MAKALAH
“Faktor Perkembangan Tasyrik pada
masa Abbasiah”
Untuk memuhi
tugas mata kuliah “Tarikh tasyri’”
Dosen pengampu : Drs. H. Moh.
Zaini MM
Disusun oleh :
Imam Hanafi
Prodi Pendidikan Bahasa Arab
Jurusan Tarbiyah
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Pamekasan
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Pamekasan
2015/2016
KATA
PENGANTAR
Segala
puji dan syukur bagi Allah tuhan semesta alam yang telah memeberikan
rahmat dan hidayahnya kepada kita semua. Shalawat serta salam semoga tetap
tercurah limpahkan kepada junjungan kita
nabi besar Muhammad Saw.
Pendidikan Islam merupakan suatu proses untuk
mengubah tingkah laku pada kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya yang berfungsi merealisasikan dan mengaktualisasikan potensi
mahasiswa baik yang berupa ilmu
umum maupun agama, serta untuk meningkatkan kualitas
keimanan seseorang terhadap
Allah dan menambah wawasan ilmu pengetahuan yang luas bagi masyarakat.
Setiap insan berkepentingan
mengoptimalkan diri meraih hikmah dalam proses pembelajaran supaya dapat
memperoleh ilmu agama yang bermanfaat baik bagi dirinya sendiri maupun
masyarakat dan memiliki ilmu yang berwawasan luas baik ilmu agama maupun
intelektual, untuk itu kami dari
kelompok lima membuat makalah tentang materi ilmu tarikh tasyrik yang
membahas tentang faktor perkembangan tasyrik pada masa Abbasiah
guna menambah wawasan ilmu pengetahuan
tentang agama Islam.
Kesempurnaan hanya
milik Allah khilaf
dan salah hanya milik penulis
sebagai hamba-Nya. Penulis sangat menyadari bahwa isi makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu penulis meminta maaf
atas segala kesalahan penulisan baik
dalam penulisan kalimat tanda baca dan penempatan huruf besar.
semoga pembaca maupun penulis mendapatkan syafa’at dan rahmat.
Pamekasan, 14 Mei 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................................................... i
KATA
PENGANTAR..................................................................................................................... ii
DAFTAR
ISI................................................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam menjalankan kehidupan yang bermakna dan manfaat diperlukan adanya upaya untuk membuat waktu
yang dimiliki secara efisien, karenanya manusia akan memperoleh keuntungan
sesuai yang ia harapkan. Manusia secara instiktif adalah makhluk sosial, dimana ia tidak dapat
hidup tanpa bantuan orang lain. Karenanya ia membutuhkan teman serta masyarakat
untuk berinteraksi baik pergaulan bersifat batin ataupun lahiriyah sesuai yang dibutuhkan.
Setiap
manusia yang telah di bekali dengan rasa ingin tahu terhadap berbagai macam ilmu, baik
itu berupa ilmu umum maupun ilmu agama, dalam pendidikan
ilmu agama sangat penting untuk mengetahui tentang ilmu tarikh tasyri’
yang merupakan suatu ilmu yang membahas tentang fiqih Islam, di mulai pada masa
Rasulullah dan sesudahnya, ditinjau dari segi ulama dan
keadaan hukum waktu itu dan ciri spesifiknya.
Diantara pembahasan yang terkandung dalam ilmu
tarikh tasyri’ ialah tentang
faktor perkembangan dinasti Abbasiah agar kita selaku umat Rasulullah
mengetahui secara terperinci dan luas
tentang pemerintahan daulah
Abbasiah
Mengerti
dan memahami secara luas tentang sejarah perkembangan Islam baik pada masa Rasulullah
dan Abbasiah sangat penting bagi kehidupan manusia, maka dari itu kami
dari kelompok lima membuat makalah dengan judul “ faktor perkembangan tasyrik pada masa
Abbasiah ” agar dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi semua para
pembaca.
1. Faktor perkembangan tasyrik
1. Dasar
pemikiran madzhab dan hukum Islam
2. Pembukuan fiqh dan ushul fiqh
3. Pelestarian madzhab dan akhir masa
keemasan
4. Pembukuan fiqih dan metode penulisannya
5. Faktor
penyebab kemajuan fiqh Islam pada masa dinasti Abbasiah
Adapun tujuan dari makalah ini ialah untuk mengetahui :
1.
