Friday 7 October 2016

AGAMA, PERKEMBANGAN DAN LATAR BELAKANG KEMUNCULANNYA


MAKALAH
AGAMA, PERKEMBANGAN DAN LATAR BELAKANG KEMUNCULANNYA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah PENGANTAR STUDI ISLAM
Dosen pengampu: Roviandri, S.Sos.I



Oleh kelompok 03
Moh.Idris                    18201501020033
Vina Imtiyaz               18201501020053
Kelas:  B

PRODI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PAMEKASAN
2016
KATA PENGANTAR
بسم اللّه الرحمن الر حيم
Assalamu’alaikum wr. wb.
Alhamdulillah, puja puji syukur kami panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, berkat rahmat dan rahim-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang sangat sederhana ini. Dan tidak lupa shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan atas sang pembawa obor keimanan, beliau adalah Muhammad Nabi Akhirus zaman.
        Selajutnya kami haturkan banyak terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Pengantar Studi Islam yakni Bapak Roviandri,S.Sos.I yang senantiasa memberikan bimbingan dan motivasi dalam proses penyelesaian makalah ini. Kami haturkan pula banyak terima kasih kepada rekan seperjuangan atas partisipasinya dalam penyelesaian makalah ini yang berjudul “Agama,Perkembangan dan Latar Belakang Kemunculannya”.
        Akhirnya, kritik dan saran dari para pembaca sangat kami butuhkan dan harapkan demi kesempurnaan makalah berikutnya. Harapan kami semoga makalah ini dapat mendatangkan manfaat bagi kita semua. Amin.
Wassalamu’alaikum wr. wb.

Pamekasan,  04 Oktober 2016  

Penyusun

DAFTAR ISI
Cover........................................................................................................................ i
Kata Pengantar...................................................................................................... ii
Daftar Isi................................................................................................................ iii
BAB I      : PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang............................................................................... 1
B.       Rumusan Masalah.......................................................................... 1
C.       Tujuan Pembahasan........................................................................ 1
BAB II    : PEMBAHASAN
A.      Pengertian Agama.......................................................................... 2
B.       Agama dan Perkembangannya....................................................... 3
C.       Kebutuhan Manusia Terhadap Agama........................................... 9
BAB III   : PENUTUP
A.      Kesimpulan............................................................................. ..... 13           
B.       Saran............................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... ..... 15



BAB I
PENDAHULUAN
1.        Latar Belakang
       Manusia sebagai makhluk yang berakal, dituntut untuk memiliki akhlak yang baik, Untuk itu manusia harus mengupayakan pembentukan dan pembinaan akhlak agar dapat menghiasi dirinya dan menaikkan derajatnya. Karena Allah SWT menghendaki arfgar manusia selamat dan bahagia Allah hamba dan Rasul-Nya untuk memperbaiki akhlak manusia.
     Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang memilki potensi untuk berakhlak baik (taqwa) atau buruk (fujur) potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri manusia karena terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri makan/minum, seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi takwa seseorang lemah, karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka prilaku manusia dalam hidupnya tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi oleh potensi fujur-nya yang bersifat instinktif atau implusif (seperti berzina, membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau menggunakan narkoba dan main judi). Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai dengan ajaran agama), maka potensi takwa itu harus dikembangkan, yaitu melalui pendidikan agama dari sejak usia dini. Apabila nilai-nilai agama telah terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia yang bertakwa, yang salah satu karakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri (self control) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama.
2.        Rumusan Masalah
1.      Apa dan bagaimana pengertian agama?
2.      Bagaimana agama dan perkembangannya ?
3.      Mengapa manusia membutuhkan agama?
3.        Tujuan
1.    Untuk mengetahui pengertian agama.
2.    Untuk mengetahui macam-macam perbuatan manusia.
3.    Untuk mengetahui tujuan perbuatan manusia.


BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Agama
Dilihat dari pengertiannya, agama dapat melahirkan bermacam­-macam definisi atau arti. Oleh karena itu,supaya kita dapat mempunyai pengertian yang luas, perlu disajikan beberapa pengertian dari bermacam-macam agama yang ada.
