UJIAN
AKHIR SEMESTER (UAS)
Mata Kuliah : Ulumul
Qurān Pengampu : Affan, S.
Pd.I, MM
Hari : Sabtu Tanggal : 15 Desember 2018
Nama Mahasiswa
: Arinal Hasanah NIM
:18381072025
Kelas :
A Prodi :
TBIN
1.
Tuliskan kembali dan
terjemahkan surat Āli Imrān ayat 7, kemudian
menurut Anda apakah korelasi ayat tersebut apabila dikaitkan dengan Ulumul Qurān?
2.
Deskripsikan jawaban
Anda tentang:
a.
Sejarah Kodifikasi al
Quran?
b.
Wahyu yang pertama dan yang
terakhir turun menurut Mannak al Qattan?
c.
Hikmah Nasikh dan
mansukh menurut buku karangan Mohamad Ghufron dan Rahmawati?
d.
Perbedaan Tafsir dan
Takwil sebagaimana materi yang telah diterima Anda?
e.
Percetakan Al Qurān
pertama setidaknya dilakukan di tiga tempat di Eropa (sebagaimana disebutkan
oleh Dr. Yahya Mahmud Junaid dalam buku karangan Muhammad Gufron dan Rahmawati).
Sebutkan ketiganya?
3.
Mohammad Gufron &
Rahmawati dalam bukunya dengan judul Ulūmul
Qurān (praktis & mudah) menjelaskan bahwa:
a.
Ada 4 faedah mengetahui
surat Madaniyah dan Makkiyah. Sebutkan 2 saja!
b.
Menurut al-Balqini,
qiraat itu ada 3 bagian. Sebutkan ketiganya?
c.
Ada 7 Imam (qiraah sabah) yang bisa digunakan dalam
bacaan sholat dan bacaan al Quran. Sebutkan ketujuh imam tersebut!
4.
Disebutkan dalam materi
Tafsir, Tawil dan Terjamah bahwa corak penerjemahan ada tiga. Sebutkan
ketiganya!
Semoga jawaban dan
materi Ulūmul Qurān
yang Anda jawabkan dan
dapatkan,
barokah serta bermanfaat dunia akherat.
Jawaban
1.
Allah SWT
berfirman:
مِنْهُ تَشَابَهَ مَا فَيَتَّبِعُوْنَ زَيْغٌ
قُلُوْبِهِمْ
فِيْ الَّذِيْنَ فَاَمَّا ۗمُتَشٰبِهٰتٌ وَاُخَرُ
الْكِتٰبِ
اُمُّ
هُنَّ
مُّحْكَمٰتٌ
اٰيٰتٌ
مِنْهُ
الْكِتٰبَ
عَلَيْكَ
اَنْزَلَ الَّذِيْۤ هُوَ
وَمَا ۚ رَبِّنَا عِنْدِ مِّنْ كُلٌّ
ۙ بِهٖ اٰمَنَّا يَقُوْلُوْنَ الْعِلْمِ
فِىن والرسخو ۘ اللّٰهُ اِلَّا تَأْوِيْلَهٗۤ يَعْلَمُ وَمَا ۚتَأْوِيْلِهٖ ابْتِغَآءَو الْفِتْنَةِ ابْتِغَآءَ
.الْاَلْبَابِ اُولُوا لَّاۤيَذَّكَّرُ
"Dialah
yang menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu (Muhammad). Di antaranya ada
ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok Kitab (Al-Qur'an) dan yang lain
mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong pada kesesatan,
mereka mengikuti yang mutasyabihat untuk mencari-cari fitnah dan untuk
mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali
Allah. Dan orang-orang yang ilmunya mendalam berkata, Kami beriman kepadanya (Al-Qur'an),
semuanya dari sisi Tuhan kami. Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali
orang yang berakal."
(QS.
Ali 'Imran 3: Ayat 7)
2. a. Sejarah Kodifikasi
Al-Quran
Al-Quran adalah
wahyu yang diturunkan dari langit oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW
melalui malaikat Jibril a’s. Sejarah penurunannya selama 23 tahun secara
berangsur-angsur telah memberi kesan yang sangat besar dalam kehidupan seluruh
manusia. Di dalamnya terkandung pelbagai ilmu, hikmah dan
pengajaran yang tersurat maupun tersirat. Sebagai
umat Islam, kita haruslah berpegang kepada Al-Quran dengan membaca, memahami
dan mengamalkan serta menyebarluas ajarannya. Bagi mereka yang mencintai dan
mendalaminya akan mengambil iktibar serta pengajaran, lalu menjadikannya
sebagai panduan dalam meniti kehidupan dunia menuju akhirat yang kekal abadi. Mushaf Al-Qur’an yang ada di tangan kita
sekarang ternyata telah melalui perjalanan panjang yang berliku-liku selama
kurun waktu lebih dari 1400 tahun yang silam dan mempunyai latar belakang
sejarah yang menarik untuk diketahui. Selain itu jaminan atas keotentikan Al-
Al-Qur’an langsung
diberikan oleh Allah SWT yang termaktub dalam firman-Nya QS.AL Hijr -(15):9:
"Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan adz-Dzikr (Al-Qur’an), dan kamilah
yang akan menjaganya"
- Al-Quran pada zaman Rasulullah
SAW.
