A. Judul Penelitian
“Penerapan Standar Etika Jabatan
Kepala Madrasah di SMK Miftahul Qulub Polagan Galis Pamekasan”
B. Konteks Penelitian
Kepemimpinan kepala
sekolah/madrasah merupakan jabatan strategis dalam pembinaan peserta didik
sebagai calon generasi penerus bangsa. Untuk menjalankan tugas jabatannya,
seorang kepala sekolah memerlukan komitmen yang dapat dijabarkan dalam bentuk
jabatan atau etika kepemimpinan kepala sekolah.[1]
Etika kepemimpinan adalah suatu
jabatan dan perilaku kepala madrasah dalam menjalankan tugas dan
kepemimpinannya serta kemampuan memahami dan menerapkan tata kerja yang
baik untuk meningkatkan sistem kerja
supaya mendapatkan hasil yang benar-benar diharapkan. Cara bersikap kepala
madrasah yang baik sesuai dengan tatakrama yang telah diatur dalam syariat, di
dalam Islam cara bersikap bukan sekedar aksi. Cara bersikap yang baik dan
sesuai dengan etika adalah bentuk ibadah. Bersikap yang baik dan sesuai dengan
etika menunjukkan jati diri orang tersebut. Sikap yang baik sesuai dengan etika
mencerminkan perilaku baik dan benar yaitu sikap yang sesuai dengan ajaran
agama.
Etika dapat berkaitan dengan moral,
susila dan akhlak, yaitu menentukan hukum atau nilai dari suatu perbuatan yang
dilakukan manusia untuk ditentukan baik-buruknya. Kesemua istilah tersebut
sama-sama menghendaki terciptanya keadaan yang baik, teratur, aman, damai, dan
tenteram sehingga sejahtera batiniah dan lahiriahnya. Dengan demikian,
keberadaan etika, moral dan Susila sangat dibutuhkan dalam rangka menjabarkan
dan mengoperasionalisasikan ketentuan akhlak yang terdapat di dalan Al-Qur'an.
Disinilah letak peranan dari etika, moral dan Susila terhadap akhlak. Pada sisi
lain akhlak juga berperan untuk memberikan batas-batas umun dan universal, agar
apa yang dijabarkan dalam etika, moral dan susila tidak bertentangan dengan
nilai-nilai yang luhur dan tidak membawa manusia menjadi sesat.[2]
Dalam berbagai literatur, etika
diidentik dengan akhlak dan moral. Akhlak berarti perbuatan manusia (bahasa
arab). Moral berasal dari kata “mores” yang berarti perbuatan manusia.
Moral mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia, sehingga moral adalah
bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Jadi
kata etika, akhlak dan moral secara bahasa adalah sama, yaitu perbuatan atau
tingkah laku manusia. Dimana objek etika itu sendiri adalah perbuatan manusia.[3]
Adapun arti dari segi bahasa
berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari kata mos yang
berarti adat kebiasaan. Didalam kamus umum bahasa indonesia dikatakan
bahwa moral adalah penentuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan.
Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk
menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan
yang secara layak dapat diartikan benar, salah, baik atau buruk. Dengan
demikian, tolak ukur yang digunakan dalam moral untuk mengukur tingkah laku
manusia adalah adat istiadat, kebiasaan, dan lainnya yang berlaku dimasyarakat.
Moralitas mengandung beberapa pengertian, antara lain adat istiadat, sopan,
santun, dan perilaku.[4]
Sifat-sifat Rasulullah SAW sebagai
sosok manajer dan pendidik senantiasa berperilaku mulia berupa keikhlasan,
kejujuran, walk the talk, adil dan egaliter, berakhlaqul karimah, tawadlu’,
pemberani, jiwa humor yang sehat, sabar dan menahan amarah, menjaga lisan, dan
bersinergi dalam musyawarah. Perilaku manajerial dan kepemimpinan sangat
dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan, nilai-nilai dan pengalaman sumber
daya insani (SDI), di samping itu pula harus mempertimbangkan kekuatan situasi
seperti iklim organisasi, sifat, tugas, tekanan waktu, sikap anggota, bahkan
faktor lingkungan organisasi.
Pola manajerial yang diterapkan
oleh Nabi Muhammad SAW dengan integritas nilai-nilai yang luar biasa karena kejujurannya
(al-amien), ia mampu mengembangkan manajerialnya yang paling ideal dan
paling sukses dalam sejarah peradaban umat manusia, dengan berlandasakan pada
sifat-sifatnya yang utama yaitu siddiq (righteous), amanah (trustworthy),
fathonah (woeking smart) dan tabligh (communicate openly), sehingga mampu
mempengaruhi orang lain dengan cara mengilhami tanpa mendoktrinasi, menyadarkan
tanpa menyakiti, membangkitkan tanpa memaksa dan mengajak tanpa memerintah.[5]
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa Pendidikan adalah usaha
secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasaan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya di
masyarakat, bangsa dan Negara. Untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran seperti yang dijelaskan dalam UU No.20 Tahun 2003 di atas,
dibutuhkan kesiapan sumber daya manusia yang handal.[6]
Kepala sekolah/madrasah merupakan
salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas
pendidikan, sebagaimana dikemukakan dalam pasal 12 ayat 1 PP 28 tahun 1990
bahwa kepala sekolah bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan
pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikannya lainnya, dan
pendayagunaan serta pemeliharaan saranan dan prasarana.
Pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan dituntut untuk memiliki
profesionalitas yang tinggi sehingga kegiatan mengelola dan mengorganisasikan
sekolah dapat dilakukan secara maksimal. Kepemimpinan kepala sekolah diharapkan
dapat mewujudkan ketercapaian tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan potensi
sumber daya manusia, membentuk dan menjadikan komponen sekolah menjadi lebih
beradab terutama siswa. Kepala sekolah profesional akan memiliki keinginan yang
besar dalam mewujudkan tujuan tersebut dengan melakukan manajemen sekolah yang
baik dan berkualitas.
Keberhasilan pencapaian tujuan
pendidikan membutuhkan kecakapan dan kemampuan kepala sekolah, tidak hanya
kecakapan teknis dan konsepsional, tetapi yang lebih jauh penting dibutuhkan
adalah dimilikinya kompetensi-kompetensi yang distandarkan. Kompetensi yang
dimaksud adalah kompetensi kepribadian, manajerial, supervisi, kewirausahaan,
dan sosial, (PP No. 13 tahun 2007). Mengingat tugas dan tanggung jawab kepala
sekolah banyak, sudah seharusnya kepala sekolah memiliki dan menguasai
kompetensi-kompetensi tersebut agar dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
dapat dilakukan dengan mudah.[7]
Dalam dunia pendidikan Kepala
sekolah/madrasah selaku pemimpin secara langsung merupakan contoh nyata dalam
aktivitas kerja bawahannya. Kepala sekolah yang rajin, cermat, peduli terhadap
bawahan akan berbeda dengan gaya kepemimpinan yang acuh tak acuh, kurang
komunikatif apalagi arogan dengan komunitas sekolahnya. Seorang pemimpin memang
harus memiliki kualitas tertentu (kriteria tertentu) untuk memimpin. Perilaku pemimpin
merupakan sesuatu yang dapat dipelajari. Jadi, seseorang yang dilatih dengan
kepemimpinan yang tepat akan bisa menjadi pemimpin yang efektif. Salah satu
dari bentuk konkret itu adalah sifat terampil dan berwibawa serta cerdas dalam
mempengaruhi orang lain untuk melaksanakan tugas-tugas yang merupakan cita-cita
dan tujuan yang ingin diraih oleh pemimpin.[8]
Di satu sisi, rumusan dan konsep
birokrasi menginginkan suatu tatanan kerja yang jelas, terstruktur dan sesuai
dengan kompetensi pemegang tugas dan wewenang. Contoh konkret misalnya,
pemegang kekuasaan pada wilayah pendidikan, secara administratif dan secara
keilmuan harus sesuai dengan bidang pendidikan yang ditekuni, karena dalam
perumusan kerja dan kebijakan sangat mempengaruhi hasil (outcome). Disisi lain, realitas
menyajikan bahwa tidak semua jenis dan jenjang pekerjaan dijalankan oleh orang
yang sesuai kompetensi dan keahliannya.[9]
Secara umum dapat dirumuskan
standar kepemimpinan kepala sekolah secara efektif. Pada dasarnya, kepemimpinan
efektif dapat dilihat dari tujuh perilaku kepala sekolah untuk: a) menerapkan
kepemimpinan kepala sekolah efektif; b) melaksanakan kepemimpinan
instruksional; c) memelihara iklim belajar yang terpusat pada siswa; d)
mengembangkan profesionalitas dan mengelola SDM; e) melibatkan orang tua dan
menjalin kemitraan dengan masyarakat; f) mengelola sekolah secara efektif dan
melaksanakan program harian; dan g) melaksanakan hubungan interpersonal secara
efektif.[10]
Perilaku etis pemimpin telah
menerima perhatian yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir karena
kebanyakan skandal etika dalam organisasi. Idealnya, pemimpin berkewajiban
untuk menetapkan teladan dan moral bagi anggota organisasi dan menentukan
kegiatan-kegiatan organisasi tersebut yang mungkin akan merugikan nilai-nilai
masyarakat pada umumnya (Aronson, 2001). Pemimpin menunjukkan perilaku etis
ketika mereka melakukan apa yang secara moral benar, adil, dan baik, serta
ketika mereka membantu mengangkat kesadaran moral dan moral aktualisasi diri
pengikutnya.
