Tuesday, 12 March 2019

“Penerapan Standar Etika Jabatan Kepala Madrasah di SMK Miftahul Qulub Polagan Galis Pamekasan”


A.    Judul Penelitian
“Penerapan Standar Etika Jabatan Kepala Madrasah di SMK Miftahul Qulub Polagan Galis Pamekasan”
B.     Konteks Penelitian
Kepemimpinan kepala sekolah/madrasah merupakan jabatan strategis dalam pembinaan peserta didik sebagai calon generasi penerus bangsa. Untuk menjalankan tugas jabatannya, seorang kepala sekolah memerlukan komitmen yang dapat dijabarkan dalam bentuk jabatan atau etika kepemimpinan kepala sekolah.[1]
Etika kepemimpinan adalah suatu jabatan dan perilaku kepala madrasah dalam menjalankan tugas dan kepemimpinannya serta kemampuan memahami dan menerapkan tata kerja yang baik  untuk meningkatkan sistem kerja supaya mendapatkan hasil yang benar-benar diharapkan. Cara bersikap kepala madrasah yang baik sesuai dengan tatakrama yang telah diatur dalam syariat, di dalam Islam cara bersikap bukan sekedar aksi. Cara bersikap yang baik dan sesuai dengan etika adalah bentuk ibadah. Bersikap yang baik dan sesuai dengan etika menunjukkan jati diri orang tersebut. Sikap yang baik sesuai dengan etika mencerminkan perilaku baik dan benar yaitu sikap yang sesuai dengan ajaran agama.
Etika dapat berkaitan dengan moral, susila dan akhlak, yaitu menentukan hukum atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan manusia untuk ditentukan baik-buruknya. Kesemua istilah tersebut sama-sama menghendaki terciptanya keadaan yang baik, teratur, aman, damai, dan tenteram sehingga sejahtera batiniah dan lahiriahnya. Dengan demikian, keberadaan etika, moral dan Susila sangat dibutuhkan dalam rangka menjabarkan dan mengoperasionalisasikan ketentuan akhlak yang terdapat di dalan Al-Qur'an. Disinilah letak peranan dari etika, moral dan Susila terhadap akhlak. Pada sisi lain akhlak juga berperan untuk memberikan batas-batas umun dan universal, agar apa yang dijabarkan dalam etika, moral dan susila tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang luhur dan tidak membawa manusia menjadi sesat.[2]
Dalam berbagai literatur, etika diidentik dengan akhlak dan moral. Akhlak berarti perbuatan manusia (bahasa arab). Moral berasal dari kata “mores” yang berarti perbuatan manusia. Moral mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia, sehingga moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Jadi kata etika, akhlak dan moral secara bahasa adalah sama, yaitu perbuatan atau tingkah laku manusia. Dimana objek etika itu sendiri adalah perbuatan manusia.[3]
Adapun arti dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari kata mos yang berarti adat kebiasaan. Didalam kamus umum bahasa indonesia dikatakan bahwa moral adalah penentuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan. Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat diartikan benar, salah, baik atau buruk. Dengan demikian, tolak ukur yang digunakan dalam moral untuk mengukur tingkah laku manusia adalah adat istiadat, kebiasaan, dan lainnya yang berlaku dimasyarakat. Moralitas mengandung beberapa pengertian, antara lain adat istiadat, sopan, santun, dan perilaku.[4]
Sifat-sifat Rasulullah SAW sebagai sosok manajer dan pendidik senantiasa berperilaku mulia berupa keikhlasan, kejujuran, walk the talk, adil dan egaliter, berakhlaqul karimah, tawadlu’, pemberani, jiwa humor yang sehat, sabar dan menahan amarah, menjaga lisan, dan bersinergi dalam musyawarah. Perilaku manajerial dan kepemimpinan sangat dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan, nilai-nilai dan pengalaman sumber daya insani (SDI), di samping itu pula harus mempertimbangkan kekuatan situasi seperti iklim organisasi, sifat, tugas, tekanan waktu, sikap anggota, bahkan faktor lingkungan organisasi.
Pola manajerial yang diterapkan oleh Nabi Muhammad SAW dengan integritas nilai-nilai yang luar biasa karena kejujurannya (al-amien), ia mampu mengembangkan manajerialnya yang paling ideal dan paling sukses dalam sejarah peradaban umat manusia, dengan berlandasakan pada sifat-sifatnya yang utama yaitu siddiq (righteous), amanah (trustworthy), fathonah (woeking smart) dan tabligh (communicate openly), sehingga mampu mempengaruhi orang lain dengan cara mengilhami tanpa mendoktrinasi, menyadarkan tanpa menyakiti, membangkitkan tanpa memaksa dan mengajak tanpa memerintah.[5]
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa Pendidikan adalah usaha secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasaan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya di masyarakat, bangsa dan Negara. Untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran seperti yang dijelaskan dalam UU No.20 Tahun 2003 di atas, dibutuhkan kesiapan sumber daya manusia yang handal.[6]
Kepala sekolah/madrasah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan, sebagaimana dikemukakan dalam pasal 12 ayat 1 PP 28 tahun 1990 bahwa kepala sekolah bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikannya lainnya, dan pendayagunaan serta pemeliharaan saranan dan prasarana.
Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan dituntut untuk memiliki profesionalitas yang tinggi sehingga kegiatan mengelola dan mengorganisasikan sekolah dapat dilakukan secara maksimal. Kepemimpinan kepala sekolah diharapkan dapat mewujudkan ketercapaian tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan potensi sumber daya manusia, membentuk dan menjadikan komponen sekolah menjadi lebih beradab terutama siswa. Kepala sekolah profesional akan memiliki keinginan yang besar dalam mewujudkan tujuan tersebut dengan melakukan manajemen sekolah yang baik dan berkualitas.
Keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan membutuhkan kecakapan dan kemampuan kepala sekolah, tidak hanya kecakapan teknis dan konsepsional, tetapi yang lebih jauh penting dibutuhkan adalah dimilikinya kompetensi-kompetensi yang distandarkan. Kompetensi yang dimaksud adalah kompetensi kepribadian, manajerial, supervisi, kewirausahaan, dan sosial, (PP No. 13 tahun 2007). Mengingat tugas dan tanggung jawab kepala sekolah banyak, sudah seharusnya kepala sekolah memiliki dan menguasai kompetensi-kompetensi tersebut agar dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dapat dilakukan dengan mudah.[7]
Dalam dunia pendidikan Kepala sekolah/madrasah selaku pemimpin secara langsung merupakan contoh nyata dalam aktivitas kerja bawahannya. Kepala sekolah yang rajin, cermat, peduli terhadap bawahan akan berbeda dengan gaya kepemimpinan yang acuh tak acuh, kurang komunikatif apalagi arogan dengan komunitas sekolahnya. Seorang pemimpin memang harus memiliki kualitas tertentu (kriteria tertentu) untuk memimpin. Perilaku pemimpin merupakan sesuatu yang dapat dipelajari. Jadi, seseorang yang dilatih dengan kepemimpinan yang tepat akan bisa menjadi pemimpin yang efektif. Salah satu dari bentuk konkret itu adalah sifat terampil dan berwibawa serta cerdas dalam mempengaruhi orang lain untuk melaksanakan tugas-tugas yang merupakan cita-cita dan tujuan yang ingin diraih oleh pemimpin.[8]
Di satu sisi, rumusan dan konsep birokrasi menginginkan suatu tatanan kerja yang jelas, terstruktur dan sesuai dengan kompetensi pemegang tugas dan wewenang. Contoh konkret misalnya, pemegang kekuasaan pada wilayah pendidikan, secara administratif dan secara keilmuan harus sesuai dengan bidang pendidikan yang ditekuni, karena dalam perumusan kerja dan kebijakan sangat mempengaruhi hasil (outcome). Disisi lain, realitas menyajikan bahwa tidak semua jenis dan jenjang pekerjaan dijalankan oleh orang yang sesuai kompetensi dan keahliannya.[9]
Secara umum dapat dirumuskan standar kepemimpinan kepala sekolah secara efektif. Pada dasarnya, kepemimpinan efektif dapat dilihat dari tujuh perilaku kepala sekolah untuk: a) menerapkan kepemimpinan kepala sekolah efektif; b) melaksanakan kepemimpinan instruksional; c) memelihara iklim belajar yang terpusat pada siswa; d) mengembangkan profesionalitas dan mengelola SDM; e) melibatkan orang tua dan menjalin kemitraan dengan masyarakat; f) mengelola sekolah secara efektif dan melaksanakan program harian; dan g) melaksanakan hubungan interpersonal secara efektif.[10]
Perilaku etis pemimpin telah menerima perhatian yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir karena kebanyakan skandal etika dalam organisasi. Idealnya, pemimpin berkewajiban untuk menetapkan teladan dan moral bagi anggota organisasi dan menentukan kegiatan-kegiatan organisasi tersebut yang mungkin akan merugikan nilai-nilai masyarakat pada umumnya (Aronson, 2001). Pemimpin menunjukkan perilaku etis ketika mereka melakukan apa yang secara moral benar, adil, dan baik, serta ketika mereka membantu mengangkat kesadaran moral dan moral aktualisasi diri pengikutnya.
