Saturday 9 March 2019

PERBANDINGAN EKONOMI ISLAM DAN EKONOMI KONVENSIONAL


PERBANDINGAN EKONOMI ISLAM DAN EKONOMI KONVENSIONAL

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar-dasar Ekonomi Islam yang diampu oleh Bapak Subairi, S.E.Sy., M.E.






                                                                               





Disusun Oleh:
Kelompok 2
1.      Syamsul Arifin      (183830310190)
2.      Ayu Kartika           (18383032037)
3.      Ida Faridatul J       (18383032071)
4.      Rini Malinda S      (18383032160)



JURUSAN EKONOMI SYARI’AH (D)
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA
2019KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah “Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional” dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Penyusunan makalah ini diajukan guna memenuhi tugas kelompok mata kuliahDasar-dasar Ekonomi Islam. Dalam penyusunan makalah ini, kami mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini, terutama kepada :
1.      BapakSubairi, S.E.Sy., M.E. selaku dosen mata kuliahDasar-dasar Ekonomi Islam.
2.    Orang tua dan teman-teman yang telah memberikan motivasi baik berupa materi dan moral selama penyusunan makalah ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat dan memenuhi harapan semua pihak.

Pamekasan, 08 Maret 2018


Penyusun









DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN MATERI.................................................................. 3
2.1  Ekonomi Islam..................................................................................... 2
2.2  Ekonomi Konvensional....................................................................... 4
2.2.1 Kapitalisme................................................................................. 4
2.2.2 Sosialisme................................................................................... 5
2.2.3 Komunisme................................................................................. 6
2.2.4 Fasisme....................................................................................... 7
2.3  Perbedaan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional..................... 8
BAB III PENUTUP............................................................................................ 12
3.1  Kesimpulan  ........................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 13

 BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Perekonomian adalah bagian dari kehidupan manusia, maka tentulah hal ini ada dalam sumber yang mutlak, yaitu Al-Qur’an dan hadits yang menjadi panduan dalam menjalani kehidupan. Kedudukan sumber yang mutlak ini menjadikan Islam sebagai suatu agama yang istimewa dibandingkan dengan agama lain sehingga dalam membahas perspektif ekonomi Islam segalanya bermuara pada akidah Islam berdasarkan Alquranul Karim dan As-Sunnah Nabawiyah. Allah telah menyediakan sumber daya-Nya dan mempersilahkan manusia untuk memanfaatkannya, sebagaimana firman-Nya dalam surah Al-Ba
  qarah (2) ayat 29:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الأَرْضِ جَمِيعاً ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاء فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ ﴿٢٩﴾
“Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu”.
Kenyataannya, kita dihadapkan pada sistem ekonomi konvensional yang jauh lebih kuat pengembangannya daripada sistem ekonomi Islam. Kita lebih paham dan terbiasa dengan tata cara ekonomi konvensional dengan segala kebaikan dan keburukannya. Sebagai muslim, kita dituntut untuk menerapkan keislaman dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk aspek ekonomi. Maka mempelajari sistem ekonomi Islam secara mendalam adalah mutlak yang selanjutnya perlu disosialisasikan dan diterapkan. Oleh karena itu, makalah ini disusun agar penulis dan pembaca mengetahui filosofi dasar ekonomi Islam sehingga bisa mengetahui perbedaan sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi konvensional. [1]
BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Ekonomi Islam
Ekonomi Islam dalam bahasa Arab, sering dinamakan dengan al-mu’amalah al-madiyah, yaitu aturan-aturan tentang pergaulan dan perhubungan manusia mengenai kebutuhan hidupnya. Sering juga dinamakan al-Iqtishad, yang artinya hemat atau sederhana, karena ia mengatur soal-soal penghidupan manusia dengan sehemat-hematnya dan secermat-cermatnya.[2]
Ekonomi Islam dimaknai sebagai ilmu ekonomi yang dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari bagi individu, kelompok, masyarakat maupun pemerintah dalam rangka pengorganisasian produksi, distribusi dan pemanfaatan barang atau jasa yang dihasilkan dan tunduk dalam peraturan Islam. Secara normatif, ekonomi Islam juga terikat dengan norma yang telah ada dalam ajaran dan sejarah masyarakat Islam, dan telah menjadi panutan masyarakat Islam.[3]
Dalam membahas perspektif ekonomi Islam, ada satu titik awal yang benar-benar harus kita perhatikan yaitu: “Ekonomi Islam itu sesungguhnya bermuara kepada akidah Islam, yang bersumber dari syari’ah atau dengan kata lain, bahwa ekonomi Islam bermuara pada Al-Quranul Karim dan As-Sunnah Nabawiyah.
Adapun secara istilah, ekonomi Islam adalah sebagai berikut:
1.    Menurut Muhammad bin Abdullah al-Arabi; bahwa ekonomi Islam adalah kumpulan prinsip-prinsip umum tentang ekonomi yang diambil dari al-Qur’an, Sunnah, dan pondasi ekonomi yang dibangun atas dasar pokok-pokok itu dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan dan waktu.
2.    Menurut M. Syauki al-Fanjari, bahwa Ekonomi Islam adalah segala sesuatu yang mengendalikan dan mengatur aktivitas ekonomi sesuai dengan pokok-pokok Islam dan politik ekonominya.
3.    Sedang menurut Abdullah Abdul Husain at-Tariqi, bahwa ekonomi Islam adalah merupakan cabang ilmu fiqih tentang hukum-hukum syari’at aplikatif yang diambil dari dalil-dalilnya yang terperinci tentang persoalan yang terkait dengan mencari, membelanjakan, dan cara-cara mengembangkan harta. [4]
Masih banyak lagi ahli yang memberikan definisi tentang ekonomi Islam. Akan tetapi, secara umum ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai perilaku individu muslim dalam setiap aktivitas ekonomi syariahnya harus sesuai dengan tuntunan syariat Islam dalam rangka mewujudkan dan menjaga maqashid syariah (agama, jiwa, akal, nasab dan harta).
Beberapa prinsip dasar ekonomi Islam yang ditawarkan oleh M.A. Choudhury (1986), yaitu sebagai berikut.
1.    Tauhid dan persaudaraan. Tauhid adalah konsep yang menggambarkan hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Segala aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh seorang muslim akan sangat terjaga karena is merasa bahwa Allah SWT. Akan selalu melihat apa yang dilakukannya. Sementara konsep persaudaraan yang biasa dikenal ukhuwah islamiyah memberikan makna persaudaraan dan kerjasama yang tulus antara sesama muslim dalam aktivitas ekonomi.
2.    Bekerja dan produktivitas. Dalam ekonomi Islam, individu dituntut untuk bekerja secara maksimal dengan tingkat produktivitas kerja yang tinggi dengan tujuan memberikan yang terbaik bagi kemaslahatan umat. Hasil pekerjaan ini harus dikompensasi secara layak sesuai standar kehidupan.
3.    Distribusi kekayaan yang adil. Mekanisme pendistribusian kekayaan dalam Islam adalah melalui ekanisme zakat. Proses mekanisme zakat mampu melakukan redistribusi kekayaan dari pihak kaya ke pihak miskin.[5]
Adapun yang menjadi ciri-ciri ekonomi Islam adalah:
1.    Harta adalah kepunyaan Allah dan manusia merupakan khalifah atas harta.
2.    Ekonomi terikat dengan akidah, syariah (hukum), dan moral.
3.    Keseimbangan atara kerohanian dan kebendaan.
4.    Ekonomi Islam menciptakan keseimbangan antara kepentingan individu dengan kepentingan umum.
5.    Kebebasan individu dijamin dalam Islam.
6.    Negara diberi kewenangan turut campur dalam perekonomian.
7.    Zakat.
8.    Larangan riba.[6]
2.2    Ekonomi Konvensional  
Kata konvensional secara bahasa dapat didefinisikan sebagai suatu masalah atau perkara yang sudah diterima, digunakan dan dipraktikkan di dalam suatu masyarakat. Apabila dihubungkan dengan ekonomi, maka sistem ekonomi konvensional merupakan suatu sistem ekonomi konvensional merupakan sustu sistem ekonomi yang sudah dipraktikan secara meluas dalam suatu masyarakat yang bersifat dinamis sehingga dapat berubah sesuai ketentuan dan kebutuhan masyarakat kebanyakan.
