UPAYA
PEMBELAAN NEGARA
MAKALAH
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan yang diampun oleh Bapak Moh Zuhdi, M.I.KOM
Oleh :
NAJDATIN
NISWAH
NURHIDAYATI
SATIN
NOFI DWI R
RAHMAWATI
EKO DERMAWAN
ST. MAULIDATUL HASANAH
LAYFI LAFIFAH
ATIQUR RAHMAH
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
JURUSAN
TARBIYAH
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN 2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Ilahi Robbisang pencerah dunia, sang pengatur jagat
raya dan manusia yang tidak pernah bosan memberikan maunah kepada kita semua,
tidak terkecuali penulis walaupun kita senantiasa berselimut dengan dosa karena
dengan maunah-Nya kita bisa merampungkan tulisan singkat ini meski masih
jauh dari sempurna dan semoga tulisan ini menjadi awal kepada kita semua untuk
menjadi insan yang kreatif dan penuh dengan karya cipta di masa yang akan
datang.
Salawat dan salam
semoga tidak pernah putus dan mengalir deras kepada sang proklamator dunia
sehingga sekarang tenar dipenjuru dunia baginda Rasulullah ibni Abdillah yang
telah menaburkan benih-benih kebaikan untuk melawan kebiadaban moral sehingga
pada zaman yang penuh dengan persaingan ini.
Kita bisa membedakan antara
positif dan negatif dengan cahaya iman dan islam yang telah terpatri dalam hati
sanubari. Harapan semoga kita sebagai umatnya senantiasa berada dalam garis-garis
agama seperti yang telah beliau goreskan.
Tidak lupa kami ucapkan beribu
terima kasih kepada dosen pengajar yang telah membimbing kami untuk menjadi mahasiswa yang ideal sesuai dengan tugas
mahasiswa dan semoga ilmu yang disiramkan
kepada kami senantiasa menjadi bahtera untuk mengarungi samudra kehidupan di masa
yang akan datang.
Yang terakhir semoga tulisan singkat ini menjadi khazanah
keilmuan untuk bekal di masa yang akan datang. Amien.
Pamekasan,
02 Oktober 2016
Penyusun
DAFTAR
ISI
Halaman
HALAMAN
JUDUL
KATA
PENGANTAR
DAFTAR
ISI
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
B.
Rumusan Masalah
C.
Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pembelaan Negara
B.
Bentuk-bentuk
Usaha Pembelaan Negara
C.
Cara
Berpartisipasi dalam Usaha Pembelaan Negara
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Seperti yang
kita ketahui, untuk mencapai kemerdekaan, Bangsa Indonesia harus mengalami
perjuangan yang amat panjang dan luar biasa beratnya paling sedikit tiga
setengah abad lamanya bangsa Indonesia berjuang untuk merebut kemerdekaan dari
tangan penjajah, dengan korban yang luar biasa banyaknya. Itulah pengorbanan
yang harus diberikan dalam suatu perjuangan, yang pada akhirnya berhasil
membawa bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan.
Kemerdekaan
yang telah kita miliki harus dijaga dan dipertahankan, jika kita tidak ingin
direbut kembali. Sebab, meskipun bangsa Indonesia telah merdeka, bukan berarti
terlepas dari segala bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan. Oleh
karena itu, kita sebagai warganegara harus menjaga keutuhan bangsa dan membela
negara dari masalah apapun. Usaha bela negara dapat dilaksanakan dalam berbagai
bidang dan bentuk. Bukan hanya dalam ancaman fisik, tetapi juga nonfisik. Bukan
hanya terhadap ancaman militer, tetapi juga ancaman nonmiliter.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian pembelaan Negara?
2.
Bagaimana
bentuk-bentuk usaha pembelaan Negara?
3.
Bagaimana
cara berpartisipasi dalam usaha pembelaan Negara?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui apa itu pembelaan negara
2.
Untuk
mengetahui bentuk-bentuk usaha pembelaan negara
3.
Untuk
mengetahui cara berpartisipasi dalam usaha pembelaan negara
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Bela Negara
Bela Negara
adalah sebuah konsep yang disusun oleh perangkat perundangan dan petinggi suatu
negara tentang patriotisme seseorang, suatu kelompok atau seluruh komponen dari
suatu negara dalam kepentingan mempertahankan eksistensi negara tersebut. Bela
Negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya
kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD
1945 dalam menjalin kelangsungan hidup bangsa dan negara yang seutuhnya.
Bela Negara
menurut UU No 3 tahun 2002 adalah sikap dan perilaku warga Negara yang dijiwai
oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan
pancasila dan UUD 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan Negara.
Pembelaan Negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga Negara. Berikut ini
adalah landasan hukum pembelaan Negara, antara lain:
1.
Pembukaan
UUD 1945 alinea IV
2.
UUD
1945 pasal 27 ayat 3 dan 1 dan pasal 30 ayat 1 dan 2
Isi
dari pasal 27 ayat 3 UUD 1945 (hasil amandemen) “setiap warga Negara berhak dan
wajib ikut serta dalam upaya pembelaan Negara.”
