TUGAS UTS
TOKOH SOSIOLOGI
: IBNU KHALDUN
Diajukan
untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Pengantar
Sosiologi”
Dosen Pengampu: Itaanis Tianah,
S.Sos.M.A.Hum..
Disusun Oleh:
NAMA : MOCH. MA’MUN
NIM : 18201501080032
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI PAMEKASAN
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI ILMU
PENGETAHUAN SOSIAL
TAHUN AKADEMIK 2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Seorang sarjana
sosiologi dari Italia, Gumplowiez melalui penelitiannya yang cukup panjang,
berpendapat, “Kami ingin membuktikan bahwa sebelum Auguste Comte dan Giovani
Vico telah datang seorang muslim yang tunduk pada ajaran agamanya. Dia telah
mempelajari gejala-gejala sosial dengan akalnya yang cemerlang. Apa yang
ditulisnya kini disebut sosiologi. Sejaran dan Bapak Sosiologi Islam ini dari
Tunisia. Ia keturunan Yaman dengan nama lengkapnya Waliyuddin bin Muhammad bin
Abi bakar Muhammad bin Al Hasn. Namun ia lebih dikenal dengan Ibnu Khaldun.
Keluarganya berasal dari Hadramaut (kini Yaman) dan silsilahnya sampai pada
seorang sahabat Nabi Muhammad SAW. Bernama Wail bin Hujr dari kabilah Kindah.
Anak cucu Khalid bin Usman membentuk satu keluarga besar bernama Bani Khaldun.
Sejak muda . ia sudah mengikuti kegiatan politik praktis. Situasi politik yang
tidak menentu di Tunisia, menyebabkan Ibnu Khaldun melakukan pengembaraan dari
Maroko sampai Spanyol. Pada tahun 1275 beliau pindah ke Granada, Spanyol.
Karena politik Granada tidak stabil ia menetap di Qala’at Ibnu slamah di daerah Tilmisan Ibukota Maghrib Tengah
(Aljazair) dan meninggalkan dunia politik praktis.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Biografi dari
Ibnu Khaldun ?
2.
Bagaimana
Perjalanan Ibnu Khaldun dari Masa ke Masa ?
3.
Bagaimana
Pendidikan Ibnu Khaldun ?
4.
Bagaimana Pemikiran Ibnu
Khaldun tentang Sosiologi ?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui Biografi dari Ibnu Khaldun.
2.
Untuk Mengetahui Perjalanan Ibnu Khaldun dari Masa ke Masa.
3.
Untuk Mengetahui Pendidikan Ibnu Khaldun.
4.
Untuk Mengetahui Pemikiran Ibnu Khaldun tentang Sosiologi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Ibnu Khaldun
Ibn
Khaldun memiliki nama lengkap ‘Abd al-Rahman Abu Zaid Waliuddin Ibn Khaldun.
Namanya sendiri adalah ‘Abd al-Rahman, sedang nama keluarganya Abu Zaid dan
gelarnya Waliuddin. Beliau lahir di Tunisia pada tanggal 1
Ramadhan 732 H, bertepatan dengan tanggal 27 Mei 1332 M. Keluarga
Ibn Khaldun berasal dari Hadramaut dan masih memiliki garis keturunan dengan
Wali bin Hajar, salah seorang sahabat Nabi. Keluarga Ibn Khaldun di kenal
memiliki pengetahuan luas dan berkedudukan terhormat di masyarakat dan pemerintah.
Pendidikan awal, ia menerima dari ayahnya. Sejak
kecil, ia telah mempelajari ilmu tajwid dan al-Qur’an, bahkan menghafalkannya.
Dia juga mempelajari tafsir, hadits, fiqh (Maliki), gramatika bahasa arab, ilmu
manthiq, dan filsafat dengan sejumlah ulama Andalusia yang hijrah ke Tunisia.
Pada awalnya, kecenderungannya lebih tertuju pada bidang pendidikan. Akan
tetapi karena situasi yang tidak menguntungkan, maka ia memutuskan untuk
meninggalkan dunia pendidikan dan terjun ke dunia politik. Namun niatnya untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan tidak pernah padam. Di sela-sela kesibukannya
sebagai politikus ia juga mengembangkan ilmu pengetahuan. Bahkan dalam pahit
getirnya kehidupan, Ibn Khaldun mampu menulis beberapa karya tulis yang memuat
ide-idenya yang brilian. Diantaranya adalah Muqaddimah
Ibn Khaldun, al-Ta’rif, kitab al-‘Ibar, dan karya-karya yang lainnya.[1]
Ibnu
Khaldun menisbatkan nama dirinya kepada Khalid Ibn utsman karena Khalid adalah
nenek moyangnya yang pertama kali memasuki Andalusia bersama para penakluk
berkebangsaan Arab lainnya pada abad ke-8 masehi. Ibnu Khaldun adalah seorang
yang memiliki prestasi yang gemilang, beliau sangat mahir dalam menyerap segala
pelajaran yang diterimanya. Sejak masa kanak-kanak ia sudah terbiasa dengan
filsafat, ilmu alam, seni dan kesusastraan yang dengan mudahnya ia padukan
dengan bidang kenegaraan, perjalanan, dan pengalamannya.
