MATERI
PENGAJARAN DALAM AL-QUR`AN
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Tafsir Tarbawi yang dibina oleh Bapak Zaglul Fitrian Djalal, Lc. M.A
\
Disusun Oleh:
Kelompok 7
Ismatul Mu’arrifah
Laili syarifah
Faidatul Jannah
Wendy Kurniwan H
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
2015
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.
Wb.
Puji dan
syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan kekuatan dan keteguhan hati kepada kami untuk menyelesaikan
makalah ini. Sholawat dan salam kami haturkan
kepada nabi Muhammad SAW. Yang telah mebawa kita dari alam jahiliah menuju alam
ilmiah yang kita bisa rasakan saat ini.
Kami menulis makalah ini
bertujuan untuk memenuhi dan melengkapi tugas yang diberikan oleh bapak dosen
pengampu mata kuliah Tafsir Tarbawi. Selain bertujuan untuk memenuhi tugas, tujuan penulis selanjutnya adalah
untuk menjelaskan materi pengajaran dalam al-Qur`an.
Dalam
penyelesaian makalah ini, kami selaku penulis mengalami banyak kesulitan,
terutama disebabkan kurangnya ilmu pengetahuan dan minimnya buku referensi. Namun, berkat kesungguhan dalam
menyelesaikan makalah ini, akhirnya dapat diselesaikan dengan baik.
Kami menyadari, sebagai
seorang pelajar yang pengetahuannya tidak seberapa yang masih perlu belajar
dalam penulisan makalah, bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang positif demi terciptanya makalah yang lebih
baik lagi, serta berdaya guna di masa yang akan datang .
Besar harapan,
mudah-mudahan makalah yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat dan maslahat
bagi semua orang.
Waalaikum salam Wr.Wb.
Pamekasan 20 Mei 2015
i
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR
ISI........................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
BAB II. PEMBAHASAN
A. Pembasan
Ayat
.........................................................................................3
1. Q.S. An-Nisa’ Ayat 59 ..................................................................... 3
2.
Q.S. Luqman
Ayat 12-19 ...................................................................7
3.
Q.S. Al-Jumu’ah Ayat 2 .................................................................15
4.
Q.S. Al-Ghasyiyah Ayat 17-21 .....................................................19
BAB III PENUTUP
B.
Kesimpulan …………………………………….....….………...…….24
C.
Saran ........................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA …………………………………….….…….…...….....26
ii
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Islam adalah agama yang sangat menjunjung
tinggi akan nilai-nilai kemanusiaan terutama tentang pendidikan. Pendidikan Islam sangatlah mulia dan memanusiakan manusia. Hal ini
karena pendidikan Islam disandarkan dengan kata Islam yang dikenal dengan suatu
agama yang damai, sejahtera dan menyelamatkan. Islam dalam teorinya dikatakan
sebagai agama yang tinggi dan umatnya dalam hadits dikatakan sebagai umat yang unggul,
bahkan di dalam al-Qur`an disebut sebagai umat yang terbaik.
Namun,
mengapa kualitas dan output pendidikan Islam serta realitas umat Islam
terpuruk? Bahkan Jauh tertinggal dengan umat lain
yang bukan Islam bahkan dengan komunitas Atheis
pun umat Islam dan pendidikan Islam tertinggal. Fakta yang lebih parah, di
sekolah-sekolah/institusi formal, pelajaran agama dan juga guru agama dianggap
sebagai tambahan. Ilmu agama diberikan hanya
karena melaksanakan peraturan, undang-undang, atau kewajiban. Islam yang
bersumber dari al-Qur`an dan Hadits belum dianggap sebagai sesuatu yang
bersifat pokok, inti, dan sangat
penting. Belum ada anggapan bahwa tanpa mempelajari al-Qur`an dan Hadits maka
seseorang tidak akan mendapatkan kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat.
Islam hanya dipandang sebagai suatu ajaran untuk akhirat. Padahal sebenarnya
tidak begitu. Islam adalah ajaran untuk kepentingan akhirat dan sekaligus di
dunia.
Selain
itu, juga banyak dikeluhkan bahwa pendidikan Islam baru dipahami sebatas
sebagai bekal untuk meraih keuntungan di akhirat. Balum lagi masih terjadi perdebatan
antara ilmu agama dan ilmu umum. Belajar agama
dipahami sebagai bekal untuk mendapatkan keuntungan akhirat, sedangkan belajar ilmu
umum dijadikan bekal untuk meraih keuntungan duniawi. Cara pandang seperti ini
memerlukan koreksi yang mendasar. Menurut ajaran yang terkandung baik dalam
al-Qur`an maupun as-Sunnah, keduanya harus diraih secara bersamaan, yaitu
dengan cara memadukan agama dan sains/ilmu pengetahuan.
Pendidikan
aqidah dan akhlaq merupaka jiwa dari materi pendidikan Islam. Materi pendidikan
harus mengacu kepada tujuan, bukan sebaliknya tujuan mengarah pada suatu
materi. Di dalam memberikan suatu materi perlu diperhatikan tatacara pemberian
materi pengajaran, bagaimana seharusnya memberikan materi, serta apa saja
materi yang dianggap penting untuk disampaikan kepada peserta
didik sebagai pondasi dalam mengukuhkan keimanan.
Sehingga dalam makalah ini kami akan membahas mengenai
“Materi Pengajaran dalam al-Qur`an” yang terkandung dalam surah an-Nisaa’
ayat 59, Luqman ayat 12-19, al-Jumu’ah ayat 2, dan al-Ghasyiyah ayat 17-21.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pembahasan
Ayat
1.
Q.S.