Isi
dari pasal 27 ayat 1 UUD 1945 “segala warga Negara bersamaan kedudukannya dalam
hukum dan pemerintah dan wajib menjunjung hukum dan pemerintah.”
Isi
dari pasal 30 ayat 1 UUD 1945 “tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam pertahanan dan keamanan Negara.”
Isi
dari pasal 30 ayat 2 UUD 1945 “usaha pertahanan dan keamanan Negara
dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan kemanan rakyat semesta oleh TNI dan
POLRI sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung.”
3.
Tap
No VI/MPR/2000 tentang pemisahan TNI dan POLRI
4.
Tap
No VII tentang peran TNI dan POLRI
5.
UU
No 3 tahun 2002 tentang pertahan Negara pasal 9 ayat 1“segala warga Negara
berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela Negara yang diwujudkan dalam
penyelenggaraan pertahanan Negara.”[1]
Sistem
pertahanan Negara adalah sistem pertahanan rakyat semesta (sishanrata) artinya
melibatkan seluruh rakyat dan segenap sumber daya nasional, sarana dan
prasarana dan seluruh wilayah sebagai satu kesatuan. Berikut ini adalah
komponen pertahanan Negara yaitu, antara lain:
a.
Komponen
utama yaitu TNI yang bertugas mempertahankan kedaulatan negara dan keutuhan
wilayah, melindungi kehormatan dan keselamatan bangsa, melaksanakan operasi
militer selain perang, ikut aktif dalam pemeliharaan perdamaian dunia.
b.
Komponen
cadangan yaitu sumber daya nasional yang telah disiapkan untuk digunakan
seperti, pensiunan TNI, resimen mahasiswa, SAR, dll.
Komponen
pendukung yaitu sumber daya nasional yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kekuatan dan kemampuan komponen lain.
Selain ada komponen dan landasan tentang pembelaan Negara, ada juga ancaman-ancaman terhadap bangsa dan Negara yaitu:
Selain ada komponen dan landasan tentang pembelaan Negara, ada juga ancaman-ancaman terhadap bangsa dan Negara yaitu:
1.
Ancaman
militer dalam bentuk:
Agresi,
berupa penggunaan kekuasaan bersenjata terhadap kedalatan Negara. Seperti
kegiatan invasi, bombardemen, blockade, dll.
Pelanggaran
wilayah
Spionase
Sabotase
Aksi
terror
Pemberontakan
bersenjata
Perang
saudara
2.
Ancaman
nonmiliter, seperti
Ancaman
terhadap ideology
Ancaman
terhadap budaya
Ancaman
terhadap ekonomi
Dampak globalisasi
Instrumen Hukum
Pembelaan
Negara
Khusus yang
berkaitan dengan pertahanan dan keamanan Negara, upaya bela Negara dan warganya
diatur dalam beberapa ketentuan berikut.
a.
Undang
– Undang Dasar 1945.
Upaya
bela Negara diatur dalam Pasal 27 Ayat (3), dan Pasal 30 Ayat (1) dan (2).
Pasal 27 Ayat (3)berbunyi, “Setiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta
dalam upaya pembelaan negara.” Pasal 30Ayat (1) berbunyi, “Tiap – tiap warga
Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dankeamanan Negara”.
Sementara Ayat (2) berbunyi, “Usaha pertahanan dan keamanan Negaradilaksanakan
melalui sistem pertahanan dan keamanan kekuatan utama, dan rakyat sebagai
kekuatanpendukung”.
b.
UU
RI No. 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara
UU
RI No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara merupakan pengganti UU. No. 20
Tahun 1982tentang Ketentuan – Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara
Republik Indonesia. Dalam UU RINo. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
diatur dalam Pasal 9 ayat (1) dan Ayat (2).
Pasal 9 Ayat (1) berbunyi, “Setiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela Negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan Negara”. Sementara Ayat (2) berbunyi,“Keikutsertaan warga Negara dalam upaya bela Negara, sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) diselenggarakan melalui empat hal berikut.
Pasal 9 Ayat (1) berbunyi, “Setiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela Negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan Negara”. Sementara Ayat (2) berbunyi,“Keikutsertaan warga Negara dalam upaya bela Negara, sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) diselenggarakan melalui empat hal berikut.
1.
Pendidikan
kewarganegaraan.
2.
Pelatihan
dasar kemiliteran secara wajib.
3.
Pengabdian
sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secara sukarela atau secara wajib.
4.
Pengabdian
sesuai dengan profesi.[2]
B.
Pentingnya
Usaha Pembelaan Negara
Pada tanggal 17
agustus 1945 indonesia menyatakan kemerdekaannya, melalui proklamasi kemerdekaanyang
dibacakan oleh Ir. Soekarno atas nama Bangsa Indonesia.dengan adanya proklamasi
kemerdekaanIndonesia tersebut, maka secara De facto bangsa Indonesia telah
merdeka, berdiri sejajar dengan negara-negara merdeka lain di dunia.
