Tuesday, 18 October 2016

TUGAS UTS TOKOH SOSIOLOGI : IBNU KHALDUN


TUGAS UTS
TOKOH SOSIOLOGI : IBNU KHALDUN
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pengantar Sosiologi
Dosen Pengampu: Itaanis Tianah, S.Sos.M.A.Hum..

Description: STAINWarna.jpg













Disusun Oleh:

NAMA : MOCH. MA’MUN

NIM : 18201501080032


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
TAHUN AKADEMIK 2016




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Seorang sarjana sosiologi dari Italia, Gumplowiez melalui penelitiannya yang cukup panjang, berpendapat, “Kami ingin membuktikan bahwa sebelum Auguste Comte dan Giovani Vico telah datang seorang muslim yang tunduk pada ajaran agamanya. Dia telah mempelajari gejala-gejala sosial dengan akalnya yang cemerlang. Apa yang ditulisnya kini disebut sosiologi. Sejaran dan Bapak Sosiologi Islam ini dari Tunisia. Ia keturunan Yaman dengan nama lengkapnya Waliyuddin bin Muhammad bin Abi bakar Muhammad bin Al Hasn. Namun ia lebih dikenal dengan Ibnu Khaldun. Keluarganya berasal dari Hadramaut (kini Yaman) dan silsilahnya sampai pada seorang sahabat Nabi Muhammad SAW. Bernama Wail bin Hujr dari kabilah Kindah. Anak cucu Khalid bin Usman membentuk satu keluarga besar bernama Bani Khaldun. Sejak muda . ia sudah mengikuti kegiatan politik praktis. Situasi politik yang tidak menentu di Tunisia, menyebabkan Ibnu Khaldun melakukan pengembaraan dari Maroko sampai Spanyol. Pada tahun 1275 beliau pindah ke Granada, Spanyol. Karena politik Granada tidak stabil ia menetap di Qala’at Ibnu slamah di  daerah Tilmisan Ibukota Maghrib Tengah (Aljazair) dan meninggalkan dunia politik praktis.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Biografi dari Ibnu Khaldun ?
2.      Bagaimana Perjalanan Ibnu Khaldun dari Masa ke Masa ?
3.      Bagaimana Pendidikan Ibnu Khaldun ?
4.      Bagaimana Pemikiran Ibnu Khaldun tentang Sosiologi ?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui Biografi dari Ibnu Khaldun.
2.      Untuk Mengetahui Perjalanan Ibnu Khaldun dari Masa ke Masa.
3.      Untuk Mengetahui Pendidikan Ibnu Khaldun.
4.      Untuk Mengetahui Pemikiran Ibnu Khaldun tentang Sosiologi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Biografi Ibnu Khaldun
Ibn Khaldun memiliki nama lengkap ‘Abd al-Rahman Abu Zaid Waliuddin Ibn Khaldun. Namanya sendiri adalah ‘Abd al-Rahman, sedang nama keluarganya Abu Zaid dan gelarnya Waliuddin. Beliau lahir di Tunisia pada tanggal 1 Ramadhan 732 H, bertepatan dengan tanggal 27 Mei 1332 M. Keluarga Ibn Khaldun berasal dari Hadramaut dan masih memiliki garis keturunan dengan Wali bin Hajar, salah seorang sahabat Nabi. Keluarga Ibn Khaldun di kenal memiliki pengetahuan luas dan berkedudukan terhormat di masyarakat dan pemerintah.
Pendidikan awal, ia menerima dari ayahnya. Sejak kecil, ia telah mempelajari ilmu tajwid dan al-Qur’an, bahkan menghafalkannya. Dia juga mempelajari tafsir, hadits, fiqh (Maliki), gramatika bahasa arab, ilmu manthiq, dan filsafat dengan sejumlah ulama Andalusia yang hijrah ke Tunisia. Pada awalnya, kecenderungannya lebih tertuju pada bidang pendidikan. Akan tetapi karena situasi yang tidak menguntungkan, maka ia memutuskan untuk meninggalkan dunia pendidikan dan terjun ke dunia politik. Namun niatnya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan tidak pernah padam. Di sela-sela kesibukannya sebagai politikus ia juga mengembangkan ilmu pengetahuan. Bahkan dalam pahit getirnya kehidupan, Ibn Khaldun mampu menulis beberapa karya tulis yang memuat ide-idenya yang brilian. Diantaranya adalah Muqaddimah Ibn Khaldun, al-Ta’rif, kitab al-‘Ibar, dan karya-karya yang lainnya.[1]
Ibnu Khaldun menisbatkan nama dirinya kepada Khalid Ibn utsman karena Khalid adalah nenek moyangnya yang pertama kali memasuki Andalusia bersama para penakluk berkebangsaan Arab lainnya pada abad ke-8 masehi. Ibnu Khaldun adalah seorang yang memiliki prestasi yang gemilang, beliau sangat mahir dalam menyerap segala pelajaran yang diterimanya. Sejak masa kanak-kanak ia sudah terbiasa dengan filsafat, ilmu alam, seni dan kesusastraan yang dengan mudahnya ia padukan dengan bidang kenegaraan, perjalanan, dan pengalamannya.

