BAB II
PEMBAHASAN
A. Ketenagaan
dalam Pendidikan Inklusif
Faktor penentu
keberhasilan pendidikan inklusif yang tidak kalah pentingnya adalah adanya
tenaga pendidik atau guru yang profesional dalam bidangnya masing-masing untuk
membina dan mengayomi anak berkebutuhan khusus.tenaga pendidik atau guru yang
mengajar hendaknya memiliki kualifikasi yang dipersyaratkan, yaitu memiliki
pengetahuan, keterampilan dan sikap tentang materi yang akan
diajarkan/dilatihkan, dan memahami karakteristik siswa.
Sementara itu
guru berperan penting dalam metode yang tepat agar potensi anak didik agar
berkembang cepat. Dengan demikian, guru harus benar-benar memahami kedudukan
metode sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan belajar mengajar.
Menurut sardimaan A.M adalah motiv-motiv yang aktif dan berfungsi sebagai
perangsang atau stimulus dari lar sehingga dapat membangkitkan kegiatan belajar
mengajar
Guru yang
mempunyai pandangan masa depan akan sangat besar pengaruhnya ketika anak
didiknya mendapatkan prestasi belajar yang baik dalam dunia pendidikan. Tidak
hanya peningkatan prestasi belajar yang dijadikan target untuk mencapai sebuah
keberhasilan dan kesuksesan, tetapi juga perubahan tingkah laku amat penting
untuk digalakkan dan dijadikan langkah awal dalam mencapai idelisme dalam
belajar. Dalam hal ini guru amat diperlukan sebab akan melandasi hubungan
interpersonl guru dengan murid yang lebih fair, konfidensial guru dituntut sebagai
figur yang benar-benar dipercaya dan diyakini dalam menumbuhkan sikap kebebasan
terhadap anak didik untuk mengungkaokan problem matikanya
Disamping itu,
faktor dari guru yang didasarkan pada kompetensi. Dengan kompetensi yang
dimiliki guru tersebut dapat merancang strategi pembelajaran yang tepat, metode
yang digunakan, media, juga evaluasi. Guru juga harus menjadi contoh yang baik
bagi siswanya. Maka dari itu, seorang guru hendaknya mempunyai perilaku yang
santun, arif, dan bijaksana. Guru juga dituntut untuk profesional terhadap
profesinya. Selain itu, guru harus dapat menjalin kerjasama dengan semua pihak
yang terkait dalam pelaksanaan pembelajaran sejarah.
Kompotensi
pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi
pemahaman peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi
hasil belajar, dan pengembangan didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi
yang dimilikinya.kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang
mantap,stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik,
dan berakhlak mulia. Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian
dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta
didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua atau wali peserta didik,
masyarakat sekitar. Kompetensi professional adalah kemampuan penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam yang memunkinkan dan mampu membimbing
peserta didik memenuhi standart kompetensi yang di tetapkan dalam standar
nasional pendidikan.
Dedi supriadi
( 1998:98) mengemukakan beberapa hal terkait dengan syarat mutlak bagi seorang
guru untuk menjadi profesional. Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses
belajarnya. Kedua, guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang
diajarkannya serta cara mengajarkannya kepada para siswa. Ketiga, guru
bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi, mulai cara pengamatan dalam
perilaku siswa sampai tes hasil belajar siswa. Keempat, guru mampu berpikir
sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya. Untuk
bisa belajar dari pengalaman, ia harus tahu mana yang benar dan yang salah ,
serta baik dan buruk dampaknya pada proses belajar siswa. Kelima, guru
seyogianya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan
profesinya.
