Thursday, 12 May 2016

CONTOH MAKALAH MATERI PENGAJARAN DALAM AL-QUR`AN -MATERI PENGAJARAN DALAM AL-QUR`AN




MATERI PENGAJARAN DALAM AL-QUR`AN

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Tafsir Tarbawi yang dibina oleh Bapak Zaglul Fitrian Djalal, Lc. M.A
\

Disusun Oleh:
Kelompok 7
Ismatul Mu’arrifah
Laili syarifah
Faidatul Jannah
Wendy Kurniwan H



PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
2015

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan kekuatan dan keteguhan hati kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Sholawat dan salam kami haturkan kepada nabi Muhammad SAW. Yang telah mebawa kita dari alam jahiliah menuju alam ilmiah yang kita bisa rasakan saat ini.
Kami menulis makalah ini bertujuan untuk memenuhi dan melengkapi tugas yang diberikan oleh bapak dosen pengampu mata kuliah Tafsir Tarbawi. Selain bertujuan untuk memenuhi tugas, tujuan penulis selanjutnya adalah untuk menjelaskan materi pengajaran dalam al-Qur`an.
Dalam penyelesaian makalah ini, kami selaku penulis mengalami banyak kesulitan, terutama disebabkan kurangnya ilmu pengetahuan dan minimnya buku referensi. Namun, berkat kesungguhan dalam menyelesaikan makalah ini, akhirnya dapat diselesaikan dengan baik.
Kami menyadari, sebagai seorang pelajar yang pengetahuannya tidak seberapa yang masih perlu belajar dalam penulisan makalah, bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang positif demi terciptanya makalah yang lebih baik lagi, serta berdaya guna di masa yang akan datang .
Besar harapan, mudah-mudahan makalah yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat dan maslahat bagi semua orang.
Waalaikum salam Wr.Wb. 

Pamekasan 20 Mei 2015




i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I.  PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang ...................................................................................... 1
BAB II. PEMBAHASAN
A.    Pembasan Ayat .........................................................................................3
1.      Q.S. An-Nisa’ Ayat 59 ..................................................................... 3
2.      Q.S. Luqman Ayat 12-19             ...................................................................7
3.      Q.S. Al-Jumu’ah Ayat 2   .................................................................15
4.      Q.S. Al-Ghasyiyah Ayat 17-21    .....................................................19
BAB III PENUTUP
B.  Kesimpulan ……………………………………......………...…….24
C. Saran ........................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA …………………………………….….…….…...….....26












ii

 

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi akan nilai-nilai kemanusiaan terutama tentang pendidikan. Pendidikan Islam sangatlah mulia dan memanusiakan manusia. Hal ini karena pendidikan Islam disandarkan dengan kata Islam yang dikenal dengan suatu agama yang damai, sejahtera dan menyelamatkan. Islam dalam teorinya dikatakan sebagai agama yang tinggi dan umatnya dalam hadits dikatakan sebagai umat yang unggul, bahkan di dalam al-Qur`an disebut sebagai umat yang terbaik.
Namun, mengapa kualitas dan output pendidikan Islam serta realitas umat Islam terpuruk? Bahkan Jauh tertinggal dengan umat lain yang bukan Islam bahkan dengan komunitas Atheis pun umat Islam dan pendidikan Islam tertinggal. Fakta yang lebih parah, di sekolah-sekolah/institusi formal, pelajaran agama dan juga guru agama dianggap sebagai tambahan. Ilmu agama diberikan hanya karena melaksanakan peraturan, undang-undang, atau kewajiban. Islam yang bersumber dari al-Qur`an dan Hadits belum dianggap sebagai sesuatu yang bersifat pokok, inti, dan sangat penting. Belum ada anggapan bahwa tanpa mempelajari al-Qur`an dan Hadits maka seseorang tidak akan mendapatkan kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat. Islam hanya dipandang sebagai suatu ajaran untuk akhirat. Padahal sebenarnya tidak begitu. Islam adalah ajaran untuk kepentingan akhirat dan sekaligus di dunia.
Selain itu, juga banyak dikeluhkan bahwa pendidikan Islam baru dipahami sebatas sebagai bekal untuk meraih keuntungan di akhirat. Balum lagi masih terjadi perdebatan antara ilmu agama dan ilmu umum. Belajar agama dipahami sebagai bekal untuk mendapatkan keuntungan akhirat, sedangkan belajar ilmu umum dijadikan bekal untuk meraih keuntungan duniawi. Cara pandang seperti ini memerlukan koreksi yang mendasar. Menurut ajaran yang terkandung baik dalam al-Qur`an maupun as-Sunnah, keduanya harus diraih secara bersamaan, yaitu dengan cara memadukan agama dan sains/ilmu pengetahuan.
Pendidikan aqidah dan akhlaq merupaka jiwa dari materi pendidikan Islam. Materi pendidikan harus mengacu kepada tujuan, bukan sebaliknya tujuan mengarah pada suatu materi. Di dalam memberikan suatu materi perlu diperhatikan tatacara pemberian materi pengajaran, bagaimana seharusnya memberikan materi, serta apa saja materi yang dianggap penting untuk disampaikan kepada peserta didik sebagai pondasi dalam mengukuhkan keimanan.
Sehingga dalam makalah ini kami akan membahas mengenai “Materi Pengajaran dalam al-Qur`an” yang terkandung dalam surah an-Nisaa’ ayat 59, Luqman ayat 12-19, al-Jumu’ah ayat 2, dan al-Ghasyiyah ayat 17-21.
                                                                                         














BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pembahasan Ayat
1.      Q.S. An-Nisa’ Ayat 59
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.[1]

