Wednesday 13 March 2019

STRATEGI PENGELOLAAN WAKAF TUNAI DI BAITUL MAAL HIDAYATULLAH GERAI PAMEKASAN.


A.  Judul : STRATEGI PENGELOLAAN WAKAF TUNAI DI BAITUL MAAL HIDAYATULLAH GERAI PAMEKASAN.

B.  Konteks Penelitian
Islam merupakan salah satu agama yang berperan penting dalam aspek kehidupan umatnya, terutama dalam aspek perekonomian. Salah satu konstribusi Islam yang cukup besar dalam meningkatkan perekonomiannya adalah perwakafan. Praktik wakaf sebenarnya telah dimulai sejak zaman sahabat Nabi Muhammad SAW dengan sangat sederhana, yaitu hanya sebatas mewakafkan tanah pertanian untuk dikelola dan diambil hasilnya. Kemudian, hasilnya dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat. Pada abad ke-8 dan ke-9 Hijriyah dipandang sebagai zaman keemasan perkembangan wakaf. Pada saat itu, wakaf meliputi berbagai benda yakni masjid, mushalla, sekolah, tanah pertanian, rumah, toko, kebun, pabrik roti, bangunan kantor dan lain-lain.[1]
Seorang muslim yang ingin mengabadikan hartanya dapat menjadikan wakaf sebagai pilihan utama. Dorongan berwakaf erat hubungannya dengan sadaqah jariyah yang dianjurkan Rasulullah SAW seperti yang tertuang dalam sebuah hadist riwayat Ahmad (t.th./XIX:10) berikut ini.

Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah saw bersabda, “Apabila seseorang meninggal dunia, maka terputuslah segala amal perbuatannya kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariyah (termasuk wakaf), ilmu yang dimanfaatkan, dan anak shaleh yang mendoakannya.”[2]
 Sebagai salah satu instrumen, wakaf dapat digunakan sebagai formula untuk mengembangkan bidang sosial dan ekonomi agar dapat menunjang dan meningkatkan derajat kehidupan umat Islam di Indonesia. Sebagai proses, perwakafan dapat dijadikan satu aktivitas untuk membangkitkan semangat umat Islam dan menjadikan wakaf sebagai dasar tumbuh berkembangnya gerakan sosial dan ekonomi umat Islam di Indonesia.[3]
Sejak awal, perbicangan tentang wakaf kerap diarahkan kepada wakaf benda tidak bergerak seperti tanah, bangunan, pohon untuk diambil buahnya dan sumur untuk diambil airnya, sedangkan wakaf benda bergerak baru mengemuka belakangan ini. Diantara wakaf benda bergerak yang ramai diperbincangkan belakangan ini adalah wakaf yang dikenal dengan istilah cash waqf, yang artinya wakaf tunai.[4] Model wakaf semacam ini akan memudahkan masyarakat kecil untuk ikut menikmati pahala abadi wakaf. Mereka tidak harus menunggu menjadi tuan tanah untuk menjadi Muwaqif. Selain itu, tingkat kedermawanan masyarakat Indonesia cukup tinggi, sehingga kita dapat optimis mengharapkan partisipasi masyarakat dalam gerakan wakaf tunai.[5]
Wakaf tunai sebenarnya telah lama dipraktikkan diberbagai negara seperti Malaysia, Bangladesh, Mesir, Kuwait, dan negara-negara Islam di Timur Tengah lainnya. Di Indonesia sendiri, praktik wakaf tunai baru mendapat dukungan Majelis Ulama Indonesia pada tahun 2002 seiring dengan dikeluarkannya Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang Wakaf Tunai tanggal 28 Shafar 1432 Hijriyah/11 Mei 2002 guna menjawab Surat Direktur Pengembangan Zakat dan Wakaf Departemen Agama Nomor Dt. 1. III/5/BA.03.2/2772/2002 tanggal 26 April 2002 yang berisi tentang permohonan fatwa tentang wakaf tunai.
Di Indonesia sendiri sudah banyak terkumpul harta wakaf yang berbentuk tunai. Hanya saja ironisnya, wakaf tunai tersebut masih banyak terbengkalai dan belum dimanfaatkan secara maksimal. Hal itu tentu menjadi problem yang harus dipecahkan sebab wakaf merupakan salah satu penggerak roda perekonomian yang dampaknya dapat terlihat dengan jelas.
Terbengkalainya dan manfaat yang tidak digunakan secara maksimal dari adanya wakaf tunai itu sendiri, disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya yaitu kurangnya potensi nadzir dalam mengelola harta wakaf yang diamanatkan kepadanya. Selain itu juga, kurangnya pengelolaan yang baik dan benar dari harta wakaf yang ada. Padahal, harta wakaf tunai tersebut sangat membantu dalam segi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat seperti membantu masyarakat dalam pendirian sekolah, masjid, rumah sakit, serta fasilitas kesehatan lainnya misalnya ambulan, dan sebagainya.[6] Oleh karenanya, strategi pengelolaan yang baik perlu diciptakan untuk mencapai tujuan diadakannya wakaf. Yakni dengan menganalisis strategi pengelolaan wakaf tunai yang salah satu caranya dengan diperlukan fungsi-fungsi manajemen yang baik.
Fungsi manajemen dalam pengelolaan wakaf tunai itu antara lain adalah  merencanakan (planning), mengorganisasikan (organizing), pengimplementasian (directing), dan mengendalikan (controlling).[7] Dengan hal itu, tentunya akan menjadi tantangan tersendiri untuk perkembangan wakaf tunai agar semakin berkembang dengan baik apabila memiliki manajemen yang tepat dan profesional dalam pengelolaannya. Sehingga pada saat ini ada beberapa lembaga yang mengelola dan menerima wakaf tunai. Dengan hal itu, banyak lembaga berbasis syariah yang mengibarkan sayapnya untuk ikut berpartisipasi dalam mengatur strategi dan mengelola wakaf tunai selain memiliki kegiatan komersil juga pada lembaga syariah itu sendiri juga dituntut untuk menyalurkan dan mengelola harta wakaf tersebut demi kemaslahatan umat. Tentu hal itu menjadi hal yang urgent bagi lembaga tersebut untuk tetap berhati-hati dalam menerima dan mengemban tanggung jawab yang diberikan.
Melihat hal ini, peneliti merasa bahwa ini merupakan inovasi baru dalam bidang perwakafan. Dimana telah disinggung sebelumnya bahwa seseorang tidak harus menunggu menjadi tuan tanah untuk menjadi Muwaqif. Sehingga rakyat kecil pun dapat merealisasikan niatnya untuk mewakafkan sebagian hartanya dengan mudah dan tentunya ditangani oleh lembaga yang dapat dipercaya oleh masyarakat. Di Pamekasan, ada beberapa lembaga yang juga menghimpun wakaf tunai diantaranya seperti Lazismu, LMI, dan BMH. Namun dari ketiga lembaga ini, Baitul Maal Hidayatullah adalah satu-satunya secara aktif dan berkelanjutan mengelola wakaf tunai. Atas dasar inilah, peneliti tertarik melakukan penelitian pada Baitul Maal Hidayatullah Gerai Pamekasan dengan tujuan untuk mengetahui strategi pengelolaan wakaf tunai pada lembaga tersebut.
Tabel 1
Data Wakaf Tunai Baitul Maal Hidayatullah Gerai Pamekasan
No.
Bulan
Penerimaan
Penyaluran
1
Mei 2018
Rp7.090.000
Rp558.531
2
Juni 2018
Rp6.835.000
Rp4.080.000
3
Juli 2018
Rp5.635.000
Rp10.233.531
4
Agustus 2018
Rp5.685.000
Rp4.346.964
5
September 2018
Rp6.720.000
Rp4.260.000
Sumber: Data Laporan Wakaf Tunai Baitul Maal Hidayatullah Tahun 2018

Di Baitul Maal Hidayatullah Gerai Pamekasan, instrumen wakaf tunai ini dapat dikatakan produktif dengan adanya donatur setiap bulannya yang turut serta memberikan dananya untuk terealisasinya wakaf tunai tersebut. Sehingga, wakaf tunai yang ada di lembaga tersebut dapat berjalan dengan baik.[8]
Keterlibatan Baitul Maal Hidayatullah (BMH) dalam menghimpun dan merealisasikan wakaf tunai dengan peran, fungsi, dan yang mengelola wakaf tunai ini memegang peranan kunci sebagai lembaga yang turut serta terlibat dalam mengumpulkan harta wakaf yang telah didapat dari para donatur yang mendonasikan uangnya untuk wakaf tunai serta mengelolanya dengan baik. Dengan problematika yang ada, peneliti mengangkat judul Strategi Pengelolaan Wakaf Tunai Di Baitul Maal Hidayatullah (BMH) Gerai Pamekasan.