Untuk mencapai
kemerdekaan tersebut, bansa Indonesia harus mengalami perjuangan yang amat
panjangdan luar biasa beratnya. Ratusan, ribuan dan mungkin lebih korban yang
meninggal dunia dari perjuangan merebut kemerdekaan ini, belum termasuk korban
raga dan korban harta.
Perjuangan yang
gigih dan pengorbanan yang luar biasa dari para pejuang telah mengantarkan
kitamenjadi bangsa yang merdeka. Kemerdekaan yang kita miliki sekarang harus
dijaga dan pertahankankarena meskipun Indonesia sudah merdeka, bukan berarti terlepas
dari segala bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan (ATHG).
Berdasarkan pandangan hidup tersebut, bangsa Indonesia dalampenyelengaraan
pertahanan Negara menganut prinsip-prinsip berikut ini:
a. Bangsa Indonesia berhak dan wajib membela serta mempertahankan
kemerdekaan dan kedaulatan Negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap
bangsa dari segala ancaman.
b. Pembelaan Negara diwujudkan dengan keikutsertaan dalam upaya
pertahanan Negara merupakan tanggung jawab dan kehormatan setiap warga Negara.
c. Bangsa Indonesia cinta perdamaian, tetapi lebih cinta pada
kemerdekaan dan kedaulatannya.
d. Bangsa Indonesia menentang segala bentuk penjajahan dan menganut
politik bebas aktif.
e. Bentuk pertahanan Negara bersifat semesta dalam arti melibatkan
seluruh rakyat dan segenap sumber daya nasional.
f.
Pertahanan
Negara disusun berdasarkan prinsip demokrasi, hak asasi manusia, kesejahteraan
umum, lingkungan hidup, ketentuan hukum nasional, hukum internasional dan
kebiasaan internasional, serta prinsip hidup berdampingan secara damai.[3]
C.
Bentuk
– Bentuk Usaha Pembelaan Negara
1. Upaya bela Negara terhadap ancaman militer.
2. Upaya bela Negara terhadap ancaman penyalahgunaan Narkoba.
3. Upaya bela Negara terhadap ancaman KKN.
4. Upaya bela Negara terhadap ancaman perusakan lingkungan.
5. Upaya bela Negara terhadap ancaman kemiskinan.
6. Upaya bela Negara terhadap ancaman kebodohan.
7. Upaya bela Negara tehadap ancaman lunturnya persatuan dan kesatuan
bangsa.
8. Upaya bela Negara terhada ancaman budaya asing yang negatif.
9. Upaya bela Negara tuntuk mengharumkan nama Bangsa Indonesia di mata
dunia.[4]
D.
Peran
Serta Warga Negara Dalam Usaha Pembelaan Negara
Upaya pembelaan
Negara bukan sekadar untuk mempertahankan negara saja, melainkan juga untuk
memajukan bangsa dan negara. Oleh karena itu, maka segala bentuk peran serta
warga negara yang positif demi keutuhan, kemajuan, kejayaan, dan kelangsungan
hidup bangsa dan negara merupakan wujud pembelaan terhadap negara.
Berdasarkan
ketentuan UUD 1945 pasal 27 ayat 3, setiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam upaya pembelaan Negara. Dan dalam UUD 1945 pasal 30 ayat 1
menyatakan bahwa, tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
usaha pertahanan dan keamanan negara. Dan isi kedua pasal tersebut berarti
bahwa kemampuan serta komitmen atau kesanggupan untuk berpartisipasi dalam
usaha pembelaan negara. Peran serta warga negara dalam usaha pembelaan negara
dapat diartikan sebagai keikutsertaan (partisipasi) warga negara untuk turut
berusaha mempertahankan, menjaga dan memlihara negara agar negara tetap tegak
atau berdiri dengan kokoh. Contoh upaya bela negara yang dilakukan oleh kita
semua di berbagai lingkungan, mulai dari lingkungan keluarga, sekolah,
masyarakat dan juga negara. Dan berikut ini beberapa contoh upaya bela negara
di berbagai lingkungan:
1.
Contoh
upaya bela negara di lingkungan keluarga
Mengembangkan
sikap saling mengasihi, saling menolong, saling menghormati dan menghargai
antar anggota keluarga.
Menciptakan
suasana rukun, damai, dan harmonis dalam keluarga.
Membentuk
keluarga yang sadar hukum.
Menjaga
kebersihan dan kesehatan keluarga.
Saling
mengingatkan kepada sesama anggota keluarga apabila ada yang akan berbuat
kejahatan, misalnya : minum minuman keras di rumah dan lain sebagainya.
Memberikan
pengertian kepada anak supaya cinta kepada tanah air dan mencintai
produk-produk dalam negeri.
Memberikan
pengertian kepada anggota keluarga agar selalu berusaha untuk selalu menggunakan
produk-produk dalam negeri.
Menjaga
nama baik keluarga dengan perilaku yang terpuji atau mulia
Saling mengingatkan sesama anggota keluaraga untuk selalu patuh pada hukum yang berlaku.
