IKHWAN
AL- SHAFA DAN PEMIKIRANNYA
MAKALAH
Diajukan
untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Mohammad Thoha,
M. Pd.I
Disusun Oleh :
ABD.SYAKUR
NIM: 18201501020002
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PAMEKASAN
TAHUN
PELAJARAN 2015-2016
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum
Wr. Wb.
Alhamdulillahirabbil ‘alamin,kami panjatkan kehadirat Allah SWT.
Yang telah memberikan kekuatan dan keteguhan hati kepada kami untuk
menyelesaikan makalah ini.
Sholawat dan salam kami haturkan kepada nabi Muhammad SAW. Yang
telah mebawa kita dari alam jahiliah menuju alam ilmiah yang kita bisa rasakan
saat ini.
Kami menulis makalah ini bertujuan untuk memenuhi dan melengkapi
tugas yang diberikan oleh bapak dosen pengampu mata kuliah “Filsafat Pendidikan
Islam”. Dalam penyelesaian makalah ini, kami selaku penulis mengalami banyak
kesulitan, terutama disebabkan kurangnya ilmu pengetahuan dan minimnya buku
refrensi. Namun, berkat kerja sama yang solid dan kesungguhan dalam
menyelesaikan makalah ini, akhirnya dapat diselesaikan dengan baik.
Kami menyadari, sebagai seorang pelajar yang pengetahuannya tidak
seberapa yang masih perlu belajar dalam penulisan makalah, bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang positif demi terciptanya makalah yang lebih baik lagi, serta
berdaya guna di masa yang akan dating. Besar harapan, mudah-mudahan makalah
yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat dan maslahat bagi semua orang.
Waalaikummussalam
Wr.Wb.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….i
DAFTAR ISI……………………………….……………………………………..ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Masalah.........……………….……………………………..1
B. Rumusan
masalah…………....……………….……………....................... 1
C. Tujuan
Masalah…...................…………….……………...........................1
BAB II PEMBAHASAN
1.
Latar Belakang Ikhwan Al-
Shafa..................………….………………....2
2.
Karya- Karya Ikhwan Al-
Shafa................................................................. 5
3.
Konsep Pemikiran Ikhwan Al- Shafa
tentang Manusia...............................8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................11
B. Saran-
Saran...............................................................................................12
DAFTAR
PUSTAKA..........................................................................................13
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Berbicara masalah
pemikiran klasik, Filsafat merupakan induk segala Ilmu pengetahuan. Darinya
segala jenis Ilmu berasal. Konsep ini berasal dari pemikiran Yunani, terutama
dari Aristoseles dan kemudian mempengaruhi para pemikir Islam.
Dalam kajian Filsafat Pendidikan Islam, ada
beberapa tokoh muslim yang sangat berjasa dalam pengembangan/ pembaharuan
pemikiran pendidikan Islam, khususnya dari para filosof Muslim. Salah
satu dari mereka yang sangat berjasa dalam pengembangan pendidikan islam adalah
Ikhwan Al-Shafa.
Dari hal tersebut penulis mempunyai keinginan
untuk menulis sebuah karya ilmiah dengan judul “ Ikhwan Al-Shafa dan
Pemikirannya”. Guna membantu pembaca dalam memahami secara universal dan konkret tentang filosof- filosof muslim yang berjasa
dalam mengembangkan pemikiran pendidikan islam, terutama tentang Ikhwan Al-
Shafa.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa
Ikhwan Al- Shafa itu?
2.
Apa
saja karya-karya yang dihasilkan ?
3.
Bagaimana
konsep pemikiran ikhwan Al- Shafa tentang Manusia.
C.
TUJUAN MASALAH
1.
Untuk
mengetahui latar belakang Ikhwan Al- Shafa
2.
Untuk
mengetahui karya- karya Ikhwan Al- Shafa
3.
Untuk mengetahui
pemikiran Ikhwan Al-Shafa tentang Manusia
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
IKHWAN AL-
SHAFA (PERSAUDARAAN SUCI)
Ikhwan Al-Shafa adalah salah satu organisasi
yang didirikan oleh sekelompok masyarakat yang didalamnya terdiri dari para
filosof. Organisasi ini didirikan pada abad
ke-4 H/10 M dikota Basra. Disebut juga Brethern of purity, khullan al-wafa,
Ahl al-Adl, Abna, al-hamdi, atau dengan sebutan singkat Ikhwanuna, atau
juga Auliya Allah.[1]
Sebutan atau nama “Ikhwan Al-Shafa” diturunkan
dari sebuah kisah tentang burung merpati, kisah burung merpati dalam Kalilah
wa Dimnah dipilih oleh Ikwan Al-Shafa sebagai sumber rujukan penamaan
dirinya, karena ajaran moralnya yang benilai tinggi. Ajaran moral yang dimaksud
berupa hikmah yang bernilai edukatif bagi umat manusia, termasuk umat islam
yang pada saat itu semangat persaudaraannya relatif terkoyak.[2]
Ikhwan Al-Shafa’ merupakan suatu gerakan yang
mempertahankan semangat berfilsafat pada khususnya dan pemikiran rasional pada
umumnya. Tokoh terkemuka kelompok ini adalah Ahmad ibnu Abd Allah, Abu Sulaiman
Muhammad Ibnu Nashr al-Busti yang terkenal dengan sebutan al-Muqaddasi, Zaid
ibn Rifa’ah selaku ketua dan Abu al-Hasan Ali ibnu Harun al-Zanjany.
Sebagai suatu pergerakan atau organisasi yang
bersifat rahasia, Ikhwan al-Shafa menfokuskan perhatiannya pada bidang dakwah
dan pendidikan. Organisasi ini juga mengajarkan tentang dasar-dasar Islam yang
didasarkan oleh persaudaraan Islamiyah (Ukhuwah Islamiyah) yang dilakukan secara tulus dan ikhlas, kesetiakawanan yang suci
dan murni, dan saling menasehati antara sesama anggota menuju ridha Ilahi, seperti sikap
yang memandang iman seseorang muslim tidak akan sempurna kecuali ia mencintai
saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.[3] Hal
ini sesuai dengan firman Allah SWT.
إنماالمؤمنون إخوة
فأصلحوا بين أخويكم. واتقواالله لعلكم ترحمون
Artinya: “Orang-orang
beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah
hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu
mendapat rahmat”.
Ayat diatas
sudah termaktub dengan begitu jelas bahwasanya organisasi ini tidak lain adalah
kepanjangan tangan dari firman Tuhan. sehingga,
tidak ada satupun diantara ajaran-ajaran yang berada didalamnya berpaling
sedikitpun dari firman Allah dan sabda nabi.
