Wednesday, 5 October 2016

UPAYA PEMBELAAN NEGARA


UPAYA PEMBELAAN NEGARA
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang diampun oleh Bapak Moh Zuhdi, M.I.KOM
Oleh :
NAJDATIN NISWAH
NURHIDAYATI
SATIN
NOFI DWI R
RAHMAWATI
EKO DERMAWAN
ST. MAULIDATUL HASANAH
LAYFI LAFIFAH
ATIQUR RAHMAH


 



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN 2016




KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Ilahi Robbisang pencerah dunia, sang pengatur jagat raya dan manusia yang tidak pernah bosan memberikan maunah kepada kita semua, tidak terkecuali penulis walaupun kita senantiasa berselimut dengan dosa karena dengan maunah-Nya kita bisa merampungkan tulisan singkat ini meski masih jauh dari sempurna dan semoga tulisan ini menjadi awal kepada kita semua untuk menjadi insan yang kreatif dan penuh dengan karya cipta di masa yang akan datang.
Salawat dan salam semoga tidak pernah putus dan mengalir deras kepada sang proklamator dunia sehingga sekarang tenar dipenjuru dunia baginda Rasulullah ibni Abdillah yang telah menaburkan benih-benih kebaikan untuk melawan kebiadaban moral sehingga pada zaman yang penuh dengan persaingan ini.
Kita bisa membedakan antara positif dan negatif dengan cahaya iman dan islam yang telah terpatri dalam hati sanubari. Harapan semoga kita sebagai umatnya senantiasa berada dalam garis-garis agama seperti yang telah beliau goreskan.
            Tidak lupa kami ucapkan beribu terima kasih kepada dosen pengajar yang telah membimbing kami untuk menjadi mahasiswa yang ideal sesuai dengan tugas mahasiswa dan semoga ilmu yang disiramkan kepada kami senantiasa menjadi bahtera untuk mengarungi samudra kehidupan di masa yang akan datang.
            Yang terakhir semoga tulisan singkat ini menjadi khazanah keilmuan untuk bekal di masa yang akan datang. Amien.


                                                Pamekasan, 02 Oktober 2016

Penyusun                                
                                   
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I             PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang

B.        Rumusan Masalah

C.        Tujuan Penulisan

BAB II            PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pembelaan Negara
B.     Bentuk-bentuk Usaha Pembelaan Negara
C.     Cara Berpartisipasi dalam Usaha Pembelaan Negara
BAB III           PENUTUP
A.    Kesimpulan
B.     Saran
DAFTAR PUSTAKA




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui, untuk mencapai kemerdekaan, Bangsa Indonesia harus mengalami perjuangan yang amat panjang dan luar biasa beratnya paling sedikit tiga setengah abad lamanya bangsa Indonesia berjuang untuk merebut kemerdekaan dari tangan penjajah, dengan korban yang luar biasa banyaknya. Itulah pengorbanan yang harus diberikan dalam suatu perjuangan, yang pada akhirnya berhasil membawa bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan.
Kemerdekaan yang telah kita miliki harus dijaga dan dipertahankan, jika kita tidak ingin direbut kembali. Sebab, meskipun bangsa Indonesia telah merdeka, bukan berarti terlepas dari segala bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan. Oleh karena itu, kita sebagai warganegara harus menjaga keutuhan bangsa dan membela negara dari masalah apapun. Usaha bela negara dapat dilaksanakan dalam berbagai bidang dan bentuk. Bukan hanya dalam ancaman fisik, tetapi juga nonfisik. Bukan hanya terhadap ancaman militer, tetapi juga ancaman nonmiliter.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian pembelaan Negara?
2.      Bagaimana bentuk-bentuk usaha pembelaan Negara?
3.      Bagaimana cara berpartisipasi dalam usaha pembelaan Negara?
C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui apa itu pembelaan negara
2.      Untuk mengetahui bentuk-bentuk usaha pembelaan negara
3.      Untuk mengetahui cara berpartisipasi dalam usaha pembelaan negara






                       


