tidak memihak. Hal tersebut tercermin dalam Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa “kemerdekaan adalah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan diatas dunia haurs dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Selain itu diamanatkan pula bahwa Indonesia ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Kedua mandat tersebut juga merupakan falsafah dasar GNB.

Pada tanggal 2 September 1988, Menlu RI, Ali Alatas, mengutarakan “Indonesia telah dilahirkan sebagai Negara Nonblok.” Drs. Mohammad Hatta selaku Perdana Menteri di depan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada tanggal 2 September 1948 mengatakan bahwa sebagai negar merdeka, Indonesia seharusnya menjadi subjek yang berhak menentukan sikap sendiri dan berhak memperjuangkan tujuannya sendiri tanpa menjadi pro-Rusia dan pro-Amerika.

Sesuai dengan politik luar negeri yang bebas dan aktif, Indonesia memilih untuk menentukan jalannya sendiri dalam upaya membantu tercapainya perdamaian dunia dengan mengadakan persahabatan dengan segala bangsa.

Sebagai implementasi dari politik luar negeri yang bebas dan aktif itu, selain sebagai salah satu Negara pendiri GNB, Indonesia juga senantiasa setia dan commited pada prinsip-prinsip dan aspirasi GNB.

ü  Indonesia dalam GNB



Peranan penting Konferensi Asia Afrika tahun 1955 bagi pembentukan Gerakan Non Blok menunjukan keterlibatan Indonesia dalam gerakan itu sejak masih dalam gagasannya. Indonesia pun terlibat aktif dalam persiapan penyelenggaraan KTT I GNB di Beograd, Yugoslavia.

Dengan demikian Indonesia termasuk perintis dan pendiri GNB. Keikutsertaan Indonesia dalam GNB sejak awal disebabkan oleh kesesuaian prinsip gerakan dengan politik  luar negeri bebas aktif. Indonesia berkeyakinan, perdamaian hanya mungkin tercipta dengan sikap tidak mendukung pakta militer (NATO dan Pakta Warsawa).

Soekarno sangat mendukung GNB karena pada waktu itu dia sedang menggalang kekuatan negara-negara baru atau New Emerging Forces (Nefos) untuk membebaskan Irian Barat yang masih diduduki Belanda, di mana Soekarno sudah tidak percaya dengan perundingan diplomasi dengan pihak Belanda.
























ü Tuan Rumah KTT X GNB



Berdasarkan Keputusan Pertemuan Tingkat Menteri Luar Negeri Gerakan Non-Blok di Acccra, Ghana, tanggal 4-7 September 1991, Indonesia telah ditetapkan sebagai tuan rumah/penyelenggara KKTT GNB X. Dan selanjutnya KTT GNB X berlangsung pada tanggal 1 – 7 September 1992 di Jakarta dan Bogor.

Selama tiga tahun dipimpin Indonesia, banyak kalangan menyebut, GNB berhasil memainkan peran penting dalam percaturan politik global. Lewat Jakarta Message, Indonesia memberi warna baru pada gerakan ini. Antara lain, dengan meletakkan titik berat kerjasama pada pembangunan ekonomi dengan menghidupkan kembali dialog Selatan-Selatan.

Hal tersebut diatas, dirasa sangat perlu sebab Komisi Selatan dalam laporannya yang berjudul “The Challenge to the South” (1987), menegaskan bahwa negara-negara Selatan harus mengandalkan kemampuannya sendiri, kalau sekedar berharap pada kerjasama Utara-Selatan ibarat pungguk merindukan bulan. Sebaliknya, dialog Selatan-Selatan akan memperkuat posisi tawar (bargaining-position) Negara-negara berkembang meski hal ini masih harus dibuktikan.

Dengan profil positifnya selama ini, Indonesia dipercaya untuk turut menyelesaikan berbagai konflik regional, antara lain : Kamboja, gerakan separatis Moro di Filipina dan sengketa di Laut Cina Selatan. Konflik Kamboja mereda setelah serangkaian pembicaraan Jakarta Informal Meeting (I & II) serta Pertemuan Paris yang disponsori antara lain oleh Indonesia.

KTT X GNB di Jakarta berhasil merumuskan “Pesan Jakarta” yang disepakati bersama. Dalam “Pesan Jakarta” tersebut terkandung visi GNB yaitu :

   Hilangnya keraguan sementara anggota khususnya mengenai relevansi GNB setelah berakhirnya Perang Dingin dan ketetapan hati untuk meningkatkan kerjasama yang konstruktif serta sebagai komponen integral dalam “arus utama” (mainstream)hubungan internasional;

   Arah GNB yang lebih menekankan pada kerjasama ekonomi internasional dalam mengisi kemerdekaan yang telah berhasil dicapai melalui cara-cara politik yang menjadi cirri menonjol perjuangan GNB sebelumnya.