Keistimewaan kelompok ikhwan al-Shafa disini yaitu terdapat pada segi keilmuannya,
Mereka tidak membatasi diri hanya dengan satu sumber keilmuan saja, akan tetapi mereka
benar-benar mengamalkan apa yang telah diajarkan oleh Baginda Nabi, “ Hikmah itu barang hilang orang mukmin, ia akan
mengambilnya dimanapun ditemukannya”. Dari sini, mereka mempunyai wawasan
yang luas mengenai sumber-sumber pengetahuan.
Dalam kelompok ini ada empat
tingkatan anggota sebagai berikut:
1.
Al-Ikhwan
al-Abrar al-Ruhama, kelompok yang berusia 15-30 tahun yang memiliki jiwa yang
suci dan pikiran yang kuat. Mereka berstatus murid.
2.
Al-Ikhwan
al-Akhyar , yakni kelompok yang berusia 30-40 tahun. Pada tingkat ini mereka
sudah mampu memelihara persaudaraan, pemurah, kasih sayang, dan siap berkorban
demi persaudaraan (tingkat guru).
3.
Al-Ikhwan
al-Fudhala al-Kiram, kelompok yang berusia 40-50 tahun. Mereka sudah mengetahui
aturan ketuhanan sebagai tingkatan para nabi.
4.
Al-Kamal,
kelompok yang berusia 50 tahun ke atas. Mereka disebut dengan tingkat
al-Muqarrabin min Allah karena mereka sudah mampu memahami hakikat sesuatu
sehingga mereka sudah berada diatas alam realitas, syariat dan wahyu
sebagaimana malaikat al-muqarrabun .[4]
Nampaknya Ikhwan
al-Shafa ingin memberikan penghormatan lebih bagi mereka yang telah lama
ikut dalam kelompok ini. Karena semakin lama mereka bergabung semakin tinggi
pula kedudukan mereka dalam kelompok ini, disamping juga faktor usia setiap
anggota.
Justikasi pemeringkatan itu mereka
dasarkan (takwilkan) dari ayat-ayat Al-Quran.
Untuk kalangan murid 30, mereka menggunakan ayat 59 surat an-Nur
وَإِذَا بَلَغَ الْأَطْفَالُ مِنْكُمُ الْحُلُمَ فَلْيَسْتَأْذِنُوا
كَمَا اسْتَأْذَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ
آيَاتِهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (59)
Artinya: “Jika anak-anak kalian telah baligh,
mereka harus meminta izin terlebih dahulu untuk masuk ke setiap rumah di setiap
waktu, seperti halnya orang-orang yang telah balig sebelum mereka. Dengan penjelasan semacam ini Allah menjelaskan kepada kalian
ayat-ayat-Nya yang telah diturunkan. Allah swt Maha Mengetahui lagi
Mahabijaksana. Dia mengetahui apa yang bermanfaat bagi hamba-hamba-Nya,
memberikan ketentuan hukum yang sesuai dengan keadaan mereka dan akan meminta
pertanggungjawaban itu semua.”
Sementara
peringkat muallim dijustifikasi oleh ayat 22 surat Yusuf
وَلَمَّا بَلَغَ أَشُدَّهُ آتَيْنَاهُ حُكْمًا وَعِلْمًا
وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (22)
Artinya: “Tatkala (ia) mencapai masa kematangan, kami anugerahkan kepadanya
hukum dan pengetahuan. Seperti halnya
Kami memberikan balasan kepadanya lantaran kebaikan yang ia lakukan, Kami juga
memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik karena perbuatan baik
mereka.”
Untuk tingkat
mursyid, justifikasinya diambil dari surat al-Ahqaf ayat 15:
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا
حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ
ثَلَاثُونَ شَهْرًا حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً
قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ
وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي
ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ (15(
Artinya: Kami
memerintahkan kepada manusia untuk berbuat baik kepada kedua orangtuanya.
Ibunya telah mengandung dan melahirkannya dengan susah payah. Pada masa
mengandung dan menyapihnya yang berlangsung selama tiga puluh bulan, sang
ibu merasakan berbagai penderitaan. Ketika sang anak telah menginjak dewasa dan
umurnya sampai empat puluh tahun, ia berdoa, "Ya Tuhanku, berilah aku
petunjuk untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada
kedua orangtuaku. Berilah
aku petunjuk untuk selalu melakukan amal kebaikan yang Engkau ridai. Jadikanlah
anak keturunanku sebagai orang yang saleh. Sesungguhnya
aku bertobat kepada-Mu dari segala dosa, dan aku termasuk orang yang berserah diri kepada-Mu.
B.
KARYA- KARYA
IKHWAN AL- SHAFA
Ikhwan Al-
Shafa menghasilkan sebagai magnum opus (Masterpiece) nya
yang terhimpun kedalam sebuah kumpulan tulisan yang terdiri dari 52 Risalah
dengan keluasan dan kualitas beragam yang mengkaji subjek- subjek berspektrum
luas yang merentang dari music sampai sihir. Tekanannya bersifat sangat
didaktik, sedangkan kandungannya sangat elektik. Ini memberikan gambaran
pedagogis dan kultural zaman nereka serta beragam filsafat dan kredo masa itu. Aspek
pokok Rasail adalah bagian utamanya yang menampilkan perdebatan panjang antara
mnusia dan para utusan dari kerajaan binatang; ini mengisi sebagian besar
Risalah ke-22 yang berjudul On How the Animals and Their Kinds are Formed (Netton.
1982: 2).Bagian ini telah ditelaah secara ilmiah, dianalisis serta
diterjemahkan oleh L.E. Goodman (1978).[5]
Risalah
tersebut diklasifikasikan menjadi empat bidang :
1.
14 Risalah
tentang matematika, yang mencakup geometri, astronomi, musik, geografi, seni,
modal dan logika.
2.
17 Risalah
tentang fisika dan ilmu alam, yang mencakup genealogi, mineralogi, botani,
hidup dan matinya alam, senang sakitnya alam, keterbatasan manusia, dan
kemampuan kesadaran.
3.
10 Risalah tentang
ilmu jiwa, mencakup metafisika Phytagoreanisme dan kebangkitan alam.
4.
11 Risalah tentang ilmu-ilmu ketuhanan,
meliputi kepercayaan dan keyakinan, hubungan alam dengan Allah, akidah mereka,
kenabian dan keadaannya, tindakan rohani, bentuk konstitusi politik, kekuasaan
Allah, magic dan azimat.[6]
Rasa’il Ikhwan Al- Shafa berisi aneka pemikiran filsafat, matematika dan
politik yang disampaikan dalam kemasan popular.
