BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam
mengarungi kehidupan, termasuk dalam memenuhi kebuTuhan bidang ekonomi, manusia
dihadapkan pada persoalan bagaimana menyikapi diri dan orang lain agar
terhindar dari prilaku negatif sehingga tidak merugikan diri dan orang lain
dalam beraktivitas. Untuk itu, manusia dibekali dengan norma, aturan, dan nilai
yang berasal dari Tuhan maupun hasil pemikiran manusia yang dapat dijadikan
sebagai kerangka acuan (term of reference) untuk bertindak dan memilih
prilaku yang baik atau yang buruk, benar atau salah, diperbolehkan atau
dilarang dan sebagainya.
Norma dan
nilai yang berkaitan dengan prilaku baik dan buruk serta benar dan salah
merupakan bahasan etika dan aturan yang terkait dengan perbuatan yang
diperbolehkan dan dilarang dapat ditemukan dalam bidang hukum. Etika mengkaji
tentang apa yang baik atau buruk juga tentang hak dan kewajiban moral.
Sedangkan moral merupakan ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan
(akhlak, kewajiban dan sebagainya).
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana sistem etika bisnis Islam?
2. Darimana sumber etika Bisnis Islam?
3. Apa peran dan tujuan etika bisnis Islam?
4. Bagaimana perbandingan sistem etika kontemporer dengan
sistem etika Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sistem Etika
Bisnis Islam
Sistem Etika
Bisnis Islam merupakan gabungan dari empat kata yaitu sistem, etika, bisnis dan
juga Islam. Sistem dapat diartikan sebagai perangkat unsur yang secara teratur
saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Etika ialah bidang
normative yang menegaskan secara tegas batas wilayah antara apa yang seharusnya dengan apa yang tidak seharusnyadilakukan seseorang.
Sedangkan bisnis ialah aktivitas guna meningkatkan nilai tambah barang dan
jasa. Jadi dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sistem etika
bisnis Islam adalah seperangkat pedoman yang digunakan umat Islam berdasarkan
al-qur’an dan hadits untuk berprilaku dalam segala aspek kehidupan termasuk
bisnis.
Etika bisnis
Islam datang untuk mengatasi keprihatinan ekonomi yang kini sering terjadi baik
di dunia Barat maupun di Timur, Islam sebagai agama fitrah dan rahmatan
lil’alamin memberikan solusi terbaik yang bisa mengatasi manusia dari
keterburukan. Islam menawarkan konsep bisnis yang bersih dari berbagai
perbuatan kotor dan tercela yang jauh dari keadilan, juga sebuah konsep yang
memiliki visi yang jauh ke depan. Namun demikian yang dikejar dalam Islam tidak
hanya keuntungan duniawi semata, tetapi keuntungan materi yang halal yang penuh
barakah yang akan membawa kebahagiaan di dunia dan akhirat.[1]
Secara umum
etika adalah ilmu normatif penuntun hidup manusia, yang memberi perintah apa
yang seharusnya kita kerjakan. Begitupun dalam Islam, etika memiliki tempat
yang tertinggi, karena pada dasarnya Islam diturunkan sebagai kode prilaku
moral dan etika bagi kehidupan manusia. Menurut pandangan Islam, etika
merupakan pedoman untuk berprilaku dalam segala bidang kehidupan. Dalam ekonomi
Islam, etika tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan kegiatan ekonomi.
Etika bisnis
Islami merupakan nilai-nilai etika Islam dalam aktivitas bisnis yang telah
telah disajikan dari perspektif Al-Qur’an dan Hadits, yang bertumpu pada
beberapa prinsip seperti, unity (kesatuan), equilibruium
(keseimbangan), freewill (kebebasan berkehendak), responsibility (tanggung
jawab) dan benevolence (kebenaran). Etika bisnis dianggap penting untuk
mengembalikan moralitas spiritualitas kedalam dunia bisnis.[2]
Etika Islam
beserta Prisipnya yang menunjukkan bahwa Islam memang agama yang syamil, lengkap
dan sempurna. Aturannya jelas dan aplikatif. Tidak ada satu halpun yang
luput dari aturan Islam, termasuk juga dalam berbisnis. Meski banya perusahaan
yang berusaha menerapkan etika dalam bisnisnya, akan tetapi faktanya masih banyak
praktik bisnis yang dinilai masih mengabaikan etika, rasa keadilan serta sering
kali diwarnai praktik-praktik tidak terpuji (moral
hazard). Munculnya wacana integrasi etika etika kedalam bisnis,
sesungguhnya berawal dari carut-marutnya bisnis modern yang menegasikan
moralitas dan spiritualita. Kompetisi dalam bisnis modern hanya berpusat
pada kekuatan modal saja. Pelaku bisnis dengan modal besar berusaha memperbesar
jangkauan bisnisnya, sehingga pengusaha kecil makin terseret dan terpinggirkan.