B. Perjalanan Ibnu Khaldun dari Masa ke
Masa
Ibnu Khaldun hidup pada masa antara
1332-1405 M ketika peradaban Islam dalam proses penurunan dan disintegrasi.
Khalifah Abbasiyah diambang keruntuhan setelah penjarahan, pembakaran, dan
penghancuran Baghdad dan wilayah disekitarnya oleh bangsa Mongol pada tahun
1258, sekitar tujuh puluh lima tahun sebelum kelahiran Ibnu Khaldun. Dinasi Mamluk
(1250-1517), selama periode kristalisasi gagasan Ibnu Khaldun, hanya
berkontribusi pada percepatan penurunan peradaban akibat korupsi dan
inefisiensi yang mendera kekhalifahan, kecuali pada masa awal-awal periode
pertama yang singkat dari sejarah kekhalifahan Mamluk. [Periode pertama
Bahri/Turki Mamluk (1250-1382) yang banyak mendapat pujian dalam tarikh,
periode kedua adalah Burji Mamluk (1382-1517), yang dikelilingi serangkaian
krisis ekonomi yang parah.
Sebagai seorang muslim yang sadar,
Ibnu Khaldun tekun mengamati bagaimana caranya membalik atau mereversi
gelombang penurunan peradaban Islam. Sebagai ilmuwan sosial, Ibnu Khaldun
sangat menyadari bahwa reversi tersebut tidak akan dapat tegambarkan tanpa
menggambarkan pelajaran-pelajaran dari sejarah terlebih dahulu untuk menentukan
faktor-faktor yang membawa sebuah peradaban besar melemah dan menurun drastis.
Adapun asal-usul Ibnu Khaldun
menurut Ibnu Hazm ulama Andalusia yang wafat tahun 457 H/1065 M, disebutkan
bahwa: Keluarga Ibnu Khaldun berasal dari Hadramaut di Yaman, dan kalau
ditelusuri silsilahnya sampai kepada sahabat Rasulullah yang terkenal
meriwayatkan kurang lebih 70 hadits dari Rasulullah, yaitu Wail bin Hujr. Nenek
moyang Ibnu Khaldun adalah Khalid bin Usman, masuk Andalusia (Spanyol)
bersama-sama para penakluk berkebangsaan Arab sekitar abad ke VII M., karena
tertarik oleh kemenangan-kemenangan yang dicapai oleh tentara Islam. Ia menetap
di Carmona, suatu kota kecil yang terletak di tengah-tengah antara tiga kota
yaitu Cordova, Granada dan Seville, yang di kemudian hari kota ini menjadi
pusat kebudayaan Islam di Andalusia.
Pada abad ke VII M, anak cucu
Khaldun pindah ke Sevilla yang pada masa pemerintahan Amir Abdullah Ibnu
Muhammad dari Bani Umayyah (274-300 H.)Andalusia dalam suasana perpecahan dan
perebutan kekuasaan dan yang paling parah adalah Sevilla.Dalam suasana seperti
itu anak cucu Khaldun yang bernama Kuraib mengadakan pemberontakan bersama
Umayyah Ibnu Abdul Ghofir, dia berhasil merebut kekuasaan dan mendirikan
pemerintahan (sebagai Amir) di Sevilla.Akan tetapi, karena kekejaman dan
kekerasannya dia tidak disenangi rakyat dan akhirnya meninggal terbunuh pada
tahun 899 H.
Banu Khaldun tetap tinggal di
Sevilla selama pemerintahan Umayyah dengan tidak mengambil peranan yang berarti
sehingga datangnya pemerintahan raja-raja kecil (al-Thowalif) dan Sevilla
berada dalam kekuasaan Ibnu Abbad.Pada masa itulah bintang Banu Khaldun
meningkat lagi sampai pada masa pemerintahan Al-Muwahidun.Setelah raja-raja
Thowaif mengalami kemunduran, maka muncullah raja-raja Muwahhidin menggeser
kekuasaan raja-raja Murabbith.Pada pemerintahan Muwahhidun inilah Banu Khaldun
menjalin hubungan dengan keluarga pemerintah, sehingga mereka mempunyai
kedudukan yang terhormat.
Tatkala kerajaan Muwahhidin mengalami
kemunduran dan Andalusia menjadi kacau balau, maka Banu Khaldun pindah ke
Tunisia pada tahun 1223 M. Nenek moyang Ibnu Khaldun yang pertama mendarat ke
Tunisia adalah al-Hasan Ibnu Muhammad (kakek keempat Ibnu Khaldun), kemudian
disusul oleh saudara-saudaranya yang lain seperti Abu Bakar Muhammad bin Abu
Bakar Muhammad dan lain-lain. Kakek Ibnu Khaldun itu rata-rata menduduki
jabatan penting di dalam pemerintahan waktu itu. Sedangkan anaknya Abu Abdillah
Muhammad (ayah Ibnu Khaldun) tidak tertarik kepada jabatan pemerintahan, tetapi
ia lebih mementingkan bidang ilmu dan pendidikan, sehingga ia dikenal sebagai
ahli dalam bidang ilmu fiqih, meninggal tahun 749 H/1349 M. Ia meninggalkan
beberapa orang anak diantaranya: Abu Yazid Waliuddin (Ibnu Khaldun), Umar,
Musa, Yahya dan Muhammad. Pada waktu itu Ibnu Khaldun baru berusia 18 tahun.