Faktor perkembangan tasyrik
2.
Dasar pemikiran madzhab dan hukum Islam
3.
Pembukuan fiqh dan ushul fiqh
4.
Pelestarian madzhab dan akhir masa keemasan
5.
Pembukuan fiqih dan metode penulisannya
6.
Faktor penyebab kemajuan
fiqh Islam pada masa dinasti
Abbasiah
PEMBAHASAN
Faktor utama
yang menjadi pendorong perkembangan tasyri’ (hukum Islam) adalah berkembang adanya penerjemahan buku-buku Yunani, Persia,
romawi dan lain sebagainya ke dalam bahasa arab. Di antara ilmu-ilmu yang di
terjemahkan adalah ilmu kedokteran dan ilmu logika.
Melalui gerakan
penerjemahan ini, karya Aristoteles, Plato
dan Gallen
dari Yunani
dalam bidang filsafat, kedokteran, dan ilmu pengetahuan dapat di baca umat Islam. Sebagian orang yang daerahnya di kuasai umat Islam menjadi
penganut Islam. [1]
Faktor lain
yang mempengaruhi perkembangan pemikiran adalah luasnya ilmu pengetahuan termasuk yang di kumpulkan dalam satu mushaf maupun di hafal, pada masa itu corak bacaan yang saheh dan
bacaan yang syadzah. Adanya perbedaan bacaan tentunya akan mengakibatkan perbadaan dalam istimbath hukum.
Di jelaskan
oleh Thaha jabir fayadh al-Ulwani
bahwasanya madzhab fiqih Islam yang muncul
setelah sahabat dan Kibar attabi’in berjumlah tiga belas aliran ini berafilyasi
dengan aliran ahl-Alsunnah, Namun tidak semua aliran itu dapat diketahui
dasar-dasar dan metode istimbath hukumya. Aliran hukum yang terkenal dan
masih ada pengikutnya hingga kini harta beberapa madzhab diantanya Hanafiah, Malikiah, Syafi’iah dan Hambaliah.
1.
Aliran
Hanafiah
Aliran ini
didirikan oleh Abu Hanifah yang nama lengkapnya adalah al-Nikman Tsabit ibnu
Zudhi (80-151 H). Sebenarnya kalau dilihat dari segi politik Abu Hanifah
hidup pada masa bani Umayyah selama 52
tahun, dan masa Abbasiah selama 18 tahun. ia sudah melakukan ibadah haji
sudah 55 kali.
Ketika Yazid ibnu
Umar Hubairoh (pada masa Umayyah) menjadi gubernur Irak , Abu Hanifah diminta
menjadi hakim di pengadilan atau bendaharawan
negara, tetapi ia menolak
oleh karmanya ia ditangkap dan di penjarakan. Bahkan dicambuk, namun karena
pertolongan
juru cambuk ia berhasil meloloskan diri dan pindah ke Mekkah. Setelah
pemerintah Umayyah berakhir, ia kembali ke Kuffah dan menyambut kekuasaan Abbasiah .
Tidak berbeda
jauh dengan pemerintahan bani Umayyah, Ahl al-Bait juga mendapatkan perlakuan kasar dari bani Abbas, oleh karena itu Abu Hanifah mengkritik para
hakim dan mufti
pemerintah. Ketika oleh al-Mansur
diminta menjauh hakim di pengadilan, ia
menolaknya, akhirnya ia dipadan di cambuk hingga meninggal pada tahun 150 H .[2]
2.
Aliran
Malikiah
Aliran ini
didirikan oleh Imam Malik, yang mempunyai nama lengkap Malik bin Anas lim Akmr
al- Asbini, ia lahir di Madinah pada tahun 93 H. Lahir pada masa al-Walid bin
abdul Malik (bani Umayyah) dan meninggal pada masa Harun ar-Rasyid (bani
Abbasiah) ia merasakan pemerintahan bani
Umayyah 40 tahun dan masa Abbasiah
46 tahun.