Karya yang erat
hubungannya dengan Rasa’il adalah al-Risalat al-Jam’iah (Risalah
Komprehensif) yang merupakan sebuah summerium (Ringkasan) dari Rasa’il.
Karya ini pun dimaksudkan hanya diedarkan untuk kalangan sendiri, yakni
dikalangan para anggota kelompok saja. Banyak informasi ilmi’ah yang tidak
termaktub dalam Jam’iah, yang pada aslinya informasi tersebut merupakan
tulang punggung Rasa’il, dan dalam informasi ini pula gagasan-gagasan
yang dimaksudkan oleh Ikhwan al-Shafa untuk disuntikan kepada para
pengikut mereka diungkapkan dengan lebih jelas dan lengkap.
Selanjutnya Jami’ah
pun diringkas dalam Risalat al-Jami’ah al- Jami’ah au al- Zubdah min Rasa’il
Ikhwan al Shafa (Kondensasi dari Risalah Komprehensip atau Krim dari Rasail
Ikhwan al- Shafa), yang juga dinamai al- Risalat al- Jami’ah. Informasi
Ilmiah dan Juga beberapa bab dari Rasa’il tidak dicantumkan dalam karya
ini, sedangkan interpretasi esoteris dan simbolis tentang ayat-ayat al-Qur’an
disajikan secara gamblang.
Dari isi
ensiklopedi tersebut kita dapat mengetahui bahwa Ikhwan al-Shafa mencoba
melakukan penjelasan-penjelasan yang terkait dengan agama dan ilmu pengetahuan
(filsafat dan sains).
Banyak pendapat yang mendiskreditkan
Rasâ’il sebagai bentuk yang halus dari propaganda sekte Syiah
Ismailiyyah untuk merebut kekuasaan Sunni Baghdad. Thaha Husein
misalnya menyebutkan, secara politis propaganda-propaganda mereka bertujuan
untuk melakukan perombakan atau kudeta wacana di tingkat masyarakat untuk
memperkuat basis perebutan kekuasaan.
·
Hakikat Pengetahuan
Dalam
menjelaskan pengertian pengetahuan, Ikhwan menegaskan: “ Bahwasanya yang dimaksud dengan pengetahuan adalah tidak
lain daripada keberadaan gambaran objek pengetahuan pada jiwa seseorang.
Sebaliknya kejahilan adalah ketiadaan gambaran tersebut pada jiwa.
Rumusan Ikhwan
tentang pengetahuan mengisyaratkan bahwa realita diluar fikiran manusia benar-
benar ada. Realita itulah yang perlu diketahui oleh manusia. Keberadaan
gambaran tentang realita itu pada fikiran manusia terjadi melalui proses
abstraksi, yaitu dengan melibatkan organ fisik dan jiwa yang dimilikinya.[7]
·
Klasifikasi
Pengetahuan
Ikhwan Al-
Shafa membagi pengetahuan pada tingakat kelompok, yaitu:
1.
Al-‘ulum
al-riyadhiyyat atau’ilm al-adab yaitu ilmu-ilmu yang umumnya ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan hidup dunia.
2.
Al’ulum al-syar’iyyat yaitu beberapa macam
pengetahuan yang di tujukan untuk mengobati jiwa dan mencapai kehidupan
akhirat,dan
3.
Pengetahuan filsafat, yang mana mereka bagi
menjadi empat baagian, yaitu:
a.
Pengetahuan Matematika,
b.
Pengetahuan Logika,
c.
Pengetahuan Fisika, dan
d.
Pengetahuan Ilahiah/ Metafisik.
Keempat
macam ilmu inilah yang menjadi parhatian ikhwan dan sekaligus merupakan isi
pendidikan yang mereka kehendaki.oleh karena itu,Pengetahuan Syariat adalah
nubuwah yang disampaikan oleh para nabi. Sedangkan pengetahuan adab/ sastra dan
pengetahuan filsafat merupakan hasil upaya jiwa manusia. Sedangkan pengetahuan
yang paling mulia dimata mereka adalah pengetahuan syariat nubuwwah.[8]
C.
KONSEP
PEMIKIRAN IKHWAN AL- SHAFA TENTANG MANUSIA
Hakikat manusia
yang sesungguhnya terletak pada jiwanya. Sementara jasadnya merupakan penjara
bagi jiwa. Oleh karena itu, ruang lingkup jasad hendaknya diperkecil, sedangkan
ruang lingkup jiwa haruslah diperbesar.
Untuk
mewujudkan hal tersebut, jiwa manusia pun membutuhkan sebuah pendidikan dan
ilmu pengetahuan. Kebutuhan jiwa manusia terhadap pendidikan dan ilmu
pengetahuan disebabkan karena ketika lahir jiwa manusia tidak memiliki
pengetahuan sedikitpun. Namun, setelah indera manusia berfungsi, secara
berproses mannusia mulai menerima rangsangan dari alam sekitarnya. Semua
rangsangan inderawi ini melimpah kedalam jiwa.[9]
Kelompok Ikhwan
Al- Shafa mempunyai pandangan “Dualistik” mengenai konsep dasar manusia. Mereka
membuat formulasi konseptual atas pandangan moral- etik tentang manusia.
Menurut Ikhwan manusia itu tersusun dari dua unsur; yaitu unsur fisikis-
biologis dan unsur lahiriyah- rohaniyah, maka sejatinya kedua unsur ini
memiliki perbedaan sifat dan berlawanan kondisinya, namun memiliki kesamaan
dalam tindakan dan sifat aksidentalnya. Karena unsur fisikis- biologisnya,
manusia berkecendrungan untuk kekal didunia untuk selamanya. Sedangkan karena
unsur lahiriyah-rohaniyahnya, manusia berkecendrungan untuk meraih akhirat dan
keselamatan disana. Dengan demikian, kondisi kehidupan manusia diwarnai oleh
dualitas yang saling berlawanan, seperti: hidup- mati, ingat- lupa, cerdas-
dungu, sehat- sakit, serta sehat- senang.[10]
Pandangan
dualistik tentang manusia yang dimiliki Ikhwan Al-Shafa tidaklah bersifat
liberal, melainkan dibatasi oleh pengakuan akan ragam potensi individual yang
unik, antara satu dengan lainnya itu berbeda. Mereka berpandangan meskipun
“watak dasar” setiap individu bersifat genetik- bawaan, namun kecenderungan-
kecenderungan yang dimilikinya bersifat Ikhtiyariyyat (hasil
berinteraksi dengan lingkungan), sehingga terjadi keragaman antar individu.