An-Nisa’ Ayat 59
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا
الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ
إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ
الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا
Artinya:
“Hai orang-orang yang
beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya.”[1]
Surat
An Nisaa' yang terdiri dari 176 ayat itu, termasuk surat Madaniyyah yang
terpanjang sesudah surat Al Baqarah. Dinamakan An Nisaa' karena dalam
surat ini banyak dibicarakan hal-hal yang berhubungan dengan wanita serta
merupakan surat yang paling membicarakan hal itu dibanding dengan surat-surat
yang lain. Surat yang lain banyak juga yang membicarakan tentang hal wanita
ialah surat Ath Thalaq. Dalam hubungan ini biasa disebut surat An Nisaa' dengan
sebutan: Surat An Nisaa' Al Kubraa (surat An Nisaa' yang besar), sedang
surat Ath Thalaq disebut dengan sebutan: Surat An Nisaa' Ash Shughraa
(surat An Nisaa' yang kecil).
a. Pengantar Surat
Dalam Surat An Nisaa' yang terdiri dari 176 ayat itu, adalah surat
Madaniyyah yaitu surat terpanjang sesudah surat Al Baqarah. Dinamakan An Nisaa'
karena dalam surat ini banyak dibicarakan hal-hal yang berhubungan dengan
wanita serta merupakan surat yang paling membicarakan hal itu dibanding dengan
surat-surat yang lain. Surat yang lain banyak juga yang membicarakan tentang
hal wanita ialah surat Ath Thalaq. Dalam hubungan ini biasa disebut surat An
Nisaa' dengan sebutan: Surat An Nisaa' Al Kubraa (surat An Nisaa' yang
besar), sedang surat Ath Thalaq disebut dengan sebutan: Surat An Nisaa' Ash
Shughraa (surat An Nisaa' yang kecil).
Pokok-pokok isinya, ialah:
a.
Keimanan:
Syirik (dosa yang paling besar); akibat kekafiran di hari kemudian.
Syirik (dosa yang paling besar); akibat kekafiran di hari kemudian.
b.
Hukum-hukum:
Kewajiban para washi dan para wali; hukum poligami; mas kawin;
memakan harta anak yatim dan orang-orang yang tak dapat mengurus hartanya;
pokok-pokok hukum warisan; perbuatan-perbuatan keji dan hukumannya,
wanita-wanita yang haram dikawini; hukum-hukum mengawini budak wanita; larangan
memakan harta secara bathil; hukum syiqaq dan nusyuq; kesucian lahir batin
dalam sembahyang; hukum suaka; hukum membunuh seorang Islam; shalat khauf;
larangan melontarkan ucapan-ucapan buruk; masalah pusaka kalalah.
c.
Kisah-kisah:
Kisah-kisah tentang Nabi Musa a.s. dan pengikut-pengikutnya.
d.
Dan
lain-lain:
Asal manusia adalah satu; keharusan menjauhi adat-adat zaman
jahiliyah dalam perlakuan terhadap wanita; norma-norma bergaul dengan isteri;
hak seseorang sesuai dengan kewajibannya; perlakuan ahli kitab terhadap kitab-kitab
yang diturunkan kepadanya; dasar-dasar pemerintahan; cara mengadili perkara;
keharusan siap-siaga terhadap musuh; sikap-sikap orang munafik dalam menghadapi
peperangan; berperang di jalan Alllah adalah kewajiban tiap-tiap mukallaf;
norma dan adab dalam peperangan; cara menghadapi orang-orang munafik; derajat
orang-orang yang berjihad.[2]
b. Asbabun
Nuzul
Ibnu Abbas mengatakan, bahwa ayat
ini diturunkan sehubungan dengan Abdullah bin Hudzaifah bin Qais ketika ia
diutus untuk memimpin suatu pasukan perang. (HR. Bukhari)[3]
c.
Kosa-kata
أَطِيعُوا :taatilah
خَيْر :lebih utama
Dan
sebaik-baik sesudah/akibatnya: واحسن تاءويلا
d.
Tafsir
Ayat
اولى الامر dari segi bahasa أولى adalah bentuk
jamak dari ولى yang berarti pemilik atau yang mengurus
dan menguasai. Bentuk jamak dari kata tersebut menunjukkan bahwa mereka itu
banyak, sedangkan kata amri adalah perintah atau urusan. Dengan
demikian, ulil amri adalah orang-orang yang berwenang mengurus urusan
kaum muslim. Mereka adalah orang-orang yang diandalkan dalam menangani
persoalan-persoalan kemasyarakatan. Mereka adalah para penguasa atau
pemerintah. Ada juga yang menyatakan bahwa mereka adalah ulama’, dan pendapat
ketiga menyatakan bahwa mereka adalah yang mewakili masyarakat dalamberbagai
kelompok dan profesinya.[4]
Jalaluddin
Asy-Syuyuthi dan Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad Al-Mahalliy dalam tafsirnya
Jalalain “(Hai orang-orang beriman! Taatlah kamu kepada Allah dan kepada
rasul-Nya serta pemegang-pemegang urusan) artinya para penguasa (di antaramu)
yakni jika mereka menyuruhmu agar menaati Allah dan Rasul-Nya. (Dan jika kamu
berbeda pendapat) atau bertikai paham (tentang sesuatu, maka kembalikanlah
kepada Allah) maksudnya kepada kitab-Nya (dan kepada Rasul) sunah-sunahnya;
artinya selidikilah hal itu pada keduanya (yakni jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari akhir. Demikian itu) artinya mengembalikan pada keduanya
(lebih baik) bagi kamu daripada bertikai paham dan mengandalkan pendapat
manusia (dan merupakan rujukan yang sebaik-baiknya). Ayat berikut ini turun
tatkala terjadi sengketa di antara seorang Yahudi dengan seorang munafik. Orang
munafik ini meminta kepada Kaab bin Asyraf agar menjadi hakim di antara mereka
sedangkan Yahudi meminta kepada Nabi saw. lalu kedua orang yang bersengketa itu
pun datang kepada Nabi saw. yang memberikan kemenangan kepada orang Yahudi.
Orang munafik itu tidak rela menerimanya lalu mereka mendatangi Umar dan si
Yahudi pun menceritakan persoalannya. Kata Umar kepada si munafik,
"Benarkah demikian?" "Benar," jawabnya. Maka orang itu pun
dibunuh oleh Umar.”[5]
Dalam Tafsir
Al-Mishbah dijelaskan bahwa arti ayat-ayat ini berhubungan erat dengan
ayat-ayat yang sebelumnya, mulai dari ayat yang memerintahkan untuk beribadah
kepada allah, tidak mempersekutukannya, berbakti kepada orang tua, menganjurkan
berinfaq, dan lain-lain. Perintah-perintah itu mendorong
manusia untuk menciptkan masyarakat yang adil dan makmur, anggotanya tolong
menolong dan bantu membantu taat kepada allah dan rosul, tunduk kepda ulil amr,
menyelesaikan perselisihan, berdasar nila-nilai yang diajarkan alquran dan
sunnah, dan lain-lain yang terlihat dengan jelas dalam ayat ini dan ayat-ayat
mendatang, samapai pada perintah berjuang dijalan Allah.[6]
e.