Saling mengingatkan sesama anggota keluaraga untuk selalu patuh pada hukum yang berlaku.
Menciptakan
keluarga yang sadar dan patuh terhadap hukum/peraturan yang berlaku.
2.
Contoh
upaya bela negara di lingkungan masyarakat
Mengembangkan
sikap tenggang rasa dan tolong menolong antar warga negara masyarakat.
Bersama-sama
menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat.
Meningkatan
kegiatan gotong royong dan semangant persatuan dan kesatuan.
Menjaga
keamanan lingkungan melalui kegiatan siskamling/ronda.
Menciptakan
suasana rukun, damai, dan tentram dalam masyarakat.
Menghargai
adanya perbedaan dan memperkuat persamaan yang ada.
Menjaga
keamanan kampung secara bersama-sama.
Selalu
aktif dalam kegiatan sosial seperti kerja bakti, dll.
3.
Contoh
upaya bela negara di lingkungan negara
Mematuhi
peraturan hukum yang berlaku
Mengamalkan
nilai-nila yang terkandung dalam Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara
Membayar
pajak tepat pada waktunya
Mendukung
program GDN, GNOTA, dan wajib belajar 9 tahun
Memperkokoh
semangat persatuan dan kesatuan bangsa
Bersikap
selektif terhadap masuknya budaya asing ke Indonesia dan lain sebagainya.
Selalu
kritis terhadap kebijakan pemerintah
Usaha
pembelaan negara bertumpu pada kesadaran setiap warganegara akan hak dan
kewajibannya. Kesadaran demikian perlu ditumbuhkan melalui proses motivasi
untuk mencintai tanah air dan untuk ikut serta dalam pembelaan negara. Proses
motivasi untuk membela negara dan bangsa akan berhasil jika setiap warga negara
memahami kemungkinan segala macam ancaman terhadap eksistensi bangsa dan negara
Indonesia. Dalam hal ini ada beberapa dasar pemikiran yang dapat dijadikan
sebagai bahan motivasi setiap warga negara untuk ikut membela negara Indonesia.
Yaitu :
pengalaman
sejarah perjuangan RI
kedudukan
geografis Nusantara yang strategis
keadaan
penduduk (demografis) yang besar
kekayaan
sumber daya alam
perkembangan
dan kemajuan IPTEK di bidang persenjataan
kemungkinan
timbulnya bencana perang.[5]
4.
Contoh
upaya bela negara di lingkungan sekolah
Meningkatkan
imtaq dan iptek
Membudayakan
GDN (Gerakan Disiplin Nasional) di sekolah meliputi : budaya tertib, budaya bersih,
dan budaya kerja/belajar
Mengembangkan
kepedulian sosial di sekolah, misalnya dengan keihklasan mengumplkan dana
sosial, infak, zakat, shodaqoh, untuk membantu warga sekolah yang membutuhkan.
Kesadaran
untuk menaati tata tertib sekolah
Menjaga
nama baik sekolah dengan tidak melakukan perbuatan yang berdampak negatif bagi
sekolah dan sebagainya
Belajar
dengan giat terutama pada materi Pendidikan Kewarganegaraan
Belajar
dengan giat supaya mendapatan prestasi yang baik
Saling
mengingatkan sesama siswa apabila ada yang akan melanggar peraturan sekolah
Menjadi
siswa yang berprestasi dan mengharumkan nama baik sekolah dan negara.[6]
Nah, kita
sebagai MAHASISWA selalu menjadi bagian dari perjalanan sebuah bangsa. Roda
sejarah demokrasi selalu menyertakan mahasiswa sebagai pelopor, penggerak,
bahkan sebagai pengambil keputusan. Hal tersebut telah terjadi di berbagai
negara di dunia, baik di Timur maupun di Barat. Pemikiran kritis, demokratis,
dan konstruktif selalu lahir dari pola pikir para mahasiswa. Suara-suara Pemahasiswa kerap kali merepresentasikan dan
mengangkat realita sosial yang terjadi di masyarakat. Sikap idealisme mendorong
mahasiswa untuk memperjuangkan sebuah aspirasi pada penguasa, dengan cara
mereka sendiri.
Tidak dapat
dipungkiri bila generasi muda khususnya para mahasiswa, selalu dihadapkan pada
permasalahan global. Setiap ada perubahan, mahasiswa selalu tampil sebagai
kekuatan pelopor, kekuatan moral dan kekuatan pendobrak untuk melahirkan
perubahan. Oleh karena itu kiranya sudah cukup mendesak untuk segera dilakukan
penataan seputar kehidupan mahasiswa tersebut.
Dalam
sejarahnya mahasiswa merupakan kelompok dalam kelas menengah yang kritis dan
selalu mencoba memahami apa yang terjadi di masyarakat. Bahkan di zaman
kolonial, mahasiswa menjadi kelompok elite paling terdidik yang harus diakui
kemudian telah mencetak sejarah bahkan mengantarkan Indonseia ke gerbang kemerdekaannya.
