MAKALAH
PERANAN
INDONESIA DALAM PERDAMAIAN DUNIA DALAM ORGANISASI GERAKAN NON BLOK
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir
Sejarah Wajib
Di Kelas XII – Semester 2 – 2015/2016
Disusun
oleh :
Nama
: Aghnia Putri Permana (01)
Kelas
: XII IPA 6
SMA NEGERI 1 CIANJUR
Jalan Pangeran Hidayatullah No.62 Kabupaten Cianjur
vLATAR BELAKANG GERAKAN NON-BLOK
Kata
"Non-Blok" diperkenalkan pertama kali oleh Perdana
Menteri India Nehru dalam pidatonya tahun
1954 di Colombo, Sri Lanka.
Dalam pidato tersebut, Jawarharlal Nehru menjelaskan lima pilar yang dapat
digunakan sebagai pedoman untuk membentuk relasi Sino-India yang
disebut dengan Panchsheel (lima
pengendali). Prinsip ini kemudian digunakan sebagai basis dari Gerakan
Non-Blok. Lima prinsip tersebut adalah :
2.
Perjanjian
non-agresi
3.
Tidak
mengintervensi urusan dalam negeri negara lain
4.
Kesetaraan
dan keuntungan bersama
5.
Menjaga
perdamaian
Setelah
berakhirnya Perang Dunia II, tepatnya di era 1950-an negara-negara di dunia
terpolarisasi dalam dua blok, yaitu Blok Barat di bawah pimpinan Amerika
Serikat dan Blok Timur di bawah pimpinan Uni Soviet. Pada saat ini terjadi,
pertarungan yang sangat kuat antara Blok Barat dan Timur, era ini dikenal
sebagai sebagai era perang dingin (Cold
War) yang berlangsung sejak berakhirnya Perang Dunia II hingga runtuhnya
Uni Soviet pada tahun 1898. Pertarungan antara Blok Barat dan Timur merupakan
merupakan upaya untuk memperluas sphere
of interest dan sphere of influence. Dengan
sasaran utama perebutan perebutan penguasaan atas wilayah-wilayah potensial di
seluruh dunia.
Dalam
pertarungan perebutan pengaruh ini,
negara-negara dunia ketiga (di Asia, Afrika, Amerika Latin) yang mayoritas sebagai
negara yang baru merdeka juga terlibat. Masalahnya, perang dingin ini tidak
hanya mempengaruhi perkembangan negara-negara di kawasan Eropa tapi
negara-negara di kawasan Asia pun menjadi ajang perebutan pengaruh dua negara
yang baru meraih kemederkaan dan negara yang baru meraih kemerdekaan akan mudah
dipengaruhi. Itu sebabnya negara adikuasa (Amerika dan ni Soviet) melihat semua
itu sebagai wilayah yang sangat menarik bagi kedua blok untuk menyebarkan
pengaruhnya. Akibat persaingan kedua blok tersebut, bahkan muncul beberapa
konflik misalnya konflik yang terjadi di Asia, seperti Perang Korea dan Perang
Vietnam.
Indonesia
bisa dikatakan memiliki peran yang sangat penting dalam proses kelahiran
organisasi ini. Lahirnya organisasi Gerakan Non-Blok dilatar belakangi oleh
kekhawatiran para pemimpin negara-negara dunia ketiga terutama dari Asia dan
Afrika terhadap munculnya ketegangan dunia saat itu karena adanya persaingan
antara Blok Barat dan Blok Timur. Dalam kondisi seperti ini, muncul kesadaran
yang kuat dari para pemimpin dunia ketiga saat itu untuk tidak terseret dalam
persaingan antara kedua blok tersebut.
vLAHIRNYA
GERAKAN NON BLOK (GNB)
Gerakan Non-Blok (GNB) atau Non Align Movement (NAM) adalah
suatu gerakan yang dipelopori oleh negara-negara dunia ketiga yang
beranggotakan lebih dari 100 negara-negara yang berusaha menjalankan luar
negeri yang tidak memihak dan tidak menganggap dirinya beraliansi dengan Blok
Barat atau Blok Timur. GNB merepresentasikan 55% penduduk dunia dan hampir 2/3
keanggoataan PBB. Mayoritas negara-engara anggota GNB adalah negara-negara yang
baru memperoleh kemerdekaan setelah berakhirnya Perang Dunia.