Pengumpulan
Al-Qur’an pada zaman Rasulullah SAW ditempuh dengan dua cara:
- Pertama : al Jam'u fis Sudur
Para
sahabat langsung menghafalnya diluar kepala setiap kali Rasulullah SAW menerima
wahyu. Hal ini bisa dilakukan oleh mereka dengan mudah terkait dengan kultur
(budaya) orang arab yang menjaga Turast (peninggalan nenek moyang mereka
diantaranya berupa syair atau cerita) dengan media hafalan dan mereka sangat
masyhur dengan kekuatan daya hafalannya.
- Kedua : al Jam'u fis Suthur
Yaitu
wahyu turun kepada Rasulullah SAW ketika beliau berumur 40 tahun yaitu 12 tahun
sebelum hijrah ke madinah. Kemudian wahyu terus menerus turun selama kurun
waktu 23 tahun berikutnya dimana Rasulullah. SAW setiap kali turun wahyu
kepadanya selalu membacakannya kepada para sahabat secara langsung dan menyuruh
mereka untuk menuliskannya sembari melarang para sahabat untuk menulis
hadis-hadis beliau karena khawatir akan bercampur dengan Al-Qur’an. Rasul SAW
bersabda "Janganlah kalian menulis
sesuatu dariku kecuali Al-Qur’an, barangsiapa yang menulis sesuatu dariku
selain Al-Qur’an maka hendaklah ia menghapusnya " (Hadis dikeluarkan oleh
Muslim (pada Bab Zuhud hal 8) dan Ahmad (hal 1). Biasanya sahabat menuliskan Al-Qur’an pada media yang terdapat
pada waktu itu berupa ar-Riqa' (kulit binatang), al-Likhaf (lempengan batu),
al-Aktaf (tulang binatang), al-`Usbu ( pelepah kurma). Sedangkan
jumlah sahabat yang menulis Al-Qur’an waktu itu mencapai 40 orang. Adapun hadis
yang menguatkan bahwa penulisan Al-Qur’an telah terjadi pada masa Rasulullah
s.a.w. adalah hadis yang di Takhrij (dikeluarkan) oleh al-Hakim dengan sanadnya
yang bersambung pada Anas r.a., ia berkata:
"Suatu saat kita bersama Rasulullah s.a.w. dan kita menulis
Al-Qur’an (mengumpulkan) pada kulit binatang ".Dari kebiasaan menulis
Al-Qur’an ini menyebabkan banyaknya naskah-naskah (manuskrip) yang dimiliki
oleh masing-masing penulis wahyu, diantaranya yang terkenal adalah: Ubay bin
Ka'ab, Abdullah bin Mas'ud, Mu'adz bin Jabal, Zaid bin
Tsabit
dan Salin bin Ma'qal. Adapun
hal-hal yang lain yang bisa menguatkan bahwa telah terjadi penulisan Al-Qur’an
pada waktu itu adalah Rasulullah SAW melarang membawa tulisan Al-Qur’an ke
wilayah musuh. Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah kalian membawa
catatan Al-Qur’an kewilayah musuh, karena aku merasa tidak aman (khawatir)
apabila catatan Al-Qur’an tersebut jatuh ke tangan mereka”. Kisah masuk
islamnya sahabat `Umar bin Khattab r.a. yang disebutkan dalam buku-bukus
sejarah bahwa waktu itu `Umar mendengar saudara perempuannya yang bernama
Fatimah sedang membaca awal surah Thaha dari sebuah catatan (manuskrip)
Al-Qur’an kemudian `Umar mendengar, meraihnya kemudian memba-canya, inilah yang
menjadi sebab ia mendapat hidayah dari Allah sehingga ia masuk islam. Sepanjang
hidup Rasulullah s.a.w Al-Qur’an selalu ditulis bilamana beliau mendapat wahyu
karena Al-Qur’an diturunkan tidak secara sekaligus tetapi secara bertahap.