Pergolakan dan
perjalanan mahasiswa Indonesia telah tercatat dalam rentetan sejarah yang
panjang dalam perjuangan bangsa Indonesia, seperti gerakan mahasiswa dan
pelajar tahun 1966 dan tahun 1998. Masih dapat kita ingat 8 tahun yang lalu
gerakan mahasiswa Indonesia yang didukung oleh semua lapisan masyarakat
berhasil menjatuhkan suatu rezim tirani yaitu ditandainya dengan berakhirnya
rezim Soeharto.
Legenda perjuangan mahasiswa di Indonesia sendiri juga telah memberikan bukti yang cukup nyata dalam rangka melakukan agenda perubahan tersebut. Tinta emas sejarahnya dapat kita lihat dengan lahirnya angkatan ‘08, ‘28, ‘45, ‘66, ‘74, yang masing-masing memiliki karakteristik tersendiri tetapi tetap pada konteks kepentingan wong cilik. Terakhir lahirlah angkatan bungsu ‘98 tepatnya pada bulan Mei 1998 dengan gerakan REFORMASI yang telah berhasil menurunkan Presiden Soeharto dari kursi kekuasaan dan selanjutnya menelurkan Visi Reformasi yang sampai hari ini masih dipertanyakan sampai dimana telah dipenuhi.
Legenda perjuangan mahasiswa di Indonesia sendiri juga telah memberikan bukti yang cukup nyata dalam rangka melakukan agenda perubahan tersebut. Tinta emas sejarahnya dapat kita lihat dengan lahirnya angkatan ‘08, ‘28, ‘45, ‘66, ‘74, yang masing-masing memiliki karakteristik tersendiri tetapi tetap pada konteks kepentingan wong cilik. Terakhir lahirlah angkatan bungsu ‘98 tepatnya pada bulan Mei 1998 dengan gerakan REFORMASI yang telah berhasil menurunkan Presiden Soeharto dari kursi kekuasaan dan selanjutnya menelurkan Visi Reformasi yang sampai hari ini masih dipertanyakan sampai dimana telah dipenuhi.
Dengan demikian
adalah sebuah keharusan bagi mahasiswa untuk menjadi pelopor dalam melakukan
fungsi control terhadap jalannya roda pemerintahan sekarang. Bukan malah
sebaliknya.
Agenda
reformasi adalah tanggung jawab kita semua yang masih merasa terpanggil sebagai
kaum intelektual, kaum yang kritis dan memiliki semangat yang kuat. Dan
tanggung jawab ini hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai rasa
sosial yang tinggi. Bukan orang-orang kerdil yang hanya memikirkan perut,
golongannya dan tidak bertanggung jawab. Hanya lobang-lobang kematianlah yang
mampu menjadikan mereka untuk berpikir bertanggung jawab. Jangan pikirkan
mereka, mari pikirkan solusi untuk menghibur Ibu Pertiwi yang selalu menangis
dengan ulah-ulah anak bangsanya sendiri.
Kondisi tersebut
tidak terlihat lagi pada masa kini, mahasiswa memiliki agenda dan garis
perjuangan yang berbeda dengan mahasiswa lainnya. Sekarang ini mahasiswa
menghadapi pluralitas gerakan yang sangat besar. Meski begitu, setidaknya
mahasiswa masih memiliki idealisme untuk memperjuangkan nasib rakyat di
daerahnya masing-masing.
Mahasiswa sudah
telanjur dikenal masyarakat sebagai agent of change, agent of modernization,
atau agen-agen yang lain. Hal ini memberikan konsekuensi logis kepada mahasiswa
untuk bertindak dan berbuat sesuai dengan gelar yang disandangnya. Mahasiswa
harus tetap memiliki sikap kritis, dengan mencoba menelusuri permasalahan
sampai ke akar-akarnya.
Dengan adanya
sikap kritis dalam diri mahasiswa diharapkan akan timbul sikap korektif
terhadap kondisi yang sedang berjalan. Pemikiran prospektif ke arah masa depan
harus hinggap dalam pola pikir setiap mahasiswa. Sebaliknya, pemikiran
konservatif pro-status quo harus dihindari.
Mahasiswa harus
menyadari, ada banyak hal di negara ini yang harus diluruskan dan diperbaiki.
Kepedulian terhadap negara dan komitmen terhadap nasib bangsa di masa depan
harus diinterpretasikan oleh mahasiswa ke dalam hal-hal yang positif. Tidak
bisa dimungkiri, mahasiswa sebagai social control terkadang juga kurang
mengontrol dirinya sendiri. Sehingga mahasiswa harus menghindari tindakan dan
sikap yang dapat merusak status yang disandangnya, termasuk sikap
hedonis-materialis yang banyak menghinggapi mahasiswa.
Karena itu,
kepedulian dan nasionalisme terhadap bangsa dapat pula ditunjukkan dengan
keseriusan menimba ilmu di bangku kuliah. Mahasiswa dapat mengasah keahlian dan
spesialisasi pada bidang ilmu yang mereka pelajari di perguruan tinggi, agar
dapat meluruskan berbagai ketimpangan sosial ketika terjun di masyarakat kelak.