Dengan dipelopori oleh lima pemimpin negara Indonesia, India,
Pakistan, Burma dan Srilanka. Terselenggaralah sebuah pertemuan pertama di
Kolombo (Srilanka) pada April 28 April-2 Mei 1952, dilanjutkan dengan pertemuan
di Istana Bogor pada 29 Desember 1954. Dua konferensi di atas merupakan cikal
bakal dari terselenggaranya Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung pada 18
April-25 April 1955 yang dihadiri oleh wakil dari 29 negara Asia dan Afrika.
Namun, Gerakan Non-Blok dicetuskan antara lain oleh Ir.Soekarno
dari Indonesia. KAA di Bandung merupakan
proses awal lahirnya GNB. Tujuan diselenggarakannya KAA adalah mengidentifikasi
dan mendalami masalah-masalah dunia pada waktu itu dan berusaha memformulasikan
kebijakan bersama negara-negara yang baru merdeka tersebut pada tataran
hubungan international.
Lalu
selanjutnya, pembentukan organisasi Gerakan Non-Blok dicanangkan dalam
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) I di Beogdad, Yugoslavia pada tanggal 1-6
September 1961 yang dihadiri oleh 25 negara dari Asia dan Afrika. Dalam KTT 1
tersebut, negara-negara pendiri GNB berketetapan untuk untuk mendirikan suatu
gerakan dan bukan suatu organisasi untuk menghindarkan diri dari implikasi
birokratik dalam membangun upaya kerjasama diantara mereka. Pada KTT 1 ini juga
ditegaskan bahwa GNB tidak diarahkan pada suatu peran pasif dalam politik
Internasional, tetapi untuk memformulasikan posisi sendiri independen yang
merefleksikan kepentingan negara-negara anggotanya.
vKAA
SEBAGAI EMBRIO LAHIRNYA ORGANISASI GNB
Persiapan KAA diawali dengan adanya Konferensi
Colombo pada tanggal 28 April – 2 Mei 1954 antara lima perdana menteri,
yaitu Perdana Menteri Sir Jhon Kotelawala (Srilanka), U Nu (Birma),
Jawaharlal Nehru (India), Ali Sastroamidjojo (Indonesia), dan Mohammed Ali
(Pakistan). Tujuan dari konferensi ini adealah untuk memperkuat hubungan antara
lima negara tersebut sertra membicarakan usaha-usaha untuk memelihara
perdamaian.
Kemudian tanggal 29 Desember 1954 kelima
negara tersebut mengadakan Konferensi Bogor, dimana merupakan kelanjutan
perundingan tentang gagasan yang timbul dalam Konferensi Colombo, yaitu gagasan
untuk amenyelenggarakan konferensi negara-negara Asia-Afrika. Hasil
keputusannya adalah mengadakan Konferensi Asia-Afrika pada permulaan tahun 1955
di Bandung
Akhirnya pada
tanggal 18 April 1955, dimulailah Konferensi Asia Afrika yang
diselenggarakan di kota Bandung. Konferensi ini berlangsung hingga tanggal 25
April 1955 dan diikuti oleh wakil dari 29 negara Asia dan Afrika.
Konferensi Asia-Afrika
(KAA) di Bandung tahun 1955 merupakan proses awal lahirnya GNB. KAA
diselenggarakan pada tanggal 18 - 24 April 1955 dan dihadiri oleh 29 Kepala
Negara dan Kepala Pemerintah dari benua Asia dan Afrika yang baru saja merdeka.
KAA ditujukan untuk mengidentifikasi dan mendalami masalah-masalah dunia waktu
itu dan berupaya menformulasikan kebijakan bersama negara-negara baru tersebut
pada tatanan hubungan internasional. KAA menyepakati ’Dasasila Bandung’ yang
dirumuskan sebagai prinsip-prinsip dasar bagi penyelenggaraan hubungan dan
kerja sama antara bangsa-bangsa. Sejak saat itu, proses pendirian GNB semakin
mendekati kenyataan, dan dalam proses ini tokoh-tokoh yang memegang peran kunci
sejak awal adalah Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser, Presiden Ghana Kwame
Nkrumah, Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru, Presiden Indonesia Soekarno,
dan Presiden Yugoslavia Josip Broz Tito. Kelima tokoh dunia ini kemudian
dikenal sebagai para pendiri GNB.
