Wednesday 13 March 2019

UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)


                                                                                                                                

UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)


Mata Kuliah : Ulumul Qurān                               Pengampu : Affan, S. Pd.I, MM
Hari                : Sabtu                                               Tanggal      : 15 Desember 2018

Nama  Mahasiswa : Arinal Hasanah                                 NIM      :18381072025
Kelas                       : A                                                          Prodi    : TBIN


1.    Tuliskan kembali dan terjemahkan surat Āli Imrān ayat 7, kemudian menurut Anda apakah korelasi ayat tersebut apabila dikaitkan dengan Ulumul Qurān?
2.    Deskripsikan jawaban Anda tentang:
a.      Sejarah Kodifikasi al Quran?
b.      Wahyu yang pertama dan yang terakhir turun menurut Mannak al Qattan?
c.       Hikmah Nasikh dan mansukh menurut buku karangan Mohamad Ghufron dan Rahmawati?
d.     Perbedaan Tafsir dan Takwil sebagaimana materi yang telah diterima Anda?
e.      Percetakan Al Qurān pertama setidaknya dilakukan di tiga tempat di Eropa (sebagaimana disebutkan oleh Dr. Yahya Mahmud Junaid dalam buku karangan Muhammad Gufron dan Rahmawati). Sebutkan ketiganya?
3.    Mohammad Gufron & Rahmawati dalam bukunya dengan judul Ulūmul Qurān (praktis & mudah) menjelaskan bahwa:
a.      Ada 4 faedah mengetahui surat Madaniyah dan Makkiyah. Sebutkan 2 saja!
b.      Menurut al-Balqini, qiraat itu ada 3 bagian. Sebutkan ketiganya?

c.       Ada 7 Imam (qiraah sabah) yang bisa digunakan dalam bacaan sholat dan bacaan al Quran. Sebutkan ketujuh imam tersebut!
4.    Disebutkan dalam materi Tafsir, Tawil dan Terjamah bahwa corak penerjemahan ada tiga. Sebutkan ketiganya!




Semoga jawaban dan materi Ulūmul Qurān
yang Anda jawabkan dan dapatkan,
 barokah serta bermanfaat dunia akherat.


















Jawaban

1.                  Allah SWT berfirman:

مِنْهُ تَشَابَهَ مَا فَيَتَّبِعُوْنَ  زَيْغٌ قُلُوْبِهِمْ فِيْ الَّذِيْنَ فَاَمَّا  ۗمُتَشٰبِهٰتٌ وَاُخَرُ الْكِتٰبِ اُمُّ هُنَّ مُّحْكَمٰتٌ اٰيٰتٌ مِنْهُ الْكِتٰبَ عَلَيْكَ اَنْزَلَ الَّذِيْۤ هُوَ
              وَمَا  ۚ رَبِّنَا عِنْدِ مِّنْ  كُلٌّ ۙ بِهٖ اٰمَنَّا  يَقُوْلُوْنَ   الْعِلْمِ فِىن والرسخو  ۘ اللّٰهُ اِلَّا تَأْوِيْلَهٗۤ يَعْلَمُ وَمَا ۚتَأْوِيْلِهٖ ابْتِغَآءَو الْفِتْنَةِ  ابْتِغَآءَ
.الْاَلْبَابِ اُولُوا لَّاۤيَذَّكَّرُ

"Dialah yang menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu (Muhammad). Di antaranya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok Kitab (Al-Qur'an) dan yang lain mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong pada kesesatan, mereka mengikuti yang mutasyabihat untuk mencari-cari fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah. Dan orang-orang yang ilmunya mendalam berkata, Kami beriman kepadanya (Al-Qur'an), semuanya dari sisi Tuhan kami. Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang yang berakal."
(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 7)
2. a. Sejarah Kodifikasi Al-Quran
Al-Quran adalah wahyu yang diturunkan dari langit oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril a’s. Sejarah penurunannya selama 23 tahun secara berangsur-angsur telah memberi kesan yang sangat besar dalam kehidupan seluruh manusia. Di dalamnya terkandung pelbagai ilmu, hikmah dan pengajaran yang tersurat maupun tersirat. Sebagai umat Islam, kita haruslah berpegang kepada Al-Quran dengan membaca, memahami dan mengamalkan serta menyebarluas ajarannya. Bagi mereka yang mencintai dan mendalaminya akan mengambil iktibar serta pengajaran, lalu menjadikannya sebagai panduan dalam meniti kehidupan dunia menuju akhirat yang kekal abadi. Mushaf Al-Qur’an yang ada di tangan kita sekarang ternyata telah melalui perjalanan panjang yang berliku-liku selama kurun waktu lebih dari 1400 tahun yang silam dan mempunyai latar belakang sejarah yang menarik untuk diketahui. Selain itu jaminan atas keotentikan Al-