Surat An Nisaa' yang terdiri dari 176 ayat itu, termasuk surat Madaniyyah yang terpanjang sesudah surat Al Baqarah. Dinamakan An Nisaa' karena dalam surat ini banyak dibicarakan hal-hal yang berhubungan dengan wanita serta merupakan surat yang paling membicarakan hal itu dibanding dengan surat-surat yang lain. Surat yang lain banyak juga yang membicarakan tentang hal wanita ialah surat Ath Thalaq. Dalam hubungan ini biasa disebut surat An Nisaa' dengan sebutan: Surat An Nisaa' Al Kubraa (surat An Nisaa' yang besar), sedang surat Ath Thalaq disebut dengan sebutan: Surat An Nisaa' Ash Shughraa (surat An Nisaa' yang kecil).
a.      Pengantar Surat
Dalam Surat An Nisaa' yang terdiri dari 176 ayat itu, adalah surat Madaniyyah yaitu surat terpanjang sesudah surat Al Baqarah. Dinamakan An Nisaa' karena dalam surat ini banyak dibicarakan hal-hal yang berhubungan dengan wanita serta merupakan surat yang paling membicarakan hal itu dibanding dengan surat-surat yang lain. Surat yang lain banyak juga yang membicarakan tentang hal wanita ialah surat Ath Thalaq. Dalam hubungan ini biasa disebut surat An Nisaa' dengan sebutan: Surat An Nisaa' Al Kubraa (surat An Nisaa' yang besar), sedang surat Ath Thalaq disebut dengan sebutan: Surat An Nisaa' Ash Shughraa (surat An Nisaa' yang kecil).
Pokok-pokok isinya, ialah:
a.       Keimanan:
Syirik (dosa yang paling besar); akibat kekafiran di hari kemudian.
b.      Hukum-hukum:
Kewajiban para washi dan para wali; hukum poligami; mas kawin; memakan harta anak yatim dan orang-orang yang tak dapat mengurus hartanya; pokok-pokok hukum warisan; perbuatan-perbuatan keji dan hukumannya, wanita-wanita yang haram dikawini; hukum-hukum mengawini budak wanita; larangan memakan harta secara bathil; hukum syiqaq dan nusyuq; kesucian lahir batin dalam sembahyang; hukum suaka; hukum membunuh seorang Islam; shalat khauf; larangan melontarkan ucapan-ucapan buruk; masalah pusaka kalalah.
c.       Kisah-kisah:
Kisah-kisah tentang Nabi Musa a.s. dan pengikut-pengikutnya.
d.      Dan lain-lain:
Asal manusia adalah satu; keharusan menjauhi adat-adat zaman jahiliyah dalam perlakuan terhadap wanita; norma-norma bergaul dengan isteri; hak seseorang sesuai dengan kewajibannya; perlakuan ahli kitab terhadap kitab-kitab yang diturunkan kepadanya; dasar-dasar pemerintahan; cara mengadili perkara; keharusan siap-siaga terhadap musuh; sikap-sikap orang munafik dalam menghadapi peperangan; berperang di jalan Alllah adalah kewajiban tiap-tiap mukallaf; norma dan adab dalam peperangan; cara menghadapi orang-orang munafik; derajat orang-orang yang berjihad.[2]



b.      Asbabun Nuzul
Ibnu Abbas mengatakan, bahwa ayat ini diturunkan sehubungan dengan Abdullah bin Hudzaifah bin Qais ketika ia diutus untuk memimpin suatu pasukan perang. (HR. Bukhari)[3]

c.       Kosa-kata
أَطِيعُوا          :taatilah
خَيْر              :lebih utama
Dan sebaik-baik sesudah/akibatnya:  واحسن تاءويلا
d.      Tafsir Ayat
اولى الامر dari segi bahasa أولى adalah bentuk jamak dari ولى yang berarti pemilik atau yang mengurus dan menguasai. Bentuk jamak dari kata tersebut menunjukkan bahwa mereka itu banyak, sedangkan kata amri adalah perintah atau urusan. Dengan demikian, ulil amri adalah orang-orang yang berwenang mengurus urusan kaum muslim. Mereka adalah orang-orang yang diandalkan dalam menangani persoalan-persoalan kemasyarakatan. Mereka adalah para penguasa atau pemerintah. Ada juga yang menyatakan bahwa mereka adalah ulama’, dan pendapat ketiga menyatakan bahwa mereka adalah yang mewakili masyarakat dalamberbagai kelompok dan profesinya.[4]

Jalaluddin Asy-Syuyuthi dan Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad Al-Mahalliy dalam tafsirnya Jalalain “(Hai orang-orang beriman! Taatlah kamu kepada Allah dan kepada rasul-Nya serta pemegang-pemegang urusan) artinya para penguasa (di antaramu) yakni jika mereka menyuruhmu agar menaati Allah dan Rasul-Nya. (Dan jika kamu berbeda pendapat) atau bertikai paham (tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah) maksudnya kepada kitab-Nya (dan kepada Rasul) sunah-sunahnya; artinya selidikilah hal itu pada keduanya (yakni jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Demikian itu) artinya mengembalikan pada keduanya (lebih baik) bagi kamu daripada bertikai paham dan mengandalkan pendapat manusia (dan merupakan rujukan yang sebaik-baiknya). Ayat berikut ini turun tatkala terjadi sengketa di antara seorang Yahudi dengan seorang munafik. Orang munafik ini meminta kepada Kaab bin Asyraf agar menjadi hakim di antara mereka sedangkan Yahudi meminta kepada Nabi saw. lalu kedua orang yang bersengketa itu pun datang kepada Nabi saw. yang memberikan kemenangan kepada orang Yahudi. Orang munafik itu tidak rela menerimanya lalu mereka mendatangi Umar dan si Yahudi pun menceritakan persoalannya. Kata Umar kepada si munafik, "Benarkah demikian?" "Benar," jawabnya. Maka orang itu pun dibunuh oleh Umar.”[5]
Dalam Tafsir Al-Mishbah dijelaskan bahwa arti ayat-ayat ini berhubungan erat dengan ayat-ayat yang sebelumnya, mulai dari ayat yang memerintahkan untuk beribadah kepada allah, tidak mempersekutukannya, berbakti kepada orang tua, menganjurkan berinfaq, dan lain-lain. Perintah-perintah itu mendorong manusia untuk menciptkan masyarakat yang adil dan makmur, anggotanya tolong menolong dan bantu membantu taat kepada allah dan rosul, tunduk kepda ulil amr, menyelesaikan perselisihan, berdasar nila-nilai yang diajarkan alquran dan sunnah, dan lain-lain yang terlihat dengan jelas dalam ayat ini dan ayat-ayat mendatang, samapai pada perintah berjuang dijalan Allah.[6]

e.       Nilai Pendidikan
Nilai pendidikan yang terdapat dalam surat an nisa’ ayat 59 yaitu:
a.       perintah untuk taat kepada allah.
b.      perintah untuk taat kpada rasulullah saw.
c.       perintah untuk taat kepada ulil amri atau pemimpin.
d.      apabila terjadi perbedaan pendapat maka hendaklah dikembalikankepada allah dan rasulnya.[7]