Dalam Pertemuan tersebut, 29 kepala Negara Asia dan
Afrika bertemu membahas masalah dan kepentingan bersama, termasuk didalamnya
mengupas secara serius tentang kolonialisme dan pengaruh
kekuatan “barat”. Pertemuan ini disebutkan pula sebagai Konferensi
Asia Afrika atau sering pula disebut sebagai Konferensi Bandung.
vKONFERENSI TINGKAT
TINGGI (KTT)
KTT termasuk hal yang berhubungan dengan
adanya organisasi Gerakan Non-Blok ini karena gerakan
Non-Blok sendiri bermula dari Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika,
diantaranya :
Konferensi pertama
Pertemuan
pertama berlangsung tahun 1961 di Beogard guna mencetuskan
prinsip politik bersama. Pengertian politik itu berbunyi “politik berdasarkan
koeksistensi damai, bebas blok, tidak menjadi anggota persekutuan militer dan
bercita cita melenyapkan kolonialisme dalam segala bentuk dan
manifestasinya”.
Konferensi
pertama negara non blok September 1961 di Beograd dianggap kelanjutan Konferensi
Asia-Afrika 1955 di Bandung.
Sebanyak 25 negara ikut ambil bagian (8 dari Asia, 9 Afrika,
1 Eropa (Yugoslavia)
), 1 Amerika Latin (Kuba)
dan 6 Arab. Tenaga
pendorong konferensi ini adalah Presiden Tito yang semakin bergeser ke Dunia
Ketiga karena ingin lepas dari isolasi kedua blok. Bertiga dengan Nehru dan Nasser,
Tito memerankan kelompok vokal pertemuan. Konferensi membahas diskriminasi ras,
bantuan untuk kemajuan dan perkembangan serta pelucutan senjata.
Konferensi kedua
Bulan
Oktober 1964 berlangsung konferensi kedua di Kairo yang diikuti utusan
48 negara dan sepuluh negara berstatus pengamat resmi (kebanyakan dari Amerika
Latin).[1]Pada
kedua konferensi sudah tampak adanya pertentangan antara kelompok ngara moderat
pimpinan Nehru dan
kelompok radikal pimpinan Soekarno serta Kwame
Nkrumah.
Konferensi ketiga
Bulan
September 1970 Konferensi Non Blok ketiga diadaan di Lusaka,
ibu kota Zambia.
Jumlah peserta bertambah menjadi 54 negara, 9 negara mengirimkan pengamat. Tema
pokok konferensi yang dipimpin Presiden Zambia Kenneth Kaunda mempermasalahkan
rezim rasialis minoritas kulit putih di Afrika Selatan. Prinsip
non blok dinyatakan tidak berkurang kekuatannya seperti yang telah dirumuskan
dalam resolusi Kairo dan Beogard.
Konferensi keempat
Konferensi
tingkat tinggi keempat berlangsung September 1973 dan diikuti 75 negara
di Aljazair. Kamboja
diwakili pangeran Sihanouk untuk pemerintahan kerajaan. Para pengamat
terdiri dari organisasi gerakan kemerdekaan dan pembebasan Afrika Selatan dan
Amerika Latin. Tema pokok konferensi yang dipimpin Presiden Aljazair
Boumedienne adalah masalah negara-negara melarat. Dalam resolusi penutup
dirumuskan hak menasionalisasi perusahaan asing.
Konferensi kelima
Konferensi
kelima berlangsung Agustus 1976 di Colombo,
ibu kota Sri Lanka.
Dalam konferensi ini, selain dipertegas kepentingan negara-negara non blok yang
dirugikan tata ekonomi dunia yang tidak adil yang bisa mengancam perdamaian
dunia juga dirumuskan perjuangan bersama negara-negara non blok dalam lapangan
perdagangan, industri, teknologi termasuk memperkuat media informasi
negara-negara non blok. Konferensi berhasil merumuskan program aksi
bersama yang disebut deklarasi perjuangan.