Al-Qur’an langsung diberikan oleh Allah SWT yang termaktub dalam firman-Nya QS.AL Hijr -(15):9: "Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan adz-Dzikr (Al-Qur’an), dan kamilah yang akan menjaganya"
  • Al-Quran pada zaman Rasulullah SAW.
Pengumpulan Al-Qur’an pada zaman Rasulullah SAW ditempuh dengan dua cara:
  1. Pertama : al Jam'u fis Sudur
Para sahabat langsung menghafalnya diluar kepala setiap kali Rasulullah SAW menerima wahyu. Hal ini bisa dilakukan oleh mereka dengan mudah terkait dengan kultur (budaya) orang arab yang menjaga Turast (peninggalan nenek moyang mereka diantaranya berupa syair atau cerita) dengan media hafalan dan mereka sangat masyhur dengan kekuatan daya hafalannya.
  1. Kedua : al Jam'u fis Suthur
Yaitu wahyu turun kepada Rasulullah SAW ketika beliau berumur 40 tahun yaitu 12 tahun sebelum hijrah ke madinah. Kemudian wahyu terus menerus turun selama kurun waktu 23 tahun berikutnya dimana Rasulullah. SAW setiap kali turun wahyu kepadanya selalu membacakannya kepada para sahabat secara langsung dan menyuruh mereka untuk menuliskannya sembari melarang para sahabat untuk menulis hadis-hadis beliau karena khawatir akan bercampur dengan Al-Qur’an. Rasul SAW bersabda  "Janganlah kalian menulis sesuatu dariku kecuali Al-Qur’an, barangsiapa yang menulis sesuatu dariku selain Al-Qur’an maka hendaklah ia menghapusnya " (Hadis dikeluarkan oleh Muslim (pada Bab Zuhud hal 8) dan Ahmad (hal 1). Biasanya sahabat menuliskan Al-Qur’an pada media yang terdapat pada waktu itu berupa ar-Riqa' (kulit binatang), al-Likhaf (lempengan batu), al-Aktaf (tulang binatang), al-`Usbu ( pelepah kurma). Sedangkan jumlah sahabat yang menulis Al-Qur’an waktu itu mencapai 40 orang. Adapun hadis yang menguatkan bahwa penulisan Al-Qur’an telah terjadi pada masa Rasulullah s.a.w. adalah hadis yang di Takhrij (dikeluarkan) oleh al-Hakim dengan sanadnya yang bersambung pada Anas r.a., ia berkata:  "Suatu saat kita bersama Rasulullah s.a.w. dan kita menulis Al-Qur’an (mengumpulkan) pada kulit binatang ".Dari kebiasaan menulis Al-Qur’an ini menyebabkan banyaknya naskah-naskah (manuskrip) yang dimiliki oleh masing-masing penulis wahyu, diantaranya yang terkenal adalah: Ubay bin Ka'ab, Abdullah bin Mas'ud, Mu'adz bin Jabal, Zaid bin