Nilai
Pendidikan
Nilai pendidikan yang terdapat dalam surat an nisa’
ayat 59 yaitu:
a. perintah
untuk taat kepada allah.
b. perintah
untuk taat kpada rasulullah saw.
c. perintah
untuk taat kepada ulil amri atau pemimpin.
d. apabila
terjadi perbedaan pendapat maka hendaklah dikembalikankepada allah dan
rasulnya.[7]
2. Q.S.
Luqman Ayat 12-19
(12) وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ
لِلَّهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ
اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
(13) وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ
لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
(14) وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ
وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ
إِلَيَّ الْمَصِيرُ
(15) وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ
عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ
سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا
كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
(16) يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ
خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الأرْضِ يَأْتِ
بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ
(17) يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ
عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ
الأمُورِ
(18)
وَلا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلا تَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ
لا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
(19) وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ
الأصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
(12) Dan
sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Lukman, yaitu: "Bersyukurlah
kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya
ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka
sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".
(13) Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya,
di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kezaliman yang besar".
(14) Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik)
kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah
yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya
kepada-Kulah kembalimu.
(15) Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan
dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah
kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan
ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah
kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
(16) (Lukman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya
jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di
langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya).
Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.
(17) Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia)
mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan
(oleh Allah).
(18) Dan
janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah
kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
(19) Dan
sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya
seburuk-buruk suara ialah suara keledai.[8]
Surat
Luqman terdiri dari 34 ayat, merupakan urutan surat ke-31 di dalam Al-Qur’an, termasuk
golongan surat-surat Makkiyyah, diturunkan sesudah surat Ash Shaffaat.
Dinamai Luqman karena pada ayat 12 disebutkan bahwa Luqman
telah diberi oleh Allah nikmat dan ilmu pengetahuan, oleh sebab itu dia
bersyukur kepadaNya atas nikmat yang diberikan itu. Dan pada ayat 13 sampai 19
terdapat nasihat-nasihat Luqman kepada anaknya. Ini adalah sebagai isyarat
daripada Allah supaya setiap ibu bapak melaksanakan pula terhadap anak-anak
mereka sebagai yang telah dilakukan oleh Luqman.
a. Pengantar Surat
Surat Luqman
terdiri dari 34 ayat, merupakan urutan surat ke-31 di dalam
Al-Qur’an, termasuk
golongan surat-surat Makkiyyah, diturunkan sesudah surat Ash Shaffaat.
Dinamai Luqman karena pada
ayat 12 disebutkan bahwa Luqman telah diberi oleh Allah nikmat dan ilmu
pengetahuan, oleh sebab itu dia bersyukur kepadaNya atas nikmat yang diberikan
itu. Dan pada ayat 13 sampai 19 terdapat nasihat-nasihat Luqman kepada anaknya.
Ini adalah sebagai isyarat daripada Allah supaya setiap ibu bapak melaksanakan
pula terhadap anak-anak mereka sebagai yang telah dilakukan oleh Luqman.
Pokok-pokok isinya :
1. Keimanan:
Al Qur'aan merupakan petunjuk dan rahmat yang dirasakan benar-benar
oleh orang-orang mukmin; keadaan di langit dan di bumi serta keajaiban-
keajaiban yang terdapat pada keduanya adalah bukti-bukti atas keesaan dan
kekuasaan Allah; manusia tiada akan selamat kecuali dengan taat kepada
perintah-perintah Tuhan dan berbuat amal-amal yang saleh; lima hal yang ghaib
yang hanya diketahui oleh Allah sendiri; ilmu Allah meliputi segala- galanya
baik yang lahir maupun yang batin.
2.
Hukum-hukum:
Kewajiban patuh dan berbakti kepada ibu dan bapa selama tidak
bertentangan dengan perintah-perintah Allah; perintah supaya memperhatikan alam
dan keajaibannya untuk memperkuat keimanan dan kepercayaan akan ke-Esaan Tuhan;
perintah supaya selalu bertakwa dan takut akan pembalasan Tuhan pada hari
kiamat di waktu seseorang tidak dapat di tolong baik oleh anak atau bapaknya
sekalipun.
3.
Kisah-kisah:
Kisah
Luqman, ilmu dan hikmat yang didapatnya.
4. Lain-lain:
Orang-orang yang sesat dari jalan Allah dan selalu
memperolok-olokkan ayat- ayat Allah; celaan terhadap orang-orang musyrik karena
tidak menghiraukan seruan untuk memperhatikan alam dan tidak menyembah
Penciptanya; menghibur hati Rasulullah s.a.w. terhadap keingkaran orang- orang
musyrik, karena hal ini bukanlah merupakan kelalaiannya; nikmat dan karunia
Allah tidak dapat dihitung.
b. Asbabun
Nuzul
Surah
Luqman: 13
Abdullah mengatakan, bahwa ayat ini
diturunkan berkenaan dengan nasihat Rasulullah kepada para sahabat tentang
wasiat Luqman kepada anaknya. Saat turun Q.S. 6:82, para sahabat keberatan.
Mereka menghadap Rasulullah dan bertanya, “Wahai Rasul, siapa diantara kami
yang dapat membersihkan keimanan dari kezaliman?” “Apa kalian telah mendengar
wasiat Luqman kepada anaknya, ‘Anakku, janganlah kamu menyekutukan Allah,
karena hal itu adalah kezaliman yang sangat besar’. “bersabda”. (HR. Bukhari)[9]
Surah
Luqman: 15
Sa’id bin Malik berkata, “Ayat ini
diturunkan berkenaan denganku. Aku sangat mencintai dan menghormati ibuku. Saat
aku memeluk Islam, ibuku tidak setuju dan berkata, ‘Anakku, kamu pilih salah
satu, kamu akan tinggalkan Islam atau aku akan mogok makan dan minum hingga
akau mati.’ Aku bertekad untuk tetap dalam Islam. Namun ibuku tetap
melaksanakan ancamannya sampai tig hari tiga malam. Aku sedih dan berkata,
‘Ibu, jika ibu memiliki 1000 jiwa dan satu per satu meninggal, aku akan tetap
dalam Islam. Karena itu terserah ibu, mau makan atau tidak.’ Akhirnya ibuku pun
luluh dan mau makan kembali.” (HR. Thabrani)[10]
c.