Sikap seorang pemimpin terhadap
sifat manusia mempunyai pengaruh besar terhadap cara bagaimana orang itu
bersikap sebagai seorang pemimpin.[11]
Diharapkan bahwa pemimpin etis akan memperlakukan bawahan mereka dengan adil,
tidak bias, dan tidak memihak, yaitu menggunakan kedua keadilan distributif dan
keadilan prodesural itu untuk membimbing perilaku kepemimpinan mereka. Pengikut
harus diperlakukan secara adil untuk mempengaruhi sikap baik mereka dalam
pekerjaan, seperti keputusan da komitmen, serta hasil organisasi (Koh dan Boo,
2001)
Tansky, Gallagher dan Wetzel (1997)
juga berpendapat bahwa persepsi tentang keadilan dan kesetaraan bawahan
mempengaruhi sikap mereka tentang organisasi. Standar etika pribadi yang kuat
(seperti, nilai-nilai kejujuran dan keadilan) harus merangsang tingkat
kepercayaan dan kesetiaan yang lebih tinggi dalam sebuah organisasi.[12]
Sebenarnya, jabatan pemimpin
merupakan jabatan “istimewa”. Sebab, pemimpin organisasi apapun dipersyaratkan
memiliki berbagi kelebihan menyangkut pengetahuan, perilaku, sikap, maupun
keterampialn dibanding orang lain. Pada pemimpin itu juga dibebankan berbagai
tingkah laku yang serba baik, serba memberi contoh, serba menjadi tumpuan
harapan, dan serba bertanggung jawab atas perbuatan pribadi maupun perbuatan kolektif
para bawahannya. [13]
Dalam praktik dilapagan, kepala
sekolah selaku pemimpin, memang tidak selalu menjalankan roda organisasi
berdasarkan perilaku kepemimpinan semata. Karena, secara umum kepemimpinan
lebih memliki dimensi kemanusian dari pada pengelolaan, apalagi kekuasaan.
Sudarwn Danim dalam bukunya Mujammil Qomar mengatakan
bahwa kegagalan kepala sekolah untuk tampil berbeda secara berkeunggulan,
menyebabkan sekolah tidak mampu berbuat optimal. Adakalanya, kepala sekolah
sesekali lebih menampakkan kekuasaan dari pada kepemimpinanya.[14]
Filsuf perempuan,
Sissela Bok, dalam bukunya berjudul, Lying, menegaskan bahwa berbohong boleh dilakukan untuk menyelamatkan
kehidupan manusia yang tidak berdosa. Namun, jika kebohongan itu untuk
mendapatkan kekuasaan dan keuntungan finansial, maka perbuatan itu tidak dapat
dibenarkan bahkan diharamkan hukumnya. Integritas moral bukan bermakna
kehidupan pribadi telah berkesesuaian dengan persetujuan publik, tetapi juga
telah terciptanya kesatuan antara hati nurani yang secara internal terdapat
dalam diri manusia, perilaku eksternal dapat dilihat secara fisik dan kepatuhan
kepada hukum moral.[15]
Kenyataannya yang
muncul dilapangan, masih banyak kepala sekolah yang tidak dapat menjalankan
tugas dan fungsinya sebagai pemimpin pendidikan dengan baik disebabkan dalam
proses pengangkatannya tidak ada transparasi, rendahnya mental kepala sekolah
yang ditandai dengan kurangnya motivasi dan semangat, kuruangnya disiplin dalam
melakukan tugas, etos kerja yang rendah, dan bahkan karena dimilikinya relasi
pada tingkat struktural kekuasaan menjadikan tugas dan tanggungjawabnya
dianggap sepele. Hal tersebut dapat berimplikasi pada rendahnya produktivitas
seklah sehingga tujuan pendidikan sulit untuk diwujudkan.[16]
Berdasarkan fenomena yang pernah
terjadi di lembaga SMK Miftahul Qulub adanya penyimpangan, penyelewengan
kekuasaan oleh oknum-oknum yang mementingkan dan memperkaya diri sendiri
seperti halnya korupsi yang di lakukan dua orang bawahan yang berinisial M,
yang terjadi pada tahun 2014 pada masa
jabatan bapak Hasan Basri. Dan pada akhirnya mereka yg melakukan pelanggaran
diberhentikan secara tidak terhormat. Dengan demikian, terjadinya penyimpangan
tersebut karena kurangnya kesadaran atas tanggung jawab dan kurangnya bersikap
terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Sehingga untuk menjabat kepala madrasah
memang yang sudah dipercayai oleh stakholder sekolah bukan seberapa lama
dia berada di lembaga dan tapi dia yang berprofeaional, berwibawa dan memiliki
keahlian untuk memimpin. Maka disini bagaimana kepala sekolah yang baru
membangun kembali kepercayaan stakholder. Jadi sebagai kepala sekolah
patut memberikan contoh suri tauladan bagi seluruh SDM yang ada di lembaga agar
tercipta etika yang baik dan diperlukan komitmen bersama antara lembaga dan
masyarakat.
Berangkat dari konteks penelitian
tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “penerapan
standar etika jabatan kepala madrasah di SMK Miftahul Qulub Polagan Galis
Pamekasan ”
C. Fokus Penelitian
Fokus penelitian adalah pokok
masalah yang ingin dikaji/diteliti oleh peneliti, dalam penelitian ini terfokus
pada:
1. Bagaimana proses penerapan etika jabatan
kepala madrasah di SMK Miftahul Qulub Polagan Galis Pamekasan?
2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat
dalam proses penerapan standar etika jabatan kepala madrasah di SMK Miftahul
Qulub Polagan Galis Pamekasan?
D. Tujuan penelitian
Setiap usaha yang dilakukan
seseorang pasti memliki tujuan. Demikian pula dengan penelitian ini. Peneliti
dini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui proses penerapan
standar etika jabatan kepala madrasah di SMK Miftahul Qulub Polagan Galis
Pamekasan.
2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan
penghambat dalam proses penerapan etika jabatan kepala madrasah di SMK Miftahul
Qulub Polagan Galis Pamekasan.
Dalam penelitian ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan, mengetahui sumbangan pemikiran
sebagai bentuk pengabdian kepada umat, Agama dan Negara dalam mengembangakan
pengetahuan tentang manajemen pelayanan publik dalam lembaga pendidikan islam
serta untuk memenuhi tugas akhir persyaratan pelulusan Strata 1 (S1) Jurusan
Tarbiyah Prodi Manajemen Pendidikan Islam IAIN Madura.
E. Kegunaan Penelitian
1. Secara Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangan keilmuan mengenai proses penerapan standar etika jabatan
kepala madrasah di SMK Miftahul Qulub Polagan Galis Pamekasan.
b. Penelitian ini diharapakan dapat
memberikan informasi tentang faktor pendukung dan penghambat dalam proses menerapan standar etika jabatan kepala
madrasah di SMK Miftahul Qulub Polagan Galis Pamekasan.
2. Secara Praktis
a. Bagi IAIN Madura
1) Sebagai kontribusi bagi perpustakaan
IAIN Madura sehingga dapat memperkaya literatur yang ada, serta dapat dijadikan
sebagai rujukan untuk penelitian berikutnya yang memiliki topik yang sama namun
memiliki setting yang berbeda atau fokus yang berbeda
b. Bagi Kepala Sekolah
1) Hasil penelitian ini akan memberikan
masukan dalam proses penerapan standar etika jabatan publik kepala madrasah
yang akan datang
c. Bagi Peneliti
1) Diharapkan dapat mengembangkan ilmu
pengetahuan yang dimiliki serta menambah wawasan dan pemahaman secra teoritis
tentang penerapan standar etika jabatan publik kepala madrasah di SMK Miftahul
Qulub Polagan Galis Pamekasan.
2) Serta dapat membuktikaknya secara
langsung dilapangan. Dan juga dapat memperluas cakrawala pemikiran dan keilmuan
begi peneliti.
