MAKALAH
SUMBER-SUMBER
AJARAN ISLAM
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Studi Islam
Dosen Pengampu: Putri Alfia Halida, Lc., M. Th.I.
Disusun Oleh:
ARYADI
NASRULLAH
YULI RAHMATUL ANIFAH
PROGRAM STUDI
AKUNTANSI SYARI’AH
JURUSAN EKONOMI
DAN BISNIS ISLAM
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
2016
KATA
PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Ilahi Rabbi, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
mata kuliah Pengantar Studi Islam dengan judul “SUMBER-SUMBER AJARAN ISLAM”.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi pembaca dan pendengar.
Pamekasan, 28
Maret 2016
Penyusun
DAFTAR
ISI
HALAMAN SAMPUL............................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1
A.
Latar
Belakang ...................................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah ................................................................................. 2
C.
Tujuan
................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................ 3
A.
Al-Qur’an
.............................................................................................. 3
1.
Pengertian
Al-Qur’an....................................................................... 3
2.
Cara
Al-Qur’an Diwahyukan........................................................... 4
3.
Al-Qur’an
Sebagai Mukjizat............................................................ 5
4.
Isi
dan pesan-pesan Al-Qur’an......................................................... 7
5.
Fungsi
Al-Qur’an............................................................................. 8
6.
Bukti-bukti
Otentisitas Al-Qur’an................................................... 10
B.
Hadis...................................................................................................... 12
1.
Pengertian
Hadis ............................................................................. 13
2.
Kedudukan
Hadis Sebagai Sumber Ajaran Islam............................ 13
3.
Kehujjahan
Hadis ............................................................................ 16
4.
Fungsi
Hadis terhadap Al-Qur’an.................................................... 17
BAB III PENUTUP.................................................................................... 19
A.
Kesimpulan............................................................................................ 19
B.
Saran...................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 21
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sumber ajaran Islam pada intinya tidak terlepas dari wahyu Allah
SWT. yang dituangkan dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an diturunkan dalam waktu 22 tahun
2 bulan 22 hari, yaitu mulai malam ke-17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran Nabi
sampai 9 Dzulhijjah haji Wada’ tahun 63 dari kelahiran Nabi atau tahun 10
Hijriyah. Al-Qur’an diturunkan dalam dua fase, yaitu 13 tahun pada fase sebelum
hijrah ke Madinah (Makkiyah), dan 10 tahun pada fase sesudah hijrah ke Madinah
( Madaniyah). Isi Al-Qur’an terdiri atas 114 surat, 6.236 ayat, 74.437 kalimat
dan 325.345 huruf. Proporsi masing-masing fase tersebut adalah 19/30(86 surat)
untuk ayat-ayat Makkiyah, dan 11/30(28 surat) untuk ayat-ayat Madaniyah.
Al-Qur’an diturunkan dengan menggunakan bahasa Arab, bukan berarti Al-Qur’an
hanya diperuntukkan untuk bangsa Arab, melainkan diperuntukkan untuk seluruh
umat manusia, tanpa mengenal ras atau suku, keturunan, warna kulit, bangsa dan
bahasa. [1]
Oleh karena itu, tidak
seluruh ayat Al-Qur’an bersifat rinci dan jelas. Banyak ayat Al-Qur’an yang
bersifat global (mujmal), yang memerlukan penjelasan dan penafsiran yang
bersifat kontekstual. Nabi Muhammad SAW.disamping bertugas untuk menyampaikan
wahyu (Al-Qur’an) kepada seluruh umat manusia, sekaligus untuk memberi
penjelasan tentang berbagai ayat yang belum jelas atau masih bersifat mujmal.
Penjelasan Nabi Muhammad SAW.terhadap
ayat-ayat Al-Qur’an inilah yang kemudian disebut hadis dan menjadi
sumber pemikiran Islam. [2]
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
saja sumber-sumber ajaran islam ?
2.
Bagaimana
Al-Qur’an sebagai sumber hukum islam yang pertama ?
3.
Bagaimana
hadis sebagai sumber hukum islam yang kedua?
C.
Tujuan
Masalah
1.
Mengetahui
umber-sumber ajaran islam.
2.
Menjelaskan
bagaimana Al-Qur’an sebagai sumber hukum islam yang pertama.
3.
Menjelaskan
bagaimana hadis sebagai sumber hukum islam yang kedua.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Al-Qur’an
1.
Pengertian
Al-Qur'an
Menurut Manna
Khalil Al-Qaththan secara etimologis, berasal dari kata “qara’a, yaqra’u,
qira atan, atau qur anan” yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan
menghimpun (adh-dhommu) hururf serta kata-kata dari satu bagian ke
bagian lain secara teratur. Dikatakan Al-Qur’an karena ia berisikan intisari
semua kitabullah dan intisari dari ilmu pengetahuan.[3]
Di kalangan
para ulama terdapat perbedan di sekitar pengertian Al-Qur’an, baik dari segi
bahasa maupun istilah.
a.
Asy-Syafi’i
(150-204 H) mengatakan bahwa Al-Qur’an bukan berasal dari akar kata apapun, dan
pula ditulis dengan memakai hamzah. lafazh tersebut sudah lazim digunakan dalam pegertian
kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW., sebagaimana kitab injil
dan taurat dipakai khusus untuk kitab-kitab Tuhan yang diberikan kepada Nabi
Isa dan Musa.
b.
