MAKALAH
AGAMA, PERKEMBANGAN DAN LATAR BELAKANG KEMUNCULANNYA
Disusun
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
PENGANTAR STUDI ISLAM
Dosen
pengampu: Roviandri, S.Sos.I
Oleh kelompok 03
Moh.Idris 18201501020033
Vina Imtiyaz 18201501020053
Kelas: B
PRODI
PENDIDIKAN BAHASA ARAB
JURUSAN
TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PAMEKASAN
2016
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
بسم اللّه الرحمن الر حيم
Assalamu’alaikum wr. wb.
Alhamdulillah, puja puji syukur kami panjatkan kepada
Allah subhanahu wa ta’ala, berkat rahmat dan rahim-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah yang sangat sederhana ini. Dan tidak lupa shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan atas
sang pembawa obor keimanan, beliau
adalah Muhammad Nabi Akhirus zaman.
Selajutnya kami haturkan banyak terima kasih kepada dosen pengampu mata
kuliah Pengantar Studi
Islam yakni Bapak
Roviandri,S.Sos.I yang senantiasa
memberikan bimbingan dan motivasi dalam proses penyelesaian makalah ini. Kami haturkan
pula banyak terima kasih kepada rekan seperjuangan atas partisipasinya dalam
penyelesaian makalah ini
yang berjudul “Agama,Perkembangan dan Latar Belakang Kemunculannya”.
Akhirnya, kritik dan saran dari para
pembaca sangat kami butuhkan dan harapkan demi kesempurnaan makalah berikutnya. Harapan kami
semoga makalah ini dapat mendatangkan manfaat bagi kita semua. Amin.
Wassalamu’alaikum
wr. wb.
Pamekasan, 04 Oktober 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Cover........................................................................................................................ i
Kata Pengantar...................................................................................................... ii
Daftar Isi................................................................................................................ iii
BAB I :
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang............................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah.......................................................................... 1
C.
Tujuan
Pembahasan........................................................................ 1
BAB II :
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Agama.......................................................................... 2
B.
Agama
dan Perkembangannya....................................................... 3
C.
Kebutuhan
Manusia Terhadap Agama........................................... 9
BAB III : PENUTUP
A.
Kesimpulan............................................................................. ..... 13
B.
Saran............................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... ..... 15
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Manusia
sebagai makhluk yang berakal, dituntut untuk memiliki akhlak yang baik, Untuk
itu manusia harus mengupayakan pembentukan dan pembinaan akhlak agar dapat
menghiasi dirinya dan menaikkan derajatnya. Karena Allah SWT menghendaki arfgar
manusia selamat dan bahagia Allah hamba dan Rasul-Nya untuk memperbaiki akhlak
manusia.
Agama memberikan penjelasan bahwa manusia
adalah mahluk yang memilki potensi untuk berakhlak baik (taqwa) atau
buruk (fujur) potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri
manusia karena terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti
naluri makan/minum, seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi takwa
seseorang lemah, karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka prilaku
manusia dalam hidupnya tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi oleh
potensi fujur-nya yang bersifat instinktif atau implusif (seperti
berzina, membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau menggunakan narkoba dan
main judi). Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai
dengan ajaran agama), maka potensi takwa itu harus dikembangkan, yaitu melalui
pendidikan agama dari sejak usia dini. Apabila nilai-nilai agama telah
terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan mampu mengembangkan dirinya
sebagai manusia yang bertakwa, yang salah satu karakteristiknya adalah mampu
mengendalikan diri (self control) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai
dengan ajaran agama.
2.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
dan bagaimana pengertian agama?
2.
Bagaimana
agama dan perkembangannya ?
3.
Mengapa
manusia membutuhkan agama?
3.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui pengertian agama.
2.
Untuk
mengetahui macam-macam perbuatan manusia.
3.