C.    Fokus Penelitian
Adapun rumusan  masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana strategi penghimpunan dana yang dilakukan oleh Baitul Maal Hidayatullah (BMH) Gerai Pamekasan?
2.      Bagaimana mekanisme ikrar wakaf yang dilakukan oleh Baitul Maal Hidayatullah (BMH) Gerai Pamekasan?
3.      Bagaimana sistem pendistribusian wakaf tunai yang diterima oleh Baitul Maal Hidayatullah (BMH) Gerai Pamekasan sehingga memberikan manfaat kepada umat?

D.    Tujuan Penelitian
1.    Untuk mengetahui strategi penghimpunan dana yang dilakukan oleh Baitul Maal Hidayatullah (BMH) Gerai Pamekasan.
2.    Untuk mengetahui mekanisme ikrar wakaf yang dilakukan oleh Baitul Maal Hidayatullah (BMH) Gerai Pamekasan.
3.    Untuk mengetahui sistem pendistribusian wakaf tunai yang diterima oleh Baitul Maal Hidayatullah (BMH) Gerai Pamekasan sehingga memberikan manfaat kepada umat.

E.     Kegunaan Penelitian
a.       Bagi Peneliti
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang khazanah keilmuan khususnya tentang wakaf tunai atau cash waqf yang diatur di dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Dan Sebagai kontribusi penulis terhadap ilmu pengetahuan dalam bahasan Analisis Strategi Pengelolaan Wakaf Tunai. Selain itu, dapat menambah pengalaman dan sarana latihan dalam memecahkan masalah-masalah yang ada di masyarakat sekitar.
b.      Bagi Universitas
            Diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran dan dapat di jadikan sebagai bahan penelitian lebih lanjut dalam bidang wakaf tunai didalam Ekonomi Islam. Selain itu diharapkan dapat di jadikan sumber referensi dalam penelitian selanjutnya serta untuk menambah bahan bacaan pada perpustakaan jurusan Ekonomi Dan Bisnis Islam pada umumnya dan prodi Ekonomi Syariah pada khususnya.
c.       Bagi Masyarakat
Penelitian ini di harapkan bermanfaat dan memberikan informasi sekaligus menambah pengetahuan dan wawasan masyarakat mengenai wakaf tunai yang saat ini sudah mulai berkembang disekitar masyarakat sehingga dalam pengaplikasiaannya dapat terealisasi dengan baik dan benar.

F.     Definisi Istilah
1.    Strategi
Strategi pada dasarnya merupakan suatu metode pengimplementasian objektif organisasi untuk suatu tujuan guna dapat mencapai hasil keuangan yang diinginkan, seperti profitabiliatas return on investment (ROI) atau memenuhi tanggung jawab masyarakat.[9] Adapun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, strategi adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.
2.                            Pengelolaan
Pengelolaan adalah proses, cara, perbuatan mengelola atau proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan tenaga orang lain; proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi; proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan.[10]
3.    Strategi Pengelolaan
Rencana yang cermat dalam mengelola suatu kegiatan tertentu dengan menggerakkan tenaga orang lain untuk mencapai sasaran khusus dengan memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan dan pencapaian suatu tujuan yang diinginkan.
4.    Wakaf
Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.[11]
5.      Wakaf Tunai
Wakaf tunai adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.[12]
6.      Baitul Maal
Baitul Maal adalah suatu lembaga atau pihak (al-Jihat) yang mempunyai tugas khusus menangani segala harta umat, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran negara.[13]
Berdasarkan definisi istilah diatas, strategi pengelolaan wakaf tunai di Baitul Maal Hidayatullah adalah rencana yang cermat dalam mengelola wakaf yang dilakukan oleh seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai baik berupa pendapatan maupun pengeluaran negara yang ada di Baitul Maal Hidayatullah Gerai Pamekasan.



G.    Kajian Pustaka
1.    Kajian Teoritik
a)   Wakaf Tunai
1)      Pengertian Wakaf
Wakaf secara bahasa berasal dari kata waqafa-yaqifu yang artinya berhenti. Secara istilah, wakaf menurut Abu Hanifah adalah menahan harta di bawah naungan pemiliknya disertai pemberian manfaat sebagai sedekah.[14] Sedangkan A. Faisal Haq dan A. Syaiful Anam mengkompilasi berbagai pendapat fuqaha dari madzhab yang berbeda, yakni menurut golongan Maliki, wakaf adalah menjadikan manfaat benda yang dimiliki, baik berupa sewa atau hasilnya untuk diserahkan kepada orang yang berhak, dengan bentuk penyerahan berjangka waktu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh orang yang mewakafkan. Sedangkan menurut golongan Syafi’I, wakaf artinya menahan harta yang dapat diambil manfaatnya dengan tetap utuhnya barang, dan barang itu lepas dari penguasaan si wakif serta dimanfaatkan pada sesuatu yang diperbolehkan oleh agama.
Adapun menurut golongan Hambali, wakaf artinya menahan kebebasan pemilik harta dalam membelanjakan hartanya yang bermanfaat dengan tetap utuhnya harta dan memutuskan semua hak penguasaan terhadap harta itu, sedangkan manfaatnya dipergunakan pada suatu kebaikan untuk mendekatkan diri kepada Allah.[15] Sedangkan menurut Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf meyebutkan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu, sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejaheraan umum menurut syariah.[16]
Berpijak dari pengertian wakaf diatas, dapat disimpulkan bahwa wakaf ialah menahan harta yang dapat diambil manfaatnya tanpa musnah seketika dimana penggunaannya bersifat mubah (tidak dilarang syara’) dan semata-mata hanya untuk mendapatkan keridhaan dari Allah SWT.
Dasar hukum wakaf berdasarkan firman Allah SWT, hadist Nabi dan pendapat Ulama, yaitu:

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (
QS. Ali-Imran :92)[17]
Selain itu, dalam ayat lain juga disebutkan,