Pada masa itu
pemberontakan rakyat sering terjadi karena disebabkan oleh kezaliman para penguasa pada masa itu. tetapi, ia tidak pernah memihak kepada pemberontak dan tidak pula
kepada pemerintah. Hal ini dilakukan karena pemberontak tidak akan mampu memperbaiki
keadaan. Disamping itu ia sering
menyaksikan pemerintah melakukan penindasan terhadap lawan politiknya,
seperti terhadap keturunan Ali bin abi
tolib.
3.
Aliran
Syafi’iah
Aliran ini
didirikan oleh imam as-Syafi’i yang nama lengkapnya adalah Muhammad ibnu Idris
ibnu Utsman ibnu Syafi’i ibnu Ubaid abd Yazid ibnu Hasyim ibn abd Manaf. Dan
lahir pada masa Abbasiah tepat pada zaman kekuasaan Abu Jakfar al-Mansur, ia
belajar hadats dan fiqih Mekkah setelah itu ia
pindah ke Madinah untuk belajar kepada imam
Malik. Syafi’i kembali ke Mekkah dengan membawa pengetahuan tentang fiqih Irak.
Di masjid al-Harom ia mengajarkan fiqih dalam dua corak , yaitu corak Madinah
dan corak Mekkah.
Imam Syafi’i
seperti dikatakan mana’ al-Qothathan, mengatakan bahwa ilmu itu
bertingkat-tingkat, pertama, al-Qur’an dan al-Sunnah. Kedua, Ijma’ terhadap
sesuatu yang tidak terdapat dalam keduanya. Ketiga, qoul sebagai sahabat nabi yang paling berbeda-beda. Kelima, qiyas.
4.
Aliran
Hambali
Aliran ini
didirikan oleh Ahmad ibnu Hambal, yang
nama lengkapnya adalah abu Abdullah ibn
Hambal ibn Hilal ibn Asad al-Saibani al-Marwazi (164-241 H) ia termasuk ulama
ahli hadits dan fiqih yang sudah terkenal dan berpengaruh di masyarakat, karena
itu, ia pun terkena minhah tentang kemakhlukan al-Qur’an.
Manurut
al-Ulwani, cara ijtihad Ahmad ibnu Hambal sangat dekat dengan cara ijtihad
yang dilakukan al-Syafi’i ibn Qayyim al- Jauziyah menjelaskan pendapat - pendapat Ahmad an ibn
Hambal di bangun atas 5 dasar yaitu:
a. Nash al-Qur’an dan as-Sunnah apabila telah
ada ketentuan di dalam keduanya, ia berpendapat sesuai dengan makna yang
tersurat, makna yang tersirat diabaikan.
b. Apabila tidak di dapatkan dalam dua nash itu ia
menukil fatwa sahabat.
c. Apabila fatwa sahabat berbeda ia memilih salah satu pendapat yang
lebih dekat kepada dua nash tadi.
d. Menggunakan hadits mursal dan hadits dla’if
tidak di dapatkan, ia menggunakan qiyas, jika memang terpaksa.
5. Aliran al-Zhahiri
Aliran ini didirikan oleh Daud ibn ali al-Asbhani (220-270 H) yang nama lengkapnya
adalah Abu Sulaiman Daud ali ibn Khallaf al-Afghani al-Baghdad, al-Zahiri
menantang qiyas dan mengajukan dalil dalam memahami nash. Ia mempertegas
ijtihadiyah dengan mengatakan bahwa
sumber hukum pokok hanyalah al-Qur’an,
al-Sunnah dan ijma’.
Menurut al-Zahiri, al-Qur’an yang ditulis dalam kertas dan beredar itu
bersifat makhluk (baru) sedangkan al-Qur’an yang tertulis di lauh mahfudz bukan
makhluk, dengan demikian, yang di maksud al-Qur’an tidak di sentuh kecuali orang yang
disucikan.
