MAKALAH
“Pemahaman ad-Dhaman dan al-Kafalah”
Untuk memuhi tugas
mata kuliah “Fiqih Muamalah”
Dosen pengampu: Drs.Moh. Zaini. MM
Disusun oleh :
Imam Hanafi
Prodi Pendidikan Agama Islam
Jurusan Tarbiyah
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Pamekasan
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Pamekasan
2015/2016
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi Allah tuhan semesta alam
yang telah memeberikan rahmat dan hidayahnya
kepada kita semua. Shalawat serta salam semoga
tetap tercurah limpahkan kepada
junjungan kita nabi besar Muhammad
Saw.
Pendidikan
Islam merupakan suatu
proses untuk mengubah tingkah
laku pada kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya yang berfungsi
merealisasikan dan mengaktualisasikan potensi
mahasiswa baik yang berupa ilmu
umum maupun agama, serta untuk meningkatkan kualitas
keimanan seseorang terhadap
Allah dan menambah wawasan ilmu pengetahuan
yang luas bagi
masyarakat.
Setiap insan berkepentingan mengoptimalkan diri meraih
hikmah dalam proses pembelajaran supaya dapat
memperoleh ilmu agama yang bermanfaat baik
bagi dirinya sendiri
maupun masyarakat dan memiliki ilmu yang berwawasan
luas baik ilmu agama maupun intelektual, untuk itu kami dari
kelompok lima membuat makalah tentang materi fiqih muamalah yang membahas tentang pemahaman
tentang ad-Dhaman dan al-Kafalah guna menambah
wawasan
ilmu pengetahuan tentang agama Islam.
Kesempurnaan hanya
milik Allah khilaf
dan salah hanya milik
penulis sebagai hamba-Nya. Penulis sangat menyadari bahwa
isi makalah ini
masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena
itu penulis meminta
maaf atas segala kesalahan penulisan baik dalam penulisan
kalimat tanda baca dan penempatan huruf besar. semoga pembaca
maupun penulis mendapatkan syafa’at
dan rahmat.
Pamekasan, 22 Oktober 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................................................
i
KATA
PENGANTAR.....................................................................................................................
ii
DAFTAR
ISI...................................................................................................................................
iii
A.. Pemahaman ad-Dhoman.............................................................................................................3
C. Dasar hukum
Kafalah...............................................................................................................6
D. Rukun dan Syarat Kafalah.......................................................................................................7
E. Macam-macam Kafalah dan Manfaatnya................................................................................8
F.
Jenis-jenis Kafalah dan
Implementasinya dalam perbankan
Syariah................................10
G. Pelaksanaan
al-Kafalah...........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................
13
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam menjalankan kehidupan
yang bermakna dan manfaat di perlukan adanya upaya untuk
membuat waktu yang dimiliki secara efisien, karenanya
manusia akan memperoleh
keuntungan sesuai yang
ia harapkan. Manusia
secara instiktif adalah makhluk sosial, dimana ia tidak dapat
hidup tanpa bantuan
orang lain. Karenanya ia membutuhkan teman
serta masyarakat
untuk berinteraksi baik pergaulan
bersifat batin ataupun lahiriyah
sesuai yang dibutuhkan.
Setiap manusia
yang telah di
bekali dengan rasa ingin
tahu terhadap berbagai
macam ilmu, baik itu
berupa ilmu umum
maupun ilmu agama, dalam pendidikan
ilmu agama sangat
penting untuk mengetahui tentang
ilmu
fiqih mu’amalah yang
merupakan suatu ilmu yang
membahas tentang
fiqih Islam, di mulai pada masa
Rasulullah dan sesudahnya, ditinjau dari
segi ulama dan
keadaan hukum waktu itu dan ciri spesifiknya.
Mengerti dan
memahami secara luas tentang
pelajaran fiqih mu’amalah
sangat penting bagi kehidupan
manusia, maka dari
itu kami dari
kelompok lima membuat
makalah dengan judul
“pemahaman ad-Dhaman
dan al-Kafalah” agar
kita dapat menambah
wawasan dalam mengenai hal
jual beli menurut
syari’at Islam
B. Rumusan Masalah
Rumusan
masalah yang terdapat
dalam makalah ini
adalah:
1.
Pemahaman
ad-Dhaman
2.
Pengertian
Kafalah (Jaminan)
3.
Dasar hukum Kafalah
4.
Rukun dan syarat
al-Kafalah
5.
Macam-macam
al-Kafalah dan manfaatnya
6.
Jenis-jenis
Kafalah dan Implementasinya dalam
perbankan Syariah
7.
Pelaksanaan
al-Kafalah
C.
Tujuan
Adapun tujuan dari
pembuatan makalah ini
adalah:
1.
Pemahaman ad-Dhaman
2.
Pengertian
Kafalah (Jaminan)
3.
Dasar hukum Kafalah
4.
Rukun dan syarat
al-Kafalah
5.
Macam-macam
al-Kafalah dan manfaatnya
6.
Jenis-jenis
Kafalah dan Implementasinya dalam
perbankan Syariah
7.
Pelaksanaan
al-Kafalah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pemahaman
ad-Dhoman
1. Pengertian ad-Dhoman
Dhoman
adalah menanggung hutang
seseorang atau mengembalikan barang dan menghadirkan
seseorang ke tempat
yang di tentukan,
Beragam definisi dhoman
dalam fiqih diantaranya
adalah:
a. Menurut ibn Qudamah: “menggabungkan beban
tanggungan penjamin maupun yang di jamin dalam
menunaikan hak (pelunasan
hutang) dengan demikian hutang tersebut menjadi
tanggungan mereka berdua”.[1]
b. Syarikh
Sholeh Fauzan:
“menjamin beban kewajiban (hutang) orang lain, tanpa menjadikan
orang lain tadi bebas
dari tanggung jawab hutang[2]
2. Dalil
Pensyariataanya
Di perbolehkannya
dhaman dalam Islam
dengan dalil al-Qur’an, sunah, dan
ijma’ ulama’
Firman Allah
وَ لِمَنْ جَاءَ بِهِ حَمَلَ بعير و اَ نَا
بِهِ زَعِيْمُ
“Dan
siapa yang dapat
mengembalikannya akan memperoleh
bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku
akan menjamin terhadapnya”
Adapun dalam ijma’
maka
ulama’ telah bersepakat tentang mubahnya hukum asal
pada dhaman ini, dan
juga maslahat yang akan
di dapat karena
dengan dhaman
akan
terwujud kemudahan transaksi
bagi orang yang tidak
memiliki jaminan
dan berhutang, dan ini merupakan perkara baik dan tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.