Oleh karena itu ada individu yang lebih berbakat dalam dunia keilmuan, ada yang
lebih terampil dalam berdagang dan adapula yang lebih berkompeten dalam
berfilsafat.[11]
Selain memiliki
pandangan dualistik, Ikhwan juga memandang manusia terdiri dari dua unsur,
yaitu jiwa yang bersifat imateri, dan tubuh yang merupakan campuran dari tanah,
air, udara, dan api. Pada mulanya jiwa yang berada dalam tubuh tidak mengetahui
apa- apa, tetapi memiliki kemampuan untuk menerima pengetahuan secara
berangsur- angsur. Manusia haruslah dididik sedemikian rupa dengan ajaran-
ajaran yang diwahyukan dan pengajaran filsafat, sehingga mengaktual pada
jiwanya, pandangan keyakinan dan pengetahuan yang benar, baik tentang realitas
maupun tentang apa yang seharusnya dibiasakan manusia.[12]
Tampaknya
Ikhwan seperti para pemikir Muslim lainnya banyak di pengararuhi oleh logika
atau manthiq yang dikembangkan oleh kelompok yunani yang pada waktu belakangan
banyak dikecam ibn Taimiyeh.Merekan menyebut tiga buah karya Arestoteles,yaitu
categori,perihermenias,dan analytics,yang tampaknya banyak mewarnai pemikirin
Ihkwan.
Bagian terahir dari al-ulum al falsafiyyat adalah al- ulum
al-ilahiyat.Bagian ini merupakan puncak yang hendak dituju oleh Ihkwan.Usaha
untuk mencapai tingkat ini merupakan inti perjuangan yang mereka lakukan.segala
usahanya dan pemikirannya yang di curuhkan Ihkwan ialah untuk memasyarakatkan
pengetahuan ini.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Berdasarkan sejarah yang sudah tertulis diatas sudah begitu jelas
bahwasanya Ikhwan Al- Shafa atau yang kerap disebut dengan “persaudaraan suci”
ialah merupakan sebuah nama dari sebuah perkumpulan ataupun pergerakan yang
merahasiakan identitas mereka masing- masing. Kelompok inipun sangatlah
bersikokoh memperjuangkan pemikiran berfilsafat pada khususnya dan pemikiran
rasional pada umumnya.
Karya yang dihasilkan oleh kelompok Ikhwan Al- Shafa berjumlah 52
risalah yang diklasifikasikan dalam empat bidang yaitu : 14 risalah tentang
matematika, 17 risalah tentang fisika dan ilmu alam, 10 risalah tentang ilmu
jiwa, 11 risalah tentang ilmu-ilmu ketuhanan. Rasa’il Ikhwan Al- Shafa berisi
aneka pemikiran filsafat, matematis dan politik yang disampaikan dalam kemasan
popular. Kelompok ini juga ada yang berpendapat bahwasanya kelompok ini
bermadzhab Isma’iliyah.
Sedangkan konsep pemikiran Ikhwan terhadap manusia bahwasanya
mansuia itu terdiri dari dua unsur yang berbeda,
yaitu; unsur fisikis- biologis dan unsur lahiriyah- rohaniyah, maka sejatinya
kedua unsur ini memiliki perbedaan sifat dan berlawanan kondisinya, namun
memiliki kesamaan dalam tindakan dan sifat aksidentalnya. Karena unsur fisikis-
biologisnya, manusia berkecendrungan untuk kekal didunia untuk selamanya.
Sedangkan karena unsur lahiriyah-rohaniyahnya, manusia berkecendrungan untuk
meraih akhirat dan keselamatan disana.
Dari banyaknya sumber data yang membahas mengenai kelompok ini
dapat diketahui kalau Ikhwan Al- Shafa disini yang tidak memberitahukan
identitasnya tersebut sangatlah menentang terhadap sikap fanatisme, dan lebih
memilih sebuah kebebasan dalam berfikir kritis dan logis dalam mencari sebuah
kebenaran.
B.
SARAN- SARAN
Kami menyadari
bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan karya-karya kami selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
para pembaca. Amin...
DAFTAR
PUSTAKA
Ali,
Yunasril. 1991. Perkembangan Pemikiran Falsafi dalam Islam. Jakarta : Bumi Aksara.
Fakhri , Majid. 1997. Sejarah Filsafat Islam. England
Oxford: One World Publications.
Jawwad
Ridla , Mohammad. 2002. Tiga Aliran Utama Pendidikan Islam. Yogyakarta:PT
Tiara Wacana.
Siswanto. 2009. Pendidikan Islam dalam Persepektif Filosofis. Pamekasan:
Stain Pamekasan Press.
Siswanto. 2105. Filsafat dan Pemikiran Pendidikan Islam. Surabaya:
CV Pena Salsabila.
Supriadi, Dedi. 2009. Pengantar Filsafat Islam. Bandung:
Pustaka Setia.
Zainuddin, M. 2009. Pendidikan
Islam dari Paradigma Klasik Hingga Kontemporer. UIN-Malang: press.
[1]
Siswanto, Filsafat dan Pemikiran Pendidikan
Islam, (Surabaya: CV Pena Salsabila, 2015), hal. 109
[2]
Yunasril Ali, Perkembangan Pemikiran Falsafi
dalam Islam, ( Jakarta : Bumi Aksara, 1991 ), hlm. 19
[3] Siswanto, Pendidikan Islam dalam Persepektif
Filosofis ( Pamekasan : Stain Pamekasan Press, 2009 ), hlm.64-65
[4]
Yunasril Ali, Perkembangan Pemikiran Falsafi
dalam Islam, ( Jakarta : Bumi Aksara, 1991 ), hlm. 22
[5] Dedi Supriadi, Pengantar Filsafat Islam,
(Bandung: Pustaka Setia, 2009),hlm. 101
[6]
Mohammad Jawwad Ridla, Tiga Aliran Utama
Pendidikan Islam, (Yogyakarta:PT Tiara Wacana, 2002),hal. 149-150
[7]
M.Zainuddin, Pendidikan Islam dari Paradigma
Klasik Hingga Kontemporer,(UIN-Malang: press, 2009),hlm. 306-307
[8]
Dedi Supriadi, Pengantar Filsafat Islam,
(Bandung: Pustaka Setia, 2009),hlm. 103
[9]
Siswanto, Filsafat dan Pemikiran Pendidikan
Islam, (Surabaya: CV Pena Salsabila, 2015), hal.112
[10]
Mohammad Jawwad Ridla, Tiga Aliran Utama
Pendidikan Islam, (Yogyakarta:PT Tiara Wacana, 2002),hal.153-154
[11]
Ibid, hal. 155
[12]
Dedi Supriadi, Pengantar Filsafat Islam,
(Bandung: Pustaka Setia, 2009),hlm. 107- 108
IKHWAN
AL- SHAFA DAN PEMIKIRANNYA
MAKALAH
Diajukan
untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Mohammad Thoha,
M. Pd.I
Disusun Oleh :
ABD.SYAKUR
NIM: 18201501020002
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PAMEKASAN
TAHUN
PELAJARAN 2015-2016
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum
Wr. Wb.