Untuk
mengetahui tujuan perbuatan manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Agama
Dilihat dari pengertiannya, agama dapat melahirkan bermacam-macam definisi
atau arti. Oleh karena itu,supaya kita dapat mempunyai pengertian yang luas,
perlu disajikan beberapa pengertian dari bermacam-macam agama yang ada.
Secara sederhana, pengrtian agama dapat dilihat dari sudut kebahasaan
(etimologis) dan sudut istilah (terminologis). Mengartikan agama dari sudut
kebahasaan atau etimologos akan terasa mudah dari pada mengartikan agama dari
sudut istilah. Hal tersebut karena pengertian agama dari sudut istilah ini
sudah mengandung muatan subjektivitas dari orang yang mengartikannya. Atas
dasar ini, mengherankan jika muncul beberapa ahli yang tidak tertarik untk
mendefinisikan agama. James H. Leuba, misalnya mengumpulkan semua definisi yang
pernah dibuat orang tentang agama, yang tidak kurang dari 48 teori. Namun,
akhirnya ia berkesimpulan bahwa membuat definisi agama itu tidak ada gunanya
karena hanya merupakan kepandaian bersilat lidah semata.
Dalam masyarakat Indonesia, selain kata agama, dikenal pula kata ad-din yang
berasal dari bahasa arab dan kata religi
dari bahasa eropa. Bila diliaht dari asal katanya, “agama” sebenarnya
berasal dari kata Sanskerta a dan gam. A= tidak, dan gam= pergi.
Jadi, kata tersebut berarti “tidak pergi”, “tetap ditempat”, “langgeng”,
diwariskan secara turun temurun. Agam memang mempunyai sifat demikian. Ada lagi
yang mengatakan bahwa agama berarti teks atau kitab suci, dan agama-agama
memang mempunyai kitab suci.
Senada dengan mukti ali, M. Sutrapratedja mengatakan bahwa salah satu
kesulitan untuk berbicara mengenai agama secara umum ialah adanyan
perbedaan-perbedaan dalam memahami arti agama, disamping adanya perbedaan dalam
memahami serta panerimaan setiap agama terhadap suatu usaha memahami agama.
Setiap agama memiliki enterpretasi diri yang berbeda dan keluasan enterpretasi
diri juga berbeda-beda.
Sampai sekarang, perdebatan tentang definisi agama masih belum selesai,
sehingga W. H. Clark, seorang ahli ilmu jiwa agama, sebagai mana dikutip
zakiyah daradjad, mengatakan bahwa tidak ada yang lebih sukar dari pada mencari
kata-kata yang dapat digunakan untuk membuat definisi agama. Hal tersebut karna
pengalaman agama subjektif, intern dan individual, yang setiap orang akan
merasakan pengalaman yang berbeda dari orang lain. Disamping itu, tampak bahwa
pada umumnya orang lebih condong untuk mengku beragama, kendatipun ia tidak
menjalankannya.
Selain kata “agama”, kita juga mengenal kata “din” yang
dalam bahasa semit berarti undang-undang atau hukum. Dalam bahasa arab, kata
ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan. Agama memang
membawa peraturan-peraturan yang merupakan hukum, yang harus dipatuhi orang.
Agama selamjutnya memang menguasai diri seseorang dan membuat ia tunduk dan
patuh kepada Tuhan dengan menjalankan ajaran-ajaran agama. Agama lebih lanjut
lagi membawa kewajiban-kewajiban yang kalau tidak dijalankan oleh seseorang
akan menjadi utang baginya. Paham kewajiban dan kepatuhan membawa pula pada
paham balasan. Yang menjalankan kewajiba dan yang patuh akan mendapat balasan
baik dari Tuhan. Sebaliknya, yang tidak menjalankan kewajiban, dan tidak patuh
akan mendapat balasan tidak baik.
B. Agama Dan Perkembangannya
Dalam
perjalanan sejarahnya, ada agama yang bersifat primitif dan ada pula yang di
anut oleh masyarakat yang telah meninggalkan fase keprimitifan. Agama-agama
yang tedapat dalam masyarakat primitif ialah dinamisme, animisme, dan
politisme.