Dari dalil naqli
diatas dapat kita
simpulkan bahwa aqad dhaman adalah mubah.
Adapun aturan mainnya telah dirumuskan
dalam fiqih Islam yang di
ambil dari
Sri Handayani, SE, MM. Sari
dalil-dalil al-Qur’an maupun sunah
serta ijma’ ulama’ sebagai
berikut:
a. Orang yang menjamin.
Syaratnya: baligh, berakal atas kehendak
sendiri berhak membelanjakan
harta dan mengetahui adanya jaminan-jaminan
b. Orang yang
berhutang. Syaratnya berhak memerlanjakan harta
c. Yang berpiutang. Syaratnya
ialah diketahui oleh
orang yang menjamin
d. Utang atau barang yang dihadirkan kembali atau orang
yang di hadirkan syaratnya harus diketahui ukuran, keadaan dan jumlahnya serta waktunya dan tetap keadaanya.
e. Lafadz. Syaratnya mengandung syarat kandungan
makna jaminan tidak digantungkan
kepada yang lain dan tidak berarti sementara
3. Syarat-syarat
Rukun Dhaman
a. Jaminan tidak mengandung penipuan
b. Masing-masing
pihak tidak boleh khianat kepada pihak lain
c. Jaminan bukan merupakan kewajiban misalnya
menjamin nafqah kepada anak dan
istri
d. Jaminan harus pasti
tertentu
4. Cara pembayaran
dhaman
Apabila
orang yang menjamin (dhaman)
memenuhi kewajibannya dengan membayar
utang orang yang ia
jamin, ia boleh meminta
kembali kepada madhmun
‘anhu apabila pembayaran
itu atas izinnya. Dalam hal ini
para
ulama bersepakat, namun mereka berbeda
pendapat apabila penjamin membayar
atau menunaikan beban
orang yang ia
jamin tanpa izin orang yang di
jamin bebannya.
Menurut al-Syafi’i
dan Abu
Hanifah bahwa membayar
utang orang yang di jamin
tanpa izin darinya adalah unah, dhaman
tidak punya
hak untuk minta ganti
rugi
kepada orang yang
ia di jamin. (madhmun ‘anhu). Menurut
madzhab Maliki dhaman
berhak menagih kembali
kepada madhmun ‘anhu.
Cara pembayaran dhaman adalah barang siapa yang berpiutang berhak menagih
kepada orang yang menjamin atau kepada
orang yang berhutang. Apabila hutang sudah di bayar oleh peminjam oleh seizin orang yang
berhutang maka penjamin
berhak minta ganti
kepada orang yang berhutang. Apabila salah
satu dhaman atau ishil meninggal dunia sedang belum
sampai masa pelunasan
maka pelunasan menjadi lepas waktu itu
atas yang mati.
Dhaman berhak minta ganti kembali kepada ashil (madhmuanhu) jika
telah membayar hutangnya.
B. Pengertian
Khafalah (Jaminan)
Secara etimologis
kafalah, dhaman, zam’amah, hawalah, artinya
sama yaitu jaminan. Secara terminologis kafalah/dhaman adalah menjamin tanggungan orang di jamin dalam
melaksanakan hak yang wajib
baik seketika maupun akan datang. Dalam pengertian lain, kafalah adalah mengalihkan tanggung jawab seseorang
yang di jamin
dengan berpegang pada
tanggung jawab orang
lain sebagai penjamin.
Adapun definisi lain dari khafalah atau dhaman sebagaimana yang di
jelaskan para ulama’ sebagai
berikut:
a. Menurut madzhab Hanafi khafalah
adalah menggabungkan
dzimah yang lain
dalam penagihan, dengan jiwa, utang, atau
dzat
benda
b. Menurut madzhab
Maliki khafalah adalah orang yang mempunyai
hak mengerjakan tanggungan pemberi beban serta
bebannya sendiri yang di
satukan,
baik menanggung pekerjaan
yang sesuai maupun
pekerjaan yang berbeda.
c. Menurut madzhab Hambali khafalah adalah iltizam sesuatu yang di wajibkan kepada orang
lain serta kekekalan benda tersebut yang di
bebankan atau iltizam orang yang mempunyai hak menghadirkan
dua harta (pemiliknya) kepada orang
yang mempunyai hak.
d. Menurut
madzhab Syafi’i khafalah adalah akad yang menetapkan iltizam
hak yang tetap pada tanggungan (beban) yang lain atau menghadirkan zat benda
yang di bebankan atau menghadirkan beban oleh orang
yang berhak menghadirkannya[3]
Berdasarkan
definisi yang di
kemukakan oleh madzhab
Syafi’i di atas, al-Kafalah
terdiri atas tiga
pengertian, yaitu al-Kafalat, al-Dayn, al-Kafalat al-‘ain dan
al-Kafalat al-Abdan. Para ulama juga
mendefinisikan tentang al-Kafalah
sebagai berikut:
a. Menurut
Sayyid Sabiq yang di maksud
dengan
al-Kafalah ialah proses
penggabungan tanggungan kafil menjadi
beban ashil dalam
tuntutan dengan benda (materi)
yang sama baik utang, barang, maupun pekerjaan.
b. Menurut
imam Taqiy al-Din
yang di maksud dengan
al-Kafalah adalah
ضَمٌّ
ذِ مَّةٍ اِ لَى ذِ مَّةٍ
“Mengumpulkan
satu beban kepada
beban lain ”
c. Menurut
Hasbi ash-Shidiqie bahwa
yang dimaksud dengan al-Kafalah ialah:
ضَمٌّ
ذِ مَّةٍ اِ لَى ذِ مَّةٍ فِى ا
لْمُطَا لَبَةِ
“Menggabungkan dzimah kepada
dzimah lain dalam
penagihan”
Setelah diketahui definisi-definisi al-Kafalah atau ad-Dhaman
menurut para
ulama’ di atas kiranya
dapat dipahami bahwa
yang di maksud dengan al-Kafalah
atau ad-Dhaman ialah
menggabungkan dua beban (tanggungan)
dalam
permintaan dan utang
C. Dasar
hukum khafalah
Dasar hukum
kafalah adalah:
1. Al-Qur’an yaitu surat Yunus/12: 72 “Dan siapa yang ingin
dapat mengembalikannya akan
memperoleh bahan makanan
seberat beban unta dan aku
menjamin terhadapnya.”