Ekonomi konvensional pada dasarnya memiliki dua tujuan yang mulia. Pertama, bertujuan untuk merealisasikan efisiensidalam alokasi dan distribusi sumber daya, sehingga mempercepat dan memperoleh barang hasil produksi dengan target yang pasti. Kedua, tujuan yang bersifat normatif seperti kemakmuran manusia secara merata, terpenuhinya  kebutuhan manusia, ketersediaan kesempatan kerja, laju pertumbuhan ekonomi yang optimal, distribusi pendapatan yang adil, dan keseimbangan lingkungan hidup.
Dalam sejarah dunia, terdapat beberapa sistem ekonomi
2.2.1   Kapitalisme
Paham kapitalisme berasal dari Inggris abad ke-18, kemudian menyebar ke Eropa Barat dan Amerika Utara. Sebagai akibat dari perlawanan terhadap ajaran gereja, tumbuh aliran pemikiran liberalisme di negara-negara Eropa Barat. Aliran ini kemudian merambah ke segala bidang Ekonomi.
Ciri  ekonomi kapitalisme merupakan sebuah sistem organisasi ekonomi kepemilikan privat (individu) atas alat-alat produksi dan distribusi dan pemanfaatannya untuk mencapai laba dalam kondisi-kondisi yang sangat kompetitif.
1)      Prinsip Dasar Ekonomi Kapitalis
(a)    Kebebasan memiliki harta secara perseorangan.
(b)   Kebebasan ekonomi dan peraingan bebas.
(c)    Kekuatan modal untuk menikmati hak kebebasan dan mendapatkan hasil yang sempurna.
2)      Kebaikan Ekonmi Kapitalis
(a)    Kebebasan ekonomi akan meningkatkan produktivitas masyarakat yang nantinya dapat meningkatkan kekayaan negara.
(b)   Persaingan bebas akan mewujudkan produksi dan tingkat harga pada tingkat yang wajar.
(c)    Motivasi mendapatkan keuntungan maksimum menyebabkan orang berusaha bekerja keras.
3)      Keburukan Ekonomi Kapitalis
(a)    Menyebabkan ketidakselarasan karena semangat persaingan.
(b)   Menghalalkan segala cara untuk kepentingan individu.
(c)    Mengesampingkan masalah kesejahteraan masyarakat banyak.
2.2.2   Sosialisme
Paham sosialisme pada awal kelahirannya merupakan kegiatan sosial masyarakat terhadap ketidakadilan yang timbul dari sistem kapitalisme. Gerakan sosial yang kemudian menjadi ideologi negara ini akhirnya berkembang menjadi gerakan ekonomi. Sosialisme merupakan bentuk perekonomian dimana pemerintah memegang peranan utama dalam perekonomian. pemerintah bertindak sebagai pihak yang dipercayai oleh seluruh masyarakat, menguasai faktor-faktor produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Para pekerja masih bebas memiliki pekerjaan, namun peluang untuk mendapatkan keuntungan sangat kecil dibandingkan sistem kapitalisme.
Hal pokok yang menonjol dalam masyarakat sosialis adalah kolektivisme atau rasa kebersamaan, sosialisme dan menghilangkan kepemilikan individu/swasta. Untuk mewujudkan rasa kebersamaan ini, alokasi produksi dan cara pendistribusian semua sumber-sumber ekonomi harus diatur oleh negara.
1)      Prinsip Dasar Ekonomi Sosialis
(a)    Kepemilikan harta oleh negara.
(b)   Kesamaan ekonomi.
(c)    Disiplin politik.
2)      Kebaikan Ekonomi Sosialis
(a)    Setiap warga disediakan kebutuhan pokoknya.
(b)   Semua pekerjaan dilaksanakan berdasarkan perencanaan.
(c)    Semua bentuk produksi dimiliki dan dikelola oleh negara.
3)      Keburukan Ekonomi Sosialis
(a)    Tawar-menawar sangat sukar dilakukan sehingga individu terpaksa mengorbankan kebebasan pribadinya.
(b)   Hak milik individu tidak diakui.
(c)    Sistem terikat kepada sistem ekonomi diktator.
2.2.3   Komunisme
Paham komunisme juga muncul akibat kebobrokan sistem kapitalis. Aliran ekstrem yang muncul dengan tujuan yang sama dengan sosialisme ini lebih bersifat gerakan ideologis dan mencoba hendak mendobrak sistem kapitalisme dan sistem lain yang telah mapan dengan tokohnya yang terkenal Karl Marx. Karl Marx sangat membenci kapitalisme, ia merupakan korban dan saksi sejarah, yang melihat para anak-anak dan wanita-wanita termasuk keluarganya dieksploitasi oleh para kapitalis sehingga sebagian besar dari mereka terserang penyakit TBC dan tewas, karena beratnya penderitaan yang mereka alami. Sementara hasil jerih payah mereka dinikmati oleh para pemilik sumber daya (modal) yang disebutnya kaum Bourjuis.
Inti ajaran komunisme adalah produksi dan konsumsi secara bersama. Barang-barang dimiliki secara bersama-sama dan didistribusikan untuk kepentingan bersama sesuai dengan kebutuhan masing-masing anggota masyarakat. Moto mereka: from each according to his abilities to each according to his needs (dari setiap orang sesuai dengan kemampuan, untuk setiap orang sesuai dengan kebutuhan).
Sepintas terlihat tujuan sosialisme dan komunisme sama, tetapi dalam pencapaian tujuannya kedua sistem ini sangat berbeda. Dalam sebuah Negara sosialis, masyarakat masih dapat memiliki dan menguasai lebih banyak harta disbanding system komunisme. Dalam sistem komunis hak milik individu sama sekali tidak diakui, hak mereka sebatas yang dibutuhkan saja. Komunisme adalah bentuk paling ekstrem dari sosialisme. Dalam system ini segala sesuatunya harus serba dikomando. Negara merupakan peguasa mutlak, perekonomian komunis sering disebut juga sebagai ‘Sistem Ekonomi Totaliter’, hal ini menunjuk pada suatu kondisi sosial dimana pemerintah main paksa dalam menjalankan kebijakan-kebijakannya, meskipun dipercayakan pada asosiasi-asosiasi dalam sistem sosial kemasyarakatan yang ada.
Sistem ekonomi totaliter dalam praktiknya berubah menjadi sistem otoriter, dimana sumber-sumber ekonomi dikuasi oleh segelintir elite para penguasa partai komunis.
2.2.4   Fasisme
Fasisme muncul dari filsafat radikal yang muncul dari revolusi industri yakni sindikalisme. Eksponen sindikalisme adalah George Sorel (1847-1922). Para penganjur sindikalisme menginginkan reorganisasi masyarakat menjadi asosiasi-asosiasi yang mencakup seluruh industri atau sindikat-sindikat pekerja.
Mereka menganjurkan agar ada sindikat-sindikat pabrik baja yang dimiliki dan dioperasikan oleh para pekerja di dalam industry batu bara, dan begitu pula halnya pada industry-industri lain. Dengan demikian, sindikat-sindikat yang ada pada dasarnya merupakan serikat-serikat buruh akan menggantikan Negara. Peranan pemerintah dalam system ekonomi fasisme adalah pengendali dalam bidang produksi, sedangkan kekayaan dimiliki oleh pihak swasta.