Kosa-Kata
Perbuatan:
الحكمة
nasihat
: يعظه
adalah
patron yang menggambarkan kemungilan : بني
kemampuan/upaya yang sungguh-sungguh : جاهداك
tidak ada pengetahuan tentang kemungkinan
terjadinya sesuatu : ما ليس لك به علم
bersabar, bertahan, dan menahan diri
pada suatu sikap : صبر
keteguhan
hati dan tekad untuk melakuakan sesuatu: عزم
d. Tafsir Mufrodat
ü
الحكمة (hikmah) berarti “Mengetahui yang paling
utama dari segala sesuatu, baik pengetahuan maupun perbuatan. Ia adalah ilmu
amaliah dan amal ilmiah. Ia adalah ilmu yang didukung oleh amal, dan amal yang
tepat didukung oleh ilmu.” Imam al-Ghazali memahami kata hikmah dalam
arti pengetahuan tentang sesuatu yang paling utama – ilmu yang paling utama dan
wujud yang paling agung – yakni Allah subhanahu wa ta’aala. Jika demikian –
tulis al-Ghazali – Allah adalah Hakim yang sebenarnya. Karena Dia yang
mengetahui ilmu yang paling abadi. Dzat serta sifat-Nya tidak tergambar dalam
benak, tidak juga mengalami perubahan. Hanya Dia juga yang mengetahui wujud
yang paling mulia, karena hanya Dia yang mengenal hakikat, dzat, sifat dan
perbuatan-Nya. Nah, jika Allah telah menganugerahkan hikmah kepada seseorang,
maka yang dianugerahi telah memperoleh kebajikan yang banyak.[11]
ü
يعظه diambil dari
kata وعظ yaitu nasihat menyangkut berbagai kebajikan dengan cara yang
menyentuh hati. Kata وعظ ini diucapkan untuk memberi gambaran tentang bagaimana perkataan
itu seharusnya disampaikan, yakni tidak membentak, tetapi penuh kasih sayang.
ü
بني (bunayya) adalah patron yang menggambarkan kemungilan.
Asalnya adalah إبني dari kata إبن yakni anak
lelaki. Pemungilan tersebut mengisyaratkan kasih sayang.
ü
جاهداك berasal dari
kata جهد yakni kemampuan/upaya yang sungguh-sungguh.
ü
ما ليس لك به علم yaitu tidak
ada pengetahuan tentang kemungkinan terjadinya sesuatu.
ü
معروفا mencakup
segala hal yang dinilai oleh masyarakat baik, selama tidak bertentangan dengan
akidah Islamiah.
ü
صبر yang berarti bersabar, bertahan, dan menahan diri pada suatu
sikap.
ü
عزم berarti keteguhan hati dan tekad untuk melakuakan sesuatu.
e.
Tafsir Ayat
Ibnu Katsir dalam
kitab tafsirnya menjelaskan tentang ayat ini (12) bahwa, Luqman adalah seorang berkulit
hitam dari Afrika, seorang hamba sahaya dari Sudan. Dikisahkan bahwa pada suatu
waktu ia diperintah oleh majikannya menyembelih seekor kambing kemudian setelah
disembelihnya, ia disuruh mengeluarkan dua potong (dua suap) yang paling enak
dimakan dari anggota kambing itu, maka diberikanlah kepada sang majikan hati
dan lidah kambing yang disembelih itu. Selang beberapa waktu kemudian, Luqman
disuruh lagi menyembelih seekor kambing oleh majikannya dan mengeluarkan dari
kambing yang disembelih itu dua potong (dua suap) yang paling busuk, maka
dikeluarkan oleh Luqman hati dan lidah itu pula. Sang majikan menegur: “Aku
perintahkan kepadamu tempo hari untuk mengeluarkan dua potong yang terbaik,
maka engkau berikan kepadaku hati dan lidah, dan sekarang engkau berikan
kepadaku juga hati dan lidah padahal aku minta dua potong yang busuk”. Luqman
menjawab: “Memang tidak ada yang lebih baik dari kedua anggota itu jika memang
sudah menjadi baik dan tidak ada yang lebih busuk dari keduanya jika sudah
menjadi busuk”.[12]
(13-15) Allah
berfirman mengkisahkan Luqman tatkala memberi pelajaran dan nasihat kepada
puteranya yang bernama Tsaran. Berkata Luqman kepada puteranya yang paling
disayang dan dicintai itu: “Hai anakku, janganlah engkau mempersekutukan
sesuatu dengan Allah, karena syirik itu sesungguhnya adalah perbuatan
kedzaliman yang besar”. Dan Allah memerintahkan kepada hamba-Nya agar berbakti
dan berbuat baik kepada ibu-bapaknya, karena ibunya telah mengandungnya dalam
keadaan lemah ditambah kelemahan si janin, kemudian setelah lahir, memiaranya
dengan menyusuinya selama dua tahun, maka hendaklah engkau bersyukur kepada
Allah dan bersyukur kepada kedua orang tuamu. Dan walaupun hendaknya engkau
berbakti dan berlakut baik kepada ibu-bapakmu, namun bila keduanya memaksamu
untuk mempersekutukan sesuatu dengan Allah dan menyembah selain-Nya, maka
janganlah engkau mengikuti dan menyerah kepada paksaan mereka itu. Dalam pada
itu hendaklah engkau tetap menggauli dan menghubungi mereka dengan baik, hormat
dan sopan.dan ikutilah jalan orang-orang yang beriman kepada Allah dan kembali
taat dan bertaubat kepada-Nya.[13]
(16-19)
Inilah beberapa nasehat dan wasiat yang bermanfaat yang diucapkan Luqman kepada
anaknya. Berkata Luqman: “Hai anakku, perbuatan dosa dan maksiat walau seberat
dan sekecil sebiji sawi dan berada di dalam batu, di langit atau di bumi akan
didatangkanlah oleh Allah di hari qiamat untuk memperoleh balasannya, buruk
atau baiknya perbuatan itu akan mendapat balasan yang setimpal, sesungguhnya
Allah Maha Halus, ilmu-Nya meliputi segala sesuatu bagaimanapun kecilnya,
sehingga seekor semut yang melata di malam yang gelap gulitapun tidak akan lupu
dari pengetahuan-Nya. Berkata selanjutnya Luqman: “Hai anakku, dirikanlah
shalat dan laksanakanlah tepat pada waktunya sesuai dengan
ketentuan-ketentuannya, syarat-syaratnya, dan rukun-rukunnya, lakukanlah amar
ma’ruf nahi munkar sekuat tenagamu dan bersabarlah atas gangguan dan rintangan
yang engkau hadapi selagi engkau melaksanakan tugas amar ma’ruf nahi munkar
itu. Dan janganlah engkau memalingkan mukamu dari manusia karena sombong dan
memandang rendah orang yang berada di depanmu dan janganlah engkau berjalan di
muka bumi Allah dengan angkuh, karena Allah sekali-kali tidak menyukai orang
yang sombong dan membanggakan diri . dan hendaklah engkau berlaku sederhana
kalau berjalan, jangan terlampau cepat dan buru-buru dan jangan pula terlampau
lambat bermalas-malasan, demikian pula bila engkau berbicara lunakkanlah
suaramu dan jangnlah berteriak-teriak tanpa ada perlunya, karena
seburuk-buruknya suara adalah suara keledai.[14]
f.