Pada akhirnya,
guru sebagai salah satu komponen dalam sistem pembelajaran untuk meningkatkan
kemampuan siswa, memiliki peranan penting dalam menentukan arah dan tujuan dari
suatu proses pembelajaran. Oleh karena itu dituntut menguasai sejumlah
kemampuan dan keterampilan yang berkaitan dengan proses pembelajaran, antara
lain kemampuan menguasai bahan ajar, kemampuan dalam mengelola kelas, kemampuan
dalam menggunakan metode, media, dan sumber belajar dan kemampuan untuk
melakukan penilaian, baik proses maupun hasil.[1]
Tenaga kependidikan juga merupakan salah satu unsur penting
dalam pendidikan inklusif. Tenaga kependidikan dalam pendidikan inklusif
mendapat porsi tanggung jawab yang jelas berbeda dengan tenaga
kependidikan pada pendidikan noninklusif. Perbedaan yang terdapat pada
individu meniscayakan adanya kompetensi yang berbeda dari tenaga kependidikan
lainnya. Tenaga kependidikan secara umum memiliki tugas seperti
menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan,
mengelola, dan/atau memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan.
Hal lain yang perlu di perhatikan kaitammya dengan ketenagaan dalam pendidikan
inklusi terdiri atas:
1.
Setiap satuan pendidikan penyelenggara
pendidikan inklusif menyediakan tenaga guru dan non guru yang memungkinkan
dapat memberikan pelayanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan semua
peserta didik
2.
Guru dan tenaga kependidikan lain pada
satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif, wajib mendapatkan
sosialisasi dan/ atau pelatihan khusus tentang penyelenggaraan pendidikan
inklusif.
3.
Satuan
pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif yang memungkinkan, menyediakan
Guru Pembimbing Khusus (GPK) Guru Pendambing, yang berfungsi sebagai pendukung
dan pendamping guru reguler dalam memberikan pelayanan khusus kepada peserta
didik sesuai dengan kebutuhan khususnya.
4.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah
memberikan dukungan terhadap tersedianya SDM khusus bagi sekolah penyelenggara
pendidikan inklusif.
Berikut adalah jenis dan tugas guru
dalam pendidikan inklusif, antara lain sebagai berikut:
1.
Guru Kelas, tugas utamanya;
a.
Menciptakan iklim belajar yang kondusif
sehingga anak- anak merasa nyaman belajar di kelas/ sekolah.
b.
Menyusun dan melaksanakan asesmen pada
semua anak untuk mengetahui kemampuan dan kebutuhannya.
c.
Menyusun program pembelajaran individual
bersama dengan guru pembimbing khusus.
d.
Melaksanakan kegiatan belajar mengajar
dan mengadakan penilaian untuk semua mata pelajaran (kecuali Pendidikan
Agama Islam dan Pendidikan Jasmani dan Kesehatan)
e.
Memberikan program remidi pengajaran,
pengayaan/ percepatan bagi peserta didik yangmembutuhkan.
f.
Melaksanakan administrasi kelas sesuai
dengan bidang tugasnya.
2.
Guru Mata Pelajaran, tugas utamanya;
a.
Menciptakan iklim belajar yang kondusif
sehingga anak- anak merasa nyaman belajar di kelas/ sekolah.
b.
Menyusun dan melaksanakan asesmen pada
semua anak untuk mengetahui kemampuan dan kebutuhannya.
c.
Menyusun program pembelajaran individual
bersama dengan guru pembimbing khusus.
d.
Melaksanakan kegiatan belajar mengajar
dan mengadakan penilaian kegiatan belajar mengajar untuk mata pelajaran
yang menjadi tanggung jawabnya.
e.
Memberikan program remidi pengajaran,
pengayaan/ percepatan bagi peserta didik yang membutuhkan.
3.
Guru Pembimbing Khusus atau Guru
Pendamping, tugas utamanya;
a.
Menyusun instrumen asesmen pendidikan
bersam dngan guru kelas dan guru mata pelajaran.
b.
Membangun sistem koordinasi antara guru
, pihak sekolah dan orang tua peserta didik.
c.
Melaksanakan pendampingan anak
berkebutuhan khusus pada kegiatan pembelajaran bersama dengan guru kelas maupun
guru mata pelajaran.
d.