- Al-Quran pada zaman Khalifah
Abu Bakar as Siddiq
SEPENINGGAL
Rasulullah SAW, istrinya `Aisyah menyimpan beberapa naskah catatan (manuskrip) Al-Qur’an, dan
pada masa pemerintahan Abu Bakar r.a terjadilah Jam'ul Quran yaitu pengumpulan
naskahnaskah atau manuskrip Al-Qur’an yang susunan surah-surahnya menurut
riwayat masih berdasarkan pada turunnya wahyu (hasbi tartibin nuzul).
Imam Bukhari meriwayatkan dalam shahihnya sebab-sebab
yang melatarbelakangi pengumpulan naskah-naskah Al-Qur’an yang terjadi pada
masa Abu Bakar yaitu Atsar yang diriwatkan dari Zaid bin Tsabit r.a. yang
berbunyi:
"Suatu
ketika Abu bakar menemuiku untuk menceritakan perihal korban pada perang
Yamamah , ternyata Umar juga bersamanya. Abu Bakar berkata :" Umar
menghadap kapadaku dan mengatakan bahwa korban yang gugur pada perang Yamamah
sangat banyak khususnya dari kalangan para penghafal Al-Qur’an, aku khawatir
kejadian serupa akan menimpa para penghafal Al-Qur’an di beberapa tempat
sehingga suatu saat tidak akan ada lagi sahabat yang hafal Al-Qur’an, menurutku
sudah saatnya engkau wahai khalifah memerintahkan untuk mengumpul-kan
Al-Qur’an, lalu aku berkata kepada Umar : " bagaimana mungkin kita
melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah saw?" Umar menjawab: "Demi
Allah, ini adalah sebuah kebaikan". Selanjutnya
Umar selalu saja mendesakku untuk melakukannya sehingga Allah melapangkan
hatiku, maka aku setuju dengan usul umar untuk mengumpulkan Al-Qur’an. Zaid berkata: Abu bakar
berkata kepadaku : "engkau adalah seorang pemuda
yang cerdas dan pintar, kami tidak meragukan hal itu, dulu engkau menulis wahyu
(Al-Qur’an) untuk Rasulullah s. a. w., maka sekarang periksa dan telitilah
Al-Qur’an lalu kumpulkanlah menjadi sebuah mushaf".
Zaid
berkata : "Demi Allah, andaikata mereka memerintahkan aku untuk memindah
salah satu gunung tidak akan lebih berat dariku dan pada memerintahkan aku
untuk mengumpulkan Al-Qur’an. Kemudian aku teliti Al-Qur’an dan mengumpulkannya
dari pelepah kurma, lempengan batu, dan hafalan para sahabat yang lain). Kemudian Mushaf hasil pengumpulan Zaid
tersebut disimpan oleh Abu Bakar, peristiwa tersebut terjadi pada tahun 12 H.
Setelah ia wafat disimpan oleh khalifah sesudahnya yaitu Umar, setelah ia pun
wafat mushaf tersebut disimpan oleh putrinya dan sekaligus istri Rasulullah
s.a.w. yang bernama Hafsah binti Umar r.a. Semua sahabat sepakat untuk
memberikan dukungan mereka secara penuh terhadap apa yang telah dilakukan oleh
Abu bakar berupa mengumpulkan Al-Qur’an menjadi sebuah Mushaf. Kemudian
para sahabat membantu meneliti naskah-naskah Al-Qur’an dan menulisnya kembali.
Sahabat Ali bin Abi thalib berkomentar atas peristiwa yang bersejarah ini
dengan mengatakan : " Orang yang paling berjasa terhadap Mushaf adalah Abu
bakar, semoga ia mendapat rahmat Allah karena ialah yang pertama kali
mengumpulkan Al-Qur’an, selain itu juga Abu bakarlah yang pertama kali menyebut
Al-Qur’an sebagai Mushaf).
Menurut riwayat yang lain orang yang pertama kali
menyebut Al-Qur’an sebagai Mushaf adalah sahabat Salim bin Ma'qil pada tahun 12
H lewat perkataannya yaitu : "Kami menyebut di negara kami untuk naskah-naskah
atau manuskrip Al-Qur’an yang dikumpulkan dan di bundel sebagai MUSHAF"
dari perkataan salim inilah Abu bakar mendapat inspirasi untuk menamakan
naskah-naskah Al-Qur’an yang telah dikumpulkannya sebagai al-Mushaf as Syarif
(kumpulan naskah yang mulya). Dalam Al-Qur’an sendiri kata Suhuf
(naskah ; jama'nya Sahaif) tersebut 8 kali, salah satunya adalah firman Allah
QS. Al Bayyinah (98):2 " Yaitu seorang Rasul utusan Allah yang membacakan
beberapa lembaran suci. (Al-Qur’an)"
- Al-Quran pada jaman khalifah
Umar bin Khatab
Tidak ada
perkembangan yang signifikan terkait dengan kodifikasi Al-Qur’an yang dilakukan
oleh khalifah kedua ini selain melanjutkan apa yang telah dicapai oleh khalifah
pertama yaitu mengemban misi untuk
menyebarkan islam dan mensosialisasikan sumber utama
ajarannya yaitu Al-Qur’an pada wilayah-wilayah daulah islamiyah baru yang
berhasil dikuasai dengan mengirim para sahabat yang
kredibilitas serta kapasitas ke-Al-Quranan-nya bisa dipertanggungjawabkan
Diantaranya adalah Muadz bin Jabal, `Ubadah bin Shamith dan Abu Darda'.