Konferensi keenam
Konferensi
non blok keenam berlangsung September 1979 di Havana,
ibu kota Kuba.
Jumlah peserta menjadi 94 negara, peninjau dari 20 negara dan 18 organisasi dan
negara yang berstatus tamu. Meskipun suasana konferensi diliputi pertentangan
antara kelompok moderat dan kelompok radikal, konferensi berhasil merumuskan
resolusi untuk memperkuat prinsip-prinsip non-blok yang dirumuskan dalam
deklarasi politik. Selain itu, deklarasi ekonomi yang mempertegas sikap
negara-negara non-blok terhadap apa yang mereka nyatakan sebagai dominasi
ekonomi asing yang merugikan kekayaan negara-negara sedang berkembang berhasil
pula dirumuskan.
Konferensi ketujuh
Keanggotaan Kamboja tidak
berhasil diselesaikan sehingga baik pemerintahan Heng Samrin maupun rezim Pol
Pot hanya berstatus peninjau, Konferensi Tingkat Tinggi Non Blok yang sedianya
diadakan bulan September 1982 di Baghdad ibu
kota Irak batal
karena perang antara Irak dan Iran belum berhasil
diselesaikan. Lalu, Delhi ibu kota Indiamenjadi
pengganti tempat berlangsungnya Konferensi Non Blok ketujuh. Dan konferensi
lainnya.
Tempat dan tanggal KTT GNB
No.
|
Tanggal
|
Negara tuan rumah
|
Kota penyelenggaraan
|
1
|
1–6 September 1961
|
||
2
|
5–10 Oktober 1964
|
||
3
|
8–10 September 1970
|
||
4
|
5–9 September 1973
|
||
5
|
16–19 Agustus 1976
|
||
6
|
3–9 September 1979
|
||
7
|
7–12 Maret 1983
|
||
8
|
1–6 September 1986
|
||
9
|
4–7 September 1989
|
||
10
|
1–6 September 1992
|
||
11
|
18–20 Oktober 1995
|
||
12
|
2–3 September 1998
|
||
13
|
20–25 Februari 2003
|
||
14
|
15–16 September 2006
|
||
15
|
11–16 Juli 2009
|
||
16
|
26–31 Agustus 2012
|
||
17
|
2015
|
Sekretaris Jenderal
Sekretaris Jendral
Gerakan Non-Blok
|
|||
Nama
|
Asal negara
|
Mulai
|
Akhir
|
1998
|
|||
2003
|
|||
sekarang
|
vPERTEMUAN GERAKAN NON BLOK (GNB)
Normalnya,
pertemuan GNB berlangsung setiap tiga tahun sekali. Negara yang pernah menjadi
tuan rumah KTT Gerakan Non-Blok ini diantaranya adalah
Yugoslavia, Mesir, Zambia, Aljazair, Sri Lanka, Kuba, India, Zimbabwe,
Indonesia, Kolombia, Afrika Selatan, dan juga Malaysia. Biasanya
setelah mengadakan konferensi, kepala negara atau kepala pemerintahan yang
menjadi tuan rumah konferensi itu akan dijadikan ketua gerakan untuk masa
jabatan selama tiga tahun.
Pertemuan
pertama GNB terjadi di Beograd pada September 1961 dan dihadiri oleh dua puluh lima
anggota, masing-masing 11 dari Asia dan Afrika bersama dengan Yugoslavia, Kuba dan Siprus. Kelompok ini mendedikasikan dirinya
untuk melawan kolonialisme, imperialisme dan neo-kolonialisme.
Pertemuan
berikutnya diadakan di Kairo pada 1964. Pertemuan tersebut dihadiri 56 negara anggota di mana anggota-anggota
barunya datang dari negara-negara merdeka baru di Afrika. Kebanyakan dari
pertemuan itu digunakan untuk mendiskusikan konflik
Arab-Israel dan Perang
India-Pakistan.
Pertemuan
pada tahun 1969 di Lusaka dihadiri oleh 54 negara dan merupakan
salah satu yang paling penting dengan gerakan tersebut membentuk sebuah
organisasi permanen untuk menciptakan hubungan ekonomi dan politik. Kenneth Kauda memainkan peranan yang penting dalam
even-even tersebut.