Alhamdulillahirabbil ‘alamin,kami panjatkan kehadirat Allah SWT.
Yang telah memberikan kekuatan dan keteguhan hati kepada kami untuk
menyelesaikan makalah ini.
Sholawat dan salam kami haturkan kepada nabi Muhammad SAW. Yang
telah mebawa kita dari alam jahiliah menuju alam ilmiah yang kita bisa rasakan
saat ini.
Kami menulis makalah ini bertujuan untuk memenuhi dan melengkapi
tugas yang diberikan oleh bapak dosen pengampu mata kuliah “Filsafat Pendidikan
Islam”. Dalam penyelesaian makalah ini, kami selaku penulis mengalami banyak
kesulitan, terutama disebabkan kurangnya ilmu pengetahuan dan minimnya buku
refrensi. Namun, berkat kerja sama yang solid dan kesungguhan dalam
menyelesaikan makalah ini, akhirnya dapat diselesaikan dengan baik.
Kami menyadari, sebagai seorang pelajar yang pengetahuannya tidak
seberapa yang masih perlu belajar dalam penulisan makalah, bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang positif demi terciptanya makalah yang lebih baik lagi, serta
berdaya guna di masa yang akan dating. Besar harapan, mudah-mudahan makalah
yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat dan maslahat bagi semua orang.
Waalaikummussalam
Wr.Wb.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….i
DAFTAR ISI……………………………….……………………………………..ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Masalah.........……………….……………………………..1
B. Rumusan
masalah…………....……………….……………....................... 1
C. Tujuan
Masalah…...................…………….……………...........................1
BAB II PEMBAHASAN
1.
Latar Belakang Ikhwan Al-
Shafa..................………….………………....2
2.
Karya- Karya Ikhwan Al-
Shafa................................................................. 5
3.
Konsep Pemikiran Ikhwan Al- Shafa
tentang Manusia...............................8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................11
B. Saran-
Saran...............................................................................................12
DAFTAR
PUSTAKA..........................................................................................13
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Berbicara masalah
pemikiran klasik, Filsafat merupakan induk segala Ilmu pengetahuan. Darinya
segala jenis Ilmu berasal. Konsep ini berasal dari pemikiran Yunani, terutama
dari Aristoseles dan kemudian mempengaruhi para pemikir Islam.
Dalam kajian Filsafat Pendidikan Islam, ada
beberapa tokoh muslim yang sangat berjasa dalam pengembangan/ pembaharuan
pemikiran pendidikan Islam, khususnya dari para filosof Muslim. Salah
satu dari mereka yang sangat berjasa dalam pengembangan pendidikan islam adalah
Ikhwan Al-Shafa.
Dari hal tersebut penulis mempunyai keinginan
untuk menulis sebuah karya ilmiah dengan judul “ Ikhwan Al-Shafa dan
Pemikirannya”. Guna membantu pembaca dalam memahami secara universal dan konkret tentang filosof- filosof muslim yang berjasa
dalam mengembangkan pemikiran pendidikan islam, terutama tentang Ikhwan Al-
Shafa.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa
Ikhwan Al- Shafa itu?
2.
Apa
saja karya-karya yang dihasilkan ?
3.
Bagaimana
konsep pemikiran ikhwan Al- Shafa tentang Manusia.
C.
TUJUAN MASALAH
1.
Untuk
mengetahui latar belakang Ikhwan Al- Shafa
2.
Untuk
mengetahui karya- karya Ikhwan Al- Shafa
3.
Untuk mengetahui
pemikiran Ikhwan Al-Shafa tentang Manusia
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
IKHWAN AL-
SHAFA (PERSAUDARAAN SUCI)
Ikhwan Al-Shafa adalah salah satu organisasi
yang didirikan oleh sekelompok masyarakat yang didalamnya terdiri dari para
filosof. Organisasi ini didirikan pada abad
ke-4 H/10 M dikota Basra. Disebut juga Brethern of purity, khullan al-wafa,
Ahl al-Adl, Abna, al-hamdi, atau dengan sebutan singkat Ikhwanuna, atau
juga Auliya Allah.[1]
Sebutan atau nama “Ikhwan Al-Shafa” diturunkan
dari sebuah kisah tentang burung merpati, kisah burung merpati dalam Kalilah
wa Dimnah dipilih oleh Ikwan Al-Shafa sebagai sumber rujukan penamaan
dirinya, karena ajaran moralnya yang benilai tinggi. Ajaran moral yang dimaksud
berupa hikmah yang bernilai edukatif bagi umat manusia, termasuk umat islam
yang pada saat itu semangat persaudaraannya relatif terkoyak.[2]
Ikhwan Al-Shafa’ merupakan suatu gerakan yang
mempertahankan semangat berfilsafat pada khususnya dan pemikiran rasional pada
umumnya. Tokoh terkemuka kelompok ini adalah Ahmad ibnu Abd Allah, Abu Sulaiman
Muhammad Ibnu Nashr al-Busti yang terkenal dengan sebutan al-Muqaddasi, Zaid
ibn Rifa’ah selaku ketua dan Abu al-Hasan Ali ibnu Harun al-Zanjany.
Sebagai suatu pergerakan atau organisasi yang
bersifat rahasia, Ikhwan al-Shafa menfokuskan perhatiannya pada bidang dakwah
dan pendidikan. Organisasi ini juga mengajarkan tentang dasar-dasar Islam yang
didasarkan oleh persaudaraan Islamiyah (Ukhuwah Islamiyah) yang dilakukan secara tulus dan ikhlas, kesetiakawanan yang suci
dan murni, dan saling menasehati antara sesama anggota menuju ridha Ilahi, seperti sikap
yang memandang iman seseorang muslim tidak akan sempurna kecuali ia mencintai
saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.[3] Hal
ini sesuai dengan firman Allah SWT.
إنماالمؤمنون إخوة
فأصلحوا بين أخويكم. واتقواالله لعلكم ترحمون
Artinya: “Orang-orang
beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah
hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu
mendapat rahmat”.
Ayat diatas
sudah termaktub dengan begitu jelas bahwasanya organisasi ini tidak lain adalah
kepanjangan tangan dari firman Tuhan. sehingga,
tidak ada satupun diantara ajaran-ajaran yang berada didalamnya berpaling
sedikitpun dari firman Allah dan sabda nabi.