Tsabit dan Salin bin Ma'qal. Adapun hal-hal yang lain yang bisa menguatkan bahwa telah terjadi penulisan Al-Qur’an pada waktu itu adalah Rasulullah SAW melarang membawa tulisan Al-Qur’an ke wilayah musuh. Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah kalian membawa catatan Al-Qur’an kewilayah musuh, karena aku merasa tidak aman (khawatir) apabila catatan Al-Qur’an tersebut jatuh ke tangan mereka”. Kisah masuk islamnya sahabat `Umar bin Khattab r.a. yang disebutkan dalam buku-bukus sejarah bahwa waktu itu `Umar mendengar saudara perempuannya yang bernama Fatimah sedang membaca awal surah Thaha dari sebuah catatan (manuskrip) Al-Qur’an kemudian `Umar mendengar, meraihnya kemudian memba-canya, inilah yang menjadi sebab ia mendapat hidayah dari Allah sehingga ia masuk islam. Sepanjang hidup Rasulullah s.a.w Al-Qur’an selalu ditulis bilamana beliau mendapat wahyu karena Al-Qur’an diturunkan tidak secara sekaligus tetapi secara bertahap.
  • Al-Quran pada zaman Khalifah Abu Bakar as Siddiq
SEPENINGGAL Rasulullah SAW, istrinya `Aisyah menyimpan beberapa  naskah catatan (manuskrip) Al-Qur’an, dan pada masa pemerintahan Abu Bakar r.a terjadilah Jam'ul Quran yaitu pengumpulan naskahnaskah atau manuskrip Al-Qur’an yang susunan surah-surahnya menurut riwayat masih berdasarkan pada turunnya wahyu (hasbi tartibin nuzul).
Imam Bukhari meriwayatkan dalam shahihnya sebab-sebab yang melatarbelakangi pengumpulan naskah-naskah Al-Qur’an yang terjadi pada masa Abu Bakar yaitu Atsar yang diriwatkan dari Zaid bin Tsabit r.a. yang berbunyi:
"Suatu ketika Abu bakar menemuiku untuk menceritakan perihal korban pada perang Yamamah , ternyata Umar juga bersamanya. Abu Bakar berkata :" Umar menghadap kapadaku dan mengatakan bahwa korban yang gugur pada perang Yamamah sangat banyak khususnya dari kalangan para penghafal Al-Qur’an, aku khawatir kejadian serupa akan menimpa para penghafal Al-Qur’an di beberapa tempat sehingga suatu saat tidak akan ada lagi sahabat yang hafal Al-Qur’an, menurutku sudah saatnya engkau wahai khalifah memerintahkan untuk mengumpul-kan Al-Qur’an, lalu aku berkata kepada Umar : " bagaimana mungkin kita melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah saw?" Umar menjawab: "Demi Allah, ini adalah sebuah kebaikan". Selanjutnya Umar selalu saja mendesakku untuk melakukannya sehingga Allah melapangkan hatiku, maka aku setuju dengan usul umar untuk mengumpulkan Al-Qur’an. Zaid berkata: Abu bakar

berkata kepadaku : "engkau adalah seorang pemuda yang cerdas dan pintar, kami tidak meragukan hal itu, dulu engkau menulis wahyu (Al-Qur’an) untuk Rasulullah s. a. w., maka sekarang periksa dan telitilah Al-Qur’an lalu kumpulkanlah menjadi sebuah mushaf".
Zaid berkata : "Demi Allah, andaikata mereka memerintahkan aku untuk memindah salah satu gunung tidak akan lebih berat dariku dan pada memerintahkan aku untuk mengumpulkan Al-Qur’an. Kemudian aku teliti Al-Qur’an dan mengumpulkannya dari pelepah kurma, lempengan batu, dan hafalan para sahabat yang lain). Kemudian Mushaf hasil pengumpulan Zaid tersebut disimpan oleh Abu Bakar, peristiwa tersebut terjadi pada tahun 12 H. Setelah ia wafat disimpan oleh khalifah sesudahnya yaitu Umar, setelah ia pun wafat mushaf tersebut disimpan oleh putrinya dan sekaligus istri Rasulullah s.a.w. yang bernama Hafsah binti Umar r.a. Semua sahabat sepakat untuk memberikan dukungan mereka secara penuh terhadap apa yang telah dilakukan oleh Abu bakar berupa mengumpulkan Al-Qur’an menjadi sebuah Mushaf. Kemudian para sahabat membantu meneliti naskah-naskah Al-Qur’an dan menulisnya kembali. Sahabat Ali bin Abi thalib berkomentar atas peristiwa yang bersejarah ini dengan mengatakan : " Orang yang paling berjasa terhadap Mushaf adalah Abu bakar, semoga ia mendapat rahmat Allah karena ialah yang pertama kali mengumpulkan Al-Qur’an, selain itu juga Abu bakarlah yang pertama kali menyebut Al-Qur’an sebagai Mushaf).
Menurut riwayat yang lain orang yang pertama kali menyebut Al-Qur’an sebagai Mushaf adalah sahabat Salim bin Ma'qil pada tahun 12 H lewat perkataannya yaitu : "Kami menyebut di negara kami untuk naskah-naskah atau manuskrip Al-Qur’an yang dikumpulkan dan di bundel sebagai MUSHAF" dari perkataan salim inilah Abu bakar mendapat inspirasi untuk menamakan naskah-naskah Al-Qur’an yang telah dikumpulkannya sebagai al-Mushaf as Syarif (kumpulan naskah yang mulya). Dalam Al-Qur’an sendiri kata Suhuf (naskah ; jama'nya Sahaif) tersebut 8 kali, salah satunya adalah firman Allah QS. Al Bayyinah (98):2 " Yaitu seorang Rasul utusan Allah yang membacakan beberapa lembaran suci. (Al-Qur’an)"
  • Al-Quran pada jaman khalifah Umar bin Khatab
Tidak ada perkembangan yang signifikan terkait dengan kodifikasi Al-Qur’an yang dilakukan oleh khalifah kedua ini selain melanjutkan apa yang telah dicapai oleh khalifah pertama yaitu mengemban misi untuk    menyebarkan    islam     dan mensosialisasikan sumber utama ajarannya yaitu Al-Qur’an pada wilayah-wilayah daulah islamiyah baru yang