   Adanya kesadaran untuk semakin meningkatkan potensi ekonomi Negara-negara anggota melalui peningkatan kerjasama Selatan-Selatan.

Selama mengemban kepemimpinan GNB, Indonesia telah melakukan upaya-upaya penting dalam menghidupkan kembali dialog konstruktif Utara-Selatan berdasarkan saling ketergantungan yang setara (genuine interdependence), kesamaan kepentingan dan manfaat, dan tanggung jawab bersama. Selain itu, Indonesia juga mengupayakan penyelesaian masalah utang luar negeri negara-negara berkembang miskin (HIPCs/Heavily Indebted Poor Countries) yang terpadu, berkesinambungan dan komprehensif.

Guna memperkuat kerja sama Selatan-Selatan, KTT GNB ke-10 di Jakarta sepakat untuk mengintensifkan kerja sama Selatan-Selatan berdasarkan prinsip collective self-reliance. Sebagai tindak lanjutnya, sesuai mandat KTT Cartagena, Indonesia bersama Brunei Darussalam mendirikan Pusat Kerja Sama Teknik Selatan-Selatan GNB. 

Dalam bidang ekonomi, selama menjadi Ketua GNB, Indonesia  juga secara konsisten telah mengupayakan pemecahan masalah hutang luar negeri negara-negara miskin baik pada kesempatan dialog dengan Ketua G-7 maupun dengan menyelenggarakan Pertemuan Tingkat Menteri GNB mengenai Hutang dan Pembangunan yang diselenggarakan di Jakarta pada bulan Agustus 1994 serta berbagai seminar mengenai penyelesaian hutang luar negeri.


Sedangkan untuk hutang multilateral, dimana lembaga Bretton Woods semula enggan untuk membahasnya, pada akhirnya telah mendapatkan perhatian Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional dengan diluncurkannya Prakarsa HIPCs (Heavily Indebted Poor Countries). Peningkatan Fasilitas Penyesuaian Struktural (Enhanced Structural Adjustment Facility)  dan pembentukan Dana Perwalian oleh Bank Dunia serta komitmen negara-negara Paris Club bagi penyelesaian hutang bilateral dengan menaikkan tingkat pengurangan beban hutang dari 67% menjadi 80%. Hal ini merupakan suatu keberhasilan upaya GNB dalam kerangka memerangi kemiskinan.

Melalui pendekatan baru yang dikembangkan sewaktu Indonesia menjadi Ketua, GNB telah berhasil mengubah sikap negara-negara anggota GNB tertentu yang pada intinya menerapkan standard ganda terhadap lembaga Bretton Woods.

Disatu pihak secara bilateral negara-negara anggota GNB termasuk ingin memanfaatkan dana yang tersedia dari Bretton Woods, tetapi secara politis menunjukkan sikap apriori terhadap Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional. Seperti diketahui, bahwa pengambilan keputusan pada lembaga Bretton Woods pada prinsipnya didasarkan atas besarnya jumlah kekayaan anggota, dan ini dapat berarti selalu merugikan kepentingan negara-negara berkembang. Namun sekarang, dapat dikatakan bahwa telah terjalin hubungan yang baik dimana lembaga Bretton Woods telah mau mendengarkan argumentasi dan mempertimbangkan usulan-usulan GNB.

Meskipun sekarang, Indonesia tidak lagi menjabat sebagai Ketua maupun Troika GNB (kepemimpinan GNB terdiri dari Ketua satu periode sebelumnya, Ketua sekarang dan Ketua yang akan datang), namun tidak berarti bahwa penanganan oleh Indonesia terhadap berbagai permasalahan penting GNB akan berhenti atau mengendur. Sebagai anggota GNB, Indonesia akan tetap berupaya menyumbangkan peranannya untuk kemajuan GNB dimasa yang akan datang dengan mengoptimalkan pengalaman yang telah didapat selama menjadi Ketua dan Troika GNB.



























vDAFTAR PUSTAKA



WEB

·         http://jucing.blogspot.co.id/


BUKU

·         Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2015). Sejarah Indonesia. Jakarta : Kemendikbud
·         Mutiara dkk. 2015. Sejarah Indonesia (mata pelajaran wajib). Jakarta : Intan Pariwara.