Keistimewaan kelompok ikhwan al-Shafa disini yaitu terdapat pada segi keilmuannya,
Mereka tidak membatasi diri hanya dengan satu sumber keilmuan saja, akan tetapi mereka
benar-benar mengamalkan apa yang telah diajarkan oleh Baginda Nabi, “ Hikmah itu barang hilang orang mukmin, ia akan
mengambilnya dimanapun ditemukannya”. Dari sini, mereka mempunyai wawasan
yang luas mengenai sumber-sumber pengetahuan.
Dalam kelompok ini ada empat
tingkatan anggota sebagai berikut:
1.
Al-Ikhwan
al-Abrar al-Ruhama, kelompok yang berusia 15-30 tahun yang memiliki jiwa yang
suci dan pikiran yang kuat. Mereka berstatus murid.
2.
Al-Ikhwan
al-Akhyar , yakni kelompok yang berusia 30-40 tahun. Pada tingkat ini mereka
sudah mampu memelihara persaudaraan, pemurah, kasih sayang, dan siap berkorban
demi persaudaraan (tingkat guru).
3.
Al-Ikhwan
al-Fudhala al-Kiram, kelompok yang berusia 40-50 tahun. Mereka sudah mengetahui
aturan ketuhanan sebagai tingkatan para nabi.
4.
Al-Kamal,
kelompok yang berusia 50 tahun ke atas. Mereka disebut dengan tingkat
al-Muqarrabin min Allah karena mereka sudah mampu memahami hakikat sesuatu
sehingga mereka sudah berada diatas alam realitas, syariat dan wahyu
sebagaimana malaikat al-muqarrabun .[4]
Nampaknya Ikhwan
al-Shafa ingin memberikan penghormatan lebih bagi mereka yang telah lama
ikut dalam kelompok ini. Karena semakin lama mereka bergabung semakin tinggi
pula kedudukan mereka dalam kelompok ini, disamping juga faktor usia setiap
anggota.
Justikasi pemeringkatan itu mereka
dasarkan (takwilkan) dari ayat-ayat Al-Quran.
Untuk kalangan murid 30, mereka menggunakan ayat 59 surat an-Nur
وَإِذَا بَلَغَ الْأَطْفَالُ مِنْكُمُ الْحُلُمَ فَلْيَسْتَأْذِنُوا
كَمَا اسْتَأْذَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ
آيَاتِهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (59)
Artinya: “Jika anak-anak kalian telah baligh,
mereka harus meminta izin terlebih dahulu untuk masuk ke setiap rumah di setiap
waktu, seperti halnya orang-orang yang telah balig sebelum mereka. Dengan penjelasan semacam ini Allah menjelaskan kepada kalian
ayat-ayat-Nya yang telah diturunkan. Allah swt Maha Mengetahui lagi
Mahabijaksana. Dia mengetahui apa yang bermanfaat bagi hamba-hamba-Nya,
memberikan ketentuan hukum yang sesuai dengan keadaan mereka dan akan meminta
pertanggungjawaban itu semua.”
Sementara
peringkat muallim dijustifikasi oleh ayat 22 surat Yusuf
وَلَمَّا بَلَغَ أَشُدَّهُ آتَيْنَاهُ حُكْمًا وَعِلْمًا
وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (22)
Artinya: “Tatkala (ia) mencapai masa kematangan, kami anugerahkan kepadanya
hukum dan pengetahuan. Seperti halnya
Kami memberikan balasan kepadanya lantaran kebaikan yang ia lakukan, Kami juga
memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik karena perbuatan baik
mereka.”
Untuk tingkat
mursyid, justifikasinya diambil dari surat al-Ahqaf ayat 15:
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا
حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ
ثَلَاثُونَ شَهْرًا حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً
قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ
وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي
ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ (15(
Artinya: Kami
memerintahkan kepada manusia untuk berbuat baik kepada kedua orangtuanya.
Ibunya telah mengandung dan melahirkannya dengan susah payah. Pada masa
mengandung dan menyapihnya yang berlangsung selama tiga puluh bulan, sang
ibu merasakan berbagai penderitaan. Ketika sang anak telah menginjak dewasa dan
umurnya sampai empat puluh tahun, ia berdoa, "Ya Tuhanku, berilah aku
petunjuk untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada
kedua orangtuaku. Berilah
aku petunjuk untuk selalu melakukan amal kebaikan yang Engkau ridai. Jadikanlah
anak keturunanku sebagai orang yang saleh. Sesungguhnya
aku bertobat kepada-Mu dari segala dosa, dan aku termasuk orang yang berserah diri kepada-Mu.
B.
KARYA- KARYA
IKHWAN AL- SHAFA
Ikhwan Al-
Shafa menghasilkan sebagai magnum opus (Masterpiece) nya
yang terhimpun kedalam sebuah kumpulan tulisan yang terdiri dari 52 Risalah
dengan keluasan dan kualitas beragam yang mengkaji subjek- subjek berspektrum
luas yang merentang dari music sampai sihir. Tekanannya bersifat sangat
didaktik, sedangkan kandungannya sangat elektik. Ini memberikan gambaran
pedagogis dan kultural zaman nereka serta beragam filsafat dan kredo masa itu. Aspek
pokok Rasail adalah bagian utamanya yang menampilkan perdebatan panjang antara
mnusia dan para utusan dari kerajaan binatang; ini mengisi sebagian besar
Risalah ke-22 yang berjudul On How the Animals and Their Kinds are Formed (Netton.
1982: 2).Bagian ini telah ditelaah secara ilmiah, dianalisis serta
diterjemahkan oleh L.E. Goodman (1978).[5]
Risalah
tersebut diklasifikasikan menjadi empat bidang :
1.
14 Risalah
tentang matematika, yang mencakup geometri, astronomi, musik, geografi, seni,
modal dan logika.
2.
17 Risalah
tentang fisika dan ilmu alam, yang mencakup genealogi, mineralogi, botani,
hidup dan matinya alam, senang sakitnya alam, keterbatasan manusia, dan
kemampuan kesadaran.
3.
10 Risalah tentang
ilmu jiwa, mencakup metafisika Phytagoreanisme dan kebangkitan alam.
4.
11 Risalah tentang ilmu-ilmu ketuhanan,
meliputi kepercayaan dan keyakinan, hubungan alam dengan Allah, akidah mereka,
kenabian dan keadaannya, tindakan rohani, bentuk konstitusi politik, kekuasaan
Allah, magic dan azimat.[6]
Rasa’il Ikhwan Al- Shafa berisi aneka pemikiran filsafat, matematika dan
politik yang disampaikan dalam kemasan popular.