Secara sederhana, pengrtian agama dapat dilihat dari sudut kebahasaan (etimologis) dan sudut istilah (terminologis). Mengartikan agama dari sudut kebahasaan atau etimologos akan terasa mudah dari pada mengartikan agama dari sudut istilah. Hal tersebut karena pengertian agama dari sudut istilah ini sudah mengandung muatan subjektivitas dari orang yang mengartikannya. Atas dasar ini, mengherankan jika muncul beberapa ahli yang tidak tertarik untk mendefinisikan agama. James H. Leuba, misalnya mengumpulkan semua definisi yang pernah dibuat orang tentang agama, yang tidak kurang dari 48 teori. Namun, akhirnya ia berkesimpulan bahwa membuat definisi agama itu tidak ada gunanya karena hanya merupakan kepandaian bersilat lidah semata.
Dalam masyarakat Indonesia, selain kata agama, dikenal pula kata ad-din yang berasal dari bahasa arab dan kata  religi dari bahasa eropa. Bila diliaht dari asal katanya, “agama” sebenarnya berasal dari kata Sanskerta a dan gam. A= tidak, dan gam= pergi. Jadi, kata tersebut berarti “tidak pergi”, “tetap ditempat”, “langgeng”, diwariskan secara turun temurun. Agam memang mempunyai sifat demikian. Ada lagi yang mengatakan bahwa agama berarti teks atau kitab suci, dan agama-agama memang mempunyai kitab suci.
Senada dengan mukti ali, M. Sutrapratedja mengatakan bahwa salah satu kesulitan untuk berbicara mengenai agama secara umum ialah adanyan perbedaan-perbedaan dalam memahami arti agama, disamping adanya perbedaan dalam memahami serta panerimaan setiap agama terhadap suatu usaha memahami agama. Setiap agama memiliki enterpretasi diri yang berbeda dan keluasan enterpretasi diri juga berbeda-beda.
Sampai sekarang, perdebatan tentang definisi agama masih belum selesai, sehingga W. H. Clark, seorang ahli ilmu jiwa agama, sebagai mana dikutip zakiyah daradjad, mengatakan bahwa tidak ada yang lebih sukar dari pada mencari kata-kata yang dapat digunakan untuk membuat definisi agama. Hal tersebut karna pengalaman agama subjektif, intern dan individual, yang setiap orang akan merasakan pengalaman yang berbeda dari orang lain. Disamping itu, tampak bahwa pada umumnya orang lebih condong untuk mengku beragama, kendatipun ia tidak menjalankannya.
Selain kata “agama”, kita juga mengenal kata “din” yang dalam bahasa semit berarti undang-undang atau hukum. Dalam bahasa arab, kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan. Agama memang membawa peraturan-peraturan yang merupakan hukum, yang harus dipatuhi orang. Agama selamjutnya memang menguasai diri seseorang dan membuat ia tunduk dan patuh kepada Tuhan dengan menjalankan ajaran-ajaran agama. Agama lebih lanjut lagi membawa kewajiban-kewajiban yang kalau tidak dijalankan oleh seseorang akan menjadi utang baginya. Paham kewajiban dan kepatuhan membawa pula pada paham balasan. Yang menjalankan kewajiba dan yang patuh akan mendapat balasan baik dari Tuhan. Sebaliknya, yang tidak menjalankan kewajiban, dan tidak patuh akan mendapat balasan tidak baik.
B.       Agama Dan Perkembangannya
   Dalam perjalanan sejarahnya, ada agama yang bersifat primitif dan ada pula yang di anut oleh masyarakat yang telah meninggalkan fase keprimitifan. Agama-agama yang tedapat dalam masyarakat primitif ialah dinamisme, animisme, dan politisme.
     Agama dinamisme mengandung kepercayaan pada kekuatan ghaib yang mesterius. Dalam paham ini, ada benda-benda tertentu yang mempunyai kekuatan ghaib dan berpengaruh pada kehidupan sehari-hari. Kekuatan ghaib itu ada yang bersifat baik dan ada yang bersifat jahat.benda yang mempunyai kekuatan ghaib baik akan disenangi, dipakai, dan di makan agar orang yang memakai atau memakannya senantiasa dipelihara dan dilindungi oleh kekuatan ghaib yang terdapat di dalamnya sebaliknya, benda yang mempunyai kekuatan ghaib jahat ditakuti manusia sehingga harus dijahui
      Kekuatan ghaib itu tidak pula mengambil tempat yang tetap, tetapi berpindah dari suatu tempat ketempat lain. Lebih lanjut, kekuatan ghaib itu tidak dapat dilihat sebab yang dapat dilihat hanyalah efek atau bekas dan pengaruhnya. Misalnya, bentuk kesuburan bagi sebidang tanah, kerindangan buah bagi sebuah pohon, panjang umur bagi seseorang, keberanian luar biasa bagai seorang pahlawan perang, kekuatan luar biasa bagi seekor binatang, dan sebagainya. Kalau efek-efek tersebut telah hilang dari tanah atau pohon ataupun dari selainnya,benda yang dianggap membawa kesuburan, umur panjang, dan sebagainya itu, telah kehilngan kekuatan ghaibnya. Benda itupun tidak dihargai lagi.