Subhi
As-Shalih menyamakan kata Al-Qur’an dengan al-qira’ah sebagaimana disebutkan
dalam Q.S. Al-Qiyamah ayat 17-18.[4]
Pengertian
kebahasaan yang berkaitan dengan Al-Qur’an tersebut sungguhpun berbeda, masih
dapat ditampung oleh sifat dan karakteristik Al-Qur’an itu sendiri, yang ayat-ayatnya
saling berkaitan satu dan lainnya.
Adapun
pengertian dari segi istilah adalah sebagai berikut :
a.
Manna
Al-Qaththan menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW., dan bernilai ibadah bagi yang membacanya.
b.
Az-Zarqani
menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah lafazh yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW., mulai awal surat Al-Fatihah, sampai akhir surat An-Nas.
c.
Abdul
Wahab Khallaf memberikan pengertian Al-Qur’an secara lebih lengkap. Menurutnya,
Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.,
melalui malikat Jibril dengan menggunakan lafazh bahasa Arab, isinya dijamin
kebenarannya dan sebagai hujjah kerasulannya, undang-undang bagi seluruh umat
manusia, memberi petunjuk kepada mereka dan menjadi saran untuk melakukan
pendekatan diri dan ibadah kepada Allah dengan membacanya. Ia terhimpun dalam
mushaf, dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas,
disampaikan kepada kita secara mutawatir dari generasi ke generasi, baik secara
lisan maupun tulisan serta terjaga dari perubahan dan pergantian.[5]
Dari beberapa
definisi tersebut di atas, kita dapat mengetahui bahwa Al-Qur’an adalah kitab suci yang isinya mengandung
firman Allah SWT, turunnya secara bertahap melalui malaikat Jibril, pembawanya
Nabi Muhammad SAW., susunannya dimulai dari surat Al-Fatihahdan diakhiri dengan
surat An-Nas, bagi yang membacanya bernilai ibadah, fungsinya antara lain
menjadi hujjah atau bukti yang kuat atas kerasulan Nabi Muhammad SAW.,
keberadaannya hingga kini masih tetap terpelihara dengan baik, dan
pemasyarakatannya dilakukan secara berantai dari satu generasi ke generasi lain
dengan tulisan maupun lisan. [6]
Dengan definisi
ini, kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nabi selain Nabi Muhammad SAW.,
tidak dinamakan Al-Qur’an seperti Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa
As.,atau Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa As.,demikian pula kalam Allah
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad yang berupa hadis Qudsi yang membacanya
tidak bernilai ibadah, tidak pula dinamakan Al-Qur’an.
2.
Cara-cara
Al-Qur’an Diwahyukan
Nabi Muhammad SAW. dalam hal menerima wahyu mengalami
bermacam-macam cara dan keadaan, diantaranya :
a.
Malaikat
memasukkan wahyu itu ke dalam hatinya. Dalam hal ini Nabi Muhammad SAW., tidak melihat
sesuatu apapun, hanya beliau merasa bahwa itu sudah berada saja dalam kalbunya.
Mengenai hal ini Nabi mengatakan: “ Ruhul Qudus mewhyukan ke dalam kalbuku”.
(Q.S. Asy Syuraa : 51).
b.
Malaikat
menampakkan dirinya kepada Nabi berupa seorang laki-laki yang mengucapkan
kata-kata kepadanya sehingga beliau mengetahui dan hafal benar akan kata-kata
itu.
c.
Wahyu
datang kepadanya seperti gemerincingnya lonceng. Cara inilah yang amat berat
dirasakan oleh Nabi. Kadang-kadang pada keningnya berpancaran keringat, meskipun
turunnya wahyu itu di musim dingin yang sangat. Kadang-kadang unta Beliau
terpaksa berhenti dan duduk karena merasa amat berat, bila wahyu itu turun
ketika beliau sedang mengendarai unta. Diriwayatkan oleh Zaid bin Tsabit: “ Aku
adalah penulis wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah. Aku lihat Rasulullah
ketika turunnya wahyu itu seakan-akan diserang oleh demam yang keras dan
keringatnya bercucuran seperti permata. Kemudian setelah selesai turunnya
wahyu, barulah beliau kembali seperti biasa”.
d.
Malaikat
menampakkan dirinya kepada Nabi, tidak seperti keadaan nomer dua, tetapi
benar-benar seperti rupanya yang asli. Hal ini tersebut dalam Al-Qur’an surat
An-Najm ayat 13 dan 14.[7]
3.
Al-Qur’an
sebagai Mukjizat
Nabi Musa
berhadapan dengan kaum yang terkenal pandai dalam ilmu sihir. Maka mukjizat
Nabi Musa berupa kepandaian yang dapat mengalahkan sihir pada waktu itu, yakni
di antaranya tongkay dapat menjadi ular yang dapat menelan segala ular yang
terjadi karena sihir. [8]
Nabi Isa
berhadapan dengan kaum yang terkenal pandai dalam ilmu ketabiban. Maka mukjizat
beliau dapat menyembuhkan penyakit-penyakit yang biasanya tidak dapat
disembuhkan, bahkan dapat menghidupkan orang yang sudah mati.
Semuanya
bukanlah hal yang mustahil. Karena semua itu terjadi karena kodrat dan iradat
Allah SWT. yang mengatasi segala kekuatan manusia, guna membuktikan bahwa yang
membawa mukjizat itu, bukan dari kehendak dan kekuatan sendiri, tetapi
semata-mata dari Allah SWT.