Pertemuan
paling baru (ke-13) diadakan di Malaysia dari 20-25 Februari 2003. Namun, GNB
kini tampak semakin tidak mempunyai relevansi sejak berakhirnya Perang Dingin.
vPERKEMBANGAN GERAKAN
NON BLOK
Tujuan Gerakan Non-Blok
ditetapkan dalam KTT I di Beograd pada tahun 1961.
Tujuan didirikannya
Gerakan Non-Blok adalah :
1. Ikut serta meredakan
ketegangan dunia akibat perang dingin yang berlangsung antara Blok Barat yang
dipimpin Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin oleh Uni Soviet.
2. Tidak membenarkan usaha
penyelesaian sengketa dengan cara melalui
kekerasan senjata.
kekerasan senjata.
3. Mengembangkan rasa
solidaritas diantara negara anggota dengan jalan membantu perjuangan
negara-negara berkembang dalam mencapai persamaan, kemerdekaan dan kemakmuran.
4. Berusaha membendung pengaruh negatif, baik
dari Blok Barat maupun Blok Timur ke negara-negara yang tergabung dalam GNB.
Selain
tujuan, Gerakan Non-Blok terbentuk dengan berdasarkan pada asas tertentu. Asas
ini juga menjadi landasan kegiatan-kegiatan negara-negara anggota GNB. Adapun
asa GNB adalah sebagai berikut :
1. GNB bukan suatu blok
tersendiri dan tidak tergabung dalam blok yang saling bertentangan.
2. GNB merupakan wadah
perjuangan negara-negara berkembang yang gerakannya tidak pasif.
3. GNB berusaha mendorong
perjuangan dekolonisasi di semua tempat, serta memegang teguh perjuangan
melawan imperialisme, kolonialisme, neokolonialisme, rasialisme, apartheid, dan
zionisme.
vPERANAN
INDONESIA DALAM GNB
Sebagai negara yang sedang berkembang
Indonesia ternyata mempunyai peranan yang cukup penting dalam Gerakan Non Blok.
Peran serta Indonesia dalam Gerakan Non Blok adalah sebagai berikut :
1. Sebagai pemprakarsa lahirnya GNB
2. Presiden Soekarno sebagai duta untuk menyampaikan keputusan KTT
I kepada Presiden Amerika serikat John F. Kennedi.
3. Indonesia menjadi penyelenggara sekaligus ketua Gerakan Non Blok
dalam KTT GNB di Jakarta pada Bulan September 1992.
4. Presiden Soeharto merintis dibukanya kembali Dialog Untara
Selatan yang telah lama mengalami pemutusan, yakni dalam KTT G-7 di Tokyo
Jepang tahun 1993.
5. Indonesia selalu mengusulkan dalam KTT kemajuan Ekonomi,
penghapusan penjajahan, dan kemurnia GNB tetap dipertahankan.
Indonesia tentu sangat berperan dengan
organisasi Gerakan Non-Blok ini karena pencetusnya sendiri adalah orang
Indonesia seperti yang telah disebut sebelumnya yaitu Ir. Soekarno. Adapun Indonesia pernah menjadi tuan rumah KTT
Non-Blok pada tahun 1992 pada konferensi kesepuluh di Jakarta yang menghasilkan
“Pesan Jakarta”. Adapun isi Pesan Jakarta adalah sebagai berikut :
1. Hak asasi manusia dan kemerdekaan merupakan keabsahan universal
dan percaya kemajuan ekonomi serta sosial akan memudahkan tercapainya semua
sasaran. GNB menolak konsep mengenai hak asasi manusia dan demokrasi yang
didiktekan oleh negara tertentu atas negara lain.
2. Prihatin atas beban utang dari negara-negara berkembang.
3.
Mendesak dilakukannya
pembaruan ekonomi dunia guna memperkuat kemampuan PBB dalam meningkatkan kerja
sama dan penggabungan internasional.
4. Menyerukan pengalihan anggaran militer untuk memudahkan
peningkatan ekonomi dan sosial negara-negara berkembang.
5. GNB memberikan perhatian terhadap masalah Apartheid di Afrika
Selatan dan mengutuk pembasmian etnik Bosnia.