Sikap seorang pemimpin terhadap sifat manusia mempunyai pengaruh besar terhadap cara bagaimana orang itu bersikap sebagai seorang pemimpin.[11] Diharapkan bahwa pemimpin etis akan memperlakukan bawahan mereka dengan adil, tidak bias, dan tidak memihak, yaitu menggunakan kedua keadilan distributif dan keadilan prodesural itu untuk membimbing perilaku kepemimpinan mereka. Pengikut harus diperlakukan secara adil untuk mempengaruhi sikap baik mereka dalam pekerjaan, seperti keputusan da komitmen, serta hasil organisasi (Koh dan Boo, 2001)
Tansky, Gallagher dan Wetzel (1997) juga berpendapat bahwa persepsi tentang keadilan dan kesetaraan bawahan mempengaruhi sikap mereka tentang organisasi. Standar etika pribadi yang kuat (seperti, nilai-nilai kejujuran dan keadilan) harus merangsang tingkat kepercayaan dan kesetiaan yang lebih tinggi dalam sebuah organisasi.[12]
Sebenarnya, jabatan pemimpin merupakan jabatan “istimewa”. Sebab, pemimpin organisasi apapun dipersyaratkan memiliki berbagi kelebihan menyangkut pengetahuan, perilaku, sikap, maupun keterampialn dibanding orang lain. Pada pemimpin itu juga dibebankan berbagai tingkah laku yang serba baik, serba memberi contoh, serba menjadi tumpuan harapan, dan serba bertanggung jawab atas perbuatan pribadi maupun perbuatan kolektif para bawahannya. [13]
Dalam praktik dilapagan, kepala sekolah selaku pemimpin, memang tidak selalu menjalankan roda organisasi berdasarkan perilaku kepemimpinan semata. Karena, secara umum kepemimpinan lebih memliki dimensi kemanusian dari pada pengelolaan, apalagi kekuasaan.
Sudarwn Danim dalam bukunya Mujammil Qomar mengatakan bahwa kegagalan kepala sekolah untuk tampil berbeda secara berkeunggulan, menyebabkan sekolah tidak mampu berbuat optimal. Adakalanya, kepala sekolah sesekali lebih menampakkan kekuasaan dari pada kepemimpinanya.[14]
 Filsuf perempuan, Sissela Bok, dalam bukunya berjudul, Lying, menegaskan bahwa berbohong boleh dilakukan untuk menyelamatkan kehidupan manusia yang tidak berdosa. Namun, jika kebohongan itu untuk mendapatkan kekuasaan dan keuntungan finansial, maka perbuatan itu tidak dapat dibenarkan bahkan diharamkan hukumnya. Integritas moral bukan bermakna kehidupan pribadi telah berkesesuaian dengan persetujuan publik, tetapi juga telah terciptanya kesatuan antara hati nurani yang secara internal terdapat dalam diri manusia, perilaku eksternal dapat dilihat secara fisik dan kepatuhan kepada hukum moral.[15]
Kenyataannya yang muncul dilapangan, masih banyak kepala sekolah yang tidak dapat menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pemimpin pendidikan dengan baik disebabkan dalam proses pengangkatannya tidak ada transparasi, rendahnya mental kepala sekolah yang ditandai dengan kurangnya motivasi dan semangat, kuruangnya disiplin dalam melakukan tugas, etos kerja yang rendah, dan bahkan karena dimilikinya relasi pada tingkat struktural kekuasaan menjadikan tugas dan tanggungjawabnya dianggap sepele. Hal tersebut dapat berimplikasi pada rendahnya produktivitas seklah sehingga tujuan pendidikan sulit untuk diwujudkan.[16]
Berdasarkan fenomena yang pernah terjadi di lembaga SMK Miftahul Qulub adanya penyimpangan, penyelewengan kekuasaan oleh oknum-oknum yang mementingkan dan memperkaya diri sendiri seperti halnya korupsi yang di lakukan dua orang bawahan yang berinisial M, yang terjadi  pada tahun 2014 pada masa jabatan bapak Hasan Basri. Dan pada akhirnya mereka yg melakukan pelanggaran diberhentikan secara tidak terhormat. Dengan demikian, terjadinya penyimpangan tersebut karena kurangnya kesadaran atas tanggung jawab dan kurangnya bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya.  Sehingga untuk menjabat kepala madrasah memang yang sudah dipercayai oleh stakholder sekolah bukan seberapa lama dia berada di lembaga dan tapi dia yang berprofeaional, berwibawa dan memiliki keahlian untuk memimpin. Maka disini bagaimana kepala sekolah yang baru membangun kembali kepercayaan stakholder. Jadi sebagai kepala sekolah patut memberikan contoh suri tauladan bagi seluruh SDM yang ada di lembaga agar tercipta etika yang baik dan diperlukan komitmen bersama antara lembaga dan masyarakat.
Berangkat dari konteks penelitian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “penerapan standar etika jabatan kepala madrasah di SMK Miftahul Qulub Polagan Galis Pamekasan ”
C.    Fokus Penelitian
Fokus penelitian adalah pokok masalah yang ingin dikaji/diteliti oleh peneliti, dalam penelitian ini terfokus pada:
1.      Bagaimana proses penerapan etika jabatan kepala madrasah di SMK Miftahul Qulub Polagan Galis Pamekasan?
2.      Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam proses penerapan standar etika jabatan kepala madrasah di SMK Miftahul Qulub Polagan Galis Pamekasan?
D.    Tujuan penelitian
Setiap usaha yang dilakukan seseorang pasti memliki tujuan. Demikian pula dengan penelitian ini. Peneliti dini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui proses penerapan standar etika jabatan kepala madrasah di SMK Miftahul Qulub Polagan Galis Pamekasan.
2.      Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam proses penerapan etika jabatan kepala madrasah di SMK Miftahul Qulub Polagan Galis Pamekasan.
Dalam penelitian ini juga bertujuan untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan, mengetahui sumbangan pemikiran sebagai bentuk pengabdian kepada umat, Agama dan Negara dalam mengembangakan pengetahuan tentang manajemen pelayanan publik dalam lembaga pendidikan islam serta untuk memenuhi tugas akhir persyaratan pelulusan Strata 1 (S1) Jurusan Tarbiyah Prodi Manajemen Pendidikan Islam IAIN Madura.
E.     Kegunaan Penelitian
1.      Secara Teoritis
a.       Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan keilmuan mengenai proses penerapan standar etika jabatan kepala madrasah di SMK Miftahul Qulub Polagan Galis Pamekasan.
b.      Penelitian ini diharapakan dapat memberikan informasi tentang faktor pendukung dan penghambat dalam  proses menerapan standar etika jabatan kepala madrasah di SMK Miftahul Qulub Polagan Galis Pamekasan.
2.      Secara Praktis
a.       Bagi IAIN Madura
1)      Sebagai kontribusi bagi perpustakaan IAIN Madura sehingga dapat memperkaya literatur yang ada, serta dapat dijadikan sebagai rujukan untuk penelitian berikutnya yang memiliki topik yang sama namun memiliki setting yang berbeda atau fokus yang berbeda
b.      Bagi Kepala Sekolah
1)      Hasil penelitian ini akan memberikan masukan dalam proses penerapan standar etika jabatan publik kepala madrasah yang akan datang
c.       Bagi Peneliti
1)      Diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimiliki serta menambah wawasan dan pemahaman secra teoritis tentang penerapan standar etika jabatan publik kepala madrasah di SMK Miftahul Qulub Polagan Galis Pamekasan.