Ahli sihir pada
jaman Nabi Musa, dan ahli tabib pada jaman Nabi Isa yang melihat kejadian itu
mengaku dan percaya bahwa itu bukan kekuatan manusia. Ahli sihir kaum Nabi
Musalah yang berhak untuk mengatakan sedemikian itu, sedang yang bukan ahli
sihir telah merasa cukup sebagai bukti kebenaran Nabi Musa itu, dengan
kekalahan ahli sihir tadi. Demikian juga ketabiban pada zaman Nabi Isa,
orang-orang yang bukan ahli ketabiban telah cukup baginya untuk mempercayai
kebenaran Nabi Isa itu dengan kekalahan ahli tabib tadi. Adapun Nabi Muhammad,
sejak mulai diutus oleh Allah berhadapan engan kaum yang bermegah-megah dalam
kesusateraan dan kepujanggaan.
Untuk
menghadapi mereka itu, Al-Qur’an-lah mukjizatnya. Para ahli kesusateraan Arab
waktu itu akhirnya sangat kagum akan Al-Qur’an , lebih-lebih setelah mendapat
tantangan sendiri dari Al-Qur’an yang berbunyi:
وإن كنتم في ريب مما نز لنا على عبد نا فآ توا بسو رة من مثله واد عوا
شهداء كم من دون الله ان كنتم صادقين
Artinya: “Apabila
kamu sekalian ragu akan apa-apa yang Kami wahyukan kepada hambaKu (Muhammad),
buatlah satu surat (saja) yang sebanding Al-Qur’an itu, dan ajaklah
penolong-penolong kamu selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar.”
(Al-Baqarah 23).
Untuk orang
yang bukan ahli kesusateraan Arab, tentu telah cukup baginya sebagai alasan,
kekalahan orang-oranng yang ahli itu sendiri. Al-Qur’an telah tersiar ke
seluruh penjuru alam, entah berapa ribu atau juta kali dicetak. Namun demikian
apabila ada satu hurfpun kesalahan atau perubahan dalam mencetak, bangkitlah
umatnya untuk mengembalikan kepada aslinya. Tetap terpelihara dan dihafal dalam
hati berjuta-juta orang, dan beribu-ribu juta naskah.
Semua itu
adalah bukti yang nyata bahwa Al-Qur’an bukanlah karangan Nabi Muhammad, melainkan
wahyu dari Allah SWT. yang diturunkan kepada beliau. Sejak dari zaman Nabi Muhammad sampai sekarang
bahkan sampai masa yang akan datang, tidak ada seorangpun yang cakap menyusun
kitab yang menyamai Al-Qur’an. Dalam
masa hanya dua puluh tiga tahun Nabi Muhammad dengan Al-Qur’annya dapan
mengadakan perubahan besar pada kaumnya.
Seorang yang
melarat, tidak bersenjata, tidak berharta dapat merubah masyarakat yang biadab
menjadi suatu masyarakat yang berbudi tinggi,dari menyembah berhala menjadi
menyembah Tuhan, dari memperekutukan Tuhan menjadi meng-Esakan Tuhan, dari umat
yang bermusuh-musuhan, menjadi umat yang berkasih-kasihan. Belum pernah terjadi
perubahan sebesr itu yang diadakan 0leh seseorang dalam waktu yang sesingkat
itu.
Dengan keterang
tersebut, nyatalah dan yakinlah bahwa Al-Qur’an adalah mukjizat Nabi Muhammad
yang terbesar dan kekal, dan lagi nyatalah pula bahwa Nabi Muhammad itu utusan
Allah SWT. dan percayalah kita akan segala apa yang diterangkan oleh Al-Qur’an.[9]
4.
Isi
dan Pesan-pesan Al-Qur’an
1.
Prinsip-prinsip
keimanan kepada Allah, malaikat, kitab, rasul, hari akhir, qadha, dan qadhar
dan sebagainya.
2.
Prinsip-prinsip
syariat, tentang ibadah khas (sholat, zakat, puasa, haji) dan ibadah yang umum
(perekonomian, pernikahan, hukum, dan sebagainya).
3.
Masalah
janji dan ancaman.
4.
Jalan
menuju kebahagiaan dunia akhirat, berupa ketentuan dan aturan-aturan yang harus
dipenuhi untuk mencapai keridhaan Allah.
5.
Riwayat
dan cerita, yaitu sejarah orang-orang terdahulu, baik bangsa, tokoh maupun nabi
dan rasul Allah.
6.
Ilmu
pengetahuan mengenai ilmu ketuhanan dan agama, hal-hal yang menyangkut manusia,
masyarakat, dan yang berhubungan dengan alam.[10]
Selanjutnya
Abdul Wahab Khalaf memperinci pokok-pokok kandungan (pesanpesan) Al-Qur’an ke dalam 3 kategori, yaitu:
a.
Masalah
kepercayaan (i’tiqadiyah), yang berhubungan dengan rukun iman (iman kepada
Allah, malaikat, kitabullah, rasul-rasul, hari kebangkitan, dan takdir).
b.
Masalah
etika (khuluqiyah), berkaitan dengan hal-hal yang dijadikan perhiasan bagi
seseorang untuk berbuat keutamaan dan meninggalkan kehinaan.
c.