B.     Perjalanan Ibnu Khaldun dari Masa ke Masa
Ibnu Khaldun hidup pada masa antara 1332-1405 M ketika peradaban Islam dalam proses penurunan dan disintegrasi. Khalifah Abbasiyah diambang keruntuhan setelah penjarahan, pembakaran, dan penghancuran Baghdad dan wilayah disekitarnya oleh bangsa Mongol pada tahun 1258, sekitar tujuh puluh lima tahun sebelum kelahiran Ibnu Khaldun. Dinasi Mamluk (1250-1517), selama periode kristalisasi gagasan Ibnu Khaldun, hanya berkontribusi pada percepatan penurunan peradaban akibat korupsi dan inefisiensi yang mendera kekhalifahan, kecuali pada masa awal-awal periode pertama yang singkat dari sejarah kekhalifahan Mamluk. [Periode pertama Bahri/Turki Mamluk (1250-1382) yang banyak mendapat pujian dalam tarikh, periode kedua adalah Burji Mamluk (1382-1517), yang dikelilingi serangkaian krisis ekonomi yang parah.
Sebagai seorang muslim yang sadar, Ibnu Khaldun tekun mengamati bagaimana caranya membalik atau mereversi gelombang penurunan peradaban Islam. Sebagai ilmuwan sosial, Ibnu Khaldun sangat menyadari bahwa reversi tersebut tidak akan dapat tegambarkan tanpa menggambarkan pelajaran-pelajaran dari sejarah terlebih dahulu untuk menentukan faktor-faktor yang membawa sebuah peradaban besar melemah dan menurun drastis.
Adapun asal-usul Ibnu Khaldun menurut Ibnu Hazm ulama Andalusia yang wafat tahun 457 H/1065 M, disebutkan bahwa: Keluarga Ibnu Khaldun berasal dari Hadramaut di Yaman, dan kalau ditelusuri silsilahnya sampai kepada sahabat Rasulullah yang terkenal meriwayatkan kurang lebih 70 hadits dari Rasulullah, yaitu Wail bin Hujr. Nenek moyang Ibnu Khaldun adalah Khalid bin Usman, masuk Andalusia (Spanyol) bersama-sama para penakluk berkebangsaan Arab sekitar abad ke VII M., karena tertarik oleh kemenangan-kemenangan yang dicapai oleh tentara Islam. Ia menetap di Carmona, suatu kota kecil yang terletak di tengah-tengah antara tiga kota yaitu Cordova, Granada dan Seville, yang di kemudian hari kota ini menjadi pusat kebudayaan Islam di Andalusia.
Pada abad ke VII M, anak cucu Khaldun pindah ke Sevilla yang pada masa pemerintahan Amir Abdullah Ibnu Muhammad dari Bani Umayyah (274-300 H.)Andalusia dalam suasana perpecahan dan perebutan kekuasaan dan yang paling parah adalah Sevilla.Dalam suasana seperti itu anak cucu Khaldun yang bernama Kuraib mengadakan pemberontakan bersama Umayyah Ibnu Abdul Ghofir, dia berhasil merebut kekuasaan dan mendirikan pemerintahan (sebagai Amir) di Sevilla.Akan tetapi, karena kekejaman dan kekerasannya dia tidak disenangi rakyat dan akhirnya meninggal terbunuh pada tahun 899 H.
Banu Khaldun tetap tinggal di Sevilla selama pemerintahan Umayyah dengan tidak mengambil peranan yang berarti sehingga datangnya pemerintahan raja-raja kecil (al-Thowalif) dan Sevilla berada dalam kekuasaan Ibnu Abbad.Pada masa itulah bintang Banu Khaldun meningkat lagi sampai pada masa pemerintahan Al-Muwahidun.Setelah raja-raja Thowaif mengalami kemunduran, maka muncullah raja-raja Muwahhidin menggeser kekuasaan raja-raja Murabbith.Pada pemerintahan Muwahhidun inilah Banu Khaldun menjalin hubungan dengan keluarga pemerintah, sehingga mereka mempunyai kedudukan yang terhormat.
Tatkala kerajaan Muwahhidin mengalami kemunduran dan Andalusia menjadi kacau balau, maka Banu Khaldun pindah ke Tunisia pada tahun 1223 M. Nenek moyang Ibnu Khaldun yang pertama mendarat ke Tunisia adalah al-Hasan Ibnu Muhammad (kakek keempat Ibnu Khaldun), kemudian disusul oleh saudara-saudaranya yang lain seperti Abu Bakar Muhammad bin Abu Bakar Muhammad dan lain-lain. Kakek Ibnu Khaldun itu rata-rata menduduki jabatan penting di dalam pemerintahan waktu itu. Sedangkan anaknya Abu Abdillah Muhammad (ayah Ibnu Khaldun) tidak tertarik kepada jabatan pemerintahan, tetapi ia lebih mementingkan bidang ilmu dan pendidikan, sehingga ia dikenal sebagai ahli dalam bidang ilmu fiqih, meninggal tahun 749 H/1349 M. Ia meninggalkan beberapa orang anak diantaranya: Abu Yazid Waliuddin (Ibnu Khaldun), Umar, Musa, Yahya dan Muhammad. Pada waktu itu Ibnu Khaldun baru berusia 18 tahun.