       Dalam bahasa ilmiah kekuatan ghaib itu disebut mana dan dalam bahasa indonesia disebut tuah atau sakti. Dalam masyarakat kita, orang masih menghargai barang-barang yang dianggap bersakti dan bertuah, seperti keris, batu cincin, dan lain-lain. Dengan memakai benda serupa ini, orang menganggap dirinya akan terpelihara dari penyakit, kecelakaan, bencana, dan lain-lain. Mana yang terdapat dalam benda yang bersangkutan dan yang merupakan kekuatan ghaib itulah yang dianggap memelihara manusia dari hal-hal tersebut diatas. Dalam paham agama dinamisme, semakin bertambah mana yang diperoleh seseorang, semakin bertambah jauh dari bahaya dan bertambah selamat hidupnya. Kehilangan mana berarti maut. Oleh karena itu, tujuan beragama di sini ialah mengumpulkan mana sebanyak mungkin.
  Dalam masyarakat primitif terdapat dukun atau ahli sihir , dan mereka inilah yang dianggap dapat mengontrol dan menguasai mana yang beragam itu. Mereka dapat dianggap membuat mana dan mengambil di benda-benda yang telah mereka tentukan, biasanya benda-benda kecil yang mudah dikaitkan ke anggota badan dan mudah dapat dibawa kemana-mana. Benda-benda serupa ini disebut fetish. Dengan jalan demikian, seorang anggota masyarakat primitif dapat memperoleh mana yang diperlukan untuk memelihara keselamatan dirinya dari bahaya-bahaya yang selalu mengancam hidup manusia.
Animisme adalah agama yang mengajarkan bahwa tiap-tiap benda, baik yang  bernyawa maupun tidak bernyawa, mempunyai roh. Roh dalam masyarakat primitif belum mengambil bentuk roh dalam masyarakat yang lebih maju. Bagi masyarakat primitif, roh masih tersusun dari materi yang halus sekali yang dekat menyerupai uap atau udara. Roh bagi mereka mempunyai rupa, umpamanya berkaki dan bertangan yang panjang-panjang, mempunyai umur dan memerlukan makanan. Mereka mempunyai tingkah laku manusia, umpamanya pergi berburu, memari, dan menyanyi. Terkadang, roh dapat dilihat, sesungguhnya ia tersusun dari materi yang halus sekali. Roh dari benda-benda yang menimbulkan perasaan dahsyat seperti hutan yang lebat, danau yang dalam, sungai yang  arusnya deras, pohon besar lagi rindang daunnya, gua yang gelap, dan sebagainya. Itutlah yang dihormati dan ditakuti. Kepada roh-roh serupa ini diberi sesajen untuk menyenangkan hati mereka. Sesajen ini dalam bentuk binatang, makanan, kembang, dan sebagainya. Roh nenek moyang juga menjadi objek yang ditakuti dan dihormati.
Tujuan beragama di sini ialah mengadakan hubungan baik dengan roh-roh yang ditakuti dan dihormati dengan senantiasa berusaha menyenangkan hati mereka. Membuat mereak marah harus dijauhi. Sebab, kemarahan roh-roh itu akan menimbulkan bahaya dan malapetaka. Yang dapat mengontrol roh-roh itu,sebagaimana halnya dalam agama dinamisme, ialah dukun atau ahli sihir. Dalam masyarakat kita, percaya kepada roh, sebagaimana halnya dengan kepercayaan pada mana, masih kita jumpai. Pemberian sesajen, selamatan yang masih banyak juga  dilakukan, kepercayaan kepada”orang halus”, dan lain-lain, semua ini adalah peninnggalan dari kepercayaan animisme masyarakat kita pada zaman yang silam.