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Bela Negara
Bela Negara adalah sebuah konsep yang disusun oleh perangkat perundangan dan petinggi suatu negara tentang patriotisme seseorang, suatu kelompok atau seluruh komponen dari suatu negara dalam kepentingan mempertahankan eksistensi negara tersebut. Bela Negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam menjalin kelangsungan hidup bangsa dan negara yang seutuhnya.
Bela Negara menurut UU No 3 tahun 2002 adalah sikap dan perilaku warga Negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan Negara. Pembelaan Negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga Negara. Berikut ini adalah landasan hukum pembelaan Negara, antara lain:
1.      Pembukaan UUD 1945 alinea IV
2.      UUD 1945 pasal 27 ayat 3 dan 1 dan pasal 30 ayat 1 dan 2
Isi dari pasal 27 ayat 3 UUD 1945 (hasil amandemen) “setiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan Negara.”
Isi dari pasal 27 ayat 1 UUD 1945 “segala warga Negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintah dan wajib menjunjung hukum dan pemerintah.”
Isi dari pasal 30 ayat 1 UUD 1945 “tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam pertahanan dan keamanan Negara.”
Isi dari pasal 30 ayat 2 UUD 1945 “usaha pertahanan dan keamanan Negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan kemanan rakyat semesta oleh TNI dan POLRI sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung.”
3.      Tap No VI/MPR/2000 tentang pemisahan TNI dan POLRI
4.      Tap No VII tentang peran TNI dan POLRI
5.      UU No 3 tahun 2002 tentang pertahan Negara pasal 9 ayat 1“segala warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela Negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan Negara.”[1]
Sistem pertahanan Negara adalah sistem pertahanan rakyat semesta (sishanrata) artinya melibatkan seluruh rakyat dan segenap sumber daya nasional, sarana dan prasarana dan seluruh wilayah sebagai satu kesatuan. Berikut ini adalah komponen pertahanan Negara yaitu, antara lain:
a.       Komponen utama yaitu TNI yang bertugas mempertahankan kedaulatan negara dan keutuhan wilayah, melindungi kehormatan dan keselamatan bangsa, melaksanakan operasi militer selain perang, ikut aktif dalam pemeliharaan perdamaian dunia.
b.      Komponen cadangan yaitu sumber daya nasional yang telah disiapkan untuk digunakan seperti, pensiunan TNI, resimen mahasiswa, SAR, dll.
Komponen pendukung yaitu sumber daya nasional yang dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan dan kemampuan komponen lain.
Selain ada komponen dan landasan tentang pembelaan Negara, ada juga ancaman-ancaman terhadap bangsa dan Negara yaitu:
1.      Ancaman militer dalam bentuk:
Agresi, berupa penggunaan kekuasaan bersenjata terhadap kedalatan Negara. Seperti kegiatan invasi, bombardemen, blockade, dll.
Pelanggaran wilayah
Spionase
Sabotase
Aksi terror
Pemberontakan bersenjata
Perang saudara
2.      Ancaman nonmiliter, seperti
Ancaman terhadap ideology
Ancaman terhadap budaya
Ancaman terhadap ekonomi
Dampak globalisasi                    
Instrumen Hukum
Pembelaan Negara
Khusus yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan Negara, upaya bela Negara dan warganya diatur dalam beberapa ketentuan berikut.
a.       Undang – Undang Dasar 1945.
Upaya bela Negara diatur dalam Pasal 27 Ayat (3), dan Pasal 30 Ayat (1) dan (2). Pasal 27 Ayat (3)berbunyi, “Setiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.” Pasal 30Ayat (1) berbunyi, “Tiap – tiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dankeamanan Negara”. Sementara Ayat (2) berbunyi, “Usaha pertahanan dan keamanan Negaradilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatanpendukung”.
b.      UU RI No. 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara
UU RI No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara merupakan pengganti UU. No. 20 Tahun 1982tentang Ketentuan – Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia. Dalam UU RINo. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara diatur dalam Pasal 9 ayat (1) dan Ayat (2).