Kandungan Nilai Pendidikan
Islam memulai perubahan itu melalui pendidikan
individu, pembinaan keluarga, masyarakat dan manusia secara menyeluruh.
Pendidikan anak hanyalah merupakan cabang dari pembinaan individu. Islam
menyiapkannya sejak dini sebaik dan semaksimal mungkin sehingga kelak anak akan
menjadi anggota masyarakat yang bermanfaat dan menjadi manusia saleh. Manusia
saleh seperti itu merupakan prasyarat terbentuknya masyarakat ideal dan unggul.
Apabila pendidikan anak dijalani dengan baik dan benar, berarti kita sudah
meletakkan batu fondasi yang kokoh, yang siap menjadi insan saleh, yang bisa
memikul tanggung jawab dan beban hidup sebagai pribadi, anggota masyarakat, dan
sebagai hamba Allah.
Nilai pendidikan yang dapat diambil dari surah Luqman
ayat 12-19 ini ialah sebagai berikut:
a.
Tugas orang tua ialah
mengenalkan Allah kepada anaknya dan mengesakan-Nya. Karena Rasulullah telah
bersabda yang artinya: “Setiap anak yang dilahirkan adalah dalam
keadaan suci (fitrah), sampai lidahnya bisa berbicara. Kedua orangtuanya lah
yang menjadikan anak tersebut Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. al-Baihaqi dan ath- Thabrani)
b.
Mengajarkan anak tentang
ibadah yang baik dan benar serta nilai-nilai akhirat.
c.
Mengajarkan tiga unsur
ajaran al-Qur`an, yakni akidah, syari`at dan akhlak (akhlak terhadap Allah dan
orang tua)
d.
Mengajarkan pentingnya
bersabar dan segala macam kebajikan serta dilarangnya berperilaku sombong yang
merupakan syarat mutlak meraih sukses duniawi dan ukhrawi.
e.
Mendidik hendaknya didasari
oleh rasa kasih sayang terhadap peserta didik.[15]
3.
Q.S.
Al-Jumu’ah Ayat 2
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الأمِّيِّينَ رَسُولا مِنْهُمْ يَتْلُو
عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ
وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ
Artinya:
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf
seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka,
menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As Sunah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan
yang nyata.”[16]
Surat
Al Jumu'ah ini terdiri atas 11 ayat, termasuk golongan-golongan surat-surat
Madaniyyah dan diturunkan sesudah surat Ash Shaf. Nama surat Al Jumu'ah diambil
dari kata Al Jumu'ah yang terdapat pada ayat 9 surat ini yang artinya: hari
Jum'at.
Pokok-pokok
isinya: Menjelaskan sifat-sifat orang-orang munafik dan sifat-sifat buruk pada
umumnya, diantaranya berdusta, bersumpah palsu dan penakut; mengajak
orang-orang mukmin supaya taat dan patuh kepada Allah dan Rasul-Nya dan supaya
bersedia menafkahkan harta untuk menegakkan agama-Nya sebelum ajal datang.
Surat
Al Jumu'ah ini menerangkan tentang pengutusan Nabi Muhammad s.a.w. dan
menjelaskan bahwa umatnya akan menjadi mulia karena ajarannya, disusul dengan
perumpamaan orang-orang Yahudi dan kebohongan pengakuan mereka dan kemudian
diakhiri dengan kewajiban shalat Jum'at.[17]
a. Pengantar Surat
Surat Al
Jumu'ah ini terdiri atas 11 ayat, termasuk golongan-golongan surat-surat
Madaniyyah dan diturunkan sesudah surat Ash Shaf. Nama surat Al Jumu'ah diambil
dari kata Al Jumu'ah yang terdapat pada ayat 9 surat ini yang artinya: hari
Jum'at.
Pokok-pokok
isinya: Menjelaskan sifat-sifat orang-orang munafik dan sifat-sifat buruk pada
umumnya, diantaranya berdusta, bersumpah palsu dan penakut; mengajak
orang-orang mukmin supaya taat dan patuh kepada Allah dan Rasul-Nya dan supaya
bersedia menafkahkan harta untuk menegakkan agama-Nya sebelum ajal datang.
Surat Al
Jumu'ah ini menerangkan tentang pengutusan Nabi Muhammad s.a.w. dan menjelaskan
bahwa umatnya akan menjadi mulia karena ajarannya, disusul dengan perumpamaan
orang-orang Yahudi dan kebohongan pengakuan mereka dan kemudian diakhiri dengan
kewajiban shalat Jum'at.[18]
b. Kosa-Kata
buta huruf : الأمِّيِّين
Mengutus : بَعَثَ
menyucikan mereka : َيُزَكِّيهِمْ
ضَلال : kesesatan
c. Tafsir Mufrodat
Kata في dalam ayat diatas berfungsi menjelaskan keadaan Rasulullah di
tengah mereka, yakni bahwa beliau senantiasa berada bersama mereka, tidak
pernah meninggalkan mereka, bukan juga pendatang diantara mereka.[19]
Kata الأميين adalah bentuk
jamak dari kata أمي dan terambil dari kata أم ibu dalam arti seorang yang tidak
pandai membaca dan menulis. Seakan-akan keadaannya dari segi pengetahuan atau
pengetahuan membaca dan menulis sama dengan keadaannya ketika baru dilahirkan
oleh ibunya atau sama dengan keadaan ibunya yang tak pandai membaca. Ada juga
yang berpendapat bahwa kata ummiy terambil dari kata أمة (ummah)
yang menunjuk kepada masyarakat ketika turunnya al-Qur’an yang oleh Rasulullah
dilukiskan dalam sabda beliau “Sesungguhnya kita adalah umat yang ummiy, tidak
pandai membaca dan berhitung.[20]
d.