Agama dinamisme mengandung kepercayaan pada kekuatan ghaib yang
mesterius. Dalam paham ini, ada benda-benda tertentu yang mempunyai kekuatan
ghaib dan berpengaruh pada kehidupan sehari-hari. Kekuatan ghaib itu ada yang
bersifat baik dan ada yang bersifat jahat.benda yang mempunyai kekuatan ghaib
baik akan disenangi, dipakai, dan di makan agar orang yang memakai atau
memakannya senantiasa dipelihara dan dilindungi oleh kekuatan ghaib yang
terdapat di dalamnya sebaliknya, benda yang mempunyai kekuatan ghaib jahat
ditakuti manusia sehingga harus dijahui
Kekuatan ghaib itu tidak pula mengambil tempat yang tetap, tetapi
berpindah dari suatu tempat ketempat lain. Lebih lanjut, kekuatan ghaib itu
tidak dapat dilihat sebab yang dapat dilihat hanyalah efek atau bekas dan
pengaruhnya. Misalnya, bentuk kesuburan bagi sebidang tanah, kerindangan buah
bagi sebuah pohon, panjang umur bagi seseorang, keberanian luar biasa bagai
seorang pahlawan perang, kekuatan luar biasa bagi seekor binatang, dan
sebagainya. Kalau efek-efek tersebut telah hilang dari tanah atau pohon ataupun
dari selainnya,benda yang dianggap membawa kesuburan, umur panjang, dan
sebagainya itu, telah kehilngan kekuatan ghaibnya. Benda itupun tidak dihargai
lagi.
Dalam bahasa ilmiah kekuatan ghaib itu disebut mana dan dalam
bahasa indonesia disebut tuah atau sakti. Dalam masyarakat kita, orang
masih menghargai barang-barang yang dianggap bersakti dan bertuah, seperti
keris, batu cincin, dan lain-lain. Dengan memakai benda serupa ini, orang
menganggap dirinya akan terpelihara dari penyakit, kecelakaan, bencana, dan
lain-lain. Mana yang terdapat dalam benda yang bersangkutan dan yang
merupakan kekuatan ghaib itulah yang dianggap memelihara manusia dari hal-hal
tersebut diatas. Dalam paham agama dinamisme, semakin bertambah mana
yang diperoleh seseorang, semakin bertambah jauh dari bahaya dan bertambah
selamat hidupnya. Kehilangan mana berarti maut. Oleh karena itu, tujuan
beragama di sini ialah mengumpulkan mana sebanyak mungkin.
Dalam masyarakat primitif terdapat
dukun atau ahli sihir , dan mereka inilah yang dianggap dapat mengontrol dan
menguasai mana yang beragam itu. Mereka dapat dianggap membuat mana dan
mengambil di benda-benda yang telah mereka tentukan, biasanya benda-benda kecil
yang mudah dikaitkan ke anggota badan dan mudah dapat dibawa kemana-mana.
Benda-benda serupa ini disebut fetish. Dengan jalan demikian, seorang
anggota masyarakat primitif dapat memperoleh mana yang diperlukan untuk
memelihara keselamatan dirinya dari bahaya-bahaya yang selalu mengancam hidup manusia.
Animisme adalah agama yang mengajarkan bahwa tiap-tiap benda, baik
yang bernyawa maupun tidak bernyawa,
mempunyai roh. Roh dalam masyarakat primitif belum mengambil bentuk roh dalam
masyarakat yang lebih maju. Bagi masyarakat primitif, roh masih tersusun dari
materi yang halus sekali yang dekat menyerupai uap atau udara. Roh bagi mereka
mempunyai rupa, umpamanya berkaki dan bertangan yang panjang-panjang, mempunyai
umur dan memerlukan makanan. Mereka mempunyai tingkah laku manusia, umpamanya
pergi berburu, memari, dan menyanyi. Terkadang, roh dapat dilihat, sesungguhnya
ia tersusun dari materi yang halus sekali. Roh dari benda-benda yang
menimbulkan perasaan dahsyat seperti hutan yang lebat, danau yang dalam, sungai
yang arusnya deras, pohon besar lagi
rindang daunnya, gua yang gelap, dan sebagainya. Itutlah yang dihormati dan
ditakuti. Kepada roh-roh serupa ini diberi sesajen untuk menyenangkan hati
mereka. Sesajen ini dalam bentuk binatang, makanan, kembang, dan sebagainya.