Masalah
perbuatan dan ucapan (amaliyah), yang terbagi ke dalam dua macam, yaitu:
1)
Masalah
ibadah, yang berkaitan dengan rukun islam, nadzar, sumpah, dan ibadah-ibadah
lain yang mengatur hubungan antara manusia dan Allah SWT.
2)
Masalah
muamalah, seperti akad, pembelanjaan, hukuman, jinayat, dan sebagainya yang
mengatur hubungan manusia dengan manusia lain, baik perseorangan maupun
kelompok. Masalah muamalah ini berkembang menjadi tujuh bagian, yaitu:
a)
Masalah
individu.
b)
Masalah
perdata.
c)
Masalah
pidana.
d)
Masalah
perundang-umdangan.
e)
Masalah
hukum acara.
f)
Masalah
ketatanegaraan.
g)
Masalah
ekonomi dan keuangan.[11]
5.
Fungsi
Al-Qur’an.
Al-Qur’an sebagai kitab Allah yang terakhir diturunkan laksana mata
air yang tidak pernah kering. Semakin digali, semakin memancarkan airnya. Pra
sahabat, tabiin, tabi’ tabiin dan para salafussalih kita, laksana orang yang
meminum air lautan. Semakin mereka banyak membaca dan mengamalkan Al-Qur’an,
semakin mereka merasa dahaga. [12]
Al-Qur’an memiliki sekian banyak fungsi, baik bagi Nabi Muhammad
SAW. maupun bagi kehidupan manusia secara keseluruhan. Diantara fungsi
Al-Qur’an adalah :
a.
Bukti
kerasulan Muhammad SAW. dan kebenaran ajarannya.
b.
Petunjuk
(al-huda). Dalam Al-Qur’an terdapat tiga kategori tentang posisi Al-Qur’an
sebagai petunjuk. Pertama, petunjuk bagi manusia secara umum. Allah berfirman,
شهر ر مضا ن ا لذ ى أ نزل فيه ا لقر أ ن هد ى للنا س وبينت من الهدى
والفر قا ن ... (البقرة ؛185)
Artinya: "Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an
sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu
... (Q.S. Al-Baqarah [2] : 185)
Kedua, Al-Qur’an adalah petunjuk nagi orang- orang yang
bertakwa. Allah berfirman,
ذلك الكتب لا
ريب فيه هد ى للمتقين (البقرة :2)
Artinya: "Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya ; petunjuk bagi
mereka yang bertakwa. (Al-Baqarah [2] :2)
Ketiga, petunjuk bagi orang-orang beriman. Allah berfirman,
....قل هو للذ ين أ
منواهدى و شفاء... (فصلت :44)
Artinya: " ... katakanlah, “Al-Qur’an adalah petunjuk dan penyembuh bagi
orang-orang yang beriman ..... (Q.S. Fushshilat [41] : 44)
c.
Al-Furqan
(pemisah). Karena Al-Qur’an berfungsi sebagai petunjuk, ia menjadi penjelas
dari petunjuk-ptunjuk tersebut sekaligus berfungsi sebagai Al-Furqan : pembeda
dan bahkan pemisah antara yang hak dan yang bathil, atau antara yang benar dan
yang salah.
d.
Asy-Syifa
(obat). Al-Qur’an juga kaya dengan syifa’ )penawar).
Penyakit yang ada di dalam dada, seperti dengki, iri hati, sombong, cinta
dunia, dan sebagainya tidak memiliki tempat dalam dada para ahli Al-Qur’an.
e.
Al-Mauizhah
(nasihat). Dalam Al-Qur’an dikatakan bahwa ia berfungsi sebagai nasihat bagi
orang-orang yang bertakwa. Allah berfirman dalam surat Ali Imran ayat 138 yang
artinya “inilah (Al-Qur’an) suatu keterangan yang jelas untuk semua manusia,
dan menjadi petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.”[13]
Lebih dari itu fungsi Al-Qur’an adalah sebagai hujjah umat manusia
yang merupakan sumber nilai objektif, universal dan abadi karena ia diturunkan
dari Dzat yang maha tinggi. Demikian juga Al-Qur,an berfungsi sebagai hakim
yang memberikan keputusan terakhir mengenai perselisihan di kalangan para
pemimpin dan lain-lain. sekaligus sebagai korektor yang mengoreksi ide,
kepercayaan, undang-undang yang salah di kalangan umat beragama. [14]
6.
Bukti-bukti
Otentisitas Al-Qur’an
Al-Qur’an memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat.
Salah satu di antaranya adalah bahwa ia merupaan kitab yag keontetikannya
dijamin oleh Allah, dan ia adalah kitab yang selalu dipelihara. [15]
Untuk menunjukkan bukti-bukti otentisitas Al-Qur’an dapat digunakan
berbagai pendekatan, yaitu dengan melihat aspek kesejarahannya dan melihat
ciri-ciri dan sifat dari Al-Qur’an itu sendiri.
a.
Otentisitas
Al-Qur’an dilihat dari aspek kesejarahan
Menurut Quraish Shihab, ada beberapa faktor yang mendukung
pembuktian otentisitas Al-Qur’an dilihat dari aspek kesejarahannya, yaitu
bahwa:
1)
Masyarakat
Arab, yang hidup pada masa turunnya Al-Qur’an, adalah masyarakat yang tidak
mengenal baca tulis. Karena itu, satu-satunya andalan mereka adalah hafalan.
Dalam hal hafalan, orang Arab bahkan sampai kini dikenal sangat kuat.