Adanya praktik monopoli dan korupsi justru memperparah kondisi tersebut.
Jadi, apa
yang salah? Manusia sebagi pelakunya atau standart etika sebagai aturannya?
Mari kita renungkan. Apabila dalam keseharian, aktivitas dan keseharian kita
dituntut beretika, maka sama halnya dengan berbisnis yang justru melibatkan
banyak pihak dan kepentingan di dalamnya. Maka, perlu standart etika bisnis
yang komrehensif, ideal serta aplikatif. Etika bisnis Islam mungkin bias
menjadi solusinya. Sudah saatnya, bisnis diwarnai denagn nilai-nilai yang
membawa mashlahat bagi setiap manusia. oleh karean itu, perlu dilakukan
pengembangan dan implementasi etika bisnis yang selaras dengan prinsip syariah
Islam sebagai pedoman dalam setiap aktivitas bisnis.
B.
Sumber Etika
Bisnis Islam
Unifikasi
antara aspek-aspek yang bersifat humanis (ekonomi dan bisnis) dan transendental
(etika agama) dalam ekonomi Islam mengimplementasikan dua hal penting: pertama,
persoalan ekonomi bisnis dalam ekonomi Islam bersumber dari agama (Islam).
Sehingga Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Allah (ibadah). Kedua,
Islam juga memberikan semangat kesadaran nilai yang menjiwai seluruh aktivitas muamalah manusia
Islam lam
sebagai ajaran yang transendental juga memberikan perhatian pada aspek kemanusiaan.
Manusia diberi otonomi untuk menetukan pilihan dalam kehidupannya dalam
batas-batas yang jelas, sesuai aturan Tuhan untuk tujuan dan kepentingan
manusia sendiri. Dengan tunduk dan patuh pada aturan dan perintah Tuhan manusia
akan merasakan kedamaian dalam jiwanya. Bahkan dalam hal yang meyangkut urusan
–urusan dunia seperti halnya bisnis, manusia diberi otonomi untuk membuat
keputusan yang memihak pada kesejahteraan manusia sebagai khalifah Allah dimuka
bumi.
Dari paparan
diatas dapat dipahami bahwa nilai-nilai etika dalam praktik ekonomi dan bisnis
memberikan ruang kepada manusia untuk memformulasikan nilai-nilai bersama yang
menjiwai kepentingan dan kesejahteraan manusia secara material dan spiritual.
Dalam
implikasinya etika bisnis Islam memiliki dua sumber, yakni: nilai Ilahiyat
dan nilai Insaniyat. Nilai Ilahiyat adalah nilai yang dititahkan Allah
kepada RasulNya, yang berbentuk takwa, iman, ihsan, adil dan sebagainya yang
diabadikan dalam wahyu Ilahi. Agama (religion) merupakan referensi utama
nilai moral dan etika. Tuhan sebagai sumber utama ajaran agama telah menetapkan
kebenaran dan kesalahan. Tuhan adalah pemilik otoritas penuh dalam menentukan
nilai baik dan buruk (etika). Sedankan nilai insaniyat ialah kebalikan
dari nilai Ilahiyat, yaitu nilai yang bersumber dari kreativitas
pemikiran manusia demi kepentingan dan kebaikan manusia sendiri. Nilai ini
bersifat dinamis keberlakuan dan kebenarannya bersifat nisbi. Walaupun kedua
nilai tersebut memiliki sumber yang berbeda, namun keduanya memiliki hubungan
resiprokal satu sama lain.[3]
Nilai yang
bersumber dari Ilahi dengan nilai yang bersumber dari Insani memiliki relasi
yang demikian erat. Nilai insani yang karena sifatnya yang relatif dan nisbi,
memungkinkannya untuk tunduk pada nilai Ilahi yang mutlak dan permanen. Dengan
hirarkies yang demikian, maka segala intensi, pikiran, tindakan dan prilaku
manusia tidak dipisahkan dari nilai-nilai Ilahi. Ketergantungan manusia pada
nilai Ilahi tidak berarti mengurangi harkat dan martabatnya sebagai makhluk
merdeka, melainkan membawa manusia pada posisi yang lebih manusiawi, ta’nis
al ilah dan ilah al ta’nis, memanusiakan manusia dan mengangkatnya
ke derajat yang lebih tinggi hingga menjadi sempurna.