- Al-Quran pada jaman khalifah
Usman bin ‘Affan
Pada masa pemerintahan Usman bin 'Affan terjadi perluasan
wilayah islam di luar Jazirah arab sehingga menyebabkan umat islam bukan hanya
terdiri dari bangsa arab saja ('Ajamy). Kondisi ini tentunya memiliki dampak
positif dan negatif. Salah satu dampaknya adalah ketika mereka membaca
Al-Qur’an, karena bahasa asli mereka bukan bahasa arab. Fenomena
ini di tangkap dan ditanggapi secara cerdas oleh salah seorang sahabat yang
juga sebagai panglima perang pasukan muslim yang bernama Hudzaifah bin
al-yaman. Imam Bukhari
meriwayatkan dari Anas r.a. bahwa suatu saat Hudzaifah yang pada waktu itu
memimpin pasukan muslim untuk wilayah Syam (sekarang syiria) mendapat misi
untuk menaklukkan Armenia, Azerbaijan (dulu termasuk soviet) dan Iraq menghadap
Usman dan menyampaikan kepadanya atas realitas yang terjadi dimana terdapat
perbedaan bacaan Al-Qur’an yang mengarah kepada perselisihan.
Ia berkata : "wahai usman, cobalah lihat rakyatmu,
mereka berselisih gara-gara bacaan Al-Qur’an, jangan sampai mereka terus
menerus berselisih sehingga menyerupai kaum yahudi dan nasrani ".
Lalu Usman meminta Hafsah meminjamkan Mushaf yang di
pegangnya untuk disalin oleh panitia yang telah dibentuk oleh Usman yang
anggotanya terdiri dari para sahabat diantaranya Zaid bin Tsabit, Abdullah bin
Zubair, Sa'id bin al'Ash, Abdurrahman bin al-Haris dan lain-lain. Kodifikasi
dan penyalinan kembali Mushaf Al-Qur’an ini terjadi pada tahun 25 H, Usman
berpesan apabila terjadi perbedaan dalam pelafalan agar mengacu pada Logat
bahasa suku Quraisy karena Al-Qur’an diturunkan dengan gaya bahasa mereka. Setelah
panitia selesai menyalin mushaf, mushaf Abu bakar dikembalikan lagi kepada
Hafsah. Selanjutnya Usman memerintahkan untuk membakar setiap naskah-naskah dan
manuskrip Al-Qur’an selain Mushaf hasil salinannya yang berjumlah 6 Mushaf. Mushaf hasil salinan tersebut dikirimkan
ke kota-kota besar yaitu Kufah, Basrah, Mesir, Syam dan Yaman. Usman menyimpan
satu mushaf untuk ia simpan di Madinah yang belakangan dikenal sebagai Mushaf
al-Imam. Tindakan Usman untuk menyalin dan
menyatukan Mushaf berhasil meredam perselisihan dikalangan umat islam sehingga
ia manual pujian dari umat islam baik dari dulu sampai sekarang sebagaimana
khalifah pendahulunya
Abu bakar yang telah berjasa
mengumpulkan Al-Qur’an. Adapun
Tulisan yang dipakai oleh panitia yang dibentuk Usman untuk menyalin Mushaf
adalah berpegang pada Rasm alAnbath tanpa harakat atau Syakl (tanda baca) dan
Nuqath (titik sebagai pembeda huruf).
Tanda
Yang Mempermudah Membaca Al-Quran
Sampai
sekarang, setidaknya masih ada empat mushaf yang disinyalir adalah salinan
mushaf hasil panitia yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit pada masa khalifah
Usman bin Affan. Mushaf pertama ditemukan di kota Tasyqand yang tertulis dengan
Khat Kufy. Dulu sempat dirampas oleh kekaisaran Rusia pada tahun 1917 M dan
disimpan di perpustakaan Pitsgard (sekarang St.PitersBurg) dan umat islam
dilarang untuk melihatnya. Pada tahun yang sama setelah kemenangan komunis di Rusia, Lenin
memerintahkan untuk memindahkan Mushaf tersebut ke kota Opasampai tahun 1923 M.