Studinya kemudian terhenti pada 749 H. Saat menginjak usia 17 tahun, tanah kelahirannya diserang wabah penyakit pes yang menelan ribuan korban jiwa. Akibat peristiwa yang dikenal sebagai Black Death itu, para ulama dan penguasa hijrah ke Maghrib Jauh (Maroko).
Ketika keluarga Ibnu Khaldun mulai merasa akan semakin dekat jatuhnya Sevilla ke tangan Spanyol pada tahun 1248, mereka keluar menuju Melilia-Maroko, lalu pergi ke Tunisia pada masa kekuasaan Abi Zakariya Hafsid pada tahun 1228-1249.
Meskipun selalu berada dalam situasi pengungsian, keluarga Ibnu Khaldun mampu mempertahankan reputasi keilmuan dan status aristokrasinya. Maka, Abu Bakar Muhammad bin Hassan (kakek Ibnu Khaldun) dipercaya menjabat urusan keuangan.
Namun, Ahmed ibnu Abi Imarah Masieli, yang berkuasa di Tunisia pada tahun 1283-1284, menangkap Bin Hassan serta menyita semua kekayaannya dan akhirnya membunuhnya. Meski demikian, Muhammad (putra Bin Hassan), yang merupakan kakek langsung Ibnu Khaldun, tetap menunjukkan loyalitas terhadap Sultan Imarah Masieli dan menduduki beberapa posisi penting di Tunisia dan Aljazair.
Sementara Muhammad (putra Muhammad)-ayah kandung Ibnu Khaldun-memilih tidak terjun ke dunia politik dan berkonsentrasi pada keilmuan serta kesusastraan.Hal itu membawa inspirasi pada putranya, Ibnu Khaldun, untuk mengikuti jejak ayahnya, yakni menekuni dunia keilmuan.
Pada saat itu, Kota Tunis kaya dengan para ulama dan cendekiawan yang terkenal di wilayah Arab Maghrib dan bahkan Benua Afrika.Interaksi Ibnu Khaldun dengan para ulama Arab Maghrib, terutama mereka yang beraliran rasionalis, mendorongnya untuk belajar filsafat yang kelak memengaruhi jalan pemikirannya.
C.    Pendidikan Ibnu Khaldun
Pendidikan yang diperoleh Ibnu Khaldun diantaranya adalah pelajaran agama, bahasa, logika dan filsafat.Sebagai gurunya yang utama adalah ayahnya sendiri, di samping Ibnu Khaldun juga menghafal al-Qur’an, mempelajari fisika dan matematika dari ulama-ulama besar pada masanya. Di antara guru-guru Ibnu Khaldun adalah Muhammad bin Saad Burral al-Anshari, Muhammad bin Abdissalam, Muhammad bin Abdil Muhaimin al-Hadrami dan Abu Abdillah Muhammad bin Ibrohim al-Abilli. Dari merekalah Ibnu Khaldun mendapatkan berbagai macam ilmu pengetahuan.
Pada tahun 1349 setelah kedua orang tua Ibnu Khaldun meninggal dunia Ibnu Khaldun memutuskan untuk pindah ke Marokko, namun dicegah oleh kakaknya, baru tahun 1354 Ibnu Khaldun melaksanakan niatnya pergi ke Marokko, dan disanalah Ibnu Khaldun mendapatkan kesempatan untuk menyelesaikan pendidikan tingginya. Selama menjalani pendidikannya di Marokko, ada empat ilmu yang dipelajarinya secara mendalam, yaitu Kelompok bahasa Arab yang terdiri dari: Nahwu, shorof, balaghoh, khitabah dan sastra. Kelompok ilmu syari’at terdiri dari: Fiqh (Maliki), tafsir, hadits, ushul fiqh dan ilmu al-Qur’an.[2]
Kelompok ilmu ‘aqliyah (ilmu-ilmu filsafat) terdiri dari: filsafat, mantiq, fisika, matematika, falak, musik, dan sejarah. Kelompok ilmu kenegaraan terdiri atas: ilmu administrasi, organisasi, ekonomi dan politik. Dalam sepanjang hidupnya Ibnu Khaldun tidak pernah berhenti belajar, sebagaimana dikatakan oleh Von Wesendonk: bahwa sepanjang hidupnya, dari awal hingga wafatnya Ibnu Khaldun telah dengan sungguh-sungguh mencurahkan perhatiannya untuk mencari ilmu. Sehingga merupakan hal yang wajar apabila dengan kecermelangan otaknya dan didukung oleh kemauannya yang membaja untuk menjadi seorang yang alim dan arif, hanya dalam waktu kurang dari seperempat abad Ibnu Khaldun telah mampu menguasai berbagai ilmu pengetahuan.