 “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. Dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 261)[18]
Kedua ayat diatas, merupakan dasar hukum yang sering terlihat dalam wakaf. Yang mana telah disinggung didalam ayat tersebut bahwa kita sebagai umat Islam selayaknya untuk menyisihkan sebagian dari rezeki kita untuk kemaslahatan umat dengan cara berinfaq dan sedekah. Dan yang seperti kita ketahui bersama, wakaf adalah salah satu bagian dari sedekah itu sendiri.
Adapun rukun wakaf diantaranya adalah:
1.      Wakif  (orang yang mewakafkan)
2.      Maukuf (harta wakaf)
3.      Maukuf’alaih (tujuan wakaf/orang yang diserahi tugas mengurus harta wakaf)
4.      Shigat (pernyataan wakif sebagai kehendak mewakafkan hartanya).
Segala ucapan, tulisan atau isyarat dari orang yang berakad untuk menyatakan kehendak dan menjelaskan apa yang diinginkannya.[19]
Wakif disyaratkan memiliki kecakapan hukum atau kamalul ahliyah (legal competent) dalam hal membelanjakan hartanya. Kecakapan bertindak di sini meliputi empat kriteria sebagai berikut: Merdeka, berakal sehat, dewasa (baligh), dan tidak berada di bawah pengampuan (boros/lalai). Adapun syarat-syaratnya, yaitu: Pertama, Orang yang mewakafkan hartanya (wakif). Seorang wakif haruslah orang yang sepenuhnya berhak untuk menguasai benda yang akan diwakafkan. Wakif tersebut harus mukallaf (akil baligh) dan atas kehendak sendiri, tidak dipaksa orang lain.
Kedua, Barang atau benda yang diwakafkan (mauquf) Benda yang akan diwakafkan harus kekal zatnya. Berarti ketika timbul manfaatnya, zat barang tidak rusak. Hendaklah wakaf itu disebutkan dengan terang dan jelas kepada siapa
diwakafkan. Ketiga, Sasaran wakaf atau tujuan wakaf (mauquf ‟alaih). Wakaf yang diberikan itu harus jelas sasarannya, dalam hal ini ada dua sasaran wakaf antara lain wakaf untuk mencari keridhoan Allah dan diperuntukkan untuk memajukan agama Islam atau karena motivasi agama, dan wakaf untuk meringankan atau membantu seseorang atau orang tertentu bukan karena motivasi agama selama hal itu tidak bertentangan dengan kepentingan agama Islam.
Keempat, Pernyataan ikrar wakaf (sighat) Ikrar wakaf dinyatakan dengan jelas baik dengan tulisan atau lisan. Dengan pernyataan itu, maka lepaslah hak wakif atas benda yang telah diwakafkannya. Kelima, Tunai tidak khiyar, karena wakaf berarti memindahkan milik waktu itu.[20]
Bila ditinjau dari segi ditujukan kepada siapa wakaf itu, maka wakaf dapat dibagi menjadi 2 macam, yakni:
1.      Wakaf ahli (wakaf dalam lingkungan keluarga), yakni wakaf yang diuntukkan buat jaminan sosial dalam lingkungan keluarga sendiri, dengan syarat dipakai semata untuk kebaikan yang berjalan lama seperti menolong orang yang melarat.
2.      Wakaf chairi (wakaf untuk amal kebaikan) yang ditujukan untuk semacam amal sosial. Wakaf jenis inilah yang banyak terdapat dimana-mana dalam berbagai jenis amal kebaikan.[21]
Adapun macam-macam wakaf yaitu, berdasarkan batasan waktunya wakaf terbagi menjadi 2 macam:
1.  Wakaf abadi, yaitu wakaf berbentuk barang yang bersifat abadi seperti tanah dan bangunan atau barang bergerak yang ditentukan oleh wakif sebagai wakaf abadi dan produktif, misalnya saja wakaf tunai. Dimana sebagian hasilnya untuk disalurkan sesuai tujuan wakaf, sedangkan sisanya untuk biaya perawatan wakaf.
2.  Wakaf sementara, yaitu apabila barang yang diwakafkan berupa barang yang mudah rusak ketika dipergunakan tanpa memberi syarat untuk mengganti bagian yang rusak.
Berdasarkan penggunaannya, wakaf terbagi menjadi dua macam:
1.  Wakaf langsung, yaitu wakaf yang pokok barangnya digunakan untuk mencapai tujuannya seperti masjid untuk shalat, sekolah untuk kegiatan belajar mengajar dan sebagainya.
2.  Wakaf produktif, yaitu wakaf yang pokok barangnya digunakan untuk kegiatan produksi dan hasilnya diberikan sesuai dengan tujuan wakaf.[22] Dalam wakaf produktif ini dapat berupa barang bergerak seperti wakaf tunai maupun tidak bergerak seperti tanah. Misalnya saja wakaf produktif seperti wakaf  tunai yang mana dapat digunakan untuk sektor produksi dan hasilnya dapat disalurkan sesuai dengan tujuan dari wakaf tunai tersebut.

2)      Pengertian Wakaf Tunai
Wakaf Tunai adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, dan lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang.[23] Definisi terbaru dari wakaf uang menurut Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Administrasi Pendaftaran Wakaf Uang, pasal 1 angka (1). Wakaf uang dalam PMA ini diartikan sebagai perbuatan hukum wakif untuk memisahkan atau menyerahkan sebagian uang miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.[24] Dengan demikian, wakaf tunai merupakan salah satu bentuk wakaf yang diserahkan oleh seorang wakif  kepada nadzir dalam bentuk uang kontan.

3)        Manfaat Wakaf Tunai
Ada beberapa manfaat yang bisa diperoleh dari wakaf uang dibandingkan dengan wakaf benda tetap lainya, antara lain:
a.  Wakaf uang jumlahnya bisa bervariasi sehingga seseorang yang memiliki dana terbatas sudah bisa mulai memberikan dana wakafnya tanpa harus menungg menjadi tuan tanah terlebih dahulu;
b. Melalui wakaf uang, asset-aset wakaf yang berupa tanah-tanah kosong bisa mulai dimanfaatkan dengan pembangunan gedung atau diolah untuk lahan pertanian.[25]
Adapun tujuan wakaf tunai adalah:
a.    Melengkapi perbankan Islam dengan produk wakaf uang yang berupa suatu sertifikat berdenominasi tertentu yang diberikan kepada wakif sebagai bukti keikutsertaan;
b.   Membantu penggalangan tabungan sosial melalui Sertifikat Wakaf Tunai yang dapat di atas namakan orang-orang tercinta baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal sehingga dapat memperkuat integrasi kekeluargaan di antara umum;
c.    Meningkatkan investasi sosial menjadi modal sosial dan membantu pengembangan pasar modal sosial;
d.   Menciptakan kesadaran orang kaya terhadap tanggungjawab sosial mereka terhadap masyarakat sekitarnya sehingga keamanan dan kedamaian sosial dapat tercapai.[26]

4)   Manajemen Wakaf Tunai
a.      Manajemen Wakaf
Di zaman sekarang ini, hampir tidak mungkin kebutuhan hidup manusia dapat diperoleh tanpa bantuan manusia lain dan sarana pendukung. Dalam mencapai tujuan, penting bagi manusia memerhatikan kerja sama dengan manusia lain dan sarana pendukungnya. Dengan mengerti manajemen, manusia secara rasional akan bertindak secara efisien dan efektif. Menghindari dari proses manajemen berarti rela tidak memperoleh tujuan organisasi secara optimal, efektif, dan efisien. Melalui manajemen, manusia akan saling mengerti dan memahami kelebihan dan kekurangan masing-masing.[27]
Agar manajemen dapat memberikan manfaat bagi organisasi, maka manajemen perlu difungsikan atau perlu dioperasionalisasikan. Setiap fungsi yang ada didalam manajemen disebut dengan fungsi manajemen. Adapun fungsi dari manajemen antara lain adalah:
a)      Perencanaan(Planning)
Perencanaan dapat didefinisikan sebagai suatu proses perumusan di muka tentang berbagai tindakan yang akan dilakukan dikemudian hari guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Proses awal perencanaan dimulai dari penetapan tujuan kemudian merinci berbagai cara, teknik dan prosedur guna mencapai tujuan tersebut. Suatu perencanaan dapat dikatakan efektif jika tujuan yang telah dirumuskan dapat dicapai sepenuhnya dan semakin jauh pencapaian tujuan dari yang direncanakan berarti perencanaan tidak efektif.[28]
b)      Pengorganisasian(Organizing)
Pengorganisasian adalah proses yang menyangkut bagaimana strategi dan taktik yang telah dirumuskan dalam perencanaan didesain dalam sebuah struktur organisasi yang tepat dan tangguh, sistem dan lingkungan organisasi yang kondusif dan bisa memastikan bahwa semua pihak dalam organisasi bisa bekerja secara efektif dan efisien guna pencapaian tujuan organisasi.[29] Hasil dari pengorganisasian adalah struktur organisasi formal dimana struktur organisasi formal ini akan menetapkan tanggung jawab masing-masing bagian yang akan terlibat didalam melaksanakan rencana. Dengan adanya struktur organisasi formal maka akan terbentuk garis komunikasi yang jelas yang terkait dengan otoritas posisi seseorang didalam organisasi.
c)      Pengimplementasian(Directing)
Pengimplementasian merupakan proses implementasi program agar bisa dijalankan oleh seluruh pihak dalam organisasi serta proses memotivasi agar semua pihak tersebut dapat menjalankan tanggung jawabnya dengan penuh kesadaran dan produktivitas yang tinggi.[30] Pengarahan akan efektif jika setelah pengarahan banyak mendapat respon positif dan para karyawan dapat mengerti dan memahami apa yang telah disampaikan oleh atasan.
d)     Pengawasan(Controlling)
Pengawasan yaitu proses yang dilakukan untuk memastikan seluruh rangkaian kegiatan yang telah direncanakan, diorganisasikan, dan diimplementasikan bisa berjalan sesuai dengan target yang diharapkan sekalipun berbagai perubahan terjadi dalam lingkungan dunia bisnis yang dihadapi.[31]