2)
Masyarakat
Arab khususnya pada masa turunnya Al-Qur’an dikenal sebagai masyarakat
sederhana dan bersahaja. Kesederhanaan ini menjadikan mereka memiliki waktu
luang yang cukup, di samping menambah ketajaman pikiran dan hafalan.
3)
Al-Qur’an
mencapai tingkat tertinggi dari segi keindahan bahasanya dan sangat
mengagumkan, bukan saja bagi orang-orang mukmin, tetapi juga orang kafir.
Berbagai riwayat menyatakan bahwa tokoh-tokoh kaum musyrik sering secara
bersembunyi-sembunyi mendengarkan ayat-ayat Al-Qur’an yang dibaca oleh kaum
muslimin. Kaum muslimin, di samping mengagumi keindahan bahasa AL-Qur’an, juga
mengagumi kandungannya, serta meyakini bahwa ayat-ayat Al-Qur’an adalah
petunjuk kebahagiaan dunia dan akhirat.
4)
Al-Qur’an,
demikian pula Rasulullah SAW, menganjurkan kepada kaum muslim untuk
memperbanyak membaca dan mempelajari al-Qur’an dan anjuran tersebut mendapat
sambutan yang hangat.[16]
b.
Otentisitas
Al-Qur’an dilihat dari aspek keunikan redaksi Al-Qur’an dan kemukjizatan
Al-Qur’an
1)
Keunikan
redaksi Al-Qur’an
Sistematika redaksi Al-Qur’an telah ditata Allah sedemikian rupa
sehingga ditemukan adanya munasabah (keserasian yang ditemukan dalam ayat-ayat
dan surah-surah Al-Qur’an), yaitu keserasian antara satu kalimat dan kalimat
lain dalam satu ayat, antara satu ayat dan ayat lain dalam banyak ayat, antara
fashilah dengan kandungan surat, antara satu surah dan surah lainnya, antara
mukaddimah satu surat dan akhir surah, antara akhir satu surah dan awal surah
berikutnya, dan atau antar nama surah dan kandungan surah.[17]
2)
Kemukjizatan
Al-Qur’an
Segi-segi kemukjizatan Al-Qur’an setidak-tidaknya dapat dilihat
dari tiga aspek, yaitu:
a.
Aspek
keindahan dan ketelitian redaksi-redaksinya yakni aspek susunan redaksinya yang
mencapai puncak tertinggi dari sastra bahasa Arab.
b.
Isyarat-isyarat
ilmiahnya, yakni aspek ilmu pengetahuan dari berbagai disiplin yang
diisyaratkannya.
c.
Aspek
pemberitaan-pemberitaan ghaibnya, termasuk di dalamnya ramalan-ramalan yang
diungkapkan sebagian telah terbukti kebenarannya. [18]
B.
Hadis
Kedudukan
as-Sunnah sebagai sumber ajaran islam, selain didasarkan pada keterangan ayat
Al-Qur’an dan hadis, juga didasarkan pada pendapat kesepakatan para sahabat.
Seluruh sahabat sepakat untuk menetapkan wajib mengikuti hadis, baik pada masa
Rasulullah masih hidup maupun setelah beliau wafat. [19]
Sebagai
sumber ajaran islam yang kedua setelah Al-Qur’an, hadis memiliki fungsi yang
pada intinya sejalan dengan Al-Qur’an. Keberadaan hadis tidak dapat dilepaskan
dari adanya sebagian ayat Al-Qur’an yang bersifat:
1.
Global
yang memerlukan perincian.
2.
Umum
(menyeluruh) yang meghendaki pengecualian.
3.
Mutlak
(tanpa batas) yang menghendaki pembatasan.
4.
Ada
pula isyarat Al-Qur’an yang mengandung makna lebih dari satu (musytarak) yang
menghendaki penetapan makna yang akan dipakai dari dua makna tersebut. Bahkan,
terdapat sesuatu yang secara khusus tidak dijumpai keterangannya dalam
Al-Qur’an yang selanjutnya diserahkan kepada Nabi SAW. Selain itu, adapula yang
sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an, tetapi hadis memberikan keterangan sehingga
masalah tersebut menjadi jelas.
1.
Pengertian
Hadis
Hadis atau al-Hadits menurut bahasa al-jadid yang artinya sesuatu
yang baru lawan dari al-qadim ( lama) artinya yang berarti menunjukkan kepada
waktu yang dekat atau waktu yang singkat seperti haditsul ‘ahdi fil islam
(orang yang baru masuk/memeluk gama islam). Hadis juga sering disebut dengan al-khobar,
yang berarti berita, yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari
seseorang kepada orang lain, sama maknanya dengan hadis. [20]
Menurut para Muhaddisin, hadis menurut istilah adalah segala
sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW. baik ucapan, perbuatan maupun ketetapan
yang berhubungan dengan hukum atau ketentuan-ketentuan Allah yang disyariatkan
kepada manusia. [21]
2.
Kedudukan
Hadis Sebagai Sumber Hukum Islam
Seluruh umat islam telah sepakat bahwa hadis Rasul merupakan sumber
dan dasar hukum islam setelah Al-Qur’andan umat islam diwajibkan mengikuti
hadis sebagaimana diwajibkan mengikuti Al-Qur’an. Ajaran-ajaran islam yang
tidak ditegaskan ketentuan hukumnya, tidak dirinci menurut petunjuk dalil yang
masih utuh, tidak diterangkan cara pengamalanna dan atau dikhususkan menurut
petunjuk ayat yang masih mutlak dalam Al-Qur’an, hendaknya dicarikan
penyelesaiaannya dalam Hadis.