Roh nenek moyang juga menjadi objek yang ditakuti dan dihormati.
Tujuan beragama di sini ialah mengadakan hubungan baik dengan roh-roh yang
ditakuti dan dihormati dengan senantiasa berusaha menyenangkan hati mereka.
Membuat mereak marah harus dijauhi. Sebab, kemarahan roh-roh itu akan
menimbulkan bahaya dan malapetaka. Yang dapat mengontrol roh-roh
itu,sebagaimana halnya dalam agama dinamisme, ialah dukun atau ahli sihir.
Dalam masyarakat kita, percaya kepada roh, sebagaimana halnya dengan
kepercayaan pada mana, masih kita jumpai. Pemberian sesajen, selamatan
yang masih banyak juga dilakukan,
kepercayaan kepada”orang halus”, dan lain-lain, semua ini adalah peninnggalan
dari kepercayaan animisme masyarakat kita pada zaman yang silam.
Politeisme mengandung kepercayaan pada dewa-dewa. Hal-hal yang menimbulkan
perasaan takjub dan dahsyat bukan lagi bukan dikuasai oleh roh-roh, tetapi oleh
dewa-dewa. Kalau roh-roh dalam animisme tidak diketahui tugas-tugasnyayang
sebenarnya, dewa-dewa dalam politeisme telah mempunyai tugas-tugas tertentu.
Demikianlah, ada dewa yang bertugas menyinarkan cahaya dan panas ke permukaan
bumi. Dewa ini dalam agama mesir kuno disebut Ra, dalam agama india disebut
surya, dan dalam agama persia kuno disebut Mithra. Ada pula dewa yang tugasnya
menurunkan hujan, yang diberi nama Indera dalam india kunodan Donnar dalam
agama jerman kuno. Selanjutnya, ada pula dewa angin yang disebut Wata dalam
dalam agama india kuno dan wotan dalam agama jerman kuno.
Berlainan dengan roh-roh, dewa-dewa diyakini lebih berkuasa. Oleh karena
itu, tujuan hidup beragama disini bukan hanya itu, tetapi juga menyembah dan
berdoa pada meraka untuk menjauhkan amarahnya dari masyarakat yang
bersangkutan. Akan tetapi, dalam politeisme terdapat paham pertentangan tugas
antara dewa-dewa yang banyak itu. Dewa kemarau dan dewa hujan mempunyai tugas
yang bertentangan. Demikian juga,dewa musim dingin dengan dewa musim panas,
dewa pembangunan dan dewa penghancuran, dan sebaginya. Kalau berdoa, seorang
politeis tidak hanya memanjatkan kepada satu dewa, tetapi juga kepada dewa
lawannya. Kepada dewa hujan umpanya, mereka meminta supaya menurunkan hujan dan
kepada dewa kemarau, mereka memanjatkan doa supaya jangan atau menghalang-halangi
kerja dewa hujan Dengan jalan demikian, masyarakat politeisme berusaha
menyelamatkan diri dari bahaya-bahaya yang mengancam mereka.
Dalam masyararakat yang sudah maju, agama yang dianut bukan lagi dinamisme,
animisme, politeisme atau honoteisme tetapi agama mooteisme, agama tauhid.