b.      Manajemen Wakaf Tunai
1.      Sistem Mobilisasi Dana Wakaf Tunai
Wakaf tunai merupakan salah satu usaha yang tengah dikembangkan dalam rangka meningkatkan peran wakaf dalam bidang ekonomi. Karena wakaf tunai memiliki kekuatan yang bersifat umum dimana setiap orang bisa menyumbangkan harta tanpa batas-batas tertentu. Sungguh potensi yang sangat luar biasa jika dana tersebut dikelola oleh orang yang profesional dan mampu diinvestasikan di sektor yang produktif. Oleh karenanya, model wakaf tunai sangat tepat memberikan jawaban yang menjanjikan dalam kesejahteraan sosial dan membantu mengatasi krisis ekonomi Indonesia.
Wakaf tunai juga sangat strategis menciptakan lahan pekerjaan dan mengurangi pengangguran dalam aktifitas produksi. Karena itu dalam rangka pengembangan secara lebih luas, wakaf tunai harus mendapat perhatian lebih untuk membiayai berbagai proyek sosial melalui pemberdayaan wakaf benda tak bergerak yang selama ini menjadi beban. Wakaf tunai juga menjadi tantangan untuk mengubah pola dan preferensi konsumsi umat dengan filter moral kesadaran akan solidaritas sosial. Sebagai salah satu upaya agar penyaluran dana dalam sektor riil terealisasi, salah satunya dengan memberikan kredit mikro melalui mekanisme Kontrak Investasi Kolektif (KIK) semacam reksadana  Syari’ah yang dihimpun melalui Sertifikat Wakaf Tunai (SWT) kepada masyarakat menengah agar memiliki peluang usaha dan dapat terhindar dari kemiskinan.[32]

2.      Pengelolaan Dana dan Pembiayaan
Untuk menjamin kelanggengan harta wakaf agar dapat terus memberikan pelayanan prima sesuai dengan tujuannya, diperlukan dana pemeliharaan di atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan. Dalam konteks wakaf, maka pembiayaan proyek wakaf bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi harta wakaf sebagai prasarana untuk meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan sumber daya insani. Kahf, membedakan pembiayaan proyek wakaf ke dalam pembiayaan harta wakaf tradisional dan model pembiayaan baru harta wakaf secara institusional.
Model pembiayaan proyek wakaf tradisional, kitab fiqih klasik mendiskusikan lima model pembiayaan rekonstruksi harta wakaf, yaitu pinjaman, hukr(kontrak sewa jangka panjang dengan pembayaran lump sum yang cukup besar dimuka), al-Ijaratain(sewa dengan dua pembayaran), menambah harta wakaf baru, dan penukaran pengganti harta wakaf. Dari kelima model ini, hanya penambahan harta wakaf baru yang menciptakan penambahan pada modal wakaf dan peningkatan kapasitas produksi.
Adapun model pembiayaan baru untuk proyek wakaf produktif secara institusional yang mana membolehkan pengelola wakaf produktif memegang hak eksklusif terhadap pengelolaan seperti Murabahah, Istisnaa, Ijarah, dan Mudharabah. Sebagai tambahan ada juga berbagi kepemilikan, dimana ada beberapa kontraktor yang berbagi manajemen atau menugaskan manajemen proyek pada pihak penyedia pembiayaan atau disebut dengan model berbagi hasil(out put sharing) dan model Hukr atau sewa berjangka panjang.[33] Pembahasan tentang pengelolaan wakaf tunai ini tidak luput dari efek apa yang diharapkan untuk dicapai, implikasi penbelanjaan hasil wakaf mempunyai tiga efek:
a)    Efek “good deed”, yaitu hasil wakaf hanya diserahkan dan dianggap sebagai amal baik.
b)   Efek “Free rider”, yaitu hasil wakaf tidak ada pembedaan antara orang kaya dan orang miskin.
c)    Efek “Income Redistribution”, operasionalisasi wakaf akan diperoleh sebuah realita bahwa telah terjadi distribusi pendapatan horizontal secara signifikan dari suatu kelompok pendapatan ke kelompok yang lain. Pada dasarnya pengelolaan wakaf tunai secara efektif untuk pembangunan ekonomi itu terkait dengan operasionalnya.[34]
Garis besar operasionalisasi wakaf tunai, meliputi:
a)    Wakaf tunai harus diterima sebagai sumbangan sesuai dengan syari’ah.
b)   Wakaf harus dilakukan tanpa batas waktu.
c)    Wakif berhak memilih tujuan-tujuan dimana wakif mewakafkan.[35]
3.      Manajemen Investasi Dana
Wakaf telah berperan sangat penting dalam pengembangan kegiatan-kegiatan sosial ekonomi dan kebudayaan masyarakat Islam. Wakaf telah memfasilitasi sarjana dan mahasiswa dengan sarana dan prasarana yang memadai. dilihat dari segi bentuknya, wakaf tidak hanya terbatas pada benda tidak bergerak, tetapi juga benda bergerak. Badan Wakaf pun menerapkan beberapa kebijakan yaitu menitipkan hasil harta wakaf di bank Islam agar dapat berkembang dan memanfaatkan tanah-tanah kosong untuk dikelola secara produktif salah satunya dengan adanya wakaf tunai tentu akan memberikan kemudahan dalam memanfaatkan benda yang tidak bergerak seperti tanah untuk dikelola agar menjadi produktif.
Adapun SIBL (Sosial Investment Bank Limited) yang menjadi alternatif peningkatan pendapatan bagi jutaan warga miskin menetapkan sasaran pemanfaatan dana hasil pengelolaan wakaf tunai dengan rigid. Antara lain, peningkatan standar hidup orang miskin, rehabilitasi orang cacat, beasiswa, dll.[36]

4.      Perluasan Pemanfaatan Dana
Agar wakaf di Indonesia dapat memberikan kesejahteraan sosial bagi masyarakat, maka diperlukan pengelolaan wakaf secara optimal oleh para nadzir. Untuk mendorong atau mengoptimalkan wakaf oleh para nadzir, perlu ada suatu badan wakaf yang berskala nasional yang berfungsi antara lain memberikan pertimbangan pengelolaan wakaf. Disamping itu juga, badan wakaf tersebut berfungsi sebagai nadzir untuk mengelola wakaf produktif atau wakaf uang.
Di sinilah, pengelolaan dana wakaf sebagai instrumen investasi bisa menjadi alternatif kebuntuan pengelolaan harta wakaf. Artinya, pemanfaatan yang selama ini terkesan jalan di tempat bisa diterobos. Pengelolaan model wakaf tunai cukup menarik karena benefit atas investasi tersebut akan dapat dinikmati oleh masyarakat dimana saja. Hal ini dimungkinkan karena benefit atas investasi tersebut berupa cash yang dapat ditransfer ke beneficiary manapun diseluruh dunia. Sementara investasi dana wakaf tersebut dapat dilakukan dimanapun tanpa batas negara, mengingat sifat wakaf tunai yang dapat diinvestasikan di negara manapun.[37]
            Adapun mengenai manajemen pemasaran dalam wakaf tunai yang pada intinya berusaha untuk mengidentifikasi apa sesungguhnya yang dibutuhkan oleh konsumen dan bagaimana cara pemenuhannya dapat terealisasikan. Untuk dapat mengidentifikasi apa yang dibutuhkan konsumen, maka pebisnis tersebut perlu melakukan riset pemasaran, diantaranya berupa survei tentang keinginan konsumen, sehingga pebisnis bisa mendapatkan informasi mengenai apa yang sesungguhnya dibutuhkan oleh konsumen. Infomasi mengenai kebutuhan konsumen ini kemudian diteruskan kebagian produksi untuk dapat diwujudkan. Setelah output produk terwujud, maka manajemen pemasaran kemudian juga melakukan kegiatan dalam proses penyampaian kepada konsumen.[38] Dengan hal itu, penting bagi Baitul Maal Hidayatullah (BMH) Gerai Pamekasan dalam menentukan strategi apa yang digunakan dalam menghimpun dana dari donatur dengan menggunakan manajemen pemasaran yang efektif dan efisien sehingga jumlah donatur dapat berkembang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Misalnya saja melalui penyebaran brosur, media elektronik seperti sosial media, dll. Tentunya hal itu dilakukan sebagai upaya untuk menghimpun dana dari para donatur yang ingin menyisihkan sebagian hartanya untuk wakaf tunai.
            Apabila strategi penghimpunan dana dapat dilakukan dengan baik, maka donatur akan mudah untuk menjadi bagian dalam terealisasinya wakaf tunai yang ada di Baitul Maal Hidayatullah (BMH) Gerai Pamekasan. Ketika donatur ingin mendonasikan uangnya untuk wakaf tunai, maka donatur tersebut akan dihadapkan pada mekanisme ikrar wakaf. Ikrar wakaf disini adalah pernyataan dari orang yang berwakaf kepada pengelola wakaf yakni nadzir yang mana di BMH Gerai Pamekasan ada dua mekanisme ikrar wakaf yakni secara lisan maupun tulisan. Dalam hal ini, donatur dalam mewakafkan uangnya berhak untuk memilih kemana ia akan memberikan uangnya untuk diwakafkan. Misalnya, mewakafkan uangnya untuk wakaf pendidikan atau wakaf ambulan, dan sebagainya.[39]
            Adapun setelah ikrar wakaf sudah ditetapkan, maka selanjutnya peran distribusi penting untuk dilakukan. Distribusi adalah salah satu aspek dari pemasaran. Fungsi distribusi dalam aktivitas ekonomi pada hakikatnya mempertemukan kepentingan konsumen dan produsen dengan tujuan kemaslahatan umat. Aktivitas usaha distribusi ini kemudian dituntut untuk dapat memenuhi hak dan kewajiban yang diinginkan syariah bagi konsumen dan produsen. Dengan kata lain, aktivitas distribusi sebaiknya sejalan dengan motif dan tujuan utama aktivitas produksi dan konsumsi, yaitu pemenuhan kebutuhan masyarakat luas.[40] Ketika donatur atau Muwaqif mewakafkan hartanya dan sudah memberikan pernyataan kemana ia akan mewakafkannya, maka Baitul Maal Hidayatullah langsung mendistribusikan dana tersebut demi kepentingan masyarakat luas. Dan distribusi di Baitul Maal Hidayatullah Gerai Pamekasan diharapkan mampu mencapai tujuan yang diinginkan.[41]