Karya yang erat
hubungannya dengan Rasa’il adalah al-Risalat al-Jam’iah (Risalah
Komprehensif) yang merupakan sebuah summerium (Ringkasan) dari Rasa’il.
Karya ini pun dimaksudkan hanya diedarkan untuk kalangan sendiri, yakni
dikalangan para anggota kelompok saja. Banyak informasi ilmi’ah yang tidak
termaktub dalam Jam’iah, yang pada aslinya informasi tersebut merupakan
tulang punggung Rasa’il, dan dalam informasi ini pula gagasan-gagasan
yang dimaksudkan oleh Ikhwan al-Shafa untuk disuntikan kepada para
pengikut mereka diungkapkan dengan lebih jelas dan lengkap.
Selanjutnya Jami’ah
pun diringkas dalam Risalat al-Jami’ah al- Jami’ah au al- Zubdah min Rasa’il
Ikhwan al Shafa (Kondensasi dari Risalah Komprehensip atau Krim dari Rasail
Ikhwan al- Shafa), yang juga dinamai al- Risalat al- Jami’ah. Informasi
Ilmiah dan Juga beberapa bab dari Rasa’il tidak dicantumkan dalam karya
ini, sedangkan interpretasi esoteris dan simbolis tentang ayat-ayat al-Qur’an
disajikan secara gamblang.
Dari isi
ensiklopedi tersebut kita dapat mengetahui bahwa Ikhwan al-Shafa mencoba
melakukan penjelasan-penjelasan yang terkait dengan agama dan ilmu pengetahuan
(filsafat dan sains).
Banyak pendapat yang mendiskreditkan
Rasâ’il sebagai bentuk yang halus dari propaganda sekte Syiah
Ismailiyyah untuk merebut kekuasaan Sunni Baghdad. Thaha Husein
misalnya menyebutkan, secara politis propaganda-propaganda mereka bertujuan
untuk melakukan perombakan atau kudeta wacana di tingkat masyarakat untuk
memperkuat basis perebutan kekuasaan.
·
Hakikat Pengetahuan
Dalam
menjelaskan pengertian pengetahuan, Ikhwan menegaskan: “ Bahwasanya yang dimaksud dengan pengetahuan adalah tidak
lain daripada keberadaan gambaran objek pengetahuan pada jiwa seseorang.
Sebaliknya kejahilan adalah ketiadaan gambaran tersebut pada jiwa.
Rumusan Ikhwan
tentang pengetahuan mengisyaratkan bahwa realita diluar fikiran manusia benar-
benar ada. Realita itulah yang perlu diketahui oleh manusia. Keberadaan
gambaran tentang realita itu pada fikiran manusia terjadi melalui proses
abstraksi, yaitu dengan melibatkan organ fisik dan jiwa yang dimilikinya.[7]
·
Klasifikasi
Pengetahuan
Ikhwan Al-
Shafa membagi pengetahuan pada tingakat kelompok, yaitu:
1.
Al-‘ulum
al-riyadhiyyat atau’ilm al-adab yaitu ilmu-ilmu yang umumnya ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan hidup dunia.
2.
Al’ulum al-syar’iyyat yaitu beberapa macam
pengetahuan yang di tujukan untuk mengobati jiwa dan mencapai kehidupan
akhirat,dan
3.
Pengetahuan filsafat, yang mana mereka bagi
menjadi empat baagian, yaitu:
a.
Pengetahuan Matematika,
b.
Pengetahuan Logika,
c.
Pengetahuan Fisika, dan
d.
Pengetahuan Ilahiah/ Metafisik.
Keempat
macam ilmu inilah yang menjadi parhatian ikhwan dan sekaligus merupakan isi
pendidikan yang mereka kehendaki.oleh karena itu,Pengetahuan Syariat adalah
nubuwah yang disampaikan oleh para nabi. Sedangkan pengetahuan adab/ sastra dan
pengetahuan filsafat merupakan hasil upaya jiwa manusia. Sedangkan pengetahuan
yang paling mulia dimata mereka adalah pengetahuan syariat nubuwwah.[8]
C.
KONSEP
PEMIKIRAN IKHWAN AL- SHAFA TENTANG MANUSIA
Hakikat manusia
yang sesungguhnya terletak pada jiwanya. Sementara jasadnya merupakan penjara
bagi jiwa. Oleh karena itu, ruang lingkup jasad hendaknya diperkecil, sedangkan
ruang lingkup jiwa haruslah diperbesar.
Untuk
mewujudkan hal tersebut, jiwa manusia pun membutuhkan sebuah pendidikan dan
ilmu pengetahuan. Kebutuhan jiwa manusia terhadap pendidikan dan ilmu
pengetahuan disebabkan karena ketika lahir jiwa manusia tidak memiliki
pengetahuan sedikitpun. Namun, setelah indera manusia berfungsi, secara
berproses mannusia mulai menerima rangsangan dari alam sekitarnya. Semua
rangsangan inderawi ini melimpah kedalam jiwa.[9]
Kelompok Ikhwan
Al- Shafa mempunyai pandangan “Dualistik” mengenai konsep dasar manusia. Mereka
membuat formulasi konseptual atas pandangan moral- etik tentang manusia.
Menurut Ikhwan manusia itu tersusun dari dua unsur; yaitu unsur fisikis-
biologis dan unsur lahiriyah- rohaniyah, maka sejatinya kedua unsur ini
memiliki perbedaan sifat dan berlawanan kondisinya, namun memiliki kesamaan
dalam tindakan dan sifat aksidentalnya. Karena unsur fisikis- biologisnya,
manusia berkecendrungan untuk kekal didunia untuk selamanya. Sedangkan karena
unsur lahiriyah-rohaniyahnya, manusia berkecendrungan untuk meraih akhirat dan
keselamatan disana. Dengan demikian, kondisi kehidupan manusia diwarnai oleh
dualitas yang saling berlawanan, seperti: hidup- mati, ingat- lupa, cerdas-
dungu, sehat- sakit, serta sehat- senang.[10]
Pandangan
dualistik tentang manusia yang dimiliki Ikhwan Al-Shafa tidaklah bersifat
liberal, melainkan dibatasi oleh pengakuan akan ragam potensi individual yang
unik, antara satu dengan lainnya itu berbeda. Mereka berpandangan meskipun
“watak dasar” setiap individu bersifat genetik- bawaan, namun kecenderungan-
kecenderungan yang dimilikinya bersifat Ikhtiyariyyat (hasil
berinteraksi dengan lingkungan), sehingga terjadi keragaman antar individu.