2)      Serta dapat membuktikaknya secara langsung dilapangan. Dan juga dapat memperluas cakrawala pemikiran dan keilmuan begi peneliti.
3)      Sebagai salah satu pengalaman berharga bagi peneliti.
d.      Bagi Pembaca
1)      Untuk memberikan sumbangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang penerapan standar etika jabatan publik kepala madrasah
2)      Untuk memberikan pemikiran atau wawasan baru sehingga dapat memberikan pandangan lebih luas tentang penerapan standar etika jabatan publik kepala madrasah
e.       Bagi Lembaga
1)      Hasil penelitian ini sebagai evaluasi dalam rangka meningkatkan standar etika jabatan publik melalui kepala madrasah di SMK Miftahul Qulub Polagan Galis Pamekasan
F.     Definisi Istilah
Ada beberapa istilah yang perlu untuk didefinisikan secara operasional, agar pembaca memiliki persepsi dan pemahaman yang sejalan dan tidak terjebak kesalah fahaman dalam memehami istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun istilah-istilah tersebut dapat di uraikan sebagai berikut:
1.      Penerapan adalah pelaksanaan dari suatu rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci, dan mengacu pada norma-norma tertentu demi mencapai tujuan kegiatan
2.      Standar adalah sebagai spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan, disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memerhatikan syarat-syarat kesehatan, keselamatan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarya.
3.      Etika adalah suatu kekuatan normatif yang bergerak dari dalam untuk mengendalikan perilaku seseorang atau kelompok orang.
4.      Kepala Madrasah adalah seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu madrasah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat di pahami bahwa standar etika jabatan publik kepala madrasah adalah suatu rencana yang sudah disusun secara matang berdasarkan konsesus semua pihak yang terkait sebagai kekuatan normatif yang bergerak dari dalam untuk mengendalikan perilaku seseorang atau kelompok orang dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar serta dan mengemban amanah melaksanakan pelayanan kepada masyarakat.
G.    Kajian Pustaka
1.      Kajian Teoritik
a.      Tinjauan Tentang Etika
1)      Pengertian Etika
Standar didefinisikan sebagai spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan, disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memerhatikan syarat-syarat kesehatan, keselamatan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarya. Melalui standar, maka setiap kegiatan dapat diukur dan dievaluasi serta dapat dilakukan tindakan koreksi dengan segera bila diketahui adanya penyimpangan.[17]
Kata etika berasal dari kata ethos (bahasa yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Etika berkaitan dengan kosep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakan itu salah atau benar, buruk atau baik. Sedangkan jika ditinjau dari bahasa latin etika adalah “ethnic” yang berarti kebiasaan, serta dalam bahasa greec “Ethikos” yang berarti a body of moral principles or values.
Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakan itu salah atau benar, buruk atau baik. Secara bahasa, etika adalah suatu ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, amana yang dapat dinilai baik dan mana yang jahat.[18]
Pengertian etika lebih lanjut dikemukaakn oleh Ki Hajar Dewantara. Menurutnya etika adalah ilmu yang mempelajari soal kebaikan (dari keburukan) didalam hidup manusia semuanya, teristemewa yang mengenai gerrak gerrik pikiran dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan dan perasaan sampai mengenai tujuan dapat merupakan pertimbangan dan perasaan sampai mengenai tujuannya yang dapat merupakan perbuatan.[19]
Etika adalah peraturan dan prinsip yang mendefinisikan tindakan benar dan salah. Telaah mengenai hak dan kewajiban orang, kaidah moral yang diterapkan dalam mengambil keputusan-keputusan dan sifat dari hubungan antara orang-orang. Contoh etika adalah masalah kejujuran, keadilan, tanggung jawab, hak dan kewajiban.
Penerapan Etika, manajer dapat meningkatkan perilaku etis dalam organisasi dengan jalan, memperkerjakan individu yang memiliki standar etika tinggi melalui seleksi karyawan, mengembangkan kode etik dan aturan-aturan keputusan, memberikan teladan, mensosialisasikan tujuan pekerjaan dan mekanisme penilaian kinerja, mengadakan training etika, melakukan audit sosial yang independent, serta mendukung individu yang menghadapi dilema etik.[20]
Dengan demikian, etika dapat dipahmi sebagai aturan perilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan hidup yang menegaskan mana yang benar dan mana yang salah. Sehingga dalam etika terdapat norma-norma atau nilai-nilai, kaidah atau ukuran bagi tingkah laku.
2)      Tujuan Etika
Tujuan adalah sesuatu yang dikehendaki, baik individu maupun kelompok. Tujuan etika yang dimaksud merupakan tujuan akhir dari setiap aktivitas manusia dalam hidup dan kehidupannya yaitu untuk mewujudkan kebahagiaan. Tujuan utama etika  yaitu menemukan, menentukan, membatasi dan membenarkan kewajiban, hak, cita-cita, moral dari individu dan masyrakatnya, baik masyarakat pada umumnya, khususnya masyarakat profesi.[21]
3)      Fungsi Etika
Etika berfungsi sebagai penilai penentu dan penetap terhadap sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu apakah perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina dan sebagainya. Dengan demikian etika tersebut berperan sebagai konseptor terhadap sejumlah perilaku yang dilaksanakan oleh manusia. Etika lebih mengaju kepada pengkajian sisitem nilai-nilai yang ada. Peranan etika dalam hal ini tampak sebagai wasit atau hakim, dan bukan sebagai pemain. Ia merupakan konsep atau pemikiran mengenai nilai-nilai untuk digunakan dalam menentukan posisi atau status perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Etika lebih mengacu kepada pengkajian sistem nilai-nilai yang ada.[22]
4)      Macam-macam Etika
a.       Etika deskriptif
Etika yang berusaha meneropong secar kritis dan rasional sikap dan perilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang perilaku atau sikap yang di ambil.
b.      Etika normatif
Etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini. Sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan karangka tindakan yang akan diputuskan.[23]
5)      Prinsip Etika dalam Al-Quran
1.      Egalitarianisme (al-musawat): yang memandang manusia ditakdirkan sama derajatnya yang disimpulkan bahwa harkat dan martabat manusia ditentukan oleh kualitas ketakwaannya.
2.      Prinsip keadilan ( al-‘adalat). Prinsip ini pada dasarnya merupakan implikasi dari bertakwa. Ide tentang kadilan merupakan prinsip dasar untuk memperlukan orang dari agama lain secara sama, adil, dan tidak diskriminatif,  dalam pengelolaan pendidikan.
3.      Prinsip toleransi (tasamuh) dan kompetisi dalam kebaikan(fastabiq al-khairat). Toleransi adalah sikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan kpribadian sendiri.
4.      Prinsip saling menghormati, kerja sama, dan pertemanan. Prinsip ini merupakan implikasi sosiologis dari ketiga prinsip sebelumnya. Prinsip ini sangat ditekankan dalam Al-Quran, karena dipandang sama dengan menghormati agama sendiri, sebaliknya, mencaci maki terhadap agama lain sama dengan mencaci maki terhadap agamanya sendiri.
5.      Prinsip ko-eksistensi damai (al-ta’ayusy al-silmi). Prinsip ini merupakan dasar hubungan antarmanusia sesuai dengan arti generik islam itu sendiri, yaitu damai. Oleh karena itu, menerima islam sebagai agama, maka konsekuensinya adalah menerima koneksistensi damai pokok ajarannya.
6.      Dialog yang arif, konstruktif, transformatif (mujadalat bi al-hasan). Ini merupakan konsekuensi dari prinsip kelima.[24]
Dengan merefleksi prinsip etika akan membantu kita menentukan nilai mana yang terpenting dalam suatu masalah. Secara prinsip nilai-nilai tersebut berkaitan dengan masalah keadilan, kebebasan, kejujuran, kebaikan, perintah dan loyalitas.
b.      Tinjauan Tentang Kepala Madrasah
1)      Pengertian Kepala Madrasah
Madrasah sebagai organisai memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi, yaitu kepala madrasah yang sangat menentukan keberhasilan dalam mencapai tujuan. Keberhasilan madrasah dalam mewujudkan tujuan dapat dijadikan sebagai tolok ukur keberhasilan kepemimpinan kepala madrasah. Kepala madrasah yang berhasil apabila mereka memahami keberadaan madrasah sebagai organisasi yang kompleks dan unik, serta melaksanakan peranan kepala madrasah sebagai seorang yang diberi tanggung jawab untuk memimpin madrasah.[25]
Dalam satuan pendidikan, kepala madrasah menduduki dua jabatan penting untuk bisa menjamin kelangsungan proses pendidikan. Pertama, kepala madrasah adalah pengelola pendidikan secara keseluruhan. Kedua, kepala madrasah sebagai pemimpin formal pendidikan di lingkungannya.
