Friday, 3 June 2016

Pengertian Kurikulum, Fungsi-Pengertian Kurikulum, Fungsi-Pengertian Kurikulum, Fungsi




BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian kurikulum
Secara etimologis, kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan curare yang berarti tempat berpacu. Jadi, istilah kurikulum berasal dari dunia olahraga pada zaman Romawi Kuno di Yunani, yang mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai garis finish.
Dalam bahasa Arab, kata kurikulum biasa diungkapkan dengan manhaj yang berarti jalan yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupan. Kemudian, pengertian tersebut diterapkan dalam dunia pendidikan menjadi sejumlah mata pelajaran (subject) yang harus ditempuh oleh seorang siswa dari awal sampai akhir program pelajaran untuk memperoleh penghargaan dalam bentuk ijazah. Dengan kata lain, kurikulum dianggap sebagai jembatan yang sangat penting untuk mencapai titik karir dari suatu perjalanan dan ditandai oleh perolehan suatu ijazah tertentu.
Dari pengertian tersebut, dalam kurikulum terkandung dua hal pokok, yaitu (1) adanya mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa, dan (2) tujuan utamanya yaitu untuk memperoleh ijazah. Dengan demikian, implikasi terhadap praktik pengajaran yaitu setiap siswa harus menguasai seluruh mata pelajaran yang diberikan dan menempatkan guru dalam posisi yang sangat penting dan menentukan.
Keberhasilan siswa ditentukan oleh seberapa jauh mata pelajaran tersebut dikuasainya dan biasanya disimbolkan dengan skor yang diperoleh setelah mengikuti suatu tes atau ujian. Sedangkan, kurikulum itu
pendidikan (manhaj al-dirasah) dalam kamus Tarbiyah adalah seperangkat perencanaan dan media yang dijadikan acuan oleh lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan.
Pengertian kurikulum seperti yang disebutkan di atas dianggap pengertian yang sempit atau sangat sederhana. Sedangkan pengertian kurikulum secara luas itu tidak terbatas hanya pada sejumlah mata pelajaran saja, tetapi mencakup semua pengalaman belajar (learning experiences) yang dialami siswa dan mempengaruhi perkembangan pribadinya. Kurikulum tidak dibatasi pada kegiatan di dalam kelas saja, tetapi mencakup juga kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh siswa di luar siswa.
Setelah dipaparkan pengertian kurikulum secara etimologi, akan disebutkan pengertian secara terminologi atau biasa disebut dengan pengertian secara istilah. Pengertian kurikulum menurut para ahli inilah pengertian kurikulum secara terminologi. Ada banyak sekali para ahli yang berpendapat mengenai pengertian kurikulum, diantaranya yaitu :
1. Pengertian Kurikulum Menurut Kerr, J. F (1968): Kurikulum adalah semua pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan secara individu ataupun secara kelompok, baik di sekolah maupun di luar sekolah.
2. Pengertian Kurikulum Menurut Inlow (1966): Kurikulum adalah usaha menyeluruh yang dirancang oleh pihak sekolah untuk membimbing murid memperoleh hasil pembelajaran yang sudah ditentukan.
3. Pengertian Kurikulum Menurut Neagley dan Evans (1967): kurikulum adalah semua pengalaman yang dirancang dan dikemukakan oleh pihak sekolah.
4. Pengertian Kurikulum Menurut Beauchamp (1968): Kurikulum adalah dokumen tertulis yang mengandung isi mata pelajaran yang diajar kepada peserta didik melalui berbagai mata pelajaran, pilihan disiplin ilmu, rumusan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
5. Pengertian Kurikulum Menurut Good V. Carter (1973): Kurikulum adalah kumpulan kursus ataupun urutan pelajaran yang sistematik.
6. Pengertian Kurikulum Menurut UU No. 20 Tahun 2003: Kurikulum adalah seperangkat        rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.[1]
Pendidikan Inklusif itu sendiri adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya (Sapon-Shevin dalam O’Neil 1994).
Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif adalah sekolah yang menampung semua murid di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap murid maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru, agar anak-anak berhasil (Stainback, 1980).