2.    Kajian Penelitian Terdahulu
a.    Nidaul Jannah Program Studi Ekonomi Syari’ah FAI-UIKA Bogor 2014 dengan judul  “Konsep Investasi Wakaf Tunai Dan Aplikasinya Di Tabung Wakaf Indonesia”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada wakaf tunai, dana yang diperoleh para wakif akan dikelola oleh nadzhir (pengelola wakaf) yang dalam hal ini bertindak sebagai manajemen investasi. Kemudian dana wakaf tersebut dikelola dan diinvestasikan pada instrumen keuangan syariah, atau ke berbagai badan usaha yang bergerak sesuai syariah. Keuntungan dari investasi di atas siap didistribusikan kepada maukuf 'alaih. Adapun pokoknya akan diinvestasikan terus-menerus. Semua investasi, baik melalui instrumen keuangan syariah, atau sektor riil, harus dijaminkan sesuai ketentuan yang berlaku. Pengelolaan wakaf tunai di Tabung Wakaf Indonesia (TWI) dilakukan dengan jalan menginvestasikannya ke sektor yang sesuai dengan syariah, baik dengan prinsip bagi hasil atau sewa. Pengelolaan wakaf tunai yang dicanangkan TWI dilakukan berdasarkan dua pendekatan, yaitu pendekatan produktif, (menginvestasikan ke sektor peternakan, perkebunan, pengadaan sarana niaga) dan pendekatan non produktif (menginvestasikan dana wakaf tunai yang tidak menghasilkan keuntungan seperti membangun rumah sakit gratis, sekolah gratis). Keuntungan investasi didistribusikan untuk sarana pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi. Namun dalam pengelolaannya. Tabung Wakaf Indonesia (TWI) tidak menggunakan lembaga penjamin syariah.[42]
b.    Fadillah Mughnisani Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Alauddin Makkassar 2017 dengan judul Pengelolaan Wakaf Tunai Di Yayasan Wakaf Umi”. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa Penghimpuanan dana wakaf tunai di Yayasan Wakaf UMI masih dalam ruang lingkup internal dan secara sistematis mengalokasikan dana wakaf tunainya untuk pengembangan sarana dan prasarana akademik yang dirasa kurang memadai dalam kegiatan belajar mengajar, terutama penambahan lokasi (tanah) dan gedung seiring dengan bertambahnya jumlah mahasiswa. Hal ini merupakan bagian dari peningkatan mutu layanan bagi mahasiswa di bidang pendidikan dan pengajaran serta bidang kemahasiswaan. Pengelolaan wakaf tunai di Yayasan Wakaf UMI secara garis besar sudah sesuai dengan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 dan telah diimplementasikan dalam organisasi, namun belum sepenuhnya mengacu pada Undang-Undang tesebut dikarenakan adanya beberapa kendala. Meskipun demikian, Yayasan Wakaf UMI telah bekerjasama dengan Lembaga Keuangan Syari’ah. Wakaf tunai yang diterima disimpan dalam bentuk rekening titipan (wadi’ah).[43]
c.    Achmad Muchaddam Fahham Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI 2015 dengan judul Pengelolaan Wakaf Tunai Di Lembaga Pengelola Wakaf Dan Pertanahan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Daerah Istimewa Yogyakarta. Studi ini menyimpulkan ada tiga alasan yang mendorong Lembaga Pengelola Wakaf dan Pertanahan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Daerah Istimewa Yogyakarta untuk melakukan pengelolaan wakaf tunai, yakni alasan teologis, sosiologis dan yuridis. Penghimpunan wakaf tunai yang dilakukan dengan dua tahapan, yakni sosialisasi dan pemberian sertifikat wakaf. Wakaf tunai yang telah terkumpul diinvestasikan dalam bentuk deposito pada Bank Syariah BPD Daerah Istiemwa Yogyakarta. Nilai manfaat yang diperoleh dari investasi itu digunakan sebagai dana pinjaman produktif tanpa bunga. Dana pinjaman itu harus dikembalikan kepada Lembaga Pengelola Wakaf dan Pertanahan PW NU DIY, agar dana tersebut dapat digunakan oleh peminjam lain yang juga membutuhkan. Dalam praktiknya, tidak ada pinjaman yang tidak terbayar, karena pengembalian dana pinjaman dilakukan tanpa bunga dan biaya administratif. Selain itu, nilai manfaat yang diperoleh dari deposito juga digunakan untuk bantuan pendidikan dan kesehatan.[44]
Setelah membaca penelitian terdahulu diatas, nampak adanya persamaan dan perbedaan  antara penelitian terdahulu dengan penelitian yang sekarang,  persamaannya yaitu bahwa penelitian yang akan dilakukan penulis sama-sama membahas tentang wakaf tunai. Dan perbedaannya terletak pada tema atau fokus penelitian dan objek penelitian. Pada penelitian ini, yang akan di teliti adalah strategi pengelolaan wakaf tunai di Baitul Maal Hidayatullah (BMH) Gerai Pamekasan.

H.    Metode Penelitian
Metode Penelitian adalah cara yang dilaksanakan seorang peneliti untuk mengumpulkan, mengklarifikasi dan menganalisis fakta yang ada ditempat penelitian dengan menggunakan ukuran-ukuran dalam pengetahuan, hal ini dilakukan untuk menemukan kebenaran.[45]

1.    Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah studi lapangan (Field Reserch) yaitu penelitian yang dilakukan dengan langsung kelapangan, obyek penelitiannya yaitu Baitul Maal Hidayatullah (BMH) Gerai Pamekasan. Dimana  Field Reserch digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi secara intensif disertai dengan analisis semua data yang dikumpulkan untuk mendapatkan data yang kongkrit.
Pendekatan penelitian yang penulis pergunakan adalah pendekatan normatif, yaitu data yang terkumpul kemudian dihubungkan dengan ketentuan hukum. Pembahasan akan senantiasa berpijak pada landasan hukum syara, yaitu al-Quran dan hadist serta pendapat ulama.[46]

2.    Kehadiran Peneliti
Pada penelitian ini peneliti bertindak sebagai pengamat pasif. Dimana peneliti datang ke lokasi penelitian, namun peneliti tidak terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para pelaku yang diamati.[47] Peneliti hanya mengamati bagaimana strategi pengelolaan wakaf tunai di Baitul Maal Hidayatullah Gerai Pamekasan. Di samping itu kehadiran peneliti dalam penelitian ini diketahui statusnya sebagai peneliti oleh para narasumber. Dalam melakukan penelitian ini, rencananya peneliti akan meneliti selama satu bulan yakni pada bulan Januari 2019. Namun, sebelumnya, peneliti sudah melakukan observasi tempat mengenai diperbolekannya untuk melakukan penelitian di tempat tersebut.