Dengan semakin luasnya
daerah kekuasaan Islam dan berkembangnya peradaban serta ditemukannya berbagai
kejadian dan peraturan-peraturan yang merupakan lapangan ijtihad, maka para fuqoha
berijtihad dalam memahami nash-nash dan istimbath dalam hal-hal yang
tidak ada nashnya. Setelah mengambil
pedoman pembentukan hukum secara khusus,
masing-masing mujtahid terdorong untuk meletakkan pokok-pokok landasan
ijtihadnya, dan setiap mujtahid menjabarkan prinsip-prinsip (ushulnya)
ditengah-tengah masalah dan hukumnya sehingga lahirlah ushul fiqih.
Walaupun
madzhab fiqih banyak bermunculan, yang berkembang relativ sedikit, menurut
sebagian pendapat, jumlahnya madzhab ada
sekitar 13 aliran, aliran fiqih yang masih bertahan hingga sekarang, yang
jumlahnya relativ sedikit itu, dimungkinkan karna adanya dukungan penguasa.
Sulaiman
al-Asghar mengatakan bahwa dinasti Abbasiah berjasa dalam melestarikan madzhab
Hanafi dengan mengangkat Abu Yusuf sebagai qodhi al-Qudhad (hakim agung)
dinasti fatimiah berjasa dalam melestarikan madzhab Ismaillah dinasti Umayyah
di Andalusiah berjasa dalam melestarikan madzhab Maliki. Dinasti Ayyubiah di
mesir berjasa dalam melestarikan madzhab Syafi’i dan dinasti Su’udiah di Saudi arabiah berjasa
dalam melestarikan madzhab Hambali.
Setelah itu,
terjadi akhir masa keemasan fiqih Islam yang ditandai dengan ketidak munculan mujtahid mutlak yang dapat membangun cara dan mikanisme berfikir higga tidak ada lagi mujtahid pendiri madzhab.
Pada periode
ini fiqih berkembang pesat setelah pada periode sebelumnya diletakkan dasarnya oleh para tabi’in, periode ini ditandai dengan munculnya
Imam madzhab yang terdiri dari madzhab Hanafi, madzhab Maliki, madzhab Syafi’i, dan madzhab Hambali.
Pada awal periode ini terjadi perdebatan sengit antara ahlul hadits dan ahlul
ra’yi pada akhirnya pertentangan ini data mereka takkal al-Ra’yi dapat dianggap
sebagai salah satu cara dengan meng-istimbatkan hukum fiqih
melalui batasan dan kaidah yang ditentukan oleh Ahlul Ra’yi sehingga dengan
mereka buat tersebut mereka terhindar dari tuduhan menetapkan hukum dengan hawa
nafsu yang terlepas dari dalil Syar’i.
Imam abu
zabrah (ahli usul fiqih dan kalam) mengemukakan bahwa perdebatan ini tidak
berlangsung lama karena pada murid imam madzhab melakukan interaksi dengan
madzhab lainnya seperti halnya yang
dilakukan oleh imam Muhammad bin Hasan asy-Syaibani, sahabat imam Hanafi yang sengaja mendatangi hedzjaz untuk
mempelajari kitab “al-Mawatta” karangan imam Malik, imam Syafi’i, menemui imam
Muhammad bin Hasan asy-Syaibani ke Irak dan dan imam Abu yusuf , sahabat imam
Hanafi berusaha mencari hadits yang tidak mendukung pendapat Ahlul Ra’yi. Oleh karena itu, terlihat banyak kitab
fiqih dari kedua kelompok ini yang dipenuhi oleh hadits dan
ra’yu.
Pada awal
periode ini juga dilakukan pembukuan kitab fiqih yang dilakukan oleh setiap
madzhab, diantaranya kitab al-muwatta oleh imam Malik, kitab umum oleh imam
Syafi’i dan kitab fiqih yang disusun oleh Muhammad bin Hasan asy-Syaibani
(murid imam Hanafi) demikian juga sedangkan ilmu usul fiqih paling awal adalah
buku ar-Risalah karangan imam Syafi’i.
Perkembangan
yang ada juga membawa dampak yang lebih luas fiqih tidak saja di istimbatkan
dan disusun sesuai dengan kebutuhan praktis masyarakat dan sesuai dengan
kehendak perkembangan zaman, tetapi juga muncul hukum fiqih yang membahas
tentang berbagai kemungkinan dalam masalah-masalah fiqih yang sebelum terjadi.