Pasal 9 Ayat (1) berbunyi, “Setiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela Negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan Negara”. Sementara Ayat (2) berbunyi,“Keikutsertaan warga Negara dalam upaya bela Negara, sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) diselenggarakan melalui empat hal berikut.
1.      Pendidikan kewarganegaraan.
2.      Pelatihan dasar kemiliteran secara wajib.
3.      Pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secara sukarela atau secara wajib.
4.      Pengabdian sesuai dengan profesi.[2]
B.     Pentingnya Usaha Pembelaan Negara
Pada tanggal 17 agustus 1945 indonesia menyatakan kemerdekaannya, melalui proklamasi kemerdekaanyang dibacakan oleh Ir. Soekarno atas nama Bangsa Indonesia.dengan adanya proklamasi kemerdekaanIndonesia tersebut, maka secara De facto bangsa Indonesia telah merdeka, berdiri sejajar dengan negara-negara merdeka lain di dunia.
Untuk mencapai kemerdekaan tersebut, bansa Indonesia harus mengalami perjuangan yang amat panjangdan luar biasa beratnya. Ratusan, ribuan dan mungkin lebih korban yang meninggal dunia dari perjuangan merebut kemerdekaan ini, belum termasuk korban raga dan korban harta.
Perjuangan yang gigih dan pengorbanan yang luar biasa dari para pejuang telah mengantarkan kitamenjadi bangsa yang merdeka. Kemerdekaan yang kita miliki sekarang harus dijaga dan pertahankankarena meskipun Indonesia sudah merdeka, bukan berarti terlepas dari segala bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan (ATHG). Berdasarkan pandangan hidup tersebut, bangsa Indonesia dalampenyelengaraan pertahanan Negara menganut prinsip-prinsip berikut ini:
a.       Bangsa Indonesia berhak dan wajib membela serta mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan Negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman.
b.      Pembelaan Negara diwujudkan dengan keikutsertaan dalam upaya pertahanan Negara merupakan tanggung jawab dan kehormatan setiap warga Negara.
c.       Bangsa Indonesia cinta perdamaian, tetapi lebih cinta pada kemerdekaan dan kedaulatannya.
d.      Bangsa Indonesia menentang segala bentuk penjajahan dan menganut politik bebas aktif.
e.      Bentuk pertahanan Negara bersifat semesta dalam arti melibatkan seluruh rakyat dan segenap sumber daya nasional.
f.        Pertahanan Negara disusun berdasarkan prinsip demokrasi, hak asasi manusia, kesejahteraan umum, lingkungan hidup, ketentuan hukum nasional, hukum internasional dan kebiasaan internasional, serta prinsip hidup berdampingan secara damai.[3]
C.     Bentuk – Bentuk Usaha Pembelaan Negara
1.       Upaya bela Negara terhadap ancaman militer.
2.       Upaya bela Negara terhadap ancaman penyalahgunaan Narkoba.
3.       Upaya bela Negara terhadap ancaman KKN.
4.       Upaya bela Negara terhadap ancaman perusakan lingkungan.
5.       Upaya bela Negara terhadap ancaman kemiskinan.
6.       Upaya bela Negara terhadap ancaman kebodohan.
7.       Upaya bela Negara tehadap ancaman lunturnya persatuan dan kesatuan bangsa.
8.       Upaya bela Negara terhada ancaman budaya asing yang negatif.
9.       Upaya bela Negara tuntuk mengharumkan nama Bangsa Indonesia di mata dunia.[4]
D.    Peran Serta Warga Negara Dalam Usaha Pembelaan Negara
Upaya pembelaan Negara bukan sekadar untuk mempertahankan negara saja, melainkan juga untuk memajukan bangsa dan negara. Oleh karena itu, maka segala bentuk peran serta warga negara yang positif demi keutuhan, kemajuan, kejayaan, dan kelangsungan hidup bangsa dan negara merupakan wujud pembelaan terhadap negara.
Berdasarkan ketentuan UUD 1945 pasal 27 ayat 3, setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan Negara. Dan dalam UUD 1945 pasal 30 ayat 1 menyatakan bahwa, tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Dan isi kedua pasal tersebut berarti bahwa kemampuan serta komitmen atau kesanggupan untuk berpartisipasi dalam usaha pembelaan negara. Peran serta warga negara dalam usaha pembelaan negara dapat diartikan sebagai keikutsertaan (partisipasi) warga negara untuk turut berusaha mempertahankan, menjaga dan memlihara negara agar negara tetap tegak atau berdiri dengan kokoh. Contoh upaya bela negara yang dilakukan oleh kita semua di berbagai lingkungan, mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan juga negara. Dan berikut ini beberapa contoh upaya bela negara di berbagai lingkungan:
1.      Contoh upaya bela negara di lingkungan keluarga
Mengembangkan sikap saling mengasihi, saling menolong, saling menghormati dan menghargai antar anggota keluarga.
Menciptakan suasana rukun, damai, dan harmonis dalam keluarga.
Membentuk keluarga yang sadar hukum.
Menjaga kebersihan dan kesehatan keluarga.
Saling mengingatkan kepada sesama anggota keluarga apabila ada yang akan berbuat kejahatan, misalnya : minum minuman keras di rumah dan lain sebagainya.
Memberikan pengertian kepada anak supaya cinta kepada tanah air dan mencintai produk-produk dalam negeri.
Memberikan pengertian kepada anggota keluarga agar selalu berusaha untuk selalu menggunakan produk-produk dalam negeri.
Menjaga nama baik keluarga dengan perilaku yang terpuji atau mulia
Saling mengingatkan sesama anggota keluaraga untuk selalu patuh pada hukum yang berlaku.
Menciptakan keluarga yang sadar dan patuh terhadap hukum/peraturan yang berlaku.
2.      Contoh upaya bela negara di lingkungan masyarakat
Mengembangkan sikap tenggang rasa dan tolong menolong antar warga negara masyarakat.
Bersama-sama menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat.
Meningkatan kegiatan gotong royong dan semangant persatuan dan kesatuan.
Menjaga keamanan lingkungan melalui kegiatan siskamling/ronda.
Menciptakan suasana rukun, damai, dan tentram dalam masyarakat.
Menghargai adanya perbedaan dan memperkuat persamaan yang ada.
Menjaga keamanan kampung secara bersama-sama.
Selalu aktif dalam kegiatan sosial seperti kerja bakti, dll.
3.      Contoh upaya bela negara di lingkungan negara
Mematuhi peraturan hukum yang berlaku
Mengamalkan nilai-nila yang terkandung dalam Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara
Membayar pajak tepat pada waktunya
Mendukung program GDN, GNOTA, dan wajib belajar 9 tahun
Memperkokoh semangat persatuan dan kesatuan bangsa
Bersikap selektif terhadap masuknya budaya asing ke Indonesia dan lain sebagainya.
Selalu kritis terhadap kebijakan pemerintah
Usaha pembelaan negara bertumpu pada kesadaran setiap warganegara akan hak dan kewajibannya. Kesadaran demikian perlu ditumbuhkan melalui proses motivasi untuk mencintai tanah air dan untuk ikut serta dalam pembelaan negara. Proses motivasi untuk membela negara dan bangsa akan berhasil jika setiap warga negara memahami kemungkinan segala macam ancaman terhadap eksistensi bangsa dan negara Indonesia. Dalam hal ini ada beberapa dasar pemikiran yang dapat dijadikan sebagai bahan motivasi setiap warga negara untuk ikut membela negara Indonesia. Yaitu :
pengalaman sejarah perjuangan RI
kedudukan geografis Nusantara yang strategis
keadaan penduduk (demografis) yang besar
kekayaan sumber daya alam
perkembangan dan kemajuan IPTEK di bidang persenjataan
kemungkinan timbulnya bencana perang.[5]
4.      Contoh upaya bela negara di lingkungan sekolah
Meningkatkan imtaq dan iptek
Membudayakan GDN (Gerakan Disiplin Nasional) di sekolah meliputi : budaya tertib, budaya bersih, dan budaya kerja/belajar
Mengembangkan kepedulian sosial di sekolah, misalnya dengan keihklasan mengumplkan dana sosial, infak, zakat, shodaqoh, untuk membantu warga sekolah yang membutuhkan.
Kesadaran untuk menaati tata tertib sekolah
Menjaga nama baik sekolah dengan tidak melakukan perbuatan yang berdampak negatif bagi sekolah dan sebagainya
Belajar dengan giat terutama pada materi Pendidikan Kewarganegaraan
Belajar dengan giat supaya mendapatan prestasi yang baik
Saling mengingatkan sesama siswa apabila ada yang akan melanggar peraturan sekolah
Menjadi siswa yang berprestasi dan mengharumkan nama baik sekolah dan negara.[6]