Dasar ajaran monoteisme ialah Tuhan yang satu,Tuhan Yang Maha Esa,pencipta alam
semesta. Dengan demikian, perbedaan antara honoteisme dan monoteisme ialah
bahwa dalam agama akhir ini,Tuhan tidak lagi merupakan Tuhan nasional, tapi Tuhan internasional.
Tuhan semesta bangsa di dunia ini, Tuhan alam semesta.
Kalau dalam agama sebelumnya, asal usul manusia belum memperoleh perhatian,
dalam agama monoteisme, manusia telah diyakini berasal dari Tuhan dan akhirnya
akan kembali k Tuhan. Oleh karena itu, kesadaran bahwa hidup manusia tidak
terbatas hanya pada hidup di dunia, tetapi dibalik hidup materi ini, masih ada
hidup lain sebagai lanjuatan dari hidup pertama,menonjol dengan jelas ke atas.
Selanjutnya menjadi keyakinan pula dalam agama monoteisme bahwa di atara kedua
hidup itu, hidup kedualah yang lebih penting dari pada hidup pertama. Hidup
pertama hanya mempunyai hidup sementara, sedangkan hidup kedua bersifat kekal.
Senang atau sengsara hidup seseorang pada hidup kedua nanti bergantung pada
baik dan buruknya hidup yang dijalaninya pada hidup pertama ini. Kalau ia hidup
disini sesbagai orang-oranng baik, ia akan memperoleh kesenangan disisi Tuhan
kelak, tetapi kalau ia hidup dalam keadaan jahat, ia akan mengalami kesengsaraan
di akhirat nanti p. Paham serupa ini belum jelas kelihatan dalam agama
politeisme, apalagi dalam agama-agama dinamisme dan animisme.
Tjuan hidup dalam agama monotiesme bukan lagi mencari keselamatan hidup
materiil saja, tetapi juga keselamatan hidup kedua atau hidup spritual dalam istilah agama, disebut keselmatan dunia
akhirat. Jalan mencari keselamatan itu bukan lagi memperoleh sebayak mungkin
mana, sebagaimana hanya dalam masyarakat dinanisme, dan tidak pula dengan
membujuk dan menyogok roh-roh dan dewa-dewa, sebagaimana halnya dalam
masyarakat animisme politiesme. Dalam monotiesme, kekuatan gaib super natural
itu dipandang suatu zat yang berkuasa mutlak dan bukan lagi sebagai suatu zat
yang menguasai suatu fenomena natural seperti halnya dalam paham animisme dan
politeisme tidak dapat dibujuk-bujuk dengan sajian-sajian. Kepada tuhan sebagai
pencipta yang mutlak, orag tidak bisa, kecuali menyerahkan diri, menyerahkan
diri kepada kehendak-Nya. Dan sebenarnya, inilah arti kata islam yang menjadi naama
agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad. Islam ialah menyerahkan diri
sebulat-bulatnya kepada kehendak Tuhan. Dengan menyerahkan diriini, yaitu
dengan patuh kepada perintah dan larang-larangan Tuhanlaah, orang dalam
monotiesme mencoba mencari keselamatan.
Di sinilah, letaknya perbedaan besar antara agama-agama primitif dan agama
monotiesme. Dalam agama-agama primitif, manusia mencoba menyogok dan membujuk
kekuasaan super natural dengan penyembahan dan saji-sajian supaya mengikuti
kemauan manusia, sedangkan dalam agama monotiesme, manusia sebaliknya tuduk
pada kemauan Tuhan.
Tuhan dalam paham monoteisme adalah MahaSuci dan Tuhan menghendaki supaya
manusia tetap suci. Manusia akan kembali kepada Tuhan, dan yang dapat kembali
ke sisi Tuhan yag maha suci hanyalah orang-orang. Orang-orang yang kotor tidak
akan diterima di kembali ke sisi yang mahasuci. Orang-orang serupa ini akan
berada di neraka, jauh dari Tuhan. Orang-orang yag suci akan berada dekat Tuhan
dalam surga.