Tafsir Ayat
Dialah yang
mengutus kepada kaum yang buta huruf) yaitu bangsa Arab; lafal ummiy artinya
orang yang tidak dapat menulis dan membaca kitab (seorang rasul di antara
mereka) yaitu Nabi Muhammad saw. (yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya)
yakni Alquran (menyucikan mereka) membersihkan mereka dari kemusyrikan (dan
mengajarkan kepada mereka Kitab) Alquran (dan hikmah) yaitu hukum-hukum yang
terkandung di dalamnya, atau hadis. (Dan sesungguhnya) lafal in di sini adalah
bentuk takhfif dari inna, sedangkan isimnya tidak disebutkan selengkapnya; dan
sesungguhnya (mereka adalah sebelumnya) sebelum kedatangan Nabi Muhammad saw.
(benar-benar dalam kesesatan yang nyata) artinya jelas sesatnya.[21]
Allah berfirman
“Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul diantara
mereka: yang dimaksud dengn kaum yang buta huruf ini adalah bangsa arab. Namun,
penyebutan mereka secara khusus sama sekali tidak menafikan kaum selain mereka,
hanya saja kenikmatan yang telah diberikan kepada mereka tetntu lebih banyak
dari sempurna. Hal ini sebagaimana firman-Nya, “Sesungguhnya ini merupakan
peringatan bagimu dan kaummu.” Namun, iapun merupakan peringatan bagi kaum yang
lain yang mengambil pelajaran darinya. Dan seperti firman-Nya, “Dan berikanlah
peringatan kepada kaum kerabatmu yang dekat.” Ayat ini yang senada dengannya
tidak bertentangan degan firman Allah, “Katakanlah, hai manusia, sesungguhnya
aku ini ialah utusan Allah kepada kamu semua,” demikian pula dengan ayat-ayat
lainnya yang menunjukkan pada kerisalahan Nabi yang bersifat umum.[22]
Kata في
dalam ayat diatas berfungsi menjelaskan keadaan Rasulullah di tengah mereka,
yakni bahwa beliau senantiasa berada bersama mereka, tidak pernah meninggalkan
mereka, bukan juga pendatang diantara mereka.[23]
Kata الأميين adalah bentuk jamak dari kata أمي
dan terambil dari kata أم ibu dalam arti seorang yang tidak pandai membaca
dan menulis. Seakan-akan keadaannya dari segi pengetahuan atau pengetahuan
membaca dan menulis sama dengan keadaannya ketika baru dilahirkan oleh ibunya
atau sama dengan keadaan ibunya yang tak pandai membaca. Ada juga yang
berpendapat bahwa kata ummiy terambil dari kata أمة (ummah)
yang menunjuk kepada masyarakat ketika turunnya al-Qur’an yang oleh Rasulullah
dilukiskan dalam sabda beliau “Sesungguhnya kita adalah umat yang ummiy, tidak
pandai membaca dan berhitung.[24]
e.
Kandungan Nilai Pendidikan
a.
Rasul
oleh Allah untuk umat manusia, bertujuan untuk memberikan pendidikan ilmu
pengetahuan dari Kitab serta penyempurnaan akhlak dan aqidahnya.
Pendidikan,
pengajaran, dan keterampilan merupakan bentuk untuk menumbuh
kembangkan potensi dalam diri sendiri yang merupakan
bagian tugas seorang pendidik.
4.
Q.S. Al-Ghasyiyah Ayat 17-21
أَفَلا
يَنْظُرُونَ إِلَى الإبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ (17) وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ
رُفِعَتْ (18) وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ (19) وَإِلَى الأرْضِ كَيْفَ
سُطِحَتْ (20) فَذَكِّرْ إِنَّمَا أَنْتَ مُذَكِّرٌ (21)
Artinya:
(17) Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia
diciptakan.
(18) Dan langit, bagaimana ia ditinggikan?
(19) Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?
(20) Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?
(21) Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang
yang memberi peringatan.[25]
Surat ini
terdiri atas 26 ayat, termasuk surat-surat Makkiyah, diturunkan sesudah surat
Adz Dzaariat. Nama Ghaasyiyah diambil dari kata Al Ghaasyiyah
yang terdapat pada ayat pertama surat ini yang artinya peristiwa yang dahsyat,
tapi yang dimaksud adalah hari kiamat. Surat ini adalah surat yang kerap kali
dibaca Nabi pada rakaat kedua pada shalat hari-hari Raya dan shalat Jum'at.
Pokok-pokok
isinya: Keterangan tentang orang-orang kafir pada hari kiamat dan azab yang
dijatuhkan atas mereka; keterangan tentang orang-orang yang beriman serta
keadaan syurga yang diberikan kepada mereka sebagai balasan; perintah untuk
memperhatikan keajaiban ciptaan-ciptaan Allah; perintah kepada Rasulullah
s.a.w. untuk memperingatkan kaumnya kepada ayat-ayat Allah karena beliau adalah
seorang pemberi peringatan, dan bukanlah seorang yang berkuasa atas keimanan
mereka.
a. Pengantar Surat
Surat ini terdiri atas 26 ayat, termasuk surat-surat Makkiyah,
diturunkan sesudah surat Adz Dzaariat. Nama Ghaasyiyah diambil dari kata
Al Ghaasyiyah yang terdapat pada ayat pertama surat ini yang artinya
peristiwa yang dahsyat, tapi yang dimaksud adalah hari kiamat. Surat ini adalah
surat yang kerap kali dibaca Nabi pada rakaat kedua pada shalat hari-hari Raya
dan shalat Jum'at.