Tapi setelah terbentuk Organisasi Islam di Tasyqand para anggotanya meminta
kepada parlemen Rusia agar Mushaf dikembalikan lagi ketempat asalnya yaitu di
Tasyqand (Uzbekistan, negara di bagian asia tengah). Mushaf
kedua terdapat di Museum al Husainy di kota Kairo mesir dan Mushaf ketiga dan
keempat terdapat di kota Istambul Turki. Umat islam tetap mempertahankan
keberadaan mushaf yang asli apa adanya. Sampai suatu saat ketika umat islam sudah terdapat hampir di semua
belahan dunia yang terdiri dari berbagai bangsa, suku, bahasa yang berbeda-beda
sehingga memberikan inspirasi kepada salah seorang sahabat Ali bin Abi Thalib
yang menjadi khalifah pada waktu itu yang bernama Abul-Aswad as-Dualy untuk
membuat tanda baca (Nuqathu I’rab) yang berupa tanda titik. Atas
persetujuan dari khalifah, akhirnya ia membuat tanda baca tersebut dan
membubuhkannya pada mushaf. Adapun yang mendorong Abul-Aswad ad-Dualy membuat
tanda titik adalah riwayat dari Ali r.a bahwa suatu ketika Abul-Aswad adDualy
menjumpai seseorang yang bukan orang arab dan baru masuk islam membaca kasrah
pada kata "Warasuulihi" yang seharusnya dibaca
"Warasuuluhu" yang terdapat pada QS. At-Taubah (9) 3 sehingga bisa
merusak makna.
Abul-Aswad
ad-Dualy menggunakan titik bundar penuh yang berwarna merah untuk menandai
fathah, kasrah, Dhammah, Tanwin dan menggunakan warna hijau untuk menandai
Hamzah. Jika suatu kata yang ditanwin bersambung dengan kata berikutnya yang
berawalan huruf Halq (idzhar) maka ia membubuhkan tanda titik dua horizontal
seperti "adzabun alim" dan membubuhkan tanda titik dua Vertikal untuk
menandai Idgham seperti "ghafurrur rahim". Adapun yang pertama kali membuat Tanda
Titik untuk membedakan
huruf-huruf yang sama karakternya (nuqathu hart) adalah
Nasr bin Ashim (W. 89 H) atas permintaan Hajjaj bin Yusuf as-Tsaqafy, salah
seorang gubernur pada masa Dinasti Daulah Umayyah (40-95 H). Sedangkan yang
pertama kali menggunakan tanda Fathah, Kasrah, Dhammah, Sukun, dan Tasydid
seperti yang-kita kenal sekarang adalah al-Khalil bin Ahmad al-Farahidy (W.170
H) pada abad ke II H. Kemudian pada masa Khalifah Al-Makmun, para ulama
selanjutnya berijtihad untuk semakin mempermudah orang untuk membaca dan
menghafal Al-Qur’an khususnya bagi orang selain arab dengan menciptakan
tanda-tanda
baca tajwid yang berupa Isymam, Rum, dan Mad. Sebagaimana mereka juga membuat tanda Lingkaran Bulat
sebagai pemisah ayat dan mencamtumkan nomor ayat, tanda-tanda waqaf (berhenti
membaca), ibtida (memulai membaca), menerangkan identitas surah di awal setiap
surah yang terdiri dari nama, tempat turun, jumlah ayat, dan jumlah 'ain. Tanda-tanda
lain yang dibubuhkan pada tulisan Al-Qur’an adalah Tajzi' yaitu tanda pemisah
antara satu Juz dengan yang lainnya berupa kata Juz dan diikuti dengan
penomorannya (misalnya, al-Juz-utsalisu: untuk juz 3) dan tanda untuk
menunjukkan isi yang berupa seperempat, seperlima, sepersepuluh, setengah Juz
dan Juz itu sendiri.
Sebelum
ditemukan mesin cetak, Al-Qur’an disalin dan diperbanyak dari mushaf utsmani
dengan cara tulisan tangan. Keadaan ini berlangsung sampai abad ke16 M. Ketika
Eropa menemukan mesin cetak yang dapat digerakkan (dipisah-pisahkan) dicetaklah
Al-Qur'an untuk pertama kali di Hamburg, Jerman pada tahun 1694 M. Naskah tersebut sepenuhnya dilengkapi
dengan tanda baca. Adanya mesin cetak ini semakin mempermudah umat islam
memperbanyak mushaf Al-Qur’an. Mushaf Al-Qur’an yang pertama kali dicetak oleh
kalangan umat islam sendiri adalah mushaf edisi Malay Usman yang dicetak pada
tahun 1787 dan diterbitkan di St. Pitersburg Rusia. Kemudian diikuti oleh percetakan
lainnya, seperti di Kazan pada tahun 1828, Persia Iran tahun 1838 dan Istambul
tahun 1877. Pada tahun 1858, seorang Orientalis Jerman , Fluegel, menerbitkan
Al-Qur’an yang dilengkapi dengan pedoman yang amat bermanfaat. Sayangnya, terbitan Al-Qur’an yang
dikenal dengan edisi Fluegel ini ternyata mengandung cacat yang fatal karena
sistem penomoran ayat tidak sesuai dengan sistem yang digunakan dalam mushaf
standar. Mulai Abad ke-20, pencetakan Al-Qur’an dilakukan umat islam sendiri.