Politeisme mengandung kepercayaan pada dewa-dewa. Hal-hal yang menimbulkan perasaan takjub dan dahsyat bukan lagi bukan dikuasai oleh roh-roh, tetapi oleh dewa-dewa. Kalau roh-roh dalam animisme tidak diketahui tugas-tugasnyayang sebenarnya, dewa-dewa dalam politeisme telah mempunyai tugas-tugas tertentu. Demikianlah, ada dewa yang bertugas menyinarkan cahaya dan panas ke permukaan bumi. Dewa ini dalam agama mesir kuno disebut Ra, dalam agama india disebut surya, dan dalam agama persia kuno disebut Mithra. Ada pula dewa yang tugasnya menurunkan hujan, yang diberi nama Indera dalam india kunodan Donnar dalam agama jerman kuno. Selanjutnya, ada pula dewa angin yang disebut Wata dalam dalam agama india kuno dan wotan dalam agama jerman kuno.
Berlainan dengan roh-roh, dewa-dewa diyakini lebih berkuasa. Oleh karena itu, tujuan hidup beragama disini bukan hanya itu, tetapi juga menyembah dan berdoa pada meraka untuk menjauhkan amarahnya dari masyarakat yang bersangkutan. Akan tetapi, dalam politeisme terdapat paham pertentangan tugas antara dewa-dewa yang banyak itu. Dewa kemarau dan dewa hujan mempunyai tugas yang bertentangan. Demikian juga,dewa musim dingin dengan dewa musim panas, dewa pembangunan dan dewa penghancuran, dan sebaginya. Kalau berdoa, seorang politeis tidak hanya memanjatkan kepada satu dewa, tetapi juga kepada dewa lawannya. Kepada dewa hujan umpanya, mereka meminta supaya menurunkan hujan dan kepada dewa kemarau, mereka memanjatkan doa supaya jangan atau menghalang-halangi kerja dewa hujan Dengan jalan demikian, masyarakat politeisme berusaha menyelamatkan diri dari bahaya-bahaya yang mengancam mereka.
Dalam masyararakat yang sudah maju, agama yang dianut bukan lagi dinamisme, animisme, politeisme atau honoteisme tetapi agama mooteisme, agama tauhid. Dasar ajaran monoteisme ialah Tuhan yang satu,Tuhan Yang Maha Esa,pencipta alam semesta. Dengan demikian, perbedaan antara honoteisme dan monoteisme ialah bahwa dalam agama akhir ini,Tuhan tidak lagi merupakan  Tuhan nasional, tapi Tuhan internasional. Tuhan semesta bangsa di dunia ini, Tuhan alam semesta.
Kalau dalam agama sebelumnya, asal usul manusia belum memperoleh perhatian, dalam agama monoteisme, manusia telah diyakini berasal dari Tuhan dan akhirnya akan kembali k Tuhan. Oleh karena itu, kesadaran bahwa hidup manusia tidak terbatas hanya pada hidup di dunia, tetapi dibalik hidup materi ini, masih ada hidup lain sebagai lanjuatan dari hidup pertama,menonjol dengan jelas ke atas. Selanjutnya menjadi keyakinan pula dalam agama monoteisme bahwa di atara kedua hidup itu, hidup kedualah yang lebih penting dari pada hidup pertama. Hidup pertama hanya mempunyai hidup sementara, sedangkan hidup kedua bersifat kekal. Senang atau sengsara hidup seseorang pada hidup kedua nanti bergantung pada baik dan buruknya hidup yang dijalaninya pada hidup pertama ini. Kalau ia hidup disini sesbagai orang-oranng baik, ia akan memperoleh kesenangan disisi Tuhan kelak, tetapi kalau ia hidup dalam keadaan jahat, ia akan mengalami kesengsaraan di akhirat nanti p. Paham serupa ini belum jelas kelihatan dalam agama politeisme, apalagi dalam agama-agama dinamisme dan animisme.