6. Menyambut baik hasil pertemuan puncak bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro tentang lingkungan hidup san
pembangunan.
GNB menempati posisi khusus dalam politik luar
negeri Indonesia karena Indonesia sejak awal memiliki peran sentral dalam
pendirian GNB. KAA tahun 1955 yang diselenggarakan di Bandung dan menghasilkan
Dasa Sila Bandung menjadi prinsip-prinsip utama GNB, merupakan bukti peran
Indonesia dalam mengawali pendirian GNB.
Dari
Konferensi ini dihasilkan 10 prinsip yang disepakati bersama yang sering juga
disebutkan sebagai Dasa Sila Bandung, yaitu :
·
Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan
serta asas-asas yang termuat di dalam piagam PBB;
·
Menghormati kedaulatan dan integrits territorial
semua bangsa;
·
Mengakui persamaan ras dan persamaan semua bangsa
baik besar maupun kecil;
·
Tidak melakukan intervensi atau campur tangan dalam
soal-soal dalam negeri orang lain;
·
Menghormati hak-hak tiap bangsa untuk mempertahankan
diri sendiri secara sendiri atau kolektif sesuai dengan piagam PBB;
·
Tidak menggunakan peraturan-peraturan pertahanan
kolektif untuk bertindak bagi kepentingan khusus salah satu Negara besar. Dan
tidak melaukan tekanan terhadap Negara lain.
·
Tidak melakukan tindakan-tindakan atau ancaman
agresi ataupun penggunaan kekerasan terhadap integritas territorial atau
kemerdekaan politik suatu Negara.
·
Menyelesaikan segala perselisihan internasional
dengan jalan damai, seperti perundingan, persetujuan, arbitrase atau
penyelesaian hukum, atau cara damai lain berdasarkan pilihan pihak-pihak yang
bersangkutan sesuai dengan piagam PBB.
·
Memajukan kepentingan bersama dan kerja sama.
·
Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban
internasional.
ü Indonesia
dan GNB
Politik luar negeri
yang memihak pada salah satu blok akan menyukarkan kedudukannya ke dalam dan
menjauhkan tercapainya konsolidasi. Terlepas dari cita-citanya yang subyektif
dan historis akan hidup damai dan bersahabat dengan segala bangsa, masalah yang
dihadapi RI memaksa dengan sendirinya melakukan politik bebas. Itulah sebabnya
RI tidak memihak antara dua blok besar, blok Amerika dan blok Soviet.
Sebaliknya, jika Indonesia berada di luar blok
bersama-sama dengan Negara-negara Nonblok lainnya, peranannya akan terlihat
sebagai kekuatan moral dan diharapkan akan dapat meredam ketajaman konfrontasi
Negara adikuasa jika Negara Nonblok bersedia bertindak secara kolektif sebagai
penengah.
Bagi Indonesia,
Gerakan Non Blok merupakan wadah yang tepat bagi Negara-negara berkembang untuk
memperjuangkan cita-citanya dan untuk itu Indonesia senantiasa berusaha secara
konsisten dan aktif membantu berbagai upaya kearah pencapaian tujuan dan
prinsip-prinsip Gerakan Non Blok.
GNB mempunyai arti
yang khusus bagi bangsa Indonesia yang dapat dikatakan lahir sebagai Negara
netral yang tidak memihak. Hal tersebut tercermin dalam Pembukaan UUD 1945 yang
menyatakan bahwa “kemerdekaan adalah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka
penjajahan diatas dunia haurs dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan”. Selain itu diamanatkan pula bahwa Indonesia
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial. Kedua mandat tersebut juga merupakan falsafah dasar
GNB.
Pada tanggal 2
September 1988, Menlu RI, Ali Alatas, mengutarakan “Indonesia telah dilahirkan
sebagai Negara Nonblok.” Drs. Mohammad Hatta selaku Perdana Menteri di
depan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada tanggal 2
September 1948 mengatakan bahwa sebagai negar merdeka, Indonesia seharusnya
menjadi subjek yang berhak menentukan sikap sendiri dan berhak memperjuangkan
tujuannya sendiri tanpa menjadi pro-Rusia dan pro-Amerika.