Memberikan bantuan layanan khusus bagi
anak- anak berkebutuhan khusus yang mengalami hambatan dalam mengikuti
kegiatan pembelajaran di kelas umum, berupa remidi ataupun pengayaan.
e.
Memberikan bimbingan secara
berkesinambungan dengan membuat catatan khusus kepada anak – anak
berkebutuhan khusus selama mengikuti kegiatan pembelajaran, yang dapat dipahami
jika terjadi pergantian guru.
f.
Memberikan bantuan (berbagi pengalaman)
pada guru kelas dan/ atau guru mata pelajaran agar mereka dapat memberikan
pelayanan pendidikan kepada anak -anak berkebutuhan khusus.[2]
B.
Evaluasi pembelajaran atau Penilaian dalam Pendidikan Inklusif
Penilaian/evaluasi adalah suatu proses
sistematis yang mengan-dung pengumpulan informasi, menganalisis, dan
menginterpretasi informasi tersebut untuk membuat keputusan- keputusan.
Informasi yang dikumpulkan dapat dalam bentuk angka melalui tes dan atau
deskripsi verbal (melalui observasi). Penilaian kelas merupakan suatu proses
yang dilakukan melalui langkah-langkah perencanaan, pengumpulan informasi
melalui sejumlah bukti yang menunjukkan pencapaian hasil belajar peserta didik,
pelaporan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar peserta didik.
Penilaian kelas dilaksanakan melalui berbagai cara, seperti tes tertulis,
penilaian hasil kerja peserta didik melalui kumpulan hasil kerja/ karya peserta
didik (portofolio), penilaian produk, penilaian projek, penilaian unjuk
kerja peserta didik. Rancangan evaluasi hasil belajar siswa senantiasa harus
disesuaikan dengan jenis kurikulum yang diperlukan, oleh sebab itu instrumen,
pelaksanaan serta penentuan hasil belajar perlu disesuaikan dengan jenis dan
karakteristik kurikulum yang dipergunakan. Sehingga dapat disimpulkan assesmen
pada pembelajaran inklusi, kemajuan belajar anak berdasarkan pada observasi,
dan portofolio terhadap hasil karya anak dalam kurun waktu tertentu sebagai
sebuah proses penilaian.[3]
Menurut
syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain,evaluasi adalah suatu tindakan atau
proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Evaluasi pembelajaran bagi peserta
didik berarti kegiatan meniai proses dan hasil belajar, baik berupa kegiatan
kurikuler, maupun ko-kulikuler, maupun ekstra kurikuler. Penilaian hasil
belajar bertujuan untuk melihat kemajuan dan prestasi belajar peserta didik
dalam hal penguasaan materi pengajaran yang telah dipelajarinya sesuai dengan
tujuan-tujuan yang telah di tetapkan.
Proses
evaluasi digunakan untuk memberikan suatu nilai kepada objek yang dievaluasi
sehingga manfaat atau nilai instriknya dapat disampaikan kepada orang lain.
Menurut Arif S.Sadiman, ada dua macam evaluasi multimedia yang berkaitan dengan
kebutuhan anak berkebutuhan khusus, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif. Evaluasi formatif adalah proses mengumpulkan tentang efektifitas
bahan-bahan pembelajaran (termasuk media), sementara evaluasi sumatif adalah
menentukan apakah media yang dibuat dapat digunakan dalam situasi tertentu dan
untuk menentukan apakah media tersebut benar-benar efektif atau tidak.
Lalu,
bagaimana dengan evaluasi pembelajaran dalam pelaksanaan pendidikan inklusif
bagi anak berkebutuan khusus, seperti dikutip dalam pasal 7-9 permendiknas
nomor 70 tahun 2009 bahwa, pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif
menggunakan kurikulum tingkat satuanpendidikan yang mengkomodasi kebutuhan dan
kemampuan peserta didik sesuai dengan, bakat, minatnya. Begitu juga
pembelajaran yang digunakan untuk individu
berkebutuhan khusus dalam pendidikan inklusif (2009) bahwa pembelajaran
pada pendidikan inklusif mempertimbangkan prinsip-prinsip pembelajaran yang
disesuaikan dengan karakteristik belajar peserta didik dengan cara melakukan
evaluasi secara simultan dan berkelanjutan.