C.
Peran dan
Tujuan Umum Etika Bisnis dalam Islam
Secara umum
etika menuntun segala kehidupan manusia. dalam dunia bisnis, sebuah entitas
perlu menerapkan etika agar dapat menciptakan baik asset langsung maupun tidak
langsung yang akhirnya meningkatkan nilai entitas bisnis itu sendiri. Banyak
kasus tingkat persaingan yang semakin tinggi, kepuasan konsumenlah yang menjadi
faktor utama agar perusahaan memiliki substansi dan dapat dipercaya dalam
jangka panjang.
Pada
dasarnya praktik etika bisnis akan selalu menguntungkan perusahaan baik dalam
jangka waktu menengah maupun jangka panjang. Penerapan etika juga melindungi
prinsip kebebasan berusaha serta meningkatkan keunggulan bersaing. Selain itu,
penerapan etika dapat mencegah adanya sanksi pemerintah karena prilaku tidak
beretika dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum.
Dengan
demikian, menjadi jelas bahwa tanpa suatu etika yang menjadi acuan, para
pebisnis akan lepas tidak terkendali, mengupayakan segala cara, mengorbankan
apa saja untuk mencapai tujuannya.
Etika bisnis
Islam berperan untuk menjadi pedoman yang bisa menyeimbangkan antara
kepentingan kehidupan dunia dan akhirat. Ketika sibuk berpartisipasi dalam
kehidupan dunia ini, seorang muslim harus selalu menyeimbangkan dan konsisten
dalam melaksanakan ibadah maupun dalam kehidupan bisnisnya sehari-hari, serta
harus dapat menghindari praktik bisnis yang dilarang. Dalam menjalankan semua
kegiatan bisnis duniawi, tentunya Islam memiliki pedoman atau etika dalam
menjalankan suatu pekerjaan itu, untuk membatasi kerangka acuan dan tujuan yang
ingin dicapai agar tetap terjaga dalam naungan Syari’ah.
Dalam hal
ini, etika bisnis Islam adalah merupakan hal yang penting dalam perjalanan
sebuah aktivitas bisnis profesional. Sebagaimana diungkapkan oleh Dr. Syahata,
bahwa etika bisnis Islam mempunyai fungsi substansial yang membekali para
pelaku bisnis, beberapa hal sebagai berikut :
- Membangun kode etik Islami yang mengatur,
mengembangkan dan menancapkan metode berbisnis dalam kerangka ajaran
agama. Kode etik ini juga menjadi simbol arahan agar melindungi pelaku
bisnis dari resiko.
- Kode etik ini dapat menjadi dasar hukum dalam
menetapkan tanggungjawab para pelaku bisnis, terutama bagi diri mereka
sendiri, antara komunitas bisnis, masyarakat, dan di atas segalanya adalah
tanggungjawab dihadapan Allah SWT.
- Kode etik ini dipersepsi sebagai dokumen hukum
yang dapat menyelesaikan persoalan yang muncul, daripada harus diserahkan
kepada pihak peradilan.
- Kode etik dapat memberi kontribusi dalam
penyelesaian banyak persoalan yang terjadi antara sesama pelaku bisnis dan
masyarakat tempat mereka bekerja. Sebuah hal yang dapat membangun
persaudaraan (ukhuwah) dan kerja sama antara mereka semua.
- Etika bisnis dalam Islam memposisikan pengertian
bisnis yang pada hakikatnya merupakan usaha manusia untuk mencari
keridhaan Allah SWT. bisnis tidak bertujuan jangka pendek, individual dan
semata-mata keuntungan yang berdasarkan kalkulasi matematika, tetapi
bertujuan jangka pendek sekaligus jangka panjang, yaitu tanggung jawab
pribadi dan sosial masyarakat, Negara dan Allah SWT.
D.
Sistem Etika
Kontemporer Versus Sistem Etika Islami
Meskipun banyak
ahli dari Barat berusaha mengembangkan teori serta kode etika bisnis, mereka
belum mampu menyusun kode moral perilaku yang efektif untuk bisnis. Sebagian
besar moralitas dan etika merupakan sistem utilitarian dan materialistik. Hal
ini mudah dipahami karena konsep sekularisasi dalam kehidupan serta kurangnya
sumber petunjuk yang otentik didunia Barat. Etika kontemporer sebagian besar
merupakan buatan manusia yang sifatnya relatif dan situasional serta kurang “legitimate”
dukungan otoritas dibelakangnya.