Studinya kemudian terhenti pada 749
H. Saat menginjak usia 17 tahun, tanah kelahirannya diserang wabah penyakit pes
yang menelan ribuan korban jiwa. Akibat peristiwa yang dikenal sebagai Black
Death itu, para ulama dan penguasa hijrah ke Maghrib Jauh (Maroko).
Ketika keluarga Ibnu Khaldun mulai
merasa akan semakin dekat jatuhnya Sevilla ke tangan Spanyol pada tahun 1248,
mereka keluar menuju Melilia-Maroko, lalu pergi ke Tunisia pada masa kekuasaan
Abi Zakariya Hafsid pada tahun 1228-1249.
Meskipun selalu berada dalam situasi
pengungsian, keluarga Ibnu Khaldun mampu mempertahankan reputasi keilmuan dan
status aristokrasinya. Maka, Abu Bakar Muhammad bin Hassan (kakek Ibnu Khaldun)
dipercaya menjabat urusan keuangan.
Namun, Ahmed ibnu Abi Imarah
Masieli, yang berkuasa di Tunisia pada tahun 1283-1284, menangkap Bin Hassan
serta menyita semua kekayaannya dan akhirnya membunuhnya. Meski demikian,
Muhammad (putra Bin Hassan), yang merupakan kakek langsung Ibnu Khaldun, tetap
menunjukkan loyalitas terhadap Sultan Imarah Masieli dan menduduki beberapa
posisi penting di Tunisia dan Aljazair.
Sementara Muhammad (putra
Muhammad)-ayah kandung Ibnu Khaldun-memilih tidak terjun ke dunia politik dan
berkonsentrasi pada keilmuan serta kesusastraan.Hal itu membawa inspirasi pada
putranya, Ibnu Khaldun, untuk mengikuti jejak ayahnya, yakni menekuni dunia
keilmuan.
Pada saat itu, Kota Tunis kaya
dengan para ulama dan cendekiawan yang terkenal di wilayah Arab Maghrib dan
bahkan Benua Afrika.Interaksi Ibnu Khaldun dengan para ulama Arab Maghrib,
terutama mereka yang beraliran rasionalis, mendorongnya untuk belajar filsafat
yang kelak memengaruhi jalan pemikirannya.
C. Pendidikan Ibnu Khaldun
Pendidikan yang diperoleh Ibnu
Khaldun diantaranya adalah pelajaran agama, bahasa, logika dan filsafat.Sebagai
gurunya yang utama adalah ayahnya sendiri, di samping Ibnu Khaldun juga
menghafal al-Qur’an, mempelajari fisika dan matematika dari ulama-ulama besar
pada masanya. Di antara guru-guru Ibnu Khaldun adalah Muhammad bin Saad Burral
al-Anshari, Muhammad bin Abdissalam, Muhammad bin Abdil Muhaimin al-Hadrami dan
Abu Abdillah Muhammad bin Ibrohim al-Abilli. Dari merekalah Ibnu Khaldun
mendapatkan berbagai macam ilmu pengetahuan.
Pada tahun 1349 setelah kedua orang
tua Ibnu Khaldun meninggal dunia Ibnu Khaldun memutuskan untuk pindah ke
Marokko, namun dicegah oleh kakaknya, baru tahun 1354 Ibnu Khaldun melaksanakan
niatnya pergi ke Marokko, dan disanalah Ibnu Khaldun mendapatkan kesempatan
untuk menyelesaikan pendidikan tingginya. Selama menjalani pendidikannya di
Marokko, ada empat ilmu yang dipelajarinya secara mendalam, yaitu Kelompok
bahasa Arab yang terdiri dari: Nahwu, shorof, balaghoh, khitabah dan sastra. Kelompok
ilmu syari’at terdiri dari: Fiqh (Maliki), tafsir, hadits, ushul fiqh dan ilmu
al-Qur’an.[2]
Kelompok ilmu ‘aqliyah (ilmu-ilmu
filsafat) terdiri dari: filsafat, mantiq, fisika, matematika, falak, musik, dan
sejarah. Kelompok ilmu kenegaraan terdiri atas: ilmu administrasi, organisasi,
ekonomi dan politik. Dalam sepanjang hidupnya Ibnu Khaldun tidak pernah
berhenti belajar, sebagaimana dikatakan oleh Von Wesendonk: bahwa sepanjang
hidupnya, dari awal hingga wafatnya Ibnu Khaldun telah dengan sungguh-sungguh
mencurahkan perhatiannya untuk mencari ilmu. Sehingga merupakan hal yang wajar
apabila dengan kecermelangan otaknya dan didukung oleh kemauannya yang membaja
untuk menjadi seorang yang alim dan arif, hanya dalam waktu kurang dari
seperempat abad Ibnu Khaldun telah mampu menguasai berbagai ilmu pengetahuan.