2. Hadits “Kami
pernah berada di sisi rasulullah
saw kemudian di datangkan
jenazah, lalu orang-orang berkata: Wahai rasululllah shalatkan dia. Beliau bertanya, apakah ia
meninggalkan sesutu? mereka menjawab, tidak. Beliau bertanya: Apakah ia meninggalkan sesuatu? Mereka menjawab tiga dinar. Beliau bersabda: “Shalatlah kalian atas
teman kalian.
Abu Qatadah berkata: “Shalatlah
dia, wahai rasulullah dan
aku yang menjamin”. (HR. Ahmad, Bukhari
dan Nasa’i)
3. Ijma’
bahwa ulama sepakat tentang
kafalah berdasarkan hadits
di atas
Kafalah di syaratkan
oleh Allah swt terbukti dengan firman-Nya
“Bahwa nabi
saw tidak mau
shalat mayit pada
mayit yang masih punya
utang,
maka berkata Abu Qatadah: “Shalatlah atasnya ya Rasulullah,
sayalah yang menanggung
utangnya, kemudian nabi
menyolatinya”. (H. Riwayat
Bukhari)
لاَ
كَفَا لَةَ فِى حَدٍ
“Tidak ada kafalah
dalam had” (Riwayat Baihaqi)
Dasar hukum kafalah yang kedua adalah
al-Sunnah, dalam hal ini rasulullah bersabda
ا لعر ية موء ذ ة ولز عيم غا رم (روا ه ابو داو د)
“Penjamin hendaklah
dikembalikan dan yang meminjam hendaklah membayar”. (Riwayat Abu daud)
D. Rukun
dan Syarat al-Kafalah
Menurut madzhab Hanafi, rukun al-Kafalah
satu yaitu ijab dan kabul. Sedangkan
menurut para ulama
yang lainnya rukun dan syarat al-Kafalah adalah sebagai berikut:
1. Dhamin, kafil, atau za’im,
yaitu orang yang menjamin dimana ia disyaratkan
sudah baligh, berakal, tidak di
cegah membelanjakan hartanya (mahjur) dan dilakukan dengan
kehendaknya sendiri.
2. Madmun lah, yaitu
orang yang berpiutang,
syaratnya ialah bahwa yang berpiutang
di ketahui oleh orang yang menjamin.
Madmun lah disebut juga dengan
mafkul lah, madmum lah disyaratkan
dikenal oleh penjamin karena manusia
tidak sama dalam hal
tuntutan, hal ini
dilakukan demi kemudahan
dan kedisiplinan.
3. Madmun ‘anhu atau makful
‘anhu adalah orang yang berutang
4. Madmun
bih atau makful
bih adalah utang,
barang atau orang di syaratkan pada
mafkul bih dapat di ketahui
dan tetap keadaanya, baik sudah tetap maupun
akan tetap.
5. Lafadz, disyaratkan keadaan lafadz
itu berarti menjamin, tidak di
gantungkan kepada sesuatu dan tidak berarti sementara.
E. Macam-macam
Khafalah dan manfaatnya
Secara umum (garis besar)
al-Kafalah di bagi menjadi
dua bagian
yaitu kafalah dengan
jiwa dan
kafalah dengan harta.
Kafalah dengan
jiwa dikenal
pula kafalah
bi
al-Wajhi, yaitu adanya
kemestian
(keharusan) pada pihak pinjaman (al-Kafil, al-Dhamin atau al-Za’im)
untuk
menghadirkan orang yang ia tanggung
kepada yang ia janjikan
tanggungan (makfullah)
Penanggungan (jaminan) yang menyangkut masalah
manusia boleh hukumya. Orang yang di tanggung tidak mesti
mengetahui
permasalahan karena kafalah menyangkut badan bukan harta. Penanggung
tentang
hak Allah seperti
had
al-Khamar dan had
menuduh zina tidak sah
Kemudian jika penjamin menentukan tempat
penyerahannya, maka menyerahkan di tempat itu, kalau tidak wajib menyerahkannya
di tempat kafalah, apabila
orang yang di jamin di serahkan di tempat penyerahan, penjamin bebas dari kafalah dengan syarat tidak ada penghalang untuk
menyerahkannya.
Andai kata orang yang di jamin tidak hadir dan
penjamin tidak mengetahuinya tempatnya,
maka ia tidak wajib menghadirkannya. Andai kata orang yang menerima jaminan mati, maka penjamin tidak di tuntut atas harta orang
yang di jamin, karena
ia tidak dalam jaminannya. Madzhab Syaf’i berpendapat bahwa kafalah di
nyatakan sah dengan menghadirkan orang yang terkena
kewajiban menyangkut hak manusia,
seperti qishas dan qadzaf karena kedua hal ini tersebut menurut Syafi’iyah
termasuk hak yang lazim. Bila
menyangkut had
yang telah di
tentukan Allah, maka
itu tidak sah
dengan kafalah.
Sedangkan menurut madzhab
Hanafi bahwa penjamin (kafil dan dhamin) harus di
tahan sampai ia dapat menghadirkan orang tersebut atau sampai
penjamin mengetahui bahwa ashil
telah
meninggal dunia, dalam
keadaan demikian penjamin tidak berkewajiban
membayar dengan harta, kecuali ketika
menjamin masyarakat demikian
Menuurut
madzhab Syafi’i bila ashil telah meninggal dunia, maka kafil tidak wajib membayar kewajibannya karena ia tidak
menjamin harta, tetapi menjamin
orangnya dan kafil di nyatakan
bebas tanggung jawab.
Kafalah yang kedua adalah kafalah
harta, yaitu kewajiban yang mesti ditunaikan oleh dhaman atau kafil dengan pembayaran berupa harta.
Kafalah harta ada tiga macam:
1. Kafalah al-Dayn, yaitu
kewajiban membayar utang yang
menjadi
beban orang
lain, dalam hadist
Salamah bin Aqwa bahwa
nabi saw tidak mau mensholatkan
mayat yang mempunyai kewajiban
membayar utang
2. Kafalah dengan penyerahan
benda yaitu kewajiban
menyerahkan benda-benda tertentu yang ada
di tangan orang lain,
seperti mengembalikan barang yang di
ghasab dan menyerahkan barang jualan kepada pembeli, disyaratkan materi tersebut yang di
jamin
untuk ashil seperti dalam kasus
ghasab. Namun, bila bukan berbentuk jaminan, kafalah batal.