2.    Q.S. Luqman Ayat 12-19
(12) وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
(13) وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
(14) وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
(15) وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
(16) يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الأرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ
(17) يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الأمُورِ
(18) وَلا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلا تَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
(19) وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الأصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
(12) Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Lukman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".
(13) Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
(14) Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
(15) Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
(16) (Lukman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.
(17) Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
(18) Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
(19) Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.[8]
Surat Luqman terdiri dari 34 ayat, merupakan urutan surat ke-31 di dalam Al-Qur’an, termasuk golongan surat-surat Makkiyyah, diturunkan sesudah surat Ash Shaffaat. Dinamai Luqman karena pada ayat 12 disebutkan bahwa Luqman telah diberi oleh Allah nikmat dan ilmu pengetahuan, oleh sebab itu dia bersyukur kepadaNya atas nikmat yang diberikan itu. Dan pada ayat 13 sampai 19 terdapat nasihat-nasihat Luqman kepada anaknya. Ini adalah sebagai isyarat daripada Allah supaya setiap ibu bapak melaksanakan pula terhadap anak-anak mereka sebagai yang telah dilakukan oleh Luqman.

a.      Pengantar Surat
Surat Luqman terdiri dari 34 ayat, merupakan urutan surat ke-31 di dalam Al-Qur’an, termasuk golongan surat-surat Makkiyyah, diturunkan sesudah surat Ash Shaffaat. Dinamai Luqman karena pada ayat 12 disebutkan bahwa Luqman telah diberi oleh Allah nikmat dan ilmu pengetahuan, oleh sebab itu dia bersyukur kepadaNya atas nikmat yang diberikan itu. Dan pada ayat 13 sampai 19 terdapat nasihat-nasihat Luqman kepada anaknya. Ini adalah sebagai isyarat daripada Allah supaya setiap ibu bapak melaksanakan pula terhadap anak-anak mereka sebagai yang telah dilakukan oleh Luqman.
Pokok-pokok isinya :
1.      Keimanan:
Al Qur'aan merupakan petunjuk dan rahmat yang dirasakan benar-benar oleh orang-orang mukmin; keadaan di langit dan di bumi serta keajaiban- keajaiban yang terdapat pada keduanya adalah bukti-bukti atas keesaan dan kekuasaan Allah; manusia tiada akan selamat kecuali dengan taat kepada perintah-perintah Tuhan dan berbuat amal-amal yang saleh; lima hal yang ghaib yang hanya diketahui oleh Allah sendiri; ilmu Allah meliputi segala- galanya baik yang lahir maupun yang batin.
2.      Hukum-hukum:
Kewajiban patuh dan berbakti kepada ibu dan bapa selama tidak bertentangan dengan perintah-perintah Allah; perintah supaya memperhatikan alam dan keajaibannya untuk memperkuat keimanan dan kepercayaan akan ke-Esaan Tuhan; perintah supaya selalu bertakwa dan takut akan pembalasan Tuhan pada hari kiamat di waktu seseorang tidak dapat di tolong baik oleh anak atau bapaknya sekalipun.
3.      Kisah-kisah:
Kisah Luqman, ilmu dan hikmat yang didapatnya.
4.      Lain-lain:
Orang-orang yang sesat dari jalan Allah dan selalu memperolok-olokkan ayat- ayat Allah; celaan terhadap orang-orang musyrik karena tidak menghiraukan seruan untuk memperhatikan alam dan tidak menyembah Penciptanya; menghibur hati Rasulullah s.a.w. terhadap keingkaran orang- orang musyrik, karena hal ini bukanlah merupakan kelalaiannya; nikmat dan karunia Allah tidak dapat dihitung.
b.      Asbabun Nuzul
Surah Luqman: 13
Abdullah mengatakan, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan nasihat Rasulullah kepada para sahabat tentang wasiat Luqman kepada anaknya. Saat turun Q.S. 6:82, para sahabat keberatan. Mereka menghadap Rasulullah dan bertanya, “Wahai Rasul, siapa diantara kami yang dapat membersihkan keimanan dari kezaliman?” “Apa kalian telah mendengar wasiat Luqman kepada anaknya, ‘Anakku, janganlah kamu menyekutukan Allah, karena hal itu adalah kezaliman yang sangat besar’. “bersabda”. (HR. Bukhari)[9]
Surah Luqman: 15
Sa’id bin Malik berkata, “Ayat ini diturunkan berkenaan denganku. Aku sangat mencintai dan menghormati ibuku. Saat aku memeluk Islam, ibuku tidak setuju dan berkata, ‘Anakku, kamu pilih salah satu, kamu akan tinggalkan Islam atau aku akan mogok makan dan minum hingga akau mati.’ Aku bertekad untuk tetap dalam Islam. Namun ibuku tetap melaksanakan ancamannya sampai tig hari tiga malam. Aku sedih dan berkata, ‘Ibu, jika ibu memiliki 1000 jiwa dan satu per satu meninggal, aku akan tetap dalam Islam. Karena itu terserah ibu, mau makan atau tidak.’ Akhirnya ibuku pun luluh dan mau makan kembali.” (HR. Thabrani)[10]
c.    Kosa-Kata
Perbuatan: الحكمة 
nasihat : يعظه
adalah patron yang menggambarkan kemungilan : بني
kemampuan/upaya yang sungguh-sungguh : جاهداك
  tidak ada pengetahuan tentang kemungkinan terjadinya sesuatu : ما ليس لك به علم
   bersabar, bertahan, dan menahan diri pada suatu sikap : صبر
keteguhan hati dan tekad untuk melakuakan sesuatu:   عزم
d.      Tafsir Mufrodat
ü  الحكمة (hikmah) berarti “Mengetahui yang paling utama dari segala sesuatu, baik pengetahuan maupun perbuatan. Ia adalah ilmu amaliah dan amal ilmiah. Ia adalah ilmu yang didukung oleh amal, dan amal yang tepat didukung oleh ilmu.” Imam al-Ghazali memahami kata hikmah dalam arti pengetahuan tentang sesuatu yang paling utama – ilmu yang paling utama dan wujud yang paling agung – yakni Allah subhanahu wa ta’aala. Jika demikian – tulis al-Ghazali – Allah adalah Hakim yang sebenarnya. Karena Dia yang mengetahui ilmu yang paling abadi. Dzat serta sifat-Nya tidak tergambar dalam benak, tidak juga mengalami perubahan. Hanya Dia juga yang mengetahui wujud yang paling mulia, karena hanya Dia yang mengenal hakikat, dzat, sifat dan perbuatan-Nya. Nah, jika Allah telah menganugerahkan hikmah kepada seseorang, maka yang dianugerahi telah memperoleh kebajikan yang banyak.[11]
ü  يعظه diambil dari kata وعظ yaitu nasihat menyangkut berbagai kebajikan dengan cara yang menyentuh hati. Kata وعظ ini diucapkan untuk memberi gambaran tentang bagaimana perkataan itu seharusnya disampaikan, yakni tidak membentak, tetapi penuh kasih sayang.
ü  بني (bunayya) adalah patron yang menggambarkan kemungilan. Asalnya adalah إبني dari kata إبن yakni anak lelaki. Pemungilan tersebut mengisyaratkan kasih sayang.
ü  جاهداك berasal dari kata جهد yakni kemampuan/upaya yang sungguh-sungguh.
ü  ما ليس لك به علم yaitu tidak ada pengetahuan tentang kemungkinan terjadinya sesuatu.
ü  معروفا mencakup segala hal yang dinilai oleh masyarakat baik, selama tidak bertentangan dengan akidah Islamiah.
ü  صبر yang berarti bersabar, bertahan, dan menahan diri pada suatu sikap.
ü  عزم berarti keteguhan hati dan tekad untuk melakuakan sesuatu.