Memasuki tahun ke-20 dari usianya,
Ibnu Khaldun mulai tertarik dengan kehidupan politik, sehingga pada tahu 755
H./1354 M., karena kecakapannya Ibnu Khaldun diangkat menjadi sekretaris Sultan
di Maroko, namun jabatan ini tidak lama di pangkunya, karena pada tahun 1357
Ibnu Khaldun terlibat dalam persekongkolan untuk menggulingkan Amir bersama
Amir Abu Abdullah Muhammad, sehingga ia ditangkap dan dipenjarakan.
Tetapi tidak lama kemudian dia
dibebaskan, yang kemudian pada tahun itu juga setelah Sultan meninggal dunia
dan kekuasaan direbut oleh Al-Mansur bin Sulaiman dari menterinya Al-Hasan,
maka Ibnu Khaldun menggabungkan diri dengan Al-Mansur dan dia diangkat menjadi
sekretarisnya. Namun tidak lama kemudian Ibnu Khaldun meninggalkan Al-Mansur
dan bekerjasama dengan Abu Salim.Pada waktu itu Abu Salim menduduki singgasana
dan Ibnu Khaldun diangkat menjadi sekretarisnya dan dua tahun kemudian diangkat
menjadi Mahkamah Agung. Di sinilah Ibnu Khaldun menunjukkan prestasinya yang
luar biasa, tetapi itupun tidak berlangsung lama, karena pada tahun 762 H./1361
M., timbul pemberontakan di kalangan keluarga istana, maka pada waktu itu Ibnu
Khaldun meninggalkan jabatan yang disandangnya.
Pada tahun 1382, ia meninggalkan
Tunisia menuju Alexandria dan kemudian ke Cairo. Ia mulai menjalani hidup di
Cairo sebagai pengajar di Universitas Al Azhar. Pada tahun 1384, ia diangkat
sebagai hakim untuk mazhab Maliki.
Di Cairo pun ia memiliki banyak
musuh yang selalu berusaha menyingkirkannya dan akhirnya ia dipecat sebagai
hakim pada tahun 1385. Ia kemudian pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah
haji. Sekembali dari Mekkah, ia cenderung ke arah sufi dan memimpin sebuah
sekolah sufi. Setelah 14 tahun mengajar, Ibnu Khaldun dipercaya kembali sebagai
hakim pada tahun 1399, tetapi dipecat lagi pada September 1400.
Pada bulan Desember 1400, Ibnu
Khaldun keluar dari Cairo menuju Damaskus. Di Damaskus, ia kembali menghadapi
sebuah pertarungan kekuasaan yang memaksa ia kembali ke Cairo. Pada tahun 1401,
ia tiba di Cairo dengan sambutan hangat dan diangkat kembali sebagai hakim.
Rupanya tidak tahan lama Ibnu
Khaldun bergelut dengan dunia politik dia ingin kembali ke dalam dunia ilmu
pengetahuan yang pernah lama digelutinya.Akhirnya dia memutar haluan bertolak
ke daerah Banu Arif bersama keluarganya, dan di tempat inilah Ibnu Khaldun dan
keluarganya baru merasa hidup tenang dan tentram jauh dari kemunafikan
politik.Dalam ketenangannya itu Ibnu Khaldun merenung ingin menumpahkan semua
pengalaman dan liku-liku kehidupannya. Maka dari sinilah ia mengalihkan
perjalanan hidupnya dari petualang politik kembali kepada dunia ilmu
pengetahuan, dan mulailah ia menyusun karya besarnya yang kemudian dikenal
dengan “Muqoddimah Ibnu Khaldun”. Selama empat tahun tinggal di daerah Banu
Arif Ibnu Khaldun juga menyusun sejarah besarnya Al-‘Ibar, akan tetapi karena
kekurangan referensi maka ia pergi ke Tunisia, dan disanalah ia menyelesaikan
karyanya.
Rupanya ketenangan Ibnu Khaldun
terganggu lagi ketika Sultan mengajaknya untuk mendampingi menumpas pengacau,
namun karena Ibnu Khaldun sudah jenuh dengan kehidupan politik, maka kemudian
ia pindah ke Mesir.
Di Mesir Ibnu Khaldun disambut
dengan hangat. Ilmuwan yang sarjana ini sudah tidak asing lagi di sana karena
karya-karyanya sudah tersebar di sana. Sebagai orang baru Ibnu Khaldun langsung
diberi dua jabatan penting, yaitu sebagai hakim tinggi dan sebagai guru besar
di perguruan Al-Azhar. Setelah sekian lama berhidmat untuk ilmu dan mengabdi
kepada Afrika Utara dan Andalusia ilmuwan besar dan terkemuka itu meninggal
dunia pada hari Rabu tanggal 25 Ramadhan 808 H, bertepatan dengan tanggal 17
Maret 1406 M. dalam usianya yang ke-76, dan dimakamkan di pekuburan orang-orang
sufi Babul Nashr di Kairo.
