Tuesday 12 March 2019

Bagaimana bentuk peradaban Islam pada Masa Rasulullah periode Mekah


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Sejarah merupakan suatu rujukan yang sangat penting untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik. Berkaitan dengan itu kita bisa mengetahui kejadian-kejadian yang terjadi pada masa lalu, terutama bagi umat Islam. Perkembangan Islam pada masa Nabi Muhammad Saw.. melalui berbagai macam cobaan dan tantangan yang dihadap untuk menyebarkannya. Islam berkembang dengan pesat hampir semua lapisan masyarakat dipegang dan dikendalikan oleh Islam. Perkembangan Islam pada zaman inilah merupakan titik tolak perubahan peradaban Islam kearah yang lebih maju.
Pada awal mula Nabi Muhammad mendapatkan wahyu dari Allah SWT. yang isinya menyeru manusia untuk beribadah kepadanya, mendapat tantangan yang besar dari berbagai kalangan Quraisy. Hal ini terjadi karena pada masa itu kaum Quraisy mempunyai sesembahan lain yaitu berhala-berhala yang dibuat oleh mereka sendiri. Karena keadaan yang demikian itulah, dakwah pertama yang dilakukan di Mekah dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi, terlebih karena jumlah orang yang masuk Islam sangat sedikit.
Keadaan ini berubah ketika jumlah orang yang memeluk Islam semakin hari semakin banyak, Allah pun memerintah Nabi untuk melakukan dakwah secara terang-terangan. Bertambahnya penganut agama baru yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw.  membuat kemapanan spiritual yang sudah lama mengakar di kaum Quraisy menjadi terancam. Karena hal inilah mereka berusaha dengan semaksimal mungkin mengganggu dan menghentikan dakwah tersebut. Dengan cara diplomasi dan kekerasan mereka lakukan. Merasa terancan, Allah Swt. memerintahkan Nabi Muhammad beserta kaum muslim lainnya untuk berhijrah ke kota Madinah. Disinilah babak baru kemajuan Islam dimulai.

B.       Rumusan Masalah
1.    Bagaimana bentuk peradaban Islam pada Masa Rasulullah periode Mekah?
2.    Bagaimana bentuk peradaban Islam pada Masa Rasulullah periode Madinah?
C.      Tujuan Makalah
1.    Untuk mengetahui bentuk peradaban Islam pada Masa Rasulullah periode Mekah.
2.    Untuk mengetahui bentuk peradaban Islam pada Masa Rasulullah periode Madinah.