berhasil dikuasai dengan mengirim para sahabat yang kredibilitas serta kapasitas ke-Al-Quranan-nya bisa dipertanggungjawabkan Diantaranya adalah Muadz bin Jabal, `Ubadah bin Shamith dan Abu Darda'.
  • Al-Quran pada jaman khalifah Usman bin ‘Affan
Pada masa pemerintahan Usman bin 'Affan terjadi perluasan wilayah islam di luar Jazirah arab sehingga menyebabkan umat islam bukan hanya terdiri dari bangsa arab saja ('Ajamy). Kondisi ini tentunya memiliki dampak positif dan negatif. Salah satu dampaknya adalah ketika mereka membaca Al-Qur’an, karena bahasa asli mereka bukan bahasa arab. Fenomena ini di tangkap dan ditanggapi secara cerdas oleh salah seorang sahabat yang juga sebagai panglima perang pasukan muslim yang bernama Hudzaifah bin al-yaman. Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas r.a. bahwa suatu saat Hudzaifah yang pada waktu itu memimpin pasukan muslim untuk wilayah Syam (sekarang syiria) mendapat misi untuk menaklukkan Armenia, Azerbaijan (dulu termasuk soviet) dan Iraq menghadap Usman dan menyampaikan kepadanya atas realitas yang terjadi dimana terdapat perbedaan bacaan Al-Qur’an yang mengarah kepada perselisihan.
Ia berkata : "wahai usman, cobalah lihat rakyatmu, mereka berselisih gara-gara bacaan Al-Qur’an, jangan sampai mereka terus menerus berselisih sehingga menyerupai kaum yahudi dan nasrani ".
Lalu Usman meminta Hafsah meminjamkan Mushaf yang di pegangnya untuk disalin oleh panitia yang telah dibentuk oleh Usman yang anggotanya terdiri dari para sahabat diantaranya Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa'id bin al'Ash, Abdurrahman bin al-Haris dan lain-lain. Kodifikasi dan penyalinan kembali Mushaf Al-Qur’an ini terjadi pada tahun 25 H, Usman berpesan apabila terjadi perbedaan dalam pelafalan agar mengacu pada Logat bahasa suku Quraisy karena Al-Qur’an diturunkan dengan gaya bahasa mereka. Setelah panitia selesai menyalin mushaf, mushaf Abu bakar dikembalikan lagi kepada Hafsah. Selanjutnya Usman memerintahkan untuk membakar setiap naskah-naskah dan manuskrip Al-Qur’an selain Mushaf hasil salinannya yang berjumlah 6 Mushaf. Mushaf hasil salinan tersebut dikirimkan ke kota-kota besar yaitu Kufah, Basrah, Mesir, Syam dan Yaman. Usman menyimpan satu mushaf untuk ia simpan di Madinah yang belakangan dikenal sebagai Mushaf al-Imam. Tindakan Usman untuk menyalin dan menyatukan Mushaf berhasil meredam perselisihan dikalangan umat islam sehingga ia manual pujian dari umat islam baik dari dulu sampai sekarang sebagaimana khalifah pendahulunya