3) Sebagai salah satu pengalaman berharga
bagi peneliti.
d. Bagi Pembaca
1) Untuk memberikan sumbangan ilmu
pengetahuan khususnya di bidang penerapan standar etika jabatan publik kepala
madrasah
2) Untuk memberikan pemikiran atau wawasan
baru sehingga dapat memberikan pandangan lebih luas tentang penerapan standar
etika jabatan publik kepala madrasah
e. Bagi Lembaga
1) Hasil penelitian ini sebagai evaluasi
dalam rangka meningkatkan standar etika jabatan publik melalui kepala madrasah
di SMK Miftahul Qulub Polagan Galis Pamekasan
F. Definisi Istilah
Ada beberapa istilah yang perlu
untuk didefinisikan secara operasional, agar pembaca memiliki persepsi dan
pemahaman yang sejalan dan tidak terjebak kesalah fahaman dalam memehami
istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun istilah-istilah
tersebut dapat di uraikan sebagai berikut:
1. Penerapan adalah pelaksanaan dari suatu
rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci, dan mengacu pada
norma-norma tertentu demi mencapai tujuan kegiatan
2. Standar adalah sebagai spesifikasi
teknis atau sesuatu yang dibakukan, disusun berdasarkan konsensus semua pihak
yang terkait dengan memerhatikan syarat-syarat kesehatan, keselamatan,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan
masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang
sebesar-besarya.
3. Etika adalah suatu kekuatan normatif
yang bergerak dari dalam untuk mengendalikan perilaku seseorang atau kelompok
orang.
4. Kepala Madrasah adalah seorang tenaga
fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu madrasah dimana
diselenggarakan proses belajar mengajar.
Berdasarkan pengertian di atas,
maka dapat di pahami bahwa standar etika jabatan publik kepala madrasah adalah
suatu rencana yang sudah disusun secara matang berdasarkan konsesus semua pihak
yang terkait sebagai kekuatan normatif yang bergerak dari dalam untuk
mengendalikan perilaku seseorang atau kelompok orang dalam menyelenggarakan
proses belajar mengajar serta dan mengemban amanah melaksanakan pelayanan
kepada masyarakat.
G. Kajian Pustaka
1.
Kajian
Teoritik
a.
Tinjauan
Tentang Etika
1)
Pengertian
Etika
Standar
didefinisikan sebagai spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan, disusun
berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memerhatikan
syarat-syarat kesehatan, keselamatan, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang
untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarya. Melalui standar, maka setiap
kegiatan dapat diukur dan dievaluasi serta dapat dilakukan tindakan koreksi
dengan segera bila diketahui adanya penyimpangan.[17]
Kata
etika berasal dari kata ethos (bahasa yunani) yang berarti karakter,
watak kesusilaan atau adat. Etika berkaitan dengan kosep yang dimiliki oleh
individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah
dikerjakan itu salah atau benar, buruk atau baik. Sedangkan jika ditinjau dari
bahasa latin etika adalah “ethnic” yang berarti kebiasaan, serta dalam bahasa
greec “Ethikos” yang berarti a body of moral principles or values.
Sebagai
suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu
ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakan
itu salah atau benar, buruk atau baik. Secara bahasa, etika adalah suatu ilmu
yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, amana yang dapat
dinilai baik dan mana yang jahat.[18]
Pengertian etika
lebih lanjut dikemukaakn oleh Ki Hajar Dewantara. Menurutnya etika adalah ilmu
yang mempelajari soal kebaikan (dari keburukan) didalam hidup manusia semuanya,
teristemewa yang mengenai gerrak gerrik pikiran dan rasa yang dapat merupakan
pertimbangan dan perasaan sampai mengenai tujuan dapat merupakan pertimbangan
dan perasaan sampai mengenai tujuannya yang dapat merupakan perbuatan.[19]
Etika
adalah peraturan dan prinsip yang mendefinisikan tindakan benar dan salah.
Telaah mengenai hak dan kewajiban orang, kaidah moral yang diterapkan dalam
mengambil keputusan-keputusan dan sifat dari hubungan antara orang-orang.
Contoh etika adalah masalah kejujuran, keadilan, tanggung jawab, hak dan
kewajiban.
Penerapan
Etika, manajer dapat meningkatkan perilaku etis dalam organisasi dengan jalan,
memperkerjakan individu yang memiliki standar etika tinggi melalui seleksi
karyawan, mengembangkan kode etik dan aturan-aturan keputusan, memberikan
teladan, mensosialisasikan tujuan pekerjaan dan mekanisme penilaian kinerja,
mengadakan training etika, melakukan audit sosial yang independent, serta
mendukung individu yang menghadapi dilema etik.[20]
Dengan
demikian, etika dapat dipahmi sebagai aturan perilaku, adat kebiasaan manusia
dalam pergaulan hidup yang menegaskan mana yang benar dan mana yang salah.
Sehingga dalam etika terdapat norma-norma atau nilai-nilai, kaidah atau ukuran
bagi tingkah laku.
2) Tujuan Etika
Tujuan
adalah sesuatu yang dikehendaki, baik individu maupun kelompok. Tujuan etika
yang dimaksud merupakan tujuan akhir dari setiap aktivitas manusia dalam hidup
dan kehidupannya yaitu untuk mewujudkan kebahagiaan. Tujuan utama etika yaitu menemukan, menentukan, membatasi dan
membenarkan kewajiban, hak, cita-cita, moral dari individu dan masyrakatnya,
baik masyarakat pada umumnya, khususnya masyarakat profesi.[21]
3) Fungsi Etika
Etika
berfungsi sebagai penilai penentu dan penetap terhadap sesuatu perbuatan yang
dilakukan oleh manusia, yaitu apakah perbuatan tersebut akan dinilai baik,
buruk, mulia, terhormat, hina dan sebagainya. Dengan demikian etika tersebut
berperan sebagai konseptor terhadap sejumlah perilaku yang dilaksanakan oleh
manusia. Etika lebih mengaju kepada pengkajian sisitem nilai-nilai yang ada.
Peranan etika dalam hal ini tampak sebagai wasit atau hakim, dan bukan sebagai
pemain. Ia merupakan konsep atau pemikiran mengenai nilai-nilai untuk digunakan
dalam menentukan posisi atau status perbuatan yang dilakukan oleh manusia.
Etika lebih mengacu kepada pengkajian sistem nilai-nilai yang ada.[22]
4) Macam-macam Etika
a. Etika deskriptif
Etika
yang berusaha meneropong secar kritis dan rasional sikap dan perilaku manusia
dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang
bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil
keputusan tentang perilaku atau sikap yang di ambil.
b. Etika normatif
Etika
yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya
dimiliki oleh manusia dalam hidup ini. Sebagai sesuatu yang bernilai. Etika
normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan karangka
tindakan yang akan diputuskan.[23]
5) Prinsip Etika dalam Al-Quran
1. Egalitarianisme (al-musawat):
yang memandang manusia ditakdirkan sama derajatnya yang disimpulkan bahwa
harkat dan martabat manusia ditentukan oleh kualitas ketakwaannya.
2. Prinsip keadilan ( al-‘adalat).
Prinsip ini pada dasarnya merupakan implikasi dari bertakwa. Ide tentang
kadilan merupakan prinsip dasar untuk memperlukan orang dari agama lain secara
sama, adil, dan tidak diskriminatif,
dalam pengelolaan pendidikan.
3. Prinsip toleransi (tasamuh) dan
kompetisi dalam kebaikan(fastabiq al-khairat). Toleransi adalah sikap
menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat,
pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dan sebagainya) yang berbeda atau
bertentangan dengan kpribadian sendiri.
4. Prinsip saling menghormati, kerja sama,
dan pertemanan. Prinsip ini merupakan implikasi sosiologis dari ketiga prinsip
sebelumnya. Prinsip ini sangat ditekankan dalam Al-Quran, karena dipandang sama
dengan menghormati agama sendiri, sebaliknya, mencaci maki terhadap agama lain
sama dengan mencaci maki terhadap agamanya sendiri.
5. Prinsip ko-eksistensi damai (al-ta’ayusy
al-silmi). Prinsip ini merupakan dasar hubungan antarmanusia sesuai dengan
arti generik islam itu sendiri, yaitu damai. Oleh karena itu, menerima islam
sebagai agama, maka konsekuensinya adalah menerima koneksistensi damai pokok
ajarannya.
6. Dialog yang arif, konstruktif,
transformatif (mujadalat bi al-hasan). Ini merupakan konsekuensi dari
prinsip kelima.[24]
Dengan merefleksi prinsip etika
akan membantu kita menentukan nilai mana yang terpenting dalam suatu masalah.
Secara prinsip nilai-nilai tersebut berkaitan dengan masalah keadilan,
kebebasan, kejujuran, kebaikan, perintah dan loyalitas.
b. Tinjauan Tentang Kepala Madrasah
1) Pengertian Kepala Madrasah
Madrasah
sebagai organisai memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi, yaitu kepala
madrasah yang sangat menentukan keberhasilan dalam mencapai tujuan.
Keberhasilan madrasah dalam mewujudkan tujuan dapat dijadikan sebagai tolok
ukur keberhasilan kepemimpinan kepala madrasah. Kepala madrasah yang berhasil
apabila mereka memahami keberadaan madrasah sebagai organisasi yang kompleks
dan unik, serta melaksanakan peranan kepala madrasah sebagai seorang yang
diberi tanggung jawab untuk memimpin madrasah.[25]
Dalam
satuan pendidikan, kepala madrasah menduduki dua jabatan penting untuk bisa
menjamin kelangsungan proses pendidikan. Pertama, kepala madrasah adalah
pengelola pendidikan secara keseluruhan. Kedua, kepala madrasah sebagai
pemimpin formal pendidikan di lingkungannya.