Begitu pula
penilaian sebagaimana disebutkan dalam pasal permendiknas tersebut. Pertama,
penilaian hasil belajar bagi peserta didik pendidikan inklusif mengacu pada
jenis kurikulum tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan. Kedua, peserta
didik yang mengikuti pembelajaran berdasarkan kurikulum yang dikembangkan
sesuai dengan standar nasional pendidikan atau diatas standar nasional
pendidikan wajib mengikuti Ujian Nasional. Ketiga, peserta didik yang memiliki
kelainan dan mengikuti pembelajaran berdasarkan kurikulum yang dikembangkan di
bawah standar pendidikan yang bersangkutan. Keempat, peserta didik yang
menyelesaikan dan lulus ujian dengan standar nasional pendidikan mendapat
ijazah yang blankonya dikeluarkan oleh pemerintah. Kelima, peserta didik yang memiliki
kelainan yang menyelesaikan pendidikan bedasarkan kurikulum yang dikembangkan
oleh satuan pendidikan dibawah standar nasional pendidikan mendapatkan surat
tanda tamat belajar dan blankonya dikeluarkan oleh satuan pemerintah yang
bersangkutan. Keenam, peserta didik yang memperoleh surat tanda tamat belajar
dapat melanjutkan pendidikan pada tingkat yang lebih tinggi pada satuan
pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan inklusif atau bsatuan pendidikan
khusus.
Intinya,
kegiatan evaluasi atau penilaian pada sekolah pada umumnya dilakukan dalam
ulangan harian, ulangan umum, dan ujian akhir. Evaluasi tersebut biasanya
dilakukan secara serentak dan soalnya seragam untuk semua siswa. Hal inidilakukan
karena didasari asumsi bahwa siswa dalam satu kelas memiliki kemampuan yang
sama atau hampir sama dengan demikian
perbedaan dalam individu nyaris tidak mendapat perhatian. Ditinjau dari sistem
evaluasinya didasarkan pada acuan norma sehingga nilai rata-rata dan ranking menjadi
konsekuensi logis sistem ini. Namun, bagi anak berkebutuhan khusus, jenis
evaluasi yang diberikan harus sesuai dengan tingkat kemampuan dan kecerdasan
mereka dalam menerima maateri pelajaran.
Seringkali
pengumuman rangking dalam kelas secara terbuka menimbulkan dampak psikologis
yang negatif. Secara teoritis, yang berada rangking kecil sebagai motivator.
Namun kenyataannya, terjadi sebaliknya, yaitu mereka minder atau rendah diri.
Dalam pendidikan inklusif yang melayani pendidikan pada peserta didik yang mana
perbedaan individu berada dalam rentang yang cukup besar, penilaian dengan
sistem acuan kelompok kurang sesuai. Oleh karena itu,Sistem penilaian dengan
acuan patokan untuk masing-masing siswa berbeda akan lebih cocok. Disamping
sistem penilaian acuan patokan atau acuan kelompok, persoalan penilaian yang
bersifat kuantitatif maupun kualitatif keduannya perlu mendapat perhatian.[4]
C. Perencanaan Kegiatan Belajar
Mengajar
1.
Rancangan Pembelajaran
Kegiatan
belajar-mengajar hendaknya dirancang sesuai dengan kemampuan dan karakteristik
siswa, serta mengacu kepada kurikulum yang telah dikembangkan. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam merancang kegiatan belajar mengajar pada kelas inklusif
antara lain seperti di bawah ini.
2.
Merencanakan Kegiatan Belajar Mengajar
a.
Merencanakan pengelolaan kelas
b.
Merencanakan pengorganisasan bahan
c.