Tjuan hidup dalam agama monotiesme bukan lagi mencari keselamatan hidup materiil saja, tetapi juga keselamatan hidup kedua atau hidup spritual  dalam istilah agama, disebut keselmatan dunia akhirat. Jalan mencari keselamatan itu bukan lagi memperoleh sebayak mungkin mana, sebagaimana hanya dalam masyarakat dinanisme, dan tidak pula dengan membujuk dan menyogok roh-roh dan dewa-dewa, sebagaimana halnya dalam masyarakat animisme politiesme. Dalam monotiesme, kekuatan gaib super natural itu dipandang suatu zat yang berkuasa mutlak dan bukan lagi sebagai suatu zat yang menguasai suatu fenomena natural seperti halnya dalam paham animisme dan politeisme tidak dapat dibujuk-bujuk dengan sajian-sajian. Kepada tuhan sebagai pencipta yang mutlak, orag tidak bisa, kecuali menyerahkan diri, menyerahkan diri kepada kehendak-Nya. Dan sebenarnya, inilah arti kata islam yang menjadi naama agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad. Islam ialah menyerahkan diri sebulat-bulatnya kepada kehendak Tuhan. Dengan menyerahkan diriini, yaitu dengan patuh kepada perintah dan larang-larangan Tuhanlaah, orang dalam monotiesme mencoba mencari keselamatan.
Di sinilah, letaknya perbedaan besar antara agama-agama primitif dan agama monotiesme. Dalam agama-agama primitif, manusia mencoba menyogok dan membujuk kekuasaan super natural dengan penyembahan dan saji-sajian supaya mengikuti kemauan manusia, sedangkan dalam agama monotiesme, manusia sebaliknya tuduk pada kemauan Tuhan.
Tuhan dalam paham monoteisme adalah MahaSuci dan Tuhan menghendaki supaya manusia tetap suci. Manusia akan kembali kepada Tuhan, dan yang dapat kembali ke sisi Tuhan yag maha suci hanyalah orang-orang. Orang-orang yang kotor tidak akan diterima di kembali ke sisi yang mahasuci. Orang-orang serupa ini akan berada di neraka, jauh dari Tuhan. Orang-orang yag suci akan berada dekat Tuhan dalam surga.
Jelaslah bahwa tujuan hidup beragama dalam agama monoteisme ialah membersihkan dan menyucikan jiwa dan roh. Tujuan agama memaglah membina manusia baik-baik, manusia yang jauh dari kejahatan. Oleh sebab itu, agama monoteisme erat pula hubunganya dengan pendidikan moral. Agama-agama monoteisme mempunyai ajaran tentang norma-norma ahlak tinggi. Kebersihan jiwa, tidak mementingkan diri sendiri, cinta kebearan, suka membatu manusia, kebesaran jiwa, suka damai, rendah hati, dan sebagaiya, adalah norma-norma yang di ajarkan agama-agama besar. Agama tanpa ajaran moral tidak akan berarti dan tidak akan dapat mengubah kehidupan manusia. Itulah sebabnya, tidak megherankan kalau selalu di identifikasikan dengan moralitas.
Dengan kata lain, agama monotiesme atau agama tauhid dengan ajaran-ajarannya bermaksud untuk membina manusia berjiwa bersih dan berbudi pekerti luhur. Di sinilah letak salah satu arti penting dari agama monotiesme bagi hidup kemasyarakatan manusia. Dari individu-individu yang berjiwa bersih dan berbudi pekerti luhurlah, masyarakat manusia baik dapat dibina.
Agama-agama yang dimasukkan dalam kelompok agama monoteisme, sebagaimana disebut dalam ilmu perbandingan agama adalah Islam, Yahudi, Kristen, dengan kedua golongan Protestan dan Khatolik yang terdapat didalamnya, dan Hindu tidak termasuk dalam rampun ini.
Di antara tiga serumpun ini, yang pertama datang ialah agama Yahudi dengan Nabi-nabi Ibrahim, Ismail, Ishaq, Yusuf dan lain-lain, kemudian agama kristen dengan Nabi Isa yang datang untuk mengadakan reformasi dalam agama Yahudi. Terakhir sekali, datang agama Islam dengan Nabi Muhammad SAW. sebagai utusannya. Ajaran yang beliau bawaialah ajaran yang beliau berikan kepada Nabi Ibrahim, Musa, Isa, dan lain-lain dalam bentuk murninya.