Sebagai
pengelola pendidikan, kepala madrasah bertanggung jawab atas keberhasilan penyelenggaraan
kegiatan pendidikan dengan cara melaksanakan administrasi madrasah dengan
seluruh substansi. Di samping itu, kepala madrasah bertanggung jawab terhadap
kualitas sumber daya manusia yang ada agar dapat menjalankan tugas mereka
masing-masing. Sebagai pemimpin formal, kepala madrasah bertanggung jawab atas
tercapainya tujuan pendidikan melalui upaya menggerakkan para bawahan ke arah
pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.[26]
Kepala madrasah dapat didefinisikan
sebagai seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu
madrasah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar.[27] Pemimpin yang dalam
bahasa Inggris disebut leader dari akar kata to lead yang
terkandung arti yang saling erat berhubungan: bergerak lebih awal, berjalan di
depan, mengambil langkah pertama, berbuat paling dulu, memelopori, mengarahkan
pikiran-pendapat-tindakan orang lain, membimbing, menuntun, menggerakkan orang
lain melalui pengaruhnya.
Selanjutnya, Kepala madrasah terdiri dari
dua kata yaitu “kepala” dan “madrasah”.Kata “kepala” dapat diartikan “ketua”
atau “pemimpin” dalam suatu organisasi atau sebuah lembaga. Sedang “madrasah
(sekolah)” adalah sebuah lembaga dimana menjadi tempat menerima dan memberi
pelajaran. Menurut Wahjosumidjo, secara sederhana kepala madrasah (sekolah)
dapat didefinisikan sebagai seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas
untuk memimpin suatu madrasah (sekolah) dimana diselenggarakan proses belajar
mengajar, atau tempat dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi
pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.[28]
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa kepala
madrasah (sekolah) merupakan seseorang yang diberi tugas oleh bawahannya untuk
memimpin suatu madrasah dimana di dalam madrasah diselenggarakan proses belajar
mengajar. Di dalam menjalankan tugasnya kepala madrasah bertanggung jawab
terhadap kualitas sumber daya manusia yang ada. Hal ini bertujuan agar mereka
mampu menjalankan tugas-tugas yang telah diberikan kepada mereka. Selain itu
seorang kepala madrasah juga bertanggung jawab tercapainya pendidikan. Ini
dilakukan dengan menggerakkan bawahan ke arah tercapainya tujuan pendidikan
yang telah ditetapkan.
2) Peran Kepala Sekolah/Madrasah Sebagai
Educator
Kepala
sekolah adalah seorang guru yang mempunyai kemampuan untuk memimpin segala
sumber daya yang ada di suatu sekolah, sehingga dapat didayagunakan secara
maksimal untuk mencapai tujuan bersama, jadi profesionalisme kepemimpinan
kepala sekolah merupakan suatu bentuk komitmen para anggota suatu profesi untuk
selalu meningkatkan dan mengembangkan kompetensi mereka.
Kepala
sekolah yang amanah dan professional harus berusaha menanamkan, memajukan dan
meningkatkan sedikitnya empat macam nilai, yakni:
1) Pembinaan mental, yaitu membina para
tenaga kependidikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan sikap batin dan
watak. Dalam hal ini, kepala sekolah harus mampu menciptakan iklim yang
kondusif agar setiap tenaga kependidikan dapat melaksanakan tugas dengan baik,
secara proporsional dan professional. Untuk itu, kepala sekolah harus berusaha
melengkapi sarana, prasarana, dan sumber belajar agar dapat member kemudahan
kepada para guru dalam melaksanakan tugas utamanya mengajar. Untuk kepentingan
tersebut, kepala sekolah bisa bekerja sama dengan komite sekolah dalam
menggandeng masyarakat untuk ikut memikirkan pendidikan di sekolah, terutama
yang menyangkut masalah pendanaan (dana).
2)
Pembinaan
moral, yaitu membina para tenaga kependidikan tentang hal-hal yang berkaitan
dengan ajaran baik buruk mengenai sesuatu perbuatan, sikap dan kewjiban sesuai
dengan tugas masing-masing tenaga kependidikan. Kepala sekolah harus berusaha
memberikan nasihat kepada seluruh warga sekolah, misalnya pada setiap upacara
bendera atau pertemuan rutin.
3)
Pembinaan
fisik, yaitu membina para tenaga kependidikan tentang hal-hal yang berkaitan
dengan kondisi jasmani atau badan, kesehatan dan penampilan mereka secara
lahiriah. Kepala sekolah harus mampu memberikan dorongan agar para tenaga
kependidikan terlibat secara aktif dan kreatif dalam berbagai kegiatan
olahraga, baik yang diprogramkan disekolah maupun yang diselenggarakan oleh
masyarakat sekitar sekolah.
4)
Pembinaan
artistik, yaitu membina tenaga kependidikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan
kepekaan manusia terhadap seni dan keindahan. Hal ini biasanya dilakukan melaui
kegiatan karyawisata yang bisa dilaksanakan setiap akhir tahun ajaran. Dalam
hal ini, kepala sekolah dibantu oleh para pembantunya harus mampu merencanakan
berbagai program pembinaan artistik, seperti karyawisata, agar dalam
pelaksanaannya tidak mengganggu kegiatan pembelajaran. Lebih dari itu,
pembinaan artistik harus terkait atau merupakan pengayaan dari pembelajaran
yang telah dilaksanakan.[29]
3) Kompetensi Kepribadian Kepala Madrasah
a) Berakhlak mulia, mengembangkan budaya
dan tradisi akhlak mulia, dan menjadi teladan akklak mulia bagi komunitas di
sekolah/ madrasah.
b) Memiliki intregitas kepribadian sebagai
pemimpin.
1) Selalu konsisten dalam berfikir,
bersikap, berucap, dan berbuat dalam setiap melaksanakan suatu tugas pokok dan
fungsi
2) Memiliki
komitmen/loyalitas/dedikasi/etos kerja yang tinggi dalam setiap melaksanakan
suatu tugas pokok dan fungsi
3) Tegas dalam mengambil sikap dan tindakan
sehubungan dengan pelaksanaan suatu tugas pokok dan fungsi
4) Disiplin dalam melaksanakan suatu tugas
pokok dan fungsi
c) Memiliki keinginan yang kuat dalam
pengembangan diri sebagai kepala sekolah/madrasah.
1) Memiliki rasa keingintahuan yang tinggi
terhadap kebijakan, teori, praktik baru sehubungan dengan pelaksanaan suatu
tugas pokok dan fungsinya
2) Mampu secara mandiri mengembangkan diri
sebagai upaya pemenuhan rasa keingintahuan yang tinggi terhadap kebijakan,
teori, praktik baru sehubungan dengan pelaksanaan suatu tugas pokok dan
fungsinya
d) Bersikap terbuka dalam melaksanakan
tugas pokok dan fungsi.
1) Kecenderungan untuk selalu
menginformasikan secara transparan dan proporsional kepada orang lain atas
segala rencana, proses pelaksanaan dan keefektifan, kelebihan kekurangan
pelaksanaan suatu tugas pokok dan fungsi
2) Terbuka atas saran dan kritik yang
disampaikan oleh atasan, teman sejawat, bawahan, dan pihak lain atas pelaksaan
suatu tugas pokok dan fungsi.
e) Mengendalikan diri dalam menghadapi
masalah dalam pekerjaan sebagai kepala sekolah/madrasah.
1) Memiliki stabilitas emosi dalam setiap
menghadapi masalah sehubungan dengan suatu tugas pokok dan fungsi
2) Teliti, cermat, hati-hati, dan tidak
tergesa-gesa dalam melaksanakan suatu tugas pokok dan fungsi
3) Tidak mudah putus asa dalam menghadapi
segala suatu tugas pokok dan fungsi
f) Memiliki bakat dan minat jabatan sebagai
pemimpin pendidikan.
1) Memiliki minat jabatan untuk menjadi
kepala sekolah yang efektif
2) Memiliki jiwa kepemimpinan yang sesuai
dengan kebutuhan sekolah.[30]
4) Nilai-Nilai Dalam Kepemimpinan Kepala
Madrasah
Nilai
adalah suatu tipe kepercayaan yang berda dalam ruang lingkup, sistem
kepercayaan dimana sesorang bertindak atau menhindari suatu tindakan, atau
mengenai suatu yang pantas atau tidak pantas dikerjakan.
Dalam
islam, nilai-nilai mempunyai dua segi: “segi normatif” dan segi operatif”. Segi
normatif menitik beratkan pada pertimbangan baik buruk, benar salah, hak dan
batil, diridhoi atau tidak. Sedangkan segi operatif mengandung lima kategori
yang menjadi prinsip standarisasi perilaku manusia, yaitu baik buruk, setengah,
baik, netral, setengah buruk dan buruk.