Abu bakar yang telah berjasa mengumpulkan Al-Qur’an. Adapun Tulisan yang dipakai oleh panitia yang dibentuk Usman untuk menyalin Mushaf adalah berpegang pada Rasm alAnbath tanpa harakat atau Syakl (tanda baca) dan Nuqath (titik sebagai pembeda huruf).
Tanda Yang Mempermudah Membaca Al-Quran
Sampai sekarang, setidaknya masih ada empat mushaf yang disinyalir adalah salinan mushaf hasil panitia yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit pada masa khalifah Usman bin Affan. Mushaf pertama ditemukan di kota Tasyqand yang tertulis dengan Khat Kufy. Dulu sempat dirampas oleh kekaisaran Rusia pada tahun 1917 M dan disimpan di perpustakaan Pitsgard (sekarang St.PitersBurg) dan umat islam dilarang untuk melihatnya. Pada tahun yang sama setelah kemenangan komunis di Rusia, Lenin memerintahkan untuk memindahkan Mushaf tersebut ke kota Opasampai tahun 1923 M. Tapi setelah terbentuk Organisasi Islam di Tasyqand para anggotanya meminta kepada parlemen Rusia agar Mushaf dikembalikan lagi ketempat asalnya yaitu di Tasyqand (Uzbekistan, negara di bagian asia tengah). Mushaf kedua terdapat di Museum al Husainy di kota Kairo mesir dan Mushaf ketiga dan keempat terdapat di kota Istambul Turki. Umat islam tetap mempertahankan keberadaan mushaf yang asli apa adanya. Sampai suatu saat ketika umat islam sudah terdapat hampir di semua belahan dunia yang terdiri dari berbagai bangsa, suku, bahasa yang berbeda-beda sehingga memberikan inspirasi kepada salah seorang sahabat Ali bin Abi Thalib yang menjadi khalifah pada waktu itu yang bernama Abul-Aswad as-Dualy untuk membuat tanda baca (Nuqathu I’rab) yang berupa tanda titik. Atas persetujuan dari khalifah, akhirnya ia membuat tanda baca tersebut dan membubuhkannya pada mushaf. Adapun yang mendorong Abul-Aswad ad-Dualy membuat tanda titik adalah riwayat dari Ali r.a bahwa suatu ketika Abul-Aswad adDualy menjumpai seseorang yang bukan orang arab dan baru masuk islam membaca kasrah pada kata "Warasuulihi" yang seharusnya dibaca "Warasuuluhu" yang terdapat pada QS. At-Taubah (9) 3 sehingga bisa merusak makna.
Abul-Aswad ad-Dualy menggunakan titik bundar penuh yang berwarna merah untuk menandai fathah, kasrah, Dhammah, Tanwin dan menggunakan warna hijau untuk menandai Hamzah. Jika suatu kata yang ditanwin bersambung dengan kata berikutnya yang berawalan huruf Halq (idzhar) maka ia membubuhkan tanda titik dua horizontal seperti "adzabun alim" dan membubuhkan tanda titik dua Vertikal untuk menandai Idgham seperti "ghafurrur rahim". Adapun yang pertama kali membuat Tanda Titik untuk membedakan

huruf-huruf yang sama karakternya (nuqathu hart) adalah Nasr bin Ashim (W. 89 H) atas permintaan Hajjaj bin Yusuf as-Tsaqafy, salah seorang gubernur pada masa Dinasti Daulah Umayyah (40-95 H). Sedangkan yang pertama kali menggunakan tanda Fathah, Kasrah, Dhammah, Sukun, dan Tasydid seperti yang-kita kenal sekarang adalah al-Khalil bin Ahmad al-Farahidy (W.170 H) pada abad ke II H. Kemudian pada masa Khalifah Al-Makmun, para ulama selanjutnya berijtihad untuk semakin mempermudah orang untuk membaca dan menghafal Al-Qur’an khususnya bagi orang selain arab dengan menciptakan
tanda-tanda baca tajwid yang berupa Isymam, Rum, dan Mad. Sebagaimana mereka juga membuat tanda Lingkaran Bulat sebagai pemisah ayat dan mencamtumkan nomor ayat, tanda-tanda waqaf (berhenti membaca), ibtida (memulai membaca), menerangkan identitas surah di awal setiap surah yang terdiri dari nama, tempat turun, jumlah ayat, dan jumlah 'ain. Tanda-tanda lain yang dibubuhkan pada tulisan Al-Qur’an adalah Tajzi' yaitu tanda pemisah antara satu Juz dengan yang lainnya berupa kata Juz dan diikuti dengan penomorannya (misalnya, al-Juz-utsalisu: untuk juz 3) dan tanda untuk menunjukkan isi yang berupa seperempat, seperlima, sepersepuluh, setengah Juz dan Juz itu sendiri.
Sebelum ditemukan mesin cetak, Al-Qur’an disalin dan diperbanyak dari mushaf utsmani dengan cara tulisan tangan. Keadaan ini berlangsung sampai abad ke16 M. Ketika Eropa menemukan mesin cetak yang dapat digerakkan (dipisah-pisahkan) dicetaklah Al-Qur'an untuk pertama kali di Hamburg, Jerman pada tahun 1694 M. Naskah tersebut sepenuhnya dilengkapi dengan tanda baca. Adanya mesin cetak ini semakin mempermudah umat islam memperbanyak mushaf Al-Qur’an. Mushaf Al-Qur’an yang pertama kali dicetak oleh kalangan umat islam sendiri adalah mushaf edisi Malay Usman yang dicetak pada tahun 1787 dan diterbitkan di St. Pitersburg Rusia. Kemudian diikuti oleh percetakan lainnya, seperti di Kazan pada tahun 1828, Persia Iran tahun 1838 dan Istambul tahun 1877. Pada tahun 1858, seorang Orientalis Jerman , Fluegel, menerbitkan Al-Qur’an yang dilengkapi dengan pedoman yang amat bermanfaat. Sayangnya, terbitan Al-Qur’an yang dikenal dengan edisi Fluegel ini ternyata mengandung cacat yang fatal karena sistem penomoran ayat tidak sesuai dengan sistem yang digunakan dalam mushaf standar. Mulai Abad ke-20, pencetakan Al-Qur’an dilakukan umat islam sendiri. Pencetakannya mendapat pengawasan ketat dari para Ulama untuk menghindari timbulnya kesalahan cetak. Cetakan Al-Qur’an yang banyak dipergunakan di dunia islam dewasa ini adalah cetakan Mesir yang juga dikenal dengan edisi Raja Fuadkarena dialah yang memprakarsainya. Edisi ini ditulis berdasarkan Qiraat Ashim riwayat Hafsdan pertama kali diterbitkan di Kairo pada tahun