3.      Lokasi Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini adalah Baitul Maal Hidayatullah Gerai Pamekasan Jl. Raya Jalmak No.120. Dan di Lembaga ini merupakan salah satu pengembang wakaf tunai yang cukup baik dengan pemasukan dan penyaluran yang efektif setiap bulannya. Sehingga, peneliti memilih Baitul Maal Hidayatullah sebagai bahan observasi.

4.    Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah :
a.       Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan melakukannya. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh secara langsung dari hasil wawancara maupun observasi dengan nadzir di Baitul Maal Hidayatullah Gerai Pamekasan.
b.      Data Sekunder
Data sekunder dalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada. Data ini biasanya diperoleh dari perpustakaan atau laporan-laporan terdahulu.[48] Sepertihalnya buku-buku, jurnal penelitian, dan artikel yang isinya masih berhubungan dengan rencana penelitian yang akan di laksanakan.
Tujuan pengambilan sampel dalam penelitian kualitatif adalah untuk mendapatkan informasi sebanyak mungkin. Oleh karena itu, dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah sampling snowball (bola salju). Teknik sampling snowball adalah suatu metode sampling dimana sampel diperoleh melalui proses bergulir dari satu responden ke responden yang lainnya. Biasanya metode ini digunakan untuk menjelaskan pola-pola sosial atau komunikasi suatu komunitas tertentu.
Dalam penelitian ini, peneliti masih belum sepenuhnya mengetahui responden yang tepat untuk dapat dijadikan sampel. Oleh sebab itu, untuk dapat menemukan sampel yang sulit untuk memperoleh informasi maka teknik sampling snowball merupakan salah satu cara yang dapat diandalkan dan sangat bermanfaat dalam menemukan responden yang dimaksud sebagai sasaran penelitian melalui keterkaitan hubungan dalam suatu jaringan, sehingga tercapai jumlah sampel yang dibutuhkan. Dalam Penelitian ini, ketua dari Baitul Maal Hidayatullah berperan sebagai informasi kunci yang nantinya akan mempermudah peneliti untuk memilih sampel yang tepat untuk mencari informasi yang dibutuhkan oleh peneliti dengan arahan dari ketua Baitul Maal Hidayatullah Gerai Pamekasan dalam memilih responden yang layak untuk dijadikan sampel.

5.      Prosedur Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data-data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa prosedur, yaitu :
a.       Wawancara
Wawancara adalah proses percakapan dengan maksud untuk mengonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, motivasi, persaan, dan sebagainyayang dialakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dengan orang yang diwawancarai (interview).[49] Dalam kegiatan wawancara ini, peneliti melakukan wawancara langsung dengan nadzir yakni Baitul Maal Hidayatullah (BMH) Gerai Pamekasan.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode wawancara semiterstruktur yaitu peneliti terlebih dahulu mempersiapkan bahan pertanyaan yang akan diajukan dalam wawancara. Namun tidak menutup kemungkinan nantinya akan muncul pertanyaan baru yang masih relevan untuk mendapatkan pendapat dan ide dari narasumber secara lebih luas.
b.      Observasi
Observasi atau pengamatan merupakan teknik pengumpulan data yang mengharuskan peneliti turun ke lapangan mengamati hal-hal yang berkaitan dengan ruang, tempat, pelaku, kegiatan, benda-benda, waktu, peristiwa, tujuan dan perasaan. Metode  Observasi merupakan cara yang sangat baik untuk mengawasi perilaku subjek penelitian seperti perilaku dalam lingkungan atau ruang, waktu dan keadaan tertentu.[50]
c.       Dokumentasi
Yaitu metode dimana di dalamnya meliputi materi (bahan) seperti : fotografi, vidio, film, memo, surat, diary, rekaman kasus dan sebagainya yang dapat digunakan sebagai bahan informasi penunjang. Dokumentasi dalam penelitian ini yaitu buku-buku yang dijadikan sumber rujukan dalam penulisan skripsi.

6.      Analisis Data
Analisis data menurut Bogdan dan Biklen adalah proses pencarian dan pengaturan secara sistematik hasil wawancara, catatan-catatan, dan bahan-bahan yang dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman terhadap semua bahan yang dikumpulkan dan memungkinkan menyajikan apa yang ditemukan.[51]
Dalam proses analisis data peneliti menggunakan analisis deskripstif kualitatif adalah menggambarkan dan menjabarkan secara jelas mengenai analisis strategi pengelolaan wakaf tunai di Baitul Maal Hidayatullah (BMH) Gerai Pamekasan sesuai dengan fakta yang ada di lapangan. Data hasil analisis tidak menggunakan angka-angka, tetapi dideskripsikan berdasarkan data hasil wawancara dan observasi yang diyakini kevalidannya. Setelah itu data yang diperoleh dari wawancara dan observasi dirangkum, memilih hal-hal yang pokok serta memfokuskan pada hal-hal yang penting. Kemudian data disajikan sehingga memudahkan untuk merencanakan kerja selanjutnya. Langkah berikutnya data dianalisis dan ditarik kesimpulan.



7.      Pengecekan Keabsahan Data
Untuk mentetapkan keabsahan data (trustworthines) data di perlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan tekhnik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan (credibelity), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependality), dan kepastian (confirmability).[52]
Pengecekan keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik triangulasi. Triangulasi ini dilakukan untuk menjamin bahwa data yang dikumpulkan benar-benar telah merepresentasikan fenomena yang menjadi fokus penelitian.[53] Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh memalui waktu dan alat yang berbeda. Hal ini dicapai dengan melalui:[54]
1.      Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
2.      Membandingkan apa yang dikatakan didepan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi.
3.      Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.
4.      Membandingkan keadaan dan prespektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan, menengah dan tinggi, orang berada, orang pemerintahan.
5.      Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
Dari hasil perbandingan tersebut sangat wajar apabila tidak banyak persamaan pendapat, pandangan atau pemikiran, yang terpenting adalah mengetahui alasan adanya perbedaan perbedaan tersebut. Triangulasi dengan teori dijelaskan bahwa berdasarkan anggapan bahwa fakta dapat diperiksa derajat kepercayaan dengan satu atau lebih teori yang lainnya. Dalam hal ini, jika analisis telah menguraikan pola, hubungan, dan menyertakan penjelasan yang muncul dari analisis maka penting untuk menghadirkan penjelasan atau pembanding lainnya yang sesuai.
Jadi triangulasi berarti cara terbaik untuk menghilangkan perbedan-perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai pandangan. Setelah tahap ini, kemudian mulailah tahap penafsiran data dalam mengeolah hasil sementara menjadi teori substansif dengan menggunakan beberapa metode tertertu.