Pokok-pokok isinya: Keterangan tentang orang-orang kafir pada hari
kiamat dan azab yang dijatuhkan atas mereka; keterangan tentang orang-orang
yang beriman serta keadaan syurga yang diberikan kepada mereka sebagai balasan;
perintah untuk memperhatikan keajaiban ciptaan-ciptaan Allah; perintah kepada
Rasulullah s.a.w. untuk memperingatkan kaumnya kepada ayat-ayat Allah karena
beliau adalah seorang pemberi peringatan, dan bukanlah seorang yang berkuasa
atas keimanan mereka.
b.
Asbabun
Nuzul
Ayat
17
Qatadah meriwayatkan bahwa ayat ini
diturunkan berkenaan dengan kaum musyrik yang ketika Allah menjelaskan
cirri-ciri dan kenikmatan surga, merasa takjub
dan heran. (HR. Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim)[26]
c.
Kosa
kata
Diciptakan : خُلِقَتْ
رُفِعَتْ : Ditinggikan
ditegakkan نُصِبَتْ
dihamparkan سُطِحَتْ
d. Tafsir Mufrodat
Kata في dalam ayat
diatas berfungsi menjelaskan keadaan Rasulullah di tengah mereka, yakni bahwa
beliau senantiasa berada bersama mereka, tidak pernah meninggalkan mereka,
bukan juga pendatang diantara mereka.[27]
Kata الأميين adalah bentuk
jamak dari kata أمي dan terambil dari kata أم ibu dalam arti seorang yang tidak
pandai membaca dan menulis. Seakan-akan keadaannya dari segi pengetahuan atau
pengetahuan membaca dan menulis sama dengan keadaannya ketika baru dilahirkan
oleh ibunya atau sama dengan keadaan ibunya yang tak pandai membaca. Ada juga
yang berpendapat bahwa kata ummiy terambil dari kata أمة (ummah)
yang menunjuk kepada masyarakat ketika turunnya al-Qur’an yang oleh Rasulullah
dilukiskan dalam sabda beliau “Sesungguhnya kita adalah umat yang ummiy, tidak
pandai membaca dan berhitung.
e.
Tafsir Ayat
Penggunaan kata ألى/kepada
yang digandeng dengan kata ينظرون/melihat atau memperhatikan,
untuk mendorong setiap orang melihat sampai batas akhir yang ditunjuk oleh kata
ilaa itu dalam hal ini unta. Sehingga pandangan dan perhatian
benar-benar menyeluruh, sempurna dan mantap agar dapat menarik darinya sebanyak
mungkin bukti tentang kuasa Allah dan kehebatan ciptaan-Nya.
كَيْفَ خُلِقَتْ
bagaimana ia diciptakan, yaitu ciptaan yang menunjukkan kekuasaan Allah yang
sempurna, karena Allah menjadikannya sebagai alat angkutan ke negeri yang jauh
dan lebih tahan haus sampai sepuluh hari lebih secara hkhusus karena unta
termasuk binatang yang dikagumi bangsa Arab. Ia disebutkan terlebih dahulu
karena mereka lebih banyak berinteraksi dengannya daripada yang lain.
وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَت dan langit, bagaimana ia ditinggikan?
Yakni ditinggikan tanpa tiang dan dapat menahan bintang dan planet yang ada
padanya.
وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ dan
gunung-gunung bagaiman ia ditegakkan? Ia kokoh tidak goyah, dan sebagai tanda
bagi orang-orang yang berjalan.
سُطِحَتْ ia
dihamparkan, sehingga mudah dijadikan sebagai hamparan dan mudah dijadikan
tempat tinggal.
فَذَكِّرْ إِنَّمَا أَنْتَ مُذَكِّرٌ maka berilah peringatan, karena
sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. Yakni ingatkan dan
ajarkan mereka nikmat-nikmat Allah, tanda-tanda kekuasaan dan keesaan Allah,
dan alihkan perhatian mereka kepada alam semesta. Kamu tidak berdosa kalau
mereka tidak memperhatikan dan tidak menerima pelajaran, karena kewajiban kamu
hanya menyampaikan.[28]
Setelah menguraikan ganjaran yang akan
diperoleh pada hari Kemudian – oleh orang-orang yang taat, dan sebelumnya telah
menguraikan balasan para pendurhaka, kaum musyrikin masih tetap bersikeras
menolak keniscayaan hari kiamat. Seringkali alasan penolakan mereka adalah
keraguan mereka terhadap kuasa Allah dan ilmu-Nya untuk menghimpun dan
menghidupkan kembali tulang-belulang yang telah lapuk, dan terserak
kemana-mana. Untuk menampik dalih itu, Allah mengajak mereka yang meragukan kuasa-Nya untuk memperhatikan alam raya. Allah berfirman: Maka
apakah mereka tidak memperhatikan bukti kuasa Allah yang terbentang di alam
raya ini, antara lain kepada unta yang menjadi kendaraan dan bahan
pangan mereka bagaimana ia diciptakan oleh Allah dengan sangat
mengagumkan? Dan apakah mereka tidak merenungkan tentang langit yang
demikian luas dan yang selalu mereka saksikan bagaiman ia ditinggikan tanpa
ada cagak yang menopangnya? Dan juga gunung-gunung yang demikian tegar
dan yang biasa mereka daki bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi tempat
kediaman mereka dan yang tercipta bulat bagaimana ia dihamparkan?[29]
(Maka apakah mereka tidak memperhatikan) dengan perhatian
yang dibarengi keinginan mengambil pelajaran; yang dimaksud adalah orang-orang
kafir Mekah (unta bagaimana dia diciptakan?) (Dan langit, bagaimanakah ia
ditinggikan?) (Dan gunung-gunung, bagaimana ia dipancangkan?) (Dan bumi
bagaimana ia dihamparkan?) maksudnya dijadikan sehingga terhampar. Melalui
hal-hal tersebutlah mereka mengambil kesimpulan tentang kekuasaan Allah swt.
dan keesaan-Nya. Pembahasan ini dimulai dengan menyebut unta, karena unta
adalah binatang ternak yang paling mereka kenal daripada yang lain-lainnya.
Firman Allah "Suthihat" jelas menunjukkan bahwa bumi itu rata
bentuknya. Pendapat inilah yang dianut oleh para ulama Syara'. Jadi bentuk bumi
bukanlah bulat seperti bola sebagaimana yang dikatakan oleh para ahli ilmu
konstruksi. Masalah ini sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan salah satu
rukun syariat.[30]
f.