BAB II
PEMBAHASAN
A.      Bentuk Peradaban Islam pada Masa Rasulullah periode Mekah    
Periode pertama dimulai sejak Nabi Muhammad berada di Mekah yakni sejak ia menerima wahyu  pertama sebagai pertanda diangkatnya Muhammad sebagai nabi. Pada periode pertama (Mekkah) Nabi hanya menyampaikan hal-hal yang berhubungan dengan persoalan keimanan dan akhlak. Hal ini sesuai dengan kondisi masyarakat Arab saat itu, yang jauh dari nilai-nilai religius dan nilai-nilai kemanusiaan. Dari segi kepercayaan masyarakat Arab saat itu menganut agama pagan, sementara nilai kemanusiaan sudah tidak ada artinya lagi, terutama nasib wanita dan kaum budak.[1]
Pokok pembinaan pendidikan Islam di kota Makkah adalah pendididkan tauhid, titik beratnya adalah menanamkan nilai-nilai tauhid kedalam jiwa setiap individu muslim, agar jiwa mereka terpancar sinar tauhid dan tercermin dalam perbuatan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari[2]
Muhammad mulai menerima wahyu dari Allah sebagai petunjuk dan instruksi untuk melaksanakan tugasnya, sewaktu Beliau telah mencapai umur 40 tahun, yaitu pada tanggal 17 Ramadan tahun 13 sebelum Hijrah (6 Agustus 610 M).[3] Petunjuk dan instruksi tersebut berbunyi:
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ   t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ   ù&tø%$# y7š/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ   Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ   zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷ètƒ ÇÎÈ  
"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah demi Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Q.S. Al-Alaq [96]: 1-5)[4]
Kemudian disusul dengan wahyu yang berikutnya, yang berbunyi:
$pkšr'¯»tƒ ãÏoO£ßJø9$# ÇÊÈ   óOè% öÉRr'sù ÇËÈ   y7­/uur ÷ŽÉi9s3sù ÇÌÈ   y7t/$uÏOur öÎdgsÜsù ÇÍÈ   tô_9$#ur öàf÷d$$sù ÇÎÈ   Ÿwur `ãYôJs? çŽÏYõ3tGó¡n@ ÇÏÈ   šÎh/tÏ9ur ÷ŽÉ9ô¹$$sù ÇÐÈ  
“Hai orang yang berkemul (berselimut). Bangunlah, lalu berilah peringatan!. Dan Tuhanmu agungkanlah!. Dan pakaianmu bersihkanlah. Dan perbuatan dosa tinggalkanlah. Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah”(Q.S. Al-Mudassir [74]: 1-7).[5]
Perintah dan petunjuk tersebut pertama-tama tertuju kepada Muhammad SAW. tentang apa yang harus ia lakukan, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap umatnya. Itulah petunjuk awal kepada Nabi Muhammad SAW. agar Beliau memberikann peringatan kepada umatnya. Kemudian bahan/materi diturunkan secara berangsur-angsur, sedikit demi sedikit. Setiap kali menerima wahyu, segera ia sampaikan kepada umatnya, diiringinya penjelasan-penjelasan dan contoh-contoh bagaimana pelaksanaannya.[6]
Karakteristik priode Mekah ini tercermin dalam ayata-ayat al-Qur’an yang turun. Selama periode Mekah (13 tahun) Al-Qur’an tak pernah sekalipun memberikan perintah untuk berperang. Ia hanya memerintahkan umat Islam untuk bersabar, tekun dan suka memaafkan. Orang Islam hanya diizinkan untuk berperang baru pada akhir priode ini agar mereka berhasil hijrah ke madinah. Sehingga pada awal-awal priode ini wajar ketika umat islam hanya defensif, memeprtahankan diri, dan sabar terhadap kekerasan masyarakat Quraisy.[7]
Selama periode Mekkah ini Nabi Muhammad hanya berfungsi sebagai Rasul yang mengajak masyarakat memeluk islam. Selama periode ini hanya beberapa orang saja yang memeluk islam, itupun harus dikejar-kejar dan disakiti oleh orang-orang Quraisyi. Diantara mereka yang memeluk Islam pertama kali adalah: Khadijah (istri beliau), Ali b. Abi Thalib, Abu bakar, Zaid (bekas budak yang menjadi anak angkat beliau), Ummu Aiman (pengasuh Nabi). Kemudian di ikuti dengan sahabat yang lain seperti: Usman b. Affan, Zubair b. Awwam, Abbdurrahman b. Auf, Saad b. Abi Waqaf dan Thallah b. Ubaidillah, mereka dibawa oleh Abu Bakar langsung masuk Islam dihadapan Nabi.[8]