Memasuki tahun ke-20 dari usianya, Ibnu Khaldun mulai tertarik dengan kehidupan politik, sehingga pada tahu 755 H./1354 M., karena kecakapannya Ibnu Khaldun diangkat menjadi sekretaris Sultan di Maroko, namun jabatan ini tidak lama di pangkunya, karena pada tahun 1357 Ibnu Khaldun terlibat dalam persekongkolan untuk menggulingkan Amir bersama Amir Abu Abdullah Muhammad, sehingga ia ditangkap dan dipenjarakan.
Tetapi tidak lama kemudian dia dibebaskan, yang kemudian pada tahun itu juga setelah Sultan meninggal dunia dan kekuasaan direbut oleh Al-Mansur bin Sulaiman dari menterinya Al-Hasan, maka Ibnu Khaldun menggabungkan diri dengan Al-Mansur dan dia diangkat menjadi sekretarisnya. Namun tidak lama kemudian Ibnu Khaldun meninggalkan Al-Mansur dan bekerjasama dengan Abu Salim.Pada waktu itu Abu Salim menduduki singgasana dan Ibnu Khaldun diangkat menjadi sekretarisnya dan dua tahun kemudian diangkat menjadi Mahkamah Agung. Di sinilah Ibnu Khaldun menunjukkan prestasinya yang luar biasa, tetapi itupun tidak berlangsung lama, karena pada tahun 762 H./1361 M., timbul pemberontakan di kalangan keluarga istana, maka pada waktu itu Ibnu Khaldun meninggalkan jabatan yang disandangnya.
Pada tahun 1382, ia meninggalkan Tunisia menuju Alexandria dan kemudian ke Cairo. Ia mulai menjalani hidup di Cairo sebagai pengajar di Universitas Al Azhar. Pada tahun 1384, ia diangkat sebagai hakim untuk mazhab Maliki.
Di Cairo pun ia memiliki banyak musuh yang selalu berusaha menyingkirkannya dan akhirnya ia dipecat sebagai hakim pada tahun 1385. Ia kemudian pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Sekembali dari Mekkah, ia cenderung ke arah sufi dan memimpin sebuah sekolah sufi. Setelah 14 tahun mengajar, Ibnu Khaldun dipercaya kembali sebagai hakim pada tahun 1399, tetapi dipecat lagi pada September 1400.
Pada bulan Desember 1400, Ibnu Khaldun keluar dari Cairo menuju Damaskus. Di Damaskus, ia kembali menghadapi sebuah pertarungan kekuasaan yang memaksa ia kembali ke Cairo. Pada tahun 1401, ia tiba di Cairo dengan sambutan hangat dan diangkat kembali sebagai hakim.
Rupanya tidak tahan lama Ibnu Khaldun bergelut dengan dunia politik dia ingin kembali ke dalam dunia ilmu pengetahuan yang pernah lama digelutinya.Akhirnya dia memutar haluan bertolak ke daerah Banu Arif bersama keluarganya, dan di tempat inilah Ibnu Khaldun dan keluarganya baru merasa hidup tenang dan tentram jauh dari kemunafikan politik.Dalam ketenangannya itu Ibnu Khaldun merenung ingin menumpahkan semua pengalaman dan liku-liku kehidupannya. Maka dari sinilah ia mengalihkan perjalanan hidupnya dari petualang politik kembali kepada dunia ilmu pengetahuan, dan mulailah ia menyusun karya besarnya yang kemudian dikenal dengan “Muqoddimah Ibnu Khaldun”. Selama empat tahun tinggal di daerah Banu Arif Ibnu Khaldun juga menyusun sejarah besarnya Al-‘Ibar, akan tetapi karena kekurangan referensi maka ia pergi ke Tunisia, dan disanalah ia menyelesaikan karyanya.
Rupanya ketenangan Ibnu Khaldun terganggu lagi ketika Sultan mengajaknya untuk mendampingi menumpas pengacau, namun karena Ibnu Khaldun sudah jenuh dengan kehidupan politik, maka kemudian ia pindah ke Mesir.
Di Mesir Ibnu Khaldun disambut dengan hangat. Ilmuwan yang sarjana ini sudah tidak asing lagi di sana karena karya-karyanya sudah tersebar di sana. Sebagai orang baru Ibnu Khaldun langsung diberi dua jabatan penting, yaitu sebagai hakim tinggi dan sebagai guru besar di perguruan Al-Azhar. Setelah sekian lama berhidmat untuk ilmu dan mengabdi kepada Afrika Utara dan Andalusia ilmuwan besar dan terkemuka itu meninggal dunia pada hari Rabu tanggal 25 Ramadhan 808 H, bertepatan dengan tanggal 17 Maret 1406 M. dalam usianya yang ke-76, dan dimakamkan di pekuburan orang-orang sufi Babul Nashr di Kairo.
Patung Ibnu Khaldun di pusat kota Tunis yang gagah perkasa memang seperti membersitkan dirinya sebagai seorang ilmuwan besar dan sekaligus politisi kawakan. Dua identitas itulah yang melekat pada diri Ibnu Khaldun.