Sebagai pengelola pendidikan, kepala madrasah bertanggung jawab atas keberhasilan penyelenggaraan kegiatan pendidikan dengan cara melaksanakan administrasi madrasah dengan seluruh substansi. Di samping itu, kepala madrasah bertanggung jawab terhadap kualitas sumber daya manusia yang ada agar dapat menjalankan tugas mereka masing-masing. Sebagai pemimpin formal, kepala madrasah bertanggung jawab atas tercapainya tujuan pendidikan melalui upaya menggerakkan para bawahan ke arah pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.[26]
Kepala madrasah dapat didefinisikan sebagai seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu madrasah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar.[27] Pemimpin yang dalam bahasa Inggris disebut leader dari akar kata to lead yang terkandung arti yang saling erat berhubungan: bergerak lebih awal, berjalan di depan, mengambil langkah pertama, berbuat paling dulu, memelopori, mengarahkan pikiran-pendapat-tindakan orang lain, membimbing, menuntun, menggerakkan orang lain melalui pengaruhnya.
Selanjutnya, Kepala madrasah terdiri dari dua kata yaitu “kepala” dan “madrasah”.Kata “kepala” dapat diartikan “ketua” atau “pemimpin” dalam suatu organisasi atau sebuah lembaga. Sedang “madrasah (sekolah)” adalah sebuah lembaga dimana menjadi tempat menerima dan memberi pelajaran. Menurut Wahjosumidjo, secara sederhana kepala madrasah (sekolah) dapat didefinisikan sebagai seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu madrasah (sekolah) dimana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.[28]
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa kepala madrasah (sekolah) merupakan seseorang yang diberi tugas oleh bawahannya untuk memimpin suatu madrasah dimana di dalam madrasah diselenggarakan proses belajar mengajar. Di dalam menjalankan tugasnya kepala madrasah bertanggung jawab terhadap kualitas sumber daya manusia yang ada. Hal ini bertujuan agar mereka mampu menjalankan tugas-tugas yang telah diberikan kepada mereka. Selain itu seorang kepala madrasah juga bertanggung jawab tercapainya pendidikan. Ini dilakukan dengan menggerakkan bawahan ke arah tercapainya tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
2)      Peran Kepala Sekolah/Madrasah Sebagai Educator
Kepala sekolah adalah seorang guru yang mempunyai kemampuan untuk memimpin segala sumber daya yang ada di suatu sekolah, sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan bersama, jadi profesionalisme kepemimpinan kepala sekolah merupakan suatu bentuk komitmen para anggota suatu profesi untuk selalu meningkatkan dan mengembangkan kompetensi mereka.
Kepala sekolah yang amanah dan professional harus berusaha menanamkan, memajukan dan meningkatkan sedikitnya empat macam nilai, yakni:
1)      Pembinaan mental, yaitu membina para tenaga kependidikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan sikap batin dan watak. Dalam hal ini, kepala sekolah harus mampu menciptakan iklim yang kondusif agar setiap tenaga kependidikan dapat melaksanakan tugas dengan baik, secara proporsional dan professional. Untuk itu, kepala sekolah harus berusaha melengkapi sarana, prasarana, dan sumber belajar agar dapat member kemudahan kepada para guru dalam melaksanakan tugas utamanya mengajar. Untuk kepentingan tersebut, kepala sekolah bisa bekerja sama dengan komite sekolah dalam menggandeng masyarakat untuk ikut memikirkan pendidikan di sekolah, terutama yang menyangkut masalah pendanaan (dana).
2)      Pembinaan moral, yaitu membina para tenaga kependidikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan ajaran baik buruk mengenai sesuatu perbuatan, sikap dan kewjiban sesuai dengan tugas masing-masing tenaga kependidikan. Kepala sekolah harus berusaha memberikan nasihat kepada seluruh warga sekolah, misalnya pada setiap upacara bendera atau pertemuan rutin.
3)      Pembinaan fisik, yaitu membina para tenaga kependidikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan kondisi jasmani atau badan, kesehatan dan penampilan mereka secara lahiriah. Kepala sekolah harus mampu memberikan dorongan agar para tenaga kependidikan terlibat secara aktif dan kreatif dalam berbagai kegiatan olahraga, baik yang diprogramkan disekolah maupun yang diselenggarakan oleh masyarakat sekitar sekolah.
4)      Pembinaan artistik, yaitu membina tenaga kependidikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan kepekaan manusia terhadap seni dan keindahan. Hal ini biasanya dilakukan melaui kegiatan karyawisata yang bisa dilaksanakan setiap akhir tahun ajaran. Dalam hal ini, kepala sekolah dibantu oleh para pembantunya harus mampu merencanakan berbagai program pembinaan artistik, seperti karyawisata, agar dalam pelaksanaannya tidak mengganggu kegiatan pembelajaran. Lebih dari itu, pembinaan artistik harus terkait atau merupakan pengayaan dari pembelajaran yang telah dilaksanakan.[29]
3)      Kompetensi Kepribadian Kepala Madrasah
a)      Berakhlak mulia, mengembangkan budaya dan tradisi akhlak mulia, dan menjadi teladan akklak mulia bagi komunitas di sekolah/ madrasah.
b)      Memiliki intregitas kepribadian sebagai pemimpin.
1)      Selalu konsisten dalam berfikir, bersikap, berucap, dan berbuat dalam setiap melaksanakan suatu tugas pokok dan fungsi
2)      Memiliki komitmen/loyalitas/dedikasi/etos kerja yang tinggi dalam setiap melaksanakan suatu tugas pokok dan fungsi
3)      Tegas dalam mengambil sikap dan tindakan sehubungan dengan pelaksanaan suatu tugas pokok dan fungsi
4)      Disiplin dalam melaksanakan suatu tugas pokok dan fungsi
c)      Memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri sebagai kepala sekolah/madrasah.
1)      Memiliki rasa keingintahuan yang tinggi terhadap kebijakan, teori, praktik baru sehubungan dengan pelaksanaan suatu tugas pokok dan fungsinya
2)      Mampu secara mandiri mengembangkan diri sebagai upaya pemenuhan rasa keingintahuan yang tinggi terhadap kebijakan, teori, praktik baru sehubungan dengan pelaksanaan suatu tugas pokok dan fungsinya
d)     Bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi.
1)      Kecenderungan untuk selalu menginformasikan secara transparan dan proporsional kepada orang lain atas segala rencana, proses pelaksanaan dan keefektifan, kelebihan kekurangan pelaksanaan suatu tugas pokok dan fungsi
2)      Terbuka atas saran dan kritik yang disampaikan oleh atasan, teman sejawat, bawahan, dan pihak lain atas pelaksaan suatu tugas pokok dan fungsi.
e)      Mengendalikan diri dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan sebagai kepala sekolah/madrasah.
1)      Memiliki stabilitas emosi dalam setiap menghadapi masalah sehubungan dengan suatu tugas pokok dan fungsi
2)      Teliti, cermat, hati-hati, dan tidak tergesa-gesa dalam melaksanakan suatu tugas pokok dan fungsi
3)      Tidak mudah putus asa dalam menghadapi segala suatu tugas pokok dan fungsi
f)       Memiliki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan.
1)      Memiliki minat jabatan untuk menjadi kepala sekolah yang efektif
2)      Memiliki jiwa kepemimpinan yang sesuai dengan kebutuhan sekolah.[30]
4)      Nilai-Nilai Dalam Kepemimpinan Kepala Madrasah
Nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang berda dalam ruang lingkup, sistem kepercayaan dimana sesorang bertindak atau menhindari suatu tindakan, atau mengenai suatu yang pantas atau tidak pantas dikerjakan.
Dalam islam, nilai-nilai mempunyai dua segi: “segi normatif” dan segi operatif”. Segi normatif menitik beratkan pada pertimbangan baik buruk, benar salah, hak dan batil, diridhoi atau tidak. Sedangkan segi operatif mengandung lima kategori yang menjadi prinsip standarisasi perilaku manusia, yaitu baik buruk, setengah, baik, netral, setengah buruk dan buruk.