Nilai-nilai
yang dapat di aktualisasikan dalam kepemimpinan islam antara lain:
a) Tauhid: bahwa untuk bisa mengantarkan
manusia kepada pencapain tujuan hidup, maka manusia harus berkeyakinan,
mengabdi, menyembah dan memohon pertolongan haya kepada Allah.
b) Ibadah: nilai ibadah terletak pada dua
hal, yaitu sikap batin, dan perwujudannya dalam bentuk ucapan dan tindakan.
Nilai ibadah bukan hanya merupakan nilai moral etik, tetapi sekaligus didalmnya
terdapat unsur benar tidak benar dari sudut pandang teologis.
c) Intregalitas: kesatuan antara dunia dan
akhirat, yaitu bahwa perilaku manusia di dunia akan menentukan kebahagiaan di
akhirat, sebaliknya keyakinan akan adanya akhirat akan berpengaruh terhadap
perilaku selama didunia
d) Jihad (perjuangan): berarti bekerja atau
berjuang dengan sungguh-sungguh yang berangkat dari tujuan hidup manusia. Nilai
jihad ini sellau ditekankan oleh pimpinan terutama dalam menggerakkan lembaga
pendidikan oleh pimpinan untuk memotivasi bawahannya.
e) Ikhlas: nilai ikhlas termuat dalma sikap
seseorang. Keikhlasan merupakan nilai etis yang memiliki landasan teologis
f) Kualitas: nilai kualitas dalam arti
obyektif adalah berupa kebaikan, keindahan atau kesempurnaan. Nilai-nilai
tersebut dalam konteks kerja, terkait dengan ajaran islam tentang ihsan. Makna ihsan sangat luas, antara lain yang
langsung relevan dengan masalah etos kerja (dalam mengelola sekolah) adalah
berarti “berbuat baik sebaik mungkin” atau secara optimal.
g) Kedisiplinan: nilai disiplin memiliki
manivestasi pada perilaku guru dan siswa.
Sebagaimana nilai-nilai lainnya, nilai kedisiplinan juga memiliki
landasan normatif teologis.
h) Keteladanan: nilai teladan terutama
termuat dalam perilaku para pemimpin. Keteladanan merupakan hal yang sangat
penting dalam pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan penanaman nilai. Cara
berpakaian, perilaku, ucapan dan sebagainya. Nilai keteladanan merupakan nilai
yang melekat dalam pendidikan. Terlebih lagi bila dikaitkan dengan hakikat
pendidikan sebagai proses, maka keteladanan merupakan nilai dasar yang
universal.
i)
Sabar:
dalam konsep “sabar” dapat bisa berarti kemampuan menghadapi cobaan atau ujian,
dapat pula berarti kemmapuan mengendalikan amarah. Sabar sesungguhnya merupakan
“suasana hati nurani” yang penuh kesadaran dalam situasi seburuk apapun.
j)
Amanah:
memiliki makna “dapat dipercaya” nilai amanah khususnya dalam konteks profesi
adalah merupakan nilai yang universal. Persoalan pertanggungjawaban
(akuntabilitas). Dalam dunia pendidikan akuntabilitas dapat dilihat paling
tidak dari dua dimensi, yaitu akuntabilitas akademik dan akuntabilitas publik.[31]
Berdasarkan
uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa etika kerja kepala sekolah adalah
budi pekerti atau akhlak kepala sekolah dalam menjalankan tugas kepemimpinannya
di sekolah. Maka, indikator etika kerja kepala sekolah meliputi niat yang baik,
dinamisator ke arah kebaikan, perilaku yang baik, dan komitmen terhadap
sekolah.
c.
Indikator
Etika Kepemimpinan Kepala Sekolah/Madrasah
Kata
etika berasal dari kata ethos (bahasa yunani) yang berarti kesusilaan.
Dalam bahasa indonesia, kata ethos menjadi etik atau etika yang berarti norma,
kaidah, dan aturan. Etika jabatan atau etika kepemimpinan kepala sekolah
dimaksudkan sebagai jabatan dan perilaku standar kepala sekolah/madrasah dalam
menjalankan tugas dan kepemimpinannya.[32]
Tujuan
etika kepemimpian kepala sekolah adalah untuk:
1. Memandu kepala sekolah dalam berperilaku
2. Menghindari perilaku negatif dan
destruktif
3. Mengembangkan profesionalitas
4. Membentuk citra kepala sekolah
5. Menghayati falsafah pendidikan
Tugas dan tanggung jawab
kepemimpinan kepala sekolah dirumuskan dalam 11 langkah sebagai berikut:
1. Mamahami misi dan tugas pokoknya
2. Mengetahui jumlah pembantunya
3. Mengetahui nama-nama pembantunya
4. Memahami tugas setiap pembantunya
5. Memperhatikan kehadiran pembantunya
6. Memperhatikan peraltan yang dipakai
pembantunya
7. Menilai pembantunya
8. Memperhatikan karier pembantunya
9. Memperhatikan kesejahteraan
10. Menciptakan suasana kekeluargaan
11. Memberikan laporan kepada atasannya
Sikap dan perilaku kepemimpinan
kepala sekolah adalah sebagai berikut:
1. Memiliki tanggung jawab terhadap jabatan
yang dipercayakan kepadanya
2. Memilki kepedulian dan komitmen yang
tinggi untuk mencapai sesuatu yang bermakna selama menduduki jabatannya
3. Menegakkan disipli waktu dengan penuh
kesadaran bahwa disiplin merupakan kunci keberhasilan
4. Melaksanakan setiap tugas dan kegiatan
dengan penuh tanggung jawab, dan selalu jelas makna (value) dari setiap
kegiatan dalam kaitannya dengan peningkatan mutu lulusan
5. Proaktif (berinisiatif melakukan sesuatu
yang diyakini baik) untuk peningkatan mutu pendidikan disekolah, tidak hanya
reaktif (hanya melaksanakan kegiatan jika ada petunjuk)
6. Memiliki kemauan dan keberanian untuk
menuntaskan setiap masalah yang dihadapi oleh sekolahnya
7. Menjadi leader yang komunikatif dan
motivator bagi stafnya untuk lebih berprestasi, serta tidak bersikap bossy
(pejabat yang hanya mau dihormati dan dipatuhi)
8. Memiliki kepekaan dan merasa ikut
bersalah terhadap sesuatu yang kurang pas, serta berusaha untuk mengoreksinya
9. Berani mengoreksi setiap kesalah secara
tegas dan bertindak bijaksana serta tidak permisif (mudah mengerti, maklum dan
memaafkan kesalahan).[33]
2. Kajian Penelitian Terdahulu
Dalam menentukan kajian penelitian
terdahulu sebenarnya penulis tidak menemukan yang sama persis dengan judul yang
sedang penulis teliti namun disini penulis mengambil dari berbagai skripisi
yang hampir sama dengan penelitian peneliti:
a. Penelitian yang dilakukan oleh Yunita
Kurnia Astutik, Nim. 18201401040146, dengan judul “Perilaku
Religius Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Efektivitas Kinerja
Mengajar Guru di SMA Wachid Hasyim Pamekasan”, dalam penelitian ini diungkapkan
bahwa
bentuk-bentuk perilaku religius kepala sekolah dengan memberikan tauladan yang
baik dan memberikan contoh terhadap siswa dan tenaga kependidikan dimana kepala
sekolah mengucapkan salam dan berjabat tanggan agar terbiasa dan menjaga
kekuatan silaturrahmi keleluargaan. Bukan hanya memberikan tauladan yang baik
kepala sekolah juga memberikan motivasi dan dorongan dengan nilai-nilai agama,
menegakkan sikap disiplin terhadap dewan guru dan siswanya.
Persamaan
penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti sama-sama
memiliki etika kepala madrasah yang sama
serta objek yang sama, dan perbedaannya terletak pada upaya yang digunakan oleh
kepala madrasah tersebut yang sangat ditentukan oleh keberhasilan kepala
madrasah dalam menerapkan etika jabatannya yang sangat ditentukan oleh
keberhasilan kepala madrasah dalam bersikap dan berperilaku.
b. Penelitian yang dilakukan oleh Rr.
Irmania Solehatun Nisya’, Nim. 18201401040182, dengan judul “Penerapan
Manajemen Strategis Dalam Membentuk Etika Santri di Pesantren Nasyrul Ulum
Bagandan Pamekasan”. Dalam penelitian ini diungkapkan bahwa untuk menerapkan
etika santri harus mempunyai misi, visi dan motto yang jelas hendak ingin
dicapai, mengatur jadwal harian santri yang semuanya mengarah ke etika santri,
penerapannya untuk membangun sinergitas antar pengurus, ustadzah/ustadz maupun
guru tugas yang dibantu oleh majelis keluarga untuk mengatur santri.
Persamaan
penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti sama-sama
membahas etika yang sama, dan perbedaannya terletak pada objek, jika yang
dilakukan penelitian terdahulu meneliti tentang etika santri, sedangkan
peneliti sendiri membahas tentang etika kepala sekolah dalam berperilaku dan
bertindak sebagai pemimpin jabatan sekolah/ madrasah.
H. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan suatu
cara bertindak menurut sistem atau aturan yang bertujuan agar kegiatan praktis
terlaksana secara rasional dan terarah sehingga dapat mencapai hasil yang
optimal. Metode peneltian merupakan langkah-langkah dan cara dalam suatu
penelitian untuk mengetahui kebenaran yang meliputi, pendekatan dan jenis
penelitian. Kehadiaran peneliti, lokasi peneliti, sumber data, prosedur
pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, dan tahap-tahap
penelitian.
1.
Pendekatan dan Jenis Penelitian
Dalam
penelitian mengenal dua pendekatan yakni pertama pendekatan secara kualitatif
dan yang kedua pendekatan secara kuantitatif. Dalam penelitian ini, peneliti
akan menggunakan pendekatan penelitian secara kualitatif. Menurut Bogda dan Taylor
mengemukakan bahwa penelitian yang bersifat kualitatif merupakan proses
penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata atau tulisan
dari orang dan perilaku yang diamati.[34]
Penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif.Menurut Bogdan dan Taylor, penelitian
kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan orang dan perilaku yang diteliti.Tujuan dari
penelitian kualitatif adalah memahami realita empiris di balik fenomena yang ada
secara mendalam, rinci, dan tuntas. Peneliti berusaha masuk ke dalam dunia
konseptual subjek penelitian sehingga dapat mengerti apa dan bagaimana suatu
pengertian yang dikembangkan oleh subjek di sekitar kehidupannya.
Sedangkan
jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah deskriptif, yaitu data
yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Selain itu,
semua yang dikumpulkan akan menjadi kunci terhadap apa yang diteliti.[35]
Maka
dengan menggunakan jenis penelitian tersebut. Peneliti mampu menjabarkan dan
memahami tentang penerapan standar pelayanan publik di SMK Miftahul Qulub
Polagan Galis Pamekasan.
2.
Kehadiran Peneliti
Kehadiran
peneliti di lapangan merupakan salah satu langkah penting dalam penelitilian
sebagai sifat peneliti tersebut. Kehadiran ini penting dalam upaya memperoleh
data informasi yang dibutuhkan peneliti sesuai dengan tujuan yang diinginkan
peneliti.
Untuk
memberikan gambaran awal tentang penelitian yang akan dilaksanakan maka
peneliti hadir ke SMK Miftahul Qulub Polagan Galis Pamekasan sebagai cara dan
kegiatan yang telah terprogram oleh peneliti untuk mempererat tali silaturrahmi
antara peneliti dengan responden. Meskipun peneliti sudah kenal dengan beberapa
tenaga kependidikan di sana hal ini dilakukan untuk memelihara hubungan dan
untuk lebih membentuk kelancaran kegiatan penelitian, sehingga dapat memudahkan
untuk mewawancarai yang berkaitan dengan penelitian ini.
Dalam
penelitian ini peneliti bertindak sebagai instrument atau pengumpul data,
sekaligus pengamat. Sebagai pengamat peneliti juga sebagai perencana, pelaksana
pengumpulan data, menganalisis data dan juga melaporkan hasil penelitian.
Sebagai instrument, peneliti merupakan alat yang melibatkan langsung dari
keseluruhan proses penelitian, sehingga validitas dan keabsahan data lebih
terjamin kebenarannya.
Sesuai
paparan diatas, Moleong menegaskan bahwa ciri-ciri umum manusia (peneliti)
sebagai instrument atau alat pengumpul data dalam penelitian kualtatif adalah
responsif, dapat menyesuaikan diri, menekankan keutuhan, mendasarkan diri atas
perluasan pengetahuan, memproses data secepatnya, memanfaatkan kesempatan untuk
mengklarifikasi dan mengikhtisarkan dan memanfaatkan kesempatan untuk mencari
respon yang tidak lazim.[36]
3.
Lokasi Penelitian
Untuk penelitian ini, peneliti mengambil lokasi
penelitian sebagaimana yang disebutkan dalam judul penelitian, yaitu di SMK
Miftahul Qulub Desa Polagan Kecamatan
Galis Kabupaten Pamekasan. Salah satu yang menjadi pertimbangan peneliti dalam pemilihan lokasi penelitian
ini yaitu karena SMK Miftahul Qulub Polagan Galis Pamekasan mudah dijangkau oleh peneliti dan sekolah
tersebut terbuka sehingga peniliti tidak terlalu sulit untuk mendapatkan data
yang dibutuhkan.
4.
Sumber Data
Sumber
data merupakan subjek dari mana
data diperoleh. Apabila peneliti menggunakan interview atau wawancara dalam
pengumpulan datanya, maka sumber data disebut informan, yaitu orang yang
memberi informasi atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti yang ditanyakan
secara lisan.[37] Subjek
penelitian dalam penelitian kualitatif, hanya terdapat pada wilayah yang kecil
dan terbatas, karena penelitian kualitatif tidak menggunakan populasi.[38]
Dalam
penelitian ini yang ingin dijadikan sumber data adalah dari manusia dan non
manusia:
1. Sumber data dari manusia, yaitu kepala
madrasah dan tenaga kependidikan di SMK Miftahul Qulub Polagan Galis Pamekasan.
2. Sumber data non manusia, yaitu berupa data yang didapat dari kepala madrasah
seperti data tenaga kependidikan, hasil dari observasi, wawancara dan
dokumentasi di SMK Miftahul Qulub Polagan Galis Pamekasan.
Adapun untuk memperjelas terkait dengan
kedua sumber data tersebut, yaitu:
a.
Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari
lembaga melalui daftar pertanyaan yang
telah disusun oleh peneliti. Pengumpulan data ini dilakukan terhadap
individu-individu yang terkait dengan penerapan standar pelayanan publik dalam
lembga pendidikan islam di SMK Miftahul Qulub Polagan Galis Pamekasan melalui beberapa
sumber, yaitu:
1)
Kepala madrasah, karena
kepala madrasah merupakan pimpinan dan pemegang keputusan atas apa yang akan
dilakukan atau direncanakan, dilaksanakan, dan menilai bawahannya terkait semua
aktivitas pelayanan publik di lembaga tersebut serta sebagai objek
penelitian oleh peneliti terkait judul
skripsi yang telah diajukan dan disetujui oleh pembimbing.
2)
Data sekunder
Data sekunder merupakan data atau informasi
yang diperoleh secara tidak langsung dari obyek penelitian yang bersifat
publik, yang terdiri atas: struktur organisasi, data kearsipan, dokumen,
laporan-laporan serta buku-buku dan lain sebagainya yang berkenaan dengan
penelitian yang akan dilakukan.
Sesuai dengan judul penelitian ini.Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
primer dan sekunder.Sumber data primer yaitu kepala madrasah dan tenaga kependidikan sekolah sebagai informan dimana
data tersebut dirumuskan dalam bentuk catatan pengamatan lapangan dan transkip
wawancara.Sedangkan data sekunder yaitu seluruh rincian dari kegiatan kerja
kapala madrsah dan tenaga kependidikan.
5.
Prosedur Pengumpulan Data
Kualitas
data di tentukan oleh kualitas alat pengambil data atau alat pengukurnya, maka
prosedur yang di tuntut oleh metode pengambilan data yang di gunakan harus
dipenuhi secara tertib.
Pengumpulan
data dalam penelitian kualitatif ada tiga yaitu:
1. Metode Observasi
Nasutiaon dalam Sugiono menyatakan
bahwa, observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan.[39]
Jenis observasi dibagi menjadi dua bagian:
2. Observasi Partisipan
Dalam
observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang
diminati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan
pengamatan, peneliti sambil ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data
dan ikut merasakan suka dukanya. Dengan observasi partisipan ini, maka data
yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam dan sampai mengetahui pada tingkat
makna setiap perilaku yang nampak.
3. Observasi Non Partisipan
Peneliti
dalam observasi non partisipan ini tidak terlibat langsung dengan aktivitas
orang-orang yang diamati dan hanya sebagai pengamat independen.Dalam hal ini,
peneliti mencatat, menganalisis dan selanjutnya dapat membuat kesimpulan
tentang perilaku orang-orang yang diteliti.
Pengumpulan
data dengan observasi non partisipan ini tidak akan mendapatkan data yang
dalam, dan tidak sampai pada tingkat makna. Makna adalah nilai-nilai dibalik
perilaku yang tampak, yang terucap, dan tertulis.
Observasi
yang dilaksanakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data yang sesuai dengan
sifat penelitian yakni dengan menggunakan observasi non partisipan. Hal ini
dikarenakan peneliti tidak menjadi bagian dari sekolah SMK Miftahul Qulub
Polagan Galis Pamekasan
1. Metode Wawancara
Wawancara
adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan tersebut dilakukan oleh
dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer)
yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan
jawaban atas pertanyaan yang diajukan.[40]
Dapat
disimpulkan bahwa wawancara merupakan suatu bentuk kegiatan tanya jawab, yang
berupa pertanyaan-pertanyaan kepada informan untuk memperoleh informasi atau
data. Pada proses wawancara mempunyai dua kegiatan penting yang dilakukan
sekaligus yaitu bertanya dan mencatat jawaban hasil dari wawancara.