Nah, kita sebagai MAHASISWA selalu menjadi bagian dari perjalanan sebuah bangsa. Roda sejarah demokrasi selalu menyertakan mahasiswa sebagai pelopor, penggerak, bahkan sebagai pengambil keputusan. Hal tersebut telah terjadi di berbagai negara di dunia, baik di Timur maupun di Barat. Pemikiran kritis, demokratis, dan konstruktif selalu lahir dari pola pikir para mahasiswa. Suara-suara  Pemahasiswa kerap kali merepresentasikan dan mengangkat realita sosial yang terjadi di masyarakat. Sikap idealisme mendorong mahasiswa untuk memperjuangkan sebuah aspirasi pada penguasa, dengan cara mereka sendiri.
Tidak dapat dipungkiri bila generasi muda khususnya para mahasiswa, selalu dihadapkan pada permasalahan global. Setiap ada perubahan, mahasiswa selalu tampil sebagai kekuatan pelopor, kekuatan moral dan kekuatan pendobrak untuk melahirkan perubahan. Oleh karena itu kiranya sudah cukup mendesak untuk segera dilakukan penataan seputar kehidupan mahasiswa tersebut.
Dalam sejarahnya mahasiswa merupakan kelompok dalam kelas menengah yang kritis dan selalu mencoba memahami apa yang terjadi di masyarakat. Bahkan di zaman kolonial, mahasiswa menjadi kelompok elite paling terdidik yang harus diakui kemudian telah mencetak sejarah bahkan mengantarkan Indonseia ke gerbang kemerdekaannya.
Pergolakan dan perjalanan mahasiswa Indonesia telah tercatat dalam rentetan sejarah yang panjang dalam perjuangan bangsa Indonesia, seperti gerakan mahasiswa dan pelajar tahun 1966 dan tahun 1998. Masih dapat kita ingat 8 tahun yang lalu gerakan mahasiswa Indonesia yang didukung oleh semua lapisan masyarakat berhasil menjatuhkan suatu rezim tirani yaitu ditandainya dengan berakhirnya rezim Soeharto.
Legenda perjuangan mahasiswa di Indonesia sendiri juga telah memberikan bukti yang cukup nyata dalam rangka melakukan agenda perubahan tersebut. Tinta emas sejarahnya dapat kita lihat dengan lahirnya angkatan ‘08, ‘28, ‘45, ‘66, ‘74, yang masing-masing memiliki karakteristik tersendiri tetapi tetap pada konteks kepentingan wong cilik. Terakhir lahirlah angkatan bungsu ‘98 tepatnya pada bulan Mei 1998 dengan gerakan REFORMASI yang telah berhasil menurunkan Presiden Soeharto dari kursi kekuasaan dan selanjutnya menelurkan Visi Reformasi yang sampai hari ini masih dipertanyakan sampai dimana telah dipenuhi.
Dengan demikian adalah sebuah keharusan bagi mahasiswa untuk menjadi pelopor dalam melakukan fungsi control terhadap jalannya roda pemerintahan sekarang. Bukan malah sebaliknya.
Agenda reformasi adalah tanggung jawab kita semua yang masih merasa terpanggil sebagai kaum intelektual, kaum yang kritis dan memiliki semangat yang kuat. Dan tanggung jawab ini hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai rasa sosial yang tinggi. Bukan orang-orang kerdil yang hanya memikirkan perut, golongannya dan tidak bertanggung jawab. Hanya lobang-lobang kematianlah yang mampu menjadikan mereka untuk berpikir bertanggung jawab. Jangan pikirkan mereka, mari pikirkan solusi untuk menghibur Ibu Pertiwi yang selalu menangis dengan ulah-ulah anak bangsanya sendiri.
Kondisi tersebut tidak terlihat lagi pada masa kini, mahasiswa memiliki agenda dan garis perjuangan yang berbeda dengan mahasiswa lainnya. Sekarang ini mahasiswa menghadapi pluralitas gerakan yang sangat besar. Meski begitu, setidaknya mahasiswa masih memiliki idealisme untuk memperjuangkan nasib rakyat di daerahnya masing-masing.
Mahasiswa sudah telanjur dikenal masyarakat sebagai agent of change, agent of modernization, atau agen-agen yang lain. Hal ini memberikan konsekuensi logis kepada mahasiswa untuk bertindak dan berbuat sesuai dengan gelar yang disandangnya. Mahasiswa harus tetap memiliki sikap kritis, dengan mencoba menelusuri permasalahan sampai ke akar-akarnya.
Dengan adanya sikap kritis dalam diri mahasiswa diharapkan akan timbul sikap korektif terhadap kondisi yang sedang berjalan. Pemikiran prospektif ke arah masa depan harus hinggap dalam pola pikir setiap mahasiswa. Sebaliknya, pemikiran konservatif pro-status quo harus dihindari.