Patung Ibnu Khaldun di pusat kota
Tunis yang gagah perkasa memang seperti membersitkan dirinya sebagai seorang
ilmuwan besar dan sekaligus politisi kawakan. Dua identitas itulah yang melekat
pada diri Ibnu Khaldun.
Ibnu Khaldun menjalani masa tua dan
isolasi diri untuk konsentrasi terhadap ilmu pengetahuan, bermula dari usia 43
tahun hingga wafatnya. Pada masa itu, Ibnu Khaldun memilih meninggalkan dunia
politik.Ia kemudian keluar dari Tiemcen dan berdomisili di wilayah Oran selama
empat tahun, yaitu tahun 1375-1379.
Ketika tinggal di Oran, Ibnu Khaldun
mulai mengarang kitab Al Muqaddimah yang sangat legendaris itu. Di saat
mengarang kitab tersebut, Ibnu Khaldun merasa kekurangan referensi, yang
memaksa ia minta izin kepada Sultan Hafsid Abu Abbas untuk kembali ke Tunisia.
Ia tiba di Tunis pada tahun 1378 setelah meninggalkannya selama 27 tahun. Ia
menyelesaikan kitab Al Muqaddimah di Tunisia.
Muqaddimah, yang diselesaikan pada
November 1377 adalah buah karya dari cita-cita besarnya tersebut. Muqaddimah
secara harfiah bararti ‘pembukaan’ atau ‘introduksi’ dan merupakan jilid
pembuka dari tujuh jilid tulisan sejarah, yang secara bebas diterjemahkan ke
dalam buku “The Book of Lessons and the Record of Cause and Effect in the
History of Arabs, Persians and Berbers and Their Powerful Contemporaries.”
Ibnu Khaldun terkenal sebagai
ilmuwan besar adalah karena karyanya “Muqaddimah”. Rasanya memang aneh ia
terkenal justru karena muqaddimahnya bukan karena karyanya yang pokok
(al-‘Ibar), namun pengantar al-‘Ibarnyalah yang telah membuat namanya
diagung-agungkan dalam sejarah intelektualisme. Karya monumentalnya itu telah
membuat para sarjana baik di Barat maupun di Timur begitu mengaguminya.Sampai-sampai
Windellband dalam filsafat sejarahnya menyebutnya sebagai “Tokoh ajaib yang
sama sekali lepas, baik dari masa lampau maupun masa yang akan datang”.
Muqaddimah mencoba untuk menjelaskan
prinsip-prinsip yang menentukan kebangkitan dan keruntuhan dinasti yang
berkuasa (daulah) dan peradaban (‘umran).Tetapi bukan hanya itu saja yang
dibahas, Muqaddimah juga berisi diskusi ekonomi, sosiologi dan ilmu politik,
yang merupakan kontribusi orisinil Ibnu Khaldun untuk cabang-cabang ilmu tersebut.Ibnu
Khaldun juga layak mendapatkan penghargaan atas formula dan ekspresinya yang
lebih jelas dan elegan dari hasil karya pendahulunya atau hasil karya ilmuwan
yang sejaman dengannya.
Dalam Al Muqaddimah, Ibnu Khaldun
menggambarkan tanda-tanda kemunduran Islam dan jatuh bangunnya kekhalifahan
melalui pengalamannya selama mengembara ke Andalusia dan Afrika utara. Ia mulai
menyadari pula, walaupun secara kultural Islam masih berada dalam zaman
keemasan, basis material dari hegemoni Islam ketika itu telah melemah.
Misalnya, wilayah-wilayah Islam di Afrika utara menghadapi tantangan dari
suku-suku nomaden tradisional serta persaingan antara penguasa di satu sisi dan
kekuatan Kristen di sebelah utara yang menguasai alur Mediterania di sisi lain.
Invasi Mongol dari timur juga menggerogoti struktur yang telah terbangun dan
kota-kota peradaban Islam.
Sebenarnya Ibnu Khaldun sudah
memulai kariernya dalam bidang tulis menulis semenjak masa mudanya, tatkala ia
masih menuntut ilmu pengetahuan, dan kemudian dilanjutkan ketika ia aktif dalam
dunia politik dan pemerintahan. Adapun hasil karya-karyanya yang terkenal di
antaranya adalah:
1. Kitab Muqaddimah, yang merupakan
buku pertama dari kitab al-‘Ibar, yang terdiri dari bagian muqaddimah
(pengantar). Buku pengantar yang panjang inilah yang merupakan inti dari
seluruh persoalan, dan buku tersebut pulalah yang mengangkat nama Ibnu Khaldun
menjadi begitu harum. Adapun tema muqaddimah ini adalah gejala-gejala sosial
dan sejarahnya.