 1344 H/ 1925 M. Selanjutnya, pada tahun 1947 M untuk pertama kalinya Al-Qur’an dicetak dengan tekhnik cetak offset yang canggih dan dengan memakai huruf-huruf yang indah. Pencetakan ini dilakukan di Turki atas prakarsa seorang ahli kaligrafi turki yang terkemuka Said Nursi.
2.b. wahyu pertama dan terakhir Diturunkan menurut Mannak al-Qattan
  • Wahyu pertama diturunkan
a.     Pendapat yang paling shahih mengenai yang pertama kali turun ialah surat Al-‘Alaq ayat 1-5. Diriwayatkan Imam Al-Bukhari dan Muslim dan lainnya, dari Aisya as yang mengatakan, “wahyu yang pertama kali dialami oleh Rasulullah SAW, adalah mimpi yang benar diwaktu tidur. Beliau melihat dalam mimpi itu datangnya bagaikan terangnya pagi hari. Kemudian beliau suka menyendiri. Beliau pergi ke gua Hira untuk beribadah beberapa malam. Untuk itu beliau membawa bekal. Kemudian beliau pulang kembali ke Khadijah ra, maka Khadijah pun membekali beliau seperti bekal terdahulu. Lalu di gua Hira datanglah kepada beliau satu kebenaran, yaitu malaikat, yang berkata Nabi, “bacalah!” Rasulullah menceritakan, maka aku pun menjawab, ‘aku tidak bisa membaca.’ Malaikat tersebut kemudian memelukku sehingga aku merasa amat payah. Lalu aku dilepaskan, dan dia berkata lagi, ‘bacalah!’ maka aku pun menjawab, ‘aku tidak bisa membaca.’ Lalu dia merangkulku yang kedua kali sampai aku kepayahan. Kemudian dia lepaskan lagi dan berkata, ‘bacalah!’ aku menjawab, ‘aku tidak bisa membaca.’ Maka, dia merangkulku yang ketiga kalinya sehingga aku kepayahan, kemudian dia berkata, ‘bacalah dengan nama tuhanmu yang telah menciptakan...’ sampai dengan ‘...apa yang tidak diketahuinya’.”(Hal: 89-90)
b.     Dikatakan pula, bahwa yang pertama kali turun adalah ayat, “ya ayyuhal muddatstsir”(hai orang-orang berselimut). Ini didasarkan pada hadist yang juga Hr. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Salamah Bin Abdirrahman. Dia berkata, “kau bertanya kepada Jabir Bin Abdillah. ‘yang manakah diantara Al-Qur’an itu yang turun pertama kali?’ dia menjawab, ‘ya ayyuhal muddatstsir.’ Aku bertanya lagi, ‘bukannya iqra’ bismi rabbika?’ dia menjawab, ‘aku katakan kepadamu apa yang dikatakan Rasulullah kepada kami. Beliau bersabda,“sesungguhnya aku berdiam diri di gua hira. Maka ketika habis masa diamku, aku turun aku telusuri lembah. Aku lihat ke muka, ke belakang, ke kanan dan ke kiri. Lalu aku lihat ke langit, tiba-tiba aku melihat Jibril yang amat manakutkan. Maka aku pulang ke Khadijah. Khadijah memerintahkan mereka menyelimuti aku. Mereka pun