e.    Tafsir Ayat
Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya menjelaskan tentang ayat ini (12) bahwa, Luqman adalah seorang berkulit hitam dari Afrika, seorang hamba sahaya dari Sudan. Dikisahkan bahwa pada suatu waktu ia diperintah oleh majikannya menyembelih seekor kambing kemudian setelah disembelihnya, ia disuruh mengeluarkan dua potong (dua suap) yang paling enak dimakan dari anggota kambing itu, maka diberikanlah kepada sang majikan hati dan lidah kambing yang disembelih itu. Selang beberapa waktu kemudian, Luqman disuruh lagi menyembelih seekor kambing oleh majikannya dan mengeluarkan dari kambing yang disembelih itu dua potong (dua suap) yang paling busuk, maka dikeluarkan oleh Luqman hati dan lidah itu pula. Sang majikan menegur: “Aku perintahkan kepadamu tempo hari untuk mengeluarkan dua potong yang terbaik, maka engkau berikan kepadaku hati dan lidah, dan sekarang engkau berikan kepadaku juga hati dan lidah padahal aku minta dua potong yang busuk”. Luqman menjawab: “Memang tidak ada yang lebih baik dari kedua anggota itu jika memang sudah menjadi baik dan tidak ada yang lebih busuk dari keduanya jika sudah menjadi busuk”.[12]
(13-15) Allah berfirman mengkisahkan Luqman tatkala memberi pelajaran dan nasihat kepada puteranya yang bernama Tsaran. Berkata Luqman kepada puteranya yang paling disayang dan dicintai itu: “Hai anakku, janganlah engkau mempersekutukan sesuatu dengan Allah, karena syirik itu sesungguhnya adalah perbuatan kedzaliman yang besar”. Dan Allah memerintahkan kepada hamba-Nya agar berbakti dan berbuat baik kepada ibu-bapaknya, karena ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah ditambah kelemahan si janin, kemudian setelah lahir, memiaranya dengan menyusuinya selama dua tahun, maka hendaklah engkau bersyukur kepada Allah dan bersyukur kepada kedua orang tuamu. Dan walaupun hendaknya engkau berbakti dan berlakut baik kepada ibu-bapakmu, namun bila keduanya memaksamu untuk mempersekutukan sesuatu dengan Allah dan menyembah selain-Nya, maka janganlah engkau mengikuti dan menyerah kepada paksaan mereka itu. Dalam pada itu hendaklah engkau tetap menggauli dan menghubungi mereka dengan baik, hormat dan sopan.dan ikutilah jalan orang-orang yang beriman kepada Allah dan kembali taat dan bertaubat kepada-Nya.[13]
(16-19) Inilah beberapa nasehat dan wasiat yang bermanfaat yang diucapkan Luqman kepada anaknya. Berkata Luqman: “Hai anakku, perbuatan dosa dan maksiat walau seberat dan sekecil sebiji sawi dan berada di dalam batu, di langit atau di bumi akan didatangkanlah oleh Allah di hari qiamat untuk memperoleh balasannya, buruk atau baiknya perbuatan itu akan mendapat balasan yang setimpal, sesungguhnya Allah Maha Halus, ilmu-Nya meliputi segala sesuatu bagaimanapun kecilnya, sehingga seekor semut yang melata di malam yang gelap gulitapun tidak akan lupu dari pengetahuan-Nya. Berkata selanjutnya Luqman: “Hai anakku, dirikanlah shalat dan laksanakanlah tepat pada waktunya sesuai dengan ketentuan-ketentuannya, syarat-syaratnya, dan rukun-rukunnya, lakukanlah amar ma’ruf nahi munkar sekuat tenagamu dan bersabarlah atas gangguan dan rintangan yang engkau hadapi selagi engkau melaksanakan tugas amar ma’ruf nahi munkar itu. Dan janganlah engkau memalingkan mukamu dari manusia karena sombong dan memandang rendah orang yang berada di depanmu dan janganlah engkau berjalan di muka bumi Allah dengan angkuh, karena Allah sekali-kali tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri . dan hendaklah engkau berlaku sederhana kalau berjalan, jangan terlampau cepat dan buru-buru dan jangan pula terlampau lambat bermalas-malasan, demikian pula bila engkau berbicara lunakkanlah suaramu dan jangnlah berteriak-teriak tanpa ada perlunya, karena seburuk-buruknya suara adalah suara keledai.[14]