Wawancara
ada dua jenis, yaitu wawancara terstruktur dan tidak terstruktur. Wawancara
terstruktur merupakan pedoman wawancara yang mana pertanyaan pertanyaannya
telah dirumuskan terlebih dahulu, dan informan diharapkan menjawab dalam
hal-hal kerangka wawancara dan definisi atau ketentuan dari masalah.[41]
Sedangkan
wawancara tidak terstruktur merupakan pedoman wawancara pedoman wawancara yang
hanya memuat garis besar yang akan ditanyakan, wawancara di sini dituntut untuk
lebih berkreatifitas agar dapat memperoleh hasil wawancara yang bagus. Peneliti
dalam penelitian ini menggunakan wawancara
tidak terstruktur.[42]
Untuk
memperjelas kedua pedoman wawancara tersebut maka penulis penting kiranya untuk
memaparkan satu persatu terkait pedoman wawancara yang digunakan oleh
peneliti.Secara umum yang dimaksud dengan wawancara merupakan cara menghimpun
bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan
secara sepihak, berhadapan muka dan dengan arah serta tujuan yang telah di
tentukan.
Sebagaimana
telah dipaparkan diatas bahwa secara garis besar ada dua macam pedoman
wawancara:
a. Pedoman wawancara tidak terstruktur
Yaitu
pedoman wawancara yang hanya membuat garis besar yang akan di tanyakan.
b. Pedoman wawancara terstruktur
Yaitu
pedoman wawancara yang di susun secara terperinci sehingga merupai chek-klist
(tanda taftar), pewawancara tinggal membutuhkan tanda
(check) pada nomor yang sesuai.
Wawancara secara langsung melalui cara
bertemu langsung dengan narasumber. Dengan wawancara ini dimaksudkan agar
peneliti dapat menggali secara mendalam informasi secara langsung mengenai
penerapan standar etika jabatan publik dalam lembaga pendidikan di SMK Miftahul
Qulub Polagan Galis Pamekasan.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis wawancara tidak
terstruktur. Agar peneliti dapat menanyakan secara lebih mendalam dan lebih
terbuka serta bertujuan mencari jawaban yang sempurna dalam penelitian ini.
Sedangkan yang menjadi sasaran wawancara dalam penelitian ini adalah kepala
madrasah di SMK Miftahul Qulub Polagan Galis Pamekasan. Adapun hal yang akan
ditanyakan dalam pelaksanaan wawancara ini merupakan hal yang berkaitan dengan
judul penelitian.
1. Metode Dokumentasi
Tidak
kalah penting dari metode-metode lain, Dokumentasi adalah merupakan setiap
bahan tulisan, film, atau catatan peristiwa yang telah berlalu yang tidak
dipersiapkan karena adanya permintaan seorang peneliti.[43]
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu baik berbentuk
tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.[44]
Dokumentasi ialah teknik pengumpulan data dan informasi melalui pencarian dan
penemuan bukti-bukti dalam arti metode pengumpulan data yang berasal dari
sumber non manusia.[45]
Metode dokumentasi diantara kegiatannya mencari data mengenal hal-hal atau
bukti-bukti tertulis yang berupa catatan transkip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen, rapat, lengger, agenda dan sebagainya.[46]
Jadi,
metode dokumentasi ini dapat diperjelas oleh peneliti bahwa dokumentasi merupakan
cara atau metode mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa
catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, lengger,
agenda dan sebagainya. Metode ini tidak begitu sulit, dalam artian apabla ada
kekeliruan sumber datanya masih tetap belum berubah.
Dalam
penggunaan metode dokumentasi, peneliti memegang chek-klist untuk
mencari variabel yang sudah ditentukan, apabila terdapat/muncul variabel yang
dicari. Maka penelitian tinggal membutuhkan tanda check atau tally
ditempat yang sesuai. Untuk mencatat hal-hal yang bersifat bebas atau belum
ditentukan dalam daftar variabel peneliti menggunakan kalimat bebas.[47]
1. Analisis
Data
Analisis Analisis data kualitatif adalah
bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh,
selanjutnya dikembangkan pola hubungan tertentu atau menjadi hipotesis.
Berdasarkan hipotesis yang dirumuskan berdasarkan data tersebut, selanjutnya
dicarikan data lagi secara berulang-ulang sehingga selanjutnya dapat
disimpulkan apakah hipotesis tersebut diterima atau ditolak berdasarkan data
yang terkumpul.[48]
Data yang akan dianalisis yaitu melalui
hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi. Adapun tahap-tahap analisis data
yaitu sebagai berikut:
a. Reduksi Data
Reduksi data adalah suatu bentuk analisis
yang mempertajam, merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada
hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu.[49]
b. Penyajian Data
Penyajian data dapat disebut juga dengan
display. Dalam penelitian kualitatif,
penyajian data bisa dilakuan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan
antara kategori, flowchart dan
sejenisnya. Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan peneliti untuk
memahami apa yang terjadi dan merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang
telah difahami tersebut.[50]
c. Kesimpulan/verifikasi
Langkah ketiga dalam analisis data
kualitatif menurut Miles and Huberman adalah penarikan kesimpulan dan
verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang diharapkan adalah
temuan berupa deskripsi suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau
gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas.[51]
Dalam penelitian kualitatif mungkin
dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, akan tetapi mungkin
juga tidak. Karena masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara
dan akan berkembang setelah peneliti berada dilapangan.
2. Pengecekan
Keabsahan Data
Untuk
Untuk mengetahui keabsahan data-data yang di dapat maka peneliti berusaha untuk
mengecek ulang secara teliti supaya penelitian yang dilakukan ada artinya dan
sesuai dengan fakta yang terjadi di lapangan. Teknik-teknik yang dilakukan
peneliti untuk mengukur keabsahan data adalah sebagai berikut:
1.
Perpanjangan
keikutsertaan. Sebagai mana yang telah dikemukakan, keikutsertaan peneliti
sangat menentukan dalam pengumpulan data.Artinya perpanjangan keikutsertaan,
peneliti memiliki kesempatan di lapangan penelitian sampai peneliti marasa
jenuh atas pengumpulan data yang di lakukan.
2.
Ketekunan
pengamatan. Penelitin mencari secara konsisten interpretasi dengan berbagai
cara dalam kaitan dengan proses analisis yang tetap tidak berubah atau masih
dapat berubah.
3.
Trianggulasi.
Teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu
untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik
trianggulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber
lainnya.
4.
Pemeriksaan
sejawat melalui diskusi. Teknik ini dilakukan dengan cara mengekspost hasil
sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan
rekan-rekan sejawat.
5.
Analisis
kasus negatif. Teknik analisi kasus negatif dilakukan dengan jalan mengumpulkan
contoh dan kasus yang tidak sesuai dengan pola dan kecenderungan informasi yang
telah dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan perbandingan.
6.
Pengecekan
anggota. Pengecekan anggota yang terlibat dalam proses pengumpulan data sangat
penting dalam pemeriksaan derajat kepercayaan.
7.
Uraian
rinci. Dalam penelitian kualitatif hal ini dilakukan dengan cara uraian rinci.
Keteralihan bergantung pada pengetahuan seorang peneliti tentang konteks
pengirim dan konteks penerima.
8.
Auditing.
Merupakan konsep bisnis, khususnya di bidang fiskal yang dimanfaatkan untuk
memeriksa kebergantungan dan kepastian data. Hal itu dilakukan baik terhadap
proses maupun terhadap hasil keluaran.[52]
3. Tahap-tahap
Penelitian
Tahap-tahap penelitian
yang ditempuh dalam penelitian ini dikatagorikan menjadi tiga tahap, yaitu:
1.
Tahap
pra lapangan, terdiri dari menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan
penelitian, mengurus perizinan, menjajaki dan memulai keadaan lapangan, memilih
dan memanfaatkan informasi, menyiapkan penelitian dan mengantisipasi lapangan
penelitian.
2.
Tahapan
pengerjaan lapangan, terdiri dari memahami latar penelitian dan persiapan diri,
memasuki lapangan, berperan serta sambil mengumpulkan data.
3.
Tahap
analisis data, meliputi kegiatan organisasi kategori data, serta kategorisasi
dengan maksud memilih data sesuai dengan fokus penelitian sekaligus untuk
memudahkan dalam mendeskripsikan data.
Dalam penyusunan laporan ini
peneliti menyusun data kerangka dan isi laporan hasil penelitian, kemudian
disimpulkan dalam bentuk karya ilmiah, yaitu berupa laporan hasil penelitian
dengan mengacu pada pedoman penulisan karya ilmiah Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Madura
I. Daftar Rujukan
Qomar, Mujamil. Manajemen
Pendidikan Islam, Malang: Erlangga, 2007.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2013.
Sutrisno, Edy. Budaya Organisasi, Jakarta:
Kecana, 2010.