menyelimuti aku. Lalu allah menurunkan, ‘wahai orang yang berselimut; bangkitlah, dan barilah peringatan.” (hal: 90-91)
c.     Pendapat lain mengatakan, bahwa yang pertama kali turun adalah surat Al-Fatihah.Mungkin yang dimaksudkan adalah surat yang pertama kali turun secara lengkap.(hal: 92)
d.     Ada juga yang berpendapat, bahwa yang pertama kali turun adalahbismillahirrahmannirrahim, karena bismilah ikut turun mendahului setiap surat. (hal: 92)
2.          wahyu Terakhir Diturunkan
a.     Hadist Al-Bukhari dari Ibnu Abbas, yang mengatakan, “ayat yang terakhir diturunkan adalah ayat tentang riba.” Yaitu surat Al-Baqarah ayat 278. (hal: 95)
b.     Hadist yang diriwayatkan An-Nasa’i dan lain-lain, dari Ibnu Abbas dan Said Bin Jubair, “ayat Al-Qur’an yang terakhir kali turun ialah, “dan peliharalah darimu dari azdab yang terjadi pada suatu hari dimana pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada allah...” (Al-Baqarah: 281)
c.     Dikatakan bahwa ayat yang terakhir  kali turun  itu ayat tentang hutang, dasarnya adalah hadist yang diriwayatkan dari Said Bin Al-Musayyib, “...telah sampai kepadanya bahwa ayat Al-Qur’an yang paling muda di Arsy ialah ayat mengenai hutang.” Yaitu surat Al-Baqarah ayat 282.
d.     Ayat yang turun terakhir menurut hadist Al-Barra’ ini adalah berhubungan dengan masalah warisan. Yaitu surat An-Nisaa’ ayat 176 (hal: 96)
e.     Dalam Al-Mustadrak disebutkan dari Ubay Bin Ka’ab, ia berkata, “ayat yang terakhir diturunkan yaitu: “sesungguhnya telah telah datang kepadamu seorang dari kaummu sendiri...” (At-Taubah: 128) sampai akhir surat. Mungkin yang dimaksud adalah ayat terakhir yang diturunkan dari surat At-Taubah.
f.      Ada juga yang mengatakan, bahwa yang terakhir kali turun adalah surat Al-Mai’dah. Ini didasarkan pada riwayat At-Tirmidzi dan Al-Hakim dari Aisyah ra. Tetapi menurut hemat kami surat itu adalah surat yang terkhir kali turun dalam masalah halal dan haram, sehingga tak satu hukum pun yang dihapus didalamnya.

g.     Hadist yang diriwayatkan Ibnu Mardawaih melalui mujahid, dari Ummu Salamah, dia berkata, “ayat yang terakhir kali turun adalah ayat, “maka allah memperkenankan permohonan mereka, sesungguhnya aku tidak akan menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal diantara kaummu...”sampai akhir ayat surat Ali ‘Imran ayat 195(hal: 97)
h.     Hadist yang diriwayatkan Al-Buhkari dan lainnya dari Ibnu Abbas katanya, “ayat ini (An-Nisaa’: 93) adalah ayat yang terakhir diturunkan dan tidak dihapus oleh apa pun.”(hal: 98)
i.       Pendapat yang berdasarkan kepada riwayat Muslim dari Ibnu Abbas, yang menyebutkan bahwa surat terakhir yang diturunkan ialah surat An-Nasr ayat satu.(hal: 99)

2.c. yaitu:
1. Menunjukkan bahwa syariat islam yang di ajarkan rasulullah adalah syariat yang paling sempurna, yang telah menghapus syariat-syariat dari agama sebelumnya. Karena syariat islam telah mencakup ajaran-ajaran sebelumnya.
2. untuk kemaslahatan umat islam.
3. untuk menguji umat islam dengan perubahan hukum, apakah dengan perubahan ini mereka masih taat atau sebaliknya.
2.d. perbedaan tafsir dan takwil
 perbedaan tafsir dan takwil adalah sebagai berikut:
1.      Tafsir lebih banyak digunakan pada lafas dan mufradat sedangkan takwil lebih banyak digunakan pada jumlah dan makna-makna.
2.      Tafsir apa yang bersangkutan paut dengan riwayah sedangkan Takwil apa-apa yang bersangkutan paut dengan dirayah.
3.      Tafsir menjelaskan secara detail sedangkan Takwil hanya menjelaskan secara global tentang apa yang dimaksud dengan ayat itu.