Perhatian yang begitu besar itu, misalkan dapat dilihat
ketika khalifah ar-Rasyid memanggil imam Malik untuk mengajarkan kitab “muwattha”
kepada kedua putranya al-Amin dan al-Makmun. Imam Malik dengan tegas meolak
suratnya dikirim kepada al-Rasyid amirul mukminin yang mulia untuk memperoleh ilmu yang diperlukan usaha.
Pada
pemerintahan daulat Abbasiyah muncul era baru dalam penulisan fiqih, setiap
ahli fiqih menulis sendiri pendapat dan fatwa mereka kemudian mengajarkannya
kepada muridnya dengan demikian intensitas pengajaran fiqih semakin berkembang
dan fiqih juga mulai dipelajari oleh kalangan umum, apalagi fiqih pada saat ini
yang ditulis dengan bahasa yang mudah dipahami.
Atas metode penulisan fiqih yang
berkembang pada saat itu, antara lain :
1. Metode pertam penulisan fiqih bercampur dengan hadits, dan fatwa para sahabat dan para tabi’in dari
metode ini yang sampai ke zaman kita sekarng adalah muwatta selain muwatta jami’ kabir, karya syfyan tsauri dengan
ikhtilaf dan al-Hadits karya imam Syafi’i dapat digolongkan kedalam buku yang
mempergunakan metode ini.
2. Metode kedua fiqih ditulis secara terpisah
dari hadits dan antara suatu metode penulisan fiqih yang banyak digunakan oleh
para fuquha hanfiyah al-Kharaj, karya Abu yusuf dapat digolongkan dalam
penulisan metode ini termasuk dari metode ini juga adalah buku dhahir al-Riwayat al-Sittah, karya Muhammad bin
hasan kumpulan dari enam buku yang di tulis Muhammad bin hasan ini buku
al-Ashl, al-Jami, al-Kabir, al-Jami’dan al-Saghir memuat pendapat imam abu
hanifah dari riwayat yang paling mu’tabar. Buku ini disusun kembali oleh hakim
syahid dalam suatu buku yang diberi judul “al-Kafi dan di syarah secara panjang
lebar sarakhsi dalam bukunya al-Mabsuth, al-Muwaddah adalah karya terbesar
dalam madzhab malik yang juga di golongkan dalam metode kedua ini.
3. Metode ketiga penulisan komparatif fiqh
al-Umm adalah karya syafi’i yang pertama mengajarkan metode ini. Dalam bukunya
yang disampaikan secara lisan kepada muridnya di Mesir imam Syafi’i
mengemukakan pendapatnya tentang berbagai persoalan lengkap dengan dalil dan
argumentasinya, kemudian mendiskusikan pendapat ulama lain dalam persoalan yang
sama. Metode ini banyak mendapat sambutan dari ulama’ sesudahnya terutama pada
era kebangkitan kembali fiqih.[3]
Keistimewaan dari buku yang ditulis pada periode ini adalah
pengugkapannya yang mudah dan jelas artinya. Penggunaaan bahasa yang gamblang
seperti yang dipakai ulama periode ini yang menjadikan fiqih mudah di pahami
dan dipelajari oleh siapapun, dan ternyata buku ini atau buku klasik secara
umum yang sekarang akrab disebut kitab kuning, yang sulit dipahami karena
menggunakan bahasa arab yang rumit itu ditulis sesudah periode ini, yaitu
ketika fiqih mengalami kemujudan.
1. Perhatikan khilafah dinasti
Abbasiah terhadap fiqih dan fuqaha’
Para khalifah
dinasti Abbasiah sangat memberikan perhatian kepada fiqh, berbeda dengan
khalifah Umayyah yang lebih konsentrasi dengan masalah politik sehingga mereka
mampu memberi corak Islam pada negara dan menjadikan agama sebagai poros rotasi
semua pemerintahan. Hal ini dapat dilihat dalam beberapa aspek di bawah ini.
a. Semua undang-undang bersumber dari
al-Qur’an dan as-Sunnah, terutama yang terkait dengan urusan pemerintahan.
b. Memberikan perhatian terhadap as-Sunnah dan
mengumpulkan hadits, ditulis dan di bukukan seperti musnad imam Ahmad , Shahih
al-Bukhori, dan yang lainnya.
c. Para khalifah sangat dekat dan memuliakan
ulama’ memberi mereka kafalah (bantuan) dan menyeru para pemimpin negeri untuk
menjadikan mereka rujukan dalam menentukan hukum.
d. Perhatian para khalifah juga dapat dilihat
ketika mereka meminta para fuqoha’ untuk meletakkan aturan
perundang-undangan Islam dalam mengatur urusan negara.