Ibnu Khaldun menjalani masa tua dan isolasi diri untuk konsentrasi terhadap ilmu pengetahuan, bermula dari usia 43 tahun hingga wafatnya. Pada masa itu, Ibnu Khaldun memilih meninggalkan dunia politik.Ia kemudian keluar dari Tiemcen dan berdomisili di wilayah Oran selama empat tahun, yaitu tahun 1375-1379.
Ketika tinggal di Oran, Ibnu Khaldun mulai mengarang kitab Al Muqaddimah yang sangat legendaris itu. Di saat mengarang kitab tersebut, Ibnu Khaldun merasa kekurangan referensi, yang memaksa ia minta izin kepada Sultan Hafsid Abu Abbas untuk kembali ke Tunisia. Ia tiba di Tunis pada tahun 1378 setelah meninggalkannya selama 27 tahun. Ia menyelesaikan kitab Al Muqaddimah di Tunisia.
Muqaddimah, yang diselesaikan pada November 1377 adalah buah karya dari cita-cita besarnya tersebut. Muqaddimah secara harfiah bararti ‘pembukaan’ atau ‘introduksi’ dan merupakan jilid pembuka dari tujuh jilid tulisan sejarah, yang secara bebas diterjemahkan ke dalam buku “The Book of Lessons and the Record of Cause and Effect in the History of Arabs, Persians and Berbers and Their Powerful Contemporaries.”
Ibnu Khaldun terkenal sebagai ilmuwan besar adalah karena karyanya “Muqaddimah”. Rasanya memang aneh ia terkenal justru karena muqaddimahnya bukan karena karyanya yang pokok (al-‘Ibar), namun pengantar al-‘Ibarnyalah yang telah membuat namanya diagung-agungkan dalam sejarah intelektualisme. Karya monumentalnya itu telah membuat para sarjana baik di Barat maupun di Timur begitu mengaguminya.Sampai-sampai Windellband dalam filsafat sejarahnya menyebutnya sebagai “Tokoh ajaib yang sama sekali lepas, baik dari masa lampau maupun masa yang akan datang”.
Muqaddimah mencoba untuk menjelaskan prinsip-prinsip yang menentukan kebangkitan dan keruntuhan dinasti yang berkuasa (daulah) dan peradaban (‘umran).Tetapi bukan hanya itu saja yang dibahas, Muqaddimah juga berisi diskusi ekonomi, sosiologi dan ilmu politik, yang merupakan kontribusi orisinil Ibnu Khaldun untuk cabang-cabang ilmu tersebut.Ibnu Khaldun juga layak mendapatkan penghargaan atas formula dan ekspresinya yang lebih jelas dan elegan dari hasil karya pendahulunya atau hasil karya ilmuwan yang sejaman dengannya.
Dalam Al Muqaddimah, Ibnu Khaldun menggambarkan tanda-tanda kemunduran Islam dan jatuh bangunnya kekhalifahan melalui pengalamannya selama mengembara ke Andalusia dan Afrika utara. Ia mulai menyadari pula, walaupun secara kultural Islam masih berada dalam zaman keemasan, basis material dari hegemoni Islam ketika itu telah melemah. Misalnya, wilayah-wilayah Islam di Afrika utara menghadapi tantangan dari suku-suku nomaden tradisional serta persaingan antara penguasa di satu sisi dan kekuatan Kristen di sebelah utara yang menguasai alur Mediterania di sisi lain. Invasi Mongol dari timur juga menggerogoti struktur yang telah terbangun dan kota-kota peradaban Islam.
Sebenarnya Ibnu Khaldun sudah memulai kariernya dalam bidang tulis menulis semenjak masa mudanya, tatkala ia masih menuntut ilmu pengetahuan, dan kemudian dilanjutkan ketika ia aktif dalam dunia politik dan pemerintahan. Adapun hasil karya-karyanya yang terkenal di antaranya adalah:
1. Kitab Muqaddimah, yang merupakan buku pertama dari kitab al-‘Ibar, yang terdiri dari bagian muqaddimah (pengantar). Buku pengantar yang panjang inilah yang merupakan inti dari seluruh persoalan, dan buku tersebut pulalah yang mengangkat nama Ibnu Khaldun menjadi begitu harum. Adapun tema muqaddimah ini adalah gejala-gejala sosial dan sejarahnya.