Paham fasisme sangat memuja superioritas nasionalisme, anti liberalisme. Ciri-ciri khas dari fasisme, antara lain: adanya sebuah ideologi yang sakral mendekati bahkan melampaui sifat agama; adanya seorang pemimpin yang terus mengontruksikan diri sebagai pihak yang penuh karisma. Seringkali dalam pelaksanaan kehidupan ekonominya menggunakan kekuatan militer (rezim militer) untuk menguasai pihak lain. Fasisme yang kita kenal antara lain Nazi-Hitler, Jepang, Rezim Mussolini di Italia yang berakhir pada Perang Dunia II.
Dalam praktiknya, fasisme dan komunisme adalah dua gejala dari penyakit yang sama. Keduanya sering dikelompokkan sebagai sistem totaliter. Keduanya sama dalam hal pemerintahan, yaitu kediktatoran oleh satu kelompok tertentu. Komunis sering juga disebut Fasisme Kiri.[7]
2.3    Perbedaan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
1.      Sumber dan Tujuan Kehidupan
Ekonomi islam berdasarkan pada alquran dan sunah. Perkara-perkara asas muamalah dijelaskan di dalamnya dalam bentuk suruhan dan larangan, suruhan dan larangan tersebut bertujuan untuk membangun keseimbangan rohani dan jasmani manusia berdasarkan tauhid.
Ekonomi konvesional lahir berdasarkan pemikiran manusia yang bisa berubah berdasarkan waktu sehingga tidak bersifat kekal dan selalu membutuhkan perubahab-perubahan, bahkan terkadang mengabaikan aspek etika dan moral tergantung untuk kepentingan apa dan siapa.
Tujuan yang tidak sama tersebut melahirkan implikasi yang berbeda. Menurut pakar ekonomi islam, ekonomi islam bertujuan untuk mencapai al-falahdi dunia dan akhirat, artinya untuk meraih akhirat yang baik melalui dunia yang baik pula, sedangkan ekonomi konvesional mencoba menyelesaikan segala permasalahan yang timbul tanpa ada pertimbangan mengenai soal ketuhanan dan keakhiratan, akan tetapi lebih mengutamakan untuk kemudahan dan keouasan manusia di dunia saja,  ekonomi meletakkan manusia sebagai khalifah di muka bumi dimana segala yang ada di bumi dan di langit di peruntukan untuk manusia, sebagai firman allah dalam surah an-nahl (16) ayat 12-13:
وَسَخَّرَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالْنَّهَارَ وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالْنُّجُومُ مُسَخَّرَاتٌ بِأَمْرِهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَعْقِلُونَ ﴿١٢﴾ وَمَا ذَرَأَ لَكُمْ فِي الأَرْضِ مُخْتَلِفًا أَلْوَانُهُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِّقَوْمٍ يَذَّكَّرُونَ ﴿١٣﴾  
“Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami(nya), (QS. 16:12) dan Dia (menundukkan pula) apa yang Dia ciptakan untukmu di bumi ini dengan berlain-lainan macamnya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang mengambil pelajaran. (QS. 16:13)” (an-Nahl: 12-13)
Harta dalam ekonomi Islam bukan merupakan tujuan kehidupan, tetapi sebagai jala untuk mencapai kenikmatan dunia akhirat. Sedagkan ekonomi konvensional meletakkan keduniawian sebagai tujuan utama yang mengutamakan kepentingan individu atau golongan tertentu serta menindas golongan atau individu yang lemah.
2.      Masalah Kelangkaan dan Pilihan
Dalam ekonomii konvesional masalah ekonomi timbul karena adanya kelangkaan sumber daya yang dihadapkan pada keinginan manusia yang tidak terbatas. Dalam islam, kelangkaan sifatnya relatif, bukan kelangkaan yang absolut dan hanaya terjadi pada satu dimensi ruang dan waktu tertentu saja dan kelangkaan tersebut timbul karena manusia tidak memiliki kemampuan untuk mengelola sumber daya yang telah diciptakan allah. Kelangkaan membutuhkan ilmu dan pengetahuan untuk melakukan pilihan. Dalam ekonomi konvesional, masalah pilihan sangat tergantung pada macam-macam sifat individu, sehingga mungkin tidak memperhitungkan persyaratan –persyaratan masyarakat. Dalam ekonomi islam, manusia tidak berada pada kedudukan untuk mendistribusikan sumber-sumber semaunya, akan tetapi pada pembatasan yang tegas berdasarkan  kitab suci alquran dan sunah atas tenaga individu. Dalam islam, kesejahteraan sosial dapat dimaksimalkan jika sumber daya ekonomi juga di alokasikan secara maksimal sehingga tidak seorangpun  menjadi lebih baik dengan menjadikan orang lain lebih buruk.
3.      Konsep Harta dan Kepemilikan
Semua harta adalah milik Allah, sebagaimana firman Allah dalm Surah Al-Baqarah (2) ayat 284:
لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۗ وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ ۖ فَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ﴿٢٨٤﴾
Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di hatimu atau kamu mnyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Dalam ayat di atas manusia adalah khalifah atas harta miliknya, dan maksudnya adalah bahwa semua harta yang di tangan manusia pada hakikatnya kepunyaan allah, karena allah yang menciptakan. Akan tetapi, allah memberikan hak kepada manusia untuk memanfaatkan serta menggunakannya di jalan allah, bukan memilikinya.
Jelaslah bahwa dalam islam kepemilikan pribadi, baik atas barang konsumsi ataupun barang modal sangat dihormati, walaupun hakikatnya tidak mutlak, dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan  dengan kepentingan orang lain. Sementara itu, dalam ekonomi kapitalis, kepemilikian bersifat mutlak dan pemanfaatannya pun bebas, sedangkan dalam ekonomi konvesional (termasuk di kalangan sosialis) justru sebaliknya, kepemilikan pribadi tidak di akui, yang ada kepemilikan negara.
Salah satu karateristik ekonomi islam mengenai harta yang tidak terdapat dalam perekonomian lain adalah zakat. Sistem perekonomian di luar islam tidak mengenal tuntutan allah kepada pemilik harta, agar menyisihkan sebagian harta tertentu sebagai pembersih jiwa dari sifat kikir,dengki, dan dendam, jika dalam ekonomi konvesional pemerintah memperoleh pendapatan dari sumber pajak, bea cukai dan pungutan, maka islam lebih memperkayanya dengan zakat, jizyah, kharas (pajak bumi), dan rampasan perang,
4.      Konsep bunga
Suatu sistem ekonomi islam harus bebas dari bunga (riba) karena riba merupakan pemerasan kepada orang yang terdesak atas kebutuhan, islam sangat mencela penggunaan modal yang mengandung riba. dengan alasan inilah modal menduduki peranan penting dalam ekonomi islam.[8]





















BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Terdapat perbedaan antara sistem ekonomi konvensional dengan sistem ekonomi Islam. Pada sistem ekonomi konvensional, menganut sistem ekonomi kapitalis yang berorientasi pada pemenuhan materi sebgai indikator kebahagiaan seseorang. Ekonomi konvensional memandang manusia sebagai economic man sehingga faktor material menjadi landasan manusia dalam beraktivitas. Oleh karena itu, berbagai cara dilakukan untuk mendapatkan keuntungan (profit) yang sebesar-besarnya (maximizing profit). Life style atau gaya hidup menjadi tuntutan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga berbagai cara dilakukan tanpa melihat aspek moral dan nilai yang ada di masyarakat sehingga muncul persaingan ekonomi masyarakat.
Islam sebagai realistic solution untuk memecahkan masalah dan membangun suatu strategi baru dengan menggunakan pendekatan maqashid syariah. Ekonomi Islam melihat manusia sebagai islamic economic man yang terkait dengan akidah, akhlak dan moral. Pada sistem ekonomi Islam, nilai dan moral menjadi dasar untuk mencapai tujuan hidup, yaitu kebahagiaan (falah) di dunia dan akhirat. Semua kativitas masyarakat didasarkan pada nilai-nilai tauhid dan sistem hubungan sosial yang bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat dan terciptanya masyarakat yang memiliki keseimbangan antara kerohanian dan kebendaan.