Mahasiswa harus menyadari, ada banyak hal di negara ini yang harus diluruskan dan diperbaiki. Kepedulian terhadap negara dan komitmen terhadap nasib bangsa di masa depan harus diinterpretasikan oleh mahasiswa ke dalam hal-hal yang positif. Tidak bisa dimungkiri, mahasiswa sebagai social control terkadang juga kurang mengontrol dirinya sendiri. Sehingga mahasiswa harus menghindari tindakan dan sikap yang dapat merusak status yang disandangnya, termasuk sikap hedonis-materialis yang banyak menghinggapi mahasiswa.
Karena itu, kepedulian dan nasionalisme terhadap bangsa dapat pula ditunjukkan dengan keseriusan menimba ilmu di bangku kuliah. Mahasiswa dapat mengasah keahlian dan spesialisasi pada bidang ilmu yang mereka pelajari di perguruan tinggi, agar dapat meluruskan berbagai ketimpangan sosial ketika terjun di masyarakat kelak.
Peran dan fungsi mahasiswa dapat ditunjukkan secara santun tanpa mengurangi esensi dan agenda yang diperjuangkan. Semangat mengawal dan mengawasi jalannya reformasi, harus tetap tertanam dalam jiwa setiap mahasiswa. Sikap kritis harus tetap ada dalam diri mahasiswa, sebagai agen pengendali untuk mencegah berbagai penyelewengan yang terjadi terhadap perubahan yang telah mereka perjuangkan. Dengan begitu, mahasiswa tetap menebarkan bau harum keadilan sosial dan solidaritas kerakyatan.
Peran Lembaga Kemahasiswaan cukup signifikan, baik untuk lingkup nasional, regional maupun internal kampus itu sendiri. Ke depan, peran strategis ini seharusnya juga dimainkan oleh lembaga-lembaga formal kampus lainnya seperti pers mahasiswa, atau kelompok studi profesi. Secara garis besar, menurut Sarlito Wirawan, ada sedikitnya tiga tipologi atau karakteristik mahasiswa yaitu tipe pemimpin, aktivis, dan mahasiswa biasa.
Pertama, tipologi mahasiswa pemimpin, adalah individu mahasiswa yang mengaku pernah memprakarsai, mengorganisasikan, dan mempergerakan aksi protes mahasiswa di perguruan tingginya. Mereka itu umumnya memersepsikan mahasiswa sebagai kontrol sosial, moral force dan dirinya leader tomorrow. Mereka cenderung untuk tidak lekas lulus, sebab perlu mencari pengalaman yang cukup melalui kegiatan dan organisasi kemahasiswaan.
Kedua, tipologi aktivis ialah mahasiswa yang mengaku pernah aktif turut dalam gerakan atau aksi protes mahasiswa di kampusnya beberapa kali (lebih dari satu kali). Mereka merasa menyenangi kegiatan tersebut, untuk mencari pengalaman dan solider dengan teman-temannya. Mahasiswa dari kelompok aktivis ini, juga cenderung tidak ingin cepat lulus, namun tidak ingin terlalu lama. Mereka tidak terlalu memersepsikan diri sebagai leader tomorrow namun pengalaman hidup perlu dicari di luar studi formalnya. Sudah barang tentu jumlah mereka itu lebih banyak daripada kelompok pemimpin.
Ketiga, tipologi mahasiswa biasa adalah kelompok mahasiswa di luar kelompok pemimpin dan aktivis yang jumlahnya paling besar lebih dari 90%. Sesungguhnya cenderung pada hura-hura yaitu kegiatan yang dapat memberikan kepuasan pribadi, tidak memerlukan komitmen jangka panjang dan dilakukan secara berkelompok atau bersama-sama. Mereka ingin segera lulus, bahkan tidak sedikit mahasiswa yang tidak segan-segan dengan cara menerabas (nyontek, membuat skripsi "Aspal" dan lain-lain) agar segera lulus. Apakah hal ini merupakan indikator kurangnya dorongan prestatif di kalangan mahasiswa, masih perlu diteliti.
Fakta membuktikan, dinamika kehidupan bangsa dan mahasiswa pada umumnya banyak dimotori oleh tipe pemimpin dan aktivis ini. Meskipun secara kuantitas kecil tetapi mereka mampu menjadi pendorong dan agen utama perubahan dan dinamika kehidupan kampus. Sebagian mereka karena telah terlatih menjadi pemimpin dan aktivis, maka tidak sulit setelah selesai pada akhirnya mereka juga menjadi pemimpin dan aktivis setelah terjun di masyarakat dan pemerintahan. Urgensi bagi daerah