Nilai-nilai yang dapat di aktualisasikan dalam kepemimpinan islam antara lain:
a)      Tauhid: bahwa untuk bisa mengantarkan manusia kepada pencapain tujuan hidup, maka manusia harus berkeyakinan, mengabdi, menyembah dan memohon pertolongan haya kepada Allah.
b)      Ibadah: nilai ibadah terletak pada dua hal, yaitu sikap batin, dan perwujudannya dalam bentuk ucapan dan tindakan. Nilai ibadah bukan hanya merupakan nilai moral etik, tetapi sekaligus didalmnya terdapat unsur benar tidak benar dari sudut pandang teologis.
c)       Intregalitas: kesatuan antara dunia dan akhirat, yaitu bahwa perilaku manusia di dunia akan menentukan kebahagiaan di akhirat, sebaliknya keyakinan akan adanya akhirat akan berpengaruh terhadap perilaku selama didunia
d)     Jihad (perjuangan): berarti bekerja atau berjuang dengan sungguh-sungguh yang berangkat dari tujuan hidup manusia. Nilai jihad ini sellau ditekankan oleh pimpinan terutama dalam menggerakkan lembaga pendidikan oleh pimpinan untuk memotivasi bawahannya.
e)      Ikhlas: nilai ikhlas termuat dalma sikap seseorang. Keikhlasan merupakan nilai etis yang memiliki landasan teologis
f)       Kualitas: nilai kualitas dalam arti obyektif adalah berupa kebaikan, keindahan atau kesempurnaan. Nilai-nilai tersebut dalam konteks kerja, terkait dengan ajaran islam tentang ihsan.  Makna ihsan sangat luas, antara lain yang langsung relevan dengan masalah etos kerja (dalam mengelola sekolah) adalah berarti “berbuat baik sebaik mungkin” atau secara optimal.
g)      Kedisiplinan: nilai disiplin memiliki manivestasi pada perilaku guru dan siswa.  Sebagaimana nilai-nilai lainnya, nilai kedisiplinan juga memiliki landasan normatif teologis.
h)      Keteladanan: nilai teladan terutama termuat dalam perilaku para pemimpin. Keteladanan merupakan hal yang sangat penting dalam pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan penanaman nilai. Cara berpakaian, perilaku, ucapan dan sebagainya. Nilai keteladanan merupakan nilai yang melekat dalam pendidikan. Terlebih lagi bila dikaitkan dengan hakikat pendidikan sebagai proses, maka keteladanan merupakan nilai dasar yang universal.
i)        Sabar: dalam konsep “sabar” dapat bisa berarti kemampuan menghadapi cobaan atau ujian, dapat pula berarti kemmapuan mengendalikan amarah. Sabar sesungguhnya merupakan “suasana hati nurani” yang penuh kesadaran dalam situasi seburuk apapun.
j)        Amanah: memiliki makna “dapat dipercaya” nilai amanah khususnya dalam konteks profesi adalah merupakan nilai yang universal. Persoalan pertanggungjawaban (akuntabilitas). Dalam dunia pendidikan akuntabilitas dapat dilihat paling tidak dari dua dimensi, yaitu akuntabilitas akademik dan akuntabilitas publik.[31]
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa etika kerja kepala sekolah adalah budi pekerti atau akhlak kepala sekolah dalam menjalankan tugas kepemimpinannya di sekolah. Maka, indikator etika kerja kepala sekolah meliputi niat yang baik, dinamisator ke arah kebaikan, perilaku yang baik, dan komitmen terhadap sekolah.
c.       Indikator Etika Kepemimpinan Kepala Sekolah/Madrasah
Kata etika berasal dari kata ethos (bahasa yunani) yang berarti kesusilaan. Dalam bahasa indonesia, kata ethos menjadi etik atau etika yang berarti norma, kaidah, dan aturan. Etika jabatan atau etika kepemimpinan kepala sekolah dimaksudkan sebagai jabatan dan perilaku standar kepala sekolah/madrasah dalam menjalankan tugas dan kepemimpinannya.[32]
Tujuan etika kepemimpian kepala sekolah adalah untuk:
1.      Memandu kepala sekolah dalam berperilaku
2.      Menghindari perilaku negatif dan destruktif
3.      Mengembangkan profesionalitas
4.      Membentuk citra kepala sekolah
5.      Menghayati falsafah pendidikan
Tugas dan tanggung jawab kepemimpinan kepala sekolah dirumuskan dalam 11 langkah sebagai berikut:
1.      Mamahami misi dan tugas pokoknya
2.      Mengetahui jumlah pembantunya
3.      Mengetahui nama-nama pembantunya
4.      Memahami tugas setiap pembantunya
5.      Memperhatikan kehadiran pembantunya
6.      Memperhatikan peraltan yang dipakai pembantunya
7.      Menilai pembantunya
8.      Memperhatikan karier pembantunya
9.      Memperhatikan kesejahteraan
10.  Menciptakan suasana kekeluargaan
11.  Memberikan laporan kepada atasannya
Sikap dan perilaku kepemimpinan kepala sekolah adalah sebagai berikut:
1.      Memiliki tanggung jawab terhadap jabatan yang dipercayakan kepadanya
2.      Memilki kepedulian dan komitmen yang tinggi untuk mencapai sesuatu yang bermakna selama menduduki jabatannya
3.      Menegakkan disipli waktu dengan penuh kesadaran bahwa disiplin merupakan kunci keberhasilan
4.      Melaksanakan setiap tugas dan kegiatan dengan penuh tanggung jawab, dan selalu jelas makna (value) dari setiap kegiatan dalam kaitannya dengan peningkatan mutu lulusan
5.      Proaktif (berinisiatif melakukan sesuatu yang diyakini baik) untuk peningkatan mutu pendidikan disekolah, tidak hanya reaktif (hanya melaksanakan kegiatan jika ada petunjuk)
6.      Memiliki kemauan dan keberanian untuk menuntaskan setiap masalah yang dihadapi oleh sekolahnya
7.      Menjadi leader yang komunikatif dan motivator bagi stafnya untuk lebih berprestasi, serta tidak bersikap bossy (pejabat yang hanya mau dihormati dan dipatuhi)
8.      Memiliki kepekaan dan merasa ikut bersalah terhadap sesuatu yang kurang pas, serta berusaha untuk mengoreksinya
9.      Berani mengoreksi setiap kesalah secara tegas dan bertindak bijaksana serta tidak permisif (mudah mengerti, maklum dan memaafkan kesalahan).[33]
2.      Kajian Penelitian Terdahulu
Dalam menentukan kajian penelitian terdahulu sebenarnya penulis tidak menemukan yang sama persis dengan judul yang sedang penulis teliti namun disini penulis mengambil dari berbagai skripisi yang hampir sama dengan penelitian peneliti:
a.       Penelitian yang dilakukan oleh Yunita Kurnia Astutik, Nim. 18201401040146, dengan judul “Perilaku Religius Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Efektivitas Kinerja Mengajar Guru di SMA Wachid Hasyim Pamekasan”, dalam penelitian ini diungkapkan bahwa bentuk-bentuk perilaku religius kepala sekolah dengan memberikan tauladan yang baik dan memberikan contoh terhadap siswa dan tenaga kependidikan dimana kepala sekolah mengucapkan salam dan berjabat tanggan agar terbiasa dan menjaga kekuatan silaturrahmi keleluargaan. Bukan hanya memberikan tauladan yang baik kepala sekolah juga memberikan motivasi dan dorongan dengan nilai-nilai agama, menegakkan sikap disiplin terhadap dewan guru dan siswanya.
Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti sama-sama memiliki etika kepala madrasah  yang sama serta objek yang sama, dan perbedaannya terletak pada upaya yang digunakan oleh kepala madrasah tersebut yang sangat ditentukan oleh keberhasilan kepala madrasah dalam menerapkan etika jabatannya yang sangat ditentukan oleh keberhasilan kepala madrasah dalam bersikap dan berperilaku.
b.      Penelitian yang dilakukan oleh Rr. Irmania Solehatun Nisya’, Nim. 18201401040182, dengan judul “Penerapan Manajemen Strategis Dalam Membentuk Etika Santri di Pesantren Nasyrul Ulum Bagandan Pamekasan”. Dalam penelitian ini diungkapkan bahwa untuk menerapkan etika santri harus mempunyai misi, visi dan motto yang jelas hendak ingin dicapai, mengatur jadwal harian santri yang semuanya mengarah ke etika santri, penerapannya untuk membangun sinergitas antar pengurus, ustadzah/ustadz maupun guru tugas yang dibantu oleh majelis keluarga untuk mengatur santri.
Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti sama-sama membahas etika yang sama, dan perbedaannya terletak pada objek, jika yang dilakukan penelitian terdahulu meneliti tentang etika santri, sedangkan peneliti sendiri membahas tentang etika kepala sekolah dalam berperilaku dan bertindak sebagai pemimpin jabatan sekolah/ madrasah.
H.    Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan suatu cara bertindak menurut sistem atau aturan yang bertujuan agar kegiatan praktis terlaksana secara rasional dan terarah sehingga dapat mencapai hasil yang optimal. Metode peneltian merupakan langkah-langkah dan cara dalam suatu penelitian untuk mengetahui kebenaran yang meliputi, pendekatan dan jenis penelitian. Kehadiaran peneliti, lokasi peneliti, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, dan tahap-tahap penelitian.
1.      Pendekatan dan Jenis Penelitian
Dalam penelitian mengenal dua pendekatan yakni pertama pendekatan secara kualitatif dan yang kedua pendekatan secara kuantitatif. Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan pendekatan penelitian secara kualitatif. Menurut Bogda dan Taylor mengemukakan bahwa penelitian yang bersifat kualitatif merupakan proses penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata atau tulisan dari orang dan perilaku yang diamati.[34]
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.Menurut Bogdan dan Taylor, penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan orang dan perilaku yang diteliti.Tujuan dari penelitian kualitatif adalah memahami realita empiris di balik fenomena yang ada secara mendalam, rinci, dan tuntas. Peneliti berusaha masuk ke dalam dunia konseptual subjek penelitian sehingga dapat mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan oleh subjek di sekitar kehidupannya.
Sedangkan jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah deskriptif, yaitu data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Selain itu, semua yang dikumpulkan akan menjadi kunci terhadap apa yang diteliti.[35]
Maka dengan menggunakan jenis penelitian tersebut. Peneliti mampu menjabarkan dan memahami tentang penerapan standar pelayanan publik di SMK Miftahul Qulub Polagan Galis Pamekasan.
2.      Kehadiran Peneliti
Kehadiran peneliti di lapangan merupakan salah satu langkah penting dalam penelitilian sebagai sifat peneliti tersebut. Kehadiran ini penting dalam upaya memperoleh data informasi yang dibutuhkan peneliti sesuai dengan tujuan yang diinginkan peneliti.
Untuk memberikan gambaran awal tentang penelitian yang akan dilaksanakan maka peneliti hadir ke SMK Miftahul Qulub Polagan Galis Pamekasan sebagai cara dan kegiatan yang telah terprogram oleh peneliti untuk mempererat tali silaturrahmi antara peneliti dengan responden. Meskipun peneliti sudah kenal dengan beberapa tenaga kependidikan di sana hal ini dilakukan untuk memelihara hubungan dan untuk lebih membentuk kelancaran kegiatan penelitian, sehingga dapat memudahkan untuk mewawancarai yang berkaitan dengan penelitian ini.
Dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai instrument atau pengumpul data, sekaligus pengamat. Sebagai pengamat peneliti juga sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data, menganalisis data dan juga melaporkan hasil penelitian. Sebagai instrument, peneliti merupakan alat yang melibatkan langsung dari keseluruhan proses penelitian, sehingga validitas dan keabsahan data lebih terjamin kebenarannya.
Sesuai paparan diatas, Moleong menegaskan bahwa ciri-ciri umum manusia (peneliti) sebagai instrument atau alat pengumpul data dalam penelitian kualtatif adalah responsif, dapat menyesuaikan diri, menekankan keutuhan, mendasarkan diri atas perluasan pengetahuan, memproses data secepatnya, memanfaatkan kesempatan untuk mengklarifikasi dan mengikhtisarkan dan memanfaatkan kesempatan untuk mencari respon yang tidak lazim.[36]
3.      Lokasi Penelitian
Untuk penelitian ini, peneliti mengambil lokasi penelitian sebagaimana yang disebutkan dalam judul penelitian, yaitu di SMK Miftahul Qulub Desa Polagan Kecamatan Galis Kabupaten Pamekasan. Salah satu yang menjadi pertimbangan peneliti dalam pemilihan lokasi penelitian ini yaitu karena SMK Miftahul Qulub Polagan Galis Pamekasan mudah dijangkau oleh peneliti dan sekolah tersebut terbuka sehingga peniliti tidak terlalu sulit untuk mendapatkan data yang dibutuhkan.
4.      Sumber Data
Sumber data merupakan subjek dari mana data diperoleh. Apabila peneliti menggunakan interview atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut informan, yaitu orang yang memberi informasi atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti yang ditanyakan secara lisan.[37] Subjek penelitian dalam penelitian kualitatif, hanya terdapat pada wilayah yang kecil dan terbatas, karena penelitian kualitatif tidak menggunakan populasi.[38]
Dalam penelitian ini yang ingin dijadikan sumber data adalah dari manusia dan non manusia:
1.    Sumber data dari manusia, yaitu kepala madrasah dan tenaga kependidikan di SMK Miftahul Qulub Polagan Galis Pamekasan.
2.    Sumber data non manusia, yaitu  berupa data yang didapat dari kepala madrasah seperti data tenaga kependidikan, hasil dari observasi, wawancara dan dokumentasi di SMK Miftahul Qulub Polagan Galis Pamekasan.
Adapun untuk memperjelas terkait dengan kedua sumber data tersebut, yaitu:
a.    Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari lembaga  melalui daftar pertanyaan yang telah disusun oleh peneliti. Pengumpulan data ini dilakukan terhadap individu-individu yang terkait dengan penerapan standar pelayanan publik dalam lembga pendidikan islam di SMK Miftahul Qulub Polagan Galis Pamekasan melalui beberapa sumber, yaitu:
1)      Kepala madrasah, karena kepala madrasah merupakan pimpinan dan pemegang keputusan atas apa yang akan dilakukan atau direncanakan, dilaksanakan, dan menilai bawahannya terkait semua aktivitas pelayanan publik di lembaga tersebut serta sebagai objek penelitian  oleh peneliti terkait judul skripsi yang telah diajukan dan disetujui oleh pembimbing.
2)      Data sekunder
Data sekunder merupakan data atau informasi yang diperoleh secara tidak langsung dari obyek penelitian yang bersifat publik, yang terdiri atas: struktur organisasi, data kearsipan, dokumen, laporan-laporan serta buku-buku dan lain sebagainya yang berkenaan dengan penelitian yang akan dilakukan.
Sesuai dengan judul penelitian ini.Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder.Sumber data primer yaitu kepala madrasah dan tenaga kependidikan sekolah sebagai informan dimana data tersebut dirumuskan dalam bentuk catatan pengamatan lapangan dan transkip wawancara.Sedangkan data sekunder yaitu seluruh rincian dari kegiatan kerja kapala madrsah dan tenaga kependidikan.
5.      Prosedur Pengumpulan Data
Kualitas data di tentukan oleh kualitas alat pengambil data atau alat pengukurnya, maka prosedur yang di tuntut oleh metode pengambilan data yang di gunakan harus dipenuhi secara tertib.
Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif ada tiga yaitu:
1.      Metode Observasi
Nasutiaon dalam Sugiono menyatakan bahwa, observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan.[39] Jenis observasi dibagi menjadi dua bagian:
2.      Observasi Partisipan
Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diminati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti sambil ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data dan ikut merasakan suka dukanya. Dengan observasi partisipan ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam dan sampai mengetahui pada tingkat makna setiap perilaku yang nampak.
3.      Observasi Non Partisipan
Peneliti dalam observasi non partisipan ini tidak terlibat langsung dengan aktivitas orang-orang yang diamati dan hanya sebagai pengamat independen.Dalam hal ini, peneliti mencatat, menganalisis dan selanjutnya dapat membuat kesimpulan tentang perilaku orang-orang yang diteliti.
Pengumpulan data dengan observasi non partisipan ini tidak akan mendapatkan data yang dalam, dan tidak sampai pada tingkat makna. Makna adalah nilai-nilai dibalik perilaku yang tampak, yang terucap, dan tertulis.