Pencetakannya mendapat pengawasan ketat dari para Ulama untuk menghindari
timbulnya kesalahan cetak. Cetakan Al-Qur’an yang banyak dipergunakan di dunia islam dewasa ini
adalah cetakan Mesir yang juga dikenal dengan edisi Raja Fuadkarena dialah yang
memprakarsainya. Edisi ini ditulis berdasarkan Qiraat
Ashim riwayat Hafsdan pertama kali diterbitkan di Kairo pada tahun
1344 H/ 1925 M. Selanjutnya, pada tahun 1947 M
untuk pertama kalinya Al-Qur’an dicetak dengan tekhnik cetak offset yang
canggih dan dengan memakai huruf-huruf yang indah. Pencetakan ini dilakukan di
Turki atas prakarsa seorang ahli kaligrafi turki yang terkemuka Said Nursi.
2.b. wahyu pertama dan terakhir Diturunkan menurut Mannak al-Qattan
- Wahyu pertama diturunkan
a. Pendapat
yang paling shahih mengenai yang pertama kali turun ialah surat Al-‘Alaq ayat
1-5. Diriwayatkan Imam Al-Bukhari dan Muslim dan lainnya, dari Aisya as yang
mengatakan, “wahyu yang pertama kali dialami oleh Rasulullah SAW,
adalah mimpi yang benar diwaktu tidur. Beliau melihat dalam mimpi itu datangnya
bagaikan terangnya pagi hari. Kemudian beliau suka menyendiri. Beliau pergi ke
gua Hira untuk beribadah beberapa malam. Untuk itu beliau membawa bekal.
Kemudian beliau pulang kembali ke Khadijah ra, maka Khadijah pun membekali
beliau seperti bekal terdahulu. Lalu di gua Hira datanglah kepada beliau satu
kebenaran, yaitu malaikat, yang berkata Nabi, “bacalah!” Rasulullah
menceritakan, maka aku pun menjawab, ‘aku tidak bisa membaca.’ Malaikat
tersebut kemudian memelukku sehingga aku merasa amat payah. Lalu aku
dilepaskan, dan dia berkata lagi, ‘bacalah!’ maka aku pun menjawab, ‘aku tidak
bisa membaca.’ Lalu dia merangkulku yang kedua kali sampai aku kepayahan.
Kemudian dia lepaskan lagi dan berkata, ‘bacalah!’ aku menjawab, ‘aku tidak
bisa membaca.’ Maka, dia merangkulku yang ketiga kalinya sehingga aku
kepayahan, kemudian dia berkata, ‘bacalah dengan nama tuhanmu yang telah
menciptakan...’ sampai dengan ‘...apa yang tidak diketahuinya’.”(Hal:
89-90)
b. Dikatakan
pula, bahwa yang pertama kali turun adalah ayat, “ya ayyuhal
muddatstsir”(hai orang-orang berselimut). Ini didasarkan pada hadist yang
juga Hr. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Salamah Bin Abdirrahman. Dia
berkata, “kau bertanya kepada Jabir Bin Abdillah. ‘yang manakah
diantara Al-Qur’an itu yang turun pertama kali?’ dia menjawab, ‘ya
ayyuhal muddatstsir.’ Aku bertanya lagi, ‘bukannya iqra’ bismi
rabbika?’ dia menjawab, ‘aku katakan kepadamu apa yang
dikatakan Rasulullah kepada kami. Beliau bersabda,“sesungguhnya aku
berdiam diri di gua hira. Maka ketika habis masa diamku, aku turun aku telusuri
lembah. Aku lihat ke muka, ke belakang, ke kanan dan ke kiri. Lalu aku lihat ke
langit, tiba-tiba aku melihat Jibril yang amat manakutkan. Maka aku pulang ke
Khadijah. Khadijah memerintahkan mereka menyelimuti aku. Mereka pun
menyelimuti aku. Lalu allah menurunkan, ‘wahai orang yang
berselimut; bangkitlah, dan barilah peringatan.” (hal: 90-91)
c. Pendapat
lain mengatakan, bahwa yang pertama kali turun adalah surat Al-Fatihah.Mungkin
yang dimaksudkan adalah surat yang pertama kali turun secara lengkap.(hal:
92)
d. Ada
juga yang berpendapat, bahwa yang pertama kali turun adalahbismillahirrahmannirrahim,
karena bismilah ikut turun mendahului setiap surat. (hal: 92)
2. wahyu Terakhir Diturunkan
a. Hadist
Al-Bukhari dari Ibnu Abbas, yang mengatakan, “ayat yang terakhir
diturunkan adalah ayat tentang riba.” Yaitu surat Al-Baqarah ayat 278. (hal:
95)
b. Hadist
yang diriwayatkan An-Nasa’i dan lain-lain, dari Ibnu Abbas dan Said Bin
Jubair, “ayat Al-Qur’an yang terakhir kali turun ialah, “dan
peliharalah darimu dari azdab yang terjadi pada suatu hari dimana pada waktu
itu kamu semua dikembalikan kepada allah...” (Al-Baqarah: 281)
c. Dikatakan
bahwa ayat yang terakhir kali turun itu ayat tentang
hutang, dasarnya adalah hadist yang diriwayatkan dari Said Bin Al-Musayyib, “...telah
sampai kepadanya bahwa ayat Al-Qur’an yang paling muda di Arsy ialah ayat
mengenai hutang.” Yaitu surat Al-Baqarah ayat 282.