3. Kafalah dengan ‘aib
maksudnya bahwa barang yang di
dapati berupa harta terjual dan mendapat
bahaya (cacat) karena waktu yang terlalu lama atau karena hal-hal lainnya, maka ia (pembawa barang) sebagai jaminan untuk
hak pembeli pada penjual, seperti jika terbukti barang
yang di jual adalah milik orang
lain atau barang
tersebut adalah barang gadai.
Beberapa ahli hukum Hanafi berpendapata sama
sekali tidak di perbolehkan bagi pihak penerima
jaminan untuk memannfaatkan
barang yang di
jadikan jaminan, bahkan apabila mendapat persetujuan
dari pihak pemberi
jaminan, karena ia setara
dengan riba tapi
sebagian besar
dari mereka mempertahankan bahwa dengan izin dari pihak pemberi jaminan, asalkan tidak ditetapkan pada saat
kontrak (akad)
Menurut aliran Maliki, pihak pemberi jaminan
berhak mengambil manfaat atas jaminan penambahan nilainya, akan tetapi pihak menerima jaminan
juga mendapatkan manfaat
yang
demikian asalkan:
1. Pinjaman yang berkaitan
dengan jaminan tersebut tidak bersifat
qard
tapi merupakan
hasil dari transaksi penjual
2. Manfaat jaminannya di
tetapkan pada saat kontrak (akad) dan
3. Periode pengambilan manfaat yang demikian ditentukan.
Para ahli
hukum Hambali memperbolehkan penggunaan oleh pihak penerima jaminan
asalkan mendapat izin dari
pihak pemberi jaminan. Studi mengenai
argumen dari aliran fiqih yang
berbeda-beda menunjukkan bahwa perbedaan pendapat di akibatkan oleh fakta bahwa beberapa ahli hukum memberikan beban yang
lebih besar atas keberadaan
barang
jaminan pada pihak atas kepemilikan pihak pemberi jaminan.
Disebutkan pula bahwa
izin juga di perlukan untuk
mendapatkan manfaatnya, sementara alam beberapa
kasus tertentu tidaklah di perlukan
dan sekali lagi perlu di
ingatkan
bahwa persetujuan
tidak akan memberikan hak untuk
memafaatkan jaminan, apabila jaminan tersebut
adalah untuk pinjaman
yang bersifat qard
F.
Jenis-jenis Kafalah
dan Implementasinya dalam
perbankan Syariah
Kafalah
mempunyai beberapa jenis,
yaitu sebagai berikut:
1. Kafalah
bin nafs, merupakan akad memberikan jaminan atas diri (personal
guarantee) sebagai contoh,
dalam praktik perbankan untuk kafalah bin
nafs adalah seorang
nasabah yang mendapat pembiayaan
dengan jaminan nama baik dan ketokohan
seseorang atau pemuka masyarakat. Walaupun
bank secara fisik
tidak memegang barang
apa pun, tetapi berharap tokoh
dapat mengusahakan pembayaran
ketika nasabah yang
dibiayai mengalami kesulitan
2. Kafalah
bil-maal merupakan jaminan
pembayaran barang atau pelunasan utang.
3. Kafalah
bit-taslim, kafalah ini bisa dilakukan untuk menjamin
pengembalian atas barang
yang di sewa, Pada
waktu masa sewa
berakhir. Jenis pembiayaan jaminan ini dapat
di laksanakan oleh bank untuk kepentingan nasabahnya dalam bentuk kerja sama dengan perusahaan penyewaan
(leasing company). Jaminan
pembayaran bagi bank dapat
berupa deposito/tabungan dan bank
dapat
membebankan uang jasa (fee) kepada nasabah
itu.
4. Kafalah
al-Munjazah adalah jaminan
mutlak uang tidak
dibatasi oleh jangka waktu
dan untuk kepentingan/tujuan tertentu. Salah satu
bentuk kafalah al-Munjazah adalah
pemberian jaminan dalam bentuk
performance bonds “jaminan prestasi”,
suatu hal yang lazim di kalangan perbankan
dan hal ini sesuai
dengan bentuk akad
ini.
5. Kafalah
al-Mutlaqah, bentuk jaminan ini
merupakan penyederhanaan dari kafalah
al-Munjazah, baik oleh industri
perbankan maupun asuransi
G. Pelaksanaan
al-Kafalah
Al-Kafalah
dapat di laksanakan dengan
tiga bentuk, yaitu:
1. Munjaz (tanjiz) ialah tanggungan: yang ditunaikan
seketika seperti seseorang
berkata “Saya tanggung
si Fulan dan saya jamin si Fulan
sekarang“ lafadz-lafadz yang menunjukkan
al-Kafalah menurut
para ulama adalah seperti
lafadz “tahammaltu, takaffaltu,
dhammintu, ana kafil laka ana za’im,
atau huwa laka ‘alaya”. Apabila akad penanggungan
terjadi, maka penanggungan
itu mengikuti akad
utang, apakah harus
dibayar ketika itu,
ditangguhkan atau di cicil
kecuali di syaratkan pada
penanggungan.
2. Muallaq (ta’liq) adalah menjamin sesuatu dengan
dikaitkan pada sesuatu, seperti
seseorang berkata “jika
kamu mengutangkan pada anakku, maka aku
yang akan membayarnya” atau “jika
kamu
di tagih pada A, maka aku yang akan
membayarnya”.
3. Mu’aqqat (taukit) adalah tanggungan yang harus
di bayar dengan dikaitkan pada suatu waktu, seperti ucapan seseorang,
“bila di tagih pada bulan ramadhan, maka
aku yang menanggung pembayaran utangmu”,
menurut madzhab Hanafi
penanggungan seperti ini sah, tetapi menurut
madzhab Syafi’i
batal. Apabila
akad telah berlangsung
maka madmun
lah boleh menagih kepada kafil (orang yang
menanggung beban) atau kepada madhmun ’anhu atau
makful’anhu (yang berutang), hal ini
di jelaskan oleh para
ulama jumhur.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang
terdapat dalam makalah
ini adalah
1. Dari pembahasan di
atas dapat di simpulkan
bahwa ad-Dhaman merupakan peminjaman yang
di lakukan oleh
seorang yang boleh
melakukan aqad pada
beban kewajban orang
lain yang berhubungan
dengan harta. (misalkan
menjamin pelunasan hutang)
1.