Oleh karena itu ada individu yang lebih berbakat dalam dunia keilmuan, ada yang
lebih terampil dalam berdagang dan adapula yang lebih berkompeten dalam
berfilsafat.[11]
Selain memiliki
pandangan dualistik, Ikhwan juga memandang manusia terdiri dari dua unsur,
yaitu jiwa yang bersifat imateri, dan tubuh yang merupakan campuran dari tanah,
air, udara, dan api. Pada mulanya jiwa yang berada dalam tubuh tidak mengetahui
apa- apa, tetapi memiliki kemampuan untuk menerima pengetahuan secara
berangsur- angsur. Manusia haruslah dididik sedemikian rupa dengan ajaran-
ajaran yang diwahyukan dan pengajaran filsafat, sehingga mengaktual pada
jiwanya, pandangan keyakinan dan pengetahuan yang benar, baik tentang realitas
maupun tentang apa yang seharusnya dibiasakan manusia.[12]
Tampaknya
Ikhwan seperti para pemikir Muslim lainnya banyak di pengararuhi oleh logika
atau manthiq yang dikembangkan oleh kelompok yunani yang pada waktu belakangan
banyak dikecam ibn Taimiyeh.Merekan menyebut tiga buah karya Arestoteles,yaitu
categori,perihermenias,dan analytics,yang tampaknya banyak mewarnai pemikirin
Ihkwan.
Bagian terahir dari al-ulum al falsafiyyat adalah al- ulum
al-ilahiyat.Bagian ini merupakan puncak yang hendak dituju oleh Ihkwan.Usaha
untuk mencapai tingkat ini merupakan inti perjuangan yang mereka lakukan.segala
usahanya dan pemikirannya yang di curuhkan Ihkwan ialah untuk memasyarakatkan
pengetahuan ini.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Berdasarkan sejarah yang sudah tertulis diatas sudah begitu jelas
bahwasanya Ikhwan Al- Shafa atau yang kerap disebut dengan “persaudaraan suci”
ialah merupakan sebuah nama dari sebuah perkumpulan ataupun pergerakan yang
merahasiakan identitas mereka masing- masing. Kelompok inipun sangatlah
bersikokoh memperjuangkan pemikiran berfilsafat pada khususnya dan pemikiran
rasional pada umumnya.
Karya yang dihasilkan oleh kelompok Ikhwan Al- Shafa berjumlah 52
risalah yang diklasifikasikan dalam empat bidang yaitu : 14 risalah tentang
matematika, 17 risalah tentang fisika dan ilmu alam, 10 risalah tentang ilmu
jiwa, 11 risalah tentang ilmu-ilmu ketuhanan. Rasa’il Ikhwan Al- Shafa berisi
aneka pemikiran filsafat, matematis dan politik yang disampaikan dalam kemasan
popular. Kelompok ini juga ada yang berpendapat bahwasanya kelompok ini
bermadzhab Isma’iliyah.
Sedangkan konsep pemikiran Ikhwan terhadap manusia bahwasanya
mansuia itu terdiri dari dua unsur yang berbeda,
yaitu; unsur fisikis- biologis dan unsur lahiriyah- rohaniyah, maka sejatinya
kedua unsur ini memiliki perbedaan sifat dan berlawanan kondisinya, namun
memiliki kesamaan dalam tindakan dan sifat aksidentalnya. Karena unsur fisikis-
biologisnya, manusia berkecendrungan untuk kekal didunia untuk selamanya.
Sedangkan karena unsur lahiriyah-rohaniyahnya, manusia berkecendrungan untuk
meraih akhirat dan keselamatan disana.
Dari banyaknya sumber data yang membahas mengenai kelompok ini
dapat diketahui kalau Ikhwan Al- Shafa disini yang tidak memberitahukan
identitasnya tersebut sangatlah menentang terhadap sikap fanatisme, dan lebih
memilih sebuah kebebasan dalam berfikir kritis dan logis dalam mencari sebuah
kebenaran.
B.
SARAN- SARAN
Kami menyadari
bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan karya-karya kami selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
para pembaca. Amin...
DAFTAR
PUSTAKA
Ali,
Yunasril. 1991. Perkembangan Pemikiran Falsafi dalam Islam. Jakarta : Bumi Aksara.
Fakhri , Majid. 1997. Sejarah Filsafat Islam. England
Oxford: One World Publications.
Jawwad
Ridla , Mohammad. 2002. Tiga Aliran Utama Pendidikan Islam. Yogyakarta:PT
Tiara Wacana.
Siswanto. 2009. Pendidikan Islam dalam Persepektif Filosofis. Pamekasan:
Stain Pamekasan Press.
Siswanto. 2105. Filsafat dan Pemikiran Pendidikan Islam. Surabaya:
CV Pena Salsabila.
Supriadi, Dedi. 2009. Pengantar Filsafat Islam. Bandung:
Pustaka Setia.
Zainuddin, M. 2009. Pendidikan
Islam dari Paradigma Klasik Hingga Kontemporer. UIN-Malang: press.
[1]
Siswanto, Filsafat dan Pemikiran Pendidikan
Islam, (Surabaya: CV Pena Salsabila, 2015), hal. 109
[2]
Yunasril Ali, Perkembangan Pemikiran Falsafi
dalam Islam, ( Jakarta : Bumi Aksara, 1991 ), hlm. 19
[3] Siswanto, Pendidikan Islam dalam Persepektif
Filosofis ( Pamekasan : Stain Pamekasan Press, 2009 ), hlm.64-65
[4]
Yunasril Ali, Perkembangan Pemikiran Falsafi
dalam Islam, ( Jakarta : Bumi Aksara, 1991 ), hlm. 22
[5] Dedi Supriadi, Pengantar Filsafat Islam,
(Bandung: Pustaka Setia, 2009),hlm. 101
[6]
Mohammad Jawwad Ridla, Tiga Aliran Utama
Pendidikan Islam, (Yogyakarta:PT Tiara Wacana, 2002),hal. 149-150
[7]
M.Zainuddin, Pendidikan Islam dari Paradigma
Klasik Hingga Kontemporer,(UIN-Malang: press, 2009),hlm. 306-307
[8]
Dedi Supriadi, Pengantar Filsafat Islam,
(Bandung: Pustaka Setia, 2009),hlm. 103
[9]
Siswanto, Filsafat dan Pemikiran Pendidikan
Islam, (Surabaya: CV Pena Salsabila, 2015), hal.112
[10]
Mohammad Jawwad Ridla, Tiga Aliran Utama
Pendidikan Islam, (Yogyakarta:PT Tiara Wacana, 2002),hal.153-154
[11]
Ibid, hal. 155
[12]
Dedi Supriadi, Pengantar Filsafat Islam,
(Bandung: Pustaka Setia, 2009),hlm. 107- 108