Sesuai dengan politik
luar negeri yang bebas dan aktif, Indonesia memilih untuk menentukan jalannya
sendiri dalam upaya membantu tercapainya perdamaian dunia dengan mengadakan
persahabatan dengan segala bangsa.
Sebagai implementasi
dari politik luar negeri yang bebas dan aktif itu, selain sebagai salah satu
Negara pendiri GNB, Indonesia juga senantiasa setia dan commited pada prinsip-prinsip
dan aspirasi GNB.
ü Indonesia dalam GNB
Peranan penting
Konferensi Asia Afrika tahun 1955 bagi pembentukan Gerakan Non Blok menunjukan
keterlibatan Indonesia dalam gerakan itu sejak masih dalam gagasannya.
Indonesia pun terlibat aktif dalam persiapan penyelenggaraan KTT I GNB di
Beograd, Yugoslavia.
Dengan demikian
Indonesia termasuk perintis dan pendiri GNB. Keikutsertaan Indonesia dalam GNB
sejak awal disebabkan oleh kesesuaian prinsip gerakan dengan politik luar
negeri bebas aktif. Indonesia berkeyakinan, perdamaian hanya mungkin tercipta
dengan sikap tidak mendukung pakta militer (NATO dan Pakta Warsawa).
Soekarno sangat
mendukung GNB karena pada waktu itu dia sedang menggalang kekuatan
negara-negara baru atau New
Emerging Forces (Nefos) untuk membebaskan Irian Barat yang masih
diduduki Belanda, di mana Soekarno sudah tidak percaya dengan perundingan
diplomasi dengan pihak Belanda.
ü Tuan Rumah KTT X GNB
Berdasarkan
Keputusan Pertemuan Tingkat Menteri Luar Negeri Gerakan Non-Blok di Acccra,
Ghana, tanggal 4-7 September 1991, Indonesia telah ditetapkan sebagai tuan
rumah/penyelenggara KKTT GNB X. Dan selanjutnya KTT
GNB X berlangsung pada tanggal 1 – 7 September 1992 di Jakarta dan Bogor.
Selama tiga tahun
dipimpin Indonesia, banyak kalangan menyebut, GNB berhasil memainkan peran
penting dalam percaturan politik global. Lewat Jakarta Message, Indonesia memberi warna baru pada gerakan ini.
Antara lain, dengan meletakkan titik berat kerjasama pada pembangunan ekonomi
dengan menghidupkan kembali dialog Selatan-Selatan.
Hal tersebut diatas,
dirasa sangat perlu sebab Komisi Selatan dalam laporannya yang berjudul “The Challenge to the South” (1987),
menegaskan bahwa negara-negara Selatan harus mengandalkan kemampuannya sendiri,
kalau sekedar berharap pada kerjasama Utara-Selatan ibarat pungguk merindukan
bulan. Sebaliknya, dialog Selatan-Selatan akan memperkuat posisi tawar (bargaining-position) Negara-negara
berkembang meski hal ini masih harus dibuktikan.
Dengan profil
positifnya selama ini, Indonesia dipercaya untuk turut menyelesaikan berbagai
konflik regional, antara lain : Kamboja, gerakan separatis Moro di Filipina dan
sengketa di Laut Cina Selatan. Konflik Kamboja mereda setelah serangkaian
pembicaraan Jakarta Informal
Meeting (I & II) serta Pertemuan Paris yang
disponsori antara lain oleh Indonesia.
KTT X GNB di Jakarta
berhasil merumuskan “Pesan Jakarta” yang disepakati bersama. Dalam “Pesan
Jakarta” tersebut terkandung visi GNB yaitu :
Hilangnya keraguan sementara anggota
khususnya mengenai relevansi GNB setelah berakhirnya Perang Dingin dan
ketetapan hati untuk meningkatkan kerjasama yang konstruktif
serta sebagai komponen integral dalam “arus utama” (mainstream)hubungan internasional;
Arah GNB yang lebih menekankan pada kerjasama
ekonomi internasional dalam mengisi kemerdekaan yang telah berhasil dicapai
melalui cara-cara politik yang menjadi cirri menonjol perjuangan GNB
sebelumnya.
Adanya kesadaran untuk semakin meningkatkan
potensi ekonomi Negara-negara anggota melalui peningkatan kerjasama
Selatan-Selatan.