Al-Qur’an dan hadis merupakan dua sumber hukum syariat islam yang
tetap, yang orang islam tidak mungkin memahami syariat islam secara mendalam
dan lengkap dengan tanpa kembali kepada kedua sumber islam tersebut. Seorang
mujtahid dan seorang alimpun tidak diperbolehkan hanya mencukupkan diri dengan
salah satu dari keduanya.[22]
Banyak ayat Al-Qur’an dan hadis yang memberikan pengertian bahwa
hadis itu merupakan sumber hukum islam selain Al-Qur’an yang wajib diikuti,
baik dalam bentuk perintah maupun larangannya.
Adapun kedudukan hadis sebagai sumber hukum islam sebagai sumber
hukum islam, dengan melihat beberapa dalil, baik naqli maupun aqli.
a.
Dalil
Al-Qur’an
Banyak
ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang kewajiban mempercayai dan menerima
segala yang disampaikan oleh Rasul kepada umatnya untuk dijadikan pedoman hidup
di antara ayat-ayat yang dimaksud. [23]
Dalam
Q.S Ali Imran ayat 179, Allah memisahkan antara orang-orang mukmin dengan
orang-orang yang munafik, dan akan memperbaiki keadaan orang-orang mukmin dan
memperkuat iman mereka. Oleh karena itulah, orang mukmin dituntut agar tetap
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan pada Q,S.Al-Nisa, Allah menyeru
kaum muslimin agar mereka tetap beriman kepada Allah, Rasul-Nya, Al-Qur’an, dan
kitab yang diturunkan sebelumnya. Kemudian pada akhir ayat, Allah mengancam
orang-orang yang mengingkari seruan-Nya. [24]
Selain
Allah memerintahkan umat islam agar percaya kepada Rasul SAW. juga meyerukan
agar menaati segala bentuk perundang-undangan dan peraturan yang dibawanya,
baik berupa perintah maupun larangan. Tuntutan taat dan patuh kepada Rasul SAW
ini sama halnya tuntutan taat dan patuh kepada Allah SWT.
Dari
beberapa pejelasan ayat di atas tergambar bahwa setiap ada perintah taat kepada
Allah dalam Al-Qur’an selalu diiringi dengan perintah taat kepada Rasul-Nya.
Demikian pula mengenai peringatan(ancaman) karena durhaka kepada Allah, sering
disejajarakan dengan ancaman karena durhaka kepada Rasul SAW.
Bentuk-bentuk
ayat seperti ini menunjukkan betapa pentingnya kedudukan penetapan kewajiban
taat terhadap semua yang disampaikan oleh Rasul SAW. cara-cara penyajian Allah
seperti ini hanya diketahui oleh orang yang menguasai bahasa Arab dan memahami
ungkapan-ungkapan serta pemikiran-pemikiran yang terkandung di dalamnya, yang
akan memberi masukan dalam memahami maksud ayat tersebut.
b.
Dalil
al-Hadis
Dalam salah satu pesan Rasulullah berkenaan dengan keharusan
menjadikan hadis sebagai pedoman hidup, di samping Al-Qur’an sebagai pedoman
utamanya. Beliau bersabda:
تركت فيكم أمرين
لن تضلوا ما تمسكتم بهما كتاب الله وسنة نبيه (رواه ما لك)
Artinya: "Aku tinggalkan dua pusaka untukmu
sekalian, yang kalian tidak akan tersesat selagi kamu berpegang teguh pada keduanya,
yaitu berupa kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya. (HR. Malik).[25]
Dalam hadis
lain Rasul bersabda:
...فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين تمسكوا بها وعضوا
عليها ...(رواه ابو داود وابن ماجه)
Artinya: "Wajib bagi sekalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah
khulafaur Rasyidin (khalifah yang mendapat petunjuk), berpegang teguhlah kamu
sekalian dengannya. (HR. Abu Daud dan Ibn Majah)[26]
Hadis-hadis
tersebut di atas, menunjukkan kepada kita bahwa berpegang teguh kepada hadis /
menjadikan hadis sebagai pegangan dan pedoman hidup itu adalah wajib,
sebagaimana wajibnya berpegang teguh kepada Al-Qur’an.
3.
Kehujjahan
As-Sunnah / Hadis
Nabi Muhammad SAW. adalah seorang Rasul yang ma’shum
(terjaga dari segala perbuatan hina, dosa, dan maksiat), sehingga sunnah-sunnah
beliau selalu dipelihara oleh Allah dari segala apa yang menurunkan citranya
sebagai seorang Rasul. Dalam Q.S. An-Najm: 3-4 dinyatakan:
وما ينطق عن
الهوى .ان هو الا وحي يو حى. (النجم :3-4)
Artinya: "Dan tidaklah yang diucapkannya itu (Al-Qur’an) menurut
keinginannya. Tidak lain (Al-Qur’an itu) adalah wahyu yang diwahyukan
(kepadanya). (Q.S. An-Najm [53]:3-4)[27]
Sebagian ulama menyatakan bahwa ayat tersebut turun berkaitan
dengan Al-Qur’an, bukan As-Sunnah. Ketika orang-orang kafir mengingkari
terhadap Al-Qur’an ebagai wahyu dan dianggap sebagai buatan Muhammad SAW. Allah
menurunkan ayat-ayat tersebut sebagai tambahan terhadap pengingkaran mereka
akan kewahyuan Al-Qur’an. Atas dasar itu, ayat-ayat tersebut tidak bisa
dijadikan sebagai landasan bahwa As-Sunnh termasuk wahyu Ilahi.[28]
Namun demikian, alan ulama tersebut dibantah oleh ulama yang
lainnya, yaitu bahwa walaupun ayat itu diturunkan untuk membela Al-Qur’an,
dalam mafhum-nya As-Sunnah termasuk di dalamnya.