2. Kitab al-‘Ibar, wa Diwan
al-Mubtada’ wa al-Khabar, fi Ayyam al-‘Arab wa al-‘Ajam wa al-Barbar, wa man
Asharuhum min dzawi as-Sulthani al-‘Akbar. (Kitab Pelajaran dan Arsip Sejarah
Zaman Permulaan dan Zaman Akhir yang mencakup Peristiwa Politik Mengenai
Orang-orang Arab, Non-Arab, dan Barbar, serta Raja-raja Besar yang Semasa
dengan Mereka), yang kemudian terkenal dengan kitab ‘Ibar, yang terdiri dari
tiga buku: Buku pertama, adalah sebagai kitab Muqaddimah, atau jilid pertama
yang berisi tentang: Masyarakat dan ciri-cirinya yang hakiki, yaitu pemerintahan,
kekuasaan, pencaharian, penghidupan, keahlian-keahlian dan ilmu pengetahuan
dengan segala sebab dan alasan-alasannya. Buku kedua terdiri dari empat jilid,
yaitu jilid kedua, ketiga, keempat, dan kelima, yang menguraikan tentang
sejarah bangsa Arab, generasi-generasi mereka serta dinasti-dinasti mereka. Di
samping itu juga mengandung ulasan tentang bangsa-bangsa terkenal dan negara
yang sezaman dengan mereka, seperti bangsa Syiria, Persia, Yahudi (Israel),
Yunani, Romawi, Turki dan Franka (orang-orang Eropa). Kemudian Buku Ketiga
terdiri dari dua jilid yaitu jilid keenam dan ketujuh, yang berisi tentang
sejarah bahasa Barbar dan Zanata yang merupakan bagian dari mereka, khususnya
kerajaan dan negara-negara Maghribi (Afrika Utara).
3. Kitab al-Ta’rif bi Ibnu Khaldun
wa Rihlatuhu Syarqon wa Ghorban atau disebut al-Ta’rif, dan oleh orang-orang
Barat disebut dengan Autobiografi, merupakan bagian terakhir dari kitab
al-‘Ibar yang berisi tentang beberapa bab mengenai kehidupan Ibnu Khaldun. Dia
menulis autobiografinya secara sistematis dengan menggunakan metode ilmiah,
karena terpisah dalam bab-bab, tapi saling berhubungan antara satu dengan yang
lain.
Wawasan Ibnu Khaldun terhadap
beberapa prinsip-prinsip ekonomi sangat dalam dan jauh kedepan sehingga sejumlah
teori yang dikemukakannya hampir enam abad yang lalu sampai sekarang tidak
diragukan merupakan perintis dari beberapa formula teori modern.
Dunia mendaulatnya sebagai `Bapak
Sosiologi Islam’.Sebagai salah seorang pemikir hebat dan serba bisa sepanjang
masa, buah pikirnya amat berpengaruh. Sederet pemikir Barat terkemuka, seperti
Georg Wilhelm Friedrich Hegel, Robert Flint, Arnold J Toynbee, Ernest Gellner,
Franz Rosenthal, dan Arthur Laffer mengagumi pemikirannya.
Tak heran, pemikir Arab, NJ Dawood
menjulukinya sebagai negarawan, ahli hukum, sejarawan dan sekaligus sarjana.
Dialah Ibnu Khaldun, penulis buku yang melegenda, Al-Muqaddimah.
D.
Pemikiran Ibnu Khaldun Tentang Sosiologi
Ibnu
Khaldun banyak dikenal sebagai ahli sejarah dan ahli sosiologi. Karena dari
beberapa karyanya ia meneliti dan mengamati masyarakat disaat itu. Dari
karyanya Muqaddimah secara panjang lebar Ibnu Khaldun memaparkan
ide-idenya tentang masyarakat yang diamatinya pada saat itu. Ia
menggambarkan tanda-tanda kemunduran Islam dan jatuh bangunnya kekhalifahan
melalui pengalamannya selama mengembara ke Andalusia dan Afrika utara. Dalam Muqaddimah
tersebut terdapat tiga pokok bahasan. Pertama, pengantar, bab kedua sejarah
umum, dan bab ketiga sejarah maroko
Adapun pembahasan dalam Muqaddimah Ibnu Khaldun, yaitu:
- Asal
Mula Negara/daulah (Rural Civilizations)
- Sosiologi
Masyarakat (Human Society; Ethnology And Anthropology)
- Peradaban
masyarakat Badui Kota (Society of Urban Civilization)
- Solidaritas
Sosial
- Khilafah,
Imamah, Sulthanah
- Bentuk-Bentuk
Pemerintahan (Forms of Government and Forms of Institutions)
- Tahapan
Timbul Tenggelamnya Peradaban (Teori Siklus)
Selain itu, Ibnu Khaldun menggunakan
ide politiknya dan pengetahuannya tentang tentang masyarakat Maroko.Ia
mendeskripsikan pemikirannya tentang proses sejarah peradaban masyarakat. Ia
juga memiliki pengetahuan yang baik tentang eksplanasi dari negara yang alami
hingga dikenal dengan peletak disiplin sosiologi baru (the founder of the
new discipline of sociology). Ia menciptakan disiplin ilmu baru yang
berasal dari spirit Al-Qur’an.
“Ibn Khaldūn fully realised that he
had created a new discipline, ‘ilm al-’umran, the science of culture, and
regarded it as surprising that no one had done so before and demarcated it from
other disciplines. This science can be of great help to the historian by
creating a standard by which to judge accounts of past events. Through the
study of human society, one can distinguish between the possible and the
impossible, and so distinguish between those of its phenomena which are
essential and those which are merely accidental, and also those which cannot
occur at all.”