8.      Tahap-Tahap Penelitian
Dalam penyusunan proposal ini ada beberapa tahapan penelitian yang akan dilakukan peneliti untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Tahap-tahap penelitian kualitatif menurut Bogdan ada tiga yaitu :
a.    Tahap pralapangan
Dalam tahap pralapangan ini yang dilakukan peneliti adalah menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan fokus penelitian, mengurus perizinan, menjejaki dan menilai keadaan lapangan,memilih dan memanfaatkan informan,menyiapkan perlengkapan penelitian, seta persoalan etika penelitian.[55]


b.      Tahap pekerjaan lapangan
Dalam tahap pekerjaan lapangan yang dilakukan peneliti adalah memahami latar penelitian dan persiapan diri, memasuki lapangan, berperan serta sambil mengumpulkan data.[56]
a.    Tahap analisis data
Pada tahap ini penulis mengolah data yang diperoleh berdasarkan teknik editing dengan pendekatan kualitatif.[57]

I.       Daftar Rujukan
Agama, Departemen. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf & PP Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaannya. Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, 2007.
Al-Hasyimiy, Sayyid Ahmad. Mukhtar Al-ahadist An-Nabawiyyah. Surabaya: Dar Al-‘ilmi, tt.
Anisa Fitria Utami, Implementasi Pengelolaan Wakaf Tunai (Studi pada Baitul Maal Hidayatullah & Yayasan Dana Sosial Al-Falah) Jurnal: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.
Ansari, Abdul Ghofur. Hukum dan Praktek Perwakafan di Indonesia. Yogjakarta: Pilar Media, 2006.
Assauri, Sofjan. Strategic Marketing: Sustaining Lifetime Customer Value. Jakarta: Rajawali Press, 2012.
Aziz, Abdul. Manajemen Investasi Syari’ah. Bandung: Alfabeta, 2010.
Basrowi Dan Suwandi. Memahami Peneitian Kualitatif. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008.
Burgin, Burhan. Metodologi Penelitian Kualitatif Aktulisasi Metodologis Ke Arah Ragam Varian Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012.
Djam’an dan Aan Komariyah. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2009.
Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif: Teori Dan Praktik. Jakarta:  PT Bumi Aksara, 2013.
Hafidhuddin, Didin. Agar Harta Berkah & Bertambah. Jakarta: Gema Insani, 2007.
Hasan, Sudirman. Wakaf Uang: Perspektif Fiqih, Hukum Positif, dan Manajemen. Malang: UIN Maliki Press, 2011.
http://ejournal.uikabogor.ac.id/index.php/alinfaq/article/download/41/51.Diakses pada tanggal 26 Oktober 2018. Jam 19.12 WIB.
http://journal.uinalauddin.ac.id/index.php/Iqtisaduna/article/viewFile/1156/1122. Diakses pada tanggal 26 Oktober 2018. Jam 18.52 WIB.
http://KBBI QTmedia. Diakses pada tanggal 12 Oktober 2018, pukul 20.12 WIB.
http://KBBI QTmedia. Diakses pada tanggal 12 Oktober 2018, pukul 20.17 WIB.
https://jurnal.dpr.go.id/index.php/aspirasi/article/view/461/358. Diakses pada tanggal 26 Oktober 2018. Jam 19.48 WIB.
Idrus, Muhammad.  Metode Penelitian Sosial Pendekatan Kuantitatif Edisi Ke 2. Yogyakarta: PT. Gelora Aksara Pratama, 2009.
Indonesia, Majelis Ulama.  Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975. Jakarta: Erlangga, 2001.
Kontjaringrat. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia,1981.
Mannan, M.A. Sertifikat Wakaf Tunai Sebuah Inovasi Instrumen Keuangan Islam. Depok: Ciber PKTTI-UI, 2000.
Misbahuddin dan Iqbal Hasan.  Analisis Data Penelitian Dengan Statistik. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2014.
Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Roskadakarya, 2012.
Nasional, Departemen Pendidikan. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Bahasa, 2008.
Nurul Huda, dkk. Keuangan Publik Islami: Pendekatan Teoritis dan Sejarah. Jakarta: Kencana, 2012,
Nuzula Yustisia. Studi Tentang Pengelolaan Wakaf Tunai Pada Lembaga Amil Zakat Di Kota Yogyakarta.  Jurnal UIN Sunan Kalijaga, 2008.
Qahaf, Mundzir. Manajemen Wakaf Produktif. Jakarta: Khalifa, 2005.
Rachman, Puspita. Pemberdayaan Wakaf Tunai Pada Baitul Maal Hidayatullah Di Surabaya Dalam Bidang Pendidikan. Surabaya: Universitas Airlangga, 2016.
Saadati, Nila. Pengelolaan Wakaf Tunai Dalam Mekanisme Pemberdayaan Ekonomi Pesantren: Studi pada Pondok Pesantren At-Tauhid Al-Islamy Magelang. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2014.
Shomad, Abd. Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah Dalam Hukum Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.
Siswandi, Aplikasi Manajemen Perusahaan Analisis Kasus Dan Pemecahannya. Jakarta: Mitra Wacana Media, 2011.
Suharsaputra, Uhar. Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan Tindakan. Bandung: PT.Rafika Aditama, 2012.
Sule, Ernie Tisnawati dan Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen. Jakarta: Kencana, 2005.
Syarifain, Khadim al Haramain asy. Al-Qur’an Dan Terjemahnya. Jakarta: Al-Mujamma’, tt.
Umi Chamidah. Pengelolaan Aset Wakaf  Tunai Pada LembagaKeuangan Syariah (Studi Pengelolaan Wakaf Tunai di Baitul Maal Hidayatullah Malang) Jurnal. UIN Malang, 2008.
Usman, Rachmadi. Hukum Perwakafan Di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.
Wakaf, Direktorat Pemberdayaan. Fiqih Wakaf. Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf. 2007.
Wakaf, Direktorat Pemberdayaan. Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai. Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2007.
Wawancara dengan Bapak Ahmadi, S.Pd.I (Kepala BMH Gerai Pamekasan)  Selasa, 23 Oktober 2018,  Jam 08.30-09.15  WIB di Kantor BMH Gerai Pamekasan.


J.      Lampiran

PEDOMAN WAWANCARA

1.    Bagaimana awal mula berdirinya program wakaf tunai di BMH?
2.    Untuk program wakaf tunai itu sendiri berdiri pada tahun berapa?
3.    Apakah ada program rutin yang dilakukan BMH untuk memperkenalkan wakaf tunai ini?
4.    Bagaimana strategi pengelolaan wakaf tunai di BMH?
5.    Seperti apa konsep perencanaan yang dilakukan BMH Gerai Pamekasan untuk mengembangkan program wakaf tunai ini?
6.    Seperti apa sistem pengorganisasian yang dilakukan BMH Gerai Pamekasan untuk mengembangkan program wakaf tunai?
7.    Bagaimana pola kepemimpinan dalam manajemen wakat tunai di BMH?
8.    Seperti apa bentuk pengawasan yang ada di BMH?
9.    Apa saja problematika yang dihadapi BMH dalam pendayahgunaan hasil produktivitas harta wakaf tunai?
10.  Apa hasil yang ingin dicapai dari pendayahgunaan harta wakaf tunai ini?
11.  Bagaimana bentuk pelaporan dari tiap pos yang mendayahgunakan harta wakaf tunai di BMH, Apakah sudah ditetapkan dan kapan hasil tersebut dilaporkan?
12.  Bagaimana cara BMH memotivasi karyawannya agar semangat bekerja?
13.  Apakah bisa digambarkan keistimewaan program wakaf tunai yang ada di BMH dibandingkan dengan lembaga pengelola wakaf tunai lainnya?
14.  Bagaimana perkembangan pewaqif sendiri dari tahun ke tahun?
15.  Pada umumnya, dari mana saja mayoritas donatur mengetahui tentang BMH sebagai salah satu sarana penyalur wakaf tunai?
16.  Kalau untuk yang bergerak di lapangan, apa ada tim khusus yang menghimpun bagian pendanaan? Maksudnya apakah staf bisa terjun ke lapangan secara langsung?
17.  Bagaimana teknis penarikan dana dan memperkenalkan program wakaf tunai di lapangan?
18.  Media apa sajakah yang umumnya digunakan untuk mengenalkan program wakaf tunai?
19.  Bagaimana mekanisme ikrar wakaf tunai yang dilakukan oleh BMH?
20.  Seperti apa sistem pendistribusian dana wakaf tunai yang diterima BMH sehingga memberikan kemaslahatan kepada umat?
21.  Pada pendistribusian wakaf tunai, adakah faktor penghambat dalam proses pendistribusiannya?
22.  Selain dana wakaf tunai ini disalurkan kepada masyarakat secara tunai, apakah BMH Gerai Pamekasan mewakafkan dana tersebut terhadap wakaf yang tidak bergerak. Misalnya saja tanah kosong yang kemudian didirikan masjid atau lainnya?
23.  Dalam pelaksanaannya, apa saja faktor pendukung dari wakaf tunai ini?
24.  Adakah faktor penghambat dari program wakaf tunai ini? Jika ada, apa saja faktornya?
25.  Apa saja bentuk instrumen investasi wakaf tunai yang ada di BMH?
26.  Kemajuan wakaf tunai tentunya didasari oleh kemampuan nadzir dalam mengelolanya, lalu apakah di BMH sendiri pernah memberikan pelatihan-pelatihan terhadap nadzir sehingga dapat menunjang perkembangan wakaf tunai di BMH?
27.  Karena nadzir haruslah profesional, bagaimana sistem rekrutmen Nadzir yang diterapkan oleh BMH Gerai Pamekasan?
28.  Apakah Mauquf ‘Alaih yang ada di BMH Gerai Pemekasan ini sudah sesuai dengan ketentuan hukum Islam maupun Perundang-undangan yang ada di Indonesia?
29.  Apakah sejauh ini tujuan wakaf tunai di BMH Gerai Pamekasan sudah mencapai target dan terealisasikan dalam meningkatkan investasi sosial menjadi modal sosial atau menciptakan kesadaran orang kaya terhadap tanggungjawabnya?
30.  Bagaimana sistem mobilisasi dana wakaf tunai di BMH agar penyaluran dana dalam sektor rill terealisasi? Misalnya saja, memberikan kredit mikro semacam KIK (Kontrak Investasi Kolektif) atau semacamnya?
31.  Bagaimana model pembiayaan di BMH Gerai Pamekasan?
32.  Secara garis besar, apakah operasionalisasi wakaf tunai yang ada di BMH sesuai dengan tuntutan syariah? Jika iya, berikan alasan untuk menguatkan argumentasi anda!
33.  Bagaimana respon/kepedulian masyarakat terhadap pengembangan wakaf tunai di BMH Gerai Pamekasan?
34.  Apakah sejauh ini harta wakaf tunai di BMH selalu mengalami surplus?