2. Perhatian dan semangat tinggi
untuk mendidik para Penguasa dan keturunannya dengan pendidikan Islam
Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator dan contoh sebagai berikut.
Pertama, al-Mahdi
mengirimkan anaknya al-Hadi dan ar-Rasyid
kepada seorang alim dan memintanya untuk mengajari mereka al-Qur’an,
sunnah, dan menjelaskan keagungan para ahli hikmah serta nasihat-nasihat
mereka.
Kedua, khalifah
Harun ar-Rasyid mengirimkan kedua anaknya al-Amin dan al-Makmun untuk ikut
majelis ilmu imam Malik di Madinah, ketika ia tidak mau dating ke istana
mengajarkan anaknya.
Ketiga, ketika
imam Muhammad bin al-Hasan asy-Syaibani menulis kitab as-Siyar (sejarah),
khalifah ar-Rasyid menyuruh anak-anaknya menemui sang imam mendengarkan
pelajarannya tidak di ragukan lagi bahwa perhatian para khalifah terhadap fiqih
dan fuqaha’ berpengaruh besar terhadap kemajuan ilmu pada zaman ini.
3. Iklim kebebasan berpendapat
Para ulama pada zaman ini mempunyai kebebasan menyatakan pendapat dalam
melakukan kajian ilmiah, tidak ada satu penguasa pun yang dapat mengikat
mereka, siapa pun ia. Oleh karena itu mereka melakukan istimbat hukum
dari berbagai sumber, mengamalkan dan mengajarkan kepada orang banyak tanpa ada perasaan sungkan jika bertentangan
dengan pendapat ahli fiqih yang lain sehingga dalam satu masalah bisa ditemukan
banyak pendapat di sebabkan banyaknya
mujtahid
4. Maraknya diskusi dan debat ilmiah di antara
para fuqaha’
Perbedaan dalam kitab fiqh sudah terjadi sejak zaman sahabat
dan tabi’in seperti yang sudah kami jelaskan, seperti perbedaan mereka tentang
warisan kakek bersama saudara kandung dan memerangi orang-orang yang tidak mau
membayar zakat, akan tetapi perbedaan ini semakin menguat ketika
muncul madrasah logika di Irak dan madrasah ahli hadits di Hijaz.
a) Dinamika debat ilmiah pada masa dinasti
Abbasiah
Debat atau polemik pada masa ini berkisar pada masalah lafal dari segi
bahasa, apakah ia bermakna hakikat atau majaz (kiasan) yang mencakup beberapa
hal, diantaranya :
a. Al-Qur’an
dan sunnah serta hubungan diantara keduanya.
b. Pendapat para sahabat dan amalan penduduk
Madinah serta tingkat ke-hujjah-annya.
c. Qiyas, istihsan, maslahat, mursalah, dan yang lainnya yang di jadikan sebagai
rujukan fuqaha’ dan meng-istinbat hukum.
b) Pengaruh debat ilmiah bagi
Perdebatan fiqh secara
meluas diantara fuqaha’ pada zaman ini telah melahirkan dua fenomena
Pertama, kecenderungan para fuqaha’
untuk menggunakan metode debat ketika
mereka menulis buku. Hal ini dapat di lihat secara jelas dalam kitab al-Umm
yang ditulis oleh imam asy-Syafi’i yang
memuat banyak perdebatan antara beliau
dengan fuqaha’ dan juga dan juga dalam kitab-kitab lain yang ditulis
pada zaman ini.
Kedua, luasnya ruang
lingkup kajian fiqh dan munculnya pendapat-pendapat fiqh sehingga semakin
menambah kemajuan fiqh itu sendiri.
c) Tujuan debat ilmiah
Debat ilmiah yang terjadi pada masa ini sebenarnya
bertujuan agar bisa sampai kepada
kebenaran dan memahami hukum syara’ yang akan menjadi jawaban terhadap jawaban
terhadap masalah yang muncul.