Jelaslah bahwa tujuan hidup beragama dalam agama monoteisme ialah
membersihkan dan menyucikan jiwa dan roh. Tujuan agama memaglah membina manusia
baik-baik, manusia yang jauh dari kejahatan. Oleh sebab itu, agama monoteisme
erat pula hubunganya dengan pendidikan moral. Agama-agama monoteisme mempunyai
ajaran tentang norma-norma ahlak tinggi. Kebersihan jiwa, tidak mementingkan
diri sendiri, cinta kebearan, suka membatu manusia, kebesaran jiwa, suka damai,
rendah hati, dan sebagaiya, adalah norma-norma yang di ajarkan agama-agama
besar. Agama tanpa ajaran moral tidak akan berarti dan tidak akan dapat
mengubah kehidupan manusia. Itulah sebabnya, tidak megherankan kalau selalu di
identifikasikan dengan moralitas.
Dengan kata lain, agama monotiesme atau agama tauhid dengan
ajaran-ajarannya bermaksud untuk membina manusia berjiwa bersih dan berbudi
pekerti luhur. Di sinilah letak salah satu arti penting dari agama monotiesme
bagi hidup kemasyarakatan manusia. Dari individu-individu yang berjiwa bersih dan
berbudi pekerti luhurlah, masyarakat manusia baik dapat dibina.
Agama-agama yang dimasukkan dalam kelompok agama monoteisme, sebagaimana
disebut dalam ilmu perbandingan agama adalah Islam, Yahudi, Kristen, dengan kedua
golongan Protestan dan Khatolik yang terdapat didalamnya, dan Hindu tidak
termasuk dalam rampun ini.
Di antara tiga serumpun ini, yang pertama datang ialah agama Yahudi dengan
Nabi-nabi Ibrahim, Ismail, Ishaq, Yusuf dan lain-lain, kemudian agama kristen
dengan Nabi Isa yang datang untuk mengadakan reformasi dalam agama Yahudi.
Terakhir sekali, datang agama Islam dengan Nabi Muhammad SAW. sebagai
utusannya. Ajaran yang beliau bawaialah ajaran yang beliau berikan kepada Nabi
Ibrahim, Musa, Isa, dan lain-lain dalam bentuk murninya.
Sebagaimana diterangkan oleh Al-Qur’an, ajaran murni itu islam. Menyerahkan
diri seluruhnnya kepada kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Allah SWT. Dalam Q.S.Ali
Imran ayat 19, berfirman:
إن الدين عند الله الإسلام وما اختلف الذين
أوتوا الكتاب إلا من بعد ما جاءهم العلم بغيا بينهم
Artinya:
“Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah islam. Tidaklah berselisih
orang-orang yang telah deberi kitab, kecuali setelah mereka memperoleh ilmu
karena kedengkian di antara mereka”. (Q.S. Ali Imran[3]:19)
Apa yang di maksud dengan islam di jelaskan dalam Q.S. An-Nisa’ ayat 125
ومن أحسن دينا ممن أسلم وجهه لله وهو محسن واتبع
ملة إبراهيم حنيفا
Artinya:
“dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang
yang dengan ikhlas berserah diri kepada Allah, sedang dia mengerjakan kebaikan
dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus”. (Q.S. An-Nisa’[4]: 125)
C.
KEBUTUHAN MANUSIA TERHADAP AGAMA
Ada perbedaan yang jelas antara manusia dan
binatang. Manusia di beri akal oleh tuhan, sedangkan binatang tidak. dengan
akal pikiran itulah, manusia melahirkan tingkah laku perbuatan sehari-hari
dalam rangka menjalin hubungan dengan manusia lainnya. Akan tetapi, akal
manusia bersifat nisbi dan sangat terbatas tidak seluruh persoalan dapat
diatasi dan dirajuk hakikat kebenarannya. Sejarah filsafat, perkembangan alam
pikiran, lahirnya isme-isme dan perkembangan tekhnologi modern dapat dijadikan
bukti tentang keterbatasan dan kenisbian akal manusia.