Berdasarkan
isi dari makalah ini
hendaklah dalam menjalani kehidupan di dunia ini
lebih memperluas dalam memahami
tentang hal yang berkaitan degan ilmu
agama ilmu agama seperti halnya tentang ilmu fiqih
mu’amalah karna hal itu
2.
Dalam pembuatan
makalah ini
apabila terdapat beberapa
kesalahan dalam cara penulisan
baik penempatan kalimat, tanda baca maupun
pembahasan penulis meminta maaf dan
sekiranya pembaca dapat memperbaiki kesalahan dalam pembuatan
makalah.
DAFTAR
PUSTAKA
Drs. H. Moh.
Zaini, MM./ Fiqih Mu’amalah.
Desember 2014. Surabaya
Prof. Dr. H. Hendi
Suhendi/
Fiqih Mu’amalah. Jakarta
14240;- Rajawali pers
2010
Dr. Mardani/ Fiqih
ekonomi Syari’ah: Fiqih
Mu’amalah. Jakarta 13220
[1] Al-Khotib as-Syarbini, Mugni al-Muhtaj ila ma’rifati
maani alfadz al-Minhaj, (Mesir: al-
Baaby
al-Halaby, tt) hlm.534
MAKALAH
“Pemahaman ad-Dhaman dan al-Kafalah”
Untuk memuhi tugas mata kuliah “Fiqih Muamalah”
Dosen pengampu: Drs.Moh. Zaini. MM
Disusun oleh :
Maisuroh (18201501010095)
Markur (18201501010096)
Moh. Efendi (18201501010103)
Moh. Toni Saputro (18201501010101)
Prodi Pendidikan Agama Islam
Jurusan Tarbiyah
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Pamekasan
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Pamekasan
2015/2016
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi Allah tuhan semesta alam yang telah memeberikan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad Saw.
Pendidikan Islam merupakan suatu proses untuk mengubah tingkah laku pada kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya yang berfungsi merealisasikan dan mengaktualisasikan potensi mahasiswa baik yang berupa ilmu umum maupun agama, serta untuk meningkatkan kualitas keimanan seseorang terhadap Allah dan menambah wawasan ilmu pengetahuan yang luas bagi masyarakat.
Setiap insan berkepentingan mengoptimalkan diri meraih hikmah dalam proses pembelajaran supaya dapat memperoleh ilmu agama yang bermanfaat baik bagi dirinya sendiri maupun masyarakat dan memiliki ilmu yang berwawasan luas baik ilmu agama maupun intelektual, untuk itu kami dari kelompok lima membuat makalah tentang materi fiqih muamalah yang membahas tentang pemahaman tentang ad-Dhaman dan al-Kafalah guna menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang agama Islam.
Kesempurnaan hanya milik Allah khilaf dan salah hanya milik penulis sebagai hamba-Nya. Penulis sangat menyadari bahwa isi makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis meminta maaf atas segala kesalahan penulisan baik dalam penulisan kalimat tanda baca dan penempatan huruf besar. semoga pembaca maupun penulis mendapatkan syafa’at dan rahmat.
Pamekasan, 22 Oktober 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR..................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................................................... iii
A.. Pemahaman ad-Dhoman.............................................................................................................3
C. Dasar hukum Kafalah...............................................................................................................6
D. Rukun dan Syarat Kafalah.......................................................................................................7
E. Macam-macam Kafalah dan Manfaatnya................................................................................8
F. Jenis-jenis Kafalah dan Implementasinya dalam perbankan Syariah................................10
G. Pelaksanaan al-Kafalah...........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam menjalankan kehidupan yang bermakna dan manfaat di perlukan adanya upaya untuk membuat waktu yang dimiliki secara efisien, karenanya manusia akan memperoleh keuntungan sesuai yang ia harapkan. Manusia secara instiktif adalah makhluk sosial, dimana ia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Karenanya ia membutuhkan teman serta masyarakat untuk berinteraksi baik pergaulan bersifat batin ataupun lahiriyah sesuai yang dibutuhkan.
Setiap manusia yang telah di bekali dengan rasa ingin tahu terhadap berbagai macam ilmu, baik itu berupa ilmu umum maupun ilmu agama, dalam pendidikan ilmu agama sangat penting untuk mengetahui tentang ilmu fiqih mu’amalah yang merupakan suatu ilmu yang membahas tentang fiqih Islam, di mulai pada masa Rasulullah dan sesudahnya, ditinjau dari segi ulama dan keadaan hukum waktu itu dan ciri spesifiknya.
Mengerti dan memahami secara luas tentang pelajaran fiqih mu’amalah sangat penting bagi kehidupan manusia, maka dari itu kami dari kelompok lima membuat makalah dengan judul “pemahaman ad-Dhaman dan al-Kafalah” agar kita dapat menambah wawasan dalam mengenai hal jual beli menurut syari’at Islam
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini adalah:
1. Pemahaman ad-Dhaman
2. Pengertian Kafalah (Jaminan)
3. Dasar hukum Kafalah
4. Rukun dan syarat al-Kafalah
5. Macam-macam al-Kafalah dan manfaatnya
6. Jenis-jenis Kafalah dan Implementasinya dalam perbankan Syariah
7. Pelaksanaan al-Kafalah
C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Pemahaman ad-Dhaman
2. Pengertian Kafalah (Jaminan)
3. Dasar hukum Kafalah
4. Rukun dan syarat al-Kafalah
5. Macam-macam al-Kafalah dan manfaatnya
6. Jenis-jenis Kafalah dan Implementasinya dalam perbankan Syariah
7. Pelaksanaan al-Kafalah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pemahaman ad-Dhoman
1. Pengertian ad-Dhoman
Dhoman adalah menanggung hutang seseorang atau mengembalikan barang dan menghadirkan seseorang ke tempat yang di tentukan,
Beragam definisi dhoman dalam fiqih diantaranya adalah:
a. Menurut ibn Qudamah: “menggabungkan beban tanggungan penjamin maupun yang di jamin dalam menunaikan hak (pelunasan hutang) dengan demikian hutang tersebut menjadi tanggungan mereka berdua”.[1]
b. Syarikh Sholeh Fauzan: “menjamin beban kewajiban (hutang) orang lain, tanpa menjadikan orang lain tadi bebas dari tanggung jawab hutang[2]
2. Dalil Pensyariataanya
Di perbolehkannya dhaman dalam Islam dengan dalil al-Qur’an, sunah, dan ijma’ ulama’
Firman Allah
وَ لِمَنْ جَاءَ بِهِ حَمَلَ بعير و اَ نَا بِهِ زَعِيْمُ
“Dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku akan menjamin terhadapnya”
Adapun dalam ijma’ maka ulama’ telah bersepakat tentang mubahnya hukum asal pada dhaman ini, dan juga maslahat yang akan di dapat karena dengan dhaman akan terwujud kemudahan transaksi bagi orang yang tidak memiliki jaminan dan berhutang, dan ini merupakan perkara baik dan tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.
