Friday, 3 June 2016

Pengertian Kurikulum, Fungsi- Ketenagaan dalam Pendidikan Inklusif




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Ketenagaan dalam Pendidikan Inklusif
Faktor penentu keberhasilan pendidikan inklusif yang tidak kalah pentingnya adalah adanya tenaga pendidik atau guru yang profesional dalam bidangnya masing-masing untuk membina dan mengayomi anak berkebutuhan khusus.tenaga pendidik atau guru yang mengajar hendaknya memiliki kualifikasi yang dipersyaratkan, yaitu memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap tentang materi yang akan diajarkan/dilatihkan, dan memahami karakteristik siswa.
Sementara itu guru berperan penting dalam metode yang tepat agar potensi anak didik agar berkembang cepat. Dengan demikian, guru harus benar-benar memahami kedudukan metode sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan belajar mengajar. Menurut sardimaan A.M adalah motiv-motiv yang aktif dan berfungsi sebagai perangsang atau stimulus dari lar sehingga dapat membangkitkan kegiatan belajar mengajar
Guru yang mempunyai pandangan masa depan akan sangat besar pengaruhnya ketika anak didiknya mendapatkan prestasi belajar yang baik dalam dunia pendidikan. Tidak hanya peningkatan prestasi belajar yang dijadikan target untuk mencapai sebuah keberhasilan dan kesuksesan, tetapi juga perubahan tingkah laku amat penting untuk digalakkan dan dijadikan langkah awal dalam mencapai idelisme dalam belajar. Dalam hal ini guru amat diperlukan sebab akan melandasi hubungan interpersonl guru dengan murid yang lebih fair, konfidensial guru dituntut sebagai figur yang benar-benar dipercaya dan diyakini dalam menumbuhkan sikap kebebasan terhadap anak didik untuk mengungkaokan problem matikanya
Disamping itu, faktor dari guru yang didasarkan pada kompetensi. Dengan kompetensi yang dimiliki guru tersebut dapat merancang strategi pembelajaran yang tepat, metode yang digunakan, media, juga evaluasi. Guru juga harus menjadi contoh yang baik bagi siswanya. Maka dari itu, seorang guru hendaknya mempunyai perilaku yang santun, arif, dan bijaksana. Guru juga dituntut untuk profesional terhadap profesinya. Selain itu, guru harus dapat menjalin kerjasama dengan semua pihak yang terkait dalam pelaksanaan pembelajaran sejarah.
Kompotensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap,stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua atau wali peserta didik, masyarakat sekitar. Kompetensi professional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memunkinkan dan mampu membimbing peserta didik memenuhi standart kompetensi yang di tetapkan dalam standar nasional pendidikan.
Dedi supriadi ( 1998:98) mengemukakan beberapa hal terkait dengan syarat mutlak bagi seorang guru untuk menjadi profesional. Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya. Kedua, guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarkannya kepada para siswa. Ketiga, guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai teknik  evaluasi, mulai cara pengamatan dalam perilaku siswa sampai tes hasil belajar siswa. Keempat, guru mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya. Untuk bisa belajar dari pengalaman, ia harus tahu mana yang benar dan yang salah , serta baik dan buruk dampaknya pada proses belajar siswa. Kelima, guru seyogianya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.
Pada akhirnya, guru sebagai salah satu komponen dalam sistem pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan siswa, memiliki peranan penting dalam menentukan arah dan tujuan dari suatu proses pembelajaran. Oleh karena itu dituntut menguasai sejumlah kemampuan dan keterampilan yang berkaitan dengan proses pembelajaran, antara lain kemampuan menguasai bahan ajar, kemampuan dalam mengelola kelas, kemampuan dalam menggunakan metode, media, dan sumber belajar dan kemampuan untuk melakukan penilaian, baik proses maupun hasil.[1]