Kondisi ini mulai menyimpang pada zaman muta’akhirin
sebagai pengikut ulama madzhab, dimana mereka menjadikan debat ini sebagai
wasilah (cara) untuk menguatkan pendapat dan memenangkan imam yang di ikuti dan
tidak siap menerima pendapat orang lain.
5. Banyaknya
permasalah baru yang muncul
Penaklukan yang dilakukan pasukan Islam semakin meluas pada zaman
dinasti Abbasiah, cahaya Islam memancar ke seluruh negeri membawa peradaban
yang gemilang para fuqaha’ yang sudah menyebar ke berbagai negeri
kemudian menemukan banyak adat istiadat, aturan sosial, hukum, dan ekonomi yang
sebelumnya tidak mereka temukan sehingga mereka harus
memberikan jawaban dan pendapat sesuai dengan syari’at Islam.
6. Akulturasi budaya dengan bangsa-bangsa lain
Umat Islam terdiri dari beberapa ras, seperti Arab, Persia, Romawi, dan penganut
agama-agama lain seperti Yahudi, Nasrani, Majusi, dan yang lain.
Ketika Islam mengikat dan melunakkan hati mereka dalam satu barisan
politik serta menghilangkan segala perbedaan yang ada mereka pun saling bertukar adat istiadat,
ilmu, dan pengalaman hidup. Sudah tentu hal ini akan memberikan pengaruh terhadap kematangan berpikir dan pengembangan intelektualitas, ditambah lagi
dengan kerapnya komunikasi ilmiah dan sosial diantara mereka, kitab-kitab ilmu
di terjemahkan ke dalam bahasa Arab seperti kedokteran, kimia, filsafat dan mantiq.
7. Penulisan ilmu dan penerjemahan kitab
Berdasarkan perjalanan sejarah dan catatan peristiwa yang terjadi
sepanjang sejarah Islam, disebutkan bahwa pada masa Rasulullah ilmu belum
ditulis kecuali al-Qur’an, sedangkan sunnah dan hukum fiqh tersimpan dalam dada
para sahabat.
1.
Faktor
utama yang menjadi pendorong perkembangan tasyri’ (hukum Islam) adalah berkembang adanya penerjemahan buku-buku Yunani, Persia,
romawi dan lain sebagainya ke dalam bahasa arab. Di antara ilmu-ilmu yang di
terjemahkan adalah ilmu kedokteran dan ilmu logika.
2.
Pada
pelestarian madzhab ada sekitar 13 aliran, aliran fiqih yang masih bertahan
hingga sekarang, yang jumlahnya relativ sedikit setelah itu terjadilah akhir
masa keemasan fiqih Islam yang ditandai dengan ketidak munculan
mujtahid mutlak yang dapat membangun cara dan mikanisme berfikir higga
tidak ada lagi mujtahid
pendiri madzhab.
1. Berdasarkan
isi dari makalah ini hendaklah dalam menjalani kehidupan di dunia
ini lebih memperluas dalam memahami tentang hal yang
berkaitan degan ilmu agama ilmu agama seperti halnya tentang ilmu tarikh
tasyrik karna hal itu sangat berkataitan dengan agama dan masa kepemimpinan
Rasulullah dan para sahabat.
2. Dalam
pembuatan makalah ini
apabila terdapat beberapa kesalahan dalam cara penulisan baik
penempatan kalimat maupun pembahasan penulis meminta maaf dan sekiranya pembaca
dapat memperbaiki kesalahan dalam pembuatan makalah.
DAFTAR
PUSTAKA
Tarikh tasyri’/Sejarah Legilasi hukum Islam, Dr. Rasyad
Hasan Khalil, Jakarta 13220, Cet 1 Oktober 2009, cet 2, April 2011.
Himpunan intisari kuliah Tarikh tasyri’/
Drs. H. Moh. Zaini. MM, cet 1.-
Pamekasan : STAIN Pamekasan press 2009, Pamekasan Madura.