Oleh karena itu, jelaslah bahwa
manusia membutuhkan bimbingan dan petunjuk yang benar dan bernilai mutlak untuk
meraih kebahagiaan hidup jasmani da rohani, dunia dan akhirat. Untuk itu, di
samping akal, tuhan juga memberikan anugerah lain kepada manusia sebagai
pembimbing gerak akal, yaitu agama. Dalam agama inilah, di bentangkan
konsep yang tegas dan jelas tentang apa yang sesungguhnya hidup dan kehidupan
itu, dari mana dan kemana arah tujuannya, serta apa dan siapakah manusia yang
sebenarnya.
Sekurang-kurangnya ada tiga alasan yang
melatar belakangi perlunya manusia terhadap manusia seperti yang diungkapkan
oleh Abuddin Nata. Ketiga alasan tersebut yaitu fitrah manusia, kelemahan dan
kekurangan manusia, dan tantangan manusia.
1. Fitrah Manusia
Latar belakang perlunya manusia pada agama adalah karena dalam diri manusia
terdapat potensi untuk beragama. Murtadha Muthahari mengatakan bahwa pada saat
berbicara tentang para nabi, Imam Ali menyebutkan bahwa mereka diutus untuk
mengigatkan manusia pada perjanjian yang telah diikat oleh fitrah mereka, yang
kelak mereka akan dituntut untuk memenuhinya. Perjanjian itu tidak tercatat
diatas kertas, tidak pula diucapkan oleh lidah, melainkan terukir dengan pena
ciptaan allah di permukaan kalbu dan lubuk fitrah manusia, dan diatas
permuakaan hati nurani serta di kedalaman perasaan batiniah.
Kenyataan bahwa manusia memiliki fitrah keagamaan tersebut di atas, untuk
pertama kali di teteskan dalam ajaran islam, yakni bahwa agama adalah kebutuhan
futrah manusia. Sebelumnya manusia tidak megenal kenyataan ini. Kemudian,
muncul beberapa orag yang menyerukan dan memopulerkannya. Fitrah keagamaan yang
ada dalam diri manusia inilah yang melatarbelakangi perlunya manusia pada
agama. Oleh karena itu, ketika datang wahyu Tuhan yang menyeru manusia agar
beragama, seruan tersebut memang sejalan dengan futrahnnya. Dalam kontek ini,
Al-Qur’an menyebutkan:
فأقم وجهك للدين حنيفا فطرة الله التي فطر الناس
عليها
Artinya:
”maka
hadapkanlah wqajahmu dengan lurus kepada agama Allah (islam); sesuai fitrah
Allah di sebabkan dia telah menciptakan manusia menurut fitrah itu”. (Q.S.
Ar-Rum[30]:30)
2. Kelemahan dan Kekurangan Manusia
Faktor lain yang melatarbelakangi manusia memerlukan agama adalah
kesempurnaan dan kekurangan manusia. Hal ini antara lain di ugkapkan oleh kata an-nafs.
Menurut Qurasy shihab bahwa dalam pandangan Al-quran, nafs
diciptakan Allah dalam keadaan sempurna dan berfungsi menampung serta mendorong
manusia berbuat kebaikan dan keburukan, dan keburukan, dan karean itu, sisi
dalam manusia inilah yang oleh Al-quran di anjurkan untuk diberi perhatian
lebih besar, misalnya ayat:
ونفس وما سوها فألهمها فجورها وتقوها
Artinya: “demi jiwa serta peenyempurnaan
(ciptaanNya) maka dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya”.