Observasi yang dilaksanakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data yang sesuai dengan sifat penelitian yakni dengan menggunakan observasi non partisipan. Hal ini dikarenakan peneliti tidak menjadi bagian dari sekolah SMK Miftahul Qulub Polagan Galis Pamekasan
1.      Metode Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan tersebut dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee)  yang memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan.[40]
Dapat disimpulkan bahwa wawancara merupakan suatu bentuk kegiatan tanya jawab, yang berupa pertanyaan-pertanyaan kepada informan untuk memperoleh informasi atau data. Pada proses wawancara mempunyai dua kegiatan penting yang dilakukan sekaligus yaitu bertanya dan mencatat jawaban hasil dari wawancara.
Wawancara ada dua jenis, yaitu wawancara terstruktur dan tidak terstruktur. Wawancara terstruktur merupakan pedoman wawancara yang mana pertanyaan pertanyaannya telah dirumuskan terlebih dahulu, dan informan diharapkan menjawab dalam hal-hal kerangka wawancara dan definisi atau ketentuan dari masalah.[41]
Sedangkan wawancara tidak terstruktur merupakan pedoman wawancara pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar yang akan ditanyakan, wawancara di sini dituntut untuk lebih berkreatifitas agar dapat memperoleh hasil wawancara yang bagus. Peneliti dalam penelitian ini menggunakan wawancara  tidak terstruktur.[42]
Untuk memperjelas kedua pedoman wawancara tersebut maka penulis penting kiranya untuk memaparkan satu persatu terkait pedoman wawancara yang digunakan oleh peneliti.Secara umum yang dimaksud dengan wawancara merupakan cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka dan dengan arah serta tujuan yang telah di tentukan.
Sebagaimana telah dipaparkan diatas bahwa secara garis besar ada dua macam pedoman wawancara:
a.       Pedoman wawancara tidak terstruktur
Yaitu pedoman wawancara yang hanya membuat garis besar yang akan di tanyakan.
b.      Pedoman wawancara terstruktur
Yaitu pedoman wawancara yang di susun secara terperinci sehingga merupai chek-klist (tanda taftar), pewawancara tinggal membutuhkan tanda  (check) pada nomor yang sesuai.
Wawancara secara langsung melalui cara bertemu langsung dengan narasumber. Dengan wawancara ini dimaksudkan agar peneliti dapat menggali secara mendalam informasi secara langsung mengenai penerapan standar etika jabatan publik dalam lembaga pendidikan di SMK Miftahul Qulub Polagan Galis Pamekasan.
Dalam penelitian ini  peneliti menggunakan jenis wawancara tidak terstruktur. Agar peneliti dapat menanyakan secara lebih mendalam dan lebih terbuka serta bertujuan mencari jawaban yang sempurna dalam penelitian ini. Sedangkan yang menjadi sasaran wawancara dalam penelitian ini adalah kepala madrasah di SMK Miftahul Qulub Polagan Galis Pamekasan. Adapun hal yang akan ditanyakan dalam pelaksanaan wawancara ini merupakan hal yang berkaitan dengan judul penelitian.
1.      Metode Dokumentasi
Tidak kalah penting dari metode-metode lain, Dokumentasi adalah merupakan setiap bahan tulisan, film, atau catatan peristiwa yang telah berlalu yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang peneliti.[43] Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu baik berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.[44] Dokumentasi ialah teknik pengumpulan data dan informasi melalui pencarian dan penemuan bukti-bukti dalam arti metode pengumpulan data yang berasal dari sumber non manusia.[45] Metode dokumentasi diantara kegiatannya mencari data mengenal hal-hal atau bukti-bukti tertulis yang berupa catatan transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, rapat, lengger, agenda dan sebagainya.[46]
Jadi, metode dokumentasi ini dapat diperjelas oleh peneliti bahwa dokumentasi merupakan cara atau metode mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, lengger, agenda dan sebagainya. Metode ini tidak begitu sulit, dalam artian apabla ada kekeliruan sumber datanya masih tetap belum berubah.
Dalam penggunaan metode dokumentasi, peneliti memegang chek-klist untuk mencari variabel yang sudah ditentukan, apabila terdapat/muncul variabel yang dicari. Maka penelitian tinggal membutuhkan tanda check atau tally ditempat yang sesuai. Untuk mencatat hal-hal yang bersifat bebas atau belum ditentukan dalam daftar variabel peneliti menggunakan kalimat bebas.[47]
1.      Analisis Data
Analisis Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan pola hubungan tertentu atau menjadi hipotesis. Berdasarkan hipotesis yang dirumuskan berdasarkan data tersebut, selanjutnya dicarikan data lagi secara berulang-ulang sehingga selanjutnya dapat disimpulkan apakah hipotesis tersebut diterima atau ditolak berdasarkan data yang terkumpul.[48]
Data yang akan dianalisis yaitu melalui hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi. Adapun tahap-tahap analisis data yaitu sebagai berikut:
a.    Reduksi Data
Reduksi data adalah suatu bentuk analisis yang mempertajam, merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu.[49]
b.    Penyajian Data
Penyajian data dapat disebut juga dengan display. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakuan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antara kategori, flowchart dan sejenisnya. Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan peneliti untuk memahami apa yang terjadi dan merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah difahami tersebut.[50]
c.    Kesimpulan/verifikasi
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles and Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang diharapkan adalah temuan berupa deskripsi suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas.[51]
Dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, akan tetapi mungkin juga tidak. Karena masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti berada dilapangan.
2.      Pengecekan Keabsahan Data
Untuk Untuk mengetahui keabsahan data-data yang di dapat maka peneliti berusaha untuk mengecek ulang secara teliti supaya penelitian yang dilakukan ada artinya dan sesuai dengan fakta yang terjadi di lapangan. Teknik-teknik yang dilakukan peneliti untuk mengukur keabsahan data adalah sebagai berikut:
1.         Perpanjangan keikutsertaan. Sebagai mana yang telah dikemukakan, keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data.Artinya perpanjangan keikutsertaan, peneliti memiliki kesempatan di lapangan penelitian sampai peneliti marasa jenuh atas pengumpulan data yang di lakukan.
2.         Ketekunan pengamatan. Penelitin mencari secara konsisten interpretasi dengan berbagai cara dalam kaitan dengan proses analisis yang tetap tidak berubah atau masih dapat berubah.
3.         Trianggulasi. Teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik trianggulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya.
4.         Pemeriksaan sejawat melalui diskusi. Teknik ini dilakukan dengan cara mengekspost hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan rekan-rekan sejawat.
5.         Analisis kasus negatif. Teknik analisi kasus negatif dilakukan dengan jalan mengumpulkan contoh dan kasus yang tidak sesuai dengan pola dan kecenderungan informasi yang telah dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan perbandingan.
6.         Pengecekan anggota. Pengecekan anggota yang terlibat dalam proses pengumpulan data sangat penting dalam pemeriksaan derajat kepercayaan.
7.         Uraian rinci. Dalam penelitian kualitatif hal ini dilakukan dengan cara uraian rinci. Keteralihan bergantung pada pengetahuan seorang peneliti tentang konteks pengirim dan konteks penerima.
8.         Auditing. Merupakan konsep bisnis, khususnya di bidang fiskal yang dimanfaatkan untuk memeriksa kebergantungan dan kepastian data. Hal itu dilakukan baik terhadap proses maupun terhadap hasil keluaran.[52]
3.      Tahap-tahap Penelitian
Tahap-tahap penelitian yang ditempuh dalam penelitian ini dikatagorikan menjadi tiga tahap, yaitu:
1.        Tahap pra lapangan, terdiri dari menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan, menjajaki dan memulai keadaan lapangan, memilih dan memanfaatkan informasi, menyiapkan penelitian dan mengantisipasi lapangan penelitian.
2.        Tahapan pengerjaan lapangan, terdiri dari memahami latar penelitian dan persiapan diri, memasuki lapangan, berperan serta sambil mengumpulkan data.
3.        Tahap analisis data, meliputi kegiatan organisasi kategori data, serta kategorisasi dengan maksud memilih data sesuai dengan fokus penelitian sekaligus untuk memudahkan dalam mendeskripsikan data.
Dalam penyusunan laporan ini peneliti menyusun data kerangka dan isi laporan hasil penelitian, kemudian disimpulkan dalam bentuk karya ilmiah, yaitu berupa laporan hasil penelitian dengan mengacu pada pedoman penulisan karya ilmiah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura
I.       Daftar Rujukan
Qomar, Mujamil. Manajemen Pendidikan Islam, Malang: Erlangga, 2007.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2013.