Dari dalil naqli diatas dapat kita simpulkan bahwa aqad dhaman adalah mubah. Adapun aturan mainnya telah dirumuskan dalam fiqih Islam yang di ambil dari Sri Handayani, SE, MM. Sari dalil-dalil al-Qur’an maupun sunah serta ijma’ ulama’ sebagai berikut:
a. Orang yang menjamin. Syaratnya: baligh, berakal atas kehendak sendiri berhak membelanjakan harta dan mengetahui adanya jaminan-jaminan
b. Orang yang berhutang. Syaratnya berhak memerlanjakan harta
c. Yang berpiutang. Syaratnya ialah diketahui oleh orang yang menjamin
d. Utang atau barang yang dihadirkan kembali atau orang yang di hadirkan syaratnya harus diketahui ukuran, keadaan dan jumlahnya serta waktunya dan tetap keadaanya.
e. Lafadz. Syaratnya mengandung syarat kandungan makna jaminan tidak digantungkan kepada yang lain dan tidak berarti sementara
3. Syarat-syarat Rukun Dhaman
a. Jaminan tidak mengandung penipuan
b. Masing-masing pihak tidak boleh khianat kepada pihak lain
c. Jaminan bukan merupakan kewajiban misalnya menjamin nafqah kepada anak dan istri
d. Jaminan harus pasti tertentu
4. Cara pembayaran dhaman
Apabila orang yang menjamin (dhaman) memenuhi kewajibannya dengan membayar utang orang yang ia jamin, ia boleh meminta kembali kepada madhmun ‘anhu apabila pembayaran itu atas izinnya. Dalam hal ini para ulama bersepakat, namun mereka berbeda pendapat apabila penjamin membayar atau menunaikan beban orang yang ia jamin tanpa izin orang yang di jamin bebannya.
Menurut al-Syafi’i dan Abu Hanifah bahwa membayar utang orang yang di jamin tanpa izin darinya adalah unah, dhaman tidak punya hak untuk minta ganti rugi kepada orang yang ia di jamin. (madhmun ‘anhu). Menurut madzhab Maliki dhaman berhak menagih kembali kepada madhmun ‘anhu.
Cara pembayaran dhaman adalah barang siapa yang berpiutang berhak menagih kepada orang yang menjamin atau kepada orang yang berhutang. Apabila hutang sudah di bayar oleh peminjam oleh seizin orang yang berhutang maka penjamin berhak minta ganti kepada orang yang berhutang. Apabila salah satu dhaman atau ishil meninggal dunia sedang belum sampai masa pelunasan maka pelunasan menjadi lepas waktu itu atas yang mati. Dhaman berhak minta ganti kembali kepada ashil (madhmuanhu) jika telah membayar hutangnya.
B. Pengertian Khafalah (Jaminan)
Secara etimologis kafalah, dhaman, zam’amah, hawalah, artinya sama yaitu jaminan. Secara terminologis kafalah/dhaman adalah menjamin tanggungan orang di jamin dalam melaksanakan hak yang wajib baik seketika maupun akan datang. Dalam pengertian lain, kafalah adalah mengalihkan tanggung jawab seseorang yang di jamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin. Adapun definisi lain dari khafalah atau dhaman sebagaimana yang di jelaskan para ulama’ sebagai berikut:
a. Menurut madzhab Hanafi khafalah adalah menggabungkan dzimah yang lain dalam penagihan, dengan jiwa, utang, atau dzat benda
b. Menurut madzhab Maliki khafalah adalah orang yang mempunyai hak mengerjakan tanggungan pemberi beban serta bebannya sendiri yang di satukan, baik menanggung pekerjaan yang sesuai maupun pekerjaan yang berbeda.
c. Menurut madzhab Hambali khafalah adalah iltizam sesuatu yang di wajibkan kepada orang lain serta kekekalan benda tersebut yang di bebankan atau iltizam orang yang mempunyai hak menghadirkan dua harta (pemiliknya) kepada orang yang mempunyai hak.
d. Menurut madzhab Syafi’i khafalah adalah akad yang menetapkan iltizam hak yang tetap pada tanggungan (beban) yang lain atau menghadirkan zat benda yang di bebankan atau menghadirkan beban oleh orang yang berhak menghadirkannya[3]
Berdasarkan definisi yang di kemukakan oleh madzhab Syafi’i di atas, al-Kafalah terdiri atas tiga pengertian, yaitu al-Kafalat, al-Dayn, al-Kafalat al-‘ain dan al-Kafalat al-Abdan. Para ulama juga mendefinisikan tentang al-Kafalah sebagai berikut:
a. Menurut Sayyid Sabiq yang di maksud dengan al-Kafalah ialah proses penggabungan tanggungan kafil menjadi beban ashil dalam tuntutan dengan benda (materi) yang sama baik utang, barang, maupun pekerjaan.
b. Menurut imam Taqiy al-Din yang di maksud dengan al-Kafalah adalah
ضَمٌّ ذِ مَّةٍ اِ لَى ذِ مَّةٍ
“Mengumpulkan satu beban kepada beban lain ”
c. Menurut Hasbi ash-Shidiqie bahwa yang dimaksud dengan al-Kafalah ialah:
ضَمٌّ ذِ مَّةٍ اِ لَى ذِ مَّةٍ فِى ا لْمُطَا لَبَةِ
“Menggabungkan dzimah kepada dzimah lain dalam penagihan”
Setelah diketahui definisi-definisi al-Kafalah atau ad-Dhaman menurut para ulama’ di atas kiranya dapat dipahami bahwa yang di maksud dengan al-Kafalah atau ad-Dhaman ialah menggabungkan dua beban (tanggungan) dalam permintaan dan utang
C. Dasar hukum khafalah
Dasar hukum kafalah adalah:
1. Al-Qur’an yaitu surat Yunus/12: 72 “Dan siapa yang ingin dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan seberat beban unta dan aku menjamin terhadapnya.”