Peran dan
fungsi mahasiswa dapat ditunjukkan secara santun tanpa mengurangi esensi dan
agenda yang diperjuangkan. Semangat mengawal dan mengawasi jalannya reformasi,
harus tetap tertanam dalam jiwa setiap mahasiswa. Sikap kritis harus tetap ada
dalam diri mahasiswa, sebagai agen pengendali untuk mencegah berbagai
penyelewengan yang terjadi terhadap perubahan yang telah mereka perjuangkan.
Dengan begitu, mahasiswa tetap menebarkan bau harum keadilan sosial dan
solidaritas kerakyatan.
Peran Lembaga
Kemahasiswaan cukup signifikan, baik untuk lingkup nasional, regional maupun
internal kampus itu sendiri. Ke depan, peran strategis ini seharusnya juga
dimainkan oleh lembaga-lembaga formal kampus lainnya seperti pers mahasiswa,
atau kelompok studi profesi. Secara garis besar, menurut Sarlito Wirawan, ada
sedikitnya tiga tipologi atau karakteristik mahasiswa yaitu tipe pemimpin,
aktivis, dan mahasiswa biasa.
Pertama,
tipologi mahasiswa pemimpin, adalah individu mahasiswa yang mengaku pernah
memprakarsai, mengorganisasikan, dan mempergerakan aksi protes mahasiswa di
perguruan tingginya. Mereka itu umumnya memersepsikan mahasiswa sebagai kontrol
sosial, moral force dan dirinya leader tomorrow. Mereka cenderung untuk tidak
lekas lulus, sebab perlu mencari pengalaman yang cukup melalui kegiatan dan
organisasi kemahasiswaan.
Kedua, tipologi
aktivis ialah mahasiswa yang mengaku pernah aktif turut dalam gerakan atau aksi
protes mahasiswa di kampusnya beberapa kali (lebih dari satu kali). Mereka
merasa menyenangi kegiatan tersebut, untuk mencari pengalaman dan solider
dengan teman-temannya. Mahasiswa dari kelompok aktivis ini, juga cenderung
tidak ingin cepat lulus, namun tidak ingin terlalu lama. Mereka tidak terlalu
memersepsikan diri sebagai leader tomorrow namun pengalaman hidup perlu dicari
di luar studi formalnya. Sudah barang tentu jumlah mereka itu lebih banyak
daripada kelompok pemimpin.
Ketiga,
tipologi mahasiswa biasa adalah kelompok mahasiswa di luar kelompok pemimpin
dan aktivis yang jumlahnya paling besar lebih dari 90%. Sesungguhnya cenderung
pada hura-hura yaitu kegiatan yang dapat memberikan kepuasan pribadi, tidak
memerlukan komitmen jangka panjang dan dilakukan secara berkelompok atau
bersama-sama. Mereka ingin segera lulus, bahkan tidak sedikit mahasiswa yang tidak
segan-segan dengan cara menerabas (nyontek, membuat skripsi "Aspal"
dan lain-lain) agar segera lulus. Apakah hal ini merupakan indikator kurangnya
dorongan prestatif di kalangan mahasiswa, masih perlu diteliti.
Fakta
membuktikan, dinamika kehidupan bangsa dan mahasiswa pada umumnya banyak
dimotori oleh tipe pemimpin dan aktivis ini. Meskipun secara kuantitas kecil
tetapi mereka mampu menjadi pendorong dan agen utama perubahan dan dinamika
kehidupan kampus. Sebagian mereka karena telah terlatih menjadi pemimpin dan
aktivis, maka tidak sulit setelah selesai pada akhirnya mereka juga menjadi
pemimpin dan aktivis setelah terjun di masyarakat dan pemerintahan. Urgensi
bagi daerah
Dilihat dari
segi kualitas maupun kuantitas, para mahasiswa tetap saja merupakan komunitas
elite yang patut diperhitungkan dari dulu dan sampai kini terlebih bagi suatu
daerah. Di daerah, masih relatif sedikit anggota masyarakatnya yang dapat
menyekolahkan sampai tingkat perguruan tinggi. Oleh karena itu, keberadaan
mahasiswa bagi suatu daerah merupakan modal sosial yang luar biasa, yang dapat
dimanfaatkan dan diberdayakan bagi pembangunan suatu daerah. Namun mahasiswa,
dapat juga menjadi suatu "ancaman" bagi pemerintahan suatu daerah
karena dapat bersikap kritis dan mengambil peran sebagai kekuatan kontrol.
Demikian juga
para mahasiswa harus mulai berorientasi ke daerah bukan lagi ke pusat karena
Pusat selain sudah overload juga menjadi simbol ketimpangan pembangunan di
Indonesia, sehingga diperlukan desentralisasi dan orientasi baru dalam
pembangunan daerah.
Organisasi
kemahasiswaan
Dinamika
kehidupan mahasiswa tidak bisa dilepaskan dari wadah atau organisasi yang
menjadi instrumen bagaimana gagasan atau program berusaha diwujudkan, baik
organisasi intra maupun ekstra kampus. Organisasi kemahasiswaan intra perguruan
tinggi merupakan wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa ke arah
perluasan wawasan dan peningkatan kecendikiawanan serta integritas kepribadian
mahasiswa untuk mewujudkan tujuan pendidikan tinggi.