Beni Ahmad Saebani, Afifuddin, Metodelogi
Penelitian Kualitatif, Bandung: Pustaka Setia, 2012.
Buna’i, Metodelogi Penelitian
Pendidikan, Pamekasan: STAIN Press, 2006.
Fauzan Almanshur, M. Djunaidi Ghony, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media 2014.
J. Moleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2011
Moleong, Metodologi Penelitian
Kualitatif, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2014.
Sugiyono, Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R dan D, Bandung: Alfabeta, 2012.
Sugiyono, Metode Penelitian
Kuantitatif dan R & D, Bandung: Alfabeta, 2011.
Syafar, Djunawir. Birokrasi Perilaku dan
Budaya Organisasi dalam Lembaga Pendidikan Islam Roudlotul Athfal UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, (Jurnal: Manajemen
Pendidikan Islam Volume 2, Nomor 2, November 2017/1439
Sodiah, Nurhikmah. Euis. Etika Kerja Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan
Kinerja Guru, Tadbir:
Jurnal Studi Manajemen Pendidikan, Vol. 1, No. 02, 2017.
Leslie W. Rue, George R. Terry. Dasar-Dasar
Manajemen, Jakarta: Bumi Aksara, 2015.
Andang. Manajemen & Kepemimpinan
Kepala Sekolah, Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIa, 2014.
Manab, Abdul. Manajemen Kurikulum Pembelajaran DI Madrasah.
Yogyakarta: Kalimedia, 2015.
Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2011.
Shulhan, Muwahid. & Soim, Manajemen Pendidkan Islam, Yogyakarta:
Teras, 2013.
Ngalim
Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007.
Mulyasa. Manajemen & Kepemimpinan
Kepala Sekolah, Jakarta: Bumi Aksara, 2013.
Musfah, Jejen. Manajemen pendidikan:
teori Kebijakan, dan Praktik, Jakarta: Kencana, 2015.
Danim, Sudarwan. Kepemimpinan
Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2010.
Usman, Husaini. Kepemimpinan
Kepala Sekolah/Madrasah di Abad Ke-21, Jurnal: Tenaga Kependidikan Vol. 5 No. 2 Agustus,
2010.
Siswanto. Etika Profesi Guru
Pendidikan Agama Islam, Surabaya: Pena Salsabila, 2013.
Naim, Ngainun & Ahmad Syauqi. Pendidikan
Multikultural: Konsep dan Aplikasi, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008.
Muwahid Shulhan & Soim, Manajemen Pendidkan Islam, Yogyakarta:
Teras, 2013.
Aedi, Nur. Manajemen Pendidik &
Tenaga Pendidikan, Yogyakarta: Gosyen Publishing, 2016.
George R. Terry dan Leslie W. Dasar-Dasar
Manajemen, Jakarta: Bumi Aksara, 2015.
Atiqullah. Manajemen &
Kepemimpinan Pendidikan Islam, Surabaya: Pena Salsabila, 2012.
Abuddin Nata, Haji. Akhlak Tasawuf
dan Karakter Mulia, Jakarta: Rajawali Perss, 2015.
[1] Mulyasa. Manajemen
& Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hlm. 58
[2] H. Abuddin
Nata. Akhlak Tasawuf dan karakter Mulia, (Jakarta: rajawali Pers, 2015),
hlm. 81-83
[3] Siswanto. Etika
Profesi Guru Pendidikan Agama Islam, (Surabaya: Pena Salsabila, 2013), hlm.13-14
[4] H. . Abuddin
Nata. Akhlak Tasawuf dan karakter Mulia,hlm. 77-78
[5] Atiqullah. Manajemen
& Kepemimpinan Pendidikan Islam, (Surabaya: Pena Salsabila, 2012) ,hlm.
31-34
[6] Sodiah, Euis
Nurhikmah. Etika Kerja Kepala Sekolah Dalam
Meningkatkan Kinerja Guru, (TADBIR : Jurnal Studi Manajemen Pendidikan, Vol. 1,
No. 02, 2017), hlm. 163
[7] Andang. Manajemen
& Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIa, 2014), hlm.
54-56
[8]Sodiah, Euis Nurhikmah. Etika Kerja Kepala Sekolah Dalam
Meningkatkan Kinerja Guru, (TADBIR : Jurnal Studi Manajemen Pendidikan, Vol. 1,
No. 02, 2017), hlm. 167
[9] Djunawir Syafar, Birokrasi, Perilaku
dan Budaya Organisasi dalam Lembaga Pendidikan Islam Roudlotul Athfal UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, (Jurnal: Manajemen
Pendidikan Islam Volume 2, Nomor 2, November 2017/1439
[10] Jejen Musfah. Manajemen
pendidikan: teori Kebijakan, dan Praktik, (Jakarta: Kencana, 2015), hlm.
314-315
[11] George R.
Terry dan Leslie W. Dasar-Dasar Manajemen, (Jakarta: Bumi Aksara, 2015),
hlm. 197
[12] Sudarwan
Danim. Kepemimpinan Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 160-162
[13] Mujammil
Qomar. Manajemen Pendidikan Islam, (Malang: Errlangga, 2007), hlm. 279
[14] Ibid, hlm.
288-289
[15] Husaini Usman. Kepemimpinan Kepala
Sekolah/Madrasah di Abad Ke-21, (Jurnal: Tenaga Kependidikan Vol.5 No. 2 Agustus,
2010), hlm. 3-4
[16] Andang. Manajemen
& Kepemimpinan Kepala Sekolah,hlm. 56
[17] Edy Sutrisno, Budaya Organisasi, (Jakarta: Kecana, 2010), hlm.
70-73
[18] Siswanto. Etika
Profesi Guru Pendidikan Agama Islam, hlm. 12
[19] H. Abuddin
Nata. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: Rajawali Perss,
2015), hlm. 76
[20] Sodiah, Euis
Nurhikmah. Etika Kerja Kepala Sekolah Dalam
Meningkatkan Kinerja Guru, (TADBIR : Jurnal Studi Manajemen Pendidikan, Vol. 1,
No. 02, 2017), hlm.168
[21] Rafsel
Tas’adi, “Pentingnya Etika Dalam Pendidikan.” Jurnal Ta’dib, Vol. 17,
No. 2 (Desember, 2014), hlm. 193
[22] H. Abuddin
Nata. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, hlm. 77
[23] Siswanto. Etika
Profesi Guru Pendidikan Agama Islam, hlm. 15
[24] Ngainun Naim
& Ahmad Syauqi. Pendidikan Multikultural: Konsep dan Aplikasi, (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2008), hlm. 119-121
[25] Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada, 2011), hlm. 81-82.
[26] Muwahid
Shulhan & Soim, Manajemen Pendidkan
Islam, (Yogyakarta: Teras, 2013), hlm. 81-82.
[27]Wahjosumidjo, Kepemimpinan
Kepala Sekolah, Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya, (Jakarta: PT .
RajaGrafindo Persada, 1999), hlm. 81.
[28]Wahjosumidjo, Kepemimpinan
Kepala Sekolah, Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya, (Jakarta: PT .
RajaGrafindo Persada, 1999), hlm. 83.
[29] Sodiah, Euis
Nurhikmah. Etika Kerja Kepala Sekolah Dalam
Meningkatkan Kinerja Guru, (TADBIR : Jurnal Studi Manajemen Pendidikan, Vol. 1,
No. 02, 2017), hlm.171-173
[30] Nur Efendi. Islamic
educational leadership, (Yogyakarta: Kalimedia, 2017), hlm. 18-19
[31] Abdul Manab. Manajemen Kurikulum
Pembelajaran DI Madrasah, (Yogyakarta: Kalimedia, 2015), hlm.
130-141
[32] Mulyasa. Manajemen
& Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hlm. 58
[33] Mulyasa. Manajemen
& Kepemimpinan Kepala Sekolah, hlm. 58-59
[34]Lexy J. Moleong, Metodologi
Penelitian Kualitatif, (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2011),. hlm. 4.
[35]Ibid, hlm. 11
[36]Moleong, Metodologi Penelitian
Kualitatif, hlm. 169
[37]Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta:
PT Rineka Cipta, 2013), hlm. 172.
[39]Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R dan D, (Bandung:
Alfabeta, 2012), hlm. 226
[40]Moleong, Metodologi Penelitian, hlm. 186.
[41]M. Djunaidi Ghony & Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media 2014). hlm. 182.
[43]Ghony &Almanshur, Metodologi
Penelitian Kualitatif, hlm. 199.
[44]Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R dan D,
hlm. 240.
[45]Afifuddin & Beni Ahmad Saebani, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung:
Pustaka Setia, 2012), hlm. 141.
[46]Buna’i, Metodelogi Penelitian Pendidikan (Pamekasan: STAIN Press,
2006), hlm. 107.
[47]Arikunto, Prosedur penelitian., hlm. 274-275
[48]Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R dan D, hlm.245.
[49]M. Djunaidi Ghony & Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif, hlm. 338.
[52]Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), hlm. 327- 338.