Pada masa permulaan turunnya al-Qur’an, sewaktu Nabi Muhhammad SAW. mengajarkan Islam secara sembunyi-sembunyi, para sahabat mempelajari al-Qur’an di suatu rumah (rumah Arqam bin Abi al-Arqam). Mereka berkumpul membaca al-Qur’an memahami kandungan setiap ayat yang diturunkan Allah dengan jalan bermudarasah dan bertadarus. Setelah Umar bin Khattab memeluk Agama Islam mereka dengan bebas membaca dan mepelajari al-Qur’an. Nabi Muhhammad SAW. selalu menganjurkan kepada para sahabatnya supaya al-Qur’an dihafal dan selalu dibaca, dan diwajibakan membacanya dari ayat-ayatnya dalam shalat, sehingga kebiasaan membaca al-Qur’an tersebut merupakan bagian dari kehidupan mereka sehari-hari, menggantikan kebiasaan mereka membaca syair-syair indah pada pada masa sebelum Islam.[9]
Untuk menghibur nabi yang sedang ditimpa duka, Allah mengisra’ dan memikrajkan beliau pada tahun ke-10 kenabian itu. Berita tentang Isra’ dan Mikraj ini menggemparkan masyarakat Makkah. Bagi orang kafir, ia dijadikan bahan propaganda untuk mendustakan Nabi. Sedangkan, bagi orang yang beriman, ia merupakan ujian keimanan.[10]
Penyiksaan orang-orang quraisyi terhadap kaum muslimin semakin menjadi-jadi, sejak turunnya perintah agar Muhammad menyebarkan islam secara terang-terangan, puncaknya terutama sejak dua pahlawan yang menjadi benteng Muhammad meninggal dunia, mereka adalah Khadijah (istri Nabi) dan Abu Thalib (pamannya). Namun demikian kaum muslimin dengan keteguhan iman dan penuh kesabaran tak bergeming dengan apapun yang dilakukan orang-orang Quraisyi. Hingga akhirnya mereka merasakan kebebasan ketika hijrah ke Madinah.[11]
   Terdapat beberapa faktor mengapa orang-orang kafir Quraisyi menolak ajaran Islam hingga mereka memusuhi islam:
1.      Secara politis, mereka tidak bisa membedakan antara kenabian dan kekuasaan. Mereka menganggap dengan tunduknya kepada Muhammad dan menerima ajarannya berarti tunduk pula kepada Bani Abdul Mutallib. Disinilah tampak betapa Ashabiyah terhadap kelompok mereka sangat tinggi.
2.      Secara sosial, menganggap bahwa ajaran Muhammad sangat bertentangan dengan realitas orang Arab. Ajaran Muhammad menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan hamba sahaya. Keberatan ini terutama dari kelompok bangsawan, sebab dimasyarakat Arab telah terjadi stratifikasi budak menjadi hal biasa.
3.      Secara religius, apa yang dibawa Muhammad khususnya tentang kebangkitan kembali dan pembalasan di hari akhir, disamping bertentangan dengan keyakinan mereka selama ini, juga telah menimbulkan ketakutan luar biasa bagi mereka, akibat perilaku mereka yang tidak kenal nilai-nilai kemanusiaan.
4.      Secara ideologis,  taklid terhadap nenek moyang sudah berurat berakar pada bangsa Arab.
5.      Secara ekonomis, mereka merasa dirugikan  karena dalam ajaran Islam dikenalkan istilah halal haram yang selama ini mereka tidak mengenalnya. Kebiasaan riba (rentenir) dan mengkeruk keuntungan dari orang yang tak berdaya (kelompok hamba sahaya dan mereka yang tidak berdaya secara ekonomi adalah menjadi kegemaran masyarakat Arab.[12]   
Dalam perjalanan Nabi ke Yatsrib Nabi ditemani oleh Abu Bakar. Ketika tiba di Quba, sebuah desa yang jaraknya sekitar 5 km dari Yatsrib, nabi istirahat beberapa hari lamanya. Dia menginap di rumah Kalsum bin Hindun. Di halaman rumah ini nabi membangun sebuah masjid. Inilah masjid pertama yang dibangun nabi, sebagai pusat peribadatan. Tak lama kemudian, Ali menggabungkan diri dengan nab, setelah menyelesaikan segala urusan di Makkah. Sementara itu, penduduk Yatsrib dan penduduk kota ini mengelu-elukan kedatangan beliau dengan penuh kegembiraan. Sejak itu, sebagai penghormatan terhadap nabi nama kota Yatsrib diubah menjadi Madinatun Nabi (Kota Nabi) atau sering pula disebut Madinatul Munawwarah (Kota yang bercahaya. Karena dari sanalah sinar Islam memancar keseluruh dunia. Dalam istilah sehari-hari, kota ini cukup disebut Madinah saja.[13]