f.     Kandungan Nilai Pendidikan
Islam memulai perubahan itu melalui pendidikan individu, pembinaan keluarga, masyarakat dan manusia secara menyeluruh. Pendidikan anak hanyalah merupakan cabang dari pembinaan individu. Islam menyiapkannya sejak dini sebaik dan semaksimal mungkin sehingga kelak anak akan menjadi anggota masyarakat yang bermanfaat dan menjadi manusia saleh. Manusia saleh seperti itu merupakan prasyarat terbentuknya masyarakat ideal dan unggul. Apabila pendidikan anak dijalani dengan baik dan benar, berarti kita sudah meletakkan batu fondasi yang kokoh, yang siap menjadi insan saleh, yang bisa memikul tanggung jawab dan beban hidup sebagai pribadi, anggota masyarakat, dan sebagai hamba Allah.
Nilai pendidikan yang dapat diambil dari surah Luqman ayat 12-19 ini ialah sebagai berikut:
a.       Tugas orang tua ialah mengenalkan Allah kepada anaknya dan mengesakan-Nya. Karena Rasulullah telah bersabda yang artinya: “Setiap anak yang dilahirkan adalah dalam keadaan suci (fitrah), sampai lidahnya bisa berbicara. Kedua orangtuanya lah yang menjadikan anak tersebut Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. al-Baihaqi  dan ath- Thabrani)
b.      Mengajarkan anak tentang ibadah yang baik dan benar serta nilai-nilai akhirat.
c.       Mengajarkan tiga unsur ajaran al-Qur`an, yakni akidah, syari`at dan akhlak (akhlak terhadap Allah dan orang tua)
d.      Mengajarkan pentingnya bersabar dan segala macam kebajikan serta dilarangnya berperilaku sombong yang merupakan syarat mutlak meraih sukses duniawi dan ukhrawi.
e.       Mendidik hendaknya didasari oleh rasa kasih sayang terhadap peserta didik.[15]

3.    Q.S. Al-Jumu’ah Ayat 2
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الأمِّيِّينَ رَسُولا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ
Artinya:
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As Sunah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”[16]

Surat Al Jumu'ah ini terdiri atas 11 ayat, termasuk golongan-golongan surat-surat Madaniyyah dan diturunkan sesudah surat Ash Shaf. Nama surat Al Jumu'ah diambil dari kata Al Jumu'ah yang terdapat pada ayat 9 surat ini yang artinya: hari Jum'at.
Pokok-pokok isinya: Menjelaskan sifat-sifat orang-orang munafik dan sifat-sifat buruk pada umumnya, diantaranya berdusta, bersumpah palsu dan penakut; mengajak orang-orang mukmin supaya taat dan patuh kepada Allah dan Rasul-Nya dan supaya bersedia menafkahkan harta untuk menegakkan agama-Nya sebelum ajal datang.
Surat Al Jumu'ah ini menerangkan tentang pengutusan Nabi Muhammad s.a.w. dan menjelaskan bahwa umatnya akan menjadi mulia karena ajarannya, disusul dengan perumpamaan orang-orang Yahudi dan kebohongan pengakuan mereka dan kemudian diakhiri dengan kewajiban shalat Jum'at.[17]
a.      Pengantar Surat
Surat Al Jumu'ah ini terdiri atas 11 ayat, termasuk golongan-golongan surat-surat Madaniyyah dan diturunkan sesudah surat Ash Shaf. Nama surat Al Jumu'ah diambil dari kata Al Jumu'ah yang terdapat pada ayat 9 surat ini yang artinya: hari Jum'at.
Pokok-pokok isinya: Menjelaskan sifat-sifat orang-orang munafik dan sifat-sifat buruk pada umumnya, diantaranya berdusta, bersumpah palsu dan penakut; mengajak orang-orang mukmin supaya taat dan patuh kepada Allah dan Rasul-Nya dan supaya bersedia menafkahkan harta untuk menegakkan agama-Nya sebelum ajal datang.
Surat Al Jumu'ah ini menerangkan tentang pengutusan Nabi Muhammad s.a.w. dan menjelaskan bahwa umatnya akan menjadi mulia karena ajarannya, disusul dengan perumpamaan orang-orang Yahudi dan kebohongan pengakuan mereka dan kemudian diakhiri dengan kewajiban shalat Jum'at.[18]