Kandungan Nilai Pendidikan
a.
Siswa harus diperkenalkan
dahulu dengan lingkungan yang terdekat dan penting bagi mereka.
b.
Pengetahuan dan penguasaan
alam harus mengarah kepada keimanan.
c.
Tugas guru membimbing bukan
memaksa.
d.
Materi pendidikan yang
sebenarnya ayat-ayat Allah baik yang tersirat maupun tersurat.
e.
Seorang guru haruslah
memberikan peringatan terkait dengan perilaku menyimpang anak didik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kandungan Nilai Pendidikan surat an nisa’ ayat
59
Nilai pendidikan yang terdapat dalam
surat an nisa’ ayat 59 yaitu:
e.
perintah untuk
taat kepada allah.
f.
perintah untuk
taat kpada rasulullah saw.
g.
perintah untuk
taat kepada ulil amri atau pemimpin.
h.
apabila terjadi
perbedaan pendapat maka hendaklah dikembalikankepada allah dan rasulnya.
2.
Kandungan nilai pendidikan surat luqman ayat 12-19
a.
Tugas
orang tua ialah mengenalkan Allah kepada anaknya dan mengesakan-Nya. Karena
Rasulullah telah bersabda yang artinya: “Setiap
anak yang dilahirkan adalah dalam keadaan suci (fitrah), sampai lidahnya bisa
berbicara. Kedua orangtuanya lah yang menjadikan anak tersebut Yahudi, Nasrani,
atau Majusi.” (HR.
al-Baihaqi dan ath- Thabrani)
b.
Mengajarkan
anak tentang ibadah yang baik dan benar serta nilai-nilai akhirat.
c.
Mengajarkan
tiga unsur ajaran al-Qur`an, yakni akidah, syari`at dan akhlak (akhlak terhadap
Allah dan orang tua)
d.
Mengajarkan
pentingnya bersabar dan segala macam kebajikan serta dilarangnya berperilaku
sombong yang merupakan syarat mutlak meraih sukses duniawi dan ukhrawi.
e. Mendidik hendaknya didasari oleh rasa kasih sayang
terhadap peserta didik.
3. Kandungan Nilai Pendidikan
al-Jumu’ah ayat 2
a. Rasul oleh Allah untuk umat manusia, bertujuan
untuk memberikan pendidikan ilmu pengetahuan dari Kitab serta penyempurnaan
akhlak dan aqidahnya.
b. Pendidikan, pengajaran, dan keterampilan
merupakan bentuk untuk menumbuh-kembangkan potensi dalam diri sendiri yang
merupakan bagian tugas seorang pendidik.
4. Kandungan Nilai Pendidikan
al-Ghasyiyah ayat 17-21
a. Siswa harus diperkenalkan dahulu dengan lingkungan yang
terdekat dan penting bagi mereka.
b. Pengetahuan dan penguasaan alam harus mengarah kepada
keimanan.
c. Tugas guru membimbing bukan memaksa.
d. Materi pendidikan yang sebenarnya ayat-ayat Allah baik
yang tersirat maupun tersurat.
e. Seorang guru haruslah memberikan peringatan terkait
dengan perilaku menyimpang anak didik.
B. Saran
1.
Bagi semua orang-orang yang berpartisikasi dalam membangun
pendidikan yang berkualitas, diharapkan
memahami metode-metode pengajaran dalam Al-Qur’an.
2.
Demikian pembahasan dari makalah kami.
Kami berharap semoga pembahasan dalam makalah ini dapat membantu dan bermanfaat
bagi para pembaca. Dan kami pun berharap kritik dan saran dari pembaca untuk
kesempurnaan dalam tugas kami selanjutnya. Sekian dan terimakasih.
DAFTAR RUJUKAN
Al-Mahalli,
Jalaluddin. As-Suyuthi, Jalaluddin. 2009. Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Asbabun
Nuzul. Vol
II. Bandung: Sinar
Baru Algensindo,
Katsir, Isma’il Ibnu. 1990. Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir. Vol VI. Alih Bahasa: Salim & Said Bahreis,
Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, Surabaya: Bina Ilmu
Shihab, M Quraisy. 2000. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta:
Lentera Hati
[1]
Al-Qur`an Al-Hidayah Tafsir Per Kata, (Banten: Penerbit Kalim), hlm. 89.
[2] Ibid, Hlm. 89
[3]
Ibid.Hlm. 90
[5]
Imam Jalaludduin Al Mahalli, Imam jalaluddin As Suyuti, Terjemahan
Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul Jilid 2, (Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2009), hlm. 176.
[6] M.
Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, hlm. 459.
[7] Ibid, Hlm. 460
[8]
Al-Qur`an Al-Hidayah Tafsir Per Kata, hlm. 413.
[9]
Ibid.
[10]
Ibid.
[12] Isma’il Ibnu Katsir, Mukhtashar Tafsir
Ibnu Katsir, Alih Bahasa: Salim & Said Bahreis, Terjemah Singkat Tafsir
Ibnu Katsir, ( Surabaya: Bina Ilmu, 1990),
jilid 6, hlm. 256.
[13]
Ibid. 257.
[14]
Ibid. 258-259.
[15] Ibid, Hlm. 263
[16]
Al-Qur`an Al-Hidayah Tafsir Per Kata, hlm. 554.
[17]
Ibid. 553.
[18]
Ibid. 553.
[20] Ibid, Hlm. 222
[21]
Imam Jalaludduin Al Mahalli, Imam jalaluddin As Suyuti, Terjemahan
Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul Jilid 2, hlm. 384.
[22] Isma’il Ibnu Katsir, Mukhtashar Tafsir
Ibnu Katsir, Alih Bahasa: Salim & Said Bahreis, Terjemah Singkat Tafsir
Ibnu Katsir, ( Surabaya: Bina Ilmu, 1990),
jilid 6, hlm. 452.
[24]
Ibid.
[25]
Al-Qur`an Al-Hidayah Tafsir Per Kata, hlm. 593.
[26]
Ibid, Hlm.
[29]
Ibid.
233.
[30]
Imam Jalaludduin Al Mahalli, Imam jalaluddin As Suyuti, Terjemahan
Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul Jilid 2, (Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2009), hlm. 672.