Mengingat
mahasiswa merupakan bagian dari civitas academica dan sebagai generasi muda
dalam tahap pengembangan dewasa muda, maka dalam penataan organisasinya disusun
berdasarkan prinsip dari, oleh, dan untuk mahasiswa dan merupakan subsistem
dari perguruan tinggi yang bersangkutan.
Pengalaman selama ini menunjukkan, perguruan tinggi yang telah berhasil membentuk organisasi kemahasiswaan sesuai prinsip-prinsip tersebut cenderung akan diterima oleh para mahasiswa dan memperoleh partisipasi secara optimal. Dengan demikian, dapat diharapkan bahwa kegiatan kemahasiswaan di perguruan tinggi maupun antarkampus dapat berjalan dengan lancar.
Pengalaman selama ini menunjukkan, perguruan tinggi yang telah berhasil membentuk organisasi kemahasiswaan sesuai prinsip-prinsip tersebut cenderung akan diterima oleh para mahasiswa dan memperoleh partisipasi secara optimal. Dengan demikian, dapat diharapkan bahwa kegiatan kemahasiswaan di perguruan tinggi maupun antarkampus dapat berjalan dengan lancar.
Perlu dicatat,
dewasa ini kecenderungan organisasi kemahasiswaan yang bernuansa keilmuan dan
profesi yang kegiatannya antarkampus. Bahkan kadang-kadang berdimensi
internasional cukup meningkat. Hal ini, jelas memerlukan uluran tangan pimpinan
perguruan tinggi, baik dalam aspek bimbingan keilmuan maupun dukungan biaya
yang tidak ringan. Keterlibatan ikatan profesi senior mereka dan dunia usaha,
diharapkan dapat menunjang kegiatan ini.
Resimen
Mahasiswa (MENWA) merupakan wadah penyaluran potensi Mahasiswa untuk ikut serta
dalam bela Negara. Melalui Pendidkan Dasar Militer yang wajib ditempuh setiap
anggota MENWA, diharapkan memantapkan fisik dan mental serta rasa kesadaran
bela Negara dengan semangat, disiplin, dan jiwa nasionalis yang tinggi.
Pembentukan Resimen Mahasiswa memerlukan pemikiran dan pertimbangan yang sangat teliti, begitu juga menyangkut Undang-Undang serta surat keputusan bersama atau peraturan pemerintah yang mendasari terbentuknya MENWA, seperti : PP No. 63 tahun 1945 tentang bantuan Militer, PEPERPU No. 038 tahun 1959 tentang wajib Militer Darurat, PP No. 22 tahun 1963 tentang Cadangan Nasional, SK. Menkamnas. No. M/B/00307/61 tentang memperluas Latihan Ketangkasan Keprajuritan dalam rangka kewaspadaan nasional dikalangan mahasiswa di Perguruan Tinggi, SKB Wampa (Wakil Menteri Pertama) urusan Hankam/Kasab dan Menteri PTIP No. M/20/1963 tanggal 24 Januari 1963 tentang Pelaksanaan Wajib Latihan dan Pembentukan Resimen Mahasiswa di Lingkungan Perguruan Tinggi, SK Menteri Utama bidang Hankam No. Kep./B/32/1968 tentang pengesahan naskah Rencana Realisasi Program Wajib Latih dan Wajib Militer bagi Mahasiswa, SKB Menteri Pendidikan dan Menhankam No. 0288/U/1973 dan Kep./B/21/1973 tanggal 7 Desember 1973 tentang Penyelengaraan Pendidikan Kewiraan dan Pendidikan Perwira Cadangan (PACAD) di Perguruan Tinggi, SKB Menhakam, Mendikbud, dan Mendagri No. Kep./39/XI/1975, No. 0246/U/1975 dan No. 247 tahun 1975 tentang Pembinaan MENWA Dalam Bela Negara yang diikuti SKB 1978, SKB 1994 serta SKB Menteri Pertahanan, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Dalam Negeri, dan Otonomi Daerah No. 14/M/X/2000, No. 6/U/2000, dan No. 39 A tanggal 10 Oktober 2000 tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Resimen Mahasiswa Dalam Bela Negara.[7]
Pembentukan Resimen Mahasiswa memerlukan pemikiran dan pertimbangan yang sangat teliti, begitu juga menyangkut Undang-Undang serta surat keputusan bersama atau peraturan pemerintah yang mendasari terbentuknya MENWA, seperti : PP No. 63 tahun 1945 tentang bantuan Militer, PEPERPU No. 038 tahun 1959 tentang wajib Militer Darurat, PP No. 22 tahun 1963 tentang Cadangan Nasional, SK. Menkamnas. No. M/B/00307/61 tentang memperluas Latihan Ketangkasan Keprajuritan dalam rangka kewaspadaan nasional dikalangan mahasiswa di Perguruan Tinggi, SKB Wampa (Wakil Menteri Pertama) urusan Hankam/Kasab dan Menteri PTIP No. M/20/1963 tanggal 24 Januari 1963 tentang Pelaksanaan Wajib Latihan dan Pembentukan Resimen Mahasiswa di Lingkungan Perguruan Tinggi, SK Menteri Utama bidang Hankam No. Kep./B/32/1968 tentang pengesahan naskah Rencana Realisasi Program Wajib Latih dan Wajib Militer bagi Mahasiswa, SKB