4.      Takwil menjabarkan kalimat-kalimat dan menjelaskan maknanya sedangkan tafsir menjelaskan secara dengan sunnah dan menyampaikan pendapat para sahabat dan para ulama dalam penafsiran itu.
5.      Tafsir menjelaskan lafas yang zahir ,adakalanya secara hakiki dan adakalanya secara majazi sedangkan Takwil menjelaskan lafas secara batin atau yang tersembunyi yang diambil dari kabar orang orang yang sholeh.
Menurut DR. Yahya Mahmud Junaid, percetakan al-Qur’an pertama setidaknya dilakukan di tiga tempat di Eropa:
1. Venesia atau Roma  pada kisaran tahun 1499 sampai 1538 M, terdapat perbedaan pandangan tentang hal ini. Termasuk juga siapa yang memimpin proyek ini. Tetapi yang pasti salah satu dari versi cetak ini ditemukan oleh Angela Novo di perpustakaan seorang pendeta di Bunduqiyah. Namun juga kemudian disepakati bahwa cetakan ini lalu dimusnahkan atas perintah Paus saat itu, dengan berbagai dugaan seputar motivasi pemusnahan itu.  
2. Hamburg pada tahun 1694. Proyek percetakan ini dilakukan oleh seorang orientalis Jerman yang beraliran Protestan, EbrahamiHincklmani. Ia menegaskan bahwa tujuannya menjalankan proyek ini bukan untuk menyebarkan ajaran Islam di kalangan orang Protestan, tapi untuk mempelajari Bahasa Arab dan Islam. Cetakan ini terdiri dari 560 halaman, dicetak dengan tinta hitam, namun sangat disayangkan memiliki banyak sekali kesalahan. Terdapat penggantian posisi huruf, hilangnya huruf tertentu dari satu kata, dan kesalahan lain terkait dengan  penamaan surat. DR. Yahya menyebutkan bahwa cetakan ini masih tersimpan hingga kini di beberapa perpustakaan dunia, seperti Dar al-Kutub al-Mishriyyah dan Perpustakaan Universitas King Su’ud di Riyadh.
3. Batavia pada tahun 1698. Versi cetakan ini terdiri teks al-Qur’an itu sendiri, serta terjemah dan catatan komentar terhadapnya. Versi ini sendiri disiapkan oleh seorang

pendeta Italia bernama LudvicoMarraceiLucersi. Cetakan ini memiliki kelebihan dari segi penggunaan jenis huruf yang lebih bagus dari 2 versi cetakan sebelumnya.
3.a yaitu:
1. bukti ketinggian bahasa al-qur an. Sebab di dalamnya All ah mengajak bicara setiap kaum sesuai keadaan merka baik penyampaian yang keras maupun lembut.
2. sebagai pelaksanaan syariat islam secara bertahp. Sebab al-quran turun secara berangsur-angsur sesuai keadaan dan kesiapan umat di dalam menerima dan melaksanakan syariat yang di turunkan.
3. sebagai pendidikan para da’i untuk mengikuti metode al-quran dalam tatacara penyampaian tema yaitu mulai dari perkara yang paling penting serta menggunakan kekerasan dan kelembutan sesuai kondisi.
4 pembeda antara nasikh dan mansukh. Jika ada dua ayat itu madaniyah dan makkiyah yang keduanya memnuhi syarat-syarat hukum naskh, maka ayat madaniyah menjadi nasikh , sebab ayat-ayat madaniyah datang setelah ayat makkiayah.
3.b. yaitu:
1. mutawattir :  yaitu qira’at (tujuh) yang termashur
2. ahad : yaitu qira’at tsalatsah yang mana tiga tokoh imam ini jika di gabungkan dengan kelompok qira’at sab’ah menjadi qira’at ‘asyrah’ (10 qira’at)
3. syaadz : yaitu qira;at tabi’in seperti A’masy, yahya, ibnub jubair dan lainya
3.c. yaitu;
1. nafi’ al-madani
2. ibnu katsir al-makki
3. abu amr bin al-a’la
4. ibnu amir al- dimasyqi
5. ashim al-kufi

6. hamzah bin habib al-zayyat al-kufi
7. al-qisya’i
4. yaitu:
Pada materi tafsir dan takwil  ada tiga corak penerjemahan, yaitu:

  1.  Terjemah maknawiyah tafsiriyah, yaitu menerangkan makna atau kalimat dan mensyarahkannya, tidak terikat oleh leterleknya, melainkan oleh makan (tempat) dan tujuan kalimat aslinya. Terjemah semacam ini (dengan corak lain) sinonim dengan tafsir;
  2. Terjemah harfiyyah bimitsli, yaitu menyalin atau mengganti kata-kata dari bahasa asli dengan kata sinonim (muradif)nya ke dalam bahasa baru dan terikat oleh bahasa aslinya.
  3. Terjamah harfiyyah bidūnil mitsli, yaitu menyalin atau mengganti makna dan segi sastranya, menurut kemampuan bahasa baru itu dan sejauh kemampuan penerjemahnya.