[1] Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2007),  hlm. 91.
[2] Sayyid Ahmad Al-Hasyimiy, Mukhtar Al-ahadist An-Nabawiyyah (Surabaya: Dar Al-‘ilmi, tt), hlm. 16.
[3] Puspita Rachman, Pemberdayaan Wakaf Tunai Pada Baitul Maal Hidayatullah Di Surabaya Dalam Bidang Pendidikan, (Surabaya: Universitas Airlangga, 2016), hlm. 8.
[4] Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2007), hlm. 3.
[5] Nila Saadati, Pengelolaan Wakaf Tunai Dalam Mekanisme Pemberdayaan Ekonomi Pesantren: Studi pada Pondok Pesantren At-Tauhid Al-Islamy Magelang,  (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2014 ), hlm. 7.
[6] Umi Chamidah, Pengelolaan Aset Wakaf  Tunai Pada LembagaKeuangan Syariah: Studi Pengelolaan Wakaf Tunai di Baitul Maal Hidayatullah Malang. (Malang: UIN Malang, 2008), hlm. 19.
[7] Nuzula Yustisia, Studi Tentang Pengelolaan Wakaf Tunai Pada Lembaga Amil Zakat Di Kota Yogyakarta, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2008), hlm. 3.
[8] Wawancara dengan Bapak Ahmadi, S.Pd.I (Kepala BMH Gerai Pamekasan)  Selasa, 23 Oktober 2018,  Jam 08.30-09.15  WIB di Kantor BMH Gerai Pamekasan.
[9]Sofjan Assauri, Strategic Marketing: Sustaining Lifetime Customer Value (Jakarta: Rajawali Press, 2012), hlm. 138.
[10] http://KBBI QTmedia. Diakses pada tanggal 12 Oktober 2018, pukul 20.12 WIB.
[11]Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975 (Jakarta: Erlangga, 2001), hlm.419.
[12]Ibid, hlm. 424.
[13]Nurul Huda, dkk. Keuangan Publik Islami: Pendekatan Teoritis dan Sejarah (Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 272.
[14]Sudirman Hasan, Wakaf Uang: Perspektif Fiqih, Hukum Positif, dan Manajemen (Malang: UIN MALIKI Press, 2011), hlm. 3
[15]Abd. Shomad, Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah Dalam Hukum Indonesia(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm. 369-370.
[16]Departemen Agama, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf & PP Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaannya  (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, 2007), hlm. 3
[17]Khadim al Haramain asy Syarifain, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Jakarta: Al-Mujamma’, tt), hlm. 91.
[18] Ibid, hlm. 65.
[19]Ibid,. Abd. Shomad, Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah Dalam Hukum Indonesia, hlm. 373.
[20]Ibid,. hlm. 373-378.
[21]Ibid,. Abd. Shomad, Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah Dalam Hukum Indonesia, hlm. 372
[22]Anisa Fitria Utami, Implementasi Pengelolaan Wakaf Tunai: Studi pada Baitul Maal Hidayatullah & Yayasan Dana Sosial Al-Falah (Jurnal: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya), hlm. 5-6.
[23] Ibid., Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai, hlm. 3
[24] Ibid., Sudirman Hasan, Wakaf Uang: Perspektif Fiqih, Hukum Positif, dan Manajemen, hlm. 22.
[25] Abdul Ghofur Ansari, Hukum dan Praktek Perwakafan di Indonesia, (Jogjakarta: Pilar Media, 2006), hlm. 97
[26] Ibid, hlm. 98
[27] Siswandi, Aplikasi Manajemen Perusahaan Analisis Kasus Dan Pemecahannya (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2011), hlm. 3
[28] Ibid, hlm. 41
[29] Ernie Tisnawati Sule dan Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen (Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 8
[30] Ibid, hlm. 8
[31] Ibid, hlm. 8
[32] Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2007), hlm. 73-78.
[33] Ibid, hlm. 83.
[34] M.A. Mannan, Sertifikat Wakaf Tunai Sebuah Inovasi Instrumen Keuangan Islam, (Depok: Ciber PKTTI-UI, 2000), hlm. 25.
[35] Ibid.,hlm. 43
[36] Ibid, hlm. 88-92
[37] Ibid, hlm. 94-97.
[38] Ernie Tisnawati Sule dan Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen  Ibid, hlm. 14
[39] Wawancara dengan Bapak Ahmadi, S.Pd.I (Kepala BMH Gerai Pamekasan)  Selasa, 23 Oktober 2018,  Jam 08.30-09.15  WIB di Kantor BMH Gerai Pamekasan.
[40]Veithzal Rivai dan Antoni Nizar Usman,  Islamic Economics & Finance: Ekonomi dan Keuangan Islam Bukan Alternatif, tetapi Solusi. (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2012), hlm. 33.
[41] Wawancara dengan Bapak Ahmadi, S.Pd.I (Kepala BMH Gerai Pamekasan)  Selasa, 23 Oktober 2018,  Jam 09.15-10.00  WIB di Kantor BMH Gerai Pamekasan
[42] http://ejournal.uika-bogor.ac.id/index.php/al-infaq/article/download/41/51. Diakses pada tanggal 26 Oktober 2018. Jam 19.12 WIB.
[44]https://jurnal.dpr.go.id/index.php/aspirasi/article/view/461/358. Diakses pada tanggal 26 Oktober 2018. Jam 19.48 WIB.
[45]Kontjaringrat, Metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: PT. Gramedia,1981),Hlm.13.
[46]Djam’an Dan Aan Komariyah, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta,2009), hlm.25.
[47]Imam gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori Dan Praktik.  (Jakarta : PT Bumi Aksara.2013), hlm,175.
[48]Misbahuddin Dan Iqbal Hasan, Analisis Data Penelitian Dengan Statistik, ( Jakarta : PT Bumi Aksara. 2014 ) Hlm. 21-22.
[49]Burhan Burgin, Metodologi Penelitian Kualitatif Aktulisasi Metodologis Ke Arah Ragam Varian Kontemporer (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2012) Hlm.155.
[50] Muhammad Idrus, Metode Penelitian Sosial Pendekatan Kuantitatif Edisi Ke 2 (Yogyakarta: PT. Gelora Aksara Pratama,2009),Hlm.104.
[51] Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori Dan Praktik, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2013 ) Hlm.210.
[52] Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja Roskadakarya, 2012) Hlm.324.
[53]Uhar Suharsaputra, Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan Tindakan (Bandung: PT.Rafika Aditama,2012),Hlm.220-221
[54]Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rusdakarya Ghalia Indonesia, 2002 ), Hlm.331
[55]Basrowi Dan Suwandi, Memahami Peneitian Kualitatif, ( Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008 ), hlm.84-87.
[56]Ibid, hlm.88-90.
[57]Ibid, hlm. 46.