Selama mengemban
kepemimpinan GNB, Indonesia telah melakukan upaya-upaya penting
dalam menghidupkan kembali dialog konstruktif Utara-Selatan berdasarkan
saling ketergantungan yang setara (genuine
interdependence), kesamaan kepentingan dan manfaat, dan tanggung jawab
bersama. Selain itu, Indonesia juga mengupayakan penyelesaian masalah utang
luar negeri negara-negara berkembang miskin (HIPCs/Heavily Indebted Poor Countries) yang terpadu, berkesinambungan
dan komprehensif.
Guna memperkuat kerja
sama Selatan-Selatan, KTT GNB ke-10 di Jakarta sepakat untuk mengintensifkan
kerja sama Selatan-Selatan berdasarkan prinsip collective self-reliance. Sebagai tindak lanjutnya, sesuai
mandat KTT Cartagena, Indonesia bersama Brunei Darussalam mendirikan Pusat
Kerja Sama Teknik Selatan-Selatan GNB.
Dalam bidang ekonomi, selama menjadi Ketua
GNB, Indonesia juga secara konsisten telah mengupayakan pemecahan
masalah hutang luar negeri negara-negara miskin baik pada kesempatan dialog
dengan Ketua G-7 maupun dengan menyelenggarakan Pertemuan Tingkat Menteri GNB
mengenai Hutang dan Pembangunan yang diselenggarakan di Jakarta pada bulan
Agustus 1994 serta berbagai seminar mengenai penyelesaian hutang luar negeri.
Sedangkan untuk hutang
multilateral, dimana lembaga Bretton Woods semula enggan untuk membahasnya,
pada akhirnya telah mendapatkan perhatian Bank Dunia dan Dana Moneter
Internasional dengan diluncurkannya Prakarsa HIPCs (Heavily Indebted Poor Countries). Peningkatan Fasilitas Penyesuaian
Struktural (Enhanced Structural
Adjustment Facility) dan pembentukan Dana Perwalian oleh Bank
Dunia serta komitmen negara-negara Paris Club bagi penyelesaian hutang bilateral
dengan menaikkan tingkat pengurangan beban hutang dari 67% menjadi 80%. Hal ini
merupakan suatu keberhasilan upaya GNB dalam kerangka memerangi kemiskinan.
Melalui pendekatan
baru yang dikembangkan sewaktu Indonesia menjadi Ketua, GNB telah berhasil mengubah
sikap negara-negara anggota GNB tertentu yang pada intinya menerapkan standard
ganda terhadap lembaga Bretton Woods.
Disatu pihak secara
bilateral negara-negara anggota GNB termasuk ingin memanfaatkan dana yang
tersedia dari Bretton Woods, tetapi secara politis menunjukkan sikap apriori
terhadap Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional. Seperti diketahui, bahwa
pengambilan keputusan pada lembaga Bretton Woods pada prinsipnya didasarkan
atas besarnya jumlah kekayaan anggota, dan ini dapat berarti selalu merugikan
kepentingan negara-negara berkembang. Namun sekarang, dapat dikatakan bahwa
telah terjalin hubungan yang baik dimana lembaga Bretton Woods telah mau
mendengarkan argumentasi dan mempertimbangkan usulan-usulan GNB.
Meskipun sekarang, Indonesia tidak lagi
menjabat sebagai Ketua maupun Troika GNB (kepemimpinan GNB terdiri dari Ketua
satu periode sebelumnya, Ketua sekarang dan Ketua yang akan datang), namun
tidak berarti bahwa penanganan oleh Indonesia terhadap berbagai permasalahan
penting GNB akan berhenti atau mengendur. Sebagai anggota GNB, Indonesia
akan tetap berupaya menyumbangkan peranannya untuk kemajuan GNB dimasa yang
akan datang dengan mengoptimalkan pengalaman yang telah didapat selama menjadi
Ketua dan Troika GNB.
vDAFTAR PUSTAKA
WEB
BUKU
·
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia. (2015). Sejarah Indonesia. Jakarta
: Kemendikbud
·
Mutiara dkk. 2015. Sejarah Indonesia (mata pelajaran wajib). Jakarta : Intan Pariwara.