2. Hadits “Kami pernah berada di sisi rasulullah saw kemudian di datangkan jenazah, lalu orang-orang berkata: Wahai rasululllah shalatkan dia. Beliau bertanya, apakah ia meninggalkan sesutu? mereka menjawab, tidak. Beliau bertanya: Apakah ia meninggalkan sesuatu? Mereka menjawab tiga dinar. Beliau bersabda: “Shalatlah kalian atas teman kalian. Abu Qatadah berkata: “Shalatlah dia, wahai rasulullah dan aku yang menjamin”. (HR. Ahmad, Bukhari dan Nasa’i)
3. Ijma’ bahwa ulama sepakat tentang kafalah berdasarkan hadits di atas
Kafalah di syaratkan oleh Allah swt terbukti dengan firman-Nya
“Bahwa nabi saw tidak mau shalat mayit pada mayit yang masih punya utang, maka berkata Abu Qatadah: “Shalatlah atasnya ya Rasulullah, sayalah yang menanggung utangnya, kemudian nabi menyolatinya”. (H. Riwayat Bukhari)
لاَ كَفَا لَةَ فِى حَدٍ
“Tidak ada kafalah dalam had” (Riwayat Baihaqi)
Dasar hukum kafalah yang kedua adalah al-Sunnah, dalam hal ini rasulullah bersabda
ا لعر ية موء ذ ة ولز عيم غا رم (روا ه ابو داو د)
“Penjamin hendaklah dikembalikan dan yang meminjam hendaklah membayar”. (Riwayat Abu daud)
D. Rukun dan Syarat al-Kafalah
Menurut madzhab Hanafi, rukun al-Kafalah satu yaitu ijab dan kabul. Sedangkan menurut para ulama yang lainnya rukun dan syarat al-Kafalah adalah sebagai berikut:
1. Dhamin, kafil, atau za’im, yaitu orang yang menjamin dimana ia disyaratkan sudah baligh, berakal, tidak di cegah membelanjakan hartanya (mahjur) dan dilakukan dengan kehendaknya sendiri.
2. Madmun lah, yaitu orang yang berpiutang, syaratnya ialah bahwa yang berpiutang di ketahui oleh orang yang menjamin. Madmun lah disebut juga dengan mafkul lah, madmum lah disyaratkan dikenal oleh penjamin karena manusia tidak sama dalam hal tuntutan, hal ini dilakukan demi kemudahan dan kedisiplinan.
3. Madmun ‘anhu atau makful ‘anhu adalah orang yang berutang
4. Madmun bih atau makful bih adalah utang, barang atau orang di syaratkan pada mafkul bih dapat di ketahui dan tetap keadaanya, baik sudah tetap maupun akan tetap.
5. Lafadz, disyaratkan keadaan lafadz itu berarti menjamin, tidak di gantungkan kepada sesuatu dan tidak berarti sementara.
E. Macam-macam Khafalah dan manfaatnya
Secara umum (garis besar) al-Kafalah di bagi menjadi dua bagian
yaitu kafalah dengan jiwa dan kafalah dengan harta. Kafalah dengan jiwa dikenal pula kafalah bi al-Wajhi, yaitu adanya kemestian (keharusan) pada pihak pinjaman (al-Kafil, al-Dhamin atau al-Za’im) untuk menghadirkan orang yang ia tanggung kepada yang ia janjikan tanggungan (makfullah)
Penanggungan (jaminan) yang menyangkut masalah manusia boleh hukumya. Orang yang di tanggung tidak mesti mengetahui permasalahan karena kafalah menyangkut badan bukan harta. Penanggung tentang hak Allah seperti had al-Khamar dan had menuduh zina tidak sah
Kemudian jika penjamin menentukan tempat penyerahannya, maka menyerahkan di tempat itu, kalau tidak wajib menyerahkannya di tempat kafalah, apabila orang yang di jamin di serahkan di tempat penyerahan, penjamin bebas dari kafalah dengan syarat tidak ada penghalang untuk menyerahkannya.
Andai kata orang yang di jamin tidak hadir dan penjamin tidak mengetahuinya tempatnya, maka ia tidak wajib menghadirkannya. Andai kata orang yang menerima jaminan mati, maka penjamin tidak di tuntut atas harta orang yang di jamin, karena ia tidak dalam jaminannya. Madzhab Syaf’i berpendapat bahwa kafalah di nyatakan sah dengan menghadirkan orang yang terkena kewajiban menyangkut hak manusia, seperti qishas dan qadzaf karena kedua hal ini tersebut menurut Syafi’iyah termasuk hak yang lazim. Bila menyangkut had yang telah di tentukan Allah, maka itu tidak sah dengan kafalah.
Sedangkan menurut madzhab Hanafi bahwa penjamin (kafil dan dhamin) harus di tahan sampai ia dapat menghadirkan orang tersebut atau sampai penjamin mengetahui bahwa ashil telah meninggal dunia, dalam keadaan demikian penjamin tidak berkewajiban membayar dengan harta, kecuali ketika menjamin masyarakat demikian
Menuurut madzhab Syafi’i bila ashil telah meninggal dunia, maka kafil tidak wajib membayar kewajibannya karena ia tidak menjamin harta, tetapi menjamin orangnya dan kafil di nyatakan bebas tanggung jawab.
Kafalah yang kedua adalah kafalah harta, yaitu kewajiban yang mesti ditunaikan oleh dhaman atau kafil dengan pembayaran berupa harta. Kafalah harta ada tiga macam:
1. Kafalah al-Dayn, yaitu kewajiban membayar utang yang menjadi beban orang lain, dalam hadist Salamah bin Aqwa bahwa nabi saw tidak mau mensholatkan mayat yang mempunyai kewajiban membayar utang
2. Kafalah dengan penyerahan benda yaitu kewajiban menyerahkan benda-benda tertentu yang ada di tangan orang lain, seperti mengembalikan barang yang di ghasab dan menyerahkan barang jualan kepada pembeli, disyaratkan materi tersebut yang di jamin untuk ashil seperti dalam kasus ghasab. Namun, bila bukan berbentuk jaminan, kafalah batal.
3. Kafalah dengan ‘aib maksudnya bahwa barang yang di dapati berupa harta terjual dan mendapat bahaya (cacat) karena waktu yang terlalu lama atau karena hal-hal lainnya, maka ia (pembawa barang) sebagai jaminan untuk hak pembeli pada penjual, seperti jika terbukti barang yang di jual adalah milik orang lain atau barang tersebut adalah barang gadai.