Sutrisno, Edy. Budaya Organisasi, Jakarta: Kecana, 2010.
Beni Ahmad Saebani, Afifuddin, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Bandung: Pustaka Setia, 2012.
Buna’i, Metodelogi Penelitian Pendidikan, Pamekasan: STAIN Press, 2006.
Fauzan Almanshur, M. Djunaidi Ghony, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media  2014.
J. Moleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R dan D, Bandung: Alfabeta, 2012.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan R & D, Bandung: Alfabeta, 2011.
Syafar, Djunawir. Birokrasi Perilaku dan Budaya Organisasi dalam Lembaga Pendidikan Islam Roudlotul Athfal UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, (Jurnal: Manajemen Pendidikan Islam Volume 2, Nomor 2, November 2017/1439
Sodiah, Nurhikmah. Euis. Etika Kerja Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Kinerja Guru, Tadbir: Jurnal Studi Manajemen Pendidikan, Vol. 1, No. 02, 2017.
Leslie W. Rue, George R. Terry. Dasar-Dasar Manajemen, Jakarta: Bumi Aksara, 2015.
Andang. Manajemen & Kepemimpinan Kepala Sekolah, Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIa, 2014.
Manab, Abdul.  Manajemen Kurikulum Pembelajaran DI Madrasah. Yogyakarta: Kalimedia, 2015.
Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2011.
Shulhan, Muwahid. & Soim, Manajemen Pendidkan Islam, Yogyakarta: Teras, 2013.
Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007.
Mulyasa. Manajemen & Kepemimpinan Kepala Sekolah, Jakarta: Bumi Aksara, 2013.
Musfah, Jejen. Manajemen pendidikan: teori Kebijakan, dan Praktik, Jakarta: Kencana, 2015.
Danim, Sudarwan. Kepemimpinan Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2010.
Usman, Husaini. Kepemimpinan Kepala Sekolah/Madrasah di Abad Ke-21, Jurnal:  Tenaga Kependidikan Vol. 5 No. 2 Agustus, 2010.
Siswanto. Etika Profesi Guru Pendidikan Agama Islam, Surabaya: Pena Salsabila, 2013.
Naim, Ngainun & Ahmad Syauqi. Pendidikan Multikultural: Konsep dan Aplikasi, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008.
Muwahid Shulhan & Soim, Manajemen Pendidkan Islam, Yogyakarta: Teras, 2013.
Aedi, Nur. Manajemen Pendidik & Tenaga Pendidikan, Yogyakarta: Gosyen Publishing, 2016.
George R. Terry dan Leslie W. Dasar-Dasar Manajemen, Jakarta: Bumi Aksara, 2015.
Atiqullah. Manajemen & Kepemimpinan Pendidikan Islam, Surabaya: Pena Salsabila, 2012.
Abuddin Nata, Haji. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, Jakarta: Rajawali Perss, 2015.



[1] Mulyasa. Manajemen & Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hlm. 58
[2] H. Abuddin Nata. Akhlak Tasawuf dan karakter Mulia, (Jakarta: rajawali Pers, 2015), hlm. 81-83
[3] Siswanto. Etika Profesi Guru Pendidikan Agama Islam, (Surabaya: Pena Salsabila, 2013), hlm.13-14
[4] H. . Abuddin Nata. Akhlak Tasawuf dan karakter Mulia,hlm. 77-78
[5] Atiqullah. Manajemen & Kepemimpinan Pendidikan Islam, (Surabaya: Pena Salsabila, 2012) ,hlm. 31-34
[6] Sodiah, Euis Nurhikmah. Etika Kerja Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Kinerja Guru, (TADBIR : Jurnal Studi Manajemen Pendidikan, Vol. 1, No. 02, 2017), hlm. 163
[7] Andang. Manajemen & Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIa, 2014), hlm. 54-56
[8]Sodiah, Euis Nurhikmah. Etika Kerja Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Kinerja Guru, (TADBIR : Jurnal Studi Manajemen Pendidikan, Vol. 1, No. 02, 2017), hlm. 167
[9] Djunawir Syafar, Birokrasi, Perilaku dan Budaya Organisasi dalam Lembaga Pendidikan Islam Roudlotul Athfal UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, (Jurnal: Manajemen Pendidikan Islam Volume 2, Nomor 2, November 2017/1439
[10] Jejen Musfah. Manajemen pendidikan: teori Kebijakan, dan Praktik, (Jakarta: Kencana, 2015), hlm. 314-315
[11] George R. Terry dan Leslie W. Dasar-Dasar Manajemen, (Jakarta: Bumi Aksara, 2015), hlm. 197
[12] Sudarwan Danim. Kepemimpinan Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 160-162
[13] Mujammil Qomar. Manajemen Pendidikan Islam, (Malang: Errlangga, 2007), hlm. 279
[14] Ibid, hlm. 288-289
[15] Husaini Usman. Kepemimpinan Kepala Sekolah/Madrasah di Abad Ke-21, (Jurnal:  Tenaga Kependidikan Vol.5 No. 2 Agustus, 2010), hlm. 3-4
[16] Andang. Manajemen & Kepemimpinan Kepala Sekolah,hlm. 56
[17] Edy Sutrisno, Budaya Organisasi, (Jakarta: Kecana, 2010), hlm. 70-73
[18] Siswanto. Etika Profesi Guru Pendidikan Agama Islam, hlm. 12
[19] H. Abuddin Nata. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: Rajawali Perss, 2015), hlm. 76
[20] Sodiah, Euis Nurhikmah. Etika Kerja Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Kinerja Guru, (TADBIR : Jurnal Studi Manajemen Pendidikan, Vol. 1, No. 02, 2017), hlm.168
[21] Rafsel Tas’adi, “Pentingnya Etika Dalam Pendidikan.” Jurnal Ta’dib, Vol. 17, No. 2 (Desember, 2014), hlm. 193
[22] H. Abuddin Nata. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, hlm. 77
[23] Siswanto. Etika Profesi Guru Pendidikan Agama Islam, hlm. 15
[24] Ngainun Naim & Ahmad Syauqi. Pendidikan Multikultural: Konsep dan Aplikasi, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hlm. 119-121
[25] Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2011), hlm. 81-82.
[26] Muwahid Shulhan & Soim, Manajemen Pendidkan Islam, (Yogyakarta: Teras, 2013), hlm. 81-82.
[27]Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya, (Jakarta: PT . RajaGrafindo Persada, 1999), hlm. 81.
[28]Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya, (Jakarta: PT . RajaGrafindo Persada, 1999), hlm. 83.
[29] Sodiah, Euis Nurhikmah. Etika Kerja Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Kinerja Guru, (TADBIR : Jurnal Studi Manajemen Pendidikan, Vol. 1, No. 02, 2017), hlm.171-173
[30] Nur Efendi. Islamic educational leadership, (Yogyakarta: Kalimedia, 2017), hlm. 18-19
[31] Abdul Manab. Manajemen Kurikulum Pembelajaran DI Madrasah, (Yogyakarta: Kalimedia, 2015), hlm. 130-141
[32] Mulyasa. Manajemen & Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hlm. 58
[33] Mulyasa. Manajemen & Kepemimpinan Kepala Sekolah, hlm. 58-59
[34]Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011),. hlm. 4.
[35]Ibid, hlm. 11
[36]Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, hlm. 169
[37]Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2013), hlm. 172.
[38]Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 216.
[39]Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R dan D, (Bandung: Alfabeta, 2012), hlm. 226
[40]Moleong, Metodologi Penelitian, hlm. 186.
[41]M. Djunaidi Ghony & Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media  2014). hlm. 182.
[42]Ibid, hlm. 177.
[43]Ghony &Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif, hlm. 199.
[44]Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R dan D, hlm. 240.
[45]Afifuddin & Beni Ahmad Saebani, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hlm. 141.
[46]Buna’i, Metodelogi Penelitian Pendidikan (Pamekasan: STAIN Press, 2006),  hlm. 107.
[47]Arikunto, Prosedur penelitian., hlm. 274-275
[48]Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R dan D, hlm.245.
[49]M. Djunaidi Ghony & Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif, hlm. 338.
[50]Ibid. Hlm. 341.
[51]Ibid. Hlm. 345.
[52]Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), hlm. 327- 338.