Dalam pengembangan sebuah
pemerintahan dan hubungan antara pemerintah dan masyarakat ibnu khaldun percaya
bahwa”
“. . . human society is necessary
since the individual acting alone could acquire neither the necessary food nor
security. Only the division of labour, in and through society, makes this
possible. The state arises through the need of a restraining force to curb the
natural aggression of humanity. A state is inconceivable without a society,
while a society is well-nigh impossible without a state. Social phenomena seem
to obey laws which, while not as absolute as those governing natural phenomena,
are sufficiently constant to cause social events to follow regular and
well-defined patterns and sequences. Hence a grasp of these laws enables the
sociologist to understand the trend of events. These laws operate on masses and
cannot be significantly influenced by isolated individuals.”
Menurut Ahmad Syafii Ma’arif, salah
satu tesis Ibnu Khaldun dalam Al-Muqaddimah yang sering dikutip adalah:
“Manusia bukanlah produk nenek moyangnya, tetapi adalah produk
kebiasaan-kebiasaan sosial.”
Secara garis besar, Tarif Khalidi
dalam bukunya Classical Arab Islam membagi Al-Muqaddimah menjadi tiga
bagian utama .Pertama, membicarakan histografi mengupas
kesalahan-kesalahan para sejarawan. Kedua, Al-Muqaddimah mengupas soal
ilmu kultur. Bagi Ibnu Khaldun, ilmu tersebut merupakan dasar bagi pemahaman
sejarah. Ketiga, mengupas lembaga- lembaga dan ilmu-ilmu keislaman yang
telah berkembang sampai dengan abad ke-14. Meski hanya sebagai pengantar
dari buku utamanya yang berjudul Al-`Ibar, namun Al-Muqaddimah
lebih terkenal. Sebab, seluruh bangunan teorinya tentang ilmu
sosial, kebudayaan, dan sejarah termuat dalam kitab itu. Dalam buku itu Ibnu
Khaldun diantara menyatakan bahwa kajian sejarah haruslah melalui
pengujian-pengujian yang kritis.Dengan modal pengalamannya yang
malang-melintang di dunia politik pada masanya, Ibnu Khaldun mampu menulis Muqaddimah
dengan jernih.Dalam kitabnya itu, Ibnu Khaldun juga membahas peradaban manusia,
hukum-hukum kemasyarakatan dan perubahan sosial.Bahkan Ahmad Syafi’i Ma’arif
mengatakan bahwa “Di tangan Ibnu Khaldun, sejarah menjadi sesuatu yang
rasional, faktual dan bebas dari dongeng-dongeng”.
Menurut Charles Issawi dalam An
Arab Philosophy of History, lewat Al- Muqaddimah, Ibnu Khaldun
adalah sarjana pertama yang menyatakan dengan jelas, sekaligus menerapkan
prinsip-prinsip yang menjadi dasar sosiologi. Salah satu prinsip yang
dikemukakan Ibnu Khaldun mengenai ilmu kemasyarakatan antara lain; “Masyarakat
tidak statis, bentuk-bentuk soisal berubah dan berkembang.” Pemikiran Ibnu
Khaldun telah memberi pengaruh yang besar terhadap para ilmuwan Barat. Jauh,
sebelum Aguste Comte pemikir yang banyak menyumbang kepada tradisi
intelektualitas positivisme Barat metode penelitian ilmu pernah dikemukakan
pemikir Islam seperti Ibnu Khaldun (1332-1406).
Dalam metodeloginya, Ibnu Khaldun
mengutamakan data empirik, verifikasi teoritis, pengujian hipotesis, dan
metode pemerhatian. Semuanya merupakan dasar pokok penelitian keilmuan Barat
dan dunia, saat ini.Ibnu Khaldun adalah sarjana pertama yang berusaha
merumuskan hukum-hukum sosial.
Ibnu Khaldun menghimpun untuk kita
aliran sosiologinya dalam karyanya muqaddimah. Keunggulan muqaddimah
ditemukan dalam
Pertama, falsafah sejarah, penemuan ini
telah memberi kita pengertian tentang pemahaman yang baru tentang sejarah,
yaitu bahwa sejarah itu adalah ilmu yang memiliki filsafat.
Kedua, metodologi sejarah, Ibn Khaldun
melihat bahwa kriteria logika tidak sejalan dengan watak benda-benda empirik,
oleh karena epistimologinya adalah observasi.Prinsip ini merangsang para
sejarawan untuk mengorientasikan pemikirannya kepada eksperimen-eksperimen dan
tidak menganggap cukup eksperimen yang sifatnya individual tetapi mereka
hendaknya mengambil sejumlah eksperimen.
Ketiga, dialah penggagas ilmu pengetahuan
atau falsafah sosial.
Ibn Khaldun membagi topik ke dalam 5 fasal besar, yaitu :
Pertama, tentang masyarakat manusia secara
keseluruhan dan jenis-jenisnya dan perimbangannya dengan bumi, “Ilmu sosiologi
umum”.