2. Kitab al-‘Ibar, wa Diwan al-Mubtada’ wa al-Khabar, fi Ayyam al-‘Arab wa al-‘Ajam wa al-Barbar, wa man Asharuhum min dzawi as-Sulthani al-‘Akbar. (Kitab Pelajaran dan Arsip Sejarah Zaman Permulaan dan Zaman Akhir yang mencakup Peristiwa Politik Mengenai Orang-orang Arab, Non-Arab, dan Barbar, serta Raja-raja Besar yang Semasa dengan Mereka), yang kemudian terkenal dengan kitab ‘Ibar, yang terdiri dari tiga buku: Buku pertama, adalah sebagai kitab Muqaddimah, atau jilid pertama yang berisi tentang: Masyarakat dan ciri-cirinya yang hakiki, yaitu pemerintahan, kekuasaan, pencaharian, penghidupan, keahlian-keahlian dan ilmu pengetahuan dengan segala sebab dan alasan-alasannya. Buku kedua terdiri dari empat jilid, yaitu jilid kedua, ketiga, keempat, dan kelima, yang menguraikan tentang sejarah bangsa Arab, generasi-generasi mereka serta dinasti-dinasti mereka. Di samping itu juga mengandung ulasan tentang bangsa-bangsa terkenal dan negara yang sezaman dengan mereka, seperti bangsa Syiria, Persia, Yahudi (Israel), Yunani, Romawi, Turki dan Franka (orang-orang Eropa). Kemudian Buku Ketiga terdiri dari dua jilid yaitu jilid keenam dan ketujuh, yang berisi tentang sejarah bahasa Barbar dan Zanata yang merupakan bagian dari mereka, khususnya kerajaan dan negara-negara Maghribi (Afrika Utara).
3. Kitab al-Ta’rif bi Ibnu Khaldun wa Rihlatuhu Syarqon wa Ghorban atau disebut al-Ta’rif, dan oleh orang-orang Barat disebut dengan Autobiografi, merupakan bagian terakhir dari kitab al-‘Ibar yang berisi tentang beberapa bab mengenai kehidupan Ibnu Khaldun. Dia menulis autobiografinya secara sistematis dengan menggunakan metode ilmiah, karena terpisah dalam bab-bab, tapi saling berhubungan antara satu dengan yang lain.
Wawasan Ibnu Khaldun terhadap beberapa prinsip-prinsip ekonomi sangat dalam dan jauh kedepan sehingga sejumlah teori yang dikemukakannya hampir enam abad yang lalu sampai sekarang tidak diragukan merupakan perintis dari beberapa formula teori modern.
Dunia mendaulatnya sebagai `Bapak Sosiologi Islam’.Sebagai salah seorang pemikir hebat dan serba bisa sepanjang masa, buah pikirnya amat berpengaruh. Sederet pemikir Barat terkemuka, seperti Georg Wilhelm Friedrich Hegel, Robert Flint, Arnold J Toynbee, Ernest Gellner, Franz Rosenthal, dan Arthur Laffer mengagumi pemikirannya.
Tak heran, pemikir Arab, NJ Dawood menjulukinya sebagai negarawan, ahli hukum, sejarawan dan sekaligus sarjana. Dialah Ibnu Khaldun, penulis buku yang melegenda, Al-Muqaddimah.
D.    Pemikiran Ibnu Khaldun Tentang Sosiologi
Ibnu Khaldun banyak dikenal sebagai ahli sejarah dan ahli sosiologi. Karena dari beberapa karyanya ia meneliti dan mengamati masyarakat disaat itu. Dari karyanya Muqaddimah secara panjang lebar Ibnu Khaldun memaparkan ide-idenya tentang masyarakat yang diamatinya pada saat itu. Ia menggambarkan tanda-tanda kemunduran Islam dan jatuh bangunnya kekhalifahan melalui pengalamannya selama mengembara ke Andalusia dan Afrika utara. Dalam Muqaddimah tersebut terdapat tiga pokok bahasan. Pertama, pengantar, bab kedua sejarah umum, dan bab ketiga sejarah maroko
          Adapun pembahasan dalam Muqaddimah Ibnu Khaldun, yaitu:
  1. Asal Mula Negara/daulah (Rural Civilizations)
  2. Sosiologi Masyarakat (Human Society; Ethnology And Anthropology)
  3. Peradaban masyarakat Badui  Kota (Society of Urban Civilization)
  4. Solidaritas Sosial
  5. Khilafah, Imamah, Sulthanah
  6. Bentuk-Bentuk Pemerintahan (Forms of Government and Forms of Institutions)
  7. Tahapan Timbul Tenggelamnya Peradaban (Teori Siklus)
Selain itu, Ibnu Khaldun menggunakan ide politiknya dan pengetahuannya tentang tentang masyarakat Maroko.Ia mendeskripsikan pemikirannya tentang proses sejarah peradaban masyarakat. Ia juga memiliki pengetahuan yang baik tentang eksplanasi dari negara yang alami hingga dikenal dengan peletak disiplin sosiologi baru (the founder of the new discipline of sociology). Ia menciptakan disiplin ilmu baru yang berasal dari spirit Al-Qur’an.
“Ibn Khaldūn fully realised that he had created a new discipline, ‘ilm al-’umran, the science of culture, and regarded it as surprising that no one had done so before and demarcated it from other disciplines. This science can be of great help to the historian by creating a standard by which to judge accounts of past events. Through the study of human society, one can distinguish between the possible and the impossible, and so distinguish between those of its phenomena which are essential and those which are merely accidental, and also those which cannot occur at all.”