d. Ayat
yang turun terakhir menurut hadist Al-Barra’ ini adalah berhubungan dengan
masalah warisan. Yaitu surat An-Nisaa’ ayat 176 (hal: 96)
e. Dalam
Al-Mustadrak disebutkan dari Ubay Bin Ka’ab, ia berkata, “ayat yang terakhir
diturunkan yaitu: “sesungguhnya telah telah datang kepadamu seorang
dari kaummu sendiri...” (At-Taubah: 128) sampai akhir surat. Mungkin
yang dimaksud adalah ayat terakhir yang diturunkan dari surat At-Taubah.
f. Ada
juga yang mengatakan, bahwa yang terakhir kali turun adalah surat Al-Mai’dah.
Ini didasarkan pada riwayat At-Tirmidzi dan Al-Hakim dari Aisyah ra. Tetapi
menurut hemat kami surat itu adalah surat yang terkhir kali turun dalam
masalah halal dan haram, sehingga tak satu hukum pun yang dihapus didalamnya.
g. Hadist yang
diriwayatkan Ibnu Mardawaih melalui mujahid, dari Ummu Salamah, dia
berkata, “ayat yang terakhir kali turun adalah ayat, “maka allah
memperkenankan permohonan mereka, sesungguhnya aku tidak akan menyia-nyiakan
amal orang-orang yang beramal diantara kaummu...”sampai akhir ayat surat
Ali ‘Imran ayat 195(hal: 97)
h. Hadist yang
diriwayatkan Al-Buhkari dan lainnya dari Ibnu Abbas katanya, “ayat ini
(An-Nisaa’: 93) adalah ayat yang terakhir diturunkan dan tidak dihapus oleh apa
pun.”(hal: 98)
i. Pendapat
yang berdasarkan kepada riwayat Muslim dari Ibnu Abbas, yang menyebutkan bahwa
surat terakhir yang diturunkan ialah surat An-Nasr ayat satu.(hal: 99)
2.c. yaitu:
1. Menunjukkan
bahwa syariat islam yang di ajarkan rasulullah adalah syariat yang paling
sempurna, yang telah menghapus syariat-syariat dari agama sebelumnya. Karena
syariat islam telah mencakup ajaran-ajaran sebelumnya.
2. untuk
kemaslahatan umat islam.
3. untuk menguji
umat islam dengan perubahan hukum, apakah dengan perubahan ini mereka masih
taat atau sebaliknya.
2.d. perbedaan
tafsir dan takwil
perbedaan
tafsir dan takwil adalah sebagai berikut:
1. Tafsir
lebih banyak digunakan pada lafas dan mufradat sedangkan takwil lebih banyak
digunakan pada jumlah dan makna-makna.
2. Tafsir
apa yang bersangkutan paut dengan riwayah sedangkan Takwil apa-apa yang
bersangkutan paut dengan dirayah.
3. Tafsir
menjelaskan secara detail sedangkan Takwil hanya menjelaskan secara global
tentang apa yang dimaksud dengan ayat itu.
4. Takwil
menjabarkan kalimat-kalimat dan menjelaskan maknanya sedangkan tafsir
menjelaskan secara dengan sunnah dan menyampaikan pendapat para sahabat dan
para ulama dalam penafsiran itu.
5. Tafsir
menjelaskan lafas yang zahir ,adakalanya secara hakiki dan adakalanya secara
majazi sedangkan Takwil menjelaskan lafas secara batin atau yang tersembunyi
yang diambil dari kabar orang orang yang sholeh.