Beberapa ahli hukum Hanafi berpendapata sama sekali tidak di perbolehkan bagi pihak penerima jaminan untuk memannfaatkan barang yang di jadikan jaminan, bahkan apabila mendapat persetujuan dari pihak pemberi jaminan, karena ia setara dengan riba tapi sebagian besar dari mereka mempertahankan bahwa dengan izin dari pihak pemberi jaminan, asalkan tidak ditetapkan pada saat kontrak (akad)
Menurut aliran Maliki, pihak pemberi jaminan berhak mengambil manfaat atas jaminan penambahan nilainya, akan tetapi pihak menerima jaminan juga mendapatkan manfaat yang demikian asalkan:
1. Pinjaman yang berkaitan dengan jaminan tersebut tidak bersifat qard tapi merupakan hasil dari transaksi penjual
2. Manfaat jaminannya di tetapkan pada saat kontrak (akad) dan
3. Periode pengambilan manfaat yang demikian ditentukan.
Para ahli hukum Hambali memperbolehkan penggunaan oleh pihak penerima jaminan asalkan mendapat izin dari pihak pemberi jaminan. Studi mengenai argumen dari aliran fiqih yang berbeda-beda menunjukkan bahwa perbedaan pendapat di akibatkan oleh fakta bahwa beberapa ahli hukum memberikan beban yang lebih besar atas keberadaan barang jaminan pada pihak atas kepemilikan pihak pemberi jaminan. Disebutkan pula bahwa izin juga di perlukan untuk mendapatkan manfaatnya, sementara alam beberapa kasus tertentu tidaklah di perlukan dan sekali lagi perlu di ingatkan bahwa persetujuan tidak akan memberikan hak untuk memafaatkan jaminan, apabila jaminan tersebut adalah untuk pinjaman yang bersifat qard
F. Jenis-jenis Kafalah dan Implementasinya dalam perbankan Syariah
Kafalah mempunyai beberapa jenis, yaitu sebagai berikut:
1. Kafalah bin nafs, merupakan akad memberikan jaminan atas diri (personal guarantee) sebagai contoh, dalam praktik perbankan untuk kafalah bin nafs adalah seorang nasabah yang mendapat pembiayaan dengan jaminan nama baik dan ketokohan seseorang atau pemuka masyarakat. Walaupun bank secara fisik tidak memegang barang apa pun, tetapi berharap tokoh dapat mengusahakan pembayaran ketika nasabah yang dibiayai mengalami kesulitan
2. Kafalah bil-maal merupakan jaminan pembayaran barang atau pelunasan utang.
3. Kafalah bit-taslim, kafalah ini bisa dilakukan untuk menjamin pengembalian atas barang yang di sewa, Pada waktu masa sewa berakhir. Jenis pembiayaan jaminan ini dapat di laksanakan oleh bank untuk kepentingan nasabahnya dalam bentuk kerja sama dengan perusahaan penyewaan (leasing company). Jaminan pembayaran bagi bank dapat berupa deposito/tabungan dan bank dapat membebankan uang jasa (fee) kepada nasabah itu.
4. Kafalah al-Munjazah adalah jaminan mutlak uang tidak dibatasi oleh jangka waktu dan untuk kepentingan/tujuan tertentu. Salah satu bentuk kafalah al-Munjazah adalah pemberian jaminan dalam bentuk performance bonds “jaminan prestasi”, suatu hal yang lazim di kalangan perbankan dan hal ini sesuai dengan bentuk akad ini.
5. Kafalah al-Mutlaqah, bentuk jaminan ini merupakan penyederhanaan dari kafalah al-Munjazah, baik oleh industri perbankan maupun asuransi
G. Pelaksanaan al-Kafalah
Al-Kafalah dapat di laksanakan dengan tiga bentuk, yaitu:
1. Munjaz (tanjiz) ialah tanggungan: yang ditunaikan seketika seperti seseorang berkata “Saya tanggung si Fulan dan saya jamin si Fulan sekarang“ lafadz-lafadz yang menunjukkan al-Kafalah menurut para ulama adalah seperti lafadz “tahammaltu, takaffaltu, dhammintu, ana kafil laka ana za’im, atau huwa laka ‘alaya”. Apabila akad penanggungan terjadi, maka penanggungan itu mengikuti akad utang, apakah harus dibayar ketika itu, ditangguhkan atau di cicil kecuali di syaratkan pada penanggungan.
2. Muallaq (ta’liq) adalah menjamin sesuatu dengan dikaitkan pada sesuatu, seperti seseorang berkata “jika kamu mengutangkan pada anakku, maka aku yang akan membayarnya” atau “jika kamu di tagih pada A, maka aku yang akan membayarnya”.
3. Mu’aqqat (taukit) adalah tanggungan yang harus di bayar dengan dikaitkan pada suatu waktu, seperti ucapan seseorang, “bila di tagih pada bulan ramadhan, maka aku yang menanggung pembayaran utangmu”, menurut madzhab Hanafi penanggungan seperti ini sah, tetapi menurut madzhab Syafi’i batal. Apabila akad telah berlangsung maka madmun lah boleh menagih kepada kafil (orang yang menanggung beban) atau kepada madhmun ’anhu atau makful’anhu (yang berutang), hal ini di jelaskan oleh para ulama jumhur.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang terdapat dalam makalah ini adalah
1. Dari pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa ad-Dhaman merupakan peminjaman yang di lakukan oleh seorang yang boleh melakukan aqad pada beban kewajban orang lain yang berhubungan dengan harta. (misalkan menjamin pelunasan hutang)
1. Berdasarkan isi dari makalah ini hendaklah dalam menjalani kehidupan di dunia ini lebih memperluas dalam memahami tentang hal yang berkaitan degan ilmu agama ilmu agama seperti halnya tentang ilmu fiqih mu’amalah karna hal itu
2. Dalam pembuatan makalah ini apabila terdapat beberapa kesalahan dalam cara penulisan baik penempatan kalimat, tanda baca maupun pembahasan penulis meminta maaf dan sekiranya pembaca dapat memperbaiki kesalahan dalam pembuatan makalah.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. H. Moh. Zaini, MM./ Fiqih Mu’amalah. Desember 2014. Surabaya
Prof. Dr. H. Hendi Suhendi/ Fiqih Mu’amalah. Jakarta 14240;- Rajawali pers 2010
Dr. Mardani/ Fiqih ekonomi Syari’ah: Fiqih Mu’amalah. Jakarta 13220