Dalam pengembangan sebuah pemerintahan dan hubungan antara pemerintah dan masyarakat ibnu khaldun percaya bahwa”
“. . . human society is necessary since the individual acting alone could acquire neither the necessary food nor security. Only the division of labour, in and through society, makes this possible. The state arises through the need of a restraining force to curb the natural aggression of humanity. A state is inconceivable without a society, while a society is well-nigh impossible without a state. Social phenomena seem to obey laws which, while not as absolute as those governing natural phenomena, are sufficiently constant to cause social events to follow regular and well-defined patterns and sequences. Hence a grasp of these laws enables the sociologist to understand the trend of events. These laws operate on masses and cannot be significantly influenced by isolated individuals.
Menurut Ahmad Syafii Ma’arif, salah satu tesis Ibnu Khaldun dalam Al-Muqaddimah yang sering dikutip adalah: “Manusia bukanlah produk nenek moyangnya, tetapi adalah produk kebiasaan-kebiasaan sosial.”
Secara garis besar, Tarif Khalidi dalam bukunya Classical Arab Islam membagi Al-Muqaddimah menjadi tiga bagian utama .Pertama, membicarakan histografi mengupas kesalahan-kesalahan para sejarawan. Kedua, Al-Muqaddimah mengupas soal ilmu kultur. Bagi Ibnu Khaldun, ilmu tersebut merupakan dasar bagi pemahaman sejarah. Ketiga, mengupas lembaga- lembaga dan ilmu-ilmu keislaman yang telah berkembang sampai dengan abad ke-14. Meski  hanya sebagai pengantar dari buku utamanya yang berjudul Al-`Ibar,  namun Al-Muqaddimah lebih terkenal. Sebab,  seluruh bangunan  teorinya tentang ilmu sosial, kebudayaan, dan sejarah termuat dalam kitab itu. Dalam buku itu Ibnu Khaldun diantara menyatakan bahwa kajian sejarah haruslah melalui pengujian-pengujian yang kritis.Dengan modal pengalamannya yang malang-melintang di dunia politik pada masanya, Ibnu Khaldun mampu menulis Muqaddimah dengan jernih.Dalam kitabnya itu, Ibnu Khaldun juga membahas peradaban manusia, hukum-hukum kemasyarakatan dan perubahan sosial.Bahkan Ahmad Syafi’i Ma’arif mengatakan bahwa “Di tangan Ibnu Khaldun, sejarah menjadi sesuatu yang rasional, faktual dan bebas dari dongeng-dongeng”.
Menurut Charles Issawi dalam An Arab Philosophy of History, lewat Al- Muqaddimah, Ibnu Khaldun adalah sarjana pertama yang menyatakan dengan jelas, sekaligus menerapkan prinsip-prinsip yang menjadi dasar sosiologi. Salah satu prinsip yang dikemukakan Ibnu Khaldun mengenai ilmu kemasyarakatan antara lain; “Masyarakat tidak statis, bentuk-bentuk soisal berubah dan berkembang.” Pemikiran Ibnu Khaldun telah memberi pengaruh yang besar terhadap para ilmuwan Barat. Jauh, sebelum Aguste Comte pemikir yang banyak menyumbang kepada tradisi  intelektualitas positivisme Barat metode penelitian ilmu pernah dikemukakan pemikir Islam seperti Ibnu Khaldun (1332-1406).
Dalam metodeloginya, Ibnu Khaldun mengutamakan data empirik, verifikasi  teoritis, pengujian hipotesis, dan metode pemerhatian. Semuanya merupakan dasar pokok penelitian keilmuan Barat dan dunia, saat ini.Ibnu Khaldun adalah sarjana pertama yang berusaha merumuskan hukum-hukum sosial.
Ibnu Khaldun menghimpun untuk kita aliran sosiologinya dalam karyanya muqaddimah. Keunggulan muqaddimah ditemukan dalam
Pertama, falsafah sejarah, penemuan ini telah memberi kita pengertian tentang pemahaman yang baru tentang sejarah, yaitu bahwa sejarah itu adalah ilmu yang memiliki filsafat.
Kedua, metodologi sejarah, Ibn Khaldun melihat bahwa kriteria logika tidak sejalan dengan watak benda-benda empirik, oleh karena epistimologinya adalah observasi.Prinsip ini merangsang para sejarawan untuk mengorientasikan pemikirannya kepada eksperimen-eksperimen dan tidak menganggap cukup eksperimen yang sifatnya individual tetapi mereka hendaknya mengambil sejumlah eksperimen.
Ketiga, dialah penggagas ilmu pengetahuan atau falsafah sosial.
Ibn Khaldun membagi topik ke dalam 5 fasal besar, yaitu :
Pertama, tentang masyarakat manusia secara keseluruhan dan jenis-jenisnya dan perimbangannya dengan bumi, “Ilmu sosiologi umum”.
Kedua, tentang masyarakat pengembara dengan menyebut kasilah-kasilah dan etnis yang biadab; “sosiologi pedesaan”. 
Ketiga, tentang negara khilafat dan pergantian sultan-sultan; “sosiologi politik”.