Ahli
manajemen, Harorld Koontz mengakui bahwa di Barat, tidak ada sumber standart
etika. Dalam bangsa yang mempunyai agama, mungkin terdapat sumber kewenangan
dalam mengajarkan praktik etika. Di A.S, dengan banyaknya budaya etika dan
agama, tidak seorangpun menilik gereja, pemerintah, institusi pendidikan,
asosiasi swasta sebagai pusat tradisi etika. Sehingga yang terjadi, mereka
mengembangkan standart etika berdasarkan pengalaman dan perasaan. Wajar jika
kurang otentik dan legitimasi. Mereka tidak percaya bahwa ada standart etika
permanen yang bisa diikuti oleh hidup manusia. Di lain pihak mereka percaya
bahwa konsep moral , seperti halnya konsep lain, akan selalu berubah seiring
waktu.
Perspektif
Barat pada etika bisnis umumnya seperti yang diungkapkan oleh Drucker berikut
ini: “banyak kotbah yang diajarkan pada etika bisnis dan pebisnis. Kebanyakan
tidak ada yang bisa dilakukan terkait bisnis serta sedikit saja terkait etika.
Dapat disimpulkan bahwa dunia Barat memandang bisnis dan etika merupakan
prilaku yang terpisah. Berikut ini perbandingan sistem etika kontemporer yang
sebagian besar berasal dari pemikiran barat, dengan sistem etika Islam yang
berasal dari al- Qur’an dan Hadits.
NO
|
SISTEM ETIKA
|
KRITERIA PENGAMBILAN KEPUTUSAN
|
1
|
Relativisme
|
Keputusan yang berkaitan dengan etika dibuat
berdasarkan kepentingan individu ( self interest) dan kebuTuhan.
|
2
|
Utilitarisme
|
Didasarkan kepada penghitungan biaya dan keuntungan.
Sebuah tindakan dianggap etis bila itu memberikan keuntungan terbesar bagi
banyak orang.
|
3
|
Universalisme
|
Tergantung kepada niat kenapa tindakan dilakukan.
Dalam kondisi yang sama, keputusan yang serupa semestinya dapat diambil semua
orang.
|
4
|
Rights
|
Menekankan pada nilai tunggal, kebebasan yang
berorientasi kepada hak individu yang memastikan kebebasan memilih.
|
5
|
DistributiveJustice
|
Menekankan pada nilai tunggal, keadilan dan
memastikan distribusi yang merata dari kekayaan dan keuntungan.
|
6
|
Eternallaw
|
Keputusan diambil berdasarkan hukum abadi yang bersumber
dari kitab suci (scripture)
|
7
|
Sitem etika Islam
|
1. Tindakan dan
keputusan dianggap sesuai etika tergantung karena niatnya. Allah yang maha
melihat mengetahui niat yang sebenarnya dan tindakan individu.
2.
Niat yang baik diikuti dengan tindakan yang baik dinilai sebagai ibadat. Niat
yang baik (halal intention) tidak serta merta mengubah tindakan yang
haram menjadi halal. Dengan kata lain tidak ada doktrin menghalalkan segala
cara.
3.
Islam membolehkan individu untuk bebas percaya dan bertindak sesuai yang dia
inginkan, selama tidak mengorbankan akuntabilitas dan keadilan
4.
Keputusan yang memberikan memberikan manfaat untuk mayoritas atau bahkan
minoritas tidak otomatis etis dalam pandangan Islam. Oleh karena persoalan
“etis tidak etis” tidak didasarka pada jumlah pelakunya.
5.
Islam menggunakan pendekatan sistem yang terbuka, bukan pendekatan tertutup
yang mendasarkan pada orientasi pribadi. Egoisme tidak mendapat tempat dalam
Islam.
6.
Keputusan yang etis mendasarkan rujukan kepada ayat yang tertulis (Al-qur’an)
dan ayat yang terbesar dialam semesta (Kauniyah).
7.
Tidak seperti sistem etika yang lain, etika Islam mendorong manusia untuk
membersihkan diri melalui partisipasi aktif dalam hidup. Dengan melakukan
segala tindakan dalam koridor etika, seorang muslim telah mengabdikan
hidupnya sesuai dengan perintah-Nya.
8.