Sebagian ulama mendudukkan Nabi SAW. ke dalam dua posisi: Pertama, posisinya sebagai manusia biasa atau al-basyar (Q.S.
Al-Kahfi: 110; Fushshilat: 6), sehingga beliau diperbolehkan melakukan ijtihad
walau tanpa berkonsultasi dengan firman Allah melalui wahyu-Nya. Kedua, posisinya sebagai Rasulullah
SAW. sehingga apa pun yang diucapkan, diperbuat, dan ditetapkan, merupakan
bagian integral dari wahyu Allah.
Menetapkan dan memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh
l-Qur’an. Dalam hal ini, kedua-duanya bersama-sama menjadi sumber hukum.
4.
Fungsi
Hadis Terhadap Al-Qur’an
Al-Qur’an dan
hadis sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran dalam islam, antara satu
dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan satu kesatuan.
Al-Qur’an sebagai sumber pertama dan utama banyak memuat ajaran-ajaran yang
bersifat umum dan global. Oleh karena itu kehaditan hadis, sebagai sumber
ajaran kedua tampil umtuk menjelaskan (bayan) keumuman isi Al-Qur’an
tersebut. Agar lebih jelas, maka di bawah ini akan diuraikan satu persatu.
a.
Bayan
At-Taqrir
Bayan Taqrir
ialah menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan di dalam Al-Qur’an.
Fungsi hadis dalam hal ini hanya memperkokoh isi kandungan Al-Qur’an. Suatu
contoh hadis yang diriwayatkan Muslim dari Ibnu Umar :
فا ذا ر أيتم
الهلا ل فصوموا واذا ر أيتمو ه فأ فطروا (رواه مسلم)
Artinya: "Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, maka berpuasalah, juga
apabila mehilat (ru’yah) itu maka berbukalah. (HR, Muslim).
Hadis ini datang men-taqrir ayat Al-Qur’an di bawah ini:
فمن شهد منكم الشهر فليصمه (البقرة:185)
Artinya: "Maka barangsiapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan,
hendaklah ia berpuasa. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 185).[29]
b.
Bayan
al-Tafsir
Bayan
tafsir adalah bahwa
kehadiran hadis berfungsi untuk memberikan rincian dan tafsiran terhadap
ayat-ayat Al-Qur’an yang masih bersifat global(mujmal), memberikan
persyaratan/batasan (taqyid) ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat mutlak,
dan mengkhususkan (takhsish) terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang masih
bersifat umum. Di antara contoh tentang ayat Al-Qur’an yang masih mujmal adalah
perintah mengerjakan sholat, puasa, zakat, disyariatkannya jual beli, nikah,
qishas, hudud dan sebagainya. Ayat-ayat Al-Qur’an tentang masalah ini bersifat
mujmal, baik mengenai cara mengerjakan, sebab-sebabnya, syarat-syarat, atau
halangan-halangannya. Oleh karena itu, Rasulullah melalui hadis-hadisnya
menafsirkan dan menjelaskan masalah-masalah tersebut. [30]
c.
Bayan
at-Tasyri’
Bayan Tasyri’ adalah
mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam Al-Qur’an,
atau dalam Al-Qur’an hanya terdapat pokok-pokoknya saja. Hadis Rasul yang
termasuk ke dalam kelompok ini, diantaranya hadis tentang penetapan haramnya
mengumpulkan dua wanita bersaudara (antara istri dengan bibinya), hukum syuf’ah,
hukum merajam pezina wanita yang masih perawan, dan hukum tentang hak waris
bagi seorang anak. [31]
d.
Bayan
al-Nasakh
Ketentuan yang datang kemudian tersebut menghapus ketentuan yang
datang terdahulu, karena yang terakhir dipandang lebih luas dan lebih cocok
dengan nuansanya. Ketidakberlakuan suatu hukum (naskh wa al-mansukh)
harus memenuhi syarat-syaratnya yang ditentukan, terutama syarat/ ketentuan
adanya naskh dan mansukh. Pada akhirnya, hadis sebagai ketentuan
yang datang kemudian daripada Al-qur’an dapat menghapus ketentuan dan isi
kandungan Al-Qur’an. Kelompok yang membolehkan adanya nasakh jenis ini adalah
golongan Mu’tazilah, Hanafiyah, dan Mazhab Ibn Hazm Al-Dhahiri.sementara yang
menolak naskh jeis ini adalah Imam Syafi’i dan sebagian besar pengikutny,
meskipun naskh tersebut dengan hadis yang mutawatir. Kelompok lain yang menolak
adalah sebagian besar pengikut madzhab Zhahiriyah dan kelompok Khawarij.[32]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Sumber
ajaran islam pada intinya tidak terlepas dari wahyu Allah SWT. yang dituangkan
dalam Al-Qur’an. Tidak semua ayat Al-Qur’an bersifat rinci dan jelas. Banyak
ayat Al-Qur’an bersifat global (mujmal) yang memerlukan penjelasa, penafsiran
yang bersifat kontekstual. Dan hadis yang disabdakan Rasulullah adalah
jawabannya.