B.       Bentuk peradaban Islam pada Masa Rasulullah periode Madinah
Selama 13 tahun Rasuullah Muhammad SAW. Menghabiskan waktu di Mekkah, namun pengikutnya tidak begitu banyak, akibat tekanan dari kelompok Quraisy, Hingga Beliau memerintahkan pengikutnya untuk hijrah ke Madinah. Menjelang Hijrahnya Rasul ke Madina terdapat kejadian penting yang tidak bisa dilupakan oleh umat Islam sebagai awal pembentukan komonitas politik Islam. Peristiwa tersebut adalah terjadinya bai’ah aqabah pertama dan kedua.[14]
Pada baiah aqabah pertama terdapat 6 orang Madinah pada musim haji menghadap Rasulullah dan menyatakan diri sebagai pemeluk Islam. Mereka menyatakan tunduk pada kebenaran Allah dan Rasul-nya serta taat pada kebenran. Disamping itu mereka menyatakan kesediaannya melindungi Beliau, melindungi wanita dan anak-anak. Mereka menjamin Beliau dan meminta untuk menyatakan perang secara tegas. Satu tahun kemudian datanglah orang Madinah (Yatsrib) membai’ah kepada Rasul, yang dalam sejarah islam sering disebut sebagai dengan bai’ah Aqabah kedua. Isi bai’ah tersebut sebagaimana pada bai’ah pertama, termasuk ketaatan mereka menerima standar moralitas baru yang merupakan dasar adanya masyarakat yang mulia. Disamping itu pada bai’ah kedua ini semakain di pertegas tentang kesiapan mereka membantu prdamian dan kesiapan berperang melawan musuh yang lebih dahulu memerangi agama Islam dan pemerintahan yang akan dibentuk kemudian.[15]
Sebelum hijrah ke Madinah (nama sebelumya adalah Yasrib) telah banyak di antara penduduk kota ini memeluk Islam. Penduduk Madinah pada mulanya terdiri dari suku-suku bangsa Arab dan bangsa Yahudi, yang saling berhubungan dengan baik. Dari bangsa Yahudi tersebut suku-suku bangsa Arab sedikit banyak mengenal Tuhan, agama Ibrahim dan sebagainya. Sehingga setelah ajaran islam sampai kepada mereka, agak mudah mereka menerimanya.[16]
Hijrah tersebut memiliki makna filosofis yang mendalam yaitu sebagai sebuah strategi Rasul dalam rangka menciptakan komonitas muslim yang mandiri dengan memiliki otoritas politik yang independen.[17] Suatu kenyataan bahwa hijrah Rasulallah beserta pengikutnya ke madinah, akibat dari dua bai’ah tersebut. Sehingga dapat dikatan bahwa bai’ah tersebut merupakan pondasi atau setidaknya embiro munculnya pemerintahan Islam.[18]
Hijrah  dari mekkah  ke  madinah  tidak  hanya  ingin  menghindar  dari  tekanan  kaum Quraisy  akan  tetapi  ini  sebagian  dari  taktik  Rasulullah  Saw  untuk menyebarluaskan islam mengatur dan menyusun kembali kekuatan dalam menghadapi tantangan-tantangan yang lebih lanjut sehingga akhirnya nanti terbentuklah masyarakat baru.[19] Setelah terjadinya hijrah yang di awali peristiwa bai’ah aqabah tersebut berarti elemen essensial bagi masyarakat politik (negara) terpenuhi. Elemen tersebut antara lain adalah: pertama adanya ikatan dengan suatu wilayah dalam hal ini adalah Madinah. Dengan diterimanya Nabi oleh penduduk Madinah secara otomatis terdapat ikatan dengan wilayah tersebut. Dengan tercapainya unsur wilayah mereka merasa aman dalam mengamalkan ajaran islam, mereka dapat hidup secara damai, mempunyai otoritas dan mengawasi serta mengembangkan sumber-sumber ekonomi sendiri. Serta menumbuhkan kebersamaan bagi tiap individu untuk menumbuhkan solidaritas dan bekerjasama untuk kebaikan. Elemen kedua masyarakat