b.      Kosa-Kata
buta huruf : الأمِّيِّين
Mengutus : بَعَثَ
menyucikan mereka : َيُزَكِّيهِمْ
 ضَلال : kesesatan
c.       Tafsir Mufrodat
Kata في dalam ayat diatas berfungsi menjelaskan keadaan Rasulullah di tengah mereka, yakni bahwa beliau senantiasa berada bersama mereka, tidak pernah meninggalkan mereka, bukan juga pendatang diantara mereka.[19]
Kata الأميين adalah bentuk jamak dari kata أمي dan terambil dari kata أم ibu dalam arti seorang yang tidak pandai membaca dan menulis. Seakan-akan keadaannya dari segi pengetahuan atau pengetahuan membaca dan menulis sama dengan keadaannya ketika baru dilahirkan oleh ibunya atau sama dengan keadaan ibunya yang tak pandai membaca. Ada juga yang berpendapat bahwa kata ummiy terambil dari kata أمة (ummah) yang menunjuk kepada masyarakat ketika turunnya al-Qur’an yang oleh Rasulullah dilukiskan dalam sabda beliau “Sesungguhnya kita adalah umat yang ummiy, tidak pandai membaca dan berhitung.[20]
d.   Tafsir Ayat
Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf) yaitu bangsa Arab; lafal ummiy artinya orang yang tidak dapat menulis dan membaca kitab (seorang rasul di antara mereka) yaitu Nabi Muhammad saw. (yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya) yakni Alquran (menyucikan mereka) membersihkan mereka dari kemusyrikan (dan mengajarkan kepada mereka Kitab) Alquran (dan hikmah) yaitu hukum-hukum yang terkandung di dalamnya, atau hadis. (Dan sesungguhnya) lafal in di sini adalah bentuk takhfif dari inna, sedangkan isimnya tidak disebutkan selengkapnya; dan sesungguhnya (mereka adalah sebelumnya) sebelum kedatangan Nabi Muhammad saw. (benar-benar dalam kesesatan yang nyata) artinya jelas sesatnya.[21]
Allah berfirman “Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul diantara mereka: yang dimaksud dengn kaum yang buta huruf ini adalah bangsa arab. Namun, penyebutan mereka secara khusus sama sekali tidak menafikan kaum selain mereka, hanya saja kenikmatan yang telah diberikan kepada mereka tetntu lebih banyak dari sempurna. Hal ini sebagaimana firman-Nya, “Sesungguhnya ini merupakan peringatan bagimu dan kaummu.” Namun, iapun merupakan peringatan bagi kaum yang lain yang mengambil pelajaran darinya. Dan seperti firman-Nya, “Dan berikanlah peringatan kepada kaum kerabatmu yang dekat.” Ayat ini yang senada dengannya tidak bertentangan degan firman Allah, “Katakanlah, hai manusia, sesungguhnya aku ini ialah utusan Allah kepada kamu semua,” demikian pula dengan ayat-ayat lainnya yang menunjukkan pada kerisalahan Nabi yang bersifat umum.[22]
Kata في dalam ayat diatas berfungsi menjelaskan keadaan Rasulullah di tengah mereka, yakni bahwa beliau senantiasa berada bersama mereka, tidak pernah meninggalkan mereka, bukan juga pendatang diantara mereka.[23]
Kata الأميين adalah bentuk jamak dari kata أمي dan terambil dari kata أم ibu dalam arti seorang yang tidak pandai membaca dan menulis. Seakan-akan keadaannya dari segi pengetahuan atau pengetahuan membaca dan menulis sama dengan keadaannya ketika baru dilahirkan oleh ibunya atau sama dengan keadaan ibunya yang tak pandai membaca. Ada juga yang berpendapat bahwa kata ummiy terambil dari kata أمة (ummah) yang menunjuk kepada masyarakat ketika turunnya al-Qur’an yang oleh Rasulullah dilukiskan dalam sabda beliau “Sesungguhnya kita adalah umat yang ummiy, tidak pandai membaca dan berhitung.[24]

e.    Kandungan Nilai Pendidikan
a.       Rasul oleh Allah untuk umat manusia, bertujuan untuk memberikan pendidikan ilmu pengetahuan dari Kitab serta penyempurnaan akhlak dan aqidahnya.
Pendidikan, pengajaran, dan keterampilan merupakan bentuk untuk menumbuh kembangkan potensi dalam diri sendiri yang merupakan bagian tugas seorang pendidik.

4.      Q.S. Al-Ghasyiyah Ayat 17-21
أَفَلا يَنْظُرُونَ إِلَى الإبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ (17) وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ (18) وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ (19) وَإِلَى الأرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ (20) فَذَكِّرْ إِنَّمَا أَنْتَ مُذَكِّرٌ (21)
Artinya:
(17) Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan.
(18) Dan langit, bagaimana ia ditinggikan?
(19) Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?
(20) Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?
(21) Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan.[25]

Surat ini terdiri atas 26 ayat, termasuk surat-surat Makkiyah, diturunkan sesudah surat Adz Dzaariat. Nama Ghaasyiyah diambil dari kata Al Ghaasyiyah yang terdapat pada ayat pertama surat ini yang artinya peristiwa yang dahsyat, tapi yang dimaksud adalah hari kiamat. Surat ini adalah surat yang kerap kali dibaca Nabi pada rakaat kedua pada shalat hari-hari Raya dan shalat Jum'at.
Pokok-pokok isinya: Keterangan tentang orang-orang kafir pada hari kiamat dan azab yang dijatuhkan atas mereka; keterangan tentang orang-orang yang beriman serta keadaan syurga yang diberikan kepada mereka sebagai balasan; perintah untuk memperhatikan keajaiban ciptaan-ciptaan Allah; perintah kepada Rasulullah s.a.w. untuk memperingatkan kaumnya kepada ayat-ayat Allah karena beliau adalah seorang pemberi peringatan, dan bukanlah seorang yang berkuasa atas keimanan mereka.
a.      Pengantar Surat
Surat ini terdiri atas 26 ayat, termasuk surat-surat Makkiyah, diturunkan sesudah surat Adz Dzaariat. Nama Ghaasyiyah diambil dari kata Al Ghaasyiyah yang terdapat pada ayat pertama surat ini yang artinya peristiwa yang dahsyat, tapi yang dimaksud adalah hari kiamat. Surat ini adalah surat yang kerap kali dibaca Nabi pada rakaat kedua pada shalat hari-hari Raya dan shalat Jum'at.
Pokok-pokok isinya: Keterangan tentang orang-orang kafir pada hari kiamat dan azab yang dijatuhkan atas mereka; keterangan tentang orang-orang yang beriman serta keadaan syurga yang diberikan kepada mereka sebagai balasan; perintah untuk memperhatikan keajaiban ciptaan-ciptaan Allah; perintah kepada Rasulullah s.a.w. untuk memperingatkan kaumnya kepada ayat-ayat Allah karena beliau adalah seorang pemberi peringatan, dan bukanlah seorang yang berkuasa atas keimanan mereka.
b.      Asbabun Nuzul
Ayat 17
Qatadah meriwayatkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan kaum musyrik yang ketika Allah menjelaskan cirri-ciri dan kenikmatan surga, merasa takjub dan heran. (HR. Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim)[26]