Dilihat dari segi kualitas maupun kuantitas, para mahasiswa tetap saja merupakan komunitas elite yang patut diperhitungkan dari dulu dan sampai kini terlebih bagi suatu daerah. Di daerah, masih relatif sedikit anggota masyarakatnya yang dapat menyekolahkan sampai tingkat perguruan tinggi. Oleh karena itu, keberadaan mahasiswa bagi suatu daerah merupakan modal sosial yang luar biasa, yang dapat dimanfaatkan dan diberdayakan bagi pembangunan suatu daerah. Namun mahasiswa, dapat juga menjadi suatu "ancaman" bagi pemerintahan suatu daerah karena dapat bersikap kritis dan mengambil peran sebagai kekuatan kontrol.
Demikian juga para mahasiswa harus mulai berorientasi ke daerah bukan lagi ke pusat karena Pusat selain sudah overload juga menjadi simbol ketimpangan pembangunan di Indonesia, sehingga diperlukan desentralisasi dan orientasi baru dalam pembangunan daerah.
Organisasi kemahasiswaan
Dinamika kehidupan mahasiswa tidak bisa dilepaskan dari wadah atau organisasi yang menjadi instrumen bagaimana gagasan atau program berusaha diwujudkan, baik organisasi intra maupun ekstra kampus. Organisasi kemahasiswaan intra perguruan tinggi merupakan wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa ke arah perluasan wawasan dan peningkatan kecendikiawanan serta integritas kepribadian mahasiswa untuk mewujudkan tujuan pendidikan tinggi.
Mengingat mahasiswa merupakan bagian dari civitas academica dan sebagai generasi muda dalam tahap pengembangan dewasa muda, maka dalam penataan organisasinya disusun berdasarkan prinsip dari, oleh, dan untuk mahasiswa dan merupakan subsistem dari perguruan tinggi yang bersangkutan.
Pengalaman selama ini menunjukkan, perguruan tinggi yang telah berhasil membentuk organisasi kemahasiswaan sesuai prinsip-prinsip tersebut cenderung akan diterima oleh para mahasiswa dan memperoleh partisipasi secara optimal. Dengan demikian, dapat diharapkan bahwa kegiatan kemahasiswaan di perguruan tinggi maupun antarkampus dapat berjalan dengan lancar.
Perlu dicatat, dewasa ini kecenderungan organisasi kemahasiswaan yang bernuansa keilmuan dan profesi yang kegiatannya antarkampus. Bahkan kadang-kadang berdimensi internasional cukup meningkat. Hal ini, jelas memerlukan uluran tangan pimpinan perguruan tinggi, baik dalam aspek bimbingan keilmuan maupun dukungan biaya yang tidak ringan. Keterlibatan ikatan profesi senior mereka dan dunia usaha, diharapkan dapat menunjang kegiatan ini.
Resimen Mahasiswa (MENWA) merupakan wadah penyaluran potensi Mahasiswa untuk ikut serta dalam bela Negara. Melalui Pendidkan Dasar Militer yang wajib ditempuh setiap anggota MENWA, diharapkan memantapkan fisik dan mental serta rasa kesadaran bela Negara dengan semangat, disiplin, dan jiwa nasionalis yang tinggi.
Pembentukan Resimen Mahasiswa memerlukan pemikiran dan pertimbangan yang sangat teliti, begitu juga menyangkut Undang-Undang serta surat keputusan bersama atau peraturan pemerintah yang mendasari terbentuknya MENWA, seperti : PP No. 63 tahun 1945 tentang bantuan Militer, PEPERPU No. 038 tahun 1959 tentang wajib Militer Darurat, PP No. 22 tahun 1963 tentang Cadangan Nasional, SK. Menkamnas. No. M/B/00307/61 tentang memperluas Latihan Ketangkasan Keprajuritan dalam rangka kewaspadaan nasional dikalangan mahasiswa di Perguruan Tinggi, SKB Wampa (Wakil Menteri Pertama) urusan Hankam/Kasab dan Menteri PTIP No. M/20/1963 tanggal 24 Januari 1963 tentang Pelaksanaan Wajib Latihan dan Pembentukan Resimen Mahasiswa di Lingkungan Perguruan Tinggi, SK Menteri Utama bidang Hankam No. Kep./B/32/1968 tentang pengesahan naskah Rencana Realisasi Program Wajib Latih dan Wajib Militer bagi Mahasiswa, SKB Menteri Pendidikan dan Menhankam No. 0288/U/1973 dan Kep./B/21/1973 tanggal 7 Desember 1973 tentang Penyelengaraan Pendidikan Kewiraan dan Pendidikan Perwira Cadangan (PACAD) di Perguruan Tinggi, SKB Menhakam, Mendikbud, dan Mendagri No. Kep./39/XI/1975, No. 0246/U/1975 dan No. 247 tahun 1975 tentang Pembinaan MENWA Dalam Bela Negara yang diikuti SKB 1978, SKB 1994 serta SKB Menteri Pertahanan, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Dalam Negeri, dan Otonomi Daerah No. 14/M/X/2000, No. 6/U/2000, dan No. 39 A tanggal 10 Oktober 2000 tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Resimen Mahasiswa Dalam Bela Negara.[7]