Tenaga kependidikan juga merupakan salah satu unsur penting dalam  pendidikan inklusif. Tenaga kependidikan dalam pendidikan inklusif mendapat  porsi tanggung jawab yang jelas berbeda dengan tenaga kependidikan pada  pendidikan noninklusif. Perbedaan yang terdapat pada individu meniscayakan adanya kompetensi yang berbeda dari tenaga kependidikan lainnya. Tenaga kependidikan secara umum memiliki tugas seperti menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan/atau memberikan  pelayanan teknis dalam bidang pendidikan. Hal lain yang perlu di perhatikan kaitammya dengan ketenagaan dalam  pendidikan inklusi terdiri atas:
1.      Setiap satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif menyediakan tenaga guru dan non guru yang memungkinkan dapat memberikan pelayanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan semua peserta didik
2.      Guru dan tenaga kependidikan lain pada satuan pendidikan  penyelenggara pendidikan inklusif, wajib mendapatkan sosialisasi dan/ atau pelatihan khusus tentang penyelenggaraan pendidikan inklusif.
3.      Satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif yang memungkinkan, menyediakan Guru Pembimbing Khusus (GPK) Guru Pendambing, yang berfungsi sebagai pendukung dan pendamping guru reguler dalam memberikan pelayanan khusus kepada peserta didik sesuai dengan kebutuhan khususnya.
4.      Pemerintah dan Pemerintah Daerah memberikan dukungan terhadap tersedianya SDM khusus bagi sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.
Berikut adalah jenis dan tugas guru dalam pendidikan inklusif, antara lain sebagai berikut:
1.      Guru Kelas, tugas utamanya;
a.       Menciptakan iklim belajar yang kondusif sehingga anak- anak merasa nyaman belajar di kelas/ sekolah.
b.      Menyusun dan melaksanakan asesmen pada semua anak untuk mengetahui kemampuan dan kebutuhannya.
c.       Menyusun program pembelajaran individual bersama dengan guru  pembimbing khusus.
d.      Melaksanakan kegiatan belajar mengajar dan mengadakan  penilaian untuk semua mata pelajaran (kecuali Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan Jasmani dan Kesehatan)
e.       Memberikan program remidi pengajaran, pengayaan/ percepatan  bagi peserta didik yangmembutuhkan.
f.       Melaksanakan administrasi kelas sesuai dengan bidang tugasnya.
2.      Guru Mata Pelajaran, tugas utamanya;
a.       Menciptakan iklim belajar yang kondusif sehingga anak- anak merasa nyaman belajar di kelas/ sekolah.
b.      Menyusun dan melaksanakan asesmen pada semua anak untuk mengetahui kemampuan dan kebutuhannya.
c.       Menyusun program pembelajaran individual bersama dengan guru  pembimbing khusus.
d.      Melaksanakan kegiatan belajar mengajar dan mengadakan  penilaian kegiatan belajar mengajar untuk mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya.
e.       Memberikan program remidi pengajaran, pengayaan/ percepatan  bagi peserta didik yang membutuhkan.
3.      Guru Pembimbing Khusus atau Guru Pendamping, tugas utamanya;
a.       Menyusun instrumen asesmen pendidikan bersam dngan guru kelas dan guru mata pelajaran.
b.      Membangun sistem koordinasi antara guru , pihak sekolah dan orang tua peserta didik.
c.       Melaksanakan pendampingan anak berkebutuhan khusus pada kegiatan pembelajaran bersama dengan guru kelas maupun guru mata pelajaran.
d.      Memberikan bantuan layanan khusus bagi anak- anak  berkebutuhan khusus yang mengalami hambatan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas umum, berupa remidi ataupun  pengayaan.
e.       Memberikan bimbingan secara berkesinambungan dengan membuat catatan khusus kepada anak – anak berkebutuhan khusus selama mengikuti kegiatan pembelajaran, yang dapat dipahami jika terjadi pergantian guru.
f.       Memberikan bantuan (berbagi pengalaman) pada guru kelas dan/ atau guru mata pelajaran agar mereka dapat memberikan pelayanan  pendidikan kepada anak -anak berkebutuhan khusus.[2]