DAFTAR PUSTAKA

Al Arif, M. Nur Rianto. 2008. Pengantar Ekonomi Syariah Teori dan Praktik. Bandung: Pustaka Setia.

Anwar, Saiful.2018. Pengantar Falsafah Ekonomi dan Keungan Syari’ah. Depok: PT Raja Grafindo Persada.

Aravik, Havis. 2016. Ekonomi Islam. Malang: Empatdua.
Gusfahmi. 2007. Pajak Menurut Syariah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Misanam, Munrokhim. 2008. Ekonomi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Rivai, Veithzal dan Andi Buchari. 2013. Islamic Economics: Ekonomi Syariah Bukan Opsi, Tetapi Solusi. Jakarta: Bumi Aksara.



[1] Veithzal Rivai dan Andi Buchari. Islamic Economics: Ekonomi Syariah Bukan Opsi, Tetapi Solusi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hlm. 87.
[2] Gusfahmi, Pajak Menurut Syariah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 37.
[3] Havis Aravik, Ekonomi Islam, (Malang: Empatdua, 2016), hlm. 1.
[4] Munrokhim Misanam, dkk. (tim penulis), Ekonomi Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 75.
[5] M. Nur Rianto Al arif, Pengantar Ekonomi Syariah Teori dan Praktik, (Bandung: Pustaka Setia, 2015), hlm. 22.
[6] Saiful Anwar, dkk, Pengantar Falsafah Ekonomi Dan Keuangan Syari’ah, (Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2018), hlm. 44-45.
[7] Veithzal Rivai dan Andi Buchari. Islamic Economics: Ekonomi Syariah Bukan Opsi, Tetapi Solusi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hlm. 260-265.
[8] Veithzal Rivai dan Andi Buchari. Islamic Economics: Ekonomi Syariah Bukan Opsi, Tetapi Solusi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hlm. 86-90.