2.
Al-Qur’an
adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui malaikat
Jibril dengan menggunakan lafazh bahasa Arab, isinya dijamin kebenarannya dan
sebagai hujjah kerasulannya, undang-undang bagi seluruh umat manusia, memberi
petunjuk kepada mereka dan menjadi saran untuk melakukan pendekatan diri dan
ibadah kepada Allah dengan membacanya.
3.
Cara-cara
Al-Qur’an diwahyukan
a.
Malaikat
memasukkan wahyu itu ke dalam hatinya.
b.
Malaikat
menampakkan dirinya berupa seorang laki-laki yang mengucapkan kata-kata
kepadanya sehingga beliau mengetahui dan hafal benar akan kata-kata itu.
c.
Wahyu
datang kepadanya seperti gemerincingnya lonceng.
d.
Malaikat
menampakkan dirinya berupa rupa aslinya.
4.
Al-Qur’an
adalah mukjizat terbesar Nabi Muhammad SAW.
5.
Isi
dan pesan-pesan Al-Qur’an
·
Prinsip-prinsip
keimanan
·
Prinsip-prinsip
syariat
·
Masalah
janji dan ancaman
·
Jalan
menuju kebahagiaan dunia dan akhirat
·
Riwayat
dan cerita
·
Ilmu
pengetahuan
6.
Fungsi
Al-Qur’an
·
Bukti
kerasulan Muhammad dan kebenaran ajarannya.
·
Petunjuk.
·
Pemisah(al-Furqan).
·
As-Syifa(obat).
·
Al-Mauizah
(nasihat).
7.
Bukti-bukti
otentisitas Al-Qur’an
·
Dilihat
dari aspek kesejarahan
·
Dilihat
dari keunikan redaksi dan kemukjizatan Al-Qur’an
8.
Dilihat
dari semua pemaparan diatas sudah jelas bahwa Al-Qur’an adalah sumber ajaran
islam yang pertama dan sudah tidak bisa diragukan lagi ajarannya,
9.
Hadis
adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW. baik ucapan, perbuatan
maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum atau ketentuan-ketentuan Allah
yang disyariatkan kepada manusia.
10.
Hadis
merupakan sumber hukum islam yang kedua, dapat dilihat dari dalil Al-Qur’an dan
dalil hadis.
11.
Fungsi
hadis terhadap Al-Qur’an
·
Bayan
at-Taqrir
·
Bayan
at-tafsir
·
Bayan
at-Tasyri’
·
Bayan
an-Nasakh
12.
Dari
pemaparan tersebut sudah jelas bahwa hadis merupakan sumber ajaran islam yang
kedua, karena kedudukan hadis disini untuk menjelaskan dan menafsirkan ayat
Al-Qur’an yang beum jelas atau masih bersifat mujmal.
B.
Saran
Setelah membaca pemaparan di atas yang sudah cukup jelas diharapkan
kita semua dapat memantapkan keimanan dan keyakinan bahwa islam itu agama yang
damai karena sumber ajarannya adalah Al-Qur’an dan hadis. Sudah wajib kiranya
kita sebagai umat islam untuk mempercayai dua hal tersebut karena pada dasarnya
Al-Qur’an dan hadis adalah satu kesatuan. Semoga pembaca dan pendengar
mendapatkan wawasan dan pengetahuan dan semoga bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Terjemah. Surabaya: CV. Pustaka Setia, 2008.
Munzier
Suparta, Ilmu Hadis. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2010.
Rosihon
Anwar, Pengantar Studi Islam.
Bandung: Pustaka Setia, 2009.
Rosihon
Anwar, Pengantar Studi Islam.
Bandung: Pustaka setia,
2009.
Zarkasyi,
Usuluddin. Ponorogo: Trimurti Press, 1994.
[2] Ibid, hlm.
162.
[3] Ibid, hlm.
162.
[4] Ibid, hlm.
163.
[5] Ibid, hlm.
164.
[6] Ibid, hlm.
164.
[7] Al-Qur’an
terjemah.
[10] Rosihon Anwar,
Pengantar Studi Islam (Bandung:Pustaka setia, 2009), hlm. 166.
[11] Ibid, hlm.
167.
[13] Ibid, hlm
.170.
[14] Ibid, hlm.
170.
[15] Ibid, hlm.
171.
[16] Ibid, hlm.
173.
[17] Ibid, hlm.
176.
[18] Ibid, hlm.
179.
[19] Ibid, hlm.
182.
[20] Munzier
Suparta, Ilmu Hadis (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 1.
[21] Ibid, hlm. 4.
[22] Ibid, hlm. 49.
[23] Ibid, hlm. 50.
[24] Ibid, hlm. 51.
[25] Ibid, hlm. 54.
[26] Ibid, hlm. 55.
[27] Rosihon Anwar,
Pengantar Studi Islam(Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlm. 191.
[28] Ibid, hlm.
192.
[29] Ibid, hlm. 59.
[30] Ibid, hlm. 61.
[31] Ibid, hlm. 64.
[32] Ibid, hlm. 66.