yang memiliki kesadaran sosial yakni kerjasama antara perasan dan pikiran untuk mencapai tuntuk mencapai tujuan umum. Mayarakat sosial dalam hal ini adalah masyarakat yang memiliki tanggung jawab yang tinggi dan rasa memiliki terhadap keamanan dan kenyamanan wilayah tersebut dari segala gangguan. Ketiga adalah institusi. Peristiwa hijrah tersebut telah merubah setatus masyarakat muslim yang dulunya hanya kumpulan masyarakat biasa menjadi masyarakat politik, yang memiliki otoritas politik. Sebab hijrah itu diikuti dengan kesepakatan-kesepakatan antara Nabi dan masyarakat Madinah.[20]
Pokok pembinaan pendidikan Islam di kota Madinah dapat dikatan sebagai pendidikan sosial dan politik. Yang merupakan kelanjutan dari pendidikan tauhid di Makkah, yaitu pembinaan dibidang pendidikan sosial dan politik agar dijawai oleh ajaran, merupakan cermin dan pantulan sinar tauhid tersebut.[21]
Periode kedua dakwah Nabi Muhammad di Madinah, ajaran Islam banyak berkenaan dengan persoalan kemasyarakatan. Hal ini berdasarkan wahyu yang turun kepada Nabi yang lebih banyak menekankan pada pembentukan dan pembinaan kemasyarakatan. Oleh karena itu kedudukan Nabi ketika di Madinah bukan hanya sebagai Rasul, melainkan juga kepala Negara. Dalam diri nabi terkumpul dua kekuasaan yaitu kekuasaan spiritual karena kapasitasnya sebagai Nabi dan kekuasaan duniawi dengan kapasitasnya sebagai kepala Negara. Dengan demikian kedudukan Nabi sebagai Rasul secara otomatis sebagai kepala negara.[22]
Proses  pengangkatan  Nabi  sebagai  pimpinan  (kepala  negara) ini  berdasarkan  kesepakatan  yang  disebut  dalam  perjanjian,  bukan berdasarkan  wahyu.  Dalam  ilmu  politik,  proses  ini  disebut “kontraksosial”.  Implikasi  bai’at  adalah  proteksi  dan  kerjasama  yang saling  menguntungkan.  Sama  halnya  masyarakat  kesukuan  menerapkan sebuah  sistem  politik  proteksi,  suku  yang  kuat  dapat  diminta  melindungi suku yang lemah.[23]
Dampak perubahan peradaban yang paling signifikan pada masa Rasulullah adalah perubahan tatanan sosial. Suatu perubahan mendasar dari masa amoral menuju moralitas yang beradab. Dalam tulisan Ahmad al-Husairy diuraikan bahwa peradaban pada masanabi dilandasi dengan asas-asas yang diciptakan sendiri oleh Nabi Muhammad di bawah bimbingan wahyu. Di antara dampak positifnya adalah dengan pembangunan masjid yang di kenal dengan masjid Nabawi.[24]
Dengan terbentuknya Negara Madinah, Islam semakin bertambah kuat. Perkembangan Islam yang pesat itu membuat orang-orang Makkah dan musuh-musuh Islam lainnya menjadi risau. Kerisauan ini akan mendorong orang-orang Quraisyi berbuat apasaja.untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan gangguan dari musuh nabi, sebagai kepala pemerintah, mengatur siasat dan membentuk pasukan tentara. Umat Islam diizinkan berperang dengan dengan dua alasan :
1)      Untuk mempertahankan diri dan melindungi hak miliknya dan
2)      Menjaga keselamatan dalam penyebaran kepercayaan dan mempertahankannya dari orang-orang yang menghalang-halanginya.[25]
Dalam sejarah Negara Madinah ini memang banyak terjadi peperangan sebagai upaya kaum Muslimin mempertahankan diri dari serangan musuh. Nabi sendiri, diawal pemerintahannya, mengadakan beberapa ekspedisi ke luar kota sebagai aksi siaga melatih kemampuan calon pasukan yang memang mutlak diperlukan untuk melindungi dan mempertahankan Negara yang baru dibentuk.perjanjian damai dengan berbagai kabilah disekitar Madinah juga diadakan dengan maksud memperkuat kedudukan Madinah.[26]
Adapun strategi yang di lakukan rosulullah adalah sebagai berikut:
1.        Membangun masjid