B.     Evaluasi pembelajaran atau Penilaian dalam Pendidikan Inklusif
Penilaian/evaluasi adalah suatu proses sistematis yang mengan-dung pengumpulan informasi, menganalisis, dan menginterpretasi informasi tersebut untuk membuat keputusan- keputusan. Informasi yang dikumpulkan dapat dalam  bentuk angka melalui tes dan atau deskripsi verbal (melalui observasi). Penilaian kelas merupakan suatu proses yang dilakukan melalui langkah-langkah perencanaan, pengumpulan informasi melalui sejumlah bukti yang menunjukkan pencapaian hasil belajar peserta didik, pelaporan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar peserta didik. Penilaian kelas dilaksanakan melalui  berbagai cara, seperti tes tertulis, penilaian hasil kerja peserta didik melalui kumpulan hasil kerja/ karya peserta didik (portofolio), penilaian produk, penilaian  projek, penilaian unjuk kerja peserta didik. Rancangan evaluasi hasil belajar siswa senantiasa harus disesuaikan dengan jenis kurikulum yang diperlukan, oleh sebab itu instrumen, pelaksanaan serta penentuan hasil belajar perlu disesuaikan dengan jenis dan karakteristik kurikulum yang dipergunakan. Sehingga dapat disimpulkan assesmen pada pembelajaran inklusi, kemajuan belajar anak berdasarkan pada observasi, dan portofolio terhadap hasil karya anak dalam kurun waktu tertentu sebagai sebuah proses penilaian.[3]
Menurut syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain,evaluasi adalah suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Evaluasi pembelajaran bagi peserta didik berarti kegiatan meniai proses dan hasil belajar, baik berupa kegiatan kurikuler, maupun ko-kulikuler, maupun ekstra kurikuler. Penilaian hasil belajar bertujuan untuk melihat kemajuan dan prestasi belajar peserta didik dalam hal penguasaan materi pengajaran yang telah dipelajarinya sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah di tetapkan.
Proses evaluasi digunakan untuk memberikan suatu nilai kepada objek yang dievaluasi sehingga manfaat atau nilai instriknya dapat disampaikan kepada orang lain. Menurut Arif S.Sadiman, ada dua macam evaluasi multimedia yang berkaitan dengan kebutuhan anak berkebutuhan khusus, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif adalah proses mengumpulkan tentang efektifitas bahan-bahan pembelajaran (termasuk media), sementara evaluasi sumatif adalah menentukan apakah media yang dibuat dapat digunakan dalam situasi tertentu dan untuk menentukan apakah media tersebut benar-benar efektif atau tidak.
Lalu, bagaimana dengan evaluasi pembelajaran dalam pelaksanaan pendidikan inklusif bagi anak berkebutuan khusus, seperti dikutip dalam pasal 7-9 permendiknas nomor 70 tahun 2009 bahwa, pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif menggunakan kurikulum tingkat satuanpendidikan yang mengkomodasi kebutuhan dan kemampuan peserta didik sesuai dengan, bakat, minatnya. Begitu juga pembelajaran yang digunakan untuk individu  berkebutuhan khusus dalam pendidikan inklusif (2009) bahwa pembelajaran pada pendidikan inklusif mempertimbangkan prinsip-prinsip pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik belajar peserta didik dengan cara melakukan evaluasi secara simultan dan berkelanjutan.
Begitu pula penilaian sebagaimana disebutkan dalam pasal permendiknas tersebut. Pertama, penilaian hasil belajar bagi peserta didik pendidikan inklusif mengacu pada jenis kurikulum tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan. Kedua, peserta didik yang mengikuti pembelajaran berdasarkan kurikulum yang dikembangkan sesuai dengan standar nasional pendidikan atau diatas standar nasional pendidikan wajib mengikuti Ujian Nasional. Ketiga, peserta didik yang memiliki kelainan dan mengikuti pembelajaran berdasarkan kurikulum yang dikembangkan di bawah standar pendidikan yang bersangkutan. Keempat, peserta didik yang menyelesaikan dan lulus ujian dengan standar nasional pendidikan mendapat ijazah yang blankonya dikeluarkan oleh pemerintah. Kelima, peserta didik yang memiliki kelainan yang menyelesaikan pendidikan bedasarkan kurikulum yang dikembangkan oleh satuan pendidikan dibawah standar nasional pendidikan mendapatkan surat tanda tamat belajar dan blankonya dikeluarkan oleh satuan pemerintah yang bersangkutan. Keenam, peserta didik yang memperoleh surat tanda tamat belajar dapat melanjutkan pendidikan pada tingkat yang lebih tinggi pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan inklusif atau bsatuan pendidikan khusus.
Intinya, kegiatan evaluasi atau penilaian pada sekolah pada umumnya dilakukan dalam ulangan harian, ulangan umum, dan ujian akhir. Evaluasi tersebut biasanya dilakukan secara serentak dan soalnya seragam untuk semua siswa. Hal inidilakukan karena didasari asumsi bahwa siswa dalam satu kelas memiliki kemampuan yang sama atau hampir sama  dengan demikian perbedaan dalam individu nyaris tidak mendapat perhatian. Ditinjau dari sistem evaluasinya didasarkan pada acuan norma sehingga nilai rata-rata dan ranking menjadi konsekuensi logis sistem ini. Namun, bagi anak berkebutuhan khusus, jenis evaluasi yang diberikan harus sesuai dengan tingkat kemampuan dan kecerdasan mereka dalam menerima maateri pelajaran.
Seringkali pengumuman rangking dalam kelas secara terbuka menimbulkan dampak psikologis yang negatif. Secara teoritis, yang berada rangking kecil sebagai motivator. Namun kenyataannya, terjadi sebaliknya, yaitu mereka minder atau rendah diri. Dalam pendidikan inklusif yang melayani pendidikan pada peserta didik yang mana perbedaan individu berada dalam rentang yang cukup besar, penilaian dengan sistem acuan kelompok kurang sesuai. Oleh karena itu,Sistem penilaian dengan acuan patokan untuk masing-masing siswa berbeda akan lebih cocok. Disamping sistem penilaian acuan patokan atau acuan kelompok, persoalan penilaian yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif keduannya perlu mendapat perhatian.[4]