Etika Islam tidak terpisah, melainkan nilai yangharmonis dan lengkap,
seimbang serta adil.
|
Sistem etika
bisnis Islam berbeda dari sistem etika sekuler dan dari ajaran moral yang
diyakini oleh agama-agama lain. Sepanjang rentang sejarah peradaban,
model-model sekuler ini mengasumsikan ajaran moral yang bersifat sementara dan
berubah-rubah karena didasarkan pada nilai-nilai yang diyakini para
pencetusnya, misalnya Epicurianisme atau ajaran tentang kebahagiaan demi
kebahagiaan semata. Model-model ini pada umumnya membangun sebuah sistem yang
terpisah dari agama. Pada saat yang sama, ajaran moral yang diyakini sejumlah
agama lain seringkali terlampau menekankan nilai-nilai yang mengabaikan
keberadaan kita didunia ini. Sebagai contoh, ajaran Kristen yang terlampau
menekankan kedudukan biara telah mendorong pengikutnya untuk menyingkir dari
hiruk – pikuk dan kesibukan kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, ajaran Islam
yang melekat dengan sistem etika Islam menekankan hubungan antara manusia
dengan sang pencipta
. Islam
memiliki ajaran moral yang tidak terikat waktu dan prilaku manusia, sehingga
ajaran etika Islam bisa diterapkan sampai kapanpun.[4]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sistem etika
bisnis Islam adalah seperangkat pedoman yang digunakan umat Islam berdasarkan
al-qur’an dan hadits untuk berprilaku dalam segala aspek kehidupan termasuk bisnis.
Prinsip
etika bisnis Islam antara lain: unity (kesatuan), equilibrium
(keseimbangan), freewill (kebebasan berkehendak), responsibility (tanggung
jawab) dan benevolence (kebenaran).
Peran etika
bisnis Islam ialah untuk menyeimbangkan antara kehidupan didunia dan akhirat,
dimana dengan adanya etika dalam bisnis manusia tidak hanya menyibukkan diri
dengan prilaku bisnis namun juga harus diimbangi dengan ibadah kepada Allah.
Etika bisnis
Islam bersumber dari nilai Ilahiyat dan nilai Insaniyat. Nilai
Ilahiyat adalah nilai yang dititahkan Allah kepada RasulNya, yang berbentuk
takwa, iman, ihsan, adil dan sebagainya yang diabadikan dalam wahyu Ilahi.
Sistem etika
bisnis Islam berbeda dengan sistem etika kontemporer dimana sistem etika Islam
memiliki ajaran moral yang tidak terikat waktu dan prilaku manusia, sehingga
ajaran etika Islam bisa diterapkan sampai kapanpun namun sistem etika
kontemporer bersifat sebaliknya.
Etika
kontemporer sebagian besar merupakan buatan manusia yang sifatnya relatif dan
situasional serta kurang “legitimate” dukungan otoritas dibelakangnya.
Etika kontemporer juga mengembangkan standart etika berdasarkan pengalaman dan
perasaan. Etika kontemporer mengasumsikan ajaran moral yang bersifat sementara
dan berubah-rubah karena didasarkan pada nilai-nilai yang diyakini para
pencetusnya,
Saran
Kita sebagai
umat Islam tidak hanya mengetahui bagaimana sistem etika bisnis dalam Islam
namun kita harus bisa mengaplikasikannya dengan baik dan benar agarmembawa
kemashlatan sehingga tercapai segala tujuan, baik tujuan dunia dan tujuan
akhirat.
DAFTAR
PUSTAKA
Amin , A.
Riawan dan Tim PEBS FEUI, Menggagas Manajemen Syariah Teori Dan Praktik The
Celestial Management, Jakarta, Salemba Empat, 2010.
Beekum,
Rafik Issa, Etika Bisnis Islam, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004
Idri dan
Titik Triwulan Tutik, Prinsip-prinsip Ekonomi Islam, Jakarta, Lintas
Pustaka Publisher, 2008.
Muhammad, Paradigma,
Metodologi & Aplikasi Ekonomi Syari’ah, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2008.
Ramadhania, Etika
Bisnis s dalam Islam, Curup: STAIN Curup, 2013.
Tim Penyusun
Pusat Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai
Pustaka,2007
[1]Tim Penyusun Pusat Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia(Jakarta:
Balai Pustaka,2007), hal. 1076.
[2]Tim Penyusun Pusat Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia(Jakarta:
Balai Pustaka,2007), hal. 1076.
[3] Muhammad, Paradigma, hal.63
[4]Ramadhania, Etika Bisnis dalam Islam (Curup: STAIN Curup, 2013)