Menurut DR. Yahya Mahmud Junaid,
percetakan al-Qur’an pertama setidaknya dilakukan di tiga tempat di Eropa:
1. Venesia
atau Roma pada kisaran tahun 1499 sampai 1538 M, terdapat perbedaan
pandangan tentang hal ini. Termasuk juga siapa yang memimpin proyek ini. Tetapi
yang pasti salah satu dari versi cetak ini ditemukan oleh Angela Novo di
perpustakaan seorang pendeta di Bunduqiyah. Namun juga kemudian disepakati
bahwa cetakan ini lalu dimusnahkan atas perintah Paus saat itu, dengan berbagai
dugaan seputar motivasi pemusnahan itu.
2. Hamburg
pada tahun 1694. Proyek percetakan ini dilakukan oleh seorang orientalis Jerman
yang beraliran Protestan, EbrahamiHincklmani. Ia menegaskan bahwa tujuannya
menjalankan proyek ini bukan untuk menyebarkan ajaran Islam di kalangan orang
Protestan, tapi untuk mempelajari Bahasa Arab dan Islam. Cetakan ini terdiri
dari 560 halaman, dicetak dengan tinta hitam, namun sangat disayangkan memiliki
banyak sekali kesalahan. Terdapat penggantian posisi huruf, hilangnya huruf
tertentu dari satu kata, dan kesalahan lain terkait dengan penamaan
surat. DR. Yahya menyebutkan bahwa cetakan ini masih tersimpan hingga kini di
beberapa perpustakaan dunia, seperti Dar al-Kutub al-Mishriyyah dan Perpustakaan
Universitas King Su’ud di Riyadh.
3. Batavia
pada tahun 1698. Versi cetakan ini terdiri teks al-Qur’an itu sendiri, serta
terjemah dan catatan komentar terhadapnya. Versi ini sendiri disiapkan oleh
seorang
pendeta Italia
bernama LudvicoMarraceiLucersi. Cetakan ini memiliki kelebihan dari segi
penggunaan jenis huruf yang lebih bagus dari 2 versi cetakan sebelumnya.
3.a yaitu:
1. bukti
ketinggian bahasa al-qur an. Sebab di dalamnya All ah mengajak bicara setiap
kaum sesuai keadaan merka baik penyampaian yang keras maupun lembut.
2. sebagai
pelaksanaan syariat islam secara bertahp. Sebab al-quran turun secara
berangsur-angsur sesuai keadaan dan kesiapan umat di dalam menerima dan
melaksanakan syariat yang di turunkan.
3. sebagai
pendidikan para da’i untuk mengikuti metode al-quran dalam tatacara penyampaian
tema yaitu mulai dari perkara yang paling penting serta menggunakan kekerasan
dan kelembutan sesuai kondisi.
4 pembeda antara
nasikh dan mansukh. Jika ada dua ayat itu madaniyah dan makkiyah yang keduanya
memnuhi syarat-syarat hukum naskh, maka ayat madaniyah menjadi nasikh , sebab
ayat-ayat madaniyah datang setelah ayat makkiayah.
3.b. yaitu:
1. mutawattir
: yaitu qira’at (tujuh) yang termashur
2. ahad : yaitu
qira’at tsalatsah yang mana tiga tokoh imam ini jika di gabungkan dengan
kelompok qira’at sab’ah menjadi qira’at ‘asyrah’ (10 qira’at)
3. syaadz : yaitu
qira;at tabi’in seperti A’masy, yahya, ibnub jubair dan lainya
3.c. yaitu;
1. nafi’ al-madani
2. ibnu katsir
al-makki
3. abu amr bin
al-a’la
4. ibnu amir al-
dimasyqi
5. ashim al-kufi
6. hamzah bin
habib al-zayyat al-kufi
7. al-qisya’i
4. yaitu:
Pada
materi tafsir dan takwil ada tiga corak penerjemahan, yaitu:
- Terjemah maknawiyah tafsiriyah, yaitu menerangkan
makna atau kalimat dan mensyarahkannya, tidak terikat oleh leterleknya,
melainkan oleh makan (tempat) dan tujuan kalimat aslinya. Terjemah
semacam ini (dengan corak lain) sinonim dengan tafsir;
- Terjemah harfiyyah bimitsli, yaitu
menyalin atau mengganti kata-kata dari bahasa asli dengan kata sinonim
(muradif)nya ke dalam bahasa baru dan terikat oleh bahasa aslinya.
- Terjamah harfiyyah bidūnil mitsli,
yaitu menyalin atau mengganti makna dan segi sastranya, menurut kemampuan
bahasa baru itu dan sejauh kemampuan penerjemahnya.