C.     Perencanaan Kegiatan Belajar Mengajar
1.      Rancangan Pembelajaran
Kegiatan belajar-mengajar hendaknya dirancang sesuai dengan kemampuan dan karakteristik siswa, serta mengacu kepada kurikulum yang telah dikembangkan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merancang kegiatan belajar mengajar pada kelas inklusif antara lain seperti di bawah ini.

2.      Merencanakan Kegiatan Belajar Mengajar
a.       Merencanakan pengelolaan kelas
b.      Merencanakan pengorganisasan bahan
c.       Merencanakan pengelolaan kegiatan belajar mengajar
d.      Merencanakan penggunaan sumber belajar
e.       Merencanakan penilaian
f.       Melaksanakan Kegiatan belajar Mengajar
g.      Menyajikan materi/bahan pelajaran
Mengimplementasikan metode, sumber belajar dan bahan latihan yang sesuai dengan kemampuan awal dan karakterisitik siswa, serta sesuai dengan tujuan pembelajaran Mendorong siswa untuk terlihat secara aktif Mcndemonstrasikan penguasaan materi pelajaran dan relevansinya dalam kehidupanMengelola waktu, ruang, bahan, dan perlengkapan pengajaran.
3.      Membina Hubungan Antarpribadi
Bersikap terbuka, toleran, dan simpati terhadap siswa Menampilkan kegairahan dan kesungguhan Mengelola interaksi antarpribadi
4.      Melaksanakan Evaluasi
Melakukan penilaian selama kegiatan belajar-mengajar berlangsung, baik secara lisan tertulis, maupun melalui pengamatan Mengadakan tindak lanjut.

D.    Prinsip-prinsip Pembelajaran
Kegiatan belajar-mengajar dilaksanakan dengan maksud untuk mencapai tujuan pembelajaran. Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif dan efisien guru perlu memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran prinsip-prinsip pembelajaran di kelas inklusif secara umum sama dengan prinsip- prinsip pembelajaran yang berlaku bagi anak pada umumnya. Namun demikian, karena di dalam kelas inklusif terdapat anak berkelainan yang mengalami kelainan/penyimpangan baik fisik, intelektual, sosial, dan emosional dibanding dengan anak pada umumnya, maka guru yang mengajar di kelas inklusif di samping menerapkan prinsip-prinsip umum pembelajaran juga harus mengimplementasikan prinsip-prinsip khusus sesuai dengan kelainan anak antara lain sebagai berikut:[5]
1.      Prinsip Umum
a.       Prinsip Motivasi
b.      Prinsip Keterarahan
c.       Hubungan Sosial
d.      Prinsip Individualisasi
e.       Prinsip Pemecahan Masalah
2.      Prinsip Khusus
a.       Tunanetra
1)      Prinsip Kekonkritan
2)      Prinsip Pengalaman yang Menyatu
3)      Prinsip Belajar Sambil Melakukan
b.      Tiinarungu/Gangguan Komunikasi
1)      Prinsip Keterarahanwajah
2)      Prinsip Keterarahansuara
3)      Prinsip Keperagaan
c.       Anak Berbakat
1)      Prinsip Percepatan (AkseIeras) Be1ajar
2)      Prinsip Pengayaan (Enrichment)
d.      Tunagrahita/Anak lamban belajar (Slow learner)
1)      Prinsip Kasih Sayang
2)      Prinsip Keperagaan     
e.       Tunalaras
1)      Prinsip Kebutuhan dan Keaktifan
2)      Prinsip Kebebasan yang Terarah
3)      Prinsip Penggunaan Waktu Luang
4)      Prinsip Kekeluargaa dan Kepatuhan
5)      Prinsip Minat dan Kemampuan
6)      Prinsip Emosional, Sosial, dan Perilaku
7)      Prinsip Disiplin
8)      PrinsipKasih Sayang



[1] Mohammad Takdir Ilahi,pendidikan inklusif(Jogjakarta:Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 178-182.
[2]http://www.google.com/search?q=Bagaimana+ketenagaan+dalam+pendidikan+inklusif+%3F+&ie=utf-8&oe=utf

[3]https://www.google.com/search?q=Bagaimana+ketenagaan+dalam+pendidikan+inklusif+%3F+&ie=utf-8&oe=utf-8#q=penilaian+di+dalam+pendidikan+inklusif+%3F
[4]Takdir Ilahi pendidikan inklusif, hlm. 187-189.
[5]https://www.google.com/search?q=Bagaimana+kegiatan+pembelajaran+di+dalam+pendidikan+inklusif%3F