           










           
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Bela negara adalah membela kepentingan nasional pada seluruh aspek kehidupan nasional. Bela negara tidak hanya berhubungan dengan kepenting-an militer semata tetapi kepentingan seluruh bangsa Indonesia.
Bela negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara sesuai dengan pasal 30 ayat 1 dalam perubahan kedua UUD 1945. Negara wajib dibela oleh Warganya karena: fungsi pertahanan, sejarah perjuangan, bangsa, aspek hukum.
`           Dengan hak dan kewajiban yang sama setiap orang Indonesia tanpa harus dikomando dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela negara. Membela negara tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan dengan cara lain seperti : ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (seperti siskamling), ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri, belajar dengan tekun atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), mengikuti kegiatan ekstrakulikuler seperi Paskibra, PMR, Pramuka.
Sebagai warga negara sudah sepantasnya kita turut serta dalam bela negara dengan mewaspadai dan mengatasi berbagai macam ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan pada NKRI atau Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti para pahlawan yang rela berkorban demi kedaulatan dan kesatuan NKRI.
Kita sebagai pelajar juga ikut membela negara dengan cara belajar yang tekun dan mengikuti ekstrakulikuler di sekolah. Di era globalisasi ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan pada Negara Indonesia tidak seperti zaman sebelum kemerdekaan. Ancaman, tantangan, dan gangguan bisa diatasi dengan pendidikan. Jika kita pintar kita tidak akan bisa dibodohi orang lain atau negara lain.
B.     Saran
Dalam pembelaan negara, sebagai pelajar harus bisa melakukan tindakan agar tidak diperbudak oleh orang lain. Dan harus pandai dalam bersikap.
           


DAFTAR PUSTAKA
Budianto, kewarganegaraan SMA kelas X. Jakarta: Erlangga, 2004.
Subagyo Agus, Bela Negara. Jakarta: Graha Ilmu, 2015.




[1] Budianto, kewarganegaraan SMA kelas X (Jakarta: Erlangga, 2004), hlm. 70.
[2] Ibid. 71-72.
[5] Agus Subagyo, Bela Negara (Jakarta: Graha Ilmu, 2015), hlm 60.