Keempat, tentang pertukaran, kehidupan, penghasilan, dan aspek-aspeknya; “sosiologi industri”.
Kelima, tentang ilmu pengetahuan, cara memperolehnya dan mengajarkannya; “sosiologi pendidikan”.
Muqaddimah bukanlah kajian sederhana bagi ilmu kemasyarakatan, tetapi suatu percobaan yang berhasil dalam memperbarui ilmu sosial. Oleh karena itu Ibn Khaldun mengajak menjadikan ilmu sosial ilmu yang berdiri sendiri, karena itu Prof. Sati al-Hasri berpendapat bahwa : “Ibn Khaldun berhak dengan gerak pendiri ilmu sosial lebih daripada Comte, oleh karena Ibn Khaldun telah berbuat yang demikian jauh sebelum Comte lebih dari 460 tahun”.
Ibn Khaldun adalah seorang yang menonjolkan etnis satu atas etnis yang lain. Dari ras-ras yang ditonjolkan adalah ras Arab, yang berikut ini adalah sebagian dari teorinya.
Pertama, sesungguhnya Ras Arab dengan ciri pengembara yang ada pada mereka adalah ras perampok dan pemalas.Mereka merampok menurut kemampuan mereka, tanpa penaklukan dan menghindari bahaya.
Kedua sesungguhnya, semua itu menjadi naluri dan watak mereka.Mereka merasa enak di luar (tidak terlihat) oleh ketentuan-ketentuan hukum dan tidak terikat oleh politik.Watak ini berbeda jauh dengan watak etnis menetap.
Ketiga, etnis Arab sungguh lebih baik pengembangan dari etnis manapun, sikap ini telah mempengaruhi sebagian pemikir.Pengaruh itu nampak dari pendirian yang berbeda.[3]

BAB III
PENUTUP
         Kesimpulan
Ibnu Khaldun banyak dikenal sebagai ahli sejarah dan ahli sosiologi. Karena dari beberapa karyanya ia meneliti dan mengamati masyarakat disaat itu. Dari karyanya Muqaddimah secara panjang lebar Ibnu Khaldun memaparkan ide-idenya tentang masyarakat yang diamatinya pada saat itu. Ia menggambarkan tanda-tanda kemunduran Islam dan jatuh bangunnya kekhalifahan melalui pengalamannya selama mengembara ke Andalusia dan Afrika utara. Dalam metodeloginya, Ibnu Khaldun mengutamakan data empirik, verifikasi  teoritis, pengujian hipotesis, dan metode pemerhatian. Semuanya merupakan dasar pokok penelitian keilmuan Barat dan dunia, saat ini.Ibnu Khaldun adalah sarjana pertama yang berusaha merumuskan hukum-hukum sosial. Ibnu Khaldun menghimpun untuk kita aliran sosiologinya dalam karyanya muqaddimah. Keunggulan muqaddimah ditemukan dalam : Pertama, falsafah sejarah, penemuan ini telah memberi kita pengertian tentang pemahaman yang baru tentang sejarah, yaitu bahwa sejarah itu adalah ilmu yang memiliki filsafat. Kedua, metodologi sejarah, Ibn Khaldun melihat bahwa kriteria logika tidak sejalan dengan watak benda-benda empirik, oleh karena epistimologinya adalah observasi.Prinsip ini merangsang para sejarawan untuk mengorientasikan pemikirannya kepada eksperimen-eksperimen dan tidak menganggap cukup eksperimen yang sifatnya individual tetapi mereka hendaknya mengambil sejumlah eksperimen. Ketiga, dialah penggagas ilmu pengetahuan atau falsafah sosial. Muqaddimah bukanlah kajian sederhana bagi ilmu kemasyarakatan, tetapi suatu percobaan yang berhasil dalam memperbarui ilmu sosial. Oleh karena itu Ibn Khaldun mengajak menjadikan ilmu sosial ilmu yang berdiri sendiri, karena itu Prof. Sati al-Hasri berpendapat bahwa : “Ibn Khaldun berhak dengan gerak pendiri ilmu sosial lebih daripada Comte, oleh karena Ibn Khaldun telah berbuat yang demikian jauh sebelum Comte lebih dari 460 tahun”. Ibn Khaldun adalah seorang yang menonjolkan etnis satu atas etnis yang lain. Dari ras-ras yang ditonjolkan adalah ras Arab

DAFTAR PUSTAKA

Audah, Ali, Ibnu Khaldun Sebuah Pengantar, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986.
https://zaldym.wordpress.com/2008/10/23/ibnu-khaldun-bapak-sosiologi-islam/
Siswanto, Filsafat dan Pemikiran Pendidikan Islam, Surabaya: Pena Salsabila, 2016



 s



[1] Siswanto, Filsafat dan Pemikiran Pendidikan Islam, (Surabaya: Pena Salsabila, 2016) hlm. 121.
[2] Ali Audah, Ibnu Khaldun Sebuah Pengantar, ( Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986)
[3] http://makalah-ibnu.blogspot.co.id/2009/05/pemikiran-ibnu-khaldun-tentang.html