(Q.S. Asy-Syam[91]: 7-8)
3. Tantangan Manusia
Faktor lain ysng menyebabkan manusia memerlukan agama adalah kehidupan
manusia yang senantiasa menghadapi berbagai tantangan, baik yang datang dari
dalam maupun dari luar. Tantangan dari dalam dapat berupa dorongan hawa nafsu
dan bisikan setan. Adapun tantangan dari luar berupa rekayasa dan dan
upaya-upaya yang dilakukan manusia yang secara sengaja berupaya ingin
memalingkan manusia dari Tuhan. Mereka dengan rela mengeluarkan biaya, tenaga,
dan pikiran yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk kebudayaan yang
didalamnya mengandung misi menjauhkan manusia dari Tuhan. Kita misalnya membaca
ayat:
إن الذين كفروا ينفقون أموالهم ليصدوا عن سبيل
الله
Artinya: “sesungguhnya orang-orang yang kafir itu menginfakkan harta
mereka untuk mennghalang-halangi (orang) dari jalan Allah”. (Q.S. AL-Anfal
[8]: 36)
Orang-orang kafir itu sengaja mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untyk
membuat orang mengikuti keinginannya. Berbagai bentuk budaya, hiburan, obat-obat
terlarang, dan sebagainya dibuat sesngaja. Untuk itu, upaya mengatasi dan
membentengi manusia adalah dengan mengajar mereka agar taat menjalankan agama.
Godaan dan tantangan hidup demikian itu semakin meningkat, sehingga upaya
mengagamakan masyarakat menjadi penting.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Dalam masyarakat Indonesia, selain kata agama,
dikenal pula kata ad-din yang berasal dari bahasa arab dan kata religi dari bahasa eropa. Bila diliaht
dari asal katanya, “agama” sebenarnya berasal dari kata Sanskerta a dan gam.
A= tidak, dan gam= pergi. Jadi, kata tersebut berarti “tidak pergi”, “tetap
ditempat”, “langgeng”, diwariskan secara turun temurun. Agam memang mempunyai
sifat demikian. Ada lagi yang mengatakan bahwa agama berarti teks atau kitab
suci, dan agama-agama memang mempunyai kitab suci.
2.
Dalam perjalanan
sejarahnya, ada agama yang bersifat primitif dan ada pula yang di anut oleh
masyarakat yang telah meninggalkan fase keprimitifan. Agama-agama yang tedapat
dalam masyarakat primitif ialah dinamisme, animisme, dan politisme.
3.
Ada perbedaan yang jelas antara manusia dan
binatang. Manusia di beri akal oleh tuhan, sedangkan binatang tidak. dengan
akal pikiran itulah, manusia melahirkan tingkah laku perbuatan sehari-hari
dalam rangka menjalin hubungan dengan manusia lainnya. Oleh karena itu,
jelaslah bahwa manusia membutuhkan bimbingan dan petunjuk yang benar dan
bernilai mutlak untuk meraih kebahagiaan hidup jasmani da rohani, dunia dan
akhirat. Untuk itu, di samping akal, tuhan juga memberikan anugerah lain kepada
manusia sebagai pembimbing gerak akal, yaitu agama.
B.
Saran
Makalah ini
hanya sebagian kecil saja menguraikan tentang agama, perkembangan, dan latar belakang
kemuunculannya. Oleh karena itu, kami (penyusun)
menyadari bahwa makalah kami ini masih jauh dari kata kesempurnaan serta banyak
sekali kesalahan dan kekurangan, baik dari segi penulisan maupun penyusunan.
Hal ini disebabkan karena keterbatasan ilmu dan pengetahuan. Dengan demikian,
kami (penyusun) mengharap kritik dan saran yang sifatnya membangun dari para
pembaca.
Akhirnya kami (penyusun) mengucapkan
alhamdulillah atas terseleaikannya makalah kami ini semoga bermanfaat
bagi para pembaca. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Supatra
A.Munzier, Ilmu Hadis, Jakarta : Rajawali Pers, 2008.
Mudasir, Ilmu Hadis, Bandung : Pustaka Setia, 1999.
Hadna A. Musthofa, Ayo Mengkaji
Al-Qur’an dan Hadis, Jakarta : Erlangga 2010.