Sekolah inklusif merupakan perkembangan baru dari pendidikan terpadu. Pada sekolah inklusif setiap anak sesuai dengan kebutuhan khususnya, semua diusahakan dapat dilayani secara optimal dengan melakukan berbagai modifikasi dan atau penyesuaian, mulai dari kurikulum, sarana dan prasarana, tenaga pendidikan dan kependidikan, sistem pembelajaran sampai pada sistem penilaiannya.[2]
       B. Jenis kurikulum pendidikan inklusif
Kurikulum yang digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif pada dasarnya menggunakan kurikulum reguler yang berlaku di sekolah umum. Namun demikian karena ragam hambatan yang dialami peserta didik berkebutuhan khusus sangat bervariasi, mulai dari yang sifatnya ringan, sedang sampai yang berat, maka dalam implementasinya, kurikulum reguler perlu dilakukan modifikasi (penyelarasan) sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Modifikasi (penyelarasan) kurikulum dilakukan oleh tim pengembang kurikulum di sekolah. Tim pengembang kurikulum sekolah terdiri dari: kepala sekolah, guru kelas, guru mata pelajaran, guru pendidikan khusus, konselor, psikolog, dan ahli lain yang terkait.
Dasar Pengembangan Kurikulum untuk melakukan modifikasi dan pengembangan kurikulum dalam program inklusif harus mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun perundang-undangan yang menjadi landasan dalam pengembangan dan implementasi kurikulum dalam program inklusif, antara lain sebagai berikut.
1. UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional khususnya :
a)   Pasal 5 ayat (1) : Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
b)   Pasal 5 ayat (2) : Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
c)   Pasal 5 ayat (3) : Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang, serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.
d) Pasal 5 ayat (4) : Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.
e)   Pasal 6 ayat (1) Setiap warganegara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.
f)   Pasal 12 ayat (1.b) : Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
g)  Pasal 36 ayat (1) : Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
h)   Pasal 36 ayat (2) : Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, serta peserta didik.
i)   Penjelasan Pasal 15 : Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusiff atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.
2.  Peraturan Pemerintah No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, khususnya:
a)  Pasal 1 ayat (13) : Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
b) Pasal 1 ayat (15) : Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.
c)  Pasal 17 ayat (1) : Kurikulum tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTS/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK/ atau bentuk lain yang sederajat dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik.
d)  Pasal 17 ayat (2) : Sekolah dan komite sekolah atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, dibawah supervisi Dinas Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK dan Departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK.
3. Peraturan Mendiknas No. 22/2006 tanggal 23 Mei 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
4. Peraturan Mendiknas No. 23/2006 tanggal 23 Mei 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
5. Peraturan Mendiknas No. 24/2006 tanggal 2 Juni 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Mendiknas No. 22/2006 dan No. 23/2006.[3]

C. Tujuan Pendidikan Inklusif
Pendidikan inklusif di Indonesia diselenggarakan dengan tujuan:
1.    Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua anak (termasuk anak berkebutuhan khusus) mendapatkan pendidikan yang layak sesuai dengan kebutuhannya.
2.    Membantu mempercepat program wajib belajar pendidikan dasar.
3.    Membantu meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah dengan menekan angka tinggal kelas dan putus sekolah.
4.    Menciptakan sistem pendidikan yang menghargai keanekaragaman, tidak diskriminatif, serta ramah terhadap pembelajaran.
5.    Memenuhi amanat Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Ps. 32 ayat 1 yang berbunyi ‘’Setiap warga negara negara berhak mendapat pendidikan’, dan ayat 2 yang berbunyi ‘’Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya’. UU no. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya Ps. 5 ayat 1 yang berbunyi ‘’Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu’. UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak, khususnya Ps. 51 yang berbunyi ‘’Anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa.


D. Model kurikulum pendidikan inklusif
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) perlu memerlukan pelayanan pendidikan secara khusus. Hal ini dikarenakan mengingat mereka memiliki hambatan internal antara lain fisik, kognitif dan sosial emosional. Pendidikan bagi anak tersebut dapat di lakukan baik dalam system segregatif di sekolah luar biasa (SLB) maupun system inklusif pada sekolah umum atau regular yang menyelenggarakan pendidikan inklusif.
Kategori ABK disini adalah peserta didik yang mengalami hambatan visual impairments, hearing impairment, mental retardation, physical and health disabilities, communication disorders, slow learner, learning disabilities, gifted and talented, ADHD, autis dan multiply handicapped.
Pendidikan inklusif memiliki ciri-ciri antara lain:
1.  ABK belajar bersama-sama dengan anak rata-rata lainnya
2. Setiap anak memperoleh layanan pendidikan yang layak, menantang dan bermutu
3. Setiap anak memperoleh layanan pendidikan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya
4. Sistem pendidikan menyesuaikan dengan kondisi anak.
Pendidikan inklusif memiliki keuntungan antara lain:
1. Dapat memenuhi hak pendidikan bagi semua orang (education for all);
2. Mendukung proses wajib belajar.
3. Pembelajaran emosi-sosial bagi ABK.
4. Pembelajaran emosi-sosial-spiritual bagi anak rerata lainnya.
5. Pendidikan ABK lebih efisien.
Dalam pembelajaran inklusif, model kurikulum bagi ABK dapat dikelompokan menjadi empat, yakni:
a. Duplikasi Kurikulum
Yakni ABK menggunakan kurikulum yang tingkat kesulitannya sama dengan siswa rata-rata atau regular. Model kurikulum ini cocok untuk peserta didik tunanetra, tunarungu wicara, tunadaksa, dan tunalaras. Alasannya peserta didik tersebut tidak mengalami hambatan intelegensi. Namun demikian perlu memodifikasi proses, yakni peserta didik tunanetra menggunkan huruf Braille, dan tunarungu wicara menggunakan bahasa isyarat dalam penyampaiannya.

b.  Modifikasi Kurikulum
Yakni kurikulum siswa rata-rata atau regular disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan atau potensi ABK. Modifikasi kurikulum ke bawah diberikan kepada peserta didik tunagrahita dan modifikasi kurikulum ke atas (eskalasi) untuk peserta didik gifted and talented.
c. Substitusi Kurikulum
Yakni beberapa bagian kurikulum anak rata-rata ditiadakan dan diganti dengan yang kurang lebih setara. Model kurikulum ini untuk ABK dengan melihat situasi dan kondisinya.
d.Omisi Kurikulum
Yaitu bagian dari kurikulum umum untuk mata pelajaran tertentu ditiadakan total, karena tidak memungkinkan bagi ABK untuk dapat berfikir setara dengan anak rata-rata.
Sedangkan model pendidikan inklusif itu sendiri pada dasarnya memiliki dua model. Pertama yaitu model inklusi penuh (full inclusion). Model ini menyertakan peserta didik berkebutuhan khusus untuk menerima pembelajaran individual dalam kelas reguler. Kedua yaitu model inklusif parsial (partial inclusion). Model parsial ini mengikutsertakan peserta didik berkebutuhan khusus dalam sebagian pembelajaran yang berlangsung di kelas reguler dan sebagian lagi dalam kelas-kelas pull out dengan bantuan guru pendamping khusus.
Model lain misalnya dikemukakan oleh Brent Hardin dan Marie Hardin. Brent dan Maria mengemukakan model pendidikan inklusif yang mereka sebut inklusif terbalik (reverse inclusive). Dalam model ini, peserta didik normal dimasukkan ke dalam kelas yang berisi peserta didik berkebutuhan khusus. Model ini berkebalikan dengan model yang pada umumnya memasukkan peserta didik berkebutuhan khusus ke dalam kelas yang berisi peserta didik normal.
Model inklusif terbalik agaknya menjadi model yang kurang lazim dilaksanakan. Model ini mengandaikan peserta didik berkebutuhan khusus sebagai peserta didik dengan jumlah yang lebih banyak dari peserta didik normal. Dengan pengandaian demikian seolah sekolah untuk anak berkebutuhan khusus secara kuantitas lebih banyak dari sekolah untuk peserta didik normal, atau bisa juga tidak. Model pendidikan inklusif seperti apapun tampaknya tidak menjadi persoalan berarti sepanjang mengacu kepada konsep dasar pendidikan inklusif.
Model pendidikan inklusif yang diselenggarakan pemerintah Indonesia yaitu model pendidikan inklusif moderat. Pendidikan inklusif moderat yang dimaksud yaitu: Pendidikan inklusif yang memadukan antara terpadu dan inklusi penuh. Model moderat ini dikenal dengan model mainstreaming.
Model pendidikan mainstreaming merupakan model yang memadukan antara pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus (Sekolah Luar Biasa) dengan pendidikan reguler. Peserta didik berkebutuhan khusus digabungkan ke dalam kelas reguler hanya untuk beberapa waktu saja.
Filosofinya tetap pendidikan inklusif, tetapi dalam praktiknya anak berkebutuhan khusus disediakan berbagai alternatif layanan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya. Anak berkebutuhan khusus dapat berpindah dari satu bentuk layanan ke bentuk layanan yang lain, seperti:
1. Bentuk kelas reguler penuh
Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) sepanjang hari di kelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama.
2. Bentuk kelas reguler dengan cluster
Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus.
3. Bentuk kelas reguler dengan pull out
Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.
     4.Bentuk kelas reguler dengan cluster dan pull out
Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar bersama dengan guru pembimbing khusus.
5. Bentuk kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian
Anak berkebutuhan khusus belajar di kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler.
6. Bentuk kelas khusus penuh di sekolah reguler
Anak berkebutuhan khusus belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler.