Kedua, tentang masyarakat pengembara
dengan menyebut kasilah-kasilah dan etnis yang biadab; “sosiologi pedesaan”.
Ketiga, tentang negara khilafat dan
pergantian sultan-sultan; “sosiologi politik”.
Keempat, tentang pertukaran, kehidupan,
penghasilan, dan aspek-aspeknya; “sosiologi industri”.
Kelima, tentang ilmu pengetahuan, cara
memperolehnya dan mengajarkannya; “sosiologi pendidikan”.
Muqaddimah bukanlah kajian sederhana
bagi ilmu kemasyarakatan, tetapi suatu percobaan yang berhasil dalam
memperbarui ilmu sosial. Oleh karena itu Ibn Khaldun mengajak menjadikan ilmu
sosial ilmu yang berdiri sendiri, karena itu Prof. Sati al-Hasri berpendapat
bahwa : “Ibn Khaldun berhak dengan gerak pendiri ilmu sosial lebih daripada Comte,
oleh karena Ibn Khaldun telah berbuat yang demikian jauh sebelum Comte lebih
dari 460 tahun”.
Ibn Khaldun adalah seorang yang
menonjolkan etnis satu atas etnis yang lain. Dari ras-ras yang ditonjolkan
adalah ras Arab, yang berikut ini adalah sebagian dari teorinya.
Pertama, sesungguhnya Ras Arab
dengan ciri pengembara yang ada pada mereka adalah ras perampok dan
pemalas.Mereka merampok menurut kemampuan mereka, tanpa penaklukan dan
menghindari bahaya.
Kedua sesungguhnya, semua itu
menjadi naluri dan watak mereka.Mereka merasa enak di luar (tidak terlihat)
oleh ketentuan-ketentuan hukum dan tidak terikat oleh politik.Watak ini berbeda
jauh dengan watak etnis menetap.
Ketiga, etnis Arab sungguh lebih
baik pengembangan dari etnis manapun, sikap ini telah mempengaruhi sebagian
pemikir.Pengaruh itu nampak dari pendirian yang berbeda.[3]
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Ibnu
Khaldun banyak dikenal sebagai ahli sejarah dan ahli sosiologi. Karena dari
beberapa karyanya ia meneliti dan mengamati masyarakat disaat itu. Dari
karyanya Muqaddimah secara panjang lebar Ibnu Khaldun memaparkan
ide-idenya tentang masyarakat yang diamatinya pada saat itu. Ia
menggambarkan tanda-tanda kemunduran Islam dan jatuh bangunnya kekhalifahan
melalui pengalamannya selama mengembara ke Andalusia dan Afrika utara. Dalam
metodeloginya, Ibnu Khaldun mengutamakan data empirik, verifikasi
teoritis, pengujian hipotesis, dan metode pemerhatian. Semuanya merupakan dasar
pokok penelitian keilmuan Barat dan dunia, saat ini.Ibnu Khaldun adalah sarjana
pertama yang berusaha merumuskan hukum-hukum sosial. Ibnu Khaldun menghimpun untuk kita
aliran sosiologinya dalam karyanya muqaddimah. Keunggulan muqaddimah
ditemukan dalam : Pertama, falsafah sejarah, penemuan ini
telah memberi kita pengertian tentang pemahaman yang baru tentang sejarah,
yaitu bahwa sejarah itu adalah ilmu yang memiliki filsafat. Kedua, metodologi sejarah, Ibn Khaldun
melihat bahwa kriteria logika tidak sejalan dengan watak benda-benda empirik,
oleh karena epistimologinya adalah observasi.Prinsip ini merangsang para
sejarawan untuk mengorientasikan pemikirannya kepada eksperimen-eksperimen dan
tidak menganggap cukup eksperimen yang sifatnya individual tetapi mereka
hendaknya mengambil sejumlah eksperimen. Ketiga,
dialah penggagas ilmu pengetahuan atau falsafah sosial. Muqaddimah bukanlah kajian sederhana
bagi ilmu kemasyarakatan, tetapi suatu percobaan yang berhasil dalam
memperbarui ilmu sosial. Oleh karena itu Ibn Khaldun mengajak menjadikan ilmu
sosial ilmu yang berdiri sendiri, karena itu Prof. Sati al-Hasri berpendapat
bahwa : “Ibn Khaldun berhak dengan gerak pendiri ilmu sosial lebih daripada Comte,
oleh karena Ibn Khaldun telah berbuat yang demikian jauh sebelum Comte lebih
dari 460 tahun”. Ibn
Khaldun adalah seorang yang menonjolkan etnis satu atas etnis yang lain. Dari
ras-ras yang ditonjolkan adalah ras Arab
DAFTAR
PUSTAKA
Audah, Ali, Ibnu Khaldun Sebuah Pengantar, Jakarta: Pustaka Firdaus,
1986.
https://zaldym.wordpress.com/2008/10/23/ibnu-khaldun-bapak-sosiologi-islam/
Siswanto, Filsafat dan Pemikiran Pendidikan Islam, Surabaya: Pena
Salsabila, 2016
s