Pembangunan masjid ini merupakan bagian dari strategi dakwah pertama yang dilakukan oleh Rasulullah SAW untuk melebarkan sayap Islam, karena masjid memiliki peranan penting  dalam sejarah Islam. Di samping sebagai tempat untuk beribadah, masjid juga merupakan madrasah yang menghasilkan pemimpin Muslim yang berkompeten serta menjadi pembawa panji keislaman. Di sisi lain, masjid juga menjadi tempat pemilihan khalifah, baiat, dan diskusi tentang semua persoalan umat sekaligus menjadi pusat pemerintahan. Dari masjid pula lahirlah para pasukan tangguh. Di masjid ini pula Nabi menyambut utusan para suku dan delegasi para raja dan penguasa.[27]
Sebelum pembangunan masjid, unta yang dinaiki oleh Nabi Muhammad SAW. berlutut dilokasi tersebut. Tempat tersebut merupakan penjemuran kurma milik anak lelaki yatim dibawah pemeliharaan As’ad ibnu Zarrarah. Rasulullah berhasil membelinya dari mereka. Selanjutnya Rasulullah memerintahkan membuat batu bata, lalu dimulailah pembangunannya. Dalam pekerjaan ini Rasulullah SAW. sendiri langsung melibatkan diri untuk bekerja, dan memberikan semangat pada kaum Muslimin yang bekerja. Arah kiblat ditempatkan di sebelah kiri masjid yang menghadap ke arah Baitul-Maqdis.[28]  Selesai masjid d bangun, maka disekitarnya dibangun pula tempat-tempat tinggal sederhana, dan disesuaikan dengan petunjuk-petunjuk Nabi Muhammad SAW.[29]
2.        Mempersaudarakan anatara kaum Muhajirin dan kaum Anshar
Dalam melakasanakannya pendidikan ukhwah ini, Nabi Muhammad SAW. bertitik tolak dari struktur kekeluargaan yang ada pada masa itu. Nabi Muhammad SAW. berusaha untuk mengikatnya menjadi satu kesatuan yang terpadu. Ikatan pertama yang menghubungkan antarhati mereka adalah iman kepada Allah dan Rasulnya. Beliau menyakinkan kepada mereka bahwa “Umat yang beriman itu bersaudara, karenanya perbaikilah hubungan persaudaraan”. Mereka di persatukan karena Allah, artinya diikat oleh hubungan persaudaraan karena Allah tidak dengan yang lainnya.[30]
3.        Memprakarsai perjanjian piagam madinah
Untuk menjamin hak dan kewajiban setiap penduduk Madinah, Rasulullah SAW. meprakarsai penyusunan piagam perjanjian yang disebut piagam Madinah sebagai berikut:
3.1.Setiap golongan dari ketiga golongan penduduk Madinah memiliki hak pribadi, keagamaan, dan politik.
3.2.Setiap individu penduduk Madinah mendapat jaminan kebebasan beragama.
3.3.Seluruh penduduk Madinah yang terdiri dari kaum muslimin, yahudi, dan orang-orang Arab yang belum masuk Islam sesama mereka hendaklah saling membantu dalam bidang moral dan material
3.4.Rasulullah SAW. adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah. Segala perkara dan perselisihan besar yang terjadi di Madinah harus di ajukan kepada Beliau untuk diadili sebagaimana mestinya.
4.        Menggalang kekuatan untuk memeprtahankan Agama
        Meskipun dakwah Islam banyak di lakukan dengan cara lemah lembut, ternyata masih mendapat tantangan dan hambatan dari sebagian kelompok, bahkan kaum Yahudi secara terang-terangan melanggar Piagam Madinah dan bersekutu dengan kaum Quraisy. Oleh karena itu, Rasulullah SAW. terpaksa memebela diri dan mempertahankan Islam dengan meladeni mereka perang.[31]
Disamping yang tercantum dalam piagam Madinah tersebut, Nabi melalui khotbah wada’ (10H/631 M) menjelang wafat, beliau telah meletakkan dasar-dasar yang kuat bagi segala urusan Negara (Daflah Islamiyah). Pesan itu meliputi :
1.         Persaudaraan Islam, Persamaan derajat, dan permusyawaratan.
2.         Jaminan kehormatan jiwa, harta dan kehormatan pribadi manusia.
3.         Kewajiban memelihara dan menunaikan amanah.
4.         Keharusan memberikan modal usaha dari pada noda riba.
5.         Penetapan hak dan kewajiban timbal balik bagi suami istri.[32]



















BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Pada  17  Ramadhan  611  M,  di  Gua  Hira  Malaikat  Jibril  muncul  di  hadapan  Nabi Muhammad  untuk  menyampaikan  wahyu  Allah  SWT.  Nabi  di  perintahkan  untuk  mnyeru manusia  kepada  satu  agama  yaitu  Islam.  Masa dakwah  Rasulullah  terbagi  menjadi  dua  Fase yaitu Fase Makkah dan Madinah. 
Pada  Fase  Makkah  kebijakan  dakwa  Rasulullah  adalah  dengan  menonjolkan kepemimpinan  dengan  menonjolkan  aspek-aspek  keteladanannya.  Dakwah  yang  dilakukan oleh  Nabi  pada  Fase  ini  terbagi  menjadi  dua  yaitu  secara  sembunyi-sembunyi  dan  secara terang-terangan.
Pada Fase Madinah  ada  beberapa  bidang  yang dikembangkan  sebagai wujud dari upaya Nabi  untuk  membentuk  Negara  Islam  diantaranya  yaitu  pembentukan  sistem  sosial kemasyarakatan,  militer,  politik,  dakwah,  ekonomi,  dan  sumber  pendapatan  Negara.  Pada fase  ini Islam  menjadi agama  yang  sangat berkembang dengan  visi dan  misi  yang satu  yaitu menjadi  negara  Islamiah  dengan  pedoman  Al-qur’an dan Sunnah Nabi. Dan Nabilah yang memperkenalkan pertama kali konsep Negara Demokrasi yang sekarang banyak dianut  oleh negara-negara modern Islam maupun non Islam
B.       Saran
Demikianlah hasil makalah dari kelompok kami, tentu makalah ini tidak menutup kemungkinan ada beberapa kesalahan-kesalahan. Oleh sebab itu, kami selaku penulis dari makalah ini mengharapkan adanya kritik dan saran perbaikan dari makalah ini, khususnya kepada Dosen pengampu mata kuliah Sejarah Peradaban Islam demi kesempurnaan makalah-makalah selanjutnya. Penulis berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan  atau  wawasan terutama mengenai Islam pada Masa Rasulullah. Agar dapat dinilai sebagai ibadah oleh sang pencipta segala makhluk.