Merencanakan pengelolaan kegiatan belajar mengajar
d.
Merencanakan penggunaan sumber belajar
e.
Merencanakan penilaian
f.
Melaksanakan Kegiatan belajar Mengajar
g.
Menyajikan materi/bahan pelajaran
Mengimplementasikan metode, sumber belajar dan bahan latihan
yang sesuai dengan kemampuan awal dan karakterisitik siswa, serta sesuai dengan
tujuan pembelajaran Mendorong siswa untuk terlihat secara aktif Mcndemonstrasikan
penguasaan materi pelajaran dan relevansinya dalam kehidupanMengelola waktu,
ruang, bahan, dan perlengkapan pengajaran.
3.
Membina Hubungan Antarpribadi
Bersikap terbuka, toleran, dan simpati terhadap siswa
Menampilkan kegairahan dan kesungguhan Mengelola interaksi antarpribadi
4.
Melaksanakan Evaluasi
Melakukan penilaian selama kegiatan belajar-mengajar
berlangsung, baik secara lisan tertulis, maupun melalui pengamatan Mengadakan
tindak lanjut.
D.
Prinsip-prinsip Pembelajaran
Kegiatan belajar-mengajar
dilaksanakan dengan maksud untuk mencapai tujuan pembelajaran. Agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai secara efektif dan efisien guru perlu memperhatikan
prinsip-prinsip pembelajaran prinsip-prinsip pembelajaran di kelas inklusif
secara umum sama dengan prinsip- prinsip pembelajaran yang berlaku bagi anak
pada umumnya. Namun demikian, karena di dalam kelas inklusif terdapat anak
berkelainan yang mengalami kelainan/penyimpangan baik fisik, intelektual,
sosial, dan emosional dibanding dengan anak pada umumnya,
maka guru yang mengajar di kelas inklusif di samping menerapkan prinsip-prinsip
umum pembelajaran juga harus mengimplementasikan prinsip-prinsip khusus sesuai
dengan kelainan anak antara lain sebagai berikut:[5]
1.
Prinsip Umum
a.
Prinsip Motivasi
b.
Prinsip Keterarahan
c.
Hubungan Sosial
d.
Prinsip Individualisasi
e.
Prinsip Pemecahan Masalah
2.
Prinsip Khusus
a.
Tunanetra
1)
Prinsip Kekonkritan
2)
Prinsip Pengalaman yang Menyatu
3)
Prinsip Belajar Sambil Melakukan
b.
Tiinarungu/Gangguan Komunikasi
1)
Prinsip Keterarahanwajah
2)
Prinsip Keterarahansuara
3)
Prinsip Keperagaan
c.
Anak Berbakat
1)
Prinsip Percepatan (AkseIeras) Be1ajar
2)
Prinsip Pengayaan (Enrichment)
d.
Tunagrahita/Anak lamban belajar (Slow learner)
1)
Prinsip Kasih Sayang
2)
Prinsip Keperagaan
e.
Tunalaras
1)
Prinsip Kebutuhan dan Keaktifan
2)
Prinsip Kebebasan yang Terarah
3)
Prinsip Penggunaan Waktu Luang
4)
Prinsip Kekeluargaa dan Kepatuhan
5)
Prinsip Minat dan Kemampuan
6)
Prinsip Emosional, Sosial, dan Perilaku
7)
Prinsip Disiplin
8)
PrinsipKasih Sayang
[2]http://www.google.com/search?q=Bagaimana+ketenagaan+dalam+pendidikan+inklusif+%3F+&ie=utf-8&oe=utf
[3]https://www.google.com/search?q=Bagaimana+ketenagaan+dalam+pendidikan+inklusif+%3F+&ie=utf-8&oe=utf-8#q=penilaian+di+dalam+pendidikan+inklusif+%3F
[5]https://www.google.com/search?q=Bagaimana+kegiatan+pembelajaran+di+dalam+pendidikan+inklusif%3F