Sebagaimana diterangkan oleh Al-Qur’an, ajaran murni itu islam. Menyerahkan diri seluruhnnya kepada kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Allah SWT. Dalam Q.S.Ali Imran ayat 19, berfirman:
إن الدين عند الله الإسلام وما اختلف الذين أوتوا الكتاب إلا من بعد ما جاءهم العلم بغيا بينهم
Artinya:
Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah deberi kitab, kecuali setelah mereka memperoleh ilmu karena kedengkian di antara mereka”. (Q.S. Ali Imran[3]:19)

Apa yang di maksud dengan islam di jelaskan dalam Q.S. An-Nisa’ ayat 125
ومن أحسن دينا ممن أسلم وجهه لله وهو محسن واتبع ملة إبراهيم حنيفا
Artinya:
dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang dengan ikhlas berserah diri kepada Allah, sedang dia mengerjakan kebaikan dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus”. (Q.S. An-Nisa’[4]: 125)
C.        KEBUTUHAN MANUSIA TERHADAP AGAMA
             Ada perbedaan yang jelas antara manusia dan binatang. Manusia di beri akal oleh tuhan, sedangkan binatang tidak. dengan akal pikiran itulah, manusia melahirkan tingkah laku perbuatan sehari-hari dalam rangka menjalin hubungan dengan manusia lainnya. Akan tetapi, akal manusia bersifat nisbi dan sangat terbatas tidak seluruh persoalan dapat diatasi dan dirajuk hakikat kebenarannya. Sejarah filsafat, perkembangan alam pikiran, lahirnya isme-isme dan perkembangan tekhnologi modern dapat dijadikan bukti tentang keterbatasan dan kenisbian akal manusia.  
              Oleh karena itu, jelaslah bahwa manusia membutuhkan bimbingan dan petunjuk yang benar dan bernilai mutlak untuk meraih kebahagiaan hidup jasmani da rohani, dunia dan akhirat. Untuk itu, di samping akal, tuhan juga memberikan anugerah lain kepada manusia sebagai pembimbing gerak akal, yaitu agama. Dalam agama inilah, di bentangkan konsep yang tegas dan jelas tentang apa yang sesungguhnya hidup dan kehidupan itu, dari mana dan kemana arah tujuannya, serta apa dan siapakah manusia yang sebenarnya.
Sekurang-kurangnya ada tiga alasan yang melatar belakangi perlunya manusia terhadap manusia seperti yang diungkapkan oleh Abuddin Nata. Ketiga alasan tersebut yaitu fitrah manusia, kelemahan dan kekurangan manusia, dan tantangan manusia.
1.      Fitrah Manusia
Latar belakang perlunya manusia pada agama adalah karena dalam diri manusia terdapat potensi untuk beragama. Murtadha Muthahari mengatakan bahwa pada saat berbicara tentang para nabi, Imam Ali menyebutkan bahwa mereka diutus untuk mengigatkan manusia pada perjanjian yang telah diikat oleh fitrah mereka, yang kelak mereka akan dituntut untuk memenuhinya. Perjanjian itu tidak tercatat diatas kertas, tidak pula diucapkan oleh lidah, melainkan terukir dengan pena ciptaan allah di permukaan kalbu dan lubuk fitrah manusia, dan diatas permuakaan hati nurani serta di kedalaman perasaan batiniah.
Kenyataan bahwa manusia memiliki fitrah keagamaan tersebut di atas, untuk pertama kali di teteskan dalam ajaran islam, yakni bahwa agama adalah kebutuhan futrah manusia. Sebelumnya manusia tidak megenal kenyataan ini. Kemudian, muncul beberapa orag yang menyerukan dan memopulerkannya. Fitrah keagamaan yang ada dalam diri manusia inilah yang melatarbelakangi perlunya manusia pada agama. Oleh karena itu, ketika datang wahyu Tuhan yang menyeru manusia agar beragama, seruan tersebut memang sejalan dengan futrahnnya. Dalam kontek ini, Al-Qur’an menyebutkan:
فأقم وجهك للدين حنيفا فطرة الله التي فطر الناس عليها
Artinya:
”maka hadapkanlah wqajahmu dengan lurus kepada agama Allah (islam); sesuai fitrah Allah di sebabkan dia telah menciptakan manusia menurut fitrah itu”. (Q.S. Ar-Rum[30]:30)
2.      Kelemahan dan Kekurangan Manusia
Faktor lain yang melatarbelakangi manusia memerlukan agama adalah kesempurnaan dan kekurangan manusia. Hal ini antara lain di ugkapkan oleh kata an-nafs. Menurut Qurasy shihab bahwa dalam pandangan Al-quran, nafs diciptakan Allah dalam keadaan sempurna dan berfungsi menampung serta mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan, dan keburukan, dan karean itu, sisi dalam manusia inilah yang oleh Al-quran di anjurkan untuk diberi perhatian lebih besar, misalnya ayat:
ونفس وما سوها فألهمها فجورها وتقوها
Artinya: “demi jiwa serta peenyempurnaan (ciptaanNya) maka dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya”. (Q.S. Asy-Syam[91]: 7-8)
3.      Tantangan Manusia
Faktor lain ysng menyebabkan manusia memerlukan agama adalah kehidupan manusia yang senantiasa menghadapi berbagai tantangan, baik yang datang dari dalam maupun dari luar. Tantangan dari dalam dapat berupa dorongan hawa nafsu dan bisikan setan. Adapun tantangan dari luar berupa rekayasa dan dan upaya-upaya yang dilakukan manusia yang secara sengaja berupaya ingin memalingkan manusia dari Tuhan. Mereka dengan rela mengeluarkan biaya, tenaga, dan pikiran yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk kebudayaan yang didalamnya mengandung misi menjauhkan manusia dari Tuhan. Kita misalnya membaca ayat:
إن الذين كفروا ينفقون أموالهم ليصدوا عن سبيل الله
Artinya: “sesungguhnya orang-orang yang kafir itu menginfakkan harta mereka untuk mennghalang-halangi (orang) dari jalan Allah”. (Q.S. AL-Anfal [8]: 36)
Orang-orang kafir itu sengaja mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untyk membuat orang mengikuti keinginannya. Berbagai bentuk budaya, hiburan, obat-obat terlarang, dan sebagainya dibuat sesngaja. Untuk itu, upaya mengatasi dan membentengi manusia adalah dengan mengajar mereka agar taat menjalankan agama. Godaan dan tantangan hidup demikian itu semakin meningkat, sehingga upaya mengagamakan masyarakat menjadi penting.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.    Dalam masyarakat Indonesia, selain kata agama, dikenal pula kata ad-din yang berasal dari bahasa arab dan kata  religi dari bahasa eropa. Bila diliaht dari asal katanya, “agama” sebenarnya berasal dari kata Sanskerta a dan gam. A= tidak, dan gam= pergi. Jadi, kata tersebut berarti “tidak pergi”, “tetap ditempat”, “langgeng”, diwariskan secara turun temurun. Agam memang mempunyai sifat demikian. Ada lagi yang mengatakan bahwa agama berarti teks atau kitab suci, dan agama-agama memang mempunyai kitab suci.
2.     Dalam perjalanan sejarahnya, ada agama yang bersifat primitif dan ada pula yang di anut oleh masyarakat yang telah meninggalkan fase keprimitifan. Agama-agama yang tedapat dalam masyarakat primitif ialah dinamisme, animisme, dan politisme.
3.     Ada perbedaan yang jelas antara manusia dan binatang. Manusia di beri akal oleh tuhan, sedangkan binatang tidak. dengan akal pikiran itulah, manusia melahirkan tingkah laku perbuatan sehari-hari dalam rangka menjalin hubungan dengan manusia lainnya. Oleh karena itu, jelaslah bahwa manusia membutuhkan bimbingan dan petunjuk yang benar dan bernilai mutlak untuk meraih kebahagiaan hidup jasmani da rohani, dunia dan akhirat. Untuk itu, di samping akal, tuhan juga memberikan anugerah lain kepada manusia sebagai pembimbing gerak akal, yaitu agama.
B.     Saran
Makalah ini hanya sebagian kecil saja menguraikan tentang agama, perkembangan, dan latar belakang kemuunculannya. Oleh karena itu, kami (penyusun) menyadari bahwa makalah kami ini masih jauh dari kata kesempurnaan serta banyak sekali kesalahan dan kekurangan, baik dari segi penulisan maupun penyusunan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan ilmu dan pengetahuan. Dengan demikian, kami (penyusun) mengharap kritik dan saran yang sifatnya membangun dari para pembaca.
Akhirnya kami (penyusun) mengucapkan alhamdulillah atas terseleaikannya makalah kami ini semoga bermanfaat bagi para pembaca. Amin.



DAFTAR PUSTAKA
Supatra A.Munzier, Ilmu Hadis, Jakarta : Rajawali Pers, 2008.
Mudasir, Ilmu Hadis, Bandung : Pustaka Setia, 1999.
Hadna A. Musthofa, Ayo Mengkaji  Al-Qur’an dan Hadis, Jakarta : Erlangga 2010.