DAFTAR PUSTAKA
Agama RI, Kementerian. al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung: CV Pernerbit Jumanatul ‘Ali-Art (J-ART), 2004.

Al-Khudhari Bek, Muhammad.  Nurul yaqiin. Bandung: Sinar Baru, 1989.

Hasanah, Nor. Sejarah pradaban islam. Pamekasan: Stain pamekasan press, 2006.

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2013.

Zuhairini, Sejarah pendidikan islam, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013.

Ali, Ummu Salamah, Peradaban Islam Madinah”. KALIMAH, 2  (September 2017).

Hafiddin, Hamim, Pendidikan Islam Pada Masa Rosulula”. Tarbiya,1 (2015).

Taufikurrahman,  Pendidikan Era Rasulullah Di Mekkah Dan Madinah.” Al-Makrifat, 1 (April 2018).

Aysabdullah, Setrategi Dakwah Rosulullah di Madinah, lengakp!, https://aisyabdullah.blogspot.com/2017/08/strategi-dakwah-rasulullah-di-madinah.html?m=1, diakses pada 07 Maret 2019.













[1] Nor Hasanah, Sejarah pradaban islam,(pamekasan: Stain pamekasan press, 2006), hlm, 14-15
[2] Hamim Hafiddin, Pendidikan Islam Pada Masa Rosululah, Dalam Jurnal Tarbiya, vol. 1, No. 1 (2015), 24
[3] Zuhairini, Sejarah pendidikan islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013), hlm, 20.
[4] Kementrian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV Pernerbit Jumanatul ‘Ali-Art (J-ART), 2004)
[5] Ibid,
[6] Zuhairini, Sejarah pendidikan islam, 21.
[7] Nor Hasanah, Sejarah pradaban islam, 15
[8] Nor Hasanah, Sejarah pradaban islam, 15
[9] Zuhairini, Sejarah pendidikan islam, 29-30
[10] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2013), hal.24.
[11] Nor Hasanah, Sejarah pradaban islam, 15
[12] Ibid,16.
[13] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, 25.
[14] Nor Hasanah, Sejarah pradaban islam, 17.
[15] Nor Hasanah, Sejarah pradaban islam, 17.
[16] Zuhairini, Sejarah pendidikan islam, 32
[17] Nor Hasanah, Sejarah pradaban islam, 19.
[18] Ibid., 18.
[19] Taufikurrahman,  Pendidikan Era Rasulullah Di Mekkah Dan Madinah,  Dalam Jurnal  Al-Makrifat, vol. 3, No.1 (April 2018),71
[20] Nor Hasanah, Sejarah pradaban islam,  20-21.
[21] Hamim Hafiddin, Pendidikan Islam Pada Masa Rosululah, Dalam Jurnal Tarbiya, vol. 1, No. 1 (2015), 24.
[22] Nor Hasanah, Sejarah pradaban islam,  21.
[23] Taufikurrahman, Pendidikan Era Rasulullah Di Mekkah Dan Madinah,  71
[24] Ummu Salamah Ali, Peradaban Islam Madinah, Dalam jurnal KALIMAH, Vol.. 15, No. 2(September 2017), 197.
[25] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,27.
[26] Ibid.
[27] Ummu Salamah Ali, Peradaban Islam Madinah,197.
[28] Muhammad al-Khudhari Bek, Nurul yaqiin(Bandung: Sinar Baru, 1989), hlm,117-118.
[29] Zuhairini, Sejarah pendidikan islam, 34
[30] Nor Hasanah, Sejarah pradaban islam,  44.
[31] Aysabdullah, Setrategi Dakwah Rosulullah di Madinah, lengakp!, https://aisyabdullah.blogspot.com/2017/08/strategi-dakwah-rasulullah-di-madinah.html?m=1.Diakses pada 07 Maret 2019.
[32] Nor Hasanah, SejarahPeradaban Islam, 24.