Menteri Pendidikan dan Menhankam No. 0288/U/1973 dan Kep./B/21/1973 tanggal 7 Desember 1973 tentang Penyelengaraan Pendidikan Kewiraan dan Pendidikan Perwira Cadangan (PACAD) di Perguruan Tinggi, SKB Menhakam, Mendikbud, dan Mendagri No. Kep./39/XI/1975, No. 0246/U/1975 dan No. 247 tahun 1975 tentang Pembinaan MENWA Dalam Bela Negara yang diikuti SKB 1978, SKB 1994 serta SKB Menteri Pertahanan, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Dalam Negeri, dan Otonomi Daerah No. 14/M/X/2000, No. 6/U/2000, dan No. 39 A tanggal 10 Oktober 2000 tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Resimen Mahasiswa Dalam Bela Negara.[7]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bela negara
adalah membela kepentingan nasional pada seluruh aspek kehidupan nasional. Bela
negara tidak hanya berhubungan dengan kepenting-an militer semata tetapi
kepentingan seluruh bangsa Indonesia.
Bela negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara sesuai
dengan pasal 30 ayat 1 dalam perubahan kedua UUD 1945. Negara wajib dibela oleh
Warganya karena: fungsi pertahanan, sejarah perjuangan, bangsa, aspek hukum.
` Dengan hak dan kewajiban yang sama setiap orang Indonesia tanpa harus dikomando dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela negara. Membela negara tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan dengan cara lain seperti : ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (seperti siskamling), ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri, belajar dengan tekun atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), mengikuti kegiatan ekstrakulikuler seperi Paskibra, PMR, Pramuka.
` Dengan hak dan kewajiban yang sama setiap orang Indonesia tanpa harus dikomando dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela negara. Membela negara tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan dengan cara lain seperti : ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (seperti siskamling), ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri, belajar dengan tekun atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), mengikuti kegiatan ekstrakulikuler seperi Paskibra, PMR, Pramuka.
Sebagai warga
negara sudah sepantasnya kita turut serta dalam bela negara dengan mewaspadai
dan mengatasi berbagai macam ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan pada
NKRI atau Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti para pahlawan yang rela
berkorban demi kedaulatan dan kesatuan NKRI.
Kita sebagai
pelajar juga ikut membela negara dengan cara belajar yang tekun dan mengikuti
ekstrakulikuler di sekolah. Di era globalisasi ancaman, tantangan, hambatan dan
gangguan pada Negara Indonesia tidak seperti zaman sebelum kemerdekaan.
Ancaman, tantangan, dan gangguan bisa diatasi dengan pendidikan. Jika kita
pintar kita tidak akan bisa dibodohi orang lain atau negara lain.
B.
Saran
Dalam pembelaan negara, sebagai pelajar harus bisa melakukan
tindakan agar tidak diperbudak oleh orang lain. Dan harus pandai dalam
bersikap.
DAFTAR PUSTAKA
Budianto, kewarganegaraan SMA kelas X. Jakarta: Erlangga,
2004.
http://yusufbudiman92.blogspot.co.id/p/warga-negara-dan-negara.html, pada tanggal 02 Oktober 2016 pikul 18.04
https://utarikusuma.wordpress.com/2012/06/18/kewajiban-bela-negara-bagi-setiap-warga-negara/, pada tanggSal 02 Oktober 2016 pukul 18.06
http://www.kitapunya.net/2015/08/upaya-bela-negara-di-lingkungan-keluarga-sekolah-masyarakat.html, pada tanggal 02 Oktober 2016 pukul 18.07
Subagyo Agus, Bela Negara. Jakarta: Graha Ilmu, 2015.
http://www.kitapunya.net/2015/08/partisipasi-dalam-usaha-pembelaan-negara.html, pada tanggal 02 Oktober 2016 pukul 18.11
[3] http://yusufbudiman92.blogspot.co.id/p/warga-negara-dan-negara.html, pada tanggal
02 Oktober 2016 pikul 18.04
[4] https://utarikusuma.wordpress.com/2012/06/18/kewajiban-bela-negara-bagi-setiap-warga-negara/, pada tanggSal
02 Oktober 2016 pukul 18.06
[6] http://www.kitapunya.net/2015/08/upaya-bela-negara-di-lingkungan-keluarga-sekolah-masyarakat.html, pada tanggal
02 Oktober 2016 pukul 18.07
[7] http://www.kitapunya.net/2015/08/partisipasi-dalam-usaha-pembelaan-negara.html, pada tanggal
02 Oktober 2016 pukul 18.11