c.    Kosa kata
Diciptakan : خُلِقَتْ    
  رُفِعَتْ   : Ditinggikan    
ditegakkan         نُصِبَتْ
dihamparkan      سُطِحَتْ
d.      Tafsir Mufrodat
Kata في dalam ayat diatas berfungsi menjelaskan keadaan Rasulullah di tengah mereka, yakni bahwa beliau senantiasa berada bersama mereka, tidak pernah meninggalkan mereka, bukan juga pendatang diantara mereka.[27]
Kata الأميين adalah bentuk jamak dari kata أمي dan terambil dari kata أم ibu dalam arti seorang yang tidak pandai membaca dan menulis. Seakan-akan keadaannya dari segi pengetahuan atau pengetahuan membaca dan menulis sama dengan keadaannya ketika baru dilahirkan oleh ibunya atau sama dengan keadaan ibunya yang tak pandai membaca. Ada juga yang berpendapat bahwa kata ummiy terambil dari kata أمة (ummah) yang menunjuk kepada masyarakat ketika turunnya al-Qur’an yang oleh Rasulullah dilukiskan dalam sabda beliau “Sesungguhnya kita adalah umat yang ummiy, tidak pandai membaca dan berhitung.
e.    Tafsir Ayat
Penggunaan kata ألى/kepada yang digandeng dengan kata ينظرون/melihat atau memperhatikan, untuk mendorong setiap orang melihat sampai batas akhir yang ditunjuk oleh kata ilaa itu dalam hal ini unta. Sehingga pandangan dan perhatian benar-benar menyeluruh, sempurna dan mantap agar dapat menarik darinya sebanyak mungkin bukti tentang kuasa Allah dan kehebatan ciptaan-Nya.
كَيْفَ خُلِقَتْ bagaimana ia diciptakan, yaitu ciptaan yang menunjukkan kekuasaan Allah yang sempurna, karena Allah menjadikannya sebagai alat angkutan ke negeri yang jauh dan lebih tahan haus sampai sepuluh hari lebih secara hkhusus karena unta termasuk binatang yang dikagumi bangsa Arab. Ia disebutkan terlebih dahulu karena mereka lebih banyak berinteraksi dengannya daripada yang lain.
وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَت dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Yakni ditinggikan tanpa tiang dan dapat menahan bintang dan planet yang ada padanya.
وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ  dan gunung-gunung bagaiman ia ditegakkan? Ia kokoh tidak goyah, dan sebagai tanda bagi orang-orang yang berjalan.
سُطِحَتْ ia dihamparkan, sehingga mudah dijadikan sebagai hamparan dan mudah dijadikan tempat tinggal.
فَذَكِّرْ إِنَّمَا أَنْتَ مُذَكِّرٌ maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. Yakni ingatkan dan ajarkan mereka nikmat-nikmat Allah, tanda-tanda kekuasaan dan keesaan Allah, dan alihkan perhatian mereka kepada alam semesta. Kamu tidak berdosa kalau mereka tidak memperhatikan dan tidak menerima pelajaran, karena kewajiban kamu hanya menyampaikan.[28]

Setelah menguraikan ganjaran yang akan diperoleh pada hari Kemudian – oleh orang-orang yang taat, dan sebelumnya telah menguraikan balasan para pendurhaka, kaum musyrikin masih tetap bersikeras menolak keniscayaan hari kiamat. Seringkali alasan penolakan mereka adalah keraguan mereka terhadap kuasa Allah dan ilmu-Nya untuk menghimpun dan menghidupkan kembali tulang-belulang yang telah lapuk, dan terserak kemana-mana. Untuk menampik dalih itu, Allah mengajak mereka yang meragukan kuasa-Nya untuk memperhatikan alam raya. Allah berfirman: Maka apakah mereka tidak memperhatikan bukti kuasa Allah yang terbentang di alam raya ini, antara lain kepada unta yang menjadi kendaraan dan bahan pangan mereka bagaimana ia diciptakan oleh Allah dengan sangat mengagumkan? Dan apakah mereka tidak merenungkan tentang langit yang demikian luas dan yang selalu mereka saksikan bagaiman ia ditinggikan tanpa ada cagak yang menopangnya? Dan juga gunung-gunung yang demikian tegar dan yang biasa mereka daki bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi tempat kediaman mereka dan yang tercipta bulat bagaimana ia dihamparkan?[29]
(Maka apakah mereka tidak memperhatikan) dengan perhatian yang dibarengi keinginan mengambil pelajaran; yang dimaksud adalah orang-orang kafir Mekah (unta bagaimana dia diciptakan?) (Dan langit, bagaimanakah ia ditinggikan?) (Dan gunung-gunung, bagaimana ia dipancangkan?) (Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?) maksudnya dijadikan sehingga terhampar. Melalui hal-hal tersebutlah mereka mengambil kesimpulan tentang kekuasaan Allah swt. dan keesaan-Nya. Pembahasan ini dimulai dengan menyebut unta, karena unta adalah binatang ternak yang paling mereka kenal daripada yang lain-lainnya. Firman Allah "Suthihat" jelas menunjukkan bahwa bumi itu rata bentuknya. Pendapat inilah yang dianut oleh para ulama Syara'. Jadi bentuk bumi bukanlah bulat seperti bola sebagaimana yang dikatakan oleh para ahli ilmu konstruksi. Masalah ini sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan salah satu rukun syariat.[30]

f.     Kandungan Nilai Pendidikan
a.       Siswa harus diperkenalkan dahulu dengan lingkungan yang terdekat dan penting bagi mereka.
b.      Pengetahuan dan penguasaan alam harus mengarah kepada keimanan.
c.       Tugas guru membimbing bukan memaksa.
d.      Materi pendidikan yang sebenarnya ayat-ayat Allah baik yang tersirat maupun tersurat.
e.       Seorang guru haruslah memberikan peringatan terkait dengan perilaku menyimpang anak didik.





BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
1.      Kandungan Nilai Pendidikan surat an nisa’ ayat 59
Nilai pendidikan yang terdapat dalam surat an nisa’ ayat 59 yaitu:
e.       perintah untuk taat kepada allah.
f.       perintah untuk taat kpada rasulullah saw.
g.      perintah untuk taat kepada ulil amri atau pemimpin.
h.      apabila terjadi perbedaan pendapat maka hendaklah dikembalikankepada allah dan rasulnya.
2.      Kandungan nilai pendidikan surat  luqman ayat 12-19
a.       Tugas orang tua ialah mengenalkan Allah kepada anaknya dan mengesakan-Nya. Karena Rasulullah telah bersabda yang artinya: “Setiap anak yang dilahirkan adalah dalam keadaan suci (fitrah), sampai lidahnya bisa berbicara. Kedua orangtuanya lah yang menjadikan anak tersebut Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. al-Baihaqi  dan ath- Thabrani)
b.      Mengajarkan anak tentang ibadah yang baik dan benar serta nilai-nilai akhirat.
c.       Mengajarkan tiga unsur ajaran al-Qur`an, yakni akidah, syari`at dan akhlak (akhlak terhadap Allah dan orang tua)
d.      Mengajarkan pentingnya bersabar dan segala macam kebajikan serta dilarangnya berperilaku sombong yang merupakan syarat mutlak meraih sukses duniawi dan ukhrawi.
e.       Mendidik hendaknya didasari oleh rasa kasih sayang terhadap peserta didik.
3.      Kandungan Nilai Pendidikan al-Jumu’ah ayat 2
a.       Rasul oleh Allah untuk umat manusia, bertujuan untuk memberikan pendidikan ilmu pengetahuan dari Kitab serta penyempurnaan akhlak dan aqidahnya.
b.      Pendidikan, pengajaran, dan keterampilan merupakan bentuk untuk menumbuh-kembangkan potensi dalam diri sendiri yang merupakan bagian tugas seorang pendidik.
4.      Kandungan Nilai Pendidikan al-Ghasyiyah ayat 17-21
a.       Siswa harus diperkenalkan dahulu dengan lingkungan yang terdekat dan penting bagi mereka.
b.      Pengetahuan dan penguasaan alam harus mengarah kepada keimanan.
c.       Tugas guru membimbing bukan memaksa.
d.      Materi pendidikan yang sebenarnya ayat-ayat Allah baik yang tersirat maupun tersurat.
e.       Seorang guru haruslah memberikan peringatan terkait dengan perilaku menyimpang anak didik.

B.  Saran
1.      Bagi semua orang-orang yang berpartisikasi dalam membangun pendidikan yang berkualitas, diharapkan  memahami metode-metode pengajaran dalam Al-Qur’an.
2.      Demikian pembahasan dari makalah kami. Kami berharap semoga pembahasan dalam makalah ini dapat membantu dan bermanfaat bagi para pembaca. Dan kami pun berharap kritik dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan dalam tugas kami selanjutnya. Sekian dan terimakasih.





DAFTAR RUJUKAN
Al-Mahalli, Jalaluddin. As-Suyuthi, Jalaluddin. 2009. Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul. Vol II. Bandung: Sinar Baru Algensindo,
Katsir, Isma’il Ibnu. 1990. Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir. Vol VI. Alih Bahasa: Salim & Said Bahreis, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, Surabaya: Bina Ilmu
Shihab, M Quraisy. 2000. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati






[1] Al-Qur`an Al-Hidayah Tafsir Per Kata, (Banten: Penerbit Kalim), hlm. 89.
[2] Ibid, Hlm. 89
[3] Ibid.Hlm. 90
[4] M. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2000), hlm. 460.
[5] Imam Jalaludduin Al Mahalli, Imam jalaluddin As Suyuti, Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul Jilid 2, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2009), hlm. 176.
[6] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, hlm. 459.
[7] Ibid, Hlm. 460
[8] Al-Qur`an Al-Hidayah Tafsir Per Kata, hlm. 413.
[9] Ibid.
[10] Ibid.
[11] M. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Mishbah, vol. 11, hlm. 121.
[12] Isma’il Ibnu Katsir, Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir, Alih Bahasa: Salim & Said Bahreis, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, ( Surabaya: Bina Ilmu, 1990),  jilid 6, hlm. 256.
[13] Ibid. 257.
[14] Ibid. 258-259.
[15] Ibid, Hlm. 263
[16] Al-Qur`an Al-Hidayah Tafsir Per Kata, hlm. 554.
[17] Ibid. 553.
[18] Ibid. 553.
[19] M. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2000), vol. 14, hlm. 219.
[20] Ibid, Hlm. 222
[21] Imam Jalaludduin Al Mahalli, Imam jalaluddin As Suyuti, Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul Jilid 2, hlm. 384.
[22] Isma’il Ibnu Katsir, Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir, Alih Bahasa: Salim & Said Bahreis, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, ( Surabaya: Bina Ilmu, 1990),  jilid 6, hlm. 452.
[23] M. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2000), vol. 14, hlm. 219.
[24] Ibid.
[25] Al-Qur`an Al-Hidayah Tafsir Per Kata, hlm. 593.
[26] Ibid, Hlm.
[27] M. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2000), vol. 14, hlm. 219.
[28] M. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Mishbah, vol. 15, hlm. 232.
[29] Ibid. 233.
[30] Imam Jalaludduin Al Mahalli, Imam jalaluddin As Suyuti, Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul Jilid 2, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2009), hlm. 672.