Dengan demikian, pendidikan inklusif seperti pada model di atas tidak mengharuskan semua anak berkebutuhan khusus berada di kelas reguler setiap saat dengan semua mata pelajarannya (inklusi penuh). Hal ini dikarenakan sebagian anak berkebutuhan khusus dapat berada di kelas khusus atau ruang terapi dengan gradasi kelainannya yang cukup berat. Bahkan bagi anak berkebutuhan khusus yang gradasi kelainannya berat, mungkin akan lebih banyak waktunya berada di kelas khusus pada sekolah reguler (inklusi lokasi). Kemudian, bagi yang gradasi kelainannya sangat berat, dan tidak memungkinkan di sekolah reguler (sekolah biasa), dapat disalurkan ke sekolah khusus (SLB) atau tempat khusus (rumah sakit).
1. Model kurikulum pada pendidikan inklusi dapat dibagi tiga, yaitu :
a)  Model kurikulum reguler, yaitu kurikulum yang mengikutsertakan peserta didik berkebutuhan khusus untuk mengikuti kurikulum reguler sama seperti kawan-kawan lainnya di dalam kelas yang sama.
b) Model kurikulum reguler dengan modifikasi, yaitu kurikulum yang dimodifikasi oleh guru pada strategi pembelajaran, jenis penilaian, maupun pada program tambahan lainnya dengan tetap mengacu pada kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus. Di dalam model ini bisa terdapat siswa berkebutuhan khusus yang memiliki PPI.
c)  Model kurikulum PPI yaitu kurikulum yang dipersiapkan guru program PPI yang dikembangkan bersama tim pengembang yang melibatkan guru kelas, guru pendidikan khusus, kepala sekolah, orang tua, dan tenaga ahli lain yang terkait.Kurikulum PPI atau dalam bahasa Inggris Individualized Education Program (IEP) merupakan karakteristik paling kentara dari pendidikan inklusif. Konsep pendidikan inklusif yang berprinsip adanya persamaan mensyaratkan adanya penyesuaian model pembelajaran yang tanggap terhadap perbedaan individu. Maka PPI atau IEP menjadi hal yang perlu mendapat penekanan lebih. Thomas M.Stephens menyatakan bahwa IEP merupakan pengelolaan yang melayani kebutuhan unik peserta didik dan merupakan layanan yang disediakan dalam rangka pencapaian tujuan yang diinginkan serta bagaimana efektivitas program tersebut akan ditentukan.
2.  Perbedaan
Perbedaan dari ketiganya sudah nampak pada pengertiannya, yakni:Model kurikulum regular penuh, Peserta didik yang berkebutuhan khusus mengikuti kurikulum reguler ,sama seperti teman-teman lainnya di dalam kelas yang sama. Program layanan khususnya lebih diarahkan kepada proses pembimbingan belajar, motivasi dan ketekunan belajar.
Model kurikulum regular dengan modifikasi, kurikulum regular dimodifikasi oleh guru dengan mengacu pada kebutuhan siswa berkebutuhan khusus.Model kurikulum PPI, kurikulum disesuaikan dengan kondisi peserta didik yang melibatkan berbagai pihak. Guru mempersiapkan Program Pembelajaran Individual (PPI) yang dikembangkan bersama tim pengembang Kurikulum Sekolah. Model ini diperuntukan bagi siswa yang tidak memungkinkan mengikuti kurikulum reguler.
3.  Keunggulan dan kelemahan.
a)   Model kurikulum regular penuh.
Keunggulan:Peserta didik berkebutuhan khusus dapat mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. (Freiberg, 1995).
Kelemahan:Peserta didik berkebutuhan khusus harus menyesuaikan diri dengan metode pengajaran dan kurikulum yang ada. Pada saat-saat tertentu kondisi ini dapat menyulitkan mereka. Misalnya saat siswa diwajibkan mengikuti mata pelajaran menggambar. Karena memiliki hambatan penglihatan, tentu saja siswa disability tidak bisa menggambar. Tapi karena mata pelajaran ini wajib dengan kurikulum yang ketat, tidak fleksibel, tidaklah dimungkinkan bagi guru maupun siswa disability untuk melakukan adaptasi atau subsitusi untuk mata pelajaran menggambar tersebut.
b)  Model kurikulum regular dengan modifikasi
Keunggulan:Peserta didik berkebutuhan khusus dapat diberi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya.
Kelemahannya:Tidak semua guru di sekolah regular paham tentang ABK. Untuk itu perlu adanya sosialisasi mengenai ABK dan kebutuhannya.
c)  Model kurikulum PPI
Keunggulan:Peserta didik mendapatkan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan.
Kelemahan:Guru kesulitan dalam menyusun